Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 4, April 2022

 

PENGARUH KUALITAS KEHIDUPAN KERJA TERHADAP MOTIVASI KERJA ANGGOTA SATUAN RESERSE KRIMINAL POLRES METRO JAKARTA SELATAN

 

Alfred Sabungan Banjar Nahor, Basir S, Anggi Aulina Harahap

Kajian Ilmu Kepolisian, Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh antara kualitas kehidupan kerja terhadap motivasi kerja anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan metode survei, dimana jumlah responden dalam penelitian ini terdiri dari 134 anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan. Pengambilan sampel dengan menggunakan metode sampel jenuh dimana seluruh populasi dijadikan sampel dalam penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada responden. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa (1) terdapat hubungan yang sangat kuat antara kualitas kehidupan kerja dengan motivasi kerja anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan, dimana hubungan antara kedua variabel adalah positif; (2) persentase sumbangan pengaruh kualitas kehidupan kerja yang terdiri dari supervisi, upah dan insentif, pekerjaan sebagai hadiah, pekerjaan menantang, pekerjaan menarik, dan kondisi lingkungan kerja secara simultan terhadap motivasi kerja anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan adalah sebesar 82,1%.

 

Kata Kunci:� kualitas kehidupan kerja; motivasi kerja; satuan reserse kriminal; polres metro jakarta selatan

 

Abstract

This study aims to determine whether there is an influence between the quality of work life on the work motivation of members of the South Jakarta Metro Police Criminal Investigation Unit. This study uses a quantitative approach using a survey method, where the number of respondents in this study consisted of 134 members of the South Jakarta Metro Police Criminal Investigation Unit. Sampling using the saturated sample method where the entire population is sampled in the study. The data collection technique used in this research is to use a questionnaire distributed to respondents. From the results of the study, it was found that (1) there is a very strong relationship between the quality of work life and the work motivation of members of the South Jakarta Metro Police Criminal Investigation Unit, where the relationship between the two variables is positive; (2) the percentage of the influence of the quality of work life which consists of supervision, wages and incentives, work as a reward, challenging work, interesting work, and working environment conditions simultaneously on the work motivation of members of the South Jakarta Metro Police Criminal Investigation Unit is 82.1%.

 

Keywords: quality of work life; work motivation; criminal investigation unit; south jakarta metropolitan police

 

Pendahuluan

Motivasi telah lama menjadi tugas dalam managemen. Salah satu masalah yang dihadapi oleh manager, yang dalam hal ini adalah kepala kesatuan kerja, adalah bagaimana memperbaiki motivasi anggota dalam pelaksanaan tugasnya. Upaya-upaya pun banyak yang dilakukan melalui pemberian insentif atau tunjangan. Pada situasi tertentu cara ini mungkin berhasil meningkatkan motivasi anggota. Namun pada sisi lain, kebijakan itu bukan memberikan solusi terhadap motivasi karena masih banyak faktor lain yang dapat memberikan kepuasan bagi sebagian anggota. Berbagai hasil penelitian menyimpulkan bahwa motivasi akan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja, dan penurunan tingkat perputaran serta absensi kerja (Bangun, 2012). Berbagai permasalahan motivasi yang dihadapi oleh banyak organisasi hanya untuk memecahkan permasalahan jangka pendek saja. Menurunnya semangat kerja merupakan ciri dari kurangnya motivasi yang dirasakan oleh kebanyakan pekerja.

Kinerja individu merupakan sesuatu yang bersifat dinamis (bukan statis) dalam artian dapat meningkat atau menurun. Kinerja individu yang dinamis akan bersinergi menjadi kinerja unit ataupun kinerja organisasi. Kondisi yang sinergi tersebut memungkinkannya suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara maksimal. Untuk mencapai kinerja yang ditetapkan, manager perlu mengetahui terlebih dulu apa yang menimbulkan dorongan dan kebutuhan para pekerjanya, karena keberhasilan manager ditentukan oleh hasil pelaksanaan tugas yang telah dilakukan pekerja dengan baik.��

Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai sebuah institusi pemerintahan tidak terlepas dari pengaruh lingkungan politik, ekonomi, sosial budaya, dan hukum nasional serta lingkungan regional dan global. Polri dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan lingkungan terutama dalam memecahkan persoalan-persoalan baik yang berasal dari internal maupun eksternal. Satuan reserse kriminal adalah salah satu fungsi dalam kepolisian yang tugas dan perannya sangat penting. Satuan Reserse Kriminal merupakan ujung tombak dalam pilar penegakan hukum di Indonesia guna dapat mewujudkan rasa keadilan dan kepastian hukum dalam masyarakat. Oleh karena itu diperlukan pelaksana-pelaksana yang handal serta mampu mengatasi tantangan dan beban tugas seiring dengan perkembangan dinamika masyarakat dan perubahan-perubahan hukum yang akan terjadi.

Tuntutan masyarakat terhadap peningkatan kinerja Polri khususnya di Fungsi Teknis Reserse Kriminal (Reskrim) semakin tinggi dan menghadapi tantangan lebih besar yaitu akuntabilitas, transparansi dan penghormatan HAM sehingga pola konvensional pengembangan kompetensi tidak lagi mengikuti perkembangan dinamika sosial yang ada (Sembiring, Nimran, Astuti, & Utami, 2020). Hal ini dapat dilihat dengan tingkat pengaduan masyarakat terhadap kinerja penyidik reserse kriminal yang bahkan melewati angka 80% dari total pengaduan (komplain) terhadap kinerja Polri. Berdasarkan pengaduan masyarakat yang diterima oleh Polri pada tahun 2019, diterima sebanyak 1.212 surat pengaduan dari masyarakat, dengan komposisi 318 tidak berkadar pengawasan dan 893 berkadar pengawasan. Dari 893 pengaduan yang berkadar pengawasan yang diterima Polri, mayoritas warga mengeluhkan pelayanan satuan reserse, tercatat sebanyak 776 (atau 86%) surat berisi pengaduan terhadap pelaksanaan tugas fungsi reserse.

Proses penyidikan yang dilakukan oleh Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan dilakukan secara maksimal meskipun hasilnya belum dapat dikatakan memuaskan. Hal ini dikarenakan adanya kendala internal yang berkait dengan sumber daya organisasi yang tidak mampu mendukung sepenuhnya terhadap proses penyidikan. Kinerja Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan saat ini berkait dengan sistem dan metode yang telah disusun dalam rangka pelaksanaan penegakan hukum, yang dapat digambarkan pada tabel berikut:

 

Tabel 1

Data Penanganan Perkara 2019-2020

Nomor

Tahun

Crime Total (CT)

Crime Clereance (CC)

Persentase

1.

2019

1.581

710

44,91%

2.

2020

2.024

406

20,06%

� �����Sumber: Satuan Reskrim Polrestro Jaksel, 2021

 

Dari tabel diatas terlihat bahwa beban tugas anggota satuan reserse kriminal Polres Jakarta Selatan setiap tahunnya semakin bertambah dengan melihat jumlah Crime Total (CT) pada tabel diatas, bahkan ditambah lagi dengan perkara-perkara tunggakan pada tahun-tahun sebelumnya yang masih tetap menjadi beban anggota satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan yang terus bertambah setiap tahunnya. Dengan kondisi beban pekerjaan yang semakin berat setiap tahunnya, diperlukan suatu kondisi kehidupan kerja yang berkualitas sehingga setiap anggota termotivasi untuk menghadapi beban pekerjaan tersebut.

