Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 4, April 2022

 

PEMODELAN HUJAN LIMPASAN MENGGUNAKAN HEC-HMS PADA DAERAH TANGKAPAN AIR WADUK WONOGIRI

 

Amir Hadziq Fahmi, Suripin, Dyah Ari Wulandari, Khoirul Murod

Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro dan Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo, Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Ketersediaan data debit sangat penting dalam upaya pemanfaatan sumber daya air. Keterbatasan data menjadi kendala dalam menganalisis potensi air pada suatu wilayah sehingga perlu dilakukan pemodelan hujan limpasan. Salah satu perangkat lunak untuk memodelkan hujan limpasan adalah HEC-HMS. Model HEC-HMS dapat mensimulasikan proses hujan menjadi limpasan dengan memasukkan parameter sesuai dengan karakteristik dari suatu Daerah Tangkapan Air (DTA). Tujuan dari penelitian ini adalah membuat model hujan limpasan pada DTA Waduk Wonogiri sehingga diketahui debit yang masuk ke Waduk Wonogiri dari masing-masing subdas. Kinerja model dinilai berdasarkan parameter statistik Koefisien deterministik (R2), Nash-Sutcliff Efficiency (NSE) dan percent bias (PBIAS). Model hujan limpasan menggunakan HEC-HMS memiliki hasil yang bagus pada dua titik observasi (Ngadipiro dan Waduk Wonogiri). Pada titik observasi Ngadipiro menghasilkan nilai parameter R2 sebesar 0,793, NSE sebesar 0,721 dan PBIAS sebesar 8,721%. Sedangkan pada titik observasi Waduk Wonogiri menghasilkan nilai parameter R2 sebesar 0,803, NSE sebesar 0,792, dan PBIAS sebesar 0,122%. Sehingga model dapat digunakan untuk analisis berikutnya.

Kata Kunci: Hujan limpasan; HEC-HMS; Waduk Wonogiri.

 

Abstract

Discharge data availability is very important for utilizing water resources. Limited data became obstacle for analyzing water potential in catchment area therefore it is necessary to make rainfall-runoff model. One of the software for modeling rainfall-runoff is HEC-HMS. HEC-HMS model can simulate process from rainfall into runoff by entering parameters according to characteristics of a catchment area. The purpose of this study was to generate a model of rainfall-runoff in Wonogiri reservoir catchment area so that discharge from each subbasin can be known. Model performance was assessed based on statistical parameters deterministic coefficient (R2), Nash-Sutcliff Efficiency (NSE) and percent bias (PBIAS). Rainfall-runoff model using HEC-HMS has good results at two observation point (Ngadipiro and Wonogiri reservoir). At the Ngadipiro observation point, parameter value of R2 is 0.793, NSE is 0.721 and PBIAS is 8.721%. Meanwhile, at the observation point of the Wonogiri Reservoir, parameter value of R2 is 0.803, NSE is 0.792, and PBIAS is 0.122%. The model can be used to the next analysis.

 

Keywords: Rainfall Runoff; HEC-HMS; Wonogiri Reservoir.

 

Pendahuluan

Sumber daya air memiliki peran yang sangat besar dalam kehidupan manusia, sehingga perlu dikelola dengan baik. Sumber daya air memiliki manfaat untuk pengairan, PLTA, persediaan air minum, untuk industri, serta perikanan (Sitti dan Faridah, 2020). Salah satu upaya dalam mengelola sumber daya air adalah dengan membangun bendungan atau waduk, salah satunya adalah Waduk Wonogiri yang berada di Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah.

Keterbatasan data debit pencatatan menjadi salah satu kendala dalam mengetahui potensi air pada suatu wilayah, sehingga perlu dimodelkan secara hidrologi untuk mengubah hujan menjadi aliran. Model hidrologi merupakan gambaran sederhana dari sistem hidrologi yang terjadi di suatu wilayah (Sarminingsih,dkk 2019). Dalam proses transformasi hujan menjadi aliran sangat dipengaruhi oleh karakteristik dari suatu wilayah, meliputi tutupan lahan, kemiringan lahan, dan jenis tanah. Tingkat akurasi dari model simulasi tergantung pada ketersediaan data dan metode yang digunakan (Fadhilla dan Lasminto, 2021).

