Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 4, April 2022
HUBUNGAN STIGMA
GANGGUAN JIWA DENGAN PERILAKU MASYARAKAT PADA ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA (ODGJ)
Sukrang, Hasnidar, Nur Aisya
Universitas Tadulako, Indonesia
Universitas Tadulako, Indonesia
Stikes Widya Nusantara Palu, Indonesia
Email: [email protected],
[email protected], [email protected]
Abstrak
Stigma berawal
pada kecenderungan manusia dalam menilai orang lain. Kebanyakan orang beranggapan bahwa penyakit ini sangat berbahaya dan mengancam. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Marawola memunculkan stigma pada penderita
ODGJ yang ditandai dengan adanya beberapa penderita ODGJ yang mengalami perlakuan tidak baik seperti dijauhi
bahkan dulu pernah dilakukan pemasungan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan antara stigma gangguan jiwa dengan perilaku
masyarakat pada orang dengan
gangguan jiwa (ODGJ) di
wilayah kerja Puskesmas Marawola. Metode penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain analitik observasional dengan pendekatan Cross Sectional dan jumlah sampel
99 responden yang diambil dengan teknik Purposive Sampling.
Instrumen penelitian adalah kuesioener. Hasil uji statistik Chi-Square didapatkan p
value = 0,037 jika dibandingkan
dengan nilai a = 0,05 maka p value < a 0,05 sehingga
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
bermakna antara stigma gangguan jiwa dengan
perilaku masyarakat pada
orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di wilayah kerja Puskesmas Marawola.
Kata kunci: gangguan
jiwa, perilaku masyarakat, stigma
Abstract
Stigmatize started form human interest in labeling the others. Most
of people have opinion that this desease is danger
and threatening. Less of society�s knowledge regarding mental disorder in Marawola PHC region lead some stigmatize toward mental
disorder patients such as unhumanity dealing,
fixation and isolated them even. The aim of research to obtain the correlation
of mental disorder stigmatize with society�s behaviour
toward mental disorder patient in Marawola PHC
region. This is correlation descriptive research with Cross Sectional
approached. Total of sampling 99 respondents that taken by Purposive Sampling
technique and used questionniare. The result of Chi-Square
test with p value = 0,037 and it will compare to a value = 0,05, so p value
< a 0,05. It could concluded that have significat correlation of mental disorder stigmatize with
society�s behaviour toward mental disorder patient in
Marawola PHC region.
Keywords: mental disorder, society�s behaviour,
stigmatize
Pendahuluan
World Health Organization (WHO) menyatakan
banyaknya pasien mengalami gangguan jiwa di dunia mencapai 450 juta orang yang terdiri dari 150 juta mengalami
depresi, 90 juta mengalami gangguan zat dan alkohol, 38 juta mengalami epilepsi, 25 juta mengalami skizofrenia dan 1 juta melakukan bunuh diri. Berdasarkan
data 33 rumah sakit jiwa diseluruh Indonesia mencapai 2,5 juta orang mengalami gangguan jiwa berat. Banyaknya
pasien gangguan jiwa di Indonesia mencapai 1,7 juta artinya 1-2 dari 1000 penduduk Indonesia menderita gangguan jiwa (Simanjuntak, 2017).
World Health Organization (WHO) menyatakan
bahwa didapatkan sekitar 35 juta orang yang mengalami depresi, 60 juta orang yang mengalami bipolar,
21 juta orang yang mengalami
skizofrenia dan 47,5 juta
orang yang mengalami demensia.
Di Indonesia terdapat beberapa
faktor biologis, psikologi dan sosial yang beranekaragam penduduk sehingga jumlah penderita gangguan jiwa akan terus
bertambah dan berdampak
pada beban Negara serta penurunan produktifitas manusia. Data Riskesdes pada tahun 2018 menyatakan prevalensi gangguan jiwa dengan gejala
depresi serta adanya kecemasan pada usia 15 tahun sebanyak
6,1%. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat
dengan skizofrenia mencapai 400.000 orang atau 1,7 per
1000 masyarakat atau penduduk. Menurut National
Alliance Of Mentall Illness (NAMI) berdasarkan sensus penduduk Amerika Serikat pada tahun 2013 diperkirakan sebanyak 61,5 juta penduduk usia lebih
dari 18 tahun menderita gangguan jiwa, 13,6 juta diantaranya yang mengalami skizofrenia dan bipolar (Maulana et al., 2019).
Berdasarkan data tahun
2019 persentase ODGJ berat
di Provinsi Sulawesi Tengah yaitu
sebesar 106,7% pada sasaran
ODGJ berat 6332. Persentase
kesehatan pada ODGJ berat
yang paling tinggi adalah
di Kabupaten Sigi sebesar 680,65% pada sasaran 155,
Donggala sebesar 206,06%
pada sasaran 265, Poso sebesar 325,51% pada sasaran 247,
Toil-Toli sebesar 149,40%
pada sasaran 251, Buol sebesar 144,02% pada sasaran 527,
Morowali Utara sebesar
142,86% pada sasaran 490, dan Banggai
sebesar 149,55% pada sasaran
514. Tingginya data disebabkan
karena pengaruh genetik, lingkungan, sosial, maupun masalah ekonomi. Persentase kesehatan ODGJ berat yang terendah yaitu di Kota Palu sebesar 92,37% pada sasaran 498, Kab Parigi Moutong sebesar 85,06% pada sasaran 810, Tojo Una-Una sebesar 32,95% pada sasaran 780, Morowali sebesar 67,30% pada sasaran 633, Banggai Kepulauan 1,68% pada sasaran 1014 dan Banggai Laut sebesar 49,06% pada sasaran 320 (Kasmawati, Longgupa, Ramadhan, Nurfatimah, & Sitorus, 2021).
Rendahnya data disebabkan karena masih kurangnya
pelayanan tatalaksana kesehatan jiwa pada Kabupaten atau Kota.
Stigma berawal pada kecenderungan manusia dalam menilai orang lain. Berdasarkan penilaian tersebut kategorisasi tidak sesuai keadaan
sebenarnya atau sesuai fakta, tetapi
apa yang masyarakat anggap tidak pantas,
luar biasa, memalukan dan tidak dapat diterima. Stigmatisasi timbul disemua aspek kehidupan
individu. Seseorang dikenal dengan stigma karena sesuatu yang berhubungan seperti penyakit, cacat sejak lahir, gangguan
jiwa, pekerjaan dan status ekonomi serta preferensi
seksual (Usraleli, Fitriana, Magdalena, Melly, & Idayanti, 2020).
Perilaku masyarakat
terhadap gangguan jiwa sangatlah kurang menyenangkan kejadian yang pernah terjadi dibeberapa desa yang ada di wilayah kerja Puskesmas Marawola yaitu kurangnya pengetahuan tentang ODGJ sehingga muncul stigma seperti perlakuan pemasungan pada tahun 2012 terhadap beberapa ODGJ. Alasan dilakukan pemasungan karena ODGJ terkadang mengamuk dan berkeliaran. Jumlah kasus pemasungan
ada 2 orang dengan persentase 6,45%. Jumlah ODGJ
pada januari 2021 sebanyak
31 orang. 17 ODGJ merupakan rujukan
RS Madani, 2 ODGJ merupakan
rujukan RS Anutapura, 1
ODGJ merupakan rujukan RS Undata, 2 ODGJ merupakan rujukan RS Samaritan, sedangkan 9
ODGJ yang ditangani di Puskesmas
Marawola (Profil RSUD Madani, 2020).
Berdasarkan penelitian
awal, peneliti melakukan wawancara terhadap 9 masyarakat yang berada di wilayah kerja Puskesmas Marawola pada tanggal 1 april 2021 mengenai perilaku masyarakat pada orang dengan gangguan jiwa. Hasil wawancara dari 9 diperoleh 6 orang mengatakan
orang dengan gangguan jiwa itu berbahaya,
masyarakat tidak berani mendekati dan sebaiknya dijauhi sedangkan 3 orang lagi mengatakan bahwa orang dengan gangguan jiwa sebaiknya tidak perlu ditakuti
atau sampai menjauhi, sebaiknya diberikan semangat agar cepat sembuh dari
gangguan jiwa yang dialami. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisis apakah ada hubungan antara
stigma gangguan jiwa dengan perilaku masyarakat pada orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di wilayah kerja Puskesmas Marawola.
Metode Penelitian
Penelitian ini
menggunakan penelitian kuantitatif dengan desain analitik observasional dengan pendekatan Cross Sectional. Populasi
dalam penelitian ini berjumlah 7.533 orang dengan sampel sebanyak
99 responden dengan penentuan sampel menggunakan teknik Cluster
Random Sampling, teknik pengambilan
sampel Purposive Sampling. Penelitian
ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Marawola. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan uji Chi-Square.
Hasil dan Pembahasan
a.
Karakteristik Responden
Tabel 1
Distribusi Frekuensi
Responden Berdasarkan� Jenis �Kelamin, Umur�
Dan �Pendidikan�
Di Wilayah���� �Kerja���� �Puskesmas
Jenis kelamin |
f |
% |
Laki-laki |
47 |
47,5 |
Perempuan |
52 |
52,5 |
Total |
99 |
100 |
Umur |
f |
% |
12-25 Tahun |
25 |
25,5 |
26-45 Tahun |
49 |
49,5 |
46-65 Tahun |
25 |
25,3 |
Total |
99 |
100 |
Pendidikan |
f |
% |
SMA |
24 |
24,2 |
SMP |
32 |
32,3 |
SD |
43 |
43,4 |
Total |
99 |
100 |
Berdasarkan tabel
1 diatas menunjukkan bahwa dari 99 responden
dalam penelitian ini diperoleh laki-laki
sebanyak 47 orang (47,5%) dan perempuan
sebanyak 52 orang (52%), dari
umur responden diperoleh 12-25 tahun sebanyak 25 orang (25,3%), 26-45 tahun
sebanyak 49 orang (49,5%) dan 46-65 tahun sebanyak 25 orang (25,3%).
Dan dari pendidikan responden diperoleh SMA sebanyak 24 orang (24,2%) SMP sebanyak
32 orang (32,3%) dan SD sebanyak 43 orang (43,4%).
b. Analisa univariat
Tabel 2
Disribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Stigma Gangguan
Jiwa Dan Perilaku Masyarakat Pada Orang Dengan Gangguan Jiwa
Stigma Gangguan
Jiwa |
f |
% |
Tinggi |
52 |
52,5 |
Rendah |
47 |
47,5 |
Total |
99 |
100 |
Perilaku masyarakat pada orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) |
f |
% |
Baik |
52 |
52,5 |
Kurang baik |
47 |
47,5 |
Total |
99 |
100 |
Berdasarkan tabel
2 diatas menunjukkan bahwa dari 99 responden
dalam penelitian ini diperoleh stigma gangguan jiwa yang tinggi sebanyak 52 orang (52,5%)
dan stigma gangguan jiwa
yang rendah sebanyak 47
orang (47,5%). Berdasarkan perilaku
masyarakat dari 99 responden dalam penelitian ini diperoleh perilaku masyarakat pada orang dengan gangguan jiwa yang baik sebanyak 52 orang (52,5%)
dan perilaku masyarakat
pada orang dengan gangguan jiwa yang kurang baik sebanyak 47 orang (47,5%).
c. Analisa bivariat
Tabel 3
Hubungan Stigma Gangguan Jiwa Dengan Perilaku Masyarakat Pada Orang Dengan
Gangguan Jiwa (ODGJ) Di Wilayah Kerja
Puskesmas Marawola.
Stigma |
Perilaku masyarakat |
Total |
P value |
||||
Kurang baik |
Baik |
||||||
f |
% |
f |
% |
f |
% |
0,037 |
|
Rendah |
28 |
59,6 |
19 |
40,4 |
47 |
100 |
|
Tinggi |
19 |
36,5 |
33 |
63,5 |
52 |
100 |
|
Jumlah |
47 |
47.5 |
52 |
52,5 |
99 |
100 |
Berdasarkan tabel
3 diatas menunjukkan bahwa dari 47 orang terdapat 28 orang yang stigmanya rendah dengan perilaku
kurang baik dan 19 orang
yang stigmanya rendah dengan perilaku baik, dan dari 52 orang terdapat 19 orang yang stigmanya tinggi dengan perilaku
kurang baik dan 33 orang
yang stigmanya tinggi dengan perilaku baik. Berdasarkan uji statistik chi-square didapatkan nilai p value = 0,037 jika dibandingkan dengan nilai a = 0,05 maka p value <
a = 0,05 sehingga ada hubungan bermakna antara stigma gangguan jiwa dengan perilaku
masyarakat pada orang dengan
gangguan jiwa (ODGJ) di
wilayah kerja Puskesmas Marawola.
Berdasarkan hasil
penelitian sebagian besar responden perempuan memiliki stigma tinggi dibandingkan laki-laki. Hal tersebut didukung oleh (Asti, Sarifudin, & Agustin, 2016)
yang menyatakan bahwa responden yang berjenis kelamin perempuan lebih mudah memberikan
label negatif terhadap
orang dengan gangguan jiwa dibandingkan dengan responden yang berjenis kelamin laki-laki. Tetapi hal tersebut tidak
sejalan dengan beberapa penelitian lain yang mengatakan bahwa responden berjenis kelamin laki-laki lebih mudah memberikan
label negatif dibandingkan dengan responden berjenis kelamin perempuan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin
seseorang tidak erat kaitannya terhadap munculnya stigma atau label negatif pada penderita gangguan jiwa.
Dalam penelitian
ini juga didapatkan responden terbanyak usia 26-45 tahun sebanyak 49 responden (49,5%) dari hasil yang didapatkan peneliti berasumsi bahwa semakin bertambahnya usia seseorang akan mempengaruhi pola pikir seseorang.
Asumsi peneliti ini didukung oleh (Dewi, Wuryaningsih, & Susanto, 2020)
yang mengatakan bahwa usia seseorang dapat menggambarkan kedewasaannya dalam menentukan keputusan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin bertambahnya
usia seseorang maka semakin bertambah
pula pengetahuan seseorang.
Namun berdasarkan hasil studi kurangnya
pengetahuan anak muda terhadap kesehatan
mental dan masalah pemahaman
tentang kesehatan mental sehingga mereka menghina bahkan sampai menimbulkan stigma terhadap orang dengan gangguan jiwa. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa usia seseorang tidak erat kaitannya
terhadap munculnya stigma atau label negatif pada penderita gangguan jiwa.
Berdasarkan pendidikan,
menurut asumsi peneliti besarnya persentase masyarakat yang memiliki stigma gangguan jiwa yang tinggi dari pada masyarakat yang memiliki stigma gangguan jiwa yang rendah dikarenakan kebanyakan responden berpendidikan terakhir SD dan memiliki pengetahuan yang kurang. Hal tersebut didukung oleh penelitian (Purnama, Yani, & Sutini, 2016)
tentang Gambarang Stigma
Masyarakat Terhadap Klien Gangguan Jiwa Di RW 09 Desa Cileles Sumedang didapatkan stigma masyarakat terhadap gangguan jiwa cenderung tinggi, ini dapat
dihubungkan dengan kebanyakan responden yang berpendidikan terakhir SD sebanyak 70 responden (45,2 %) sehingga pengetahuan pada gangguan jiwa masih
sangat rendah. Hasil penelitian
dan pendapat diatas didukung oleh teori dalam penelitian (Nazarudin, 2019)
bahwa penyebab munculnya stigma dikarenakan karena beberapa faktor penyebab salah satunya adalah pengetahuan. Pengetahuan dapat berpengaruh dengan muculnya stigma pada orang
dengan gangguan jiwa. Seseorang kurang pengetahuan mengenai gangguan jiwa bisa memberikan
label negatif yang dapat berujung dengan tindakan diskriminatif dan terkesan memojokkan, meskipun pada faktanya seseorang yang menderita gangguan jiwa adalah
sama dengan seseorang yang mengidap penyakit medis. Banyaknya informasi salah yang diperoleh mengenai gangguan jiwa dapat
menyebabkan munculnya
stigma yang tinggi pada ODGJ.
Hasil statistik kuesioener
didapatkan bahwa jenis kelamin perempuan
lebih banyak yang memiliki perilaku baik dibandingkan dengn responden yang berjenis kelamin laki-laki. Peneliti berpendapat bahwa perempuan lebih bisa memberikan sikap dan dukungan yang positif terhadap penderita gangguan jiwa dibandingkan laki-laki dikarenakan perempuan lebih aktif bersosialisasi pada orang sekitarnya sehingga lebih banyak memperoleh
informasi ataupun pengetahuan terhadap hal-hal yang baru sehingga perempuan lebih dapat memberikan
perilaku baik terhadap gangguan jiwa. Asumsi peneliti
didukung oleh peneliti sharma dalam (Nasriati, 2017)
yang mengatakan bahwa perempuan memiliki jaringan sosial lebih luas dan dari sumber lainnya
juga, sehingga dapat memberikan dukungan dan informasi kesehatan mengenai gangguan jiwa sedangkan laki-laki kurang memiliki akses formal. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori Purnawan yang mengatakan terdapat perbedaan sosio-emosional antara laki-laki dan perempuan, perempuan akan lebih memiliki
regulasi diri yang lebih baik dalam
berperilaku serta lebih banyak terlibat
dalam prososial dan biasanya perempuan lebih sering berkumpul
dengan kelompok sosial dimana mereka
dapat bertukar informasi sehingga perempuan lebih bisa memberikan dukungan serta sikap yang baik tehadap orang dengan gangguan jiwa.
Berdasarkan karakteristik
usia dalam penelitian ini didapatkan responden terbanyak usia 26-45 tahun. Dari hasil yang didapatkan peneliti berasumsi bahwa semakin bertambahnya usia seseorang akan mempengaruhi perubahan perilaku seseorang. Asumsi peneliti ini didukung
oleh dalam (Dewi et al., 2020)
yang mengatakan bahwa bertambahnya usia seseorang akan dapat mempengaruhi psikologi dan perilaku seseorang.
Dari hasil penelitian
juga didapatkan besarnya persentase masyarakat yang memiliki perilaku baik terhadap orang dengan gangguan jiwa dibandingkan dengan masyarakat yang memiliki perilaku kurang baik terhadap
orang dengan gangguan jiwa dikarenakan banyak responden berpendidikan terakhir SD memiliki pengetahuan yang kurang. Hal tersebut didukung oleh penelitian (Sulistyorini et al., 2013)
tentang hubungan pengetahuan gangguan jiwa terhadap sikap
masyarakat kepada penderita gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Colomadu didapatakan bahwa semakin baik pengetahuan
masyarakat terhadap gangguan jiwa maka
semakin positif sikap masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian
yang dilakukan oleh (Susilo et al., 2020)
didapatkan bahwa tingkat pendidikan dan pengetahuan seseorang berhubungan positif dengan sikap masyarakat
hal ini dimana
responden yang memiliki pendidikan tinggi mempunyai peluang lebih besar dalam
bersikap positif terhadap orang dengan gangguan jiwa dibandingkan
responden yang berpendidikan
rendah.
Seseorang yang mempunyai
perilaku kurang baik dikarenakan kurangnya pemahaman individu mengenai seseorang yang menderita gangguan jiwa karena
semakin tinggi pendidikan mampu membuat seseorang berfikir rasional dibandingkan dengan orang yang memiliki pendidikan rendah. Hasil penelitian ini sesuai dengan
teori dalam buku (Notoatmodjo, 2012)
mengatakan perilaku dipengaruhi tiga faktor salah satunya adalah faktor predisposisi
yang merupakan faktor yang melatarbelakangi dengan dilandasi pada pemikiran rasional dan motivasi terhadap perilaku seseorang.
Berdasarkan hasil
uji statistik Chi-Square didapatkan
nilai p value = 0,037 jika dibandingkan dengan nilai a = 0,05 maka p value <
a = 0,05 sehingga ada hubungan bermakna antara stigma gangguan jiwa dengan perilaku
masyarakat pada orang dengan
gangguan jiwa (ODGJ). Menurut asumsi dari peneliti masyarakat
yang memiliki stigma tinggi
akan mudah melakukan perilaku kurang baik terhadap
orang dengan gangguan jiwa. Hal ini disebabkan
Karena kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang gangguan jiwa dan kurangnya sosialisasi kesehatan tentang cara menangani orang dengan gangguan jiwa. Stigma yang diciptakan masyarakat secara tidak langsung menyebabkan keluarga ataupun masyarakat enggan untuk memberikan
penanganan yang tepat terhadap ODGJ akibatnya penderita gangguan jiwa tidak tertangani
dengan semestinya.
Hasil penelitian ini sama dengan
penelitian yang dilakukan
oleh (Iyer et al., 2020)
tentang hubungan stigma gangguan jiwa dengan
perilaku masyarakat pada
orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di Jorong Surau Lubuak Kanagarian Tigo Balai Kecamatan
Matur Kabupaten Agam yang diperoleh bahwa ada hubungan
bermakna antara stigma gangguan jiwa dengan
perilaku masyarakat pada
orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Hasil penelitian ini sama dengan
penelitian yang dilakukan
oleh (Asti et al., 2016)
tentang public stigma terhadap
orang dengan gangguan jiwa di Kabupaten Kebumen disimpulkan bahwa penyebab dari perilaku kurang
baik seseorang terhadap orang dengan gangguan jiwa adalah
rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya pengetahuan seseorang mengenai kesehatan jiwa. sehingga menyebabkan masyarakat enggan dalam memberikan
penanganan yang tepat pada penderita gangguan jiwa dan sebaliknya masyarakat memberikan pandangan negatif, prasangka buruk dan diskriminasi terhadap orang gangguan jiwa sehingga
menyebabkan penderita gangguan jiwa rentang
mengalami kekambuhan.
Kesimpulan
Pada penelitian ini
telah teridentifikasi
stigma gangguan jiwa pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Marawola dimana diperoleh stigma paling banyak adalah tinggi,
kemudian perilaku masyarakat pada orang dengan gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Marawola diperoleh paling banyak adalah perilaku
baik, sehingga ada hubungan bermakna
antara stigma gangguan jiwa dengan perilaku
masyarakat pada orang dengan
gangguan jiwa (ODGJ) di
wilayah kerja Puskesmas Marawola.
Asti, Arnika Dwi, Sarifudin, Sahrul,
& Agustin, Ike Mardiati. (2016). Public Stigma Terhadap Orang Dengan
Gangguan Jiwa Di Kabupaten Kebumen. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan,
12(3). Google Scholar
Dewi, Erti Ikhtiarini, Wuryaningsih, Emi
Wuri, & Susanto, Tantut. (2020). Stigma Against People With Severe Mental
Disorder (Psmd) With Confinement �Pemasungan.� Nurseline Journal, 4(2),
131�138. Google Scholar
Iyer, Anita S., Jones, Forrest K.,
Nodoushani, Ariana, Kelly, Meagan, Becker, Margaret, Slater, Damien, Mills,
Rachel, Teng, Erica, Kamruzzaman, Mohammad, & Garcia-Beltran, Wilfredo F.
(2020). Persistence And Decay Of Human Antibody Responses To The Receptor Binding
Domain Of Sars-Cov-2 Spike Protein In Covid-19 Patients. Science Immunology,
5(52). Google Scholar
Kasmawati, Kasmawati, Longgupa, Lisda
Widianti, Ramadhan, Kadar, Nurfatimah, Nurfatimah, & Sitorus, Sony Bernike
Magdalena. (2021). Pendidikan Kesehatan Untuk Meningkatkan Cakupan Pemberian
Asi Eksklusif Di Desa Patirobajo Kabupaten Poso. Community Empowerment, 6(4),
666�669. Google Scholar
Maulana, Indra, Suryani, S., Sriati, Aat,
Sutini, Titin, Widianti, Efri, Rafiah, Imas, Hidayati, Nur Oktavia, Hernawati,
Taty, Yosep, Iyus, & Hendrawati, H. (2019). Penyuluhan Kesehatan Jiwa Untuk
Meningkatkan Pengetahuan Masyarakat Tentang Masalah Kesehatan Jiwa Di
Lingkungan Sekitarnya. Media Karya Kesehatan, 2(2). Google Scholar
Nasriati, Ririn. (2017). Stigma Dan
Dukungan Keluarga Dalam Merawat Orang Dengan Gangguan Jiwa (Odgj). Medisains:
Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Kesehatan, 15(1), 56�65. Google Scholar
Nazarudin, Alvian. (2019). Stigma
Masyarakat Desa Slorok Kecamatan Kromengan Terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa.
Universitas Muhammadiyah Malang. Google Scholar
Notoatmodjo, Soekidjo. (2012). Metodologi
Penelitian Kesehatan. Google Scholar
Purnama, Gilang, Yani, Desy Indra, &
Sutini, Titin. (2016). Gambaran Stigma Masyarakat Terhadap Klien Gangguan Jiwa
Di Rw 09 Desa Cileles Sumedang. Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia,
2(1), 29�37. Google Scholar
Simanjuntak, Nadia Odelan. (2017). Hak
Pelayanan Dan Rehabilitasi Orang Dengan Gangguan Jiwa (Odgj) Terlantar Menurut
Uu No. 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa (Studi Kasus Upt Wanita Tuna Susila
Dan Tuna Laras Berastagi). Humanitas: Jurnal Kajian Dan Pendidikan Ham, 8(1),
54�76. Google Scholar
Sulistyorini, Nopyawati, Widodo, Arif, Kep,
A., Ke, M., Zulaicha, Endang, & Kp, S. (2013). Hubungan Pengetahuan
Tentang Gangguan Jiwa Terhadap Sikap Masyarakat Kepada Penderita Gangguan Jiwa
Di Wilayah Kerja Puskesmas Colomadu 1. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Google Scholar
Susilo, Adityo, Rumende, Cleopas Martin,
Pitoyo, Ceva Wicaksono, Santoso, Widayat Djoko, Yulianti, Mira, Herikurniawan,
Herikurniawan, Sinto, Robert, Singh, Gurmeet, Nainggolan, Leonard, Nelwan, Erni
Juwita, Chen, Lie Khie, Widhani, Alvina, Wijaya, Edwin, Wicaksana, Bramantya,
Maksum, Maradewi, Annisa, Firda, Jasirwan, Cynthia Olivia Maurine, &
Yunihastuti, Evy. (2020). Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini.
Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 7(1), 45. Google Scholar
Usraleli, Usraleli, Fitriana, Dedek,
Magdalena, Magdalena, Melly, Melly, & Idayanti, Idayanti. (2020). Hubungan
Stigma Gangguan Jiwa Dengan Perilaku Masyarakat Pada Orang Dengan Gangguan Jiwa
Di Wilayah Kerja Puskesmas Karya Wanita Pekanbaru. Jurnal Ilmiah Universitas
Batanghari Jambi, 20(2), 353�358. Google Scholar
������
Copyright holder: Sukrang, Hasnidar, Nur Aisya (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed
under: |