Vol. 7, No. 4, April 2022
Septalisa Marsha Dea Natasia,
Arde Evatta
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang, Indonesia
Email: [email protected],
[email protected]
Abstrak
Diabetes adalah masalah Kesehatan masyarakat yang penting, menjadi salah satu dari empat penyakit tidak menular prioritas yang menjadi target tindak lanjut oleh pemimpin dunia. Jumlah kasus dan prevalensi diabetes terus meningkat selama beberapa decade terakhir. Salah satu komplikasi tersering dari diabetes mellitus adalah retinopati diabetik (RD), yang terjadi akibat kerusakan pembuluh darah kecil pada retina. Diperkirakan dari total penderita diabetes mellitus di dunia, satu per tiga penderita menunjukkan tanda tanda RD. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi dan karakteristik pasien Retinopati Diabetik pada pasien prolanis di Rumah Sakit Islam Gondanglegi sejak 1 Januari 2021- 31 Desember 2021. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif retrospektif dengan dengan menggunakan data sekunder. Sampel pada penelitian ini adalah pasien prolanis yang terdaftar di Rumah Sakit Islam Gondanglegi. Hasil penelitian memberikan kesimpulan bahwa didapatkan prevalensi pasien retinopati diabetik pada prolanis sebesar 13,2%. Pasien Retinopati Diabetik terutama pada umur 45 tahun- 65 tahun (70,7%) dan lebih dominan pada pasien berjenis kelamin perempuan (67,3%)
Kata Kunci: retinopati
diabetic; diabetes melitus; prolanis
Abstract
Diabetes is an
important public health problem, being one of the four priority
non-communicable diseases targeted for follow-up by world leaders. The number
of cases and prevalence of diabetes has continued to increase over the last few
decades. One of the most common complications of diabetes mellitus is diabetic
retinopathy (RD), which occurs due to damage to the small blood vessels in the
retina. It is estimated that of the total people with diabetes mellitus in the
world, one third of patients show signs of RD. The purpose of this study was to
determine the prevalence and characteristics of diabetic retinopathy patients
in prolanis patients at the Gondanglegi
Islamic Hospital from January 1, 2021 to December 31, 2021. The research method
used was retrospective descriptive using secondary data. The sample in this
study were prolanis patients who were registered at
the Gondanglegi Islamic Hospital. The results
concluded that the prevalence of diabetic retinopathy patients in prolanis was 13.2%. Diabetic Retinopathy patients,
especially at the age of 45 years-65 years (70.7%) and more dominant in female patients
(67.3%)
Keywords: diabetic retinopathy; diabetes mellitus; prolanis
Pendahuluan
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes, 2018), penyakit kronis didominasi oleh penyakit hipertensi dan Diabetes Melitus. Fakta menunjukan bahwa prevalensi hipertensi naik dari 25,8% pada tahun 2013 menjadi 34,1% pada tahun 2018. Kondisi ini mengakibatkan kematian sekitar 8 juta orang pertahun, demikian pula dengan Diabetes Melitus prevalensi penyakit ini naik dari 6,9% menjadi 8,5% pertahun 2018. Diabetes adalah penyakit kronis serius yang terjadi karena pangkreas tidak menghasillan cukup insulin (hormon yang mengatur gula darah atau glukosa), atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkannya. Diabetes adalah masalah Kesehatan masyarakat yang penting, menjadi salah satu dari empat penyakit tidak menular prioritas yang menjadi target tindak lanjut oleh pemimpin dunia. Jumlah kasus dan prevalensi diabetes terus meningkat selama beberapa decade terakhir (WHO Global Report, 2016). Kondisi ini juga membuat harapan hidup berkurang 5 hingga 10 tahun (Riskesdes, 2018). Indonesia merupakan negara ke-7 dengan prevalensi diabetes tertinggi, di bawah China, India, Amerika Serikat, Brasil, Rusia, dan Meksiko.38 The DiabCare Asia menyebutkan bahwa dari 1.785 orang di Indonesia yang mengalami DM, ada 42% yang mengalami RD (Indonesia, 2015).
Diabetes melitus (DM) didefinisikan sebagai penyakit metabolisme dengan karakteristik kadar gula tinggi pada darah karena kelainan
sekresi dan/atau kerja
insulin (Perkeni, 2019). Diabetes tidak hanya menyebabkan kematian premature diseluruh
dunia. Penyakit ini juga menjadi
penyebab utama kebutaan, penyakit jantung dan gagal ginjal. Organisasi Internasional Diabtes Federation
(IDF) memperkirakan sedikitnya
463 juta orangpada usia 20-79 tahun di dunia menderita diabetes pada tahun
2019 atau setara dengan angka prevalensi sebesar 9,3% dari total penduduk dari angka
yang sama. Prevalensi
diabetes melitus yang terdiagnosis
pada tahun 2018, penderita terbesar berada pada kategori usia 55 sampai 64 tahun yaitu 6,3% dan 65 sampai 74 tahun yaitu 6,03% (Kementrian Kesehatan RI, 2019).
Salah satu komplikasi tersering dari diabetes mellitus adalah retinopati diabetik (RD), yang terjadi akibat kerusakan pembuluh darah kecil pada retina (kemenkes, 2014). Diperkirakan dari total penderita diabetes mellitus di dunia, satu per tiga penderita menunjukkan tanda tanda RD. Sehingga, meningkatnya penderita diabetes melitus juga meningkatkan risiko kejadian RD (Lee, Wong, & Sabanayagam, 2015). Retinopati diabetik merupakan kelainan mata pada pasien DM yang disebabkan kerusakan kapiler retina dalam berbagai tingkatan. Jenis kelainan retinopati diabetik dibagi menjadi dua tahap yaitu non-proliferatif dan proliferatif. Non� proliferative retinopathy diabetic (NPDR) memiliki tingkat keparahan ringan, sedang, dan berat (JL, 2010). Peningkatan prevalensi DM juga menyebabkan terjadinya peningkatan prevalensi retinopati diabetik. Retinopati diabetik merupakan salah satu komplikasi kronis mikrovaskular oftalmologi yang paling berbahaya pada DM. (American Academy of Ophthalmology). Pasien ketika diagnosis DM tipe 2 ditegakkan sekitar 20% diantaranya sudah ditemukan retinopati diabetik. Setelah 15 tahun kemudian prevalensi meningkat menjadi lebih dari 60-85% (American Diabetes Association. 2009). Salah satu bentuk pengelolaan jangka Panjang pada penyakit diabetes melitus dan hipertensi adalah program penyakit kronis (prolanis) yang dibuat oleh pemerintah pada tahun 2014 (Kesehatan, 2014).
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan angka (prevalence) dan karakteristik retinopati diabetik pada pasien prolanis di Rumah Sakit Islam Gondanglegi periode 1 januari 2020 � 31 desember 2020.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Islam Gondanglegi pada periode 1 Januari 2021 hingga 31 Desember 2021. Berdasarkan metode pengumpulan datanya, penelitian ini menrupakan penelitian deskriptif retrospektif dengan menggunakan data sekunder. Sampel pada penelitian ini adalah pasien prolanis yang terdaftar di Rumah Sakit Islam Gondanglegi periode 1 januari 2021 � 31 desember 2021.
Sampel pada penelitian didapatkan dengan teknik total sampling yaitu pasien prolanis dengan diagnosis diabetes melitus dan terdaftar pada RSI Gondanglegi Kabupaten Malang Periode 1 Januari 2021 hingga 31 Desember 2021 yang kemudian didiagnosis mengalami kelainan retinopati diabetik oleh dokter spesialis mata di RSI Gondanglegi serta memiliki rekam medis yang lengkap.
Variabel penelitian yang diukur pada penelitian ini antara lain usia, jenis kelamin, dan ada tidaknya retinopati diabetik. Tajam penglihatan diperiksa dengan autorefractokeratometer (ARK) dan diikuti dengan pemeriksaan koreksi refraksi secara subjektif. Retinopati diabetik didiagnosis berdasarkan klasifikasi ETDRS dengan teknik funduskopi indirek. Semua pasien dengan retinopati diabetik menjalani pemeriksaan foto fundus. Pengumpulan data dengan mengunakan dokumen medik Kesehatan yang ada di Rumah Sakit Islam Gondanglegi yang merupakan pasien prolanis dengan diagnosis diabetes melitus. Data yang dikumpulkan kemudian dicek lagi kelengkapannya lalu dikelompkan berdasarkan variabel seperti usia pasien kurang dari 45 tahun, lebih dari 45 tahun sampai 65 tahun dan usia lebih dari 65 tahun. Berdasarkan jenis kelamin laki-laki atau perempuan, dan ada tidaknya retinopati diabetik. Selanjutnya data dihitung distribusi frekuensinya dan dibuatkan tabel.
Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan data sekunder yang terkumpul, pada tahun 2021 jumlah pasien prolanis dengan diagnosis diabetes melitus di RSI Gondanglegi sebanyak 440 pasien. Dari 440 pasien prolanis dengan diagnosis diabetes melitus didapatkan sebanyak 58 pasien mengalami retinopati diabetik (13,2%). Pada tabel 2 dan tabel 3 menunjukan frekuensi pasien DM dengan retinopati diabetik dengan berbagai karakteristik yaitu umur dan jenis kelamin. Frekuensi pada umur terbagi menjadi tiga kategori yaitu umur <45 tahun sebanyak 6 orang (10,3%), umur 45tahun � 65 tahun sebanyak 41 orang (70,7%) dan umur > 65 tahun sebanyak 11 orang (19%).
Tabel 1
Distribusi Prolanis DM Dengan Komplikasi Retinopati Diabetik
komplikasi |
|
jumlah |
presentase |
RD |
|
58 |
13,2 |
Tanpa RD |
|
382 |
86,8% |
Subjek penelitian
adalah pasien prolanis dengan DM yang terdaftar di RSI Gondanglegi. Penelitian ini melibatkan 440 pasien prolanis dengan DM yang telah memenuhi kriterian inklusi dan ekslusi. Dari tabel 1 menunjukan pasien prolanis dengan diagnosis diabetes melitus
sebanyak 440 pasien yang mengalami komplikasi retinopati diabetik sebanyak 13,2%.
Tabel 2
Frekuensi Umur Retinopati Diabetik
Umur (tahun) |
|
jumlah |
presentase |
< 45 tahun |
|
6 |
10,3% |
45 tahun � 65 tahun |
|
41 |
70,7% |
>65 tahun |
|
11 |
19% |
Proporsi distribusi
usia pasien retinopati diabetik yang paling dominan adalah umur 45 tahun � 65 tahun dan yang paling sedikit adalah umur <45 tahun. Berdasarkan studi epidemiologi, penderita retinopati memiliki sebaran terbanyak pada rentang usia 20-60 tahun (Hanley et al., 2005).
Sembilan puluh persen pasien diabetes melitus merupakan
diabetes melitus tipe 2, yang sering
terjadi pada usia di atas 30 tahun dan semakin meningkat pada usia >45 tahun seiring mulai terjadinya
degenerasi sel-sel tubuh secara fisiologis
(G�de et al., 2003).
Umur merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
retinopati diabetik pada pasien yang menderita diabetes melitus. Penelitian yang dilakukan oleh (Mulyati, Amin, & Santoso, 2015)
tahun 2015 di Palembang, menunjukkan
frekuensi pasien retinopati diabetik pada kategori umur 33-45 tahun sebanyak 11,60%, 46-58 tahun sebesar 69,80%, dan 59-71 tahun sebesar 18,60%. Hasil pada penelitian ini tidak jauh berbeda dari penelitian
sebelunya yaitu umur terbanyak pasien yang mengalami retinopati diabetik adalah 45 tahun -65 tahun sebesar 70,7%.
Tabel 2
Frekuensi Jenis Kelamin
Jenis kelamin |
|
jumlah |
presentase |
Laki-laki |
|
19 |
32,7% |
perempuan |
|
39 |
67,3% |
��������������
Hasil dari penelitian karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin terbanyak
adalah jenis kelamin perempuan dengan jumalah 39 pasien (67,3%) dari 58 sampel. Sedangkan jenis kelamin laki-laki berjulah 19 orang (32,7%) dari 58
sampel. Data tersebut tidak
jauh berbeda dari hasil penelitian
yang sudah dilakukan oleh
Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata
FK Universitas Airlangga pada tahun
2014 yang menyebutkan bahwa sampel menurut
jenis kelamin terbanyak adalah didominasi oleh jenis kelamin perempuan
189 orang dari 295 sampel
atau setara dengan 64% sedangkan jenis kelamin laki-laki berjulah 106 dan setara dengan 36% dari total keseluruhan. (Nurainy T Setyoputri et al.2014).
Perbedaan didapatkan pada penelitian yang dilakukan
oleh Suryathi tahun 2015
yang dilakukan di tiga rumah sakit di Denpasar, pada kelompok PDR menunjukkan bahwa frekuensi jenis kelamin laki-laki
sebanyak 52,70% sedangkan perempuan sebesar 47,30% (Suryathi NM, 2015) Penelitian
yang sama, pada kelompok
NPDR yang berjenis kelamin laki-laki memiliki frekuensi sebesar 54%, sedangkan perempuan sebesar 46%. Penelitian yang dilakukan oleh Al Rubean tahun 2015 yang dilakukan di
Saudi Arabia menunjukkan prevalensi
pada kelompok PDR dengan jenis kelamin laki-laki
sebanyak 36,90% dan perempuan
sebesar 63,10% (Al-Rubeaan, 2010).
Hasil penelitian yang berbeda
tentang jenis kelamin dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti gaya hidup,
pola makan, kebiasaan merokok, dan jumlah subjek laki-laki
lebih banyak daripada jumlah subjek perempuan (Hartnett et al., 2000).
Namun pernah dikatakan bahwa hormon esterogen berpengaruh pada DM, dimana wanita DM memiliki kecenderungan retinopati lebih tinggi dari
pada pria. Tingginya angka retinopati pada wanita dikaitkan dengan tingginya angka kegemukan pada wanita terkait genetic dan pola hidup yang merupakan factor resiko DM. Hormom esterogen merupakan hormon seks dominan pada wanita, kadar hormone esterogen yang tinggi dapat menurukan leptin yang berperan dalam penekan nafsu makan di hipotalamus, akibatnya asupan makan tidak terkontrol sehingga dapat menyebabkan penumpukan jaringan lemak berlebih disertai tingginya kadar gula darah akibat terjadinya
penurunan sensitifitas jaringan perifer terhadap insulin (Anugrah, 2013).
Menurut American Academy of Opthalmolgy
(AAO) jenis kelamin laki-laki merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
retinopati diabetik akibat gaya hidup
yaitu meminum soda dan alcohol
(American Academy of Ophthalmology).
Kesimpulan
Hasil penelitian
pada pasien prolanis dengan diabetes melitus di dapatkan prevalensi retinopati diabetik di RSI Gondanglegi pada tahun 2021 sebesar 13,2%. Dari penelitian
ini dapat diambil kesimpulan bahwa pasien dengan diabetik
retinopati paling banyak
pada rentan usia 45 tahun � 65 tahun dengan jenis kelamin
wanita lebih banyak mengalami retinopati diabtetik. Pentingnya dilakukan penelitian prevalensi lanjutan dengan sampel yang lebih banyak serta memperhitungkan
faktor resiko mayor selain diabetes melitus yaitu hipertensi dan gangguan keseimbangan kolesterol darah. Ada baiknya juga menyertakan tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku pasien terhadap diabetes melitus dan retinopati diabetik.
Al-Rubeaan, Khalid. (2010). Type 2
diabetes mellitus red zone. Int J Diabetes Mellitus, 2(1), 1�2. Google Scholar
Anugrah, Juniar. (2013). Hubungan diabetes
melitus dan retinopati di RSUD DR Soedarso Pontianak periode januari-desember
2010. Jurnal Mahasiswa PSPD FK Universitas Tanjungpura, 2(1). Google Scholar
G�de, Peter, Vedel, Pernille, Larsen,
Nicolai, Jensen, Gunnar V. H., Parving, Hans Henrik, & Pedersen, Oluf.
(2003). Multifactorial intervention and cardiovascular disease in patients with
type 2 diabetes. New England Journal of Medicine, 348(5), 383�393.
Google Scholar
Hanley, Anthony J. G., Harris, Stewart B.,
Mamakeesick, Mary, Goodwin, Ken, Fiddler, Edith, Hegele, Robert A., Spence, J.
David, House, Andrew A., Brown, E. D., & Schoales, Blair. (2005).
Complications of type 2 diabetes among Aboriginal Canadians: prevalence and
associated risk factors. Diabetes Care, 28(8), 2054�2057. Google Scholar
Hartnett, M. Elizabeth, Stratton, Robert
D., Browne, Richard W., Rosner, BERNARD A., Lanham, RICHARD J., &
Armstrong, DONALD. (2000). Serum markers of oxidative stress and severity of
diabetic retinopathy. Diabetes Care, 23(2), 234�240. Google Scholar
Indonesia, Perkumpulan Endokrinologi.
(2015). Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. Pb.
Perkeni. Google Scholar
JL, Jameson. (2010). Harrison�s
endocrinology. Beijing: People�s Medical Publishing House, 243�247.
Kementrian Kesehatan RI. (2019). Profil
Kesehatan Indonesia.
Kesehatan, BPJS. (2014). Panduan Praktis
Prolanis. Diambil Kembali dari bpjs-kesehatan. Retrieved from
http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/ index.php/arsip/view/39
Lee, Ryan, Wong, Tien Y., &
Sabanayagam, Charumathi. (2015). Epidemiology of diabetic retinopathy, diabetic
macular edema and related vision loss. Eye and Vision, 2(1), 1�25.
Google Scholar
Mulyati, Mulyati, Amin, Ramzi, &
Santoso, Budi. (2015). Kemajuan Visus Penderita Retinopati Diabetik yang
Diterapi dengan Laser Fotokoagulasi dan atau Injeksi Intravitreal di Rumah Sakit
Mohammad Hoesin Palembang. Majalah Kedokteran Sriwijaya, 47(2),
115�122. Google Scholar
Riskesdes. (2018). Laporan Nasional
Rikesdas 2018. In Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Copyright holder: Septalisa Marsha Dea Natasia, Arde Evatta (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed
under: |