Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 4, April 2022
ANALISIS PENGURANGAN
RISIKO BENCANA ABRASI PANTAI DI KECAMATAN GALESONG UTARA KABUPATEN TAKALAR
Firdaus,
Muhammad Chaerul, Sri Gusty
Universitas Fajar, Makassar, Indonesia
Email: [email protected], [email protected],
[email protected]
Abstrak
Abrasi menjadi permasalahan bagi ekosistem maupun
pemukiman di wilayah pesisir. Dampak dari abrasi adalah terjadinya kemunduran
garis pantai yang dapat mengancam bangunan maupun ekosistem yang berada di belakang
wilayah garis pantai. Mitigasi bencana abrasi di wilayah pesisir saat ini belum
dilakukan secara komprehensif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ancaman, tingkat kerentanan dan tingkat kapasitas bencana abrasi pantai, mengetahui tingkat risiko bencana abrasi pantai dan pengurangan risiko bencana abrasi pantai di Kecamatan Galesong Utara. Metode Analisis yang digunakan yaitu metode analisis
deskriptif komparatif untuk menyimpulkan tingkat risiko bencana abrasi pantai. Pengambilan data dilakukan melalui pengukuran parameter, survei lapangan dan analisis data sekunder. Analisis data menggunakan perangkat sistem informasi geografis (SIG) dan tabel analisis bersumber dari aturan Kepala
Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Nomor 2 Tahun 2012 yang di modifikasi oleh penulis berdasarkan kondisi lokasi penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, (1) tingkat ancaman bencana abrasi pantai di wilayah pesisir Kecamatan Galesong Utara memiliki kategori tinggi (2) tingkat kerentanan bencana abrasi pantai di wilayah pesisir Kecamatan Galesong Utara masuk dalam kategori sedang, (3) indeks kapasitas seluruh wilayah pesisir Kecamatan Galesong Utara termasuk dalam kapasitas dengan kategori rendah, (4) risiko bencana abrasi pantai di seluruh wilayah pesisir Kecamatan Galesong Utara masuk kedalam kategori tinggi, dan (5) pengurangan risiko bencana abrasi pantai perlu
perbaikan stabilitas pantai melalui pembangunan fisik pemecah gelombang dan menanam vegetasi pantai yang sesuai dengan karakteristik pantainya, sedangkan upaya pencegahan berupa penegakan aturan terkait sempadan pantai dan perlindungan ekosistem pesisir pantai.
Kata kunci: mitigasi,
risiko bencana, abrasi, wilayah pesisir, galesong utara
Abstract
Abrasion is a problem for ecosystems and settlements
in coastal areas. The impact of abrasion is the decline of the coastline which
can threaten the buildings and ecosystems behind the coastline. Abrasion
disaster mitigation in coastal areas currently has not been carried out
comprehensively.This study aims to determine the level of threat, the level of
vulnerability and the level of capacity for coastal abrasion disasters,
determine the level of risk of coastal abrasion disasters and reduce the risk
of coastal abrasion disasters in North Galesong District. The analytical method
used is a comparative descriptive analysis method to conclude the level of
coastal abrasion disaster risk. Data were collected through parameter
measurements, field surveys and secondary data analysis. Data analysis using geographic
information system (GIS) and analysis tables sourced from the rules of the Head
of the National Disaster Management Agency Number 2 of 2012 which was modified
by the author based on the conditions of the research location. The
results showed that, (1) the threat level of coastal abrasion in the coastal
area of North Galesong District has a high category (2) the vulnerability level
of coastal abrasion disasters in the coastal area of North Galesong District is
in the medium category, (3) the capacity index of the entire coastal area of
North Galesong District. North Galesong is included in the low category of
capacity, (4) the risk of coastal abrasion in all coastal areas of North
Galesong sub-district is in the high category, and (5) coastal abrasion
disaster risk reduction requires improving coastal stability through the
physical construction of breakwaters and planting coastal vegetation. in
accordance with the characteristics of the coast, while prevention efforts are
in the form of enforcing rules related to coastal boundaries and protecting
coastal ecosystems.
Keywords: mitigation, disaster risk, abrasion, coastal area, north galesong
Pendahuluan
Pemanasan global merupakan suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi. Salah satu dampak yang dapat terjadi karena
adanya perubahan suhu di muka bumi
adalah terjadinya kenaikan muka air laut. Kenaikan� muka� air� laut� akan� berdampak� terjadinya� abrasi� di� wilayah�
pesisir (Maulana et al., 2016).
Pesisir pantai merupakan kawasan yang sangat
dinamis dengan
berbagai ekosistem hidup yang saling terkait satu sama lain.
Kedinamisan kawawan pantai yang terjadi secara terus menerus salah satu wujudnya
yaitu perubahan
garis pantai. Perubahan garis pantai yang terjadi berupa pengikisan badan pantai
(abrasi) dan penambahan
badan pantai (sedimentasi) (Badwi et al., 2019).
Ancaman bencana yang sering terjadi di wilayah pesisir, selain ancaman yang bersifat tiba-tiba
seperti gempabumi, tsunami, gelombang pasang dan lainnya, juga terdapat ancaman secara
perlahan namun pasti yaitu abrasi pantai. Banyak tempat-tempat wisata pesisir dan kota
pantai yang terancam oleh �bencana abrasi (Wisyanto, 2019).
Abrasi�
merupakan� suatu peristiwa mundurnya garis� pantai �pada wilayah pesisir
pantai� yang� rentan terhadap aktivitas� yang�
terjadi� di� daratan maupun�
di� laut.� Aktivitas�
seperti penebangan
hutan mangrove, penambangan pasir, serta fenomena tingginya gelombang, dan pasang surut
air laut menimbulkan dampak�
terjadinya� abrasi� atau erosi pantai (Abda, 2019). Pengikisan yang terjadi� pada daratan� wilayah pantai menyebabkan angkutan sedimen berpindah dari tempat asalnya
dan menyusuri arah gelombang datang, sehingga mempengaruhi perubahan pada� garis
pantai (Hakim, 2012).
Upaya mitigasi perlu dilakukan untuk menghindari jatuhnya korban, serta dampak dari potensi
bencana, sehingga� didapatkan langkah dan kesiapsiagaan� sebelum� terjadinya� bencana (Mubekti, 2011).
Mitigasi� bencana� merupakan� upaya� sistematik� untuk� analisis� risiko� bencana� baik secara struktural
maupun non structural (Ruswandi et al., 2008).
Mitigasi struktural merupakan langkah fisik untuk mengurangi
risiko abrasi. Beberapa� mitigasi� struktural� yang� dapat� dilakukan� antara� lain membangun pemecah ombak, peredam abrasi, penahan sedimentasi (groin), pemukiman panggung, dan� membuat� zona� evakuasi� bencana (Wahyuningsih et al., 2016).
Kegiatan mitigasi dilaksanakan sebagai upaya untuk mengurangi
risiko bencana, baik melalui pembangunan
fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.� Pada� skala� lingkungan,� kegiatan� mitigasi� bencana� dapat� dimulai� dengan peningkatan kesadaran masyarakat terhadap ancaman di wilayahnya masing-masing (Firdaus et al., 2022).
Kecamatan Galesong
Utara merupakan salah satu Kecamatan yang terletak pada
wilayah pesisir. Terletak
di pesisir pantai barat Kabupaten Takalar yang memiliki 7 Desa dan 1 Kelurahan, 4 desa diantaranya merupakan desa pesisir karena
berhadapan langsung dengan selat Makassar. Memiliki luas 15,11 Km� atau sebesar 2,67% dari luas total Kabupaten Takalar. Memiliki panjang garis pantai � 10,18 Km dengan total jumlah penduduk sebesar 40.211 jiwa dan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,24 persen per Tahun (BPS, 2020).
Di Kecamatan
Galesong Utara abrasi menjadi masalah utama yang terjadi di sepanjang pantai dengan ombak yang kuat yang mengancam ekosistem tanaman di pantai Galesong Utara. Hal ini semakin diperparah
dengan hilangnya pemecah ombak atau
bangunan pelindung pantai yang terus mengalami erosi atau pengikisan sehingga mengancam ekosistem permukiman di sekitarnya (Hidayat, 2021).
Melihat tingginya potensi ancaman abrasi pantai, serta pesatnya pembangunan dan pertumbuhan penduduk di wilayah pesisir Kecamatan Galesong Utara, maka diperlukan upaya penanggulangan abrasi pantai berdasarkan
karakteristik bencananya. Karakteristik bencana dapat diketahui melalui kajian dan penilaian risiko bencana suatu wilayah dengan mempertimbangkan aspek ancaman bencana,
aspek kerentanan wilayah maupun masyarakat dan aspek kapasitas dalam penanganan bencana (BNPB, 2012).
Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui tingkat ancaman, tingkat kerentanan dan tingkat kapasitas bencana abrasi pantai, mengetahui tingkat risiko bencana abrasi pantai dan pengurangan risiko bencana abrasi pantai di Kecamatan Galesong Utara.
Metode Penelitian
1.
Rancangan
Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode
penelitian
survei, hasil penelitian dipaparkan
menggunakan analisis deskriptif.
Pengambilan
data dilakukan
melalui
pengukuran parameter oseanografi,
digitasi peta
citra,
survei
lapangan, dan wawancara semi-terstruktur dengan stakeholder terkait. Data dianalisis menggunakan
tabel analisis risiko berdasarkan Peraturan Kepala BNPB No.
1 dan 2 tahun 2012 yang dimodifikasi oleh penulis berdasarkan kondisi lokasi penelitian.
Pengolahan data menggunakan
Microsoft excell
2017 sedangkan olah data spasial menggunakan
software ArcGIS 10.3.
Hasil analisis data di klasifikasi ke dalam tiga
kelas yaitu kategori rendah, sedang
dan
tinggi yang menggambarkan
perbedaaan
tingkat ancaman
bencana, tingkat
kerentanan
dan tingkat kapasitas
serta tingkat
risiko
bencana abrasi pantai
di lokasi penelitian.
2.
Lokasi �Obyek Penelitian
Lokasi
obyek penelitian ini dilakukan di Kecamatan Galesong Utara Kabupaten Takalar yang berada pada garis khatulistiwa antara 5019�30� Lintang Selatan
dan 1190 21�30� Bujur Timur. Secara Administrasi Kecamatan
Galesong terdiri dari 12 desa/kelurahan dengan luas wilayah daratan adalah
25,93 km2 atau sekitar 4.5 % dari luas wilayah keseluruhan Kabupaten Takalar. Batas wilayah administratif adalah di sebelah Utara
berbatasan dengan Kota Makassar, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Gowa,
sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Galesong
dan sebelah Barat berbatasan dengan
Selat Makassar.
Gambar 1
Peta Administrasi
Kecamatan Galesong Utara
3. Jenis
dan Sumber Data
a.
Jenis data
Untuk mendukung
proses analisis, beberapa jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini antara
lain:
1) Data primer dilakukan dengan pengambilan titik koordinat bumi di Kecamatan Galesong Utara serta dilakukan observasi dan dokumentasi terhadap
kondisi pantai di Kecamatan Galesong Utara serta dilakukan wawancara
dengan stakeholder terkait. Data ini
diperlukan dalam analisis risiko bencana abrasi pantai.
2) Data-data sekunder diperoleh dari berbagai instansi
dan studi literatur, terdiri dari: data citra, data tinggi gelombang, data kecepatan arus, jenis tanah,
topografi, geologi, jumlah penduduk, kepadatan penduduk, jumlah penduduk usia lanjut, jumlah
penyandang cacat, jumlah penduduk miskin, jumlah nelayan, kepadatan bangunan permukiman, luas vegetasi mangrove.
b.
Sumber data
Sumber data yang akan digunakan dalam penelitan ini yaitu ��antara lain:
1) Data primer yang diperoleh yaitu dengan melakukan identifikasi di lapangan, dan dokumentasi berupa foto-foto kondisi pantai, kondisi lingkungan permukiman dan kepadatan bangunan, kondisi sebaran vegetasi dan kerusakan akibat abrasi dengan
pendekatan
survey lapangan di lokasi studi.
2) Data sekunder
yang diperoleh dari kepustakaan, data citra dan wawancara
dengan pejabat pemerintah daerah, Dinas-dinas yang terkait dan relevan, wawancara juga di lakukan dengan masyarakat yang mendiami lokasi sepanjang pesisir pantai di Kecamatan Galesong Utara.
4. Teknik
Analisis Data
a.
Analisis indeks ancaman
Untuk menghitung tingkat ancaman bencana abrasi pantai di wilayah pesisir Kecamatan Galesong Utara, maka
masing-masing parameter dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut (Perka BNPB No.2/2012):
HTot ���� = Total nilai ancaman
H1 ������ = Parameter tinggi gelombang
H2
������ = Parameter kecepatan
arus
H3
������ = Parameter kerapatan
Mangrove
H4
������ = Parameter bentuk
garis pantai
H5
����� = Parameter karakteristik
pantai
Si
������� = Nilai kelas
parameter i
Bi
������ = Bobot indikator i
b. Analisis Indeks Kerentanan
Untuk menghitung tingkat kerentanan masing-masing wilayah kajian,
maka parameter-parameter indeks
kerentanan dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Perka BNPB No.2/2012) :
Keterangan:
V1 ������ = Parameter
kepadatan penduduk
V2� ����� = Parameter
kelompok rentan
V3
������ = Parameter KK miskin
V4
������ = Parameter KK nelayan
V5
������ = Parameter kepadatan
bangunan
V6
����������� = Parameter luas mangrove
Bi
������ = Bobot Indikator i
Si ������� = Nilai Kelas Parameter i
c. Analisis indeks kapasitas
Untuk menghitung
tingkat kapasitas masing-masing
lokasi kajian dalam menghadapi ancaman bencana abrasi pantai, menggunakan persamaan sebagai berikut (Perka BNPB No. 2 Tahun 2012).
Keterangan:
Ctot���� =
Total nilai kapasitas
C1 ����� =
Parameter perda penanggulangan bencana
C2 ����� =
Parameter dokumen kajian risiko bencana�
C3 ����� =
Parameter sistim peringatan dini bencana
C4 ����� =
Parameter kegiatan mitigasi bencana
C5 ����� =
Parameter pendidikan dan pelatihan bencana
Bi ������ =
Bobot Indikator i
�Si ������ = Nilai Kelas Parameter i
Tabel 1
Klasifikasi tingkat kapasitas bencana
No. |
Rentang Nilai V total |
Kelas |
1 |
1,0 - 1,66 |
Rendah |
2 |
1,67 - 2,34 |
Sedang |
3 |
2,35 - 3,0 |
Tinggi |
Sumber: Perka
BNPB No.2 Tahun 2012
d.
Analisis risiko bencana
Indeks risiko bencana abrasi pantai di wilayah pesisir menggunakan komponen ancaman bencana, komponen kerentanan dan komponen kapasitas wilayah pesisir. Masing-masing
komponen memberi pengaruh besar terhadap tingginya risiko bencana yang terjadi pada suatu wilayah. Analisis risiko bencana menggunakan persamaan analisis risiko yang dikeluarkan oleh BNPB
No. 2 Tahun 2012. Analisis risiko bencana menggunakan hasil analisis indeks ancaman, indeks kerentanan, dan indeks kapasitas yang dihitung menggunakan persamaan berikut (BNPB, 2012):
Klasifikasi tingkat
risiko bencana dilakukan dengan membagi nilai risiko
berdasarkan rentang dan
interval kelas. Untuk menghitung interval kelas menggunakan persamaan sebagai berikut:
Keterangan:
I ��������� =
Interval�
Rmax = Nilai risiko tertinggi
Rmin � = Nilai risiko
terrendah
N�� = Banyaknya kelas
Sehingga pengklasifikasian
tingkat risiko bencana dan abrasi pantai dapat menggunakan
interval kelas berikut:
Hasil dan Pembahasan
1. Penilaian Tingkat Ancaman
Tingkat ancaman bencana abrasi pantai pada masing masing lokasi penelitian
diperoleh melalui klasifikasi nilai total ancaman bencana. Nilai total ancaman bencana yang diperoleh dari hasil analisis dapat disimpulkan dan digeneralisasi sebagai nilai ancaman bencana
abrasi pantai yang dimiliki oleh masing-masing desa/kelurahan. Klasifikasi nilai total ancaman bencana abrasi pantai diwilayah pesisir Kecamatan Galesong Utara disajikan pada tabel sebagai berikut:
Tabel 2
Tingkat
ancaman bencana abrasi
No. |
Desa/Kelurahan |
Nilai
Ancaman (HTotal) |
Kategori |
1 |
Aeng Batu-Batu |
2,7 |
Tinggi |
2 |
Sampulungan |
2,7 |
Tinggi |
3 |
Tamalate |
2,7 |
Tinggi |
4 |
Tamasaju |
2,7 |
Tinggi |
5 |
Bontosunggu |
2,7 |
Tinggi |
Sumber: Analisis Data, Tahun 2022
Dari hasil
klasifikasi parameter tingkat ancaman bencana abrasi pantai di wilayah pesisir Kecamatan Galesong Utara diperoleh hasil bahwa, tingkat ancaman bencana yang memiliki kategori tinggi terdapat di seluruh desa/kelurahan
di Kecamatan Galesong Utara.
2. Penilaian Tingkat Ancaman
Nilai kerentanan dianalisis dan diklasifikasi kedalam tiga kelas yaitu rendah, sedang dan tinggi. Klasifikasi dilakukan untuk mendapatkan perbedaan kerentanan masing-masing desa/kelurahan dalam menghadapi ancaman bencana abrasi pantai. Hasil analisis dan klasifikasi nilai kerentanan wilayah pesisir Kecamatan Galesong Utara disajikan pada tabel sebagai sebagai berikut:
Tabel 3
Tingkat kerentanan wilayah pesisir Kecamatan Galesong Utara
No. |
Desa/Kelurahan |
Nilai
Kerentanan (VTotal) |
Kategori |
1 |
Bontosunggu |
2,45 |
Sedang |
2 |
Tamasaju |
2,35 |
Sedang |
3 |
Tamalate |
2,35 |
Sedang |
4 |
Aeng
Batu-Batu |
2,35 |
Sedang |
5 |
Sampulungan |
2,35 |
Sedang |
Sumber: Analisis
Data, Tahun 2022
Klasifikasi tingkat
kerentanan wilayah pesisir terhadap ancaman bencana abrasi
pantai, menggambarkan wilayah pesisir Kecamatan Galesong Utara memiliki tingkat
kerentanan yang sama. Penilaian tingkat kerentanan di ukur dengan kategori
rendah antara 0,5-1,5, nilai kategori sedang 1,6-2,5 dan nilai kategori tinggi
>2,5. Berdasarkan hasil analisis secara keseluruhan tingkat kerentanan desa/kelurahan
di Kecamatan Galesong Utara masuk dalam kategori sedang.
3. Penilaian Tingkat Kapasitas �
Untuk melihat perbedaan tingkat wilayah pesisir Kecamatan Galesong Utara dalam ancaman bencana abrasi pantai, maka nilai total kapasitas masing-masing desa di klasifikasi kedalam tiga kelas yaitu rendah, sedang dan tinggi. Hasil analisis dan kategorisasi tingkat kapasitas wilayah pesisir Kecamatan Galesong Utara disajikan pada tabel sebagai berikut:
Tabel 4
Tingkat kapasitas wilayah pesisir Kecamatan Galesong Utara
No. |
Desa/Kelurahan |
Nilai Kapasitas (CTotal) |
Kategori |
1 |
Bontosunggu |
1,3 |
Rendah |
2 |
Tamasaju |
1,3 |
Rendah |
3 |
Tamalate |
1,3 |
Rendah |
4 |
Aeng
Batu-Batu |
1,3 |
Rendah |
5 |
Sampulungan |
1,3 |
Rendah |
Sumber: Analisis Data, Tahun 2022
Berdasarkan hasil
analisis dan klasifikasi
parameter indeks kapasitas,
seluruh desa/kelurahan wilayah pesisir Kecamatan Galesong Utara termasuk kedalam kapasitas dengan kategori rendah.
4. Penilaian Tingkat Kapasitas �
Analisis risiko
bencana dilakukan dengan mengoverlay nilai ancaman, kerentanan dan kapasitas
wilayah pesisir Kecamatan Galesong Utara untuk mendapatkan total nilai risiko.
Adapun hasil analisis risiko bencana abrasi pantai di wilayah pesisir Kecamatan
Galesong Utara disajikan pada tabel sebagai berikut:
Tabel 5
Hasil
analisis risiko bencana abrasi pantai wilayah pesisir
Kecamatan Galesong
Utara
No. |
Desa/Kelurahan |
Ancaman (H) |
Kerentanan
(V) |
Kapasitas
(C) |
Risiko (R) |
1 |
Bontosunggu |
2,7 |
2,45 |
1,3 |
5.09 |
2 |
Tamasaju |
2,7 |
2,45 |
1,3 |
4.88 |
3 |
Tamalate |
2,7 |
2,45 |
1,3 |
4.88 |
4 |
Aeng
Batu-Batu |
2,7 |
2,45 |
1,3 |
4.88 |
5 |
Sampulungan |
2,7 |
2,45 |
1,3 |
4.88 |
Sumber: Analisis Data, Tahun 2022
Nilai risiko masing-masing lokasi kajian diklasifikasi berdasarkan nilai tertinggi dan nilai terendah dan dibagi kedalam tiga kelas yaitu kategori risiko tinggi (>2,47), kategori risiko sedang (1,64-2,47) dan kategori risiko rendah (0,81-1,64). Hasil klasifikasi risiko bencana abrasi pantai di wilayah pesisir Kecamatan Galesong Utara disajikan pada tabel sebagai berikut:
Tabel 6
Tingkat
risiko bencana wilayah pesisir
Kecamatan Galesong Utara
No. |
Desa/Kelurahan |
Nilai Risiko |
Kategori |
1 |
Bontosunggu |
5.09 |
Tinggi |
2 |
Tamasaju |
4.88 |
Tinggi |
3 |
Tamalate |
4.88 |
Tinggi |
4 |
Aeng
Batu-Batu |
4.88 |
Tinggi |
5 |
Sampulungan |
4.88 |
Tinggi |
Sumber: Analisis Data, Tahun 2022
Berdasarkan analisis
risiko bencana, didapatkan hasil bahwa risiko bencana
abrasi pantai kategori tinggi terdapat di seluruh desa/kelurahan di Kecamatan Galesong Utara.
Gambar 2
Peta Risiko Bencana Abrasi di Kecamatan Galesong Utara
5. Rekomendasi Pengurangan Risiko Bencana Tinggi
a. Kegiatan Meredam Ancaman Bencana
Kegiatan mitigasi dapat
dilakukan pada wilayah yang belum tersentuh upaya mitigasi namun telah mengalami
dampak bencana. Desa Aeng Batu-Batu, Desa Sampulungan dan Desa Tamasaju
termasuk wilayah yang telah terdampak abrasi paling parah, perlu membangun
mitigasi struktural untuk mempertahankan stabilitas pantai berupa bangunan
penahan sedimentasi sejajar pantai (groin), peredam abrasi (bank revetment)
dan bangunan pemecah gelombang untuk mengurangi laju abrasi pantai yang terjadi.
b. Pengurangan Kerentanan Kelompok Rentan
Kegiatan pengurangan kerentanan dapat dilakukan dengan meningkatkan
pemahaman masyarakat terkhusus kelompok rentan dan kelompok nelayan miskin
melalui kegiatan pelatihan dan sosialisasi akan adanya potensi ancaman bencana,
faktor pendorong terjadinya, dan risiko yang mungkin terjadi.
c. Peningkatan Kapasitas Masyarakat
Kegiatan peningkatan kapasitas dapat dilakukan dengan membangun kesiapsiagaan dalam menghadapi ancaman bencana. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah dengan membangun budaya siaga bencana bagi masyarakat wilayah pesisir melalui peningkatan pengetahuan terkait upaya penyelamatan diri dan upaya pengurangan risiko bencana..
d. Membangun sistim peringatan dini menghadapi bencana
Sistim peringatan dini merupakan aspek penting dalam meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana. Dengan adanya peringatan dini, kejadian bencana abrasi dapat lebih awal diketahui masyarakat sehingga jatuhnya korban jiwa dan kerugian materil dapat diminimalisir. Mekanisme peringatan dini dapat disepakati oleh masyarakat bersama pemerintah melalui keputusan badan penanggulangan bencana daerah (BPBD) Kabupaten Takalar dan Kecamatan Galesong Utara yang diprioritaskan pada wilayah pesisir yang memiliki tingkat ancaman bencana tinggi.
Kesimpulan
Tingkat ancaman bencana
abrasi pantai di wilayah pesisir Kecamatan Galesong Utara memiliki kategori tinggi, sedangkan untuk tingkat kerentanan bencana abrasi pantai di wilayah pesisir Kecamatan Galesong Utara masuk dalam kategori sedang, dan untuk hasil perhitungan indeks kapasitas bencana wilayah pesisir Kecamatan Galesong Utara termasuk dalam kapasitas dengan kategori rendah.
Hasil analisis risiko
bencana abrasi pantai di seluruh wilayah pesisir Kecamatan Galesong Utara masuk kedalam kategori tinggi, sehingga untuk rekomendasi pengurangan risiko bencana abrasi pantai kategori tinggi berupa perbaikan
stabilitas pantai melalui pembangunan fisik pemecah gelombang
dan menanam vegetasi pantai yang sesuai dengan karakteristik pantainya, sedangkan upaya pencegahan berupa peningkatan kualitas lingkungan pesisir dan penegakan aturan terkait sempadan pantai dan perlindungan ekosistem pesisir pantai. ��
Abda, M. K. (2019). Mitigasi Bencana Terhadap Abrasi Pantai Di Kuala Leugekecamatan Aceh Timur. 4. Google Scholar
Badwi, N., Baharuddin, I. I., & Abbas, I. (2019). Dampak strategi pengendalian bencana abrasi di pantai Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi Selatan. 3. Google Scholar
BNPB. (2012). Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
BPS. (2020). Kecamatan Galesong Utara Dalam Angka Tahun 2020. Badan Pusat Statistik (BPS).
Firdaus, Rumata, N. A., & Hakim, Didiet Haryadi. (2022). Sosialisasi Penataan Ruang Untuk Pengurangan Risiko Bencana Di Desa Tamasaju Kecamatan Galesong Utara Kabupaten Takalar. Jurnal Balireso: Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat, 7(1), 7. https://doi.org/prefix10.33096 Google Scholar
Hakim, B. A. (2012). Efektifitas Penanggulangan Abrasi Menggunakan Bangunan Pantai di Pesisir kota Semarang. 7. Google Scholar
Hidayat, M. I. (2021). Arahan Pengurangan Risiko Bencana Abrasi Di Kawasan Permukiman Pesisir Desa Sampulungan, Kabupaten Takalar [Skripsi]. Universitas Hasanuddin. Google Scholar
Maulana, E., Wulan, T. R., Wahyuningsih, D. S., & Mahendra, W. W. Y. (2016). Strategi Pengurangan Risiko Abrasi Di Pesisir Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. 10. Google Scholar
Mubekti, M. (2011). Mitigasi Daerah Rawan Tanah Longsor Menggunakan Teknik Pemodelan Sistem Informasi Geografis; Studi Kasus: Kecamatan Sumedang Utara Dan Sumedang Selatan. Jurnal Teknologi Lingkungan, 9(2). https://doi.org/10.29122/jtl.v9i2.452 Google Scholar
Ruswandi, R., Saefuddin, A., Mangkuprawira, S., Riani, E., & Kardono, P. (2008). Identifikasi Potensi Bencana Alam dan Upaya Mitigasi yang Paling Sesuai Diterapkan di Pesisir Indramayu dan Ciamis. Jurnal RISET Geologi dan Pertambangan, 18(2), 1. https://doi.org/10.14203/risetgeotam2008.v18.12 Google Scholar
Wahyuningsih, D. S., Maulana, E., Wulan, T. R., Ambarwulan, W., Putra, M. D., Ibrahim, F., Setyaningsih, Z., & Putra, A. S. (2016). Efektivitas Upaya Mitigasi Abrasi Berbasis Ekosistem Di Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta. 6. Google Scholar
Wisyanto. (2019). Analisis Bahaya Abrasi Di Wilayah Kabupaten Banggai Kepulauan. Jurnal Alami, 3(1), 21�31. https://doi.org/10.29122/alami.v3i1.3490 Google Scholar
Copyright holder: Firdaus, Muhammad Chaerul, Sri Gusty (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed
under: |