Luthans (2005: 270) mendefinisikan motivasi sebagai proses yang dimulai dengan defisiensi fisiologis atau psikologis yang menggerakkan perilaku atau dorongan yang ditujukan untuk tujuan atau insentif. Wibowo (2007: 379) mendefinisikan motivasi sebagai dorongan terhadap serangkaian proses perilaku manusia pada pencapaian tujuan, yang memiliki elemen yang terdiri dari unsur membangkitkan, mengarahkan, menjaga, menunjukkan intensitas, bersifat terus menerus dan adanya tujuan. Menurut Bangun (2012: 313) bahwa motivasi dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan untuk mempengaruhi orang lain agar berperilaku secara teratur. Motivasi merupakan tugas bagi manager untuk mempengaruhi orang lain dalam suatu perusahaan. Dari batasan pengertian motivasi diatas terlihat bahwa ada tiga hal yang termasuk didalamnya yaitu upaya, tujuan organisasi dan kebutuhan.

Menurut Devadass (2011) bahwa motivasi para pekerja dipengaruhi oleh beberapa variabel kunci seperti karakteristik pekerjaan, pelatihan managemen, karakteristik pekerja dan kondisi lingkungan kerja. Faktor kondisi individu terdiri dari keterampilan, kompetensi pekerjaan, kepribadian, mood, nilai-nilai yang dianut. Sedangkan faktor situasi pekerjaan yaitu latar belakang fisik, desain pekerjaan, pengupahan, norma sosial, budaya organisasi. Victor Vroom dalam Bangun (2012: 323) mengatakan bahwa motivasi seseorang mengarah pada hasil bagi seseorang tersebut. Teori pengharapan berargumen bahwa para karyawan menentukan terlebih dahulu tingkah laku apa yang dilaksanakan dan nilai yang diperoleh atas perilaku tersebut. Teori ini berpendapat bahwa seseorang akan termotivasi untuk melakukan sesuatu dalam hal mencapai tujuan apabila mereka yakin bahwa tingkah laku mereka mengarah pada pencapaian tujuan tersebut.

Teori pengharapan mempunyai tiga komponen utama, antara lain: (1) Harapan akan prestasi (Expectancy) yaitu suatu kesempatan yang diperkirakan terjadi atas perilaku. Harapan ini akan berpengaruh pada keputusan mereka tentang cara bertingkah laku. Harapan akan berkisar antara nilai negatif (sangat tidak diinginkan) sampai dengan nilai positif (sangat diinginkan). Harapan negatif menunjukkan tidak ada kemungkinan sesuatu hasil akan muncul sebagai akibat dari tindakan tertentu, bahkan hasilnya bisa lebih buruk. Harapan positif menunjukkan kepastian bahwa hasil tertentu akan muncul sebagai konsekuensi dari suatu tindakan atau perilaku. (2) Nilai (Valence), merupakan nilai positif atau negatif dari hasil perilaku tertentu. Suatu intensitas kebutuhan untuk mencapai hasil, berkenaan dengan preferensi hasil yang dapat dilihat oleh setiap individu. Bagi seorang individu, perilaku tertentu mempunyai nilai tertentu. Suatu hasil mempunyai valensi positif apabila dipilih, tetapi sebaliknya mempunyai valensi negatif jika tidak dipilih. (3) Pertautan (Instrumentaly), yaitu besarnya kemungkinan bila bekerja secara efektif, apakah akan terpenuhi keinginan dan kebutuhan tertentu yang diharapkannya. Indeks yang merupakan tolok ukur berapa besarnya organisasi akan memberikan penghargaan atas hasil usahanya untuk pemuasan kebutuhannya.

Kualitas kehidupan kerja (Quality of Work Life) adalah kondisi dan karakteristik pekerjaan yang berkontribusi terhadap motivasi dan kepuasan kerja (Walton, 1973 dalam Baleghizadeh & Gordani, (2012). Konsep kualitas kehidupan kerja sedang menjadi masalah sosial yang penting di seluruh dunia yang selama ini lebih menekankan masalah terkait kualitas kehidupan pribadi. Saat ini kualitas kehidupan kerja merupakan konsep yang bersifat multidimensional yang disertai konsep-konsep seperti keamanan kerja, sistem pemberian reward, kesempatan promosi dan keterlibatan dalam proses pembuatan keputusan. Kualitas kehidupan kerja mewakili budaya organisasi atau gaya managemen dimana pekerja merasa lebih bertanggung jawab dan berharga dalam suatu organisasi (Luthans, 2005). Menurut Winardi (2001: 244) bahwa kualitas kehidupan kerja seorang individu telah dikaitkan dengan banyak macam perilaku di tempat kerja dan di luar kerja. Perbaikan-perbaikan misalnya, dalam kualitas kehidupan kerja dapat menyebabkan timbulnya perasaan lebih positif terhadap diri sendiri (penghargaan diri meningkat), terhadap pekerjaan yang dilaksanakan (meningkatnya kepuasan kerja dan keterlibatan) dan terhadap organisasi (komitmen lebih kuat terhadap tujuan-tujuan organisasi). Kualitas kehidupan kerja menurut Nawawi (2006: 34-37) terdiri dari enam unsur, antara lain : Supervisi yang Baik, Upah dan Insentif yang Baik, Pekerjaan yang Dirasakan sebagai Hadiah, Pekerjaan yang Menantang, Pekerjaan yang Menarik, dan Kondisi Lingkungan Kerja yang Baik.

Menurut Cunningham dan Eberle (1990) dalam Nanjundeswaraswamy & Swamy (2012) bahwa elemen-elemen yang relevan bagi kualitas kehidupan kerja adalah tugas, fisik lingkungan kerja, lingkungan sosial dalam organisasi, sistem administratif, dan hubungan antara kehidupan luar dan dalam pekerjaan.� Menurut Siagian (2005: 215-217) bahwa ada delapan kategori sebagai kerangka untuk melakukan analisis tentang kualitas kehidupan kerja, yaitu imbalan yang memadai dan adil; kondisi dan lingkungan pekerjaan yang aman dan sehat; adanya kesempatan untuk segera menggunakan dan mengembangkan kemampuan; kesempatan berkembang dan keamanan berkarya di masa depan; integrasi sosial dalam lingkungan kerja; ketaatan pada berbagai ketentuan formal dan normatif; keseimbangan antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadi; dan relevansi sosial kehidupan kerja. Bahwa melalui program kualitas kehidupan kerja setiap karyawan dibina agar memiliki persepsi yang tepat tentang berbagai aspek sosial organisasional.

Kualitas Kehidupan Kerja yang baik dapat membangkitkan motivasi kerja dan kinerja pekerja dalam upaya mencapai tujuan organisasi dengan lebih baik. Namun, ketika sebuah organisasi tidak mampu menerapkan kualitas kehidupan kerja yang baik, maka akan sulit bagi organisasi untuk membangkitkan semangat kerja anggota terhadap organisasinya. Oleh karena itu perlu dibahas komponen kualitas kehidupan kerja terhadap motivasi kerja anggota anggota satuan reserse kriminal Polres Metro Jakarta Selatan. Dengan demikian, hasil yang diperoleh menjadi informasi bagi peningkatan motivasi yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas kinerja organisasi Dalam penelitian ini akan dilihat hubungan serta pengaruh antara kualitas kehidupan kerja terhadap motivasi kerja anggota, untuk dijadikan pedoman dalam memberikan umpan balik (feed back) dalam meningkatkan kinerja fungsi teknis reserse di Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan sesuai dengan harapan masyarakat. Dibawah ini digambarkan kerangka berpikir dalam penelitian:

 

 

 

 

 

Gambar 1

Kerangka Berpikir Penelitian

 

Hipotesis dalam suatu penelitian berarti jawaban sementara penelitian, patokan duga, atau dalil sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut. Setelah melalui membuktikan dari hasil penelitian, maka hipotesis ini dapat benar atau salah, dan diterima atau ditolak. Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

H0 : Tidak terdapat pengaruh antara Kualitas Kehidupan Kerja terhadap Motivasi Kerja Anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan.

H1 : pengaruh antara Kualitas Kehidupan Kerja terhadap Motivasi Kerja Anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian penjelasan (eksplanatory) dengan menggunakan pendekatan kuantitatif yang bertujuan untuk menguji pengaruh kualitas kehidupan kerja terhadap motivasi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Populasi dalam penelitian ini adalah anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan yang berjumlah 134 orang. Teknik penarikan sampel dilakukan dengan metode sensus dalam artian seluruh populasi dalam penelitian ini akan menjadi sampel penelitian yaitu seluruh anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan sejumlah 134 orang (sampel jenuh).

Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis dalam penelitian ini adalah menggunakan kuesioner sebanyak 57 pernyataan dengan model skala Likert yang disebarkan kepada 134 anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan. Kuesioner yang digunakan untuk mengukur kualitas kehidupan kerja diadaptasi dari teori dari Nawawi (2006) tentang enam dimensi pembentuk kualitas kehidupan kerja yaitu Supervisi yang Baik, Upah dan Insentif yang Baik, Pekerjaan yang Dirasakan sebagai Hadiah, Pekerjaan yang Menantang, Pekerjaan yang Menarik, dan Kondisi Lingkungan Kerja yang Baik. Untuk mengukur motivasi kerja, peneliti menggunakan kuesioner yang dikembangkan dari teori motivasi Vroom (2012) yang menyatakan bahwa seseorang akan termotivasi untuk melakukan sesuatu dalam hal mencapai tujuan apabila mereka yakin bahwa tingkah laku mereka mengarah pada pencapaian tujuan tersebut dengan tiga komponen utama yaitu harapan akan prestasi, nilai, dan pertautan. Kuesioner kualitas kehidupan kerja terdiri dari 34 item yang telah valid dan reliabel (taraf signifikansi α = 0,05 dengan nilai Alpha Cronbach sebesar 0,739) sebelum pengumpulan data, sedangkan motivasi kerja terdiri dari 23 item yang telah valid dan reliabel (taraf signifikansi α = 0,05 dengan nilai Alpha Cronbach sebesar 0,748). Penelitian ini menggunakan alat analisis SPSS untuk menguji normalitas, homoskedastisitas, linieritas, pengujian korelasi, analisis regresi berganda, Uji simultan (Uji F), serta Koefisien determinasi (R2).

 

Hasil Dan Pembahasan

Dalam penelitian ini terdiri dari dua perangkat data, yakni (1) data kualitas kehidupan kerja dan (2) data motivasi kerja, untuk menjawab permasalahan pokok dalam penelitian ini yakni apakah terdapat pengaruh dan hubungan antara kualitas kehidupan kerja terhadap motivasi kerja.

Variabel kualitas kehidupan kerja diukur dengan menggunakan kuesioner model skala Likert dengan skor antara 1 sampai 5. Skor terendah menunjukkan kecenderungan kualitas kehidupan kerja yang lemah dan skor tertinggi menunjukkan kecenderungan kualitas kehidupan kerja yang kuat. Skor yang dihasilkan dari 34 butir pernyataan kuesioner mencakup skor terendah 34 (34 x 1) dan skor tertinggi adalah 170 (34 x 5). Kecenderungan variabel ditetapkan dengan kategori penilaian yang dibagi dengan 5 skala interval. Sebaran data kualitas kehidupan kerja terdapat pada tabel distribusi frekuensi yang diilustrasikan pada tabel berikut :

 

Tabel 2

Distribusi Frekuensi Skor Kualitas Kehidupan Kerja

No

Kelas

Frekuensi

Frek Rel

Frek Kum

FK (%)

1

107 - 114

1

0,75

1

0,75

2

115 - 122

4

2,99

5

3,73

3

123 - 130

9

6,72

14

10,45

4

131 - 138

20

14,93

34

25,37

5

139 - 146

42

31,34

76

56,72

6

147 - 154

35

26,12

111

82,84

7

155 - 162

13

9,70

124

92,54

8

163 - 170

10

7,46

134

100,00

Total

134

100

 

 

Sumber : Kuesioner

 

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa responden yang paling banyak berada dalam rentang skor 139 - 146 sebanyak 42 orang atau 56,72%, sedangkan yang paling sedikit berada dalam rentang skor 107 � 114 sebanyak 1 orang atau 0,75%. Selanjutnya setelah diketahui persentase rata-rata dari indikator, hasilnya dikonsultasikan dengan kategori dibawah ini :

 

Tabel 3

Persentase Kategori

No

Persentase

Kategori

1

0 - 20

Sangat Kurang

2

21 - 40

Kurang

3

41 - 60

Sedang

4

61 - 80

Baik

5

81 - 100

Sangat Baik

�� ����������������������� ��� ������Sumber: Arikunto, 2009

 

Persentase tiap indikator dari variabel kualitas kehidupan kerja dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

 

Tabel 4

Kualitas Kehidupan Kerja

No

Indikator

%

Keterangan

1

Supervisi

84,86

Sangat Baik

2

Upah dan Insentif

84,00

Sangat Baik

3

Pekerjaan sebagai Hadiah

82,84

Sangat Baik

4

Pekerjaan Menantang

85,02

Sangat Baik

5

Pekerjaan Menarik

83,92

Sangat Baik

6

Kondisi Lingkungan Kerja

87,04

Sangat Baik

Rata-rata Variabel Kualitas Kehidupan Kerja 

85,02

Sangat Baik

Sumber: Data Primer

 

Berdasarkan keterangan diatas, maka gambaran umum tentang kualitas kehidupan kerja berdasarkan persepsi responden masuk kedalam kategori sangat baik, dengan indikator kondisi lingkungan kerja dengan tingkat persentase tertinggi yaitu sebesar 87,04% sedangkan indikator pekerjaan sebagai hadiah dengan tingkat persentase terendah yaitu sebesar 82,84%. Untuk melihat skor responden variabel kualitas kehidupan kerja dapat diuraikan sebagai berikut:

Di bawah ini disajikan skor pernyataan-pernyataan dari responden tentang indikator Supervisi :

Tabel 5

Skor Indikator Supervisi

No

Indikator

Butir

Skala

Skor

%

Mean

5

4

3

2

1

1

Supervisi

6

69

54

11

0

0

594

88,66

4,43

8

80

47

7

0

0

609

90,90

4,54

9

64

63

7

0

0

593

88,51

4,43

11

33

89

8

4

0

553

82,54

4,13

29

33

85

14

2

0

551

82,24

4,11

33

29

81

24

0

0

541

80,75

4,04

34

27

86

18

3

0

539

80,45

4,02

Rata-rata indikator Supervisi

3980

84,86

4,24

�� � �������Sumber: Data Primer

 

Dari Tabel 5 terlihat bahwa skor rata-rata sebesar 84,86%, sehingga dapat dikatakan bahwa indikator Supervisi yang dimiliki oleh anggota termasuk kedalam kategori sangat baik. Dari data tersebut, aspek atasan melakukan supervisi dalam jangka waktu tertentu secara periodik kepada setiap anggotanya mendapatkan skor paling rendah yaitu sebesar 80,45% (pernyataan 34), sedangkan aspek atasan melakukan penilaian kinerja secara jujur merupakan aspek yang memiliki skor yang paling tinggi dari indikator kualitas kehidupan kerja yaitu sebesar 90,90% (pernyataan 8).

Dibawah ini disajikan skor pernyataan-pernyataan dari responden tentang Upah dan Insentif yang dapat dilihat dibawah ini :

 

Tabel 6

Skor Indikator Upah dan Insentif

No

Indikator

Butir

Skala

Skor

%

Mean

5

4

3

2

1

2

Upah dan Insentif

1

79

52

3

0

0

612

91,34

4,57

15

52

66

16

0

0

572

85,37

4,27

16

52

62

20

0

0

568

84,78

4,24

23

74

51

9

0

0

601

89,70

4,49

31

41

72

18

3

0

553

82,54

4,13

32

13

64

37

19

1

471

70,30

3,51

Rata-rata indikator Upah dan Insentif

3377

84,00

4,20

Sumber: Data Primer

 

Dengan skor rata-rata yang diperoleh sebesar 84,00%, dapat dikatakan bahwa indikator Upah dan Insentif dari anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan sudah sangat baik. Dari data tersebut, aspek gaji yang diberikan setiap bulan yang sesuai dengan kebutuhan sehari-hari mendapatkan skor paling rendah yaitu diantara skor aspek lain dari indikator upah dan insentif yaitu sebesar 70,30% (pernyataan 32), sedangkan aspek adanya kesempatan untuk melanjutkan jenjang karier mendapatkan skor yang paling tinggi yaitu sebesar 91,34% (pernyataan 1).

Dibawah ini disajikan skor pernyataan-pernyataan dari responden tentang indikator Pekerjaan sebagai Hadiah. Skor pernyataan tentang Pekerjaan sebagai Hadiah sebagai indikator dari kualitas kehidupan kerja dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

 

Tabel 7

Skor Indikator Pekerjaan Sebagai Hadiah

No

Indikator

Butir

Skala

Skor

%

Mean

5

4

3

2

1

3

Pekerjaan

Sebagai Hadiah

14

44

83

6

1

0

572

85,37

4,27

21

42

77

14

1

0

562

83,88

4,19

25

43

77

12

2

0

563

84,03

4,20

28

29

72

24

9

0

523

78,06

3,90

Rata-rata indikator Pekerjaan sebagai Hadiah

2220

82,84

4,14

���� ��Sumber: Data Primer

 

Dengan skor rata-rata yang diperoleh sebesar 82,84%, dapat dikatakan bahwa indikator Pekerjaan sebagai Hadiah dari anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan sudah sangat baik. Dari data tersebut, aspek pekerjaan yang ada memberikan waktu/kesempatan untuk bersama (komunikasi) dengan keluarga mendapatkan skor paling rendah diantara skor aspek lain dari indikator pekerjaan sebagai hadiah yaitu sebesar 78,06% (pernyataan 28), sedangkan aspek kesempatan untuk mengikuti pelatihan/pendidikan kejuruan mendapatkan skor yang paling tinggi yaitu sebesar 85,37% (pernyataan 14).

Dibawah ini disajikan skor pernyataan-pernyataan dari responden tentang Pekerjaan Menantang. Skor pernyataan tentang Pekerjaan Menantang sebagai indikator dari kualitas kehidupan kerja dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

 

Tabel 8

Skor Indikator Pekerjaan Menantang

No

Indikator

Butir

Skala

Skor

%

Mean

5

4

3

2

1

4

Pekerjaan Menantang

3

43

88

3

0

0

576

85,97

4,30

12

23

103

7

1

0

550

82,09

4,10

20

52

78

3

1

0

583

87,01

4,35

Rata-rata indikator Pekerjaan Menantang

1709

85,02

4,25

Sumber: Data Primer

 

Dengan skor rata-rata yang diperoleh sebesar 85,02%, dapat dikatakan bahwa indikator Pekerjaan Menantang yang diberikan terhadap anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan sudah sangat baik. Dari data tersebut, aspek dalam pelaksanaan tugas anggota dituntut untuk mencapai visi dan misi organisasi mendapatkan skor paling rendah diantara skor aspek lain dari indikator pekerjaan menantang yaitu sebesar 82,09% (pernyataan 12), sedangkan aspek pekerjaan yang dilakukan sangat bermanfaat bagi orang lain mendapatkan skor yang paling tinggi yaitu sebesar 87,01% (pernyataan 20).

Dibawah ini disajikan skor pernyataan-pernyataan dari responden tentang Pekerjaan Menarik. Skor pernyataan tentang Pekerjaan Menarik sebagai indikator dari kualitas kehidupan kerja dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

 

Tabel 9

Skor Indikator Pekerjaan Menarik

No

Indikator

Butir

Skala

Skor

%

Mean

5

4

3

2

1

5

Pekerjaan Menarik

22

44

76

14

0

0

566

84,48

4,22

24

52

78

3

1

0

583

87,01

4,35

27

26

91

16

1

0

544

81,19

4,06

30

29

96

9

0

0

556

82,99

4,15

Rata-rata Pekerjaan Menarik

2249

83,92

4,20

Sumber: Data Primer

 

Dengan skor rata-rata yang diperoleh sebesar 83,92%, dapat dikatakan bahwa indikator Pekerjaan Menarik yang diberikan terhadap anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan sudah sangat baik. Dari data tersebut, aspek pekerjaan yang dilakukan anggota dipandang penting oleh orang banyak mendapatkan skor paling rendah diantara skor aspek lain dari indikator pekerjaan menarik yaitu sebesar 81,19% (pernyataan 27), sedangkan aspek kejelasan tugas dan tanggung jawab dalam pekerjaan mendapatkan skor yang paling tinggi yaitu sebesar 87,01% (pernyataan 24).

Dibawah ini disajikan skor pernyataan-pernyataan dari responden tentang Kondisi Lingkungan Kerja. Skor pernyataan tentang Kondisi Lingkungan Kerja sebagai indikator dari kualitas kehidupan kerja dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

 

Tabel 10

Skor Indikator Kondisi Lingkungan Kerja

No

Indikator

Butir

Skala

Skor

%

Mean

5

4

3

2

1

6

Kondisi

Lingkungan Kerja

2

75

57

2

0

0

609

90,90

4,54

4

77

54

2

1

0

609

90,90

4,54

5

31

90

12

1

0

553

82,54

4,13

7

103

31

0

0

0

639

95,37

4,77

10

31

81

20

2

0

543

81,04

4,05

13

56

73

4

1

0

586

87,46

4,37

17

41

89

4

0

0

573

85,52

4,28

18

48

75

10

1

0

572

85,37

4,27

19

40

89

5

0

0

571

85,22

4,26

26

56

64

13

1

0

577

86,12

4,31

Rata-rata indikator Kondisi Lingkungan Kerja

5832

87,04

4,35

Sumber: Data Primer

 

Dengan skor rata-rata yang diperoleh sebesar 87,04%, dapat dikatakan bahwa indikator Kondisi Lingkungan Kerja yang diberikan terhadap anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan sudah sangat baik. Dari data tersebut, aspek kepedulian atasan terhadap masalah pribadi anggota mendapatkan skor paling rendah diantara skor aspek lain dari indikator kondisi lingkungan kerja yaitu sebesar 81,04% (pernyataan 10), sedangkan aspek komunikasi diantara rekan kerja dan tersedianya fasilitas / peralatan / perlengkapan kerja mendapatkan skor yang paling tinggi yaitu sebesar 90,90% (pernyataan 2 dan 4).

Variabel Motivasi Kerja diukur dengan menggunakan kuesioner model skala Likert dengan skor antara 1 sampai 5. Skor terendah menunjukkan kecenderungan motivasi kerja yang lemah dan skor tertinggi menunjukkan kecenderungan motivasi kerja yang kuat. Skor yang dihasilkan dari 23 butir pernyataan kuesioner mencakup skor terendah 23 (23 x 1) dan skor tertinggi adalah 115 (23 x 5). Kecenderungan variabel ditetapkan dengan kategori penilaian yang dibagi dengan 5 skala interval. Sebaran data motivasi kerja terdapat pada tabel distribusi frekuensi yang diilustrasikan pada tabel berikut :

 

Tabel 11

Distribusi Frekuensi Skor Motivasi Kerja

No

Kelas

Frekuensi

Frek Rel

Frek Kum

FK (%)

1

63-69

2

1,49

2

1,49

2

70-76

7

5,22

9

6,72

3

77-83

8

5,97

17

12,69

4

84-90

42

31,34

59

44,03

5

91-97

35

26,12

94

70,15

6

98-104

25

18,66

119

88,81

7

105-111

14

10,45

133

99,25

8

112-118

1

0,75

134

100,00

Total

134

100,00

 

 

Sumber : Kuesioner

 

Berdasarkan tabel diatas,diketahui bahwa responden paling banyak berada pada dalam rentang skor 84-90 sejumlah 42 orang atau sebesar 31,34%. Responden yang memiliki rentang skor 112-118 memiliki responden paling rendah yaitu sejumlah 1 orang atau sebesar 0,75%. Sedangkan persentase skor indikator-indikator Motivasi Kerja dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

 

Tabel 12 Motivasi Kerja

No

Indikator

%

Keterangan

1

Harapan

82,05

Sangat Baik

2

Nilai

80,22

Sangat Baik

3

Pertautan

78,61

Baik

Motivasi Kerja

80,29

Sangat Baik

Sumber: Data Primer

 

Berdasarkan keterangan diatas, maka gambaran umum tentang motivasi kerja berdasarkan persepsi responden masuk kedalam kategori sangat baik, dengan indikator harapan dengan tingkat persentase tertinggi yaitu sebesar 82,05% sedangkan indikator Pertautan (Instrumen) dengan tingkat persentase terendah yaitu sebesar 78,61%. Untuk melihat skor responden variabel motivasi kerja dapat diuraikan sebagai berikut:

Di bawah ini disajikan skor pernyataan-pernyataan dari responden tentang indikator Harapan :

 

Tabel 13

Skor Indikator Harapan

No

Indikator

Butir

Skala

Skor

%

Mean

5

4

3

2

1

1

Harapan

1

51

76

7

0

0

580

86,57

4,33

2

30

87

16

1

0

548

81,79

4,09

7

22

85

24

3

0

528

78,81

3,94

20

27

77

28

2

0

531

79,25

3,96

21

27

80

27

0

0

536

80,00

4,00

22

43

80

9

2

0

566

84,48

4,22

23

40

77

17

0

0

559

83,43

4,17

Rata-rata Indikator Harapan

3848

82,05

4,10

Sumber: Data Primer

 

Dengan skor rata-rata yang didapat sebesar 82,05%, dapat dikatakan bahwa indikator harapan dari variabel motivasi kerja berada pada kategori sangat baik. Dari data tersebut, aspek anggota selalu berusaha bekerja dengan baik agar mendapat reward merupakan aspek dari indikator harapan dengan nilai persentase yang paling rendah yaitu sebesar 78,81% (pernyataan 7), sedangkan aspek setiap anggota yang telah memberi kontribusi optimal bagi pencapaian tujuan organisasi harus diberi reward berupa pujian atau penghargaan dari atasan merupakan aspek yang memiliki persentase yang paling tinggi yaitu sebesar 86,57% (pernyataan 1).

Di bawah ini disajikan skor pernyataan-pernyataan dari responden tentang indikator Nilai :

 

Tabel 14

Skor Indikator Nilai

No

Indikator

Butir

Skala

Skor

%

Mean

5

4

3

2

1

2

Nilai

5

34

64

26

10

0

524

78,21

3,91

6

32

86

16

0

0

552

82,39

4,12

8

37

84

11

2

0

558

83,28

4,16

12

31

70

29

4

0

530

79,10

3,96

13

27

82

23

2

0

536

80,00

4,00

14

37

83

9

5

0

554

82,69

4,13

15

61

69

4

0

0

593

88,51

4,43

18

33

54

36

11

0

511

76,27

3,81

19

27

35

60

12

0

479

71,49

3,57

Rata-rata Indikator Nilai

4837

80,22

4,01

Sumber: Data Primer

�

Dengan skor rata-rata yang didapat sebesar 80,22%, dapat dikatakan bahwa indikator nilai dari variabel motivasi kerja berada pada kategori baik. Dari data tersebut, aspek anggota yang tidak membina relasi dengan atasan akan sulit bagi anggota dalam mendapat imbalan, merupakan aspek dari indikator harapan dengan nilai persentase yang paling rendah yaitu sebesar 71,49% (pernyataan 19), sedangkan aspek semua anggota harus senantiasa melaksanakan tugas dengan baik agar tujuan organisasi tercapai secara optimal merupakan aspek yang memiliki persentase yang paling tinggi yaitu sebesar 88,51% (pernyataan 15).

Di bawah ini disajikan skor pernyataan-pernyataan dari responden tentang indikator Pertautan :

 

Tabel 15

Skor Indikator Pertautan

No

Indikator

Butir

Skala

Skor

%

Mean

5

4

3

2

1

3

Pertautan

3

40

62

28

4

0

540

80,60

4,03

4

52

60

20

2

0

564

84,18

4,21

9

35

51

44

4

0

519

77,46

3,87

10

21

53

51

9

0

488

72,84

3,64

11

31

60

32

11

0

513

76,57

3,83

16

31

78

20

5

0

537

80,15

4,01

17

32

66

30

6

0

526

78,51

3,93

Rata-rata Indikator Pertautan

3687

78,61

3,93

Sumber: Data Primer

 

Dengan skor rata-rata yang didapat sebesar 78,61%, dapat dikatakan bahwa indikator pertautan dari variabel motivasi kerja berada pada kategori baik. Dari data tersebut, aspek upah/gaji yang anggota dapatkan dari hasil kerja yang tidak memuaskan, merupakan aspek dari indikator harapan dengan nilai persentase yang paling rendah yaitu sebesar 72,84% (pernyataan 10); sedangkan aspek anggota lebih menyukai reward berupa promosi pangkat/jabatan daripada uang/barang merupakan aspek yang memiliki persentase yang paling tinggi yaitu sebesar 84,18% (pernyataan 4).

Menurut Singgih Santoso (2014: 192) bahwa normalitas data penelitian dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik, dengan dasar pengambilan keputusan:

�  Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

�  Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

Gambar 2

�Scatterplot Histogram

������������

Dari gambar di atas, terlihat titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Maka model regresi layak dipakai untuk prediksi motivasi berdasarkan masukan variabel kualitas kehidupan kerja.

Menurut Santoso (2014: 187) bahwa uji ini digunakan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model regresi, terjadi ketidaksamaan varians residual dari suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka hal tersebut dikatakan homokedastisitas; dan jika varians berbeda, disebut sebagai heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heterokedastisitas.

Gambar 3

�Scatterplot Uji Heterokesdasitas

 

Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa titik-titik tidak membentuk pola yang jelas, dan titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas dalam model regresi, sehingga model regresi layak dipakai untuk prediksi Y berdasarkan masukan variabel independennya (X).

Asumsi linieritas terpenuhi jika plot antara nilai residual terstandarisasi dengan nilai prediksi terstandarisasi tidak membentuk suatu pola tertentu (acak) (Suliyanto, 2005: 77).

Gambar 4

�Scatterplot Uji Linieritas

 

Dari Gambar 4 terlihat bahwa plot antara nilai residual terstandarisasi dengan nilai prediksi terstandarisasi tidak membentuk suatu pola tertentu (acak) sehingga asumsi linearitas telah terpenuhi.

Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara dua atau lebih variabel dan juga untuk mengetahui pengaruh perubahan variabel X terhadap perubahan variabel Y. Apabila variabel-variabel tersebut memiliki hubungan linier maka disebut dengan koefisien korelasi. Dengan kata lain, bahwa koefisien korelasi merupakan ukuran besar kecilnya atau kuat tidaknya hubungan antara variabel X dan variabel Y. Berikut ini adalah nilai koefisien korelasi Pearson yang diperoleh dari pengolahan data dengan menggunakan program SPSS versi 22:

 

Tabel 16

Korelasi Pearson

 

X

Y

X

Pearson Correlation

1

,900**

Sig. (2-tailed)

 

,000

N

134

134

Y

Pearson Correlation

,900**

1

Sig. (2-tailed)

,000

 

N

134

134

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

��� ��������

Pada output diatas dapat dilihat nilai korelasi Pearson antara variabel kualitas kehidupan kerja dengan motivasi kerja sebesar 0,900. Nilai korelasi positif artinya terjadi hubungan positif atau dengan kata lain jika kualitas kehidupan kerja meningkat maka motivasi kerja juga akan semakin tinggi. Keeratan hubungan antara kedua varibel tersebut termasuk pada kategori sangat kuat.

Setelah memenuhi uji asumsi klasik maka model regresi yang digunakan dalam penelitian ini sudah tepat. Selanjutnya, akan diuji apakah ada pengaruh kualitas kehidupan kerja terhadap motivasi kerja anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan. Di bawah ini ditampilkan hasil pengolahan data analisis regresi berganda menggunakan SPSS versi 22:

 

Tabel 17

Koefisien Korelasi Hasil Penghitungan dengan SPSS 22

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t

Sig.

B

Std. Error

Beta

1

(Constant)

-14,384

4,826

 

-2,981

,003

x1

,461

,216

,139

2,135

,035

x2

,461

,203

,123

2,269

,025

x3

,898

,291

,185

3,084

,003

x4

,564

,411

,068

1,373

,172

x5

1,461

,355

,252

4,119

,000

x6

,800

,172

,302

4,661

,000

a. Dependent Variable: Y

 

Pengaruh dari Supervisi (X1), Upah dan Insentif (X2), Pekerjaan sebagai Hadiah (X3), Pekerjaan Menantang (X4), Pekerjaan Menarik (X5), Kondisi Lingkungan Kerja (X6) secara simultan terhadap Motivasi Kerja (Y) dianalisis dengan menggunakan analisis regresi berganda. Hasil pengolahan data didapatkan nilai koefisien a = -14,384; b1 = 0,461; b2 = 0,461; b3 = 0,898; b4 = 0,564; b5 = 1,461; b6 = 0,800. Dengan memasukkan nilai koefisien-koefisien tersebut kedalam persamaan regresi, maka diperoleh model persamaan regresi berganda untuk pengaruh Supervisi (X1), Upah dan Insentif (X2), Pekerjaan sebagai Hadiah (X3), Pekerjaan Menantang (X4), Pekerjaan Menarik (X5), Kondisi Lingkungan Kerja (X6) secara simultan terhadap Motivasi Kerja (Y) anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan dapat ditulis sebagai berikut:

 

Ŷ = -14,384 + 0,461X1 + 0,461X2 + 0,898X3 + 0,564X4 + 1,461X5 + 0,800X6

 

 

Penjelasan:

a = -14,384;��� artinya jika Kualitas Kehidupan Kerja anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan bernilai nol, maka nilai rata-rata Motivasi Kerja anggota memiliki nilai sebesar -14,384.

b1 = 0,461; ���� artinya setiap terjadi peningkatan indikator Supervisi (X1) sebesar satu satuan, maka Motivasi Kerja anggota akan meningkat sebesar 0,461 satuan. Dengan asumsi indikator-indikator lain konstan seperti Upah dan Insentif (X2), Pekerjaan sebagai Hadiah (X3), Pekerjaan Menantang (X4), Pekerjaan Menarik (X5), dan Kondisi Lingkungan Kerja (X6).

b2 = 0,461;����� artinya setiap terjadi peningkatan indikator Upah dan Insentif (X2) sebesar satu satuan, maka Motivasi Kerja anggota akan meningkat sebesar 0,461 satuan. Dengan asumsi indikator-indikator lain konstan seperti Supervisi (X1), Pekerjaan sebagai Hadiah (X3), Pekerjaan Menantang (X4), Pekerjaan Menarik (X5), dan Kondisi Lingkungan Kerja (X6).

b3 = 0,898;����� artinya setiap terjadi peningkatan indikator Pekerjaan sebagai Hadiah (X3) sebesar satu satuan, maka Motivasi Kerja anggota akan meningkat sebesar 0,898 satuan. Dengan asumsi indikator-indikator lain konstan seperti Supervisi (X1), Upah dan Insentif (X2), Pekerjaan Menantang (X4), Pekerjaan Menarik (X5), dan Kondisi Lingkungan Kerja (X6).

b4 = 0,564;����� artinya setiap terjadi peningkatan indikator Pekerjaan Menantang (X4) sebesar satu satuan, maka Motivasi Kerja anggota akan meningkat sebesar 0,564 satuan. Dengan asumsi indikator-indikator lain konstan seperti Supervisi (X1), Upah dan Insentif (X2), Pekerjaan sebagai Hadiah (X3), Pekerjaan Menarik (X5), dan Kondisi Lingkungan Kerja (X6).

b5 = 1,461;����� artinya setiap terjadi peningkatan indikator Pekerjaan Menarik (X5) sebesar satu satuan, maka Motivasi Kerja anggota akan meningkat sebesar 1,461 satuan. Dengan asumsi indikator-indikator lain konstan seperti Supervisi (X1), Upah dan Insentif (X2), Pekerjaan sebagai Hadiah (X3), Pekerjaan Menantang (X4), dan Kondisi Lingkungan Kerja (X6).

b6 = 0,800;����� artinya setiap terjadi peningkatan indikator Kondisi Lingkungan Kerja (X6) sebesar satu satuan, maka Motivasi Kerja anggota akan meningkat sebesar 0,800 satuan. Dengan asumsi indikator-indikator lain konstan seperti Supervisi (X1), Upah dan Insentif (X2), Pekerjaan sebagai Hadiah (X3), Pekerjaan Menantang (X4), dan Pekerjaan Menarik (X5).

Dari persamaan regresi di atas dapat diprediksi bahwa keseluruhan indikator Kualitas Kehidupan Kerja antara lain Supervisi (X1), Upah dan Insentif (X2), Pekerjaan sebagai Hadiah (X3), Pekerjaan Menantang (X4), Pekerjaan Menarik (X5), dan Kondisi Lingkungan Kerja (X6) secara umum bernilai positif terhadap Motivasi Kerja (Y) anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan.

Uji simultan digunakan untuk mengetahui secara bersama-sama variabel bebas yaitu Supervisi (X1), Upah dan Insentif (X2), Pekerjaan sebagai Hadiah (X3), Pekerjaan Menantang (X4), Pekerjaan Menarik (X5), dan Kondisi Lingkungan Kerja (X6) berpengaruh terhadap variabel terikat yaitu Motivasi Kerja anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan. Hipotesis yang digunakan adalah :

H0 :����� Variabel Kualitas Kehidupan Kerja bukan merupakan variabel penjelas terhadap variabel Motivasi Kerja atau variabel-variabel bebas secara serentak tidak berpengaruh secara signifikan.

H1 :����� Variabel Kualitas Kehidupan Kerja merupakan variabel penjelas terhadap variabel Motivasi Kerja atau variabel-variabel bebas secara serentak berpengaruh secara signifikan.

 

Hasil pengolahan data menggunakan SPSS versi 24 didapatkan hasil seperti pada tabel 18 berikut :

Tabel 18

Hasil Uji F

ANOVAa

Model

Sum of Squares

df

Mean Square

F

Sig.

1

Regression

9733,601

6

1622,267

96,911

,000b

Residual

2125,951

127

16,740

 

 

Total

11859,552

133

 

 

 

a. Dependent Variable: Y

b. Predictors: (Constant), x6, x4, x2, x5, x3, x1

 

Pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti bahwa H0 ditolak atau H1 diterima atau dengan kata lain bahwa Supervisi, Upah dan Insentif, Pekerjaan sebagai Hadiah, Pekerjaan Menantang, Pekerjaan Menarik, dan Kondisi Lingkungan Kerja merupakan variabel penjelas terhadap variabel Motivasi Kerja anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan atau variabel bebas secara serentak berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi kerja anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan.

Untuk mengetahui persentase pengaruh variabel bebas (X1, X2, ...,Xn) terhadap variabel terikat digunakan koefisien determinasi yang dapat dilihat pada Tabel 19 di bawah ini :

Tabel 19

Koefisien Determinasi

Model Summary

Model

R

R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1

,906a

,821

,812

4,09143

a. Predictors: (Constant), x6, x4, x2, x5, x3, x1

Sumber : Data Primer yang diolah dengan SPSS 22, 2022

 

Dari Tabel 19 dapat dilihat bahwa R Square adalah sebesar 0,821. Ini berarti bahwa 82,1% variabel motivasi kerja dapat dijelaskan oleh Supervisi (X1), Upah dan Insentif (X2), Pekerjaan sebagai Hadiah (X3), Pekerjaan Menantang (X4), Pekerjaan Menarik (X5), dan Kondisi Lingkungan Kerja (X6); sedangkan sisanya 17,9%� dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini.

Pengujian hipotesis menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kualitas kehidupan kerja dengan motivasi kerja, dengan ditunjukkan nilai korelasi Pearson antara variabel kualitas kehidupan kerja dengan motivasi kerja sebesar 0,900. Nilai korelasi positif artinya terjadi hubungan positif yaitu jika kualitas kehidupan kerja meningkat maka motivasi kerja juga akan meningkat. Untuk nilai keeratan hubungan antara kualitas kehidupan kerja dan motivasi kerja termasuk pada kategori sangat kuat.

Berdasarkan hasil pengujian diperoleh signifikansi sebesar 0,000; pengujian menggunakan uji dua sisi dengan tingkat signifikansi α = 0,05; nilai signifikansi 0,000 kurang dari 0,05; artinya bahwa ada hubungan secara signifikan antara kualitas kehidupan kerja dengan motivasi kerja. Hasil penghitungan nilai koefisien korelasi tersebut membuktikan bahwa terdapat korelasi atau hubungan antara variabel kualitas kehidupan kerja dengan motivasi kerja anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan, dan mempunyai hubungan yang searah dengan ditunjukkan nilai koefisien korelasi positif. Sebaliknya, apabila variabel kualitas kehidupan kerja mengalami penurunan, maka variabel motivasi kerja anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan juga akan mengalami penurunan.

Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Manouchehr Jofreh dkk dalam jurnal penelitian yang berjudul �The Relationship Between EFL Teachers� Quality of Work Life and Job Motivation� dalam Middle-East Journal of Scientific Research 14 (10). Dalam penelitian tersebut mengungkapkan bahwa terdapat korelasi yang sangat kuat antara kualitas kehidupan kerja dengan motivasi. Temuan penelitian dari Adeyemo dkk. (2015) serta Fatoni & Dimulyo (2018) juga sejalan dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa kualitas kehidupan kerja mempengaruhi motivasi kerja pada pekerja bank di negara Nigeria dan Indonesia. Hasil penelitian lain yang mendukung penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Hasmalawati & Resta (2017) yang menyatakan bahwa kualitas kehidupan kerja memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap motivasi kerja. Putri & Mirza (2018) dalam hasil penelitiannya dengan subyek penelitian pada karyawan Suzuya Mall Banda Aceh, juga membuktikan bahwa motivasi kerja dipengaruhi secara positif oleh kualitas kehidupan kerja. Sama halnya dengan temuan penelitian dari Neviyani (2020) dengan subyeknya adalah karyawan DIPO Lokomotif PT. KA (Persero) DAOP IX Jember bahwa ditemukan pengaruh langsung signifikan dan positif kualitas kehidupan kerja pada motivasi kerja.

Berdasarkan pengujian dengan menggunakan regresi linier berganda menunjukkan hasil bahwa dari keenam indikator kualitas kehidupan kerja yang dimasukkan kedalam model regresi berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi kerja. Pengujian hipotesis secara simultan menunjukkan bahwa variabel kualitas kehidupan kerja berpengaruh positif terhadap motivasi kerja. Hal ini ditunjukkan oleh persamaan regresi sebagai berikut :

 

Y = -14,384 + 0,461X1 + 0,461X2 + 0,898X3 + 0,564X4 + 1,461X5 + 0,800X6

 

Pada uji koefisien determinasi, diperoleh nilai R Square sebesar 0,821 atau 82,1%. Hal ini menunjukkan bahwa persentase sumbangan pengaruh variabel independen (kualitas kehidupan kerja) memberikan kontribusi terhadap variabel dependen (motivasi kerja) sebesar 82,1%.

Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji statistik F, yaitu untuk mengetahui apakah variabel independen (kualitas kehidupan kerja) secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen (motivasi kerja). Berdasarkan hasil tabel Anova pada uji statistik F, diperoleh nilai Fhitung sebesar 96,911; sedangkan Ftabel sebesar 2,17. Diperoleh hasil bahwa Fhitung > Ftabel (96,911 > 2,17), dengan demikian bahwa variabel kualitas kehidupan kerja yang mencakup indikator Supervisi (X1), Upah dan Insentif (X2), Pekerjaan sebagai Hadiah (X3), Pekerjaan Menantang (X4), Pekerjaan Menarik (X5), dan Kondisi Lingkungan Kerja (X6) secara bersama-sama berpengaruh terhadap motivasi kerja anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan.

Hasil dari uji koefisien determinasi yang menunjukkan bahwa persentase sumbangan pengaruh kualitas kehidupan kerja memberikan kontribusi terhadap motivasi kerja sebesar 82,1%. Hal ini sesuai dengan model hubungan yang dikemukakan oleh Walton dalam Baleghizadeh & Gordani (2012) yang menyatakan bahwa kualitas kehidupan kerja (Quality of Work Life) adalah kondisi dan karakteristik pekerjaan yang berkontribusi terhadap motivasi dan kepuasan kerja.

 

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan dari hipotesis penelitian. Kesimpulan pertama, bahwa terhadap persoalan penelitian mengenai hubungan antara kualitas kehidupan kerja dengan motivasi kerja anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan, dari hasil pengujian data penelitian diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat antara kualitas kehidupan kerja dengan motivasi kerja anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan. Hal tersebut ditunjukkan dengan keeratan hubungan kedua variabel sebesar 0,900; dimana hubungan antara kualitas kehidupan kerja dengan motivasi kerja anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan adalah positif. Kesimpulan kedua, terhadap persoalan mengenai pengaruh antara kualitas kehidupan kerja terhadap motivasi kerja anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan, bahwa dari hasil pengujian data penelitian diperoleh hasil bahwa persentase sumbangan pengaruh kualitas kehidupan kerja yang terdiri dari supervisi, upah dan insentif, pekerjaan sebagai hadiah, pekerjaan menantang, pekerjaan menarik, dan kondisi lingkungan kerja secara simultan (bersama-sama) terhadap motivasi kerja anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan mempunyai pengaruh sebesar 82,1%; sedangkan sisanya sebesar 17,9% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini. Kualitas kehidupan kerja akan mempunyai pengaruh positif terhadap motivasi kerja anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan apabila dilakukan secara simultan (bersama-sama).

Adapun saran-saran yang diajukan oleh Penulis dari penelitian ini adalah agar Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan memelihara dan mengembangkan aspek-aspek kualitas kehidupan kerja yang berkontribusi positif terhadap motivasi kerja anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan yang diantaranya adalah supervisi, upah dan insentif, pekerjaan sebagai hadiah, pekerjaan menantang, pekerjaan menarik, dan kondisi lingkungan kerja anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan. Berkaitan dengan penelitian selanjutnya (future research), agar dilakukan penelitian terkait indikator-indikator kualitas kehidupan kerja lainnya, untuk mengetahui pengaruhnya terhadap motivasi kerja anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan serta agar dilakukan penelitian terkait variabel-variabel lainnya yang mempengaruhi motivasi kerja anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan.

 


BIBLIOGRAFI

 

Adeyemo, Da, Terry, Dl, & Lambert, Nj. (2015). Organizational Climate, Leadership Style And Emotional Intelligence As Predictors Of Quality Of Work Life Among Bank Workers In Ibadan, Nigeria. European Scientific Journal, 11(4), 110�130. Google Scholar

 

Baleghizadeh, Sasan, & Gordani, Yahya. (2012). Motivation And Quality Of Work Life Among Secondary School Efl Teachers. Australian Journal Of Teacher Education, 37(7), 30�42. Google Scholar

 

Bangun, W. (2012). Managemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Jakarta: Erlangga. Google Scholar

 

Devadass, Rajeswari. (2011). Employee Motivation In Organization.Pdf. International Proceedings Of Economics Development & Research, 10, 566�570.

 

Fatoni, Mahmud, & Dimulyo, Ultafakoh Paranitha. (2018). Quality Quality Of Work Life, Motivation, And Employee Performance On Pt. Bank Bca Branch Jember. International Journal Of Scientific Research And Management, 6(06), 1�7.

 

Hasmalawati, Nur, & Resta, Winda Putri Diah. (2017). Hubungan Kualitas Kehidupan Kerja Terhadap Motivasi Kerja Karyawan Di Puskesmas Paya Bakong Aceh Utara. Jurnal Sains Psikologi, 6(2), 64�68. Google Scholar

 

Luthans, F. (2005). Perilaku Organisasi (Edisi 10). Yogyakarta: Penerbit Andi Yogyakarta. Google Scholar

 

Nanjundeswaraswamy, T. S. S., & Swamy D R/, Dr. (2012). A Literature Review On Quality Of Work Life And Leadershipstyles. International Journal Of Engineering Research And Applications (Ijera) Www.Ijera.Com, 2(3), 1053�1059. Google Scholar

 

Nawawi, H. (2006). Evaluasi Dan Manajemen Kinerja Di Lingkungan Perusahaan Dan Industri. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Google Scholar

 

Neviyani, Neviyani, & W, Roro Aditya Novi. (2020). Peran Motivasi Dalam Memengaruhi Quality Of Work Life Pada Kinerja Karyawan. Efisiensi - Kajian Ilmu Administrasi, 17(1), 55�62. Google Scholar

 

Putri, Marina, & Mirza, Mirza. (2018). Kohesivitas Kelompok Dan Kualitas Kehidupan Kerja Pada Karyawan. Seurune Jurnal Psikologi Unsyiah, 1(1), 1�17. Google Scholar

 

Santoso, Singgih. (2014). Statistik Parametrik: Konsep Dan Aplikasi Dengan Spss. Jakarta: Elex Media Komputindo. Google Scholar

 

Sembiring, Nurdin, Nimran, Umar, Astuti, Endang, & Utami, Hamidah. (2020). The Effects Of Emotional Intelligence And Organizational Justice On Job Satisfaction, Caring Climate, And Criminal Investigation Officers� Performance. International Journal Of Organizational Analysis, Ahead-Of-P. Google Scholar

 

Siagian, Sondang. (2005). Teori Pengembangan Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara. Google Scholar

 

Wibowo. (2007). Managemen Kinerja. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Google Scholar

 

Winardi. (2001). Motivasi Dan Pemotivasian Dalam Managemen. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Google Scholar

 

Copyright holder:

Alfred Sabungan Banjar Nahor, Basir S, Anggi Aulina Harahap (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: