Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN:
2548-1398
Vol. 7, No. 3, Maret 2022
ANALISIS EFISIENSI TEKNIS USAHATANI CABAI MERAH KERITING DAN
PREFERENSI RISIKO PETANI DI KABUPATEN BOGOR
Teki Sinatria, Anna Fariyanti,
Nia Kurniawati Hidayat
Institute
Pertanian Bogor (IPB), Indonesia
Email:
[email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Produktivitas Cabai Merah Keriting di Kabupaten Bogor lebih rendah dari
rata-rata di Jawa Barat. Produktivitas yang rendah tidak hanya dipengaruhi oleh
inefisiensi teknis tetapi juga dipengaruhi oleh preferensi risiko petani.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis: (1) efisiensi teknis
pertanian cabai merah keriting di Kabupaten Bogor, (2) Preferensi risiko
petani. Model fungsi produksi frontier dengan struktur kesalahan
heteroskedastik yang diperkirakan oleh estimasi Maximum Likelihood yang
dikembangkan oleh Kumbhakar diadopsi untuk menganalisis preferensi risiko
petani dan efisiensi teknis. Delapan puluh sampel diambil dengan metode
purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat efisiensi teknis
rata-rata adalah 0,79. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani secara
teknis efisien. Delapan puluh sampel diambil dengan metode purposive sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat efisiensi teknis rata-rata adalah
0,79. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani secara teknis efisien.
Berdasarkan hasil analisis preferensi risiko, di semua input produksi yaitu
tanah, pupuk organik, pupuk kimia, ZPT cair, obat padat, obat cair dan tenaga
kerja menunjukkan bahwa preferensi risiko rata-rata terhadap input produksi
secara keseluruhan adalah penghindaran risiko. Peningkatan penggunaan pupuk
organik dibandingkan pupuk kimia dapat menjadi saran untuk meningkatkan
produktivitas dan efisiensi budidaya cabai merah keriting di Kabupaten Bogor
karena masukan tersebut dapat mengurangi risiko produktivitas dan mengurangi
inefisiensi dalam budidaya cabai merah keriting.
Kata Kunci: perbatasan, cabai merah, preferensi risiko, produktivitas, efisiensi
teknis
Abstract
Curly Red Chili productivity in Bogor District was lower
than average in West Java. Low productivity is not only influenced by technical
inefficiency but also influenced by risk preferences of farmer. The objectives of this study were to analyze:
(1) technical efficiency of curly red chili farming in Bogor District, (2) Risk preferences of farmer. Frontier production
function model with heteroskedastic error structure estimated by Maximum
Likelihood estimation developed by Kumbhakar was adopted to analyze risk
preferences of farmer and technical efficiency. Eighty
samples were drawn by purposive
sampling method. The results show that
average level of technical efficiency is 0.79. it
is show that most of farmers are technically efficient. Based on the results of the risk preference analysis, in
all production inputs namely land, organic fertilizer, chemical fertilizer,
liquid ZPT, solid medicine, liquid medicine and labor indicate that the average
risk preference to the overall production input is risk averse. Increasing the
use of organic fertilizer compared to chemical fertilizers can be suggestions
for increasing productivity and efficiency of curly red chili farming in Bogor
District because these inputs can reduce the risk of productivity and reduce
inefficiency in curly red chili farming.
Keywords: frontier,
red chili, risk preference, productivity, technical efficiency.
Produksi cabai mengalami peningkatan rata-rata sebesar 2,3 persen setiap
tahunnya (Statistik, 2020).
Kontribusi
produksi cabai merah Indonesia lebih didominasi oleh produksi dari pulau Jawa. Provinsi
Jawa Barat menjadi daerah utama penghasil cabai terbesar di Indonesia sebanyak
263 949 Ton pada tahun 2019 dengan kontribusi sebanyak 21.73 persen dari total
produksi cabai nasional. Tahun 2019 produktivitas cabai merah di Jawa Barat
mencapai 13.67 Ton/ha sedangkan daerah sentra produksi yang lain
produktivitasnya masih jauh dibawah Jawa Barat yaitu Sumatera Utara (9.58
ton/ha), Sumatera Barat (10.58 ton/ha), Jawa Tengah (7.51 ton/ha) dan Jawa
Timur (8.59 ton/ha).
Kabupaten Bogor
merupakan salah satu daerah penghasil cabai merah di Provinsi Jawa Barat
yang memiliki rata-rata produktivitas lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata
produktivitas Provinsi Jawa Barat yang merupakan sentra cabai dengan tingkat
produktivitas tertinggi di Indonesia. Pada tahun 2019 rata-rata produktivitas cabai
merah Kabupaten Bogor sebesar 7.16 ton/ha sedangkan produktivitas rata-rata
Jawa Barat sebesar 13.67 ton/ha. Bahkan produktivitas rata-rata Kabupaten Bogor
masih berada di bawah rata-rata produktivitas nasional yaitu sebesar 9.1 ton/ha
(BPS Provinsi Jawa Barat 2020).
(Tajerin & Noor, 2005)
berpendapat bahwa pembahasan terkait produktivitas sama
dengan membahas
mengenai
efisiensi teknis karena produktivitas merupakan ukuran seberapa besar keluaran
(output) dapat dihasilkan per unit input tertentu (input).
Karekterisitik usahatani cabai merah yang membutuhkan modal yang besar
seringkali mempengaruhi keputusan penggunaan input sehingga petani tidak
menggunakan input sesuai dengan anjuran. Selain itu, sebagian besar petani cabai
merah di Kabupaten Bogor merupakan petani cabai merah dengan skala kecil serta masih
tradisional, hal ini dilihat dari kegiatan produksi yang dilakukan secara
tradisional dan pandangan penyuluh dari Balai Penyuluh Pertanian
Kecamatan Ciawi.
Hal tersebut membuat petani tidak dapat berproduksi secara efisien. Hal
ini sejalan dengan beberap penelitian yang menemukan bahwa salah satu faktor
turunnya produktivitas adalah terjadinya inefisiensi teknis atau kegiatan
produksi tidak efisien secara teknis (Bokusheva & Hockmann, 2006);
(Kumbhakar, 2002);
(Saptana, 2011). Mengkaji efisiensi teknis
suatu usahatani perlu juga dikaji risiko pada usahatani tersebut, karena kehadiran
risiko tidak hanya mempengaruhi hasil produksi tetapi juga perilaku produsen
dalam penggunaan input (Bokusheva & Hockmann, 2006);
(Kumbhakar, 2002).
Cabai merah tergolong sebagai komoditas bernilai ekonomi tinggi (high economic value commodity) sehingga sangat potensial sebagai
sumber pendapatan petani. Meskipun tergolong mempunyai nilai ekonomi
yang tinggi, namun komoditas cabai merah menuntut pengelolaan usahatani secara
intensif, memiliki risiko gagal panen dan risiko produktivitas yang
tinggi,
serta memiliki
karakteristik mudah rusak (perishable)
sehingga dapat berdampak terhadap produksi dan pendapatan petani (Saptana, 2011).
Untuk menghadapi risiko tersebut, petani senantiasa dihadapkan dengan pengambilan
keputusan dalam penggunaan input-input produksi. Alokasi input merupakan salah
satu kunci utama dalam mencapai produksi yang optimal. Penggunaan input oleh
petani dalam kegiatan produksi akan berpengaruh terhadap jumlah produksi yang
dihasilkan. (Just & Pope, 1979)
mengemukakan
bahwa hampir setiap proses produksi terutama produksi pertanian, risiko
produksi menjadi faktor yang sangat penting dalam keputusan alokasi
penggunaan input, yang akhirnya berpengaruh pada tingkat produktivitas yang
dicapai. Menurut (Villano, O�Donnell, & Battese, 2005)
adanya
risiko produksi mempengaruhi petani dalam pengambilan keputusan alokasi input
usahatani. Petani tidak mengalokasikan input sesuai dengan
rekomendasi disebabkan oleh ketakutan terhadap risiko produksi dan selanjutnya
dapat menyebabkan petani berproduksi secara tidak efisien (Ellis, 1989).
Preferensi risiko
petani dapat dikategorikan menjadi: (1) pembuat keputusan yang takut terhadap
risiko atau menghindari risiko (risk
aversion), (2) pembuat keputusan yang berani terhadap risiko (risk taker), dan (3) pembuat keputusan
yang netral terhadap risiko (risk neutral)
(Robison & Barry, 1987);
(Ellis, 1989). Analisis perilaku petani
dalam menghadapi risiko produksi perlu dilakukan dalam analisis risiko produksi
karena pengetahuan akan perilaku tersebut dapat memberikan dasar pemahaman yang
baik tentang permasalahan produktivitas usahatani, terutama untuk usahatani
komoditas bernilai ekonomi tinggi seperti halnya cabai merah (Saptana, 2011).
Berdasarkan
penjelasan tersebut di atas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efisiensi
dan risiko
produksi cabai merah keriting. Selain itu, penelitian
ini juga bertujuan untuk menganalisis preferensi risiko petani dalam
menghadapi risiko yang ada.
Metode Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kecamatan
Ciawi dan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan
secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Bogor
Khususnya Kecamatan Ciawi dan Megamendung merupakan daerah penghasil cabai
merah keriting di Kabupaten Bogor. Pengambilan data dilakukan pada Bulan Juni 2021.
Jenis dan
Sumber Data
Penelitian ini
menggunakan data kuantitatif. Sumber data pada penelitian ini adalah data
primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang dibutuhkan untuk
menjawab tujuan penelitian yaitu efisiensi produksi dan
preferensi risiko petani cabai merah keriting, diperoleh langsung dari petani
sampel melalui wawancara menggunakan panduan kuesioner. Data sekunder
dikumpulkan dari berbagai instansi yang berhubungan dengan penelitian, baik di
tingkat pusat (Badan Pusat Statistik, kementrian pertanian) maupun daerah (BPS
provinsi dan kabupaten, dinas pertanian provinsi dan kabupaten, balai
penyuluh pertanian, statistik kecamatan, kelembagaan kelompok tani atau gapoktan, serta
literatur yang terkait dengan penelitian).
Metode Penentuan Sampel
Pengambilan
sampel dalam penelitian ini dilakukan secara purposive. Petani yang dipilih adalah petani yang telah
mengusahakan budidaya cabai merah keriting pada saat penelitian, yaitu
periode awal mulai produksi September 2020 � Januari 2021 karena data terbaru mengenai jumlah
populasi petani cabai merah keriting di Kabupaten Bogor belum tersedia. Petani yang menjadi sampel
adalah petani cabai merah di Kecamatan Ciawi dan
Megamendung. Jumlah
sampel yang diambil yaitu sebanyak 80 petani.
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Analisis
menggunakan model fungsi produksi frontier,
fungsi risiko produksi dan fungsi inefisiensi teknis yang telah dikembangkan
oleh (Kumbhakar, 2002).
Metode pengolahan data menggunakan program Frontier
4.1. dan SAS 9.1.
Analisis Model
Fungsi Produksi, Fungsi Risiko dan Fungsi Inefisiensi Teknis
Model yang telah dikembangkan oleh (Kumbhakar, 2002)
diadopsi untuk
menganalisis dampak alokasi input terhadap produksi, dampak alokasi input
terhadap risiko produksi dan inefisiensi teknis, serta preferensi petani terhadap risiko
produktivitas cabai merah keriting. Adapun bentuk fungsionalnya:
Dimana :
�� =
Fungsi produksi ����������������������������� X1 = luas lahan (Ha)
�= Fungsi
risiko produksi ��������������� X2 = Pupuk kandang (Kg)
�= Fungsi inefisiensi teknis, ������������ X3
= Pupuk kimia (kg)
Yi = Produsi cabai merah keriting (kg) �������������������� X4 = ZPT cair
(Liter)
α =
Parameter fungsi produksi���������������������������������� X5
= Obat-obatan cair (Liter)
β = Parameter
fungsi risiko produks������������������������� X6
= Obat-obatan padat (kg)
�= Parameter fungsi inefisiensi������������������������������� X7 = Tenaga
Kerja (HOK)
vi = error term yang menunjukkan
ketidakpastian produksi i.i.d (0,),
ui = inefisiensi teknis i.i.d (0,),
dan u>0, ui independen terhadap vi.�
Adapun tahapan analisis yang dilakukan
untuk model fungsi produksi, fungsi risiko dan fungsi inefisiensi teknis adalah
sebagai berikut:
1.
Mengestimasi
model fungsi produksi, fungsi risiko dan fungsi inefisiensi teknis yang
dilakukan dengan menggunakan metode Maximum Likelihood Estimation (MLE)
dengan program Frontier 4.1 dan SAS
9.1
2.
Mengestimasi
parameter-parameter yang terdapat dalam θ dan λ dengan menggunakan
rumus:
��
�
dimana
�
;
�
Kriteria pilihan risiko petani adalah:
a.
Jika
θ = 0 dan λ = 0, maka petani bersifat risk neutral terhadap
risiko
b.
Jika
θ < 0 dan� λ > 0 maka
petani bersifat risk averter terhadap risiko
c.
Jika
petani berada dalam efisiensi penuh (u = 0) maka perilaku risiko petani
ditentukan oleh θ .
d.
Jika
θ > 0 dan λ > 0 maka petani bersifat risk taker
Hasil Dan Pembahasan�
Analisis Efisiensi Teknis
Analisis efisiensi teknis bertujuan untuk mengetahui tingkat efisiensi teknis pada usahatani cabai merah keriting di Kabupaten Bogor. Penggunaan input-input produksi usahatani cabai merah keriting yang belum efisien akan menyebabkan usahatani belum dapat mencapai efisiensi teknis yang tinggi. Hasil analisis efisiensi teknis pada usahatani cabai merah di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.
Tabel 1
Estimasi Tingkat Efisiensi
Teknis Petani Cabai Merah Keriting di Kabupaten�
Bogor
Indeks
Efisiensi Teknis |
Jumlah
Petani |
Persentase
(%) |
0.10 < TE
< 0.30 |
2 |
2.50 |
0.30 < TE
< 0.50 |
4 |
5.00 |
0.50 < TE
< 0.70 |
11 |
13.75 |
0.70 < TE
< 0.90 |
37 |
46.25 |
0.90 < TE
< 1.00 |
26 |
32.50 |
Jumlah |
80 |
100.00 |
Rata-rata |
0.79 |
|
Minimum |
0.97 |
|
Maksimum |
0.17 |
|
Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata tingkat efisiensi teknis adalah 0.79 dengan nilai terendah adalah 0.17 dan nilai tertinggi adalah 0.97. Nilai indeks efisiensi teknis dikategorikan efisien jika lebih besar dari 0.7 (Kumbhakar & Lovell, 2003). Angka 0.79 menunjukkan bahwa rata-rata petani responden sudah mencapai efisiensi teknis dalam produksi cabai merah keriting di daerah penelitian. Hal ini menunjukkan telah terjadi peningkatan efisiensi teknis di daerah penelitian setelah sebelumnya pada penelitian (Susanti, 2014) rata-rata efisiensi teknis petani 0.48. Dengan menggunakan kriteria indeks efisiensi 0.7 sebagai batasan efisiensi, maka 78.75 persen petani usahataninya tergolong efisien. Sedangkan sisanya yaitu sebanyak 21.25 persen petani memiliki tingkat efisiensi yang rendah (nilai efisiensi <0.7) atau kegiatan usahataninya tergolong belum efisien.
Sebanyak 21.25 persen petani berada pada tingkat efisiensi yang rendah dibawah kategori efisien disebabkan karena kegagalan panen yang dialami oleh petani di masa tanam terakhir. Jika sebagian besar petani panen sebanyak 15-30 kali dalam 1 periode tanam, maka sebagian besar petani yang tingkat efisiensinya rendah hanya panen sebanyak 7-10 kali dalam satu periode tanam dikarenakan serangan OPT dan penyakit yang timbul pada lahan pertaniannya. Usahatani cabai merah keriting merupakan usahatani yang intensif yang menuntut penanganan yang serius, cepat dan tepat sehingga apabila terjadi kesalahan dalam pengelolaan maka tingkat efisiensinya akan jauh dari yang diharapkan. Selain itu, faktor tingkat efisiensi petani yang lebih rendah dari batasan efisiensi juga dapat dipengaruhi oleh preferensi petani dalam alokasi input-input produksi pada usahatani cabai merah.
Analisis
Fungsi Produksi Frontier, Fungsi
Risiko Produksi dan Fungsi Inefisiensi
Variabel-variabel input produksi yang dianalisis dalam model adalah tujuh variabel yaitu lahan, pupuk kandang, pupuk kimia, ZPT cair, pestisida padat, pestisida cair dan tenaga kerja. Benih dan mulsa tidak dimasukkan ke dalam fungsi karena dari hasil analisis fungsi produksi frontier menunjukkan bahwa ketujuh variabel input produksi tersebut memberikan hasil dugaan fungsi produksi frontier yang lebih baik dan pada model. Pupuk urea, SP-36, TSP, KCL, NPK Phonska serta NPK Mutiara disatukan kedalam satu variable yaitu pupuk kimia.
Tabel 2
Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Frontier, Fungsi
Risiko Produksi dan Fungsi Inefisiensi Teknis dengan Metode MLE
Variabel |
Koefisien |
Standar Error |
T Hitung |
Fungsi Produksi Frontier1 |
|||
Konstanta |
6.17995 |
0.90245 |
6.84 |
Lahan |
0.56511 |
0.11894 |
4.75* |
Pupuk Kandang |
0.14715 |
0.61499 |
2.39* |
Pupuk Kimia |
0.14037 |
0.09652 |
1.45 |
ZPT Cair |
0.00121 |
0.00428 |
0.28 |
Obat-obatan padat |
0.00785 |
0.00575 |
1.36 |
Obat-obatan cair |
0.04120 |
0.00945 |
4.35* |
Tenaga kerja |
0.46746 |
0.08172 |
0.57 |
LR |
60.2460 |
|
|
Fungsi Risiko Produksi2 |
|||
Konstanta |
0.44436 |
3.824486 |
0.47 |
Lahan |
0.03283 |
0.496958 |
0.27 |
Pupuk Kandang |
-0.20135 |
0.264606 |
-3.09* |
Pupuk Kimia |
0.27352 |
0.459623 |
2.41* |
ZPT Cair |
0.00611 |
0.024251 |
1.02 |
Obat-obatan padat |
-0.01420 |
0.029966 |
-1.92* |
Obat-obatan cair |
-0.02286 |
0.051202 |
-1.81* |
Tenaga kerja |
-0.01036 |
0.030288 |
-1.39 |
Sigma |
1.37218 |
|
|
Fungsi Inefisiensi
Teknis3 |
|||
Konstanta |
-10.0331 |
13.9932 |
-0.72 |
Lahan |
-1.69696 |
1.81829 |
-0.93 |
Pupuk Kandang |
-1.60733 |
0.96681 |
-1.66* |
Pupuk Kimia |
4.29945 |
1.68169 |
2.56* |
ZPT Cair |
0.09506 |
0.08872 |
1.07 |
Obat-obatan padat |
-0.14401 |
0.10964 |
-1.31 |
Obat-obatan cair |
-0.00389 |
0.18734 |
-0.02 |
Tenaga kerja |
-0.00020 |
0.11082 |
0.00 |
Sigma |
5.02062 |
|
|
Keterangan:� ���1 ����������������� = Program Frontier 4.1.
����������������������� �� 2 dan 3 ������� = Program LIML SAS 9.1
�*α = 0.05 (Signifikan pada taraf nyata 5 persen)
Hasil pendugaan fungsi produksi frontier menunjukkan bahwa lahan, pupuk kandang, dan obat-obatan cair berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah keriting sampai pada tingkat α sebesar 0.05, sedangkan pupuk kimia, ZPT cair, obat-obatan padat dan tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah keriting sampai pada tingkat α sebesar 0.05 (Tabel 2). Lahan berpengaruh nyata sejalan dengan dengan penelitian (Apriana, 2017), (Hidayati, 2016), (Saptana, 2011) dan (Fariyanti, 2008). (Kusnadi & Firdaus, n.d.) juga memiliki satu faktor yang sama bahwa insektisida cair berpengaruh nyata terhadap pada produksi usahatani Kentang. Hasil penelitian yang berbeda ditunjukkan oleh penelitian (Fauziyah, 2010) dimana pupuk kandang tidak berpengaruh nyata pada usahatani tembakau di Kabupaten Pamekasan. Penelitian (Wibisonya, 2019) juga tidak sejalan dimana benih pupuk dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap poduksi cabai merah keriting di Kabupaten Cianjur. Selain itu, penelitian (Qomaria, 2013) menunjukkan hasil yang berbeda dimana pupuk kandang dan pestisida tidak berpengaruh nyata pada usahatani talas di Kota Bogor. Koefisien-koefisien pada fungsi produksi frontier menunjukkan nilai elastisitas produksi frontier dari input-input yang digunakan. Jika lahan, pupuk kandang dan obat-obatan cair ditambah sebesar 1 persen maka produksi cabai merah keriting akan meningkat masing-masing sebesar 0.56 persen, 0.14 persen, dan 0.04 persen dengan asumsi cateris paribus.
Hasil pendugaan fungsi risiko menunjukkan bahwa pupuk kandang, pupuk kimia, obat-obatan padat dan cair berpengaruh nyata dimana pada tingkat α sebesar 0.05. Koefisien-koefisien dalam fungsi risiko produksi seperti lahan, pupuk kimia dan ZPT cair bertanda positif menunjukkan bahwa input-input tersebut merupakan input penambah risiko (risk-increasing). Lahan merupakan faktor penambah risiko sejalan dengan penelitian (Villano et al., 2005); Tiedeman dan Lohmann (2012). Hasil temuan di lapangan, menunjukkan bahwa petani enggan untuk memiliki lahan yang terlalu luas dikarenakan penanaman cabai merah keriting membutuhkan biaya yang cukup besar sehingga petani merasa cukup dengan luasan lahan maksimal 1 hektar. Sementara itu tanda negatif menunjukkan bahwa input-input tersebut merupakan input pengurang risiko (risk-decreasing). Hal tersebut sejalan dengan penelitian-penelitian terdahulu bahwa pupuk merupakan input pengurang risiko (Guan & Wu, 2009). Pestisida menjadi input pengurang risiko (Fauziyah, 2010); dan Tenaga kerja merupakan input pengurang risiko (Fauziyah, 2010); (Qomaria, 2013); (Kusnadi & Firdaus, n.d.). Terdapat penelitian yang menunjukkan hasil yang berbeda diantaranya Luas lahan dapat menjadi faktor pengurang risiko (Fariyanti, 2008), Pupuk dapat menjadi pengurang risiko (Guan & Wu, 2009). Tenaga kerja adalah input penambah risiko (Fariyanti, 2008); Tiedeman dan Lohmann, 2012; (Villano et al., 2005) dan pestisida menjadi input penambah risiko (Qomaria, 2013). Analisis fungsi risiko memberikan gambaran bahwa jika petani melakukan penambahan pupuk kandang obat-obatan padat dan cair maka akan menurunkan risiko produksi. Gambaran mengenai input-input produksi mana yang risk-increasing atau risk-decreasing akan membantu petani cabai merah keriting dalam manajemen risiko produksi. Hal tersebut akan membantu petani dalam mengalokasikan input-input produksi untuk mencapai produktivitas yang optimum.
�Hasil pendugaan fungsi inefisiensi teknis menunjukkan bahwa input lahan, pupuk kandang dan pupuk kimia berpengaruh nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting, sedangkan lahan, ZPT cair, obat-obatan cair dan obat-obatan padat serta tenaga kerja tidak berpengaruh nyata pada inefisiensi sampai pada tingkat α sebesar 0.05. Koefisien-koefisien dari lahan, pupuk kandang, obat-obatan padat dan cair serta tenaga kerja bertanda negatif, sedangkan koefisien-koefisien dari pupuk kimia, dan ZPT cair bertanda positif. Pupuk kandang berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis produksi cabai merah keriting pada tingkat α 0.05 artinya jika terdapat penambahan pupuk kandang sebesar 1 persen maka inefisiensi teknis akan turun sebesar 1.60 persen dengan asumsi cateris paribus. Pupuk kimia berpengaruh positif terhadap inefisiensi teknis pada tingkat α 0.05 artinya jika terdapat penambahan pupuk kimia sebesar 1 persen maka inefisiensi teknis akan naik sebesar 4.29 persen dengan asumsi cateris paribus.
Analisis Preferensi Risiko
Petani
Preferensi risiko petani dikategorikan menjadi 3 yaitu: 1) Risk averse yaitu yang selalu
menghindari risiko; 2) Risk neutral
yaitu yang netral terhadap risiko; dan 3) Risk
taker yaitu yang senang terhadap risiko. Hasil analisis preferensi risiko
petani dengan menggunakan model analisis preferensi risiko (Kumbhakar, 2002)
menghasilkan besaran nilai θ dan λ yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3
Input
Produksi |
Nilai
Rata-Rata θ |
Nilai
Rata-Rata λ |
Preferensi
Risiko |
Lahan |
-0.122468 |
2.207622 |
Risk Averse |
Pupuk Kandang |
-0.000094 |
2.123295 |
Risk Averse |
Pupuk Kimia |
-0.000072 |
2.123296 |
Risk Averse |
ZPT Cair |
-0.064158 |
2.126661 |
Risk Averse |
Obat-obatan padat |
-0.000301 |
2.144070 |
Risk Averse |
Obat-obatan cair |
-0.032714 |
2.133976 |
Risk Averse |
Tenaga kerja |
-0.000506 |
2.123700 |
Risk Averse |
Rata-rata |
-0.031474 |
2.140374 |
Risk Averse |
�Preferensi Risiko
Produktivitas Petani Cabai Merah Keriting di Kabupaten Bogor Pada Setiap Input
Produksi
Berdasarkan hasil analisis, pada keseluruhan input produksi yaitu lahan, pupuk kandang, pupuk kimia, ZPT cair, obat-obatan padat, obat-obatan cair dan tenaga kerja diperoleh rata-rata nilai θ petani responden adalah -0.031474 dan rata-rata nilai λ petani responden adalah 2.140374 (Tabel 3). Hasil ini menunjukkan bahwa rata-rata preferensi risiko petani cabai merah keriting terhadap keseluruhan input produksi adalah risk averse. Hal ini sejalan dengan penelitian Hidayati (2016) bahwa Preferensi risiko petani yang menanam kubis organik terhadap keseluruhan penggunaan input produksi adalah risk averse atau takut terhadap risiko produksi. Penelitian (Kumbhakar, 2002) tentang petani salmon di Norwegia yang menjadi acuan utama dalam penelitian ini juga mendapatkan hasil bahwa preferensi keseluruhan penggunaan input petani adalah risk averse.
Rata-rata preferensi risiko petani cabai merah keriting pada lahan, pupuk kendang, pupuk kimia, ZPT cair, obat-obatan padat dan obat-obatan cair serta tenaga kerja adalah risk averse. Hal ini menunjukkan bahwa petani berpreferensi tidak berani mengalokasikan input lahan, pupuk kendang, pupuk kimia, ZPT cair, obat-obatan padat dan obat-obatan cair serta tenaga kerja dalam jumlah yang besar untuk menghindari risiko produktivitas cabai merah keriting. Hal tersebut berbeda dengan penelitian (Saptana, 2011), (Qomaria, 2013), (Fauziyah, 2010) dimana rata-rata preferensi risiko petani pada input-input produksi bersifat risk taker. Rendahnya produktivitas petani cabai merah keriting di Kabupaten Bogor dibandingkan dengan produktivitas Provinsi Jawa Barat disebabkan petani tidak berani mengalokasikan input sesuai dengan rekomendasi disebabkan oleh ketakutan terhadap risiko produksi (risk averse) dan selanjutnya dapat menyebabkan petani berproduksi secara tidak efisien (Ellis, 1989).�
Kesimpulan
Penelitian ini mengkaji mengenai preferensi risiko petani dan efisiensi teknis usahatani cabai merah keriting di Kabupaten Bogor. Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil simpulan sebagai berikut: 1). Hasil analisis efisiensi teknis menunjukkan bahwa usahatani cabai merah keriting di Kabupaten Bogor sudah efisien secara teknis dengan nilai rata-rata tingkat efisiensi teknis sebesar 0.79. 2). Preferensi risiko petani terhadap penggunaan input-input pada produksi cabai merah keriting di Kabupaten Bogor adalah risk averse.
Apriana, Natasa.
(2017). Analisis Risiko Produksi Petani Padi di Daerah Aliran Sungai
Bengawan Solo, Kabupaten Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur. Bogor
Agricultural University (IPB). Google Scholar
Bokusheva, Raushan, & Hockmann, Heinrich. (2006).
Production risk and technical inefficiency in Russian agriculture. European
Review of Agricultural Economics, 33(1), 93�118. Google Scholar
Ellis, F. (1989). Peasant Economic: Farm Household and
Agrarian Development. Diterjemahkan oleh Adi Sutanto, et. al. UMM Press:
Malang. Google Scholar
Fariyanti, Anna. (2008). Perilaku ekonomi rumahtangga
petani sayuran dalam menghadapi risiko produksi dan harga produk di Kecamatan
Pangalengan Kabupaten Bandung. Google Scholar
Fauziyah, Elys. (2010). Pengaruh perilaku risiko produksi
petani terhadap alokasi input usahatani tembakau: pendekatan fungsi produksi
frontir stokastik. Google Scholar
Guan, Zhengfei, & Wu, Feng. (2009). Specification and
estimation of heterogeneous risk preference. Google Scholar
Hidayati, Reny. (2016). Pengaruh efisiensi teknis dan
preferensi risiko petani terhadap penerapan usahatani kubis organik di
Kecamatan Baso Kabupaten Agam Sumatera Barat. Bogor Agricultural University
(IPB). Google Scholar
Just, Richard E., & Pope, Rulon D. (1979). Production
function estimation and related risk considerations. American Journal of
Agricultural Economics, 61(2), 276�284. Google Scholar
Kumbhakar, Subal C. (2002). Specification and estimation of
production risk, risk preferences and technical efficiency. American Journal
of Agricultural Economics, 84(1), 8�22. Google Scholar
Kumbhakar, Subal C., & Lovell, C. A. Knox. (2003). Stochastic
frontier analysis. Cambridge university press. Google Scholar
Kusnadi, Nunung, & Firdaus, Muhammad. (n.d.). Analisis
efisiensi teknis dan perilaku risiko petani serta pengaruhnya terhadap
penerapan varietas unggul pada usahatani kentang di Kabupaten Enrekang,
Provinsi Sulawesi Selatan. Google Scholar
Qomaria, Nurul. (2013). Analisis preferensi risiko dan
efisiensi teknis usahatani talas di Kota Bogor. Google Scholar
Robison, Lindon J., & Barry, Peter J. (1987). Competitive
firm�s response to risk. Macmillan. Google Scholar
Saptana. (2011). Efisiensi Produksi dan Perilaku Petani
Terhadap Risiko Produktivitas Cabai Merah di Provinsi Jawa Tegah [Disertasi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Statistik, Badan Pusat. (2020). Produksi Cabai Besar
menurut Provinsi Tahun 2015-2019. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Susanti. (2014). Efisiensi Teknis Usahatani Cabai Merah
Keriting di Kabupaten Bogor: Pendekatan Stochastic Production Frontier [Tesis].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Tajerin, Tajerin, & Noor, Mohammad. (2005). Analisis
Efisiensi Teknik Usaha Budidaya Pembesaran Ikan Kerapu dalam Keramba Jaring
Apung di Perairan Teluk Lampung: Produktivitas, Faktor-faktor yang Mempengaruhi
dan Implikasi Kebijakan Pengembangan Budidayanya. Economic Journal of
Emerging Markets, 10(1). Google Scholar
Villano, Renato A., O�Donnell, Christopher J., & Battese,
George E. (2005). An investigation of production risk, risk preferences and
technical efficiency: evidence from rainfed lowland rice farms in the
Philippines. Google Scholar
Wibisonya, Irawan. (2019). Analisis Risiko Produksi dan
Risiko Harga Cabai Merah Keriting di Kabupaten Cianjur. IPB University. Google Scholar
Copyright holder: Teki Sinatria, Anna Fariyanti, Nia Kurniawati
Hidayat (2022) |
First publication right: Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |