Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 ���������
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 4, April 2022
PERSEKONGKOLAN JAHAT BIROKRAT KORPORAT DALAM PENYELUNDUPAN BENIH LOBSTER
Widharma Jaya Sentosa, Muhammad Mustofa
Fakultas Ilmu Politik dan Sosial, Universitas Indonesia, Indonesia
email: [email protected], [email protected]
Abstrak
Korupsi ekspor benih lobster yang melibatkan
Menteri dan Pengusaha merupakan
bentuk �state capture corruption�. Kejahatan tersebut terjadi karena adanya persekongkolan jahat antara birokrat
- korporat dengan membuat regulasi yang �melegalkan� penyelundupan benih lobster. Pendekatan penelitian kualitatif ini digunakan untuk
memahami fenomena dari perspektif kejahatan kerah putih. Pada periode 2019 � 2020, sejak diterbitkannya Permen KP No. 12 tahun 2020, terjadi konspirasi peran antara birokrat
dan korporasi melalui staf khusus Menteri dan cargo
agent dengan memanfaatkan
nominee masing-masing pihak sebagai pemegang saham dalam PT. Aero Citra Kargo sebagai bentuk
state capture corruption. Modus cost enhancing corruption diterapkan terhadap biaya pengiriman benih lobster oleh PT Aero Citra Kargo
sementara perusahaan tidak memiliki gudang dan armada angkut, namun dapat bertindak
sebagai koordinator eksportir lobster dengan dukungan PT. Perishable Logistic Indonesia sebagai satu-satunya cargo
shipping untuk melakukan
pengiriman benih lobster ke luar wilayah Indonesia.
Kata Kunci: state capture corruption, white collar crime,
cost enhancing corruption
Abstract
Corruption in the export of lobster seeds involving the Minister and Corporate
is a form of �state capture corruption.� The conspiracy crime between
bureaucrats and corporations by making regulations that "legalized"
the smuggling of lobster seeds. The qualitative research approach using to
understand the phenomenon from the perspective of white-collar crime. In the
2019 � 2020 period, issuance of Ministerial Decree No. 12 year 2020, The conspiration
role of bureaucrats and corporations through the special staff of the Minister
and cargo agents to take advantage by the nominee of each party represents PT. Aero Citra Kargo as state capture corruption. Cost
enhancing corruption mode implemented on the shipping costs of lobster seeds by
PT Aero Citra Kargo, which does not have a warehouse
and transportation fleet but can act as a lobster exporter coordinator with
support of PT. Perishable Logistic Indonesia, as the sole cargo shipping,
carries out the delivery of lobster seeds outside Indonesia.
Keywords: state capture corruption, white
collar crime, cost enhancing corruption
Pendahuluan
Pemahaman ilmiah tentang gejala korupsi perlu dibangun
di atas realitas fenomena sosial. Pada studi kasus ini,
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tersangka Menteri KP -RI, Edhy
Prabowo dalam kasus korupsi izin budidaya
lobster yang juga melibatkan pihak
swasta dalam pembentukan PT. Aero Citra Kargo sebagai koordinator
perusahaan calon eksportir benih lobster. Korupsi dalam ekspor
benih lobster dengan melibatkan Menteri dan pengusaha sebagai bentuk �state capture
corruption� yang terjadi karena
ada persekongkolan jahat antara birokrat
dengan korporat dengan membuat aturan yang �melegalkan� penyelundupan benih lobster.
Penelitian ini berupaya mendalami terjadinya penyelundupan benih lobster pada tiga periode (sebelum 2014,
2014-2019 dan 2019 -2020) dan upaya pemerintah dalam menanggulanginya serta terbentuknya �state Capture
corruption� yang melibatkan birokrat dan korporat pada studi kasus penyelundupan
benih lobster.
State capture corruption sebagai salahsatu bentuk korupsi, tidak
berfokus pada sisi output kekuasaan dijalankan namun lebih berfokus pada sisi
input dari persamaan. Korupsi jenis ini
berperan dalam mempengaruhi aturan dasar permainan dalam bentuk aturan hukum, keputusan, peraturan
kebijakan dan undang-undang pada sisi input pada tahap aturan ini mulai dibentuk.
Penelitian ini ditujukan untuk memberi kontribusi penelitian state capture corruption di Indonesia melalui persekongkolan jahat birokrat dengan perusahaan, individu atau kelompok
baik dari sektor swasta melalui
pembentukan aturan dengan memberi input pengawasan atas potensi modus state capture corruption yang sebagaimana yang digambarkan melalui pengaturan pengiriman benih lobster tahun 2020.
Dalam kerangka penelitian ini, kejahatan kerah putih awalnya terbentuk
saat adanya aturan pelarangan penangkapan dan pengiriman benih lobster ke luar wilayah Indonesia. Konsep kejahatan kerah putih terbentuk setelah munculnya pengaturan atas sumberdaya benih lobster ini dan awal terjadi
sebagai korupsi administrasi pasca penghentian penangkapan benih lobster bahkan untuk kepentingan budidaya dalam negeri yang justru menyebabkan aktivitas penyelundupan benih lobster keluar dari wilayah Indonesia.
Metode Penelitian
Metode penelitian
kualitatif dengan pengumpulan sumber data penelitian ini berasal dari informan
atau subyek penelitian yang dipilih sebagai orang yang sangat tahu, berpengalaman, dan memahami betul mengenai permasalahan yang diteliti sebagai informan kunci yang sangat mewakili, yang berasal dari Kementerian dan
Lembaga.
Hasil wawancara
kemudian dilakukan analisis deskriptif untuk pereduksian
data sehingga perolehan
data menjadi valid,
akurat dan terpercaya. Data disajikan
ke dalam klasifikasi yang memudahkan untuk dipahami dan dianalisis hingga bisa dibuat kesimpulan berdasarkan data yang terverifikasi (Moleong, 2021).
Hasil dan Pembahasan
�Data KKP menggambarkan bahwa kuota benih
lobster alami masih tersedia banyak dan penangkapan yang dilakukan belum mencapai separuh dari ketersediaan
alaminya, sehingga diperkirakan mencukupi kebutuhan pasokan untuk budidaya dalam negeri� Wawancara Badan Riset Sumberdaya Kelautan dan Perikanan,
Kementerian Kelautan dan Perikanan
19 November 2021.
Tingginya
permintaan dunia atas lobster mendorong negara-negara penyuplai utama seperti Vietnam untuk melakukan pembelian benih lobster asal
Indonesia, karena ketersediaannya di dalam di
perairan Vietnam yang menyusut sejak eksploitasi besar-besaran dilakukan dalam
beberapa kurun waktu sebelumnya. Sementara permintaan
konsumen kelas menengah di China meningkat, seiring pendapatan per kapita yang tumbuh signifikan dan membutuhkan pasokan lobster untuk kepentingan jamuan bisnis ataupun resepsi keluarga.
Wilayah Pengelolaan
Perikanan Negara Republik
Indonesia -WPPNRI yang ditetapkan oleh Kepmen KP No. 18 Tahun 2014 membaginya kedalam 11 wilayah perngelolaan perikanan. Tingginya permintaan dunia menyebabkan terjadinya eksploitasi berlebihan atas lobster alami Indonesia dan mengalami pertumbuhan permintaan untuk mensuplai benih lobster.
Gambar 1
Tingkat Pemanfaatan
Lobster di Indonesia
Sumber: Pusat Riset Perikanan
KKP (2020)
Ketiadaan aturan
dan norma konservasi ini berdampak overfishing dengan
banyaknya benih bening lobster yang tertangkap sehingga mata rantai pembesaran benih lobster
hingga dewasa tidak memiliki kesempatan yang cukup tumbuh menjadi layak tangkap
pada diameter karapas melebihi 8 cm atau berat di rentang 150-200 gram (growth overfishing). Hal lain banyaknya indukan lobster yang
sedang bertelur tertangkap, sehingga jumlah betina untuk pemijahan sangat terbatas dan berdampak
pada jumlah anakan baru (recruits) menjadi sangat sedikit (recruitment
overfishing). Kedua hal ini terjadi bersamaan pada stok alami lobster di
Indonesia sehingga berpengaruh
pada keseimbangan populasi dan ketersediaan alamiah. Di lain sisi,
untuk kepentingan budidaya idealnya harus menggunakan benih bening lobster, sedangkan
untuk restocking pelepasliaran berasal dari ukuran 50gram sebesar 1% dari hasil budidaya, bukan dengan benih awal lebih dari 50 gram.
Regulasi dimulai terhadap lobster
Indonesia untuk mencegah kepunahan dengan memberlakukan ukuran minimum melalui
pembatasan tangkapan lobster
(Panulirus Spp) mulai ukuran karapas melebihi 6 -8 cm dan berat melebihi
150 - 200 gram.
�Disini Permen
KP Nomor 1 tahun 2015 berperan dalam melakukan restocking pelepasliaran
di daerah bebatuan atau terumbu karang
sebagai tempat sembunyi dan daerah mencari makan bagi
lobster� Wawancara Koordinator
Penindakan BKIPM � KKP, 15 November 2021
Hasilnya terjadi peningkatan pendapatan negara karena adanya perbedaan harga lobster dengan ukuran karapas lobster diatas 8 cm sangat jauh ketimbang hanya dalam bentuk benih lobster sebagai implementasi Permen KP Nomor 1 tahun 2015 merupakan upaya menjaga sumber daya alam dengan mengatur pola penangkapan Lobster di bawah ukuran dan tidak dalam kondisi bertelur. Langkah perlindungan stock alami sebagai pendekatan berbasis ekosistem bagi keberlanjutan tangkapan lobster di Indonesia dilakukan bersamaan dengan pelepasliaran lobster dewasa bertelur ukuran layak tangkap agar bereproduksi minimal 1 kali. Namun dikarenakan telah berjalannya ekosistem budidaya di masyarakat nelayan, setelah pelarangan ini menjadikan aktivitas penangkapan benih lobster masyarakat pesisir sebagai mata pencaharian illegal dan ambigu walaupun untuk kepentingan budidaya dalam negeri sekalipun.
Setelah terbitnya Permen KP Nomor 56 Tahun 2016, terjadi perubahan drastis dalam aktivitas nelayan dan pengiriman benih lobster. Pada periode ini, pelarangan penangkapan benih lobster menyebabkan terjadinya penyelundupan mulai dari mata rantai pengepul kecil yang mendapatkan benih lobster dari nelayan setempat penangkapan benih lobster di wilayah utama hingga pengepul besar. Larangan penangkapan benih pada Permen KP Nomor 56 tahun 2016 sebagai respon dari Kementerian KP RI untuk meningkatkan stok alami populasi Lobster dari alam. Lobster petelur (50.000 hingga 460.000 larva) berharga murah dan akan berbeda saat menghasilkan larva lobster di laut untuk budidaya. �
Ketidakadilan dalam penggunaan sumberdaya benih lobster inilah yang menyebabkan ketidakpuasan nelayan dan pembudidaya lobster seiring dengan pelabelan aktivitas
penangkapan benih lobster sebagai pelanggaran atau kejahatan tanpa mempertimbangkan kompleksnya
permasalahan. Sehingga pada aktivitas proses penangkapan dan pengiriman benih lobster terjadi perubahan lanskap kesempatan dengan hadirnya �Koper Man� menunjukkan
keberadaan konspirator dengan aktor intelektualnya berlokasi di negara yang
berbeda yang melakukan
penyelundupan lewat bandara atau penyeberangan
laut ke Singapura dan Filipina
dengan tujuan akhir Vietnam.
Korupsi administrasi
muncul seiring dengan adanya aturan
pelarangan dan pengiriman benih lobster keluar wilayah Republik Indonesia. Harga yang menggiurkan
membuat para pengusaha berusaha mencari celah agar dapat mengirimkan benih lobster walaupun aturan sudah ditetapkan, mulai dari memanfaatkan
kelengahan petugas, penggunaan sarana pengiriman (koper pakaian), styrofoam yang dicampur
dengan produk lain, memanfaatkan last minute waktu penerbangan atau penerbangan transit, memasukkan data palsu dalam laporan dokumen
penerbangan (airway bill, packing list invoice), melakukan
distribusi terputus antara jalur darat dan laut keluar dari wilayah Republik
Indonesia, menyalahgunakan HACCP (Hazard
Analysis and Critical Control Points) dan nomor
register di bawah perusahaan under name, penggunaan alat angkut tidak berjadwal
(menyewa kapal dan speedboat),
keluar dan/atau masuk melalui pelabuhan
tangkahan yang tidak terpantau, adanya pejabat yang terlibat� membantu penyelundupan, pemalsuan tanda tangan atau
cap pada IPHP (Izin Pemasukan
Hasil Perikanan), SKT (Surat Keterangan
Teknis), HC (Health Certificate) dan LHU (Laporan
Hasil Uji) atau penggunaan
IPHP dan SKT dalam hal kuota dan kategori barang, pertukaran atau pengisian kembali barang tidak melaporkan isi sebenarnya penggunaan barang dan pertukaran ilegal antar laut (trans-shipment).
Gambar 2
Volume Ekspor Lobster
Vietnam vs Indonesia 2014 -2018 (ton)
Sumber: Kementerian Kelautan & Perikanan Republik Indonesia
(2018)
Gambar 3
Persekongkolan Jahat Birokrat Dan Korporat
Sumber: analisa Peneliti
Menteri KP Republik
Indonesia, Edhy Prabowo melakukan
penataan ulang terkait aspek keekonomian
lobster (Panulirus spp.) yang pada Permen KP Nomor 56 Tahun 2016 lebih mengarah pada upaya penghentian penangkapan maupun pengeluaran benih lobster dari Wilayah Indonesia. Di kalangan
nelayan, keberadaan benih lobster yang ditangkap memiliki nilai ekonomis sebagai salahsatu mata pencaharian yang menghidupi masyarakat setempat. Ini adalah
periode pembolehan pengiriman benih lobster keluar dari wilayah Indonesia dengan dasar Permen KP Nomor 12 Tahun 2020 yang diterbitkan tanggal 04 Mei 2020.
Dalam menjalankan
proses State Capture, Menteri KP � Edhy Prabowo memulai beberapa persiapan diawal sebelum hingga terjadinya beberapa kejanggalan dalam kaitan:
1. Pengambilalihan peran
BKIPM dalam penerimaan pendapatan ekspor -PNBP dari ekspor benih
bening lobster kepada PT. Aero Citra Kargo dapat terjadi karena adanya peran
staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan termasuk Asisten Pribadinya.
2. Penunjukkan PT. Perishable
Logistics Indonesia selaku kargo untuk pengiriman benih bening lobster satu-satunya keluar dari wilayah Negara Indonesia tidak
dilakukan secara terbuka, baik melalui
lelang ataupun pengumuman resmi yang dapat dilihat secara
publik.
3. Penetapan harga operasional pengiriman benih bening lobster tidak dilakukan melalui penawaran terbuka, dan akuntabel terhadap kualifikasi perusahaan kargo.
4. Penetapan harga pengiriman sebesar Rp. 1.800/ ekor benih bening
lobster tidak memiliki dasar yang jelas, kecuali sebagai perkiraan dasar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) bahwa 20% penerimaan hasil ekspor lobster harus mengendap dalam rekening negara dan 80% dapat digunakan kembali oleh institusi penerima PNBP untuk kepentingan operasionalnya.�
Angka Rp. 350 /ekor benih
bening lobster adalah 20% dari harga pengiriman
Rp. 1.800 /ekor benih bening lobster yang ditetapkan untuk calon eksportir
benih bening lobster
5. Pemegang saham PT.
Aero Citra Kargo mayoritas
(83,3%)� adalah nominee dari
Menteri Kelautan dan Perikanan
-Edhy Prabowo. Baik Achmad Bahtiar (Pengganti Nursan yang wafat) dan Amri� tidak pernah memegang rekening maupun ATM Bank yang digunakan untuk keperluan transfer keuntungan dari PT. Aero Citra Kargo, melainkan
dipergunakan untuk kepentingan pribadi Menteri Kelautan dan Perikanan melalui Amiril Mukminin -Asisten Pribadi Menteri.
6. Pemegang sahan PT.
Aero Citra Kargo minoritas,
Yudi Surya Atmaja adalah nominee dari Pemilik PT. Perishable Logistic Indonesia - Siswadhi Pranoto Loe,sebesar 16,7%.
7. Surat Ketetapan
Waktu Pengeluaran (SKWP) hanya
bisa didapatkan oleh calon eksportir benih bening lobster, apabila pengiriman dilakukan melalui PT. Aero Citra Kargo untuk kepentingan
Clearance di Balai Karantina
Ikan Bandara Soekarno Hatta.
8. Berita acara verifikasi
setelah Tahap Verifikasi dan Identifikasi oleh
Tim verifikator lapangan bisa untuk penerbitan
Surat Penetapan Pembudidaya
Lobster bisa didapat oleh
PT. Dua Putra Perkasa Pratama
setelah menyerahkan uang komitmen.
9. Adanya penyelewengan
aturan, saat PT. Aquatic SS
Lautan Rejeki juga PT.
Tania Asia Marina dapat melakukan
pengiriman benih bening lobster tanpa Surat Penetapan Calon Eksportir yang seharusnya diotorisasi oleh M. Zulficar Mochtar � sebagai Dirjen Perikanan Tangkap.
10. Penetapan Bank Garansi
Rp. 1000/ ekor benih bening lobster belum memiliki dasar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), yang nilainya berbeda dengan Peraturan Pemerintah tentang PNBP No. 75 Tahun 2015
yang hanya mengatur benih lobster air tawar (Cherax) dan belum mengatur benih bening lobster air laut.
11. Ekspor benih bening lobster telah dilakukan walaupun pada kenyataannya dalam kurun Juli- November 2020, para eksportir belum memenuhi kriteria terkait bukti keberhasilan
panen budidaya dalam negeri secara berkelanjutan dengan pelepasliaran lobster sebanyak 2%
sesuai ukuran yang diatur Permen KP Nomor 12 Tahun 2020.
Selama proses penyusunan
Permen KP Nomor 12 Tahun 2020, Kementerian Kelautan
dan Perikanan RI telah mengikutsertakan para pelaku usaha
lobster dalam
proses penyusunan melalui undangan rapat sosialisasi dan
kegiatan belanja masalah yang diadakan oleh Kementerian. Tindaklanjutnya,
Menteri Kelautan dan Perikanan
RI membentuk tim khusus KPK2PKP
(Komisi Pemangku Kepentingan dan Konsultasi Publik Kelautan dan Perikanan) sehingga dari sisi penyusunan regulasi tidak ada permasalahan terkait dari sisi
mandat maupun pengaturan dalam Permen KP Nomor 12 Tahun 2020 dinyatakan sudah jelas, mulai dari jenis
lobster maupun ukuran yang boleh di tangkap dan jumlah yang harus dikembalikan
ke alam. Pengaturan dalam Permen KP Nomor
12 Tahun 2020 pun sudah
berdasarkan kajian ilmiah
dari BRSDM dan data Komnas Kajiskan yang valid.
�Dari sisi regulasi
maupun dari sisi pelaksana teknisnya tidak memiliki kendala maupun masalah. Hal yang mengemuka dalam pemberitaan operasi tangkap tangan Menteri KP,tidak terkait
permasalahan pengaturan benih lobster melainkan lebih kepada persoalan
lain yang dapat dilihat dari sisi implementasi
dan/atau adanya penyalahgunaan kekuasaan oleh
yang bersangkutan� Wawancara Kabag Perancang
Peraturan Perundang-undangan,
Biro Hukum dan Organisasi, Sekretariat Jenderal Kementerian Kelautan dan
Perikanan, 24 Agustus
2021.
Untuk kepentingan perbaikan kebijakan terkait benih lobster, Menteri Edhy Prabowo melakukan konsolidasi dalam mempersiapkan terbitnya Permen KP Nomor 12 tahun 2020 dengan perannya terbagi melalui staff khusus. Andreau Misanta Pribadi mengundang salahsatu perusahaan kargo untuk melakukan presentasi dan hadir dalam kesempatan tersebut, Direktur PT Perishable Logistics Indonesia - Deden Deni Purnama dan pemiliknya Siswadhi Pranata Loe yang di saksikan oleh Amiril Mukminin sebagai Asisten Pribadi Menteri pada� Februari 2020. Hasil pertemuan tersebut ditindaklanjuti oleh Amiril Mukminin yang meminta Deden Deni Purnama untuk berikan Akta Perusahaan Kargo non-aktif pada Maret 2020. Pembicaraan lanjutan, terbentuk kesepakatan terkait harga pengiriman benih bening lobster pada April 2020 atas permintaan PT. Perishable Logistics Indonesia yang menetapkan biaya kargo logistik pengiriman luar negeri untuk benih bening lobster sebesar Rp350 per benih bening lobster. Kesepakatannya dihadiri antara lain oleh Siswadhi Pranoto Loe, Deden Deni Purnama dan Amiril Mukminin dan sebagai tindak lanjut, Siswadhi Pranoto Loe menyerahkan PT Aero Citra Kargo untuk dilakukan restrukturisasi pemegang saham kepada Amiril Mukminin.
Setelah Menteri Edhy Prabowo mencabut Permen KP Nomor 56 tahun 2016 dan menerbitkan Permen KP Nomor 12 tahun 2020 pada tanggal 4 Mei 2020. Amiril
Mukminin bergerak dengan melakukan perubahan struktur PT Aero Citra Kargo pada 10
Juni 2020 dengan memasukkan Nursan yang di kemudian hari digantikan oleh Achmad
Bahtiar karena meninggal dengan komposisi saham sebesar 41,65% dan Amri 41,65%
sebagai nominee dari Menteri Edhy Prabowo. Sedangkan Yudi Suryaatmadja memiliki
saham sebesar 16,7% mewakili Siswadhi Pranoto Loe sebagai nominee saham di
PT. Aero Citra Kargo. Kedua perusahaan ini, PT. Perishable Logistic Indonesia dan PT. Aero
Citra Kargo berbagi peran dalam melakukan pengiriman benih bening lobster, peranan PT. Perishable Logistic Indonesia melakukan operasional kargo untuk
pengiriman benih bening lobster ke luar negeri dengan biaya operasional sebesar
Rp. 350 per benih bening lobster tanpa adanya lelang untuk
kargo pengiriman lobster secara terbuka dan dapat diikuti oleh berbagai operator kargo udara yang bergerak di bidang pengiriman perikanan, sehingga harga yang ditawarkan lelang dapat terukur
dan diketahui secara transparan oleh publik. Sedangkan PT. Aero Citra Kargo bertindak sebagai koordinator untuk eksportir
benih bening lobster dengan menetapkan biaya ekspor sebesar Rp.1.800 per ekor
benih bening lobster
yang memediasi peran Balai karantina perikanan dalam menangani pengiriman lobster sekaligus
melakukan penerimaan atas biaya pengiriman sebagai pihak swasta.
Permen KP Nomor 12 tahun 2020 sendiri mensyaratkan beberapa hal sebagai prosedur teknis terkait bagaimana calon eksportir benih bening lobster dapat melakukan pengiriman ke luar negeri dengan syarat dan ketentuan sebagai berikut:
1. Eksportir telah melaksanakan budidaya lobster secara berkelanjutan di dalam negeri dengan partisipasi masyarakat lokal sesuai rekomendasi dari Direktorat� Jenderal Perikanan Budidaya
2. Selain itu, eksportir telah menerapkan keberhasilan pelaksanaan budidaya lobster dengan� panen yang berkelanjutan dan pelepasliaran 2% lobster sesuai ukuran hasil panen budidaya.
3. Selain itu, eksportir yang bersangkutan juga harus terdaftar pada Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap.
4. Harga acuan benih bening lobster terendah di tingkat nelayan diusulkan oleh Kementerian Perdagangan sebagai harga patokan ekspor.
Namun pada kenyataannya pada 12 Juni 2020 dibantu PT. Aero Citra Kargo, eksportir benih PT Tania Asia Marina dan PT Aquatic SS Lautan Rejeki dapat melakukan pengiriman benih bening lobster ke luar negeri tanpa didukung oleh dokumen Surat Ketetapan Waktu Pengeluaran yang seharusnya dikeluarkan oleh Dirjen Perikanan Tangkap setelah terdaftar sebagai calon eksportir yang memenuhi persyaratan sesuai Permen KP Nomor 12 Tahun 2020.
�Posisi dan Peranan
PT. Aero Citra Kargo didasarkan
atas kesepakatan biaya operasional Rp. 350/ ekor benih bening
lobster dari PT. Perishable Logistic Indonesia, kemudian dibuatlah kerjasama dengan PT Aero Citra Kargo untuk pengiriman
benih ke luar wilayah Negara Indonesia. Selanjutnya
PT. �Aero Citra Kargo
bertindak selaku koordinator eksportir benih bening lobster dengan menetapkan biaya pengiriman sebesar Rp. 1.800 / ekor benih bening lobster� Wawancara Sekretaris Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, 15 November 2021
Berdasarkan hasil pemeriksaan KPK terhadap Bea Cukai, dari 65 perusahaan yang terdaftar sebagai calon eksportir benih bening lobster, hanya 42 perusahaan sebagai klien PT. Aero Citra Kargo yang bisa melakukan ekspor benih bening lobster. Sisanya sebanyak 23 perusahaan yang bukan klien PT. Aero Citra Kargo tidak bisa melakukan ekspor. Terkait keuangan, terbukti bahwa PT. Aero Citra Kargo sendiri lebih berperan dalam pengumpulan dana dari eksportir lobster dengan pembagian keuntungan dilakukan setiap 3 (tiga) bulan sekali dan bukan pertahun sebagaimana lazimnya tata kelola perusahaan berdasarkan data yang didapat terhitung dari 11 Juni 2020 semenjak PT. Aero Citra Kargo melakukan pembukaan rekening BCA atas jasa kirim benih lobster pertama pada 12 Juni 2020 hingga September 2020 terjadi akumulasi keuntungan sebesar Rp. 38,518 miliar yang diterima oleh Menteri Edhy Prabowo melalui nomine dengan besaran Rp. 24,625 miliar yang terdeteksi oleh KPK saat melakukan pembelanjaan barang mewah dalam kunjungan kerja Menteri ke luar negeri.
State capture corruption terlihat pada adanya penempatan dan
integrasi kejahatan
korporasi dan birokrat yang terlacak keberadaannya melalui hadirnya nominee dari
masing-masing pihak (birokrat
dan korporasi) sebagai pemegang saham PT. Aero Citra Kargo. �Dalam jangka panjang, hal ini
mengancam, berbahaya dan membebani pajak masyarakat dikarenakan
pelaku kejahatan state capture corruption memiliki kemampuan untuk mengelaborasi aturan, mekanisme
pendukungnya hingga melakukan penghitungan secara
terkendali dalam menjalankan sejumlah regulasi, administrasi dan hukum pidana terkait kejahatan ini sebagaimana
terlihat pada �42 �perusahaan sebagai klien
PT. Aero Citra Kargo dari 65 eksportir terdaftar di pabean yang bisa melakukan ekspor
benih bening lobster, tetapi mengorbankan 23 perusahaan eksportir yang bukan klien PT. Aero Citra Kargo dengan tidak mengeluarkan Surat Ketetapan Waktu Pengeluaran
(SKWP) sebagai dasar pelepasan benih lobster di Balai Karantina Bandara Soekarno
Hatta. Dalam kejadian lain, apabila kargo
yang dipilih bukan PT. Perishable Logistic Indonesia, maka calon eksportir juga akan mengalami kesulitan untuk proses pengeluaran benih lobster dari Balai Karantina Bandara Soekarno
Hatta.
Kesimpulan
Pada periode
sebelum tahun 2014, terjadi kejahatan konservasi terhadap benih lobster sehingga terjadi growth overfishing atas
benih lobster yang ditangkap
dan memutus mata rantai pembesaran benih lobster hingga dewasa di lokasi tempat tumbuh hingga
menjadi ukuran layak tangkap. Penangkapan indukan lobster yang sedang bertelur juga menyebabkan recruitment overfishing yang mempengaruhi keseimbangan populasi dan ketersediaannya di alam serta dapat
mengakibatkan resiko lingkungan. Di lain sisi, untuk kepentingan budidaya idealnya harus menggunakan benih bening lobster, sedangkan
untuk restocking pelepasliaran berasal dari ukuran 50 gram
sebesar 1% dari hasil budidaya, bukan dengan benih awal lebih dari 50 gram. Pada periode
ini celah untuk terjadi korupsi
sangat kecil, karena periode ini tidak
terdapat aturan yang melarang penangkapan dan pengeluaran benih lobster keluar wilayah RI.
Pada periode
2014 � 2019, adanya Permen
KP Nomor 1 tahun 2015 dan Permen KP Nomor 56 tahun 2016 lebih bertujuan untuk menjaga populasi lobster dan menghindari eksploitasi besar-besaran penangkapan benih lobster Indonesia untuk dikirimkan ke negara lain dan menjadi nilai tambah
di sana. Namun kontra produktif, karena aturan ini
sangat ketat melarang penangkapan benih lobster untuk budidaya local. Kondisi ini pun yang menjadi celah terjadinya
korupsi administrasi yang dilakukan oleh korporat menggunakan berbagai modus agar dapat menyelundupkan benih lobster ke luar wilayah RI dengan memberi imbal hasil
kepada birokrat.
Pada periode
2019 � 2020, setelah pencabutan
pelarangan pengiriman benih lobster oleh Permen KP Nomor 12 Tahun 2020 muncul state capture corruption yang diinisiasi oleh Menteri Edhy
Prabowo. Peran birokrat dan korporat
melakukan persekongkolan selama penyusunan Permen No. 12 Tahun 2020 melalui staf khusus
Menteri dan agen perusahaan
masing- untuk mengambil keuntungan dari perusahaan PT. Aero Citra Kargo yang kepemilikannya
diwakili oleh nominee masing-masing pihak.� Setelah aturan ekspor benih lobster terbit, barulah dijalankan modus cost enhancing corruption atas biaya pengiriman
benih lobster oleh PT Aero Citra
Kargo
yang pada kenyataannya tidak memiliki gudang dan armada transportasi namun dapat bertindak sebagai koordinator eksportir lobster dengan berbagi peran bersama
PT. Perishable Logistic Indonesia sebagai perusahaan pengiriman kargo tunggal yang menjalankan pengiriman benih lobster keluar wilayah Indonesia.
Penelitian selanjutnya dapat dilakukan untuk melihat adanya potensi terjadinya state capture corruption, apabila pemangku kebijakan melakukan akomodasi pasar internasional sesaat setelah adanya perubahan aturan pelarangan trans-shipment. Hal ini terjadi karena pasar internasional cenderung menyukai lobster komersial yang sesuai ukurannya dalam keadaan hidup apabila dikirimkan, tetapi di bagian lain umumnya lokasi perairan pembudidayaan jauh dari lokasi tempat pengiriman lobster yang terletak di pelabuhan ataupun di bandara sehingga sering dikirimkan dalam keadaan beku yang harganya tidak lebih tinggi ketimbang apabila dikirimkan dalam keadaan hidup.
BIBLIOGRAFI
Anter, A. (2013). Max Weber � s Theory of Modern State Origin, Structure and Significances
Moleong, L. J. (2021). Metodologi penelitian kualitatif. PT Remaja Rosdakarya.
Mustofa, M. (2021). Kriminologi: Kajian sosiologi terhadap kriminalitas, perilaku menyimpang, dan pelanggaran hukum. Prenada Media.
Mustofa, M. (2015). Metodologi Penelitian Kriminologi. Prenada Media.
Dao, H. T., Smith-Keune, C., Wolanski, E., Jones, C. M., & Jerry, D. R. (2015). Oceanographic currents and local ecological knowledge indicate, and genetics does not refute, a contemporary pattern of larval dispersal for the ornate spiny lobster, Panulirus ornatus in the south-east Asian archipelago. PLoS ONE, 10(5). https://doi.org/10.1371/journal.pone.0124568
Dearden, T. E. (2016). Trust: The unwritten cost of white-collar crime. Journal of Financial Crime, 23(1), 87�101. https://doi.org/10.1108/JFC-02-2015-0007
Gore, M. L., Braszak, P., Brown, J., Cassey, P., Duffy, R., Fisher, J., Graham, J., Justo-Hanani, R., Kirkwood, A. E., Lunstrum, E., Machalaba, C., Mass�, F., Manguiat, M., Omrow, D., Stoett, P., Wyatt, T., & White, R. (2019). Transnational environmental crime threatens sustainable development. Nature Sustainability, 2(9), 784�786. https://doi.org/10.1038/s41893-019-0363-6
Maulidi, A. (2020). Storytelling of bureaucratic white-collar crimes in Indonesia: is it a matter of reciprocal norm? Journal of Financial Crime, 27(2), 573�586. https://doi.org/10.1108/JFC-07-2019-0087
Mousavi, P., & Pourkiani, M. (2013). Administrative corruption : Ways of tackling the problem. European Online Journal of Natural and Social Sciences, 2(3), 178�187
Nadia, R. N. (2018). �Should Indonesian Fishery Policies Be Navigated Towards The Inherent Wealth Of Fisheries Or Small-Scale Fishermen�s Welfare?.� OISAA Journal of Indonesia Emas, 1(2), 69�85
Pranata, W. R. (2021). Operasi Tangkap Tangan KPK Terhadap Kementrian Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo Terkait Kasus Korupsi Ekspor Benih Lobster. Jurnal Media Komunikasi Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan, 3(1), 37�48.
Roe, D. (ed). (2015). Conservation, crime and communities: case studies of efforts to engage local communities in tackling illegal wildlife trade. In Conservation, Crime and Communities: case studies of efforts to engage local communities in tackling illegal wildlife trade (Issue February). https://doi.org/10.13140/RG.2.1.3122.0649
Sudarwati, Y. (2020). Pengembangan Industri Lobster Nasional. INFO Singkat, 12(24), 19�24.
Sutherland, E. H. (2015). is " White Collar Crime " Crime ? American Sociological Review, 10(2), 132�139
Ambari, M., & Jay, F. (2020). Menyelamatkan
Benih Lobster dari Eksploitasi Eksportir
Bayu Priyambodo, Ph. D., Jaya, I. S., Ilham, Bahri, S., & Setyawan, D. (2020). Lobster: Apa adanya. Kementerian Kelautan dan Perikanan
BKIPM KKP. (2021). Penanganan Pelanggaran Karantina dan Keamanan
Hayati Ikan
Kementerian Kelautan & Perikanan Republik Indonesia. (2018). Prioritas Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan.
Pusat Riset Perikanan KKP. (2020). Persiapan Implementasi Permen 12 tahun 2020.
Gustaffiana, P. (2016). Penegakan hukum terhadap Pelaku Tindak Pidana Benih Lobster.
Copyright holder: Widharma Jaya
Sentosa, Muhammad Mustofa (2022) |
First publication
right: Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is
licensed under: |