HEC-HMS (Hydrologic Engineering Center�s Hydrologic Modeling System) merupakan perangkat lunak komputer yang dikembangkan oleh US Army Corps of Engineers-Institute for Water Resource (USACE) yang dapat mensimulasikan proses hujan menjadi limpasan pada suatu daerah tangkapan air (DTA) dengan memperhitungkan karakteristik dari suatu DTA. Pemodelan hujan limpasan menggunakan HEC-HMS sudah pernah dilakukan dalam beberapa penelitian sebelumnya. Fadhilla dan Lasminto (2021) melakukan pemodelan hujan-debit pada DAS Kali Madiun menghasilkan nilai NSE sebesar 0,605. Sitti dan Faridah (2020) melakukan pemodelan menggunakan HEC-HMS untuk memprediksi debit aliran pada Sub-DAS Batimurung menghasilkan nilai untuk parameter R2 sebesar 0,546 dan parameter NSE dengan nilai 0,595. Pemodelan HEC-HMS juga pernah digunakan untuk menghitung potensi debit aliran lokal Waduk Saguling oleh Ferdiansyah,dkk (2020) dengan nilai R2 sebesar 0,8 dan NSE sebesar 0,788. Dengan demikian model hujan limpasan menggunakan HEC-HMS menghasilkan kinerja model yang cukup bagus

Tujuan dari penelitian ini adalah membuat model hujan limpasan pada DTA Waduk Wonogiri dengan bantuan software HEC-HMS. Pencatatan debit yang masuk ke Waduk Wonogiri selama ini dilakukan berdasarkan tinggi muka air di waduk sehingga tidak diketahui distribusi debit dari masing-masing anak sungai yang masuk ke waduk (subbasin). Debit pencatatan yang berasal dari masing-masing subbasin hanya ada di Sungai Keduang. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat mengetahui potensi air total yang masuk ke waduk berdasarkan debit yang masuk dari masing-masing subbasin.

Metode Penelitian

Lokasi penelitian

Waduk Wonogiri berada di Desa Danuarjo, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis Bendungan Serbaguna Wonogiri berada pada koordinat 7� 50' 13,48" LS dan 110� 55' 42,95" BT. Peta lokasi Waduk Wonogiri dapat dilihat pada Gambar 1.

 

Gambar 1

Peta Lokasi Waduk Wonogiri (BBWSBS, 2020)

 

Waduk Wonogiri selesai dibangun pada tahun 1981 dan mulai beroperasi pada tahun 1982. Fungsi dari Waduk Wonogiri adalah untuk mereduksi debit banjir dari 4000 m3/ detik menjadi 400 m3/detik, mengaliri sawah seluas �30.000 hektar di Kabupaten Sukaharjo, Karanganyar, Sragen, Klaten dan Ngawi, Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) sebesar 12.4 MW, perikanan, dan pariwisata.

Pengumpulan data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder meliputi data curah hujan, data debit observasi, peta Digital Elevation Model (DEM), peta tutupan lahan, dan peta jenis tanah. Data curah hujan yang dipergunakan berasal� dari 7 Pos Curah Hujan (PCH) milik Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (BBWSBS) yang ada pada DTA Waduk Wonogiri dari tahun 2014 hingga tahun 2020. Terdapat 2 (dua) titik observasi yang digunakan dalam model HEC-HMS, yaitu titik observasi Ngadipiro yang berada di Sungai Keduang dan titik observasi Waduk Wonogiri. Pada titik observasi Ngadipiro menggunakan data debit pencatatan tahun 2014 hingga tahun 2020 pada Pos Duga Air (PDA) Ngadipiro, sedangkan pada titik observasi Waduk Wonogiri menggunakan debit pencatatan periode 2 mingguan yang diperoleh dari PJT-1 dari tahun 2014 hingga tahun 2020. Data curah hujan dan debit observasi digunakan sebagai masukan pada component time series data. Peta DEM diperoleh dari DEMNAS yang digunakan untuk proses delineasi pada DTA Waduk Wonogiri. Peta jenis tanah diperoleh dari FAO Digital Soil Map of the World (DSMW). Peta jenis tanah digunakan untuk perhitungan nilai maximum storage dan constant rate pada parameter loss. Peta tutupan lahan diperoleh dari portal Indonesia-geospasial yang digunakan untuk perhitungan parameter canopy dan kekedapan air (impervious).

Pemodelan HEC HMS

Dalam pemodelan menggunakan HEC-HMS memerlukan data masukan pada komponen model dan parameter model. Komponen model meliputi basin model, meteorologic model, time series data, dan control specification. Sedangkan parameter yang digunakan dalam pemodelan dapat dilihat pada Tabel 1.

 

Tabel 1

Parameter model HEC-HMS

Parameter

Metode

Canopy

Simple canopy

Surface

Simple surface

Loss

Deficit and constant

Transform

SCS unit hydrograph

Baseflow

Linear reservoir

Routing

Muskingum

 

1.     Parameter canopy

Perhitungan parameter canopy dalam model ini menggunakan metode simple canopy. Data masukan pada metode simple canopy berupa initial storage, maximum storage, crop coefficient, dan evapotranspiration. Nilai maximum storage diperoleh dari kapasitas kanopi berdasarkan jenis vegetasi sebagaimana Tabel 2.

 

Tabel 2

Kapasitas Kanopi Berdasarkan Jenis Vegetasi

Jenis Vegetasi

Kapasitas Kanopi (mm)

Tanaman Umum/tidak diketahui jenisnya

1,270

Rerumputan dan Pohon yang dapat gugur

2,032

Pepohonan dan Pohon Konifera

2,540

Sumber: Bennett (1998)

 

2.     Parameter surface

Metode yang digunakan dalam parameter surface adalah simple surface. Data masukan pada metode simple surface adalah initial storage dan maximum storage. Perhitungan initial storage diasumsikan 0, sedangkan nilai maximum storage diperoleh dari nilai kapasitas tampungan permukaan berdasarkan kemiringan lahan yang dapat dilihat pada Tabel 3.

 

 

 

 

 

 

Tabel 3

Kapasitas Tampungan Permukaan Berdasarkan Kemiringan Lahan

Deskripsi

Slope (%)

Kapasitas Tampugan Permukaan (mm)

Curam

>30

1,0

Sedang

5 � 30

12,7 � 6,4

Datar

0 � 5

50,8

Sumber: Bennett (1998)

3.     Parameter loss

Data masukan yang dibutuhkan pada loss methode adalah maximum storage, constant rate dan impervious area. Perhitungan maximum storage menggunakan Persamaan 1, sedangkan perhitungan constant rate menggunakan Persamaan 2 sebagai berikut:

 

���� (1)

������������� �������������� (2)

 

Dalam data tanah DSMW terdapat unit symbol yang terdiri dari komposisi tanah dominan dan beberapa tanah terkait beserta persentase komposisi tanah. Masing-masing komposisi tanah memiliki persentase kandungan lanau (silt), lempung (clay), dan pasir (sand) yang kemudian dikelompokkan berdasarkan Hidrologic Soil Group (HSG) menggunakan segitiga tekstur tanah USDA untuk memperoleh nilai rerata effective porosity, wilting point, dan� saturated hydraulic condustivity� pada masing-masing unit simbol tanah.

Nilai dari effective porosity, wilting point, dan saturated hydraulic conductivity masing-masing jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 4, sedangkan nilai impervious area atau daerah kedap air diperoleh berdasarkan jenis tutupan lahan� dapat dilihat pada Tabel 5.

 

Tabel 4

Nilai Effective Porosity, Wilting Point, dan Saturated Hydroulic Conductivity Berdasarkan Tekstur Tanah

Tekstur Tanah

Effective Porosity (in3/in3)

Wilting Point (in3/in3)

Saturated Hydraulic Conductivity (in/hr)

Sand

0,42

0,03

4,6

Loamy Sand

0,4

0,06

1,2

Sandy Loam

0,41

0,1

0,4

Loam

0,43

0,12

0,1

Silt Loam

0,49

0,13

0,3

Sandy Clay Loam

0,33

0,15

0,06

Clay Loam

0,31

0,2

0,04

Silty Clay Loam

0,43

0,21

0,04

Sandy Clay

0,32

0,2

0,02

Silty Clay

0,42

0,25

0,02

Clay

0,39

0,27

0,01

 

Tabel 5

Nilai Persentase Kedap Air (Impervious)

Tutupan Lahan

Persentase Kedap Air

Hutan

5%

Kebun Campuran

5%

Perkebunan

5%

Permukiman

30%

Sawah

5%

Semak/Belukar

5%

Tanah Terbuka

0%

Tegalan/Ladang

5%

Tubuh Air

100%

Permukiman

30%

Sawah

5%

Tegalan/Ladang

5%

Sumber: Tisnasuci dkk (2020)

 

4.     Parameter transform

Parameter transform menggunakan metode SCS Unit Hydrograph. Pada metode ini membutuhkan data masukan berupa lag time, yaitu tenggang waktu (tlag) yang dibutuhkan untuk merubah hujan menjadi debit limpasan. Perhitungan lag time (tlag) berdasarkan Feldman (2000) menggunakan Persamaan 3, sedangkan untuk perhitungan waktu konsentrasi (tc) menggunakan rumus Johnstone and Cross yang dikembangkan untuk luasan DTA antara 64,7 km2 sampai dengan 4206,1 km2 (Li & Chibber, 2008). Rumus perhitungan waktu konsentrasi dapat dilihat pada Persamaan 4.

�������������� ����������������������������������������������� (3)

������� ����������������������� ����������������������� (4)

Di mana L adalah panjang basin (mi), dan S adalah basin slope (ft/mi)

5.     Parameter baseflow

Metode perhitungan baseflow menggunakan linear reservoir. Isian yang dibutuhkan untuk metode linear reservoir adalah number of layers, initial discharge, initial type, GW initial, GW fraction, GW coefficient dan GW steps. Model diasumsikan memiliki 1 layer dan perhitungan GW coefficient menggunakan Persamaan 5.

������������������������������������������������� (5)

6.     Parameter routing

Metode yang dipergunakan dalam perhitungan parameter routing adalah Muskingum dengan masukan parameter X dan K. Parameter K menggambarkan lama pengaliran air pada saluran yang dapat diestimasi berdasarkan karakteristik sungai. Nilai parameter K dihitung menggunakan Persamaan 6, sedangkan parameter X nilai awal parameter 0,25.

����������������������������������������������������������������� (6)

Kinerja Model

Penyimpangan dalam sebuah proses simulasi tidak dapat dihindari karena adanya perbedaan parameter model dengan karakteristik yang ada. Oleh karena itu perlu dilakukan penilaian kinerja pada hasil model simulasi. Kinerja model diperoleh dari perbandingan antara hasil simulasi dengan data observasi berdasarkan kriteria statistik Coefficient of Determination (R2), Nash-Sutcliff Efficiency (NSE) dan percent bias (PBIAS).

Koefisien deteministik (R2) menggambarkan hubungan linier antara data pengamatan dan model. Sedangkan NSE merupakan sebaran normal yang menentukan jarak perbedaan antara pengukuran dan�� simulasi yang mengindikasikan seberapa dekat hasil pengukuran terhadap data simulasi atau mendekati garis 1:1. Kinerja model semakin bagus apabila nilai dari NSE mendekati 1. PBIAS digunakan untuk mengukur kecenderungan rata-rata data simulasi menjadi lebih besar atau lebih kecil dari yang diamati dalam persen (Moriasi, dkk. 2015). Perhitungan kriteria statistik tersebut menggunakan Persamaan 7 hingga 9.

��������������������������������� (7)

���� ����������� ����������������������������������� (8)

����������������������������������������������������������� (9)

Dimana Qo adalah debit observasi, �adalah rerata debit observasi, Qm adalah debit model, dan �adalah rerata debit model. Kriteria evaluasi kinerja model dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6

Kriteria Evaluasi Kinerja Model

Kriteria Evaluasi Kinerja

R2

NSE

PBIAS

Sangat Bagus

R2 > 0,85

NSE > 0,80

PBIAS �5

Bagus

0,75 < R2 <0,85

0,70< NSE <0,80

�5PBIAS�10

Memuaskan

0,6< R2 <0,75

0,50 < NSE < 0,70

�10PBIAS�15

Tidak Memuaskan

R2<0,6

NSE < 0,50

PBIAS ≥ �15

Sumber: Moriasi dkk.(2015)

Hasil dan Pembahasan

Penentuan batas (delineasi) DTA Waduk Wonogiri dalam studi ini menggunakan komponen basin model manager yang ada didalam HEC-HMS. Berdasarkan penelitian Al Amin, dkk� (2020) menunjukkan bahwa hasil delineasi HEC-HMS memiliki tingkat akurasi dan kualitas yang baik. Delineasi pada HEC-HMS menghasilkan elemen hidrologi berupa subbasin, reach, junction, dan sink dengan karakteristik yang diperoleh dari masukan terrain dari data DEM. Hasil delineasi DTA Waduk Wonogiri menggunakan HEC-HMS menghasilkan 10 subbasin dengan total luas area sebesar 1326,19 km2. Hasil delineasi menggunakan HEC-HMS dapat dilihat pada Gambar 2.

 

Gambar 2

Hasil Delineasi Menggunakan HEC-HMS

 

Karakterikstik subbasin yang dihasilkan dari hasil delineasi berisi longest flowpath, basin slope, basin relief, dan drainage density yang dapat dilihat pada Tabel 7. Sedangkan untuk karakteristik reach menghasilkan panjang sungai, kemiringan (slope) sungai, relief sungai dan sinuosity.yang dapat dilihat pada Tabel 8.

 

Tabel 7

Karakter Subbasin Hasil Delineasi HEC-HMS

Subbasin

Luas
(km2)

Longest Flowpath

Basin
Slope

Basin Relief
(m)

Relief Ratio

Elongation Ratio

Drainage Density (km/km2)

Length

Slope

WT-01

62,33

25,50

0,02

0,11

436459

0,02

0,35

0,23

WT-02

83,81

13,03

0,02

0,13

280759

0,02

0,34

0,28

WT-03

273,52

33,61

0,05

0,23

1716011

0,05

0,31

0,13

WU-01

269,72

52,24

0,02

0,22

1079867

0,02

0,36

0,14

WU-02

64,18

25,63

0,02

0,16

528357

0,02

0,35

0,13

WU-03

192,89

33,79

0,01

0,22

863389

0,03

0,46

0,10

WU-04

185,27

32,11

0,02

0,13

517872

0,02

0,48

0,07

WU-05

88,68

21,13

0,03

0,15

602420

0,03

0,50

0,11

WU-06

52,77

20,39

0,03

0,15

656513

0,03

0,40

0,11

WU-07

53,02

17,51

0,03

0,13

655191

0,04

0,47

0,12

Jumlah

1326,19

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tabel 8

Karakteristik Reach Hasil Delineasi HEC-HMS

Reach

Length (m)

Slope

Relief (m)

Sinuosity

K-01

9,83792

0,00058

5,67339

1,34034

K-02

4,31164

0,00427

18,41901

1,34537

K-03

8,1068

0,0035

28,3938

1,50337

W-01

6,32807

0,00047

2,99426

1,16511

W-02

5,95917

0,00002

0,14677

1,12815

W-03

6,37962

0,00001

0,05702

1,19403

 

Pemodelan HEC-HMS menghasilkan inflow harian yang kemudian dirubah menjadi periode setengah bulanan menyesuaikan periode operasi dari Waduk Wonogiri, Data inflow hasil model HEC-HMS kemudian dibandingkan dengan data debit pencatatan untuk menghitung kinerja hasil model pada masing-masing titik observasi, Perbandingan inflow rerata setengah bulanan pada titik observasi Ngadipiro dapat dilihat pada Gambar 3, sedangkan perbandingan inflow rerata setengah bulanan pada titik observasi Waduk Wonogiri dapat dilihat pada Gambar 4.

Debit hasil model pada titik observasi Ngadipiro dan Waduk Wonogiri memiliki kemiripan dengan debit observasi. Debit puncak keduanya terjadi pada periode yang sama, yaitu pada periode November II tahun 2017. Debit puncak hasil model pada titik observasi Ngadipiro adalah sebesar 63,23 m3/detik, lebih besar dari debit observasi sebesar 41,79 m3/detik. Sedangkan debit puncak hasil model pada titik observasi Waduk Wonogiri adalah sebesar 331,69 m3/detik dan debit observasi sebesar 257,45 m3/detik. Hal ini menunjukkan bahwa debit hasil model cenderung lebih besar jika dibandingkan dengan debit observasi.

 

Gambar 3

Perbandingan Inflow Rerata Setengah Bulanan Pada Titik Observasi Ngadipiro

Gambar 4

Perbandingan Inflow Rerata Setengah Bulanan Pada Titik Observasi Waduk Wonogiri

 

Untuk mengetahui apakah hasil model memiliki kemiripan atau kesesuaian dengan kondisi lapangan, perlu dilakukan penilaian terhadap kinerja model. Penilaian kinerja dilakukan dengan cara membandingkan debit hasil model dengan debit observasi berdasarkan parameter statistik R2, NSE, dan PBIAS. Kinerja hasil model HEC-HMS dapat dilihat pada Tabel 9.

 

Tabel 9

Kinerja Hasil Model

Parameter Statistik

Titik observasi Ngadipiro

Titik observasi

Waduk Wonogiri

Nilai

Kriteria

Nilai

Kriteria

R2

0,793

Bagus

0,803

Bagus

NSE

0,721

Bagus

0,792

Bagus

PBIAS

8,721 %

Bagus

0,122 %

Sangat bagus

 

Kinerja Model pada titik observasi Ngadipiro termasuk dalam kriteria bagus. Nilai dari parameter R2 sebesar 0,793 melebihi yang disyaratkan sebesar 0,6. Nilai parameter NSE sebesar 0,721 dari yang disyaratkan sebesar 0,5 dan parameter PBIAS sebesar 8,721 % dari yang di syaratkan lebih kecil dari 15%. Demikian juga hasil kinerja model pada titik observasi Waduk Wonogiri, nilai untuk parameter R2, NSE, dan PBIAS sudah memenuhi persyaratan. Parameter R2 dan NSE masuk dalam kriteria bagus dengan nilai 0,803 dan 0,792, sedangkan untuk parameter PBIAS masuk dalam kriteria sangat bagus dengan nilai 0,122%. Seperti halnya dari beberapa penelitian yang telah dilakukan dengan metode yang sama dan menghasilkan kinerja model yang cukup bagus, diantaranya oleh� Fadhilla dan Lasminto (2021), Sitti dan Faridah (2020) serta Ferdiansyah,dkk (2020). Dengan demikian, model HEC-HMS dapat digunakan untuk menghitung debit pada masing-masing subbasin yang ada pada DTA Waduk Wonogiri. Debit rerata setengah bulanan pada masing-masing subbasin dapat dilihat pada Gambar 5.

 

Gambar 5

Debit Rerata Tahunan Periode Setengah Bulanan Pada Masing-Masing Subbasin

 

Debit terbesar yang masuk ke Waduk Wonogiri berdasarkan model HEC-HMS berasal dari subbasin WU-1. Debit masing-masing subbasin mulai menunjukkan peningkatan pada awal musim hujan di bulan September periode II dan mencapai puncaknya pada bulan Januari periode II sebelum akhirnya mulai menurun hingga pada bulan Mei Periode I.

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa: 1). Hasil model HEC-HMS cukup baik dalam menggambarkan kondisi karakteristik dari DTA Waduk Wonogiri, sehingga model dapat digunakan untuk perhitungan debit pada masing-masing subbasin. 2). Inflow terbesar yang masuk ke Waduk Wonogiri berasal dari subbasin WU-1.

 

 


BIBLIOGRAFI

 

Al Amin, M. Baitullah, Toyfur, Mona Foralisa, Fransiska, Widya, & Marlina, Ayu. (2020). Delineasi DAS dan Elemen Model Hidrologi Menggunakan HEC-HMS Versi 4.4. Cantilever: Jurnal Penelitian Dan Kajian Bidang Teknik Sipil, 9(1), 33�38. https://doi.org/10.35139/cantilever.v9i1.37 Google Scholar

 

Bennett, Todd Howard. (1998). Development and application of a continuous soil moisture accounting algorithm for the Hydrologic Engineering Center Hydrologic Modeling System (HEC-HUMS). University of California, Davis. Google Scholar

 

Fadhilla, Irma Noor, & Lasminto, Umboro. (2021). Pemodelan Hujan-Debit DAS Kali Madiun Menggunakan Model HEC-HMS. Jurnal Aplikasi Teknik Sipil, 19(3), 361. https://doi.org/10.12962/j2579-891x.v19i3.9517 Google Scholar

 

Feldman, Arlen D. (2000). Hydrologic Modeling System Technical Reference Manual. Hydrologic Modeling System HEC-HMS Technical Reference Manual, (March), 148. Google Scholar

 

Ferdiansyah, Asep, Yuningsih, Sri Mulat, Ginanjar, Mirwan Rofiq, & Akrom, Isnan Fauzan. (2020). Potensi Debit Aliran Lokal Waduk Saguling Menggunakan Model Hujan Limpasan. Jurnal Sumber Daya Air, 16(1), 35�50. https://doi.org/10.32679/jsda.v16i1.606 Google Scholar

 

Li, Ming Han, & Chibber, Paramjit. (2008). Overland flow time of concentration on very flat terrains. Transportation Research Record, (2060), 133�140. https://doi.org/10.3141/2060-15 Google Scholar

 

Moriasi, D. N., Gitau, M. W., Pai, N., & Daggupati, P. (2015). Hydrologic and water quality models: Performance measures and evaluation criteria. Transactions of the ASABE, 58(6), 1763�1785. https://doi.org/10.13031/trans.58.10715 Google Scholar

 

Sarminingsih, A., Rezagama, A., & Ridwan. (2019). Simulation of rainfall-runoff process using HEC-HMS model for Garang Watershed, Semarang, Indonesia. Journal of Physics: Conference Series, 1217(1). https://doi.org/10.1088/1742-6596/1217/1/012134 Google Scholar

 

Sitti, Zulaeha, & Faridah, Sitti Nur. (2020). prediksi debit aliran sub das bantimurung HEC-HMS.pdf. Google Scholar

 

Tisnasuci, Ilya Dewanti, Sukmono, Abdi, & Hadi, Firman. (2020). Analisis Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan Daerah Aliran Sungai Bodri Terhadap Debit Puncak Menggunakan Metode Soil Conservation Service (Scs). Jurnal Geodesi Undip, 10(1). Google Scholar

 

 

�����������

Copyright holder:

Amir Hadziq Fahmi, Suripin, Dyah Ari Wulandari, Khoirul Murod (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: