Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 4, April
2022
PENGARUH
KUALITAS KEHIDUPAN KERJA TERHADAP
MOTIVASI KERJA ANGGOTA SATUAN RESERSE KRIMINAL POLRES METRO JAKARTA SELATAN
Alfred Sabungan Banjar Nahor, Basir S, Anggi Aulina Harahap
Kajian Ilmu Kepolisian, Sekolah Kajian Stratejik
dan Global Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia
Email: [email protected],
[email protected], [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh antara kualitas kehidupan kerja terhadap motivasi kerja anggota Satuan
Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan. Penelitian
ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan metode survei, dimana jumlah responden
dalam penelitian ini terdiri dari
134 anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan. Pengambilan
sampel dengan menggunakan metode sampel jenuh dimana
seluruh populasi dijadikan sampel dalam penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan
kuesioner yang dibagikan kepada responden. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa (1) terdapat hubungan yang sangat kuat antara kualitas
kehidupan kerja dengan motivasi kerja anggota Satuan
Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan, dimana
hubungan antara kedua variabel adalah positif; (2) persentase sumbangan pengaruh kualitas kehidupan kerja yang terdiri dari supervisi,
upah dan insentif, pekerjaan sebagai hadiah, pekerjaan menantang, pekerjaan menarik, dan kondisi lingkungan kerja secara simultan terhadap motivasi kerja anggota Satuan
Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan adalah
sebesar 82,1%.
Kata Kunci:� kualitas kehidupan kerja; motivasi kerja; satuan reserse kriminal; polres metro jakarta selatan
Abstract
This study aims to determine whether there is an influence
between the quality of work life on the work motivation of members of the South
Jakarta Metro Police Criminal Investigation Unit. This study uses a
quantitative approach using a survey method, where the number of respondents in
this study consisted of 134 members of the South Jakarta Metro Police Criminal
Investigation Unit. Sampling using the saturated sample method where the entire
population is sampled in the study. The data collection technique used in this
research is to use a questionnaire distributed to respondents. From the results
of the study, it was found that (1) there is a very strong relationship between
the quality of work life and the work motivation of members of the South
Jakarta Metro Police Criminal Investigation Unit, where the relationship
between the two variables is positive; (2) the percentage of the influence of
the quality of work life which consists of supervision, wages and incentives,
work as a reward, challenging work, interesting work, and working environment
conditions simultaneously on the work motivation of members of the South
Jakarta Metro Police Criminal Investigation Unit is 82.1%.
Keywords: quality of work life; work
motivation; criminal investigation unit; south jakarta
metropolitan police
Pendahuluan
Motivasi telah lama menjadi
tugas dalam managemen. Salah satu masalah yang dihadapi oleh
manager, yang dalam hal ini adalah kepala
kesatuan kerja, adalah bagaimana memperbaiki motivasi anggota dalam pelaksanaan
tugasnya. Upaya-upaya pun banyak yang dilakukan melalui pemberian insentif atau tunjangan.
Pada situasi tertentu cara ini mungkin
berhasil meningkatkan motivasi anggota. Namun pada sisi lain, kebijakan itu bukan
memberikan solusi terhadap motivasi karena masih banyak
faktor lain yang dapat memberikan kepuasan bagi sebagian anggota.
Berbagai hasil penelitian menyimpulkan bahwa motivasi akan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja, dan penurunan tingkat perputaran serta absensi kerja
(Bangun, 2012).
Berbagai permasalahan motivasi yang dihadapi oleh banyak organisasi hanya untuk memecahkan
permasalahan jangka pendek saja. Menurunnya
semangat kerja merupakan ciri dari kurangnya motivasi yang dirasakan oleh kebanyakan pekerja.
Kinerja individu merupakan sesuatu yang bersifat dinamis (bukan statis) dalam artian dapat
meningkat atau menurun. Kinerja individu yang dinamis akan bersinergi
menjadi kinerja unit ataupun kinerja organisasi. Kondisi yang sinergi tersebut memungkinkannya suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara maksimal. Untuk mencapai kinerja yang ditetapkan, manager perlu mengetahui terlebih dulu apa yang menimbulkan
dorongan dan kebutuhan para
pekerjanya, karena keberhasilan manager ditentukan
oleh hasil pelaksanaan tugas yang telah dilakukan pekerja dengan baik.��
Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai sebuah institusi pemerintahan tidak terlepas dari pengaruh lingkungan
politik, ekonomi, sosial budaya, dan hukum nasional serta lingkungan regional dan
global. Polri dituntut untuk mampu menyesuaikan
diri dengan perkembangan lingkungan terutama dalam memecahkan persoalan-persoalan baik yang berasal dari internal maupun eksternal. Satuan reserse kriminal adalah salah satu fungsi dalam kepolisian
yang tugas dan perannya
sangat penting. Satuan Reserse Kriminal merupakan
ujung tombak dalam pilar penegakan hukum di Indonesia guna dapat mewujudkan rasa keadilan dan kepastian hukum dalam masyarakat.
Oleh karena itu diperlukan pelaksana-pelaksana
yang handal serta mampu mengatasi tantangan dan beban tugas seiring dengan
perkembangan dinamika masyarakat dan perubahan-perubahan
hukum yang akan terjadi.
Tuntutan masyarakat terhadap
peningkatan kinerja Polri khususnya di Fungsi Teknis Reserse Kriminal (Reskrim) semakin tinggi dan menghadapi tantangan lebih besar yaitu
akuntabilitas, transparansi
dan penghormatan HAM sehingga
pola konvensional pengembangan kompetensi tidak lagi mengikuti
perkembangan dinamika sosial yang ada (Sembiring, Nimran, Astuti, & Utami, 2020).
Hal ini dapat dilihat dengan tingkat pengaduan masyarakat terhadap kinerja penyidik reserse kriminal yang bahkan
melewati angka 80% dari total pengaduan (komplain) terhadap kinerja Polri. Berdasarkan pengaduan masyarakat yang diterima oleh Polri pada tahun 2019, diterima
sebanyak 1.212 surat pengaduan dari masyarakat, dengan komposisi 318 tidak berkadar pengawasan dan 893 berkadar pengawasan. Dari 893
pengaduan yang berkadar pengawasan yang diterima Polri, mayoritas warga mengeluhkan pelayanan satuan reserse, tercatat sebanyak 776 (atau 86%) surat berisi pengaduan terhadap pelaksanaan tugas fungsi reserse.
Proses penyidikan yang dilakukan oleh Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan dilakukan
secara maksimal meskipun hasilnya belum dapat dikatakan
memuaskan. Hal ini dikarenakan adanya kendala internal yang berkait dengan sumber daya
organisasi yang tidak mampu mendukung sepenuhnya terhadap proses penyidikan. Kinerja Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan saat ini berkait
dengan sistem dan metode yang telah disusun dalam rangka
pelaksanaan penegakan hukum, yang dapat digambarkan pada tabel berikut:
Tabel 1
Data Penanganan Perkara 2019-2020
Nomor |
Tahun |
Crime Total (CT) |
Crime Clereance (CC) |
Persentase |
1. |
2019 |
1.581 |
710 |
44,91% |
2. |
2020 |
2.024 |
406 |
20,06% |
� �����Sumber: Satuan Reskrim
Polrestro Jaksel, 2021
Dari tabel diatas terlihat
bahwa beban tugas anggota satuan
reserse kriminal Polres Jakarta Selatan setiap tahunnya semakin bertambah dengan melihat jumlah Crime Total (CT) pada tabel diatas, bahkan
ditambah lagi dengan perkara-perkara tunggakan pada tahun-tahun
sebelumnya yang masih tetap menjadi beban
anggota satuan Reserse Kriminal Polres
Metro Jakarta Selatan yang terus bertambah
setiap tahunnya. Dengan kondisi beban pekerjaan yang semakin berat setiap
tahunnya, diperlukan suatu kondisi kehidupan
kerja yang berkualitas sehingga setiap anggota termotivasi untuk menghadapi beban pekerjaan tersebut.
Luthans (2005: 270) mendefinisikan motivasi sebagai proses yang dimulai
dengan defisiensi fisiologis atau psikologis yang menggerakkan perilaku atau dorongan
yang ditujukan untuk tujuan atau insentif.
Wibowo (2007: 379) mendefinisikan motivasi sebagai dorongan terhadap serangkaian proses perilaku manusia pada pencapaian tujuan, yang memiliki elemen yang terdiri dari unsur
membangkitkan, mengarahkan,
menjaga, menunjukkan intensitas, bersifat terus menerus dan adanya tujuan. Menurut Bangun (2012: 313) bahwa motivasi dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan
untuk mempengaruhi orang
lain agar berperilaku secara
teratur. Motivasi merupakan tugas bagi manager untuk mempengaruhi orang lain dalam suatu perusahaan. Dari batasan pengertian motivasi diatas terlihat bahwa ada tiga hal
yang termasuk didalamnya yaitu upaya, tujuan
organisasi dan kebutuhan.
Menurut Devadass (2011)
bahwa motivasi para pekerja dipengaruhi oleh beberapa variabel kunci seperti karakteristik
pekerjaan, pelatihan managemen, karakteristik pekerja dan kondisi lingkungan kerja. Faktor kondisi individu terdiri dari keterampilan, kompetensi pekerjaan, kepribadian, mood,
nilai-nilai yang dianut. Sedangkan faktor situasi pekerjaan yaitu latar belakang
fisik, desain pekerjaan, pengupahan, norma sosial, budaya
organisasi. Victor Vroom dalam
Bangun (2012: 323) mengatakan bahwa motivasi seseorang mengarah pada hasil bagi seseorang tersebut. Teori pengharapan berargumen bahwa para karyawan menentukan terlebih dahulu tingkah laku apa yang dilaksanakan
dan nilai yang diperoleh atas perilaku tersebut.
Teori ini berpendapat bahwa seseorang akan termotivasi untuk melakukan sesuatu dalam hal mencapai
tujuan apabila mereka yakin bahwa
tingkah laku mereka mengarah pada pencapaian tujuan tersebut.
Teori pengharapan mempunyai tiga komponen utama,
antara lain: (1) Harapan akan prestasi (Expectancy) yaitu
suatu kesempatan yang diperkirakan terjadi atas perilaku. Harapan ini akan berpengaruh
pada keputusan mereka tentang cara bertingkah
laku. Harapan akan berkisar antara nilai negatif (sangat tidak diinginkan) sampai dengan nilai
positif (sangat diinginkan).
Harapan negatif menunjukkan
tidak ada kemungkinan sesuatu hasil akan muncul
sebagai akibat dari tindakan tertentu,
bahkan hasilnya bisa lebih buruk.
Harapan positif menunjukkan
kepastian bahwa hasil tertentu akan muncul sebagai
konsekuensi dari suatu tindakan atau perilaku. (2) Nilai (Valence), merupakan nilai
positif atau negatif dari hasil
perilaku tertentu. Suatu intensitas kebutuhan untuk mencapai hasil, berkenaan dengan preferensi hasil yang dapat dilihat oleh setiap individu. Bagi seorang individu,
perilaku tertentu mempunyai nilai tertentu. Suatu hasil mempunyai valensi positif apabila dipilih, tetapi sebaliknya mempunyai valensi negatif jika tidak
dipilih. (3) Pertautan (Instrumentaly),
yaitu besarnya kemungkinan bila bekerja secara efektif, apakah akan terpenuhi keinginan dan kebutuhan tertentu yang diharapkannya. Indeks yang merupakan tolok ukur berapa
besarnya organisasi akan memberikan penghargaan atas hasil usahanya untuk pemuasan kebutuhannya.
Kualitas kehidupan kerja (Quality of Work Life) adalah
kondisi dan karakteristik pekerjaan yang berkontribusi terhadap motivasi dan kepuasan kerja (Walton, 1973 dalam Baleghizadeh & Gordani, (2012).
Konsep kualitas kehidupan kerja sedang menjadi masalah sosial yang penting di seluruh dunia yang selama ini lebih
menekankan masalah terkait kualitas kehidupan pribadi. Saat ini kualitas
kehidupan kerja merupakan konsep yang bersifat multidimensional yang disertai
konsep-konsep seperti keamanan kerja, sistem pemberian reward, kesempatan promosi dan keterlibatan dalam proses pembuatan keputusan. Kualitas kehidupan kerja mewakili budaya organisasi atau gaya managemen
dimana pekerja merasa lebih bertanggung
jawab dan berharga dalam suatu organisasi
(Luthans, 2005). Menurut Winardi (2001: 244) bahwa kualitas kehidupan kerja seorang individu telah dikaitkan dengan banyak macam
perilaku di tempat kerja dan di luar kerja. Perbaikan-perbaikan misalnya, dalam kualitas kehidupan kerja dapat menyebabkan
timbulnya perasaan lebih positif terhadap
diri sendiri (penghargaan diri meningkat), terhadap pekerjaan yang dilaksanakan (meningkatnya kepuasan kerja dan keterlibatan) dan terhadap organisasi (komitmen lebih kuat terhadap tujuan-tujuan
organisasi). Kualitas kehidupan
kerja menurut Nawawi (2006: 34-37) terdiri dari enam
unsur, antara lain : Supervisi yang Baik,
Upah dan Insentif yang Baik, Pekerjaan yang Dirasakan
sebagai Hadiah, Pekerjaan yang Menantang, Pekerjaan yang Menarik,
dan Kondisi Lingkungan Kerja
yang Baik.
Menurut Cunningham
dan Eberle (1990) dalam Nanjundeswaraswamy & Swamy (2012)
bahwa elemen-elemen yang relevan bagi kualitas
kehidupan kerja adalah tugas, fisik
lingkungan kerja, lingkungan sosial dalam organisasi, sistem administratif, dan hubungan antara kehidupan luar dan dalam pekerjaan.� Menurut Siagian (2005: 215-217) bahwa ada delapan
kategori sebagai kerangka untuk melakukan analisis tentang kualitas kehidupan kerja, yaitu imbalan yang memadai
dan adil; kondisi dan lingkungan pekerjaan yang aman dan sehat; adanya kesempatan
untuk segera menggunakan dan mengembangkan kemampuan; kesempatan berkembang
dan keamanan berkarya di
masa depan; integrasi sosial
dalam lingkungan kerja; ketaatan pada berbagai
ketentuan formal dan normatif; keseimbangan antara
kehidupan kerja dan kehidupan pribadi; dan relevansi sosial
kehidupan kerja. Bahwa melalui program kualitas kehidupan kerja setiap karyawan
dibina agar memiliki persepsi yang tepat tentang berbagai aspek sosial organisasional.
Kualitas Kehidupan Kerja
yang baik dapat membangkitkan motivasi kerja dan kinerja pekerja dalam upaya
mencapai tujuan organisasi dengan lebih baik. Namun,
ketika sebuah organisasi tidak mampu menerapkan kualitas kehidupan kerja yang baik, maka akan sulit
bagi organisasi untuk membangkitkan
semangat kerja anggota terhadap organisasinya. Oleh karena
itu perlu dibahas komponen kualitas kehidupan kerja terhadap
motivasi kerja anggota anggota satuan
reserse kriminal Polres
Metro Jakarta Selatan. Dengan demikian,
hasil yang diperoleh menjadi informasi bagi peningkatan motivasi yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas kinerja organisasi Dalam penelitian ini akan dilihat hubungan
serta pengaruh antara kualitas kehidupan kerja terhadap motivasi kerja anggota, untuk dijadikan pedoman dalam memberikan
umpan balik (feed back) dalam meningkatkan kinerja fungsi teknis reserse di Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan sesuai dengan harapan
masyarakat. Dibawah ini digambarkan kerangka berpikir dalam penelitian:
Gambar 1
Kerangka Berpikir Penelitian
Hipotesis
dalam suatu penelitian berarti jawaban sementara penelitian, patokan duga, atau dalil
sementara, yang kebenarannya
akan dibuktikan dalam penelitian tersebut. Setelah melalui membuktikan dari hasil penelitian,
maka hipotesis ini dapat benar
atau salah, dan diterima atau ditolak. Hipotesis dalam
penelitian ini adalah :
H0 : Tidak terdapat pengaruh antara Kualitas Kehidupan Kerja terhadap Motivasi Kerja Anggota Satuan Reserse Kriminal Polres
Metro Jakarta Selatan.
H1 : pengaruh antara Kualitas Kehidupan Kerja terhadap Motivasi Kerja Anggota Satuan Reserse Kriminal Polres
Metro Jakarta Selatan.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian penjelasan (eksplanatory)
dengan menggunakan pendekatan
kuantitatif yang bertujuan untuk menguji pengaruh
kualitas kehidupan kerja terhadap motivasi. Metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
survei. Populasi dalam penelitian ini adalah anggota
Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan yang berjumlah 134 orang. Teknik
penarikan sampel dilakukan dengan metode sensus dalam
artian seluruh populasi dalam penelitian ini akan menjadi sampel
penelitian yaitu seluruh anggota Satuan Reserse Kriminal Polres
Metro Jakarta Selatan sejumlah 134 orang (sampel jenuh).
Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis dalam penelitian ini adalah menggunakan
kuesioner sebanyak 57 pernyataan dengan model skala Likert yang disebarkan kepada 134 anggota Satuan Reserse Kriminal Polres
Metro Jakarta Selatan. Kuesioner yang digunakan untuk mengukur kualitas kehidupan kerja diadaptasi dari teori dari Nawawi (2006)
tentang enam dimensi pembentuk kualitas kehidupan kerja yaitu Supervisi yang Baik,
Upah dan Insentif yang Baik, Pekerjaan yang Dirasakan
sebagai Hadiah, Pekerjaan yang Menantang, Pekerjaan yang Menarik,
dan Kondisi Lingkungan Kerja
yang Baik. Untuk
mengukur motivasi kerja, peneliti menggunakan kuesioner yang dikembangkan dari teori motivasi Vroom (2012) yang menyatakan bahwa seseorang akan termotivasi untuk melakukan sesuatu dalam hal
mencapai tujuan apabila mereka yakin bahwa tingkah
laku mereka mengarah pada pencapaian tujuan tersebut dengan tiga
komponen utama yaitu harapan akan prestasi, nilai, dan pertautan. Kuesioner kualitas kehidupan kerja terdiri dari 34 item yang telah valid dan reliabel (taraf signifikansi
α = 0,05 dengan nilai Alpha Cronbach sebesar 0,739) sebelum pengumpulan data, sedangkan motivasi kerja terdiri dari 23 item yang telah valid dan reliabel (taraf signifikansi
α = 0,05 dengan nilai Alpha Cronbach sebesar
0,748). Penelitian ini
menggunakan alat analisis SPSS untuk menguji normalitas,
homoskedastisitas, linieritas,
pengujian korelasi, analisis regresi berganda, Uji simultan
(Uji F), serta Koefisien determinasi
(R2).
Hasil Dan
Pembahasan
Dalam penelitian ini terdiri dari dua
perangkat data, yakni (1)
data kualitas kehidupan kerja dan (2) data motivasi kerja, untuk menjawab
permasalahan pokok dalam penelitian ini yakni apakah
terdapat pengaruh dan hubungan antara kualitas kehidupan kerja terhadap motivasi kerja.
Variabel kualitas kehidupan
kerja diukur dengan menggunakan kuesioner model skala Likert dengan skor antara
1 sampai 5. Skor terendah menunjukkan kecenderungan kualitas kehidupan kerja yang lemah dan skor tertinggi menunjukkan kecenderungan kualitas kehidupan kerja yang kuat. Skor yang dihasilkan dari 34 butir pernyataan kuesioner mencakup skor terendah 34 (34 x 1) dan skor tertinggi adalah 170 (34 x 5). Kecenderungan
variabel ditetapkan dengan kategori penilaian yang dibagi dengan 5 skala interval. Sebaran data kualitas kehidupan kerja terdapat pada tabel distribusi frekuensi yang diilustrasikan pada tabel berikut :
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Skor Kualitas
Kehidupan Kerja
No |
Kelas |
Frekuensi |
Frek Rel |
Frek Kum |
FK (%) |
1 |
107 -
114 |
1 |
0,75 |
1 |
0,75 |
2 |
115 - 122 |
4 |
2,99 |
5 |
3,73 |
3 |
123 -
130 |
9 |
6,72 |
14 |
10,45 |
4 |
131 - 138 |
20 |
14,93 |
34 |
25,37 |
5 |
139 -
146 |
42 |
31,34 |
76 |
56,72 |
6 |
147 - 154 |
35 |
26,12 |
111 |
82,84 |
7 |
155 -
162 |
13 |
9,70 |
124 |
92,54 |
8 |
163 - 170 |
10 |
7,46 |
134 |
100,00 |
Total |
134 |
100 |
|
|
Sumber : Kuesioner
Berdasarkan tabel di atas,
diketahui bahwa responden yang paling banyak berada dalam rentang
skor 139 - 146 sebanyak 42
orang atau 56,72%, sedangkan
yang paling sedikit berada dalam rentang skor
107 � 114 sebanyak 1 orang atau
0,75%. Selanjutnya setelah diketahui persentase rata-rata dari indikator, hasilnya dikonsultasikan dengan kategori dibawah ini :
Tabel 3
Persentase Kategori
No |
Persentase |
Kategori |
1 |
0 - 20 |
Sangat Kurang |
2 |
21 -
40 |
Kurang
|
3 |
41 - 60 |
Sedang |
4 |
61 -
80 |
Baik |
5 |
81 - 100 |
Sangat Baik |
�� ����������������������� ��� ������Sumber: Arikunto,
2009
Persentase tiap indikator
dari variabel kualitas kehidupan kerja dapat dilihat
pada tabel dibawah ini :
Tabel 4
Kualitas Kehidupan Kerja
No |
Indikator |
% |
Keterangan |
1 |
Supervisi |
84,86 |
Sangat Baik |
2 |
Upah dan Insentif |
84,00 |
Sangat Baik |
3 |
Pekerjaan sebagai Hadiah |
82,84 |
Sangat Baik |
4 |
Pekerjaan Menantang |
85,02 |
Sangat Baik |
5 |
Pekerjaan Menarik |
83,92 |
Sangat Baik |
6 |
Kondisi Lingkungan Kerja |
87,04 |
Sangat Baik |
Rata-rata Variabel
Kualitas Kehidupan Kerja |
85,02 |
Sangat Baik |
Sumber: Data Primer
Berdasarkan keterangan diatas,
maka gambaran umum tentang kualitas
kehidupan kerja berdasarkan persepsi responden masuk kedalam kategori sangat baik, dengan indikator
kondisi lingkungan kerja dengan tingkat
persentase tertinggi yaitu sebesar 87,04% sedangkan indikator pekerjaan sebagai hadiah dengan tingkat
persentase terendah yaitu sebesar 82,84%. Untuk melihat
skor responden variabel kualitas kehidupan kerja dapat diuraikan sebagai berikut:
Di bawah ini disajikan
skor pernyataan-pernyataan dari responden tentang indikator Supervisi :
Tabel 5
Skor
Indikator Supervisi
No |
Indikator |
Butir |
Skala |
Skor |
% |
Mean |
||||
5 |
4 |
3 |
2 |
1 |
||||||
1 |
Supervisi |
6 |
69 |
54 |
11 |
0 |
0 |
594 |
88,66 |
4,43 |
8 |
80 |
47 |
7 |
0 |
0 |
609 |
90,90 |
4,54 |
||
9 |
64 |
63 |
7 |
0 |
0 |
593 |
88,51 |
4,43 |
||
11 |
33 |
89 |
8 |
4 |
0 |
553 |
82,54 |
4,13 |
||
29 |
33 |
85 |
14 |
2 |
0 |
551 |
82,24 |
4,11 |
||
33 |
29 |
81 |
24 |
0 |
0 |
541 |
80,75 |
4,04 |
||
34 |
27 |
86 |
18 |
3 |
0 |
539 |
80,45 |
4,02 |
||
Rata-rata
indikator Supervisi |
3980 |
84,86 |
4,24 |
�� � �������Sumber: Data Primer
Dari Tabel 5 terlihat bahwa skor rata-rata sebesar 84,86%, sehingga dapat dikatakan bahwa indikator Supervisi yang dimiliki oleh anggota termasuk kedalam kategori sangat baik. Dari data tersebut, aspek atasan melakukan
supervisi dalam jangka waktu tertentu
secara periodik kepada setiap anggotanya
mendapatkan skor paling rendah yaitu sebesar
80,45% (pernyataan 34), sedangkan
aspek atasan melakukan penilaian kinerja secara jujur merupakan aspek yang memiliki skor yang paling tinggi dari indikator kualitas kehidupan kerja yaitu sebesar
90,90% (pernyataan 8).
Dibawah ini disajikan skor pernyataan-pernyataan dari responden tentang Upah dan Insentif yang dapat dilihat dibawah ini :
Tabel 6
Skor Indikator
Upah dan Insentif
No |
Indikator |
Butir |
Skala |
Skor |
% |
Mean |
||||
5 |
4 |
3 |
2 |
1 |
||||||
2 |
Upah dan Insentif |
1 |
79 |
52 |
3 |
0 |
0 |
612 |
91,34 |
4,57 |
15 |
52 |
66 |
16 |
0 |
0 |
572 |
85,37 |
4,27 |
||
16 |
52 |
62 |
20 |
0 |
0 |
568 |
84,78 |
4,24 |
||
23 |
74 |
51 |
9 |
0 |
0 |
601 |
89,70 |
4,49 |
||
31 |
41 |
72 |
18 |
3 |
0 |
553 |
82,54 |
4,13 |
||
32 |
13 |
64 |
37 |
19 |
1 |
471 |
70,30 |
3,51 |
||
Rata-rata
indikator Upah dan Insentif |
3377 |
84,00 |
4,20 |
Sumber: Data Primer
Dengan skor rata-rata yang diperoleh
sebesar 84,00%, dapat dikatakan bahwa indikator Upah dan Insentif dari anggota
Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan sudah sangat baik. Dari data tersebut, aspek gaji yang diberikan setiap bulan yang sesuai dengan kebutuhan
sehari-hari mendapatkan skor paling rendah yaitu diantara skor aspek lain dari indikator upah dan insentif yaitu sebesar 70,30% (pernyataan 32), sedangkan aspek adanya kesempatan
untuk melanjutkan jenjang karier mendapatkan skor yang paling tinggi yaitu sebesar
91,34% (pernyataan 1).
Dibawah ini disajikan skor pernyataan-pernyataan dari responden tentang indikator Pekerjaan sebagai Hadiah. Skor pernyataan tentang Pekerjaan sebagai Hadiah sebagai indikator dari kualitas kehidupan
kerja dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 7
Skor Indikator
Pekerjaan Sebagai Hadiah
No |
Indikator |
Butir |
Skala |
Skor |
% |
Mean |
||||
5 |
4 |
3 |
2 |
1 |
||||||
3 |
Pekerjaan Sebagai Hadiah |
14 |
44 |
83 |
6 |
1 |
0 |
572 |
85,37 |
4,27 |
21 |
42 |
77 |
14 |
1 |
0 |
562 |
83,88 |
4,19 |
||
25 |
43 |
77 |
12 |
2 |
0 |
563 |
84,03 |
4,20 |
||
28 |
29 |
72 |
24 |
9 |
0 |
523 |
78,06 |
3,90 |
||
Rata-rata
indikator Pekerjaan sebagai Hadiah |
2220 |
82,84 |
4,14 |
���� ��Sumber: Data Primer
Dengan skor rata-rata yang diperoleh
sebesar 82,84%, dapat dikatakan bahwa indikator Pekerjaan sebagai Hadiah dari anggota Satuan
Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan sudah sangat baik. Dari data tersebut, aspek pekerjaan yang ada memberikan waktu/kesempatan untuk bersama (komunikasi) dengan keluarga mendapatkan skor paling rendah diantara skor aspek lain dari indikator pekerjaan sebagai hadiah yaitu sebesar
78,06% (pernyataan 28), sedangkan
aspek kesempatan untuk mengikuti pelatihan/pendidikan kejuruan mendapatkan skor yang paling tinggi yaitu sebesar 85,37% (pernyataan 14).
Dibawah ini disajikan skor pernyataan-pernyataan dari responden tentang Pekerjaan Menantang. Skor pernyataan tentang Pekerjaan Menantang sebagai indikator dari kualitas kehidupan kerja dapat dilihat
pada tabel dibawah ini :
Tabel 8
Skor Indikator
Pekerjaan Menantang
No |
Indikator |
Butir |
Skala |
Skor |
% |
Mean |
||||
5 |
4 |
3 |
2 |
1 |
||||||
4 |
Pekerjaan Menantang |
3 |
43 |
88 |
3 |
0 |
0 |
576 |
85,97 |
4,30 |
12 |
23 |
103 |
7 |
1 |
0 |
550 |
82,09 |
4,10 |
||
20 |
52 |
78 |
3 |
1 |
0 |
583 |
87,01 |
4,35 |
||
Rata-rata
indikator Pekerjaan Menantang |
1709 |
85,02 |
4,25 |
Sumber: Data Primer
Dengan skor rata-rata yang diperoleh
sebesar 85,02%, dapat dikatakan bahwa indikator Pekerjaan Menantang yang diberikan terhadap anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan sudah sangat baik. Dari data tersebut, aspek dalam pelaksanaan tugas anggota dituntut
untuk mencapai visi dan misi organisasi
mendapatkan skor paling rendah diantara skor aspek lain dari indikator pekerjaan menantang yaitu sebesar 82,09% (pernyataan 12), sedangkan aspek pekerjaan yang dilakukan sangat bermanfaat bagi orang lain mendapatkan skor yang paling tinggi yaitu sebesar 87,01% (pernyataan 20).
Dibawah ini disajikan skor pernyataan-pernyataan dari responden tentang Pekerjaan Menarik. Skor pernyataan tentang Pekerjaan Menarik sebagai indikator dari kualitas kehidupan kerja dapat dilihat
pada tabel dibawah ini :
Tabel 9
Skor Indikator
Pekerjaan Menarik
No |
Indikator |
Butir |
Skala |
Skor |
% |
Mean |
||||
5 |
4 |
3 |
2 |
1 |
||||||
5 |
Pekerjaan Menarik |
22 |
44 |
76 |
14 |
0 |
0 |
566 |
84,48 |
4,22 |
24 |
52 |
78 |
3 |
1 |
0 |
583 |
87,01 |
4,35 |
||
27 |
26 |
91 |
16 |
1 |
0 |
544 |
81,19 |
4,06 |
||
30 |
29 |
96 |
9 |
0 |
0 |
556 |
82,99 |
4,15 |
||
Rata-rata
Pekerjaan Menarik |
2249 |
83,92 |
4,20 |
Sumber: Data Primer
Dengan skor rata-rata yang diperoleh
sebesar 83,92%, dapat dikatakan bahwa indikator Pekerjaan Menarik yang diberikan terhadap anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan sudah sangat baik. Dari data tersebut, aspek pekerjaan yang dilakukan anggota dipandang penting oleh orang banyak mendapatkan skor paling rendah diantara skor aspek lain dari indikator pekerjaan menarik yaitu sebesar 81,19% (pernyataan 27), sedangkan aspek kejelasan tugas dan tanggung jawab dalam pekerjaan
mendapatkan skor yang
paling tinggi yaitu sebesar 87,01% (pernyataan 24).
Dibawah ini disajikan skor pernyataan-pernyataan dari responden tentang Kondisi Lingkungan Kerja. Skor pernyataan tentang Kondisi Lingkungan Kerja sebagai indikator
dari kualitas kehidupan kerja dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 10
Skor Indikator
Kondisi Lingkungan Kerja
No |
Indikator |
Butir |
Skala |
Skor |
% |
Mean |
||||
5 |
4 |
3 |
2 |
1 |
||||||
6 |
Kondisi Lingkungan Kerja |
2 |
75 |
57 |
2 |
0 |
0 |
609 |
90,90 |
4,54 |
4 |
77 |
54 |
2 |
1 |
0 |
609 |
90,90 |
4,54 |
||
5 |
31 |
90 |
12 |
1 |
0 |
553 |
82,54 |
4,13 |
||
7 |
103 |
31 |
0 |
0 |
0 |
639 |
95,37 |
4,77 |
||
10 |
31 |
81 |
20 |
2 |
0 |
543 |
81,04 |
4,05 |
||
13 |
56 |
73 |
4 |
1 |
0 |
586 |
87,46 |
4,37 |
||
17 |
41 |
89 |
4 |
0 |
0 |
573 |
85,52 |
4,28 |
||
18 |
48 |
75 |
10 |
1 |
0 |
572 |
85,37 |
4,27 |
||
19 |
40 |
89 |
5 |
0 |
0 |
571 |
85,22 |
4,26 |
||
26 |
56 |
64 |
13 |
1 |
0 |
577 |
86,12 |
4,31 |
||
Rata-rata
indikator Kondisi Lingkungan Kerja |
5832 |
87,04 |
4,35 |
Sumber: Data Primer
Dengan skor rata-rata yang diperoleh
sebesar 87,04%, dapat dikatakan bahwa indikator Kondisi Lingkungan Kerja yang diberikan terhadap anggota Satuan Reserse Kriminal Polres
Metro Jakarta Selatan sudah sangat baik. Dari data tersebut, aspek kepedulian atasan terhadap masalah pribadi anggota mendapatkan skor paling rendah diantara skor aspek
lain dari indikator kondisi lingkungan kerja yaitu sebesar
81,04% (pernyataan 10), sedangkan
aspek komunikasi diantara rekan kerja dan tersedianya fasilitas / peralatan / perlengkapan kerja mendapatkan skor yang paling tinggi yaitu sebesar
90,90% (pernyataan 2 dan 4).
Variabel Motivasi Kerja
diukur dengan menggunakan kuesioner model skala Likert dengan skor antara 1 sampai
5. Skor terendah menunjukkan
kecenderungan motivasi kerja yang lemah dan skor tertinggi menunjukkan kecenderungan motivasi kerja yang kuat. Skor yang dihasilkan dari 23 butir pernyataan
kuesioner mencakup skor terendah 23 (23 x 1) dan skor tertinggi adalah 115 (23 x 5). Kecenderungan
variabel ditetapkan dengan kategori penilaian yang dibagi dengan 5 skala interval. Sebaran data motivasi kerja terdapat pada tabel distribusi frekuensi yang diilustrasikan pada
tabel berikut :
Tabel 11
Distribusi Frekuensi Skor Motivasi
Kerja
No |
Kelas |
Frekuensi |
Frek Rel |
Frek Kum |
FK
(%) |
1 |
63-69 |
2 |
1,49 |
2 |
1,49 |
2 |
70-76 |
7 |
5,22 |
9 |
6,72 |
3 |
77-83 |
8 |
5,97 |
17 |
12,69 |
4 |
84-90 |
42 |
31,34 |
59 |
44,03 |
5 |
91-97 |
35 |
26,12 |
94 |
70,15 |
6 |
98-104 |
25 |
18,66 |
119 |
88,81 |
7 |
105-111 |
14 |
10,45 |
133 |
99,25 |
8 |
112-118 |
1 |
0,75 |
134 |
100,00 |
Total |
134 |
100,00 |
|
|
Sumber : Kuesioner
Berdasarkan tabel diatas,diketahui bahwa responden paling banyak berada pada dalam rentang skor 84-90 sejumlah 42 orang atau sebesar 31,34%. Responden yang memiliki rentang skor 112-118 memiliki responden paling rendah yaitu sejumlah 1 orang atau sebesar 0,75%. Sedangkan persentase
skor indikator-indikator Motivasi Kerja dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 12 Motivasi Kerja
No |
Indikator |
% |
Keterangan |
1 |
Harapan |
82,05 |
Sangat
Baik |
2 |
Nilai |
80,22 |
Sangat Baik |
3 |
Pertautan |
78,61 |
Baik |
Motivasi Kerja |
80,29 |
Sangat Baik |
Sumber:
Data Primer
Berdasarkan keterangan diatas,
maka gambaran umum tentang motivasi
kerja berdasarkan persepsi responden masuk kedalam kategori
sangat baik, dengan indikator harapan dengan tingkat persentase tertinggi yaitu sebesar 82,05% sedangkan indikator Pertautan (Instrumen) dengan tingkat persentase terendah yaitu sebesar 78,61%. Untuk melihat
skor responden variabel motivasi kerja dapat diuraikan
sebagai berikut:
Di bawah ini disajikan
skor pernyataan-pernyataan dari responden tentang indikator Harapan :
Tabel 13
Skor Indikator
Harapan
No |
Indikator |
Butir |
Skala |
Skor |
% |
Mean |
||||
5 |
4 |
3 |
2 |
1 |
||||||
1 |
Harapan |
1 |
51 |
76 |
7 |
0 |
0 |
580 |
86,57 |
4,33 |
2 |
30 |
87 |
16 |
1 |
0 |
548 |
81,79 |
4,09 |
||
7 |
22 |
85 |
24 |
3 |
0 |
528 |
78,81 |
3,94 |
||
20 |
27 |
77 |
28 |
2 |
0 |
531 |
79,25 |
3,96 |
||
21 |
27 |
80 |
27 |
0 |
0 |
536 |
80,00 |
4,00 |
||
22 |
43 |
80 |
9 |
2 |
0 |
566 |
84,48 |
4,22 |
||
23 |
40 |
77 |
17 |
0 |
0 |
559 |
83,43 |
4,17 |
||
Rata-rata
Indikator Harapan |
3848 |
82,05 |
4,10 |
Sumber: Data Primer
Dengan skor rata-rata yang didapat
sebesar 82,05%, dapat dikatakan bahwa indikator harapan dari variabel motivasi
kerja berada pada kategori sangat baik. Dari data tersebut, aspek anggota selalu berusaha bekerja dengan baik agar mendapat reward merupakan aspek dari indikator harapan dengan nilai persentase yang paling rendah yaitu sebesar
78,81% (pernyataan 7), sedangkan
aspek setiap anggota yang telah memberi kontribusi optimal bagi pencapaian tujuan organisasi harus diberi reward berupa pujian
atau penghargaan dari atasan merupakan
aspek yang memiliki persentase yang paling tinggi yaitu sebesar 86,57% (pernyataan 1).
Di bawah ini disajikan
skor pernyataan-pernyataan dari responden tentang indikator Nilai :
Tabel 14
Skor Indikator
Nilai
No |
Indikator |
Butir |
Skala |
Skor |
% |
Mean |
||||
5 |
4 |
3 |
2 |
1 |
||||||
2 |
Nilai |
5 |
34 |
64 |
26 |
10 |
0 |
524 |
78,21 |
3,91 |
6 |
32 |
86 |
16 |
0 |
0 |
552 |
82,39 |
4,12 |
||
8 |
37 |
84 |
11 |
2 |
0 |
558 |
83,28 |
4,16 |
||
12 |
31 |
70 |
29 |
4 |
0 |
530 |
79,10 |
3,96 |
||
13 |
27 |
82 |
23 |
2 |
0 |
536 |
80,00 |
4,00 |
||
14 |
37 |
83 |
9 |
5 |
0 |
554 |
82,69 |
4,13 |
||
15 |
61 |
69 |
4 |
0 |
0 |
593 |
88,51 |
4,43 |
||
18 |
33 |
54 |
36 |
11 |
0 |
511 |
76,27 |
3,81 |
||
19 |
27 |
35 |
60 |
12 |
0 |
479 |
71,49 |
3,57 |
||
Rata-rata
Indikator Nilai |
4837 |
80,22 |
4,01 |
Sumber: Data Primer
�
Dengan skor rata-rata yang didapat
sebesar 80,22%, dapat dikatakan bahwa indikator nilai dari variabel motivasi
kerja berada pada kategori baik. Dari data tersebut, aspek anggota yang tidak membina relasi dengan atasan akan
sulit bagi anggota dalam mendapat
imbalan, merupakan aspek dari indikator
harapan dengan nilai persentase yang paling rendah yaitu sebesar
71,49% (pernyataan 19), sedangkan
aspek semua anggota harus senantiasa
melaksanakan tugas dengan baik agar tujuan organisasi tercapai secara optimal merupakan aspek yang memiliki persentase yang paling tinggi yaitu sebesar
88,51% (pernyataan 15).
Di bawah ini disajikan
skor pernyataan-pernyataan dari responden tentang indikator Pertautan :
Tabel 15
Skor Indikator
Pertautan
No |
Indikator |
Butir |
Skala |
Skor |
% |
Mean |
||||
5 |
4 |
3 |
2 |
1 |
||||||
3 |
Pertautan |
3 |
40 |
62 |
28 |
4 |
0 |
540 |
80,60 |
4,03 |
4 |
52 |
60 |
20 |
2 |
0 |
564 |
84,18 |
4,21 |
||
9 |
35 |
51 |
44 |
4 |
0 |
519 |
77,46 |
3,87 |
||
10 |
21 |
53 |
51 |
9 |
0 |
488 |
72,84 |
3,64 |
||
11 |
31 |
60 |
32 |
11 |
0 |
513 |
76,57 |
3,83 |
||
16 |
31 |
78 |
20 |
5 |
0 |
537 |
80,15 |
4,01 |
||
17 |
32 |
66 |
30 |
6 |
0 |
526 |
78,51 |
3,93 |
||
Rata-rata
Indikator Pertautan |
3687 |
78,61 |
3,93 |
Sumber: Data Primer
Dengan skor rata-rata yang didapat
sebesar 78,61%, dapat dikatakan bahwa indikator pertautan dari variabel motivasi
kerja berada pada kategori baik. Dari data tersebut, aspek upah/gaji yang anggota dapatkan dari hasil kerja
yang tidak memuaskan, merupakan aspek dari indikator harapan dengan nilai persentase yang paling rendah yaitu sebesar
72,84% (pernyataan 10); sedangkan
aspek anggota lebih menyukai reward berupa promosi pangkat/jabatan daripada uang/barang merupakan aspek yang memiliki persentase yang paling tinggi yaitu sebesar
84,18% (pernyataan 4).
Menurut Singgih Santoso (2014: 192) bahwa
normalitas data penelitian dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik, dengan dasar pengambilan keputusan:
� Jika data menyebar di sekitar garis
diagonal dan mengikuti arah
garis diagonal, maka model regresi
memenuhi asumsi normalitas.
� Jika data menyebar jauh dari
garis diagonal dan/atau tidak
mengikuti arah garis
diagonal, maka model regresi
tidak memenuhi asumsi normalitas.
Gambar 2
�Scatterplot Histogram
������������
Dari gambar di atas, terlihat
titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Maka model regresi layak dipakai
untuk prediksi motivasi berdasarkan masukan variabel kualitas kehidupan kerja.
Menurut Santoso (2014: 187) bahwa uji ini digunakan
untuk mengetahui apakah dalam sebuah
model regresi, terjadi ketidaksamaan varians residual dari suatu pengamatan
ke pengamatan yang lain.
Jika varians residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka hal
tersebut dikatakan homokedastisitas; dan jika
varians berbeda, disebut sebagai heterokedastisitas. Model regresi
yang baik adalah tidak terjadi heterokedastisitas.
Gambar 3
�Scatterplot Uji Heterokesdasitas
Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa titik-titik tidak membentuk pola yang jelas, dan titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi
masalah heteroskedastisitas
dalam model regresi, sehingga model regresi layak dipakai untuk
prediksi Y berdasarkan masukan variabel independennya (X).
Asumsi linieritas terpenuhi
jika plot antara nilai residual terstandarisasi dengan nilai prediksi
terstandarisasi tidak membentuk suatu pola tertentu (acak) (Suliyanto, 2005: 77).
Gambar 4
�Scatterplot Uji Linieritas
Dari Gambar 4 terlihat bahwa plot antara nilai residual terstandarisasi dengan nilai prediksi terstandarisasi tidak membentuk suatu pola tertentu (acak) sehingga asumsi linearitas
telah terpenuhi.
Analisis korelasi digunakan
untuk mengetahui apakah ada hubungan
antara dua atau lebih variabel
dan juga untuk mengetahui pengaruh perubahan variabel X terhadap perubahan variabel Y. Apabila variabel-variabel tersebut memiliki hubungan linier maka disebut dengan koefisien korelasi. Dengan kata lain, bahwa koefisien korelasi merupakan ukuran besar kecilnya atau kuat tidaknya
hubungan antara variabel X dan variabel Y. Berikut ini adalah
nilai koefisien korelasi Pearson
yang diperoleh dari pengolahan data dengan menggunakan program SPSS versi 22:
Tabel 16
Korelasi Pearson
|
X |
Y |
|
X |
Pearson Correlation |
1 |
,900** |
Sig. (2-tailed) |
|
,000 |
|
N |
134 |
134 |
|
Y |
Pearson Correlation |
,900** |
1 |
Sig. (2-tailed) |
,000 |
|
|
N |
134 |
134 |
|
**. Correlation is significant
at the 0.01 level (2-tailed). |
���
��������
Pada output diatas dapat dilihat
nilai korelasi Pearson antara
variabel kualitas kehidupan kerja dengan motivasi kerja sebesar 0,900. Nilai korelasi positif artinya terjadi hubungan positif atau dengan kata lain jika kualitas kehidupan
kerja meningkat maka motivasi kerja
juga akan semakin tinggi. Keeratan hubungan antara kedua varibel tersebut
termasuk pada kategori
sangat kuat.
Setelah memenuhi uji asumsi klasik maka model regresi yang digunakan dalam penelitian ini sudah tepat.
Selanjutnya, akan diuji apakah ada
pengaruh kualitas kehidupan kerja terhadap motivasi kerja anggota Satuan
Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan. Di bawah ini ditampilkan
hasil pengolahan data analisis regresi berganda menggunakan SPSS versi 22:
Tabel 17
Koefisien Korelasi Hasil Penghitungan
dengan SPSS 22
Coefficientsa |
||||||
Model |
Unstandardized Coefficients |
Standardized Coefficients |
t |
Sig. |
||
B |
Std. Error |
Beta |
||||
1 |
(Constant) |
-14,384 |
4,826 |
|
-2,981 |
,003 |
x1 |
,461 |
,216 |
,139 |
2,135 |
,035 |
|
x2 |
,461 |
,203 |
,123 |
2,269 |
,025 |
|
x3 |
,898 |
,291 |
,185 |
3,084 |
,003 |
|
x4 |
,564 |
,411 |
,068 |
1,373 |
,172 |
|
x5 |
1,461 |
,355 |
,252 |
4,119 |
,000 |
|
x6 |
,800 |
,172 |
,302 |
4,661 |
,000 |
|
a.
Dependent Variable: Y |
Pengaruh dari Supervisi
(X1), Upah dan Insentif
(X2), Pekerjaan sebagai
Hadiah (X3), Pekerjaan
Menantang (X4), Pekerjaan
Menarik (X5), Kondisi
Lingkungan Kerja (X6)
secara simultan terhadap Motivasi Kerja (Y) dianalisis dengan menggunakan analisis regresi berganda. Hasil pengolahan data didapatkan nilai koefisien a = -14,384; b1 = 0,461; b2
= 0,461; b3 = 0,898; b4 = 0,564; b5 = 1,461; b6
= 0,800. Dengan memasukkan nilai koefisien-koefisien tersebut kedalam persamaan regresi, maka diperoleh model persamaan regresi berganda untuk pengaruh Supervisi (X1),
Upah dan Insentif (X2),
Pekerjaan sebagai Hadiah (X3), Pekerjaan
Menantang (X4), Pekerjaan
Menarik (X5), Kondisi
Lingkungan Kerja (X6)
secara simultan terhadap Motivasi Kerja (Y) anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan dapat ditulis sebagai
berikut:
Ŷ =
-14,384 + 0,461X1 + 0,461X2 + 0,898X3 + 0,564X4
+ 1,461X5 + 0,800X6
Penjelasan:
a = -14,384;��� artinya jika Kualitas Kehidupan Kerja anggota Satuan
Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan bernilai nol, maka
nilai rata-rata Motivasi Kerja anggota memiliki
nilai sebesar -14,384.
b1 = 0,461; ���� artinya setiap
terjadi peningkatan indikator Supervisi (X1)
sebesar satu satuan, maka Motivasi
Kerja anggota akan meningkat sebesar 0,461 satuan. Dengan asumsi indikator-indikator
lain konstan seperti Upah dan Insentif (X2),
Pekerjaan sebagai Hadiah (X3), Pekerjaan
Menantang (X4), Pekerjaan
Menarik (X5), dan Kondisi
Lingkungan Kerja (X6).
b2 = 0,461;����� artinya setiap
terjadi peningkatan indikator Upah dan Insentif (X2) sebesar satu satuan, maka
Motivasi Kerja anggota akan meningkat
sebesar 0,461 satuan. Dengan asumsi indikator-indikator
lain konstan seperti Supervisi (X1), Pekerjaan
sebagai Hadiah (X3),
Pekerjaan Menantang (X4),
Pekerjaan Menarik (X5),
dan Kondisi Lingkungan Kerja (X6).
b3 = 0,898;����� artinya setiap
terjadi peningkatan indikator Pekerjaan sebagai Hadiah (X3) sebesar satu satuan,
maka Motivasi Kerja anggota akan
meningkat sebesar 0,898 satuan. Dengan asumsi indikator-indikator lain konstan seperti Supervisi (X1), Upah
dan Insentif (X2), Pekerjaan
Menantang (X4), Pekerjaan
Menarik (X5), dan Kondisi
Lingkungan Kerja (X6).
b4 = 0,564;����� artinya setiap
terjadi peningkatan indikator Pekerjaan Menantang (X4) sebesar satu
satuan, maka Motivasi Kerja anggota akan meningkat
sebesar 0,564 satuan. Dengan asumsi indikator-indikator
lain konstan seperti Supervisi (X1), Upah
dan Insentif (X2), Pekerjaan
sebagai Hadiah (X3),
Pekerjaan Menarik (X5),
dan Kondisi Lingkungan Kerja (X6).
b5 = 1,461;����� artinya setiap
terjadi peningkatan indikator Pekerjaan Menarik (X5) sebesar satu
satuan, maka Motivasi Kerja anggota akan meningkat
sebesar 1,461 satuan. Dengan asumsi indikator-indikator
lain konstan seperti Supervisi (X1), Upah
dan Insentif (X2), Pekerjaan
sebagai Hadiah (X3),
Pekerjaan Menantang (X4),
dan Kondisi Lingkungan Kerja (X6).
b6 = 0,800;����� artinya setiap
terjadi peningkatan indikator Kondisi Lingkungan Kerja (X6) sebesar satu satuan,
maka Motivasi Kerja anggota akan
meningkat sebesar 0,800 satuan. Dengan asumsi indikator-indikator lain konstan seperti Supervisi (X1), Upah
dan Insentif (X2), Pekerjaan
sebagai Hadiah (X3),
Pekerjaan Menantang (X4),
dan Pekerjaan Menarik (X5).
Dari persamaan regresi di atas dapat diprediksi
bahwa keseluruhan indikator Kualitas Kehidupan Kerja antara lain Supervisi (X1),
Upah dan Insentif (X2),
Pekerjaan sebagai Hadiah (X3), Pekerjaan
Menantang (X4), Pekerjaan
Menarik (X5), dan Kondisi
Lingkungan Kerja (X6)
secara umum bernilai positif terhadap Motivasi Kerja (Y) anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan.
Uji simultan digunakan untuk mengetahui secara bersama-sama variabel bebas yaitu Supervisi (X1), Upah dan Insentif (X2),
Pekerjaan sebagai Hadiah (X3), Pekerjaan
Menantang (X4), Pekerjaan
Menarik (X5), dan Kondisi
Lingkungan Kerja (X6)
berpengaruh terhadap variabel terikat yaitu Motivasi Kerja anggota Satuan
Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan. Hipotesis yang digunakan adalah :
H0 :����� Variabel Kualitas Kehidupan Kerja bukan merupakan
variabel penjelas terhadap variabel Motivasi Kerja atau variabel-variabel bebas secara serentak
tidak berpengaruh secara signifikan.
H1 :����� Variabel Kualitas Kehidupan Kerja merupakan variabel penjelas terhadap variabel Motivasi Kerja atau variabel-variabel bebas secara serentak
berpengaruh secara signifikan.
Hasil pengolahan data menggunakan SPSS versi 24 didapatkan hasil seperti pada tabel 18 berikut :
Tabel 18
Hasil Uji F
ANOVAa |
||||||
Model |
Sum of Squares |
df |
Mean Square |
F |
Sig. |
|
1 |
Regression |
9733,601 |
6 |
1622,267 |
96,911 |
,000b |
Residual |
2125,951 |
127 |
16,740 |
|
|
|
Total |
11859,552 |
133 |
|
|
|
|
a.
Dependent Variable: Y |
||||||
b.
Predictors: (Constant), x6, x4, x2, x5, x3, x1 |
Pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa nilai
signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari
0,05. Hal ini berarti bahwa H0 ditolak atau H1 diterima atau dengan kata lain bahwa Supervisi, Upah dan Insentif, Pekerjaan sebagai Hadiah, Pekerjaan Menantang, Pekerjaan Menarik, dan Kondisi Lingkungan Kerja merupakan variabel penjelas terhadap variabel Motivasi Kerja anggota Satuan
Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan atau variabel bebas secara serentak berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi kerja anggota Satuan Reserse Kriminal Polres
Metro Jakarta Selatan.
Untuk mengetahui persentase
pengaruh variabel bebas (X1, X2, ...,Xn) terhadap variabel terikat digunakan koefisien determinasi yang dapat dilihat pada Tabel 19 di bawah ini :
Tabel 19
Koefisien Determinasi
Model Summary |
||||
Model |
R |
R Square |
Adjusted R Square |
Std. Error of the Estimate |
1 |
,906a |
,821 |
,812 |
4,09143 |
a.
Predictors: (Constant), x6, x4, x2, x5, x3, x1 Sumber : Data Primer yang diolah dengan SPSS 22, 2022 |
Dari Tabel 19 dapat dilihat bahwa R Square adalah
sebesar 0,821. Ini berarti bahwa 82,1% variabel motivasi kerja dapat dijelaskan
oleh Supervisi (X1), Upah
dan Insentif (X2), Pekerjaan
sebagai Hadiah (X3),
Pekerjaan Menantang (X4),
Pekerjaan Menarik (X5),
dan Kondisi Lingkungan Kerja (X6); sedangkan sisanya 17,9%� dijelaskan
oleh variabel lainnya yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini.
Pengujian hipotesis menyatakan
bahwa terdapat hubungan antara kualitas kehidupan kerja dengan motivasi
kerja, dengan ditunjukkan nilai korelasi Pearson antara variabel kualitas kehidupan kerja dengan motivasi
kerja sebesar 0,900. Nilai korelasi positif artinya terjadi hubungan positif yaitu jika kualitas
kehidupan kerja meningkat maka motivasi kerja juga akan meningkat. Untuk nilai keeratan
hubungan antara kualitas kehidupan kerja dan motivasi kerja termasuk pada kategori sangat kuat.
Berdasarkan hasil pengujian
diperoleh signifikansi sebesar 0,000; pengujian menggunakan uji dua sisi dengan tingkat
signifikansi α = 0,05; nilai
signifikansi 0,000 kurang dari 0,05; artinya bahwa ada hubungan
secara signifikan antara kualitas kehidupan kerja dengan motivasi kerja. Hasil penghitungan
nilai koefisien korelasi tersebut membuktikan bahwa terdapat korelasi atau hubungan antara
variabel kualitas kehidupan kerja dengan motivasi kerja anggota Satuan
Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan, dan mempunyai hubungan yang searah dengan ditunjukkan
nilai koefisien korelasi positif. Sebaliknya, apabila variabel kualitas kehidupan kerja mengalami penurunan, maka variabel motivasi
kerja anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan juga akan mengalami penurunan.
Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh
Manouchehr Jofreh dkk dalam jurnal penelitian
yang berjudul �The
Relationship Between EFL Teachers� Quality of Work Life and Job Motivation� dalam Middle-East
Journal of Scientific Research 14 (10). Dalam penelitian tersebut mengungkapkan bahwa terdapat korelasi yang sangat kuat antara kualitas
kehidupan kerja dengan motivasi. Temuan penelitian
dari Adeyemo dkk. (2015)
serta Fatoni & Dimulyo (2018)
juga sejalan dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa kualitas kehidupan kerja mempengaruhi motivasi kerja pada pekerja bank di negara
Nigeria dan Indonesia. Hasil penelitian lain yang mendukung penelitian ini adalah penelitian
yang dilakukan oleh Hasmalawati & Resta (2017)
yang menyatakan bahwa kualitas kehidupan kerja memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap motivasi kerja. Putri & Mirza (2018)
dalam hasil penelitiannya dengan subyek penelitian pada karyawan Suzuya Mall Banda Aceh,
juga membuktikan bahwa motivasi kerja dipengaruhi secara positif oleh kualitas kehidupan kerja. Sama halnya dengan temuan
penelitian dari Neviyani (2020)
dengan subyeknya adalah karyawan
DIPO Lokomotif PT. KA (Persero) DAOP IX Jember bahwa ditemukan
pengaruh langsung
signifikan dan positif kualitas kehidupan kerja pada motivasi
kerja.
Berdasarkan pengujian dengan
menggunakan regresi linier berganda menunjukkan hasil bahwa dari
keenam indikator kualitas kehidupan kerja yang dimasukkan kedalam model regresi berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi kerja. Pengujian hipotesis secara simultan menunjukkan bahwa variabel kualitas kehidupan kerja berpengaruh positif terhadap motivasi kerja. Hal ini ditunjukkan oleh persamaan regresi sebagai berikut :
Y = -14,384
+ 0,461X1 + 0,461X2 + 0,898X3 + 0,564X4 +
1,461X5 + 0,800X6
Pada uji koefisien determinasi, diperoleh nilai R Square sebesar 0,821 atau 82,1%. Hal ini menunjukkan bahwa persentase sumbangan pengaruh variabel independen (kualitas kehidupan kerja) memberikan kontribusi terhadap variabel dependen (motivasi kerja) sebesar 82,1%.
Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji statistik F, yaitu untuk mengetahui apakah variabel independen (kualitas kehidupan kerja) secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen (motivasi kerja). Berdasarkan hasil tabel Anova pada uji statistik F, diperoleh nilai Fhitung sebesar 96,911; sedangkan Ftabel sebesar 2,17. Diperoleh hasil bahwa Fhitung > Ftabel (96,911 > 2,17), dengan
demikian bahwa variabel kualitas kehidupan kerja yang mencakup indikator Supervisi (X1), Upah
dan Insentif (X2), Pekerjaan
sebagai Hadiah (X3),
Pekerjaan Menantang (X4),
Pekerjaan Menarik (X5),
dan Kondisi Lingkungan Kerja (X6) secara bersama-sama berpengaruh terhadap motivasi kerja anggota Satuan
Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan.
Hasil dari uji koefisien determinasi yang menunjukkan bahwa persentase sumbangan pengaruh kualitas kehidupan kerja memberikan kontribusi terhadap motivasi kerja sebesar 82,1%. Hal ini sesuai dengan model hubungan yang dikemukakan oleh
Walton dalam Baleghizadeh & Gordani (2012)
yang menyatakan bahwa kualitas kehidupan kerja (Quality of Work Life) adalah kondisi dan karakteristik pekerjaan yang berkontribusi terhadap motivasi dan kepuasan kerja.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan dari hipotesis
penelitian. Kesimpulan pertama, bahwa terhadap persoalan penelitian mengenai
hubungan antara kualitas kehidupan kerja dengan motivasi kerja anggota Satuan
Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan, dari hasil pengujian data
penelitian diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat antara
kualitas kehidupan kerja dengan motivasi kerja anggota Satuan Reserse Kriminal
Polres Metro Jakarta Selatan. Hal tersebut ditunjukkan dengan keeratan hubungan
kedua variabel sebesar 0,900; dimana hubungan antara kualitas kehidupan kerja
dengan motivasi kerja anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta
Selatan adalah positif. Kesimpulan kedua, terhadap persoalan mengenai pengaruh
antara kualitas kehidupan kerja terhadap motivasi kerja anggota Satuan Reserse
Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan, bahwa dari hasil pengujian data
penelitian diperoleh hasil bahwa persentase sumbangan pengaruh kualitas
kehidupan kerja yang terdiri dari supervisi, upah dan insentif, pekerjaan
sebagai hadiah, pekerjaan menantang, pekerjaan menarik, dan kondisi lingkungan
kerja secara simultan (bersama-sama) terhadap motivasi kerja anggota Satuan
Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan mempunyai pengaruh sebesar 82,1%;
sedangkan sisanya sebesar 17,9% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak
dijelaskan dalam penelitian ini. Kualitas kehidupan kerja akan mempunyai
pengaruh positif terhadap motivasi kerja anggota Satuan Reserse Kriminal Polres
Metro Jakarta Selatan apabila dilakukan secara simultan (bersama-sama).
Adapun saran-saran yang diajukan oleh Penulis dari penelitian ini adalah agar Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan memelihara dan mengembangkan aspek-aspek kualitas kehidupan kerja yang berkontribusi positif terhadap motivasi kerja anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan yang diantaranya adalah supervisi, upah dan insentif, pekerjaan sebagai hadiah, pekerjaan menantang, pekerjaan menarik, dan kondisi lingkungan kerja anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan. Berkaitan dengan penelitian selanjutnya (future research), agar dilakukan penelitian terkait indikator-indikator kualitas kehidupan kerja lainnya, untuk mengetahui pengaruhnya terhadap motivasi kerja anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan serta agar dilakukan penelitian terkait variabel-variabel lainnya yang mempengaruhi motivasi kerja anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan.
Adeyemo, Da, Terry, Dl,
& Lambert, Nj. (2015). Organizational Climate, Leadership Style And
Emotional Intelligence As Predictors Of Quality Of Work Life Among Bank Workers
In Ibadan, Nigeria. European Scientific Journal, 11(4), 110�130. Google Scholar
Baleghizadeh, Sasan, &
Gordani, Yahya. (2012). Motivation And Quality Of Work Life Among Secondary
School Efl Teachers. Australian Journal Of Teacher Education, 37(7),
30�42. Google Scholar
Bangun, W. (2012). Managemen
Sumber Daya Manusia. Jakarta: Jakarta: Erlangga. Google Scholar
Devadass, Rajeswari.
(2011). Employee Motivation In Organization.Pdf. International Proceedings
Of Economics Development & Research, 10, 566�570.
Fatoni, Mahmud, &
Dimulyo, Ultafakoh Paranitha. (2018). Quality Quality Of Work Life, Motivation,
And Employee Performance On Pt. Bank Bca Branch Jember. International
Journal Of Scientific Research And Management, 6(06), 1�7.
Hasmalawati, Nur, &
Resta, Winda Putri Diah. (2017). Hubungan Kualitas Kehidupan Kerja Terhadap
Motivasi Kerja Karyawan Di Puskesmas Paya Bakong Aceh Utara. Jurnal Sains
Psikologi, 6(2), 64�68. Google Scholar
Luthans, F. (2005). Perilaku
Organisasi (Edisi 10). Yogyakarta: Penerbit Andi Yogyakarta. Google Scholar
Nanjundeswaraswamy, T. S.
S., & Swamy D R/, Dr. (2012). A Literature Review On Quality Of Work Life
And Leadershipstyles. International Journal Of Engineering Research And
Applications (Ijera) Www.Ijera.Com, 2(3), 1053�1059. Google Scholar
Nawawi, H. (2006). Evaluasi
Dan Manajemen Kinerja Di Lingkungan Perusahaan Dan Industri. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press. Google Scholar
Neviyani, Neviyani, &
W, Roro Aditya Novi. (2020). Peran Motivasi Dalam Memengaruhi Quality Of Work
Life Pada Kinerja Karyawan. Efisiensi - Kajian Ilmu Administrasi, 17(1),
55�62. Google Scholar
Putri, Marina, &
Mirza, Mirza. (2018). Kohesivitas Kelompok Dan Kualitas Kehidupan Kerja Pada
Karyawan. Seurune Jurnal Psikologi Unsyiah, 1(1), 1�17. Google Scholar
Santoso, Singgih. (2014). Statistik
Parametrik: Konsep Dan Aplikasi Dengan Spss. Jakarta: Elex Media
Komputindo. Google Scholar
Sembiring, Nurdin, Nimran,
Umar, Astuti, Endang, & Utami, Hamidah. (2020). The Effects Of Emotional
Intelligence And Organizational Justice On Job Satisfaction, Caring Climate,
And Criminal Investigation Officers� Performance. International Journal Of
Organizational Analysis, Ahead-Of-P. Google Scholar
Siagian, Sondang. (2005). Teori
Pengembangan Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara. Google Scholar
Wibowo. (2007). Managemen
Kinerja. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Google Scholar
Winardi. (2001). Motivasi
Dan Pemotivasian Dalam Managemen. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Google Scholar
Copyright
holder: Alfred Sabungan
Banjar Nahor, Basir S, Anggi Aulina Harahap (2022) |
First
publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This
article is licensed under: |