Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 4,
April 2022
ANALISIS
RISIKO DAN IMBAL HASIL PEMBIAYAAN PERBANKAN SYARIAH PERIODE KRISIS EKONOMI
Nia Husnia, Rifki Ismal, Saiful Anwar
Magister of
Islamic Economics, Postgraduate
Program Tazkia Islamic University College, Indonesia
Perkembangan bank Syariah tidak terlepas dari pengaruh
krisis ekonomi global, dimana ketika guncangan
keuangan menyebar ke real ekonomi selama fase krisis,
bank syariah menderita kerugian
tinggi dengan tingkat ketidakstabilan keuangan. Penting bagi bank syariah untuk menerapkan kebijakan dalam bisnis yang dilakukan untuk menentukan komposisi portofolio keuangannya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis profil risiko dan imbal hasil pembiayaan perbankan syariah pada akad mudharabah, murabahah,
dan istishna ketika terjadi krisis ekonomi. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model mean-variance
yang diperkenalkan oleh Markowitz (1952), dengan menggunakan Microsoft Excel
2019. Sampel penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini berupa 3 instrumen pembiayaan antara lain pembiayaan murabahah, mudharabah, dan istishna
pada BUS dan UUS. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu bersumber dari laporan keuangan melalui situs resmi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan
Bank Indonesia (BI) tahun 2004-2021. Hasil pertama dalam penelitian
ini adalah tingkat imbal hasil
dan risiko periode sebelum krisis menunjukkan bahwa pembiayaan murabahah memiliki nilai rata-rata risiko dan nilai rata-rata imbal hasil aktual
terbesar dari kedua pembiayaan yaitu murabahah dan
istishna. Sedangkan imbal hasil dan risiko pada ekonomi krisis, pembiayaan mudharabah memiliki nilai rata-rata risiko dan nilai rata-rata imbal hasil aktual
terbesar dari pembiayaan murabahah dan istishna. Dan pembiayaan Istishna merupakan pembiayaan yang memiliki nilai rata-rata imbal hasil dan risiko terendah pada kedua kondisi ekonomi tersebut dengan tren cenderung stabil. Hasil kedua menunjukkan bahwa Titik B ke C adalah
pilihan alternatif portofolio investasi yang paling
optimal atau disebut the
most efficient portfolio frontier dari industri perbankan syariah periode 2004 sampai 2021.
Kata Kunci:�� risiko dan imbal hasil, mudharabah,
murabahah, istishna, krisis ekonomi, portfolio optimal.
The development of
Islamic banks is inseparable from the influence of the global economic crisis,
when financial shocks spread to the real economy during the crisis phase,
Islamic banks suffer high losses with a level of financial instability. Islamic
banks need to implement policies in their business to determine the composition
of their financial portfolio. this study has objective to analyse the risk and
returns profile of Islamic banking financing in mudharabah,
murabahah, and istishna
contracts when the economic crisis occurs. Methods of data analysis in
this research using the mean-variance model introduced by Markowitz (1952),
using Microsoft Excel 2019. Sample of research used in this study is financing instruments, including murabahah, mudharabah, and istishna of BUS and UUS. The data used in
this research is secondary data sourced from the
financial statements of Financial Services Authority (OJK) and Bank Indonesia
(BI)
years 2004-2021. The first result in this research
is returns and risks before crisis economy period shows that murabahah financing has the largest average risk and an
average value of actual returns from the two financings, namely murabahah, and istishna.
Meanwhile, returns and risks in a crisis economy, mudharabah
financing has the largest average risk and an average value of actual returns
from murabahah and istishna
financing. And Istishna has the lowest average return
and risk in both economic conditions with a trend that tends to be
stable. The second result state that Point B to C is the choice of the most
optimal investment portfolio or called the most efficient portfolio frontier
from the Islamic banking industry for the period 2004 to 2021.
Keywords:��� risk and return,
mudharabah, murabahah, istishna, economic crisis, optimal portfolio
Pendahuluan
Industri
perbankan syariah Indonesia tumbuh menjanjikan setelah berdirinya bank syariah
pertama yaitu Bank Muamalat Indonesia (BMI), pada tahun 1992 (Ismal, 2011).
Hingga data Desember 2020, ada empat belas Bank Umum Syariah (BUS) diikuti oleh
dua puluh Unit Perbankan Syariah (UUS) dan seratus enam puluh tiga Bank
Perkreditan Rakyat (BPRS) mengintegrasikan 2426 kantor BUS dan UUS di seluruh negeri.
Dalam (Eedle, 2009)
menyebutkan pertumbuhan industry perbankan syariah Indonesi sebesar 46% per
tahun jauh di atas pertumbuhan industri perbankan syariah dunia sebesar 10%-20%
per tahun. Pertumbuhan terakhir industri perbankan syariah tercatat 47% pada
tahun 2010 (Ismal, 2011).
Namun
demikian pertumbahan atau perkembangan bank Syariah tidak terlepas dari
pengaruh krisis ekonomi global seperti yang disebutkan dalam penelitian (Alqahtani, Mayes, & Brown, 2017),
dimana ketika goncangan keuangan menyebar ke real ekonomi selama fase krisis,
bank syariah menderita kerugian yang jauh lebih tinggi dengan tingkat
ketidakstabilan keuangan dibandingkan bank konvensional. Walaupun dalam penelitiannya
menyebutkan hasil ini hanya berlaku untuk bank besar tidak untuk bank syariah
kecil.
(Kumar & Sayani, 2015)
menganalisis periode krisis dan pasca krisis yang melanda perbankan global yang
berlangsung dari 2008 hingga 2014 dan menggunakan data tujuh tahun untuk setiap
bank yang termasuk dalam sampel dengan beberapa pengecualian karena beberapa
bank dalam sampel belum menerbitkan laporan keuangan tahunan mereka untuk 2014.
Rasio kualitas aset bank syariah di negara GCC yang dipilih jauh lebih tinggi
daripada kriteria yang ditetapkan dengan pendekatan CAMEL AIA, hal ini
menunjukkan portofolio berisiko setelah krisis, meskipun beberapa peningkatan
rasio terlihat dari tahun 2012 seterusnya. Atribut pembagian risiko keuangan
Islam berkontribusi pada elemen ini dan bank Syariah, hal ini mungkin berakhir
membawa risiko yang lebih besar sehubungan dengan kualitas aset dan arus kas
yang terkait dengan investasi jangka panjang pada aset (Errico & Farahbaksh, 1999).
Kemampuan pendapatan secara keseluruhan memburuk selama periode analisis. Tampaknya
beberapa bank Islam menderita lebih dari yang lain selama masa gejolak krisis
tersebut.
(Chazi & Syed, 2010),
pembiayaan Islam dibangun di atas premis bahwa bank tidak boleh meminjamkan
uang tetapi sebaliknya harus berbagi risiko keuangan Islam mendekati kegiatan
pembiayaan mereka dari perspektif mitra. Apakah berbasis ekuitas atau utang,
pembiayaan Islam melibatkan risiko yang lebih tinggi bagi pemodal. Beberapa
dari produk pembiayaan berbasis utang yang paling populer adalah Murabahah,
Ijara, Salam, Istisna�, dan istijrar. Berdasarkan masing-masing alat pembiayaan
ini, bank akan bertindak baik sebagai pembeli, penjual, lessor, atau produsen
tetapi tidak pernah hanya sebagai pemberi pinjaman. (Khan & Ahmed, 2001)
menemukan bahwa risiko tingkat pengembalian (risiko imbal hasil) merupakan
risiko paling kritis yang dihadapi bank syariah dibandingkan dengan risiko
lainnya seperti risiko operasional dan risiko likuiditas.
Oleh
karena itu diperlukan strategi yang tepat oleh Bank Syariah dalam kebijakan
pembiayaan yang dikelurakan baik dalam mengahadapi keadaan ekonomi stabil dan
ekonomi tidak stabil. Periode ekonomi tidak stabil yang selanjutnya disebut
dengan periode ekonomi krisis pada penelitian ini, yaitu periode krisis ekonomi
global 2008-2014, 2015-2018 dimana pada periode tersebut keadaan ekonomi
Indonesia belum stabil ditunjukkan dengan tingkat pertumbuhan Produk Domestik
Bruto (PDB) Indonesia tidak mengalami kenaikan bahkan lebih rendah dari periode
krisis yang terjadi. Dan krisis ekonomi global yang disebabkan oleh pandemi
dari tahun 2019 sampai dengan Sekarang ini (2021).
Penting
bagi bank syariah untuk menerapkan kebijakan dalam bisnis yang dilakukan untuk
menentukan komposisi portofolio keuangannya, dengan cara memilih tingkat
pengembalian tinggi dengan risiko tertentu atau pengembalian rendah dengan
risiko rendah. Hal ini dikenal sebagai portofolio yang efisien. Untuk mencapai
portofolio keuangan yang efisien, bank syariah harus mengumpulkan informasi
penting tentang karakteristik aset yang akan dimasukkan dalam portofolio (Laila, Saraswati, & Kholidah, 2019)
Salah satu metode pembentukan portofolio efisien menggunakan teori portofolio
Markowitz yang menekankan pada hubungan return dan risiko investasi (Pratiwi, 2016).
Salah satu aspek terpenting dalam Teori Markowitz adalah risiko investasi dapat
dikurangi melalui proses diversifikasi, dengan terlebih dahulu mengidentifikasi
koefisien korelasi masing-masing aset dan hanya memilih aset yang berkorelasi
negatif agar diperoleh portofolio dengan risiko minimal (Hadiyoso, Firdaus, & Sasongko, 2015).
Metode Penelitian
Penelitian
mennggunakan gabungan pendekatan deskriptif kuantitatif. Pendekatan deskriptif
dalam (Ali, 1982),
digunakan untk memecahkan sekaligus menjawab permasalahan yang terjadi pada
masa sekarang, dilakukan dengan menempuh Langkah-langkah pengumpulan,
klasifikasi dan analisis atau pengolahan data, membuat kesimpulan dan laporan
dengan tujuan utama untuk membuat penggambaran tentang suatu keadaan secara
objektif dalam suatu deskripsi. Sedangkan yang dimaksud dengan pendekatan
kuantitatif adalah pendekatan yang digunakan dalam penelitian dengan cara
mengukur indikator-indikator variabel penelitian sehingga diperoleh gambaran
diantara variabel-variabel, dengan tujuan untuk mengukur dimensi yang akan
diteliti (Surakhmad, 1998).
Jenis
data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data seri
bulanan yang diperoleh melalui situs resmi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan
Bank Indonesia (BI) untuk memperoleh infromasi terkait instrument pembiayaan
yang akan diteliti yaitu pembiayaan murabahah, mudhrabah, dan Istishna, dengan
jenis data Outstanding dan Rate of return periode Maret 2004 sampai
dengan September 2021.
Teknik
pengambilan sampel dilakukan secara sengaja (purposive sampling) berupa 3
instrumen pembiayaan antara lain pembiayaan murabahah, mudharabah, dan
istishna. Pemilihan jenis pembiayaan dilakukan berdasarkan jenis pembiayaan
yang mayoritas digunakan oleh industri perbankan syariah. Data yang digunakan
merupakan data yang tersedia dalam situs resmi institusi terkait.
A.
Profil Imbal hasil
Imbal hasil atau return adalah keuntungan yang diciptakan oleh instrumen
investasi yang diberikan kepada investor pada periode waktu tertentu. Return
dapat mencakup pendapatan dan keuntungan dari penempatan dana pada sebuah
portofolio.� Umumnya return dinyatakan dalam satuan persentase (%). Pada gambar
4.1 dan 4.2 menggambarkan imbal hasil pembiayaan mudharabah, pembiayaan
murabahah, pembiayaan istishna selama periode Maret 2004 � Agustus 2021. Dengan
menunjukkan perbandingan periode pada ekonomi stabil yaitu data penelitian
Maret 2004 sampai Desember 2007. Dan periode ekonomi krisis yaitu Januari 2008
sampai dengan Agustus 2021.
Grafik
imbal hasil pembiayaan bank Syariah periode ekonomi stabil digambarkan pada
Gambar 4.1. dan Grafik imbal hasil pembiayaan bank Syariah periode ekonomi
krisis pada Gambar 4.2.
Gambar 1
Imbal
Hasil Pembiayaan Periode Ekonomi Stabil
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia (diolah)
Pada periode ekonomi stabil
imbal hasil pembiayaan mudharabah, murabahah, dan istishna memiliki tren
cenderung naik dan stabil. Dimana nilai rata-rata imbal hasil pembiayaan mudharabah
sebesar 13.88% dengan nilai tertinggi 20.01% dan terendah 12.10%. Pembiayaan
murabahah dengan nilai rata-rata imbal hasil sebesar 14.86%, nilai tertinggi
17.58% dan terendah 12.03%. Dan imbal hasil pembiayaan istishna dengan nilai
tertinggi sebesar 10.95%, terendah 7,03%, dan nilai rata-rata imbal hasil
9.66%. Dari ketiga pembiayaan tersebut pembiyaan dengan akad murabahah memiliki
nilai rata-rata imbal hasil terbesar pada periode ekonomi stabil.
Gambar 2
Imbal Hasil Pembiayaan Periode Ekonomi Krisis
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan dan Bank
Indonesia (diolah)
Imbal hasil pembiayaan
mudharabah, murabahah, dan istishna memiliki tren yang menurun selama periode
ekonomi krisis. Pembiayaan mudharabah mengalami penurunan imbal hasil yang
cukup signifikan dengan nilai rata-rata imbal hasil sebesar 14.34% dan nilai
imbal hasil tertinggi yaitu 22.11% dan terendah 8.70%. Pembiayaan murabahah
mengalami penurunan imbal hasil namun relative stabil dengan nilai rata-rata
13.66%, nilai tertinggi 17.15% dan terendah 10.34%. Sedangkan penurunan imbal
hasil yang diberikan oleh pembiayaan istishna tertinggi 14.73%, terendah 9.40%,
dan nilai rata-rata imbal hasil sebesar 12.51%. Dari ketiga pembiayaan tersebut
pembiyaan dengan akad mudharabah memiliki nilai rata-rata imbal hasil terbesar
pada periode ekonomi krisis.
Data imbal hasil aktual
setiap instrument selanjutnya dapat digunakan dalam perhitungan nilai varian.
Langkah awal untuk memperoleh imbal hasil ekspektasi adalah melakukan pemetaan
distribusi terjadinya imbal hasil. Imbal hasil setiap instrument akan dibagi
menjadi lima interval sehingga akan diperoleh peluang kejadian dari
masing-masing interval yang digambarkan pada tabel 4.2. Peluang terjadi imbal
hasil aktual pada pembiayaan mudharabah terjadi dibawah 13%, pembiayaan
murabahah dibawah 13% dan pembiayaan istishna dibawah 11%. Hal ini menunjukan
bahwa imbal hasil aktual yang diperolah penyaluran pembiayaan paling banyak
terjadi pada kisaran 13%.
Tabel 1
Peluang
terjadinya imbal hasil
Instrument |
Interval |
Peluang |
Interval |
Peluang |
Interval |
Peluang |
Interval |
Peluang |
Interval |
Peluang |
Mudharabah |
x<13 |
43,00 |
13≤x<15 |
16,00 |
15≤x<17 |
19,00 |
17≤x<19 |
7,00 |
x≥19 |
15,00 |
Istishna |
x<11 |
43,00 |
11≤x<12 |
7,00 |
12≤x<13 |
10,00 |
13≤x<14 |
20,00 |
x≥14 |
20,00 |
Murabahah |
x<13 |
33,00 |
13≤x<14 |
20,00 |
14≤x<15 |
13,00 |
15≤x<16 |
19,00 |
x≥16 |
15,00 |
Selisih
antara imbal hasil aktual dan imbal hasil ekspektasi menggambarkan risiko
sebuah instrument investasi. Semakin tinggi rentang nilai selisih tersebut
menunjukkan tingginya ketidakpastian imbal hasil yang akan diperoleh. Pada
periode ekonomi stabil rentang tertinggi diperoleh pembiayaan murabahah sebsesar
11.87%, pembiayaan mudharabah 10,70%, dan pembiayaan istishna dengan rentang
terkecil jauh dari nilai tertingginya sebesar 5.45%. Dan pada periode krisis
pembiayaan mudharabah memiliki rentang tertinggi selisih tipis dengan murabahah
yaitu sebesar 11.80%, murabahah 11.61%, dan istishna 9.39%. Hal ini menunjukan
pada kondisi ekonomi yang berbeda menghasilkan nilai yang berbeda dimana pada
kondisi ekonomi stabil pembiayaan murabahah memiliki tingkat yang lebih tinggi
dalam ketidakpastian imbal hasil yang diperoleh. Sedangkan pada kondisi ekonomi
krisis pembiayaan mudharabah memilki tingkat yang lebih tinggi dalam
ketidakastian imbal hasil yang akan diperoleh.
Tabel 2
Rata-Rata
Imbal Hasil Aktual Dan Imbal Hasil Ekspektasi Periode Stabil
Instrumen |
Rata-rata Imbal Hasil Aktual |
Rata-rata Imbal Hasil Ekspektasi |
Pembiayaan Mudharabah |
13.82% |
3.12% |
Pembiayaan Istishna |
9.63% |
4.18% |
Pembiayaan Murabahah |
14.83% |
2.96% |
Tabel 3
Rata-rata
imbal hasil aktual dan imbal hasil ekspektasi periode krisis
Instrumen |
Rata-rata Imbal Hasil Aktual |
Rata-rata Imbal Hasil Ekspektasi |
Pembiayaan Mudharabah |
15.45% |
3.65% |
Pembiayaan Istishna |
12.26% |
2.87% |
Pembiayaan Murabahah |
14.63% |
3,02% |
B. Imbal
hasil aktual dan ekspektasi pembiayaan mudharabah pada periode stabil dan
krisis
Pada
periode stabil pembiayaan mudharabah memiliki nilai rata-rata imbal hasil
aktual tertinggi kedua setelah murabahah dan rata-rata imbal hasil ekspektasi
tertinggi kedua setelah istishna. Rentang tertinggi antara imbal hasil aktual
dan ekspektasi pembiayaan mudharabah periode stabil terjadi pada periode Juli 2005 sebesar 17.05%, pada Agustus 2005 terjadi penurunan drastis
menjadi 6.90%, dan terus mengalami penurunan pada tahun-tahun berikutnya, yang
digambarkan pada Gambar 4.3.
Gambar 3
Imbal Hasil Aktual dan Ekspektasi Pembiayaan Mudharabah
Periode Stabil
Imbal
hasil actual dan ekspektasi pembiayaan mudharabah pada periode krisis memiliki
nilai tertinggi diantara pembiayaan murabahah dan istishna. Rentang tertinggi
terjadi pada periode Oktober 2014 sebesar 18.85%, dengan
nilai terendah yaitu 4.93% periode Juli 2021, yang digambarkan pada Gambar 4.3.
Ketidakpastian imbal hasil pembiayaan yang diperoleh dengan akad mudharabah
pada krisis ekonomi lebih tinggi dibandingkan dengan periode ekonomi stabil,
hal ini dikarenakan krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun 2008. Sebelum
akhirnya menurun relatif stabil pada tahun-tahun berikutnya yaitu November 2014
sampai dengan Juli 2021, hal ini dikarenakan krisis ekonomi global mulai
membaik dan kinerja perbankan menjadi lebih baik.
Antara imbal hasil aktual dan ekspektasi pada pembiayan mudharabah periode 2019
� 2021 dimana krisis pandemi terjadi tidak mengalami rentang yang tinggi
cenderung stabil.
Gambar 4
Imbal Hasil Aktual dan Ekspektasi Pembiayaan Mudharabah
Periode Krisis
C. Imbal
hasil aktual dan ekspektasi pembiayaan murabahah periode ekonomi stabil dan
krisis ekonomi
Pada
periode ekonomi stabil pembiayaan murabahah memiliki nilai rata-rata imbal
hasil aktual tertinggi diantara pembiayaan mudharabah dan istishna, dan nilai
imbal hasil ekspektasi terendah setelah istishna dan mudharabah. Rentang
tertinggi antara imbal hasil aktual dan ekspektasi pada pembiayaan murabahah
periode stabil terjadi selama periode Maret 2007 sebesar
14.98%. Selama periode penelitian ekonomi stabil pergerakan grafik pada
pembiayaan murabahah menunjukkan tingkat kenaikan signifikan, artinya pada perekenomian
stabil pembiayaan murabahah memberikan ketidakpastian imbal hasil yang
signifikan, yang digambarkan pada Gambar 4.5.
Gambar 1
Imbal Hasil Aktual dan Ekspektasi Pembiayaan Murabahah
Periode Stabil
Nilai
rata-rata mbal hasil aktual dan ekspektasi pembiayaan murabahah pada periode
krisis memiliki nilai tertinggi kedua setelah mudharabah. Rentang tertinggi
terjadi pada periode September 2013 sebesar 14.62%, dengan
nilai terendah yaitu 7.01% periode Agustus 2021, dengan tren selama periode
krisis terus mengalami penurunan secara signifikan, yang digambarkan pada
Gambar 4.6. Ketidakpastian imbal hasil pembiayaan yang diperoleh dengan akad
murabahah pada ekonomi stabil lebih tinggi dibandingkan dengan periode krisis
ekonomi. Hal ini dapat terjadi karena volume pembiayaan dengan akad murabahah
pada periode ekonomi stabil mendominasi volume pembiayaan lainnya yaitu
mudharabah dah istishna dalam penelitian ini. Sedangkan pada periode ekonomi
krisis volume pembiayaan mudharabah memiliki jumlah porsi pembiayaan yang hampir
sama dengan murabahah, sehingga pada periode krisis pembiayaan murabahah tidak
terlalu mendominasi jumlah pembiayaan yang diberikan, dengan rentang nilai
imbal hasil ekspektasi yang tidak jauh antara kedua akad tersebut.
Gambar 2
Imbal Hasil Aktual dan Ekspektasi Pembiayaan Murabahah
Periode Krisis
D. Imbal
hasil aktual dan ekspektasi pembiayaan istishna periode ekonomi stabil dan
krisis ekonomi
Pembiayaan
Istishna pada periode ekonomi stabil memiliki nilai imbal hasil aktual terendah
dengan nilai imbal hasil ekspektasi tertinggi diantara mudharabah dan
murabahah. Rentang tertinggi antara imbal hasil aktual dan ekspektasi pada
pembiayaan istishna terjadi selama periode Mei 2005 sebesar 5.87%, dan terus mengalami kenaikan sampai dengan
Desember 2007 sebesar 6.08%. pada Gambar 4.7. menunjukkan grafik kenaikan pada
ketidakpastian imbal hasil istishna secara signifikan selama periode penelitian
ekonomi stabil.
Gambar 3
Imbal Hasil Aktual dan Ekspektasi Pembiayaan Istishna
Periode Stabil
Pembiayaan akad istishna baik dalam periode ekonomi stabil maupun dalam
periode ekonomi krisis, memiliki tingkat ketidakpastian perolehan imbal hasil
yang lebih rendah dari kedua akad lainnya yaitu mudharabah dan murabahah. Namun
dalam praktiknya penggunaan akad istishna sebagai akad Pembiayaan Kepemilikan Rumah
(KPR) masih rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal baik dari factor
internal yaitu bank Syariah, dimana bank masik kesulitas menerapkan akad istishna
karena pada praktiknya bank hanya membiayai rumah siap pakai. Dan eksternal
yaitu nasabah yang belum banyak mengetahui tentang akad istishna.
Gambar 4
Imbal Hasil Aktual dan Ekspektasi Pembiayaan Istishna
Periode Krisis
Gambar 5
Varian Pembiayaan Periode Stabil
Pada periode ekonomi
stabil rata-rata nilai varian sebesar 21.15%, dengan nilai rata-rata varian
tertinggi adalah pembiayaan murabahah, kedua pembiayaan mudharabah dan terakhir
istishna. Hal ini menunjukkan bahwa pembiayaan murabahah memiliki risiko
ketidakpastian imbal hasil yang lebih tinggi dari kedua pembiayaan lainnya.
Sedangkan pada ekonomi
krisis nilai rata-rata varian sebesar 22,58%, dengan nilai rata-rata varian tertinggi
adalah pembiayaan mudharabah, pembiayaan murbahah dan terendah pembiayaan
istishna. Hal ini menunjukkan bahwa pembiayaan mudharabah memiliki risiko ketidakpastian
imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan kedua pembiayaan yang
lainnya.
Gambar 6
Varian Pembiayaan Periode Krisis
F. Varian
pembiayaan mudharabah pada periode ekonomi stabