Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 4, April 2022

 

NILAI DAN MAKNA SIMBOL DALAM TRADISI MAULID ADAT BAYAN

 

Nurlatifa, Muh. Zubair, Ahmad Fauzan, Bagdawansyah Alqadri

Universitas Mataram, Indonesia

Email [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Tradisi Maulid Adat Bayan merupakan suatu tradisi yang terus menerus dilaksanakan dan dilestarikan oleh Masyarakat Adat Bayan dalam rangka memperingati kelahiran Nabi Muhammad S.A.W. (Maulid Nabi). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai dan makna simbol yang terdapat dalam pelaksanaan Tradisi Maulid Adat Bayan. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi. Subjek dalam penelitian ini yaitu Mayarakat Adat Bayan. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa Tradisi Maulid Adat Bayan dilaksanakan dalam beberapa tahapan kegiatan diantaranya Menyilak (mengundang), mengumpulkan bahan makanan, menghias Masjid Kuno Bayan, Presean, Meriap (memasak), mempersiapkan hidangan ke dalam Ancak (wadah makanan), menghias para Praja Mulud, dan acara Puncak Maulid. Adapun tahapan-tahapan tersebut memiliki makna simbol sesuai dengan keyakinan Masyarakat Adat Bayan. Selain dari pada itu terdapat nilai yang terkandung dalam pelaksanaan Tradisi Maulid Adat Bayan yaitu nilai gotong royong, nilai religius, nilai budaya, dan nilai keindahan.

 

Kata Kunci: nilai; simbol; tradisi

 

Abstract

The Bayan Customary Maulid Tradition is a tradition that is continuously carried out and preserved by the Bayan Indigenous People in commemoration of the birth of the Prophet Muhammad S.A.W. (Prophet's birthday). This study aims to determine the value and meaning of the symbols contained in the implementation of the Bayan Customary Maulid Tradition. This study uses a qualitative research type with an ethnographic approach. Data collection techniques using observation techniques, interviews and documentation. Based on the research results show that the Bayan Customary Maulid Tradition was carried out in several stages of activity including Menyilak (inviting), collecting food ingredients, decorating the Bayan Ancient Mosque, Peresean, Meriap (cooking), preparing dishes into Ancak (food containers), decorating the Mulud Praja, and Peak Maulid event. The stages have symbolic meanings in accordance with the beliefs of the Bayan Indigenous People. Apart from that, there are values contained in the implementation of the Bayan Customary Maulid Tradition, namely the value of mutual cooperation, religious values, cultural values, and the value of beauty.

 

Keywords: values; symbols; tradition

 

Pendahuluan

Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keberagaman agama, suku, bahasa, budaya dan adat istiadat. Keberagaman yang dimiliki ini kemudian menjadi identitas bangsa Indonesia yang disatukan dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Berdasarkan hasil penelitian yang dilaukan oleh seorang antropolog (Sawaludin, 2016, p.59) bahwa di Negara Republik Indonesia terdapat tidak kurang dari 500 suku bangsa yang mendiami sekitar 17.000 pulau kecil dan besar serta memiliki beranekaragam kebudayaan.

Salah satu unsur dari kebudayaan ialah tradisi. Tradisi dalam Kamus Antropologi (Isnaeni, 2020) merupakan adat istiadat yang bersifat magis yang meliputi berbagai macam nilai seperti nilai budaya, hukum, norma, serta aturan yang meliputi segala konsep sistem kebudayaan sehingga dapat mengatur tindakan sosial masyarakat yang melaksanakannya. Di Indonesia tradisi tidak hanya sekedar sekumpulan simbol yang dilaksanakan secara turun temurun oleh suatu masyarakat. Simbol-simbol yang nampak dan dilaksanakan dalam suatu tradisi tentunya memiliki makna tersendiri dan mengandung nilai-nilai instrumental yang menarik untuk diteliti dan diketahui sehingga dapat dilestarikan keberadaannya.

Selain itu nilai-nilai yang terkandung dalam suatu tradisi merupakan kearifan lokal dalam tatanan masyarakat sehingga nilai-nilai tersebut dapat dijadikan sumber utama dalam dalam membentuk civic culture. Menurut Winata putra (2012, p.96) Civic culture yang merupakan sekumpulan ide masyarakat yang dituangkan dalam suatu kebudayaan sehingga dapat membentuk dan mempertahankan identitas warga negara. Civic culture ini perlu ditingkatkan dan dikembangkan melalui pengetahuan dan pemahaman warga negara terhadap nilai dan makna simbol yang terdapat dalam suatu tradisi.

Menurut Haslan dkk (2021, p.9) di Indonesia terdapat salah satu perkumpulan masyarakat adat yang mendiami Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Masyarakat yang mendiami Provinsi Nusa Tenggara Barat secara umum memiliki beragam adat istiadat yang memiliki ciri khas tersendiri. Mayarakat adat ini terdiri dari tujuh desa dan salah satu desa yang menjadi bagian dari masyarakat adat ini ialah Desa Adat Bayan atau masyarakat setempat mengenalnya dengan Desa Adat Bayan Beleq Kec. Bayan Kab. Lombok Utara.

Masyarakat Adat Bayan merupakan salah satu masyarakat adat yang dikenal masih sangat kental mempertahankan berbagai ajaran yang diwariskan oleh leluhurnya sejak dulu hingga saat ini baik dari segi agama, budaya, dan adat istiadat.Salah satu tradisi yang sampai saat ini masih dilestarikan dan masih rutin dilaksanakan oleh Masyarakat Adat Bayan dalam memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad S.A.W. ialah Tradisi Maulid Adat Bayan.

Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan oleh peneliti pada Minggu, 03 Oktober 2021 Tradisi Maulid Adat Bayan memiliki simbol pelaksanaan yang sangat berbeda dengan perayaan Maulid yang ada di daerah lain pada umumnya. Pelaksanaan Tradisi Maulid Adat Bayan dilaksanakan selama dua hari yang dirangkaikan dengan berbagai rangkaian kegiatan seperti mengumpulkan berbagai bahan makanan oleh seluruh Masyarakat Adat Bayan yang merupakan hasil dari pertanian masyarakat, kegiatan Menutu (menumbuk) padi, kegiatan Meriap (memasak) bahan makanan menjadi hidangan yang akan diantarkan dan dihidangkan menggunakan Ancak (wadah makanan yang terbuat dari bahan alam) kepada para ulama, kiyai, dan pemangku adat yang berpusat di Masjid Kuno Bayan yang kemudian dilanjutkan dengan prosesi pembacaan doa Maulid yang hanya boleh dibaca pada saat perayaan Maulid berlangsung.

Selain itu hal yang berbeda dalam pelaksanaan Tradisi Maulid Adat Bayan juga disimbolkan dengan kegiatan Peresean (pertarungan antara dua orang laki-laki) yang dilaksanakan pada malam. Kegiatan Peresean ini menjadi salah satu rangkaian dalam Tradisi Maulid Adat Bayan karena pada abad ke-14 proses masuknya agama Islam di Desa Adat Bayan salah satunya melalui kegiatan Peresean.

Berkaitan dengan penelitian ini, terdapat beberapa penelitian relevan diantaranya yang dilakukan oleh Adisty Noor Isnaeni �Nilai-Nilai dan Makna Simbolik Tradisi Sedekah Laut di Desa Tratebang Kecamatan Wonokerto Kabupaten Pekalongan�. Dari hasil penelitiannya dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan Tradisi Sedekah Laut alam terdapat nilai-nilai yang terkandung yaitu nilai spiritual, nilai kebersamaan, nilai gotong royong, nilai politis, dan nilai ekonomis. Selain itu pelaksanaan Tradisi Sedekah Laut ini memiliki makna simbolik yang sangat erat dalam menggambarkan unsur-unsur kehidupan manusia.

Penelitian relevan selanjutnya oleh RaodahMakna Simbolis Tradisi Mappaoli Banua Pada Masyarakat Banua Kaiyang Mosso Provinsi Sulawesi Barat�. Tradisi Mappaoli Banua ini memiliki makna simbolik seperti simbol dalam ritual mamminai tedzong bermakna kesuburan, simbol benda pustaka bermakna kebesaran dan kejayaan para leluhur di masa lampau, serta makna simbolik lainnya yang diyakini oleh masyarakat Banua Kaiyang Mosso.

Dari beberapa penelitian relevan yang telah diuraikan memiliki kesamaan dari aspek yang diteliti oleh penulis yaitu terkait dengan nilai dan makna simbol dalam suatu tardisi yang dilaksanakan oleh suatu masyarakat. Tetapi terdapat berbedaan dari segi lokasi penelitian yang dimana lokasi pada penelitian ini bertempat di Desa Adat Bayan Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara. Selain itu pada penelitian oleh Adisty meneliti terkait dengan Tradisi Sedekah Laut dan oleh Raodah meneliti terkait dengan Tradisi Mappaoli Banua sedangkan pada penelitian ini penulis meneliti terkait dengan Nilai dan Makna Simbol dalam Tradisi Maulid Adat Bayan.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka penulis merumuskan masalah yaitu bagaimana nilai dan makna simbol yang terkandung dalam Tradisi Maulid Adat Bayan dengan tujuan untuk mengetahui nilai dan makna simbol yang terkandung dalam pelaksanaan Tradisi Maulid Adat Bayan.

 

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian etnografi. Menurut Sugiyono (2020, p.112) jenis penelitian etnografi merupakan studi terhadap suatu budaya kelompok masyarakat melalui observasi dan wawancara dalam kondisi dan situasi yang alamiah.

Subjek dalam penelitian ini yaitu Mayarakat Adat Bayan sedangkan informan penelitian yaitu pemangku adat dan kepala desa. Informan penelitian ini ditentukan dengan teknik purposive sampling. Menurut Winarni (2018, p.137) teknik purposive sampling dapat diartikan sebagai proses pengambilan informan penelitian berdasarkan pertimbangan tertentu. Alasan peneliti memilih pemangku adat dan kepala desa sebagai informan penelitian karena pihak-pihak ini yang berhubungan langsung dengan pelaksanaan Tradisi Maulid Adat Bayan dan memiliki pengetahuan terkait dengan pelaksanaan, makna simbol, dan nilai yang terkandung dalam Tradisi Maulid Adat Bayan.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga teknik yaitu wawancara semi struktur, obsevasi tidak langsung, dan teknik dokumentasi. Teknis analisis data menggunakan teknik kualitatif menurut Miles dan Huberman (Sugiyono, 2020, p.221) yang terdiri dari tahapan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

 

Hasil dan Pembahasan

A.  Pelaksanaan Tradisi Maulid Adat Bayan

Pelaksanaan Tradisi Maulid Adat Bayan terdiri dari beberapa tahapan yaitu sebagai berikut:

1.   Menyilak (Mengundang) Para Pranata Adat

Kegiatan Menyilak ini dilaksanakan satu hari sebelum kegiatan Maulid Adat Bayan dimulai. Utusan dari Gubuk Bayan Barat mengundang pranata adat dari masing-masing gubuk seperti yang ada di Karang Salah yang menyimbolkan laki-laki, dari Bayan Barat menyimbolkan laki-laki, Bayan Timur menyimbolkan perempuan, serta dari Anyar juga menyimbolkan perempuan.

Menurut Raden Gedarip saat wawancara pada 16, Desember 2021:

Utusan laki-laki dan perempuan dari masing-masing gubuk ini menyimbolkan Nabi Adam dan Hawa sebagai manusia pertama yang diciptakan oleh Allah S.W.T. Kegiatan Menyilak ini harus dilaksanakan karena jika tidak maka kegiatan Maulid Adat Bayan tidak dapat dilaksanakan�.

2.   Menutu (Menumbuk) Padi

Menutu atau biasa dikenal dengan kegiatan menumbuk padi merupakan tahapan selanjutnya yang dilaksanakan oleh Masyarakat Adat Bayan dalam memperingati Maulid Adat Bayan. Kegiatan Menutu ini dilaksanakan pada malam hari dan harus dimulai oleh masyarakat yang mendiami Gubuk Bayan Barat setelahnya dapat dilaksanakan oleh Masyarakat Adat Bayan pada gubuk yang lainnya seperti Bayan Timur, Karang Salah, dan Karang Bajo.

Beradasarkan hasil wawancara dengan Amak Riyajim pada 17 Desember 2021:

Kegiatan menumpuk padi harus diiringi dengan Gamelan Adat yang merupakan alat musik tradisional Masyarakat Adat Bayan yang digunakan untuk mengiringi beberapa proses pelaksanaan Maulid Adat Bayan ini. Kegiatan menumbuk padi dilaksanakan oleh kaum perempuan yang belum atau telah selesai mengalami masa haid atau menstruasi�.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 1

Kegiatan Menutu (Menumbuk) Padi Oleh

Masyarakat Adat Bayan Barat

Sumber: Data dokumentasi pada tanggal 20 dan 21 Oktober 2021

3.   Mengumpulkan Bahan Makanan

Pada esok harinya Masyarakat Adat Bayan melaksanakan kegiatan pengumpulan berbagai bahan makanan yang berpusat di Desa Karang Bajo. Bahan makanan yang dikumpulkan merupakan hasil dari pertanian dan peternakan masyarakat yang terdiri dari padi, sayur, jagung, umbi-umbian, kambing, dan sapi.

Bahan makanan ini dikumpulkan secara bersama-sama oleh masing-masing anggota keluarga kepada Inan Menik yang nantinya bagi masyarakat yang telah mengumpulkan akan ditandai dengan Simbe (sirih) pada keningnya. Bahan makanan yang terkumpul akan dibagikan kepada masing-masing gubuk sebagai bahan memasak hidangan pada Hari Puncak Maulid.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


����������������� Gambar. 2 Dan 3

Kegiatan Mengumpulkan Bahan Makanan Dan Ritual

Penggunaan Simbe (Sirih)

Sumber: Data dokumentasi pada tanggal 21 Oktober 2021

4.   Menghias Masjid Kuno Bayan

Pada malam hari selanjutnya Masyarakat Adat Bayan yang telah ditugaskan mulai menghias Masjid Kuno Bayan. Pada kegiatan ini masyarakat memasang Umbul-umbul pada masing-masing sisi masjid. Selain itu dilakukan pula kegiatan Memajang atau mengelilingi dinding masjid bagian dalam menggunakan kain yang berwarna putih.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


����������������������� Gambar 4

Menghias Masjid Kuno Bayan

Sumber: Data dokumentasi pada tanggal 21 Oktober 2021

5.   Peresean

Setelah proses menghias masjid ini selesai sekitar pukul 22.00 Wita dilaksanakan kegiatan Peresean. Peresean merupakan petarungan yang dilakukan oleh dua orang laki-laki laki menggunakan tongkat rotan dan kulit kerbau yang tebal dan keras sebagai perisainya. Sebagaimana yang disampaikan oleh Amak Riyajim selaku penghulu adat Bayan barat saat wawancara pada Hari Jumat, 17 Desember 2021 bahwa:

Dulu saat islam pertama kali masuk di Desa Bayan pada abad ke-14 masyarakat mulai diperkenalkan dengan syariat agama Islam salah satunya melalui kegiatan Peresean. Pada saat itu di halaman Masjid Kuno Bayan diadakan kegiatan Peresean dan sebagai tikernya bagi masyarakat yang ingin mengikuti kegiatan Peresean ini harus masuk agama Islam dengan mengucapkan dua kalimat Syahadat. Sehingga pada saat Maulid ini dilaksanakan pula kegiatan Peresean sebagai salah satu rangkaian kegiatannya�.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


��������������������� Gambar 5

Kegiatan Presean Di Halaman Masjid Kuno Bayan

Sumber: Data dokumentasi pada tanggal 21 Oktober 2021

6.   Meriap (Memasak)

Pada siang hari selanjutnya Masyarakat Adat Bayan melaksanakan kegiatan Meriap (memasak) yang bertempat di masing-masing gubuk atau kampung adat. Kegiatan memasak ini diawali dengan proses pencucian beras yang dilaksanakan oleh kaum perempuan di salah satu sungai yang ada di Desa Karang Bajo.

Setelah kegiatan mencuci beras ini selesai maka dilanjutkanlah dengan kegiatan Meriap (memasak). Hidangan yang telah selesai dimasak nantinya akan disajikan menggunakan Ancak (wadah makanan yang terbuat dari bambu dan daun pisang) untuk disajikan pada Hari Puncak Maulid di Masjid Kuno Bayan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


��������������������

Gambar 6 Dan 7

Kegiatan Mencuci Beras Dan Mempersiapkan

Hidangan Menggunakan Ancak

Sumber: Data dokumentasi pada tanggal 22 Oktober 2021

7.   Menghias Para Praja Mulud

Kegiatan menghias Praja Mulud ini dilaksanakan pada sore hari sebelum dimulainya kegiatan Puncak Maulid Adat Bayan. para Praja Mulud dihiasi menggunakan kembang dan diolesi dengan minyak yang telah diracik terlebih dahulu dengan campuran kunyit dan bahan lainnya.

Para Praja Mulud ini merupakan keturunan bangsawan yang telah ditentukan dari masing-masing gubuk yang menyimbolkan pasangan laki dan perempuan. Praja Mulud dari Bayan Barat dan Karang Salah menyimbolkan laki-laki (Adam) dan Praja Mulud dari Bayan Timur dan dari Anyar menyimbolkan perempuan (Hawa). Selain itu para Praja Mulud harus menggunakan pakaian adat yang berbeda dengan Masyarakat Adat Bayan pada umumnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 8

Kegiatan Menghias Para Praja Mulud

Sumber: Data dokumentasi pada tanggal 22 Oktober 2021

 

8.   Hari puncak Maulid Adat Bayan

Hari Puncak Maulid Adat Bayan ini dilaksanakan pada waktu sore menjelang magirb yang berpusat di Masjid Kuno Bayan. Para Praja Mulud yang telah dihias akan diiring dari Bayan Barat menuju Masjid Kuno Bayan. Pada proses iring-iringan ini berlangsung hidangan yang telah disediakan menggunakan Ancak juga diantarkan ke Masjid Kuno Bayan.

Setibanya di Masjid Kuno Bayan hidangan yang terdapat pada tiga Ancak utama disajikan kepada para pranata-pranata adat yang berada di dalam masjid. Kemudian dilaksanakan doa selamat dan doa-doa lainnya baik yang ada di dalam Alquran maupun doa yang dikolaborasi dengan doa Jawa Kuno yang dihaturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Selain itu dibacakan pula do�a khusus seperti do�a Depa Anang dan do�a Sinasuha serta do�a tentang kelahiran Nabi Muhammad S.A.W. (do�a Mulud) yang dimana doa ini hanya boleh dibaca saat acara Puncak Maulid Adat Bayan sedang berlangsung dan tidak boleh dibaca pada hari-hari yang lain (Wawancara dengan Raden Gedarip, 16 Desember 2021).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 9 Dan 10

Kegiatan Mengiring Praja Mulud Dan Ritual

Di Dalam Masjid Kuno Bayan

Sumber: Data dokumentasi pada tanggal 22 Oktober 2021

B.  Makna Simbol dalam Tradisi Maulid Adat Bayan

Menurut Poerwardawinta (Isnaeni, 2020) simbol merupakan sesuatu seperti tanda, lukisan, perkataan, rencana dan lain sebagainya yang digunakan dalam menyampaikan suatu hal yang mengandung maksud dan makna tertentu.

Dalam tahapan pelaksanaan Tradisi Maulid Adat Bayan terdapat beberapa simbol yang telah ditetapkan dan diyakini oleh Masyarakat Adat Bayan yang di dalamnya mengandung pesan, maksud, maupun makna tertentu yang ingin disampaikan dalam pelaksanaan Maulid Adat Bayan. Adapun beberapa makna simbol dalam Tradisi Maulid Adat Bayan yaitu sebagai berikut:

1.   Makna Simbol pada Kegiatan Menyilak (Mengundang)

Kegiatan Menyilak disimbolkan dengan hadirnya pranata adat dari Gubuk Bayan Barat dalam rangka mengundang para pranata adat yang ada di Bayan Timur, Karang Salah, dan Anyar untuk menyiapkan Praja Mulud yang akan dihadirkan dan diiring pada Hari Puncak dari Maulid Adat Bayan.

Berbeda dengan pelaksanaan Maulid Nabi yang dilaksanakan oleh masyarakat Lombok NTB pada umumnya. Sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh Khairunnisa dkk (2019, p.66) kegiatan menyilak (mengundang) dilaksanakan untuk mengundang seorang ustadz sebagai penceramah yang akan memberikan tausiah kepada tamu undangan. Tamu undangan ini ialah masyarakat dan tokoh agama.

Simbol pada kegiatan Menyilak (mengundang) ini memiliki makna bahwa seluruh masyarakat harus saling menghargai satu sama lain sebagai bagian dari Mayarakat Adat Bayan sehingga harus diadakannya kegiatan Menyilak (mengundang).

2.   Makna Simbol dalam Kegiatan Mengumpulkan Bahan Makanan

Bagi masyarakat yang telah selesai mengumpulkan bahan makanan akan diberi simbol pada keningnya yaitu ditandai dengan Simbe (Sirih) melalui proses ritual yang dilakukan oleh Inan Menik (penerima bahan makanan). Simbol Simbe (sirih) tersebut memiliki makna yang diyakini oleh masyarakat sebagai doa memohon perlindungan dan keberkahan dari Allah serta bermakna bahwa masyarakat telah ikut terlibat dalam kegiatan Maulid Adat Bayan.

Pada Suko Atoni Pah Meto sirih atau pinang juga memiliki makna simbolik yang diyakini oleh masyarakat setempat sebagaimana hasil yang dilakukan oleh Suminar (2020, p.60) sirih atau pinang pada masyarakat Suko Atoni Pah Meto memiliki makna sebagai penghubung antara manusia dengan leluhurnya agar selalu mendapat keberkahan dari Tuhan.

3.   Makna Simbol dalam Kegiatan Menghias Masjid Kuno Bayan

Kegiatan menghias Masjid Kuno Bayan disimbokan dengan pemasangan Umbul-umbul dan Memajang (memasang) kain putih pada dinding dalam masjid yang dilaksanakan pada malam hari.

Pemasangan Umbul-umbul ini memiliki makna kemakmuran dan kesejahteraan bagi Masyarakat Adat Bayan. Sedangkan simbol kain berwarna putih yang dipajang mengelilingi dinding masjid bermakna kesucian dan kebersihan dalam pelaksanaan Tradisi Maulid Adat Bayan.

Kegiatan Maulid Nabi yang dilaksanakan oleh masyarakat di Lombok NTB pada umumnya juga menggunakan umbul-umbul yang dipasang di sepanjang jalan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Khaerunnisa (2019, p.66) bahwa umbul-umbul digunakan sebagai hiasan dalam perayaan Maulid Nabi.

4.   Makna Simbol pada Kegiatan Peresean

Kegiatan Peresean disimbolkan dengan pertarungan antara dua orang laki-laki dengan menggunakan rotan dan kulit kerbau yang kuat dan keras sebagai perisainya.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Karyadi & Wijayanti (2018, p.8) Tradisi Peresean memiliki makna dalam mempertunjukan ketangguhan kaum laki-laki dan sebagai tradisi untuk memanggil hujan.

Berbada dengan makna Peresean dalam kegiatan Maulid Adat Bayan, kegiatan Peresean ini memiliki makna bahwa Islam pertama kali masuk di Desa Adat Bayan melalui kegiatan Peresean. Pada zaman dahulu bagi masyarakat yang ingin bertarung pada kegiatan Peresean sebagai tiket masuknya masyarakat harus memeluk agama Islam.

5.   Makna Simbol Pada Ancak

Ancak merupakan wadah makanan yang terbuat dari bambu yang dibentuk persegi dan dilapisi dengan daun pisang. Seluruh hidangan yang akan disajikan pada saat acara Puncak Maulid harus menggunakan Ancak.

Penggunan Ancak sebagai wadah makanan yang terbuat dari bahan alam memiliki maknabahwa bahan alam jauh lebih bersih dan suci sebagai wadah makanan dibandingkan dengan piring atau peralatan makan lainnya�.

6.   Makna Simbol pada Praja Mulud

Praja Mulud merupakan para laki-laki keturunan bangsawan yang dipilih dari masing-masing gubuk untuk ditampilkan dan diiring pada Hari Puncak Maulid. Para Praja Mulud yang telah dipilih menyimbolkan pasangan laki-laki dan perempuan yang dimana dari Gubuk Bayan Barat dan Karang Salah menyimbolkan laki-laki sedangkan Gubuk Bayan Timur dan Anyar menyimbolkan perempuan.

Laki-laki dan perempuan ini menyimbolkan Nabi Adam dan Siti Hawa sebagai Nabi pertama dan pasangan pertama yang diciptakan oleh Allah sebagaimana dalam ajaran agama Islam sehingga memiliki makna yang diyakini oleh Masyarakat Adat Bayan bahwa tanpa diutusnya Nabi Adam dan Siti Hawa maka generasi manusia sampai saat ini tidak akan ada.

Selain dari pada itu sebelum diiring, para Praja Mulud dihias terlebih dahulu menggunakan kembang dan minyak yang telah dicampur dengan kunyit. Simbol dari minyak yang digunakan bermakna kebersihan atau kesucian sehingga manusia atau dalam hal ini para Praja Mulud dibersihkan terlebih dahulu dari segala macam kotoran agar tercapainya kebersihan hati dalam melaksanakan atau memperingati Maulid Nabi.

Selain itu para Praja Mulud juga menggunakan pakaian adat dengan simbol yang berbeda. Dalam aturan pemakaiannya harus Menyampur yang berasal dari kata menyempurnakan yaitu membungkus bagian lengan kiri dan tangan kiri. Simbol dalam pakaian adat bagi para Praja Mulud ini memiliki makna yang diyakini oleh Masyarakat Adat Bayan bahwa saat berbicara tidak boleh mengangkat atau menggunakan tangan kiri.

7.   Makna Simbol dalam Acara Puncak Maulid Adat Bayan

Acara puncak maulid disimbolkan dengan diiringinnya para Praja Mulud dari Gubuk Bayan Barat menuju Masjid Kuno Bayan sebagai tempat pusat pelaksanaan Tradisi Maulid Adat Bayan. Proses diiringnya para Praja Mulud bermakna bahwa Masyarakat Adat Bayan sangat menghargai dan melestarikan keturunan dari para bangsawan sejak dulu hingga saat ini.

Setibanya di dalam Masjid Kuno Bayan disimbolkan dengan kegiatan membaca do�a selamat dan do�a lainnya baik yang ada di dalam Alquran maupun do�a yang dikolaborasi dengan do�a Jawa Kuno yang dihaturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Do�a ini memiliki makna untuk memohon keselamatan dan keberkahan dalam berbagai aspek kehidupan Masyarakat Adat Bayan.

Kemudian dibacakan pula do�a tentang kelahiran Nabi Muhammad SAW (do�a Mulud) yang dimana do�a khusus ini hanya boleh dibaca saat acara Puncak Maulid Adat Bayan ini sedang berlangsung. Pembacaan do�a Mulud ini memiliki makna sebagai bentuk penghormatan dan kecintaan Masyarakat Adat Bayan kepada Nabi Muhammad S.A.W. yang merupakan nabi yang sangat dimuliakan dalam ajaran agama Islam.

Simbol selanjutnya yaitu sebelum hidangan pada tiga Ancak utama dimakan bersama oleh masyarakat, hidangan dalam Ancak utama ini harus melalui ritual yang dilakukan oleh para penghulu dan kiyai. Hidangan tersebut ditaburkan garam dengan tiga syarat yaitu bismillah bagi Allah, bagi Nabi Muhammad, dan bagi Adam setelah itu baru bisa dimakan sepuasnya oleh masyarakat.

Simbol ini memiliki makna bahwa Masyarakat Adat Bayan harus selalu bersyukur atas segala nikmat yang telah dilimpahkan oleh Allah serta sebagai bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir dan penyempurna ajaran agama Islam dan kepada Nabi Adam sebagai nabi pertama yang darinya hadirlah generasi manusia.

C.  Nilai-Nilai dalam Tradisi Maulid Adat Bayan

Menurut Koesoema nilai merupakan suatu perangkat yang diyakini dan dijalankan oleh suatu masyarakat sehingga dapat membentuk sikap, perilaku, pikiran, dan perasaan (Nisdawati, 2019). Dalam pelaksanaan Tradisi Maulid Adat Bayan terdapat beberapa nilai yang telah membentuk sikap, perilaku, pikiran dan perasaan masyarakat. Adapun nilai-nilai tersebut yaitu:

1.   Nilai Gotong Royong

Nilai gotong royong merupakan salah satu nilai yang terdapat dalam pelaksanaan Tradisi Maulid Adat Bayan. Hal ini dibuktikan dengan dilaksanakannya kegiatan Maulid secara bersama-sama oleh Masyarakat Adat Bayan.

Selain dari pada itu berdasarkan hasil wawancara yang disampaikan oleh Raden Kertayadi selaku Pemangku Adat Bayan Barat bahwa acara Maulid Adat Bayan merupakan salah satu acara terbesar yang dilaksanakan oleh Masyarakat Adat Bayan sehingga perlu adanya kerjasama dari seluruh gubuk untuk menyukseskan acara Maulid ini.

Misalnya pada masyarakat Karang Bajo diberikan tugas untuk menghias Masjid Kuno Bayan, masing-masing gubuk ditugaskan untuk menyediakan hidangan menggunakan Ancak, dan lain sebagainya. Bayan.

2.   Nilai Religius

Pada Tradisi Maulid Adat Bayan nilai religius ini pertama kali dapat dilihat dari tujuan dilaksanannya Maulid Adat Bayan ini yaitu sebagai masyarakat yang beragama islam sudah menjadi keharusan untuk menghormati dan memuliakan Nabi Muhammad S.A.W.

Dari hasil wawancara disampaikan oleh Amak Riyajim selaku Penghulu Adat Bayan Barat (17 Desember 2021) pelaksanaan Tradisi Maulid Adat Bayan ini bertujuan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad S.A.W yang kita yakini sebagai seorang muslim merupakan Nabi yang dimuliakan dalam ajaran agama Islam.

Dalam beberapa tahapan pelaksanaannya pun terdapat interaksi antara manusia dengan Pencipta seperti pada Hari Puncak Maulid dibacakan berbagai do�a untuk memohon keselamatan dan keberkahan dari Sang Pencipta bagi seluruh masyarakat serta disimbolkannya Nabi Adam dan Hawa sebagai manusia pertama dan Nabi pertama yang diciptakan oleh Allah S.W.T. dalam ajaran agama Islam.

3.   Nilai Budaya

Nilai budaya yang terdapat dalam Tradisi Maulid Adat Bayan terdapat pada seluruh tahapan pelaksanaannya karena seluruh tahapan tersebut merupakan sesuatu yang dinilai baik oleh masyarakat dalam memperingati kelahiran Nabi Muhammad S.AW. dan sudah dilaksanakan serta dipertahankan sejak dulu oleh para leluhur.

Dari hasil wawancara yang disampaikan oleh Raden Sri Wali (17 Desember 2021) bahwa seluruh tahapan yang dilaksanakan dalam Tradisi Maulid Adat Bayan ini merupakan tradisi yang diwariskan sejak dulu dan tetap dipertahankan oleh Masyarakat Adat Bayan baik dari tahapan pelaksanaannya maupun nilai dan makna yang terkandung di dalamnya.

Selain itu Masyarakat Adat Bayan juga memiliki keyakinan bahwa jika mereka melakukan perubahan terhadap tahapan pelaksanaan dalam Tradisi Maulid Adat Bayan yang telah menjadi warisan leluhurnya atau tidak melaksanakannya maka ditakutkan akan terjadi musibah atau hal-hal yang tidak diinginkan yang akan menimpa Masyarakat Adat Bayan.

4.   Nilai Keindahan

Nilai keindahan dalam pelaksanaan Tradis Maulid Adat Bayan ini dapat terlihat saat proses dihiasnya Masjid Kuno Bayan menggunakan Umbul-umbul dan proses dihiasnya para Praja Mulud menggunakan kembang yang bertujuan agar dapat melahirkan keindahan saat dipandang oleh masyarakat (Wawancara dengan Raden Sri Wali, 17 Desember 2021).

 

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam Tradisi Maulid Adat Bayan terdapat makna simbol yang diyakini oleh Mayarakat Adat Bayan yaitu: (1) makna simbol dalam kegiatan Menyilak (mengundang) sebagai bentuk rasa saling menghargai dan menghormati antar sesama manusia, (2) makna simbol dalam kegiatan mengumpulkan bahan makanan sebagai bentuk rasa syukur masyarakat terhadap hasil pertanian dan peternakan yang melimpah, (3) makna simbol dalam kegiatan menghias Masjid Kuno Bayan yang bermakna kemakmuran dan kesejahteraan bagi Masyarakat Adat Bayan, (4) makna simbol dalam kegiatan Peresean ialah sebagai salah satu cara memperkenalkan islam kepada Masyarakat Adat Bayan pada zaman dahulu, (5) makna simbol pada Ancak ialah agar makanan yang dihidangkan menggunakan wadah yang terjaga kesucian dan kebersihannya (6) makna simbol padaPraja Mulud sebagai bentuk penghormatan kepada para keturunan bangsawan,dan (7) makna simbol dalam kegiatan Hari Puncak Maulid ialah sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah, dan sebagai bentuk kehormatan dan kemuliaan bagi Nabi Muhammad S.A.W.

Selain dari pada makna simbol, terdapat pula nilai dalam Tradisi Maulid Adat Bayan yaitu nilai gotong royong, nilai religuis, nilai budaya, dan nilai keindahan. Oleh karena itu, Tradisi Maulid Adat Bayan merupakan suatau kebudayaan yang perlu dilestarikan dan dipertahankan sehingga keberadaannya tidak hanya sebagai sebuah tradisi dalam suatu masyarakat tetapi menjadi sebuah identitas kolektif bagi Masyarakat Adat Bayan pada khususnya dan warga negara pada umumnya (civic culture).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Isnaeni, Adisty Noor. (2020). Nilai-Nilai Dan Makna Simbolik Tradisi Sedekah Laut Di Desa Tratebang Kecamatan Wonokerto Kabupaten Pekalongan. Fakultas Ilmu Budaya. Google Scholar

 

Karyadi, Lalu Wirasapta, & Wijayanti, Ika. (2018). Eksistensi Seni Pertunjukan Peresean pada Masyarakat Sasak Lombok. Jurnal Kajian Sosial Keagamaan. Google Scholar

 

Khaerunnisa, Khaerunnisa, Wijayanti, Ika, & Nurjannah, Siti. (2019). Perubahan Makna Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW bagi Masyarakat Kelurahan Dasan Agung Kecamatan Selaparang Kota Mataram. RESIPROKAL: Jurnal Riset Sosiologi Progresif Aktual, 1(1), 62�73. https://doi.org/10.29303/resiprokal.v1i1.6. Google Scholar

 

Nisdawati. (2019). Nilai-Nilai Tradisi dalam Koba Panglimo Awang Masyarakat Melayu Pasir Pengaraian. Yogyakarta: Yogyakarta: CV Budi Utama. Google Scholar

 

Sugiyono. (2020). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta. Google Scholar

 

Suminar, Erna. (2020). Simbol dan makna sirih pinang pada suku atoni pah meto di timor tengah utara. Komunikasi Dan Bisnis, VIII(1), 55�62. Google Scholar

 

Winarni, Endang Didi. (2018). Teori dan Praktik Penelitian Kuantitaf Kualitatif Penelitian Tindakan Kelas Research and Development. Jakarta: Bumi Aksara. Google Scholar

 

Winataputra. (2012). Pendidikan Kewarganegaraan dalam Perspektif Pendidikan untuk Mencerdaskan Kehidupan Bangsa (Gagasan, Instrumentasi, dan Praktisis). Bandung: Widya Aksara Pres. Google Scholar

 

Copyright holder:

Nurlatifa, Muh. Zubair, Ahmad Fauzan, Bagdawansyah Alqadri (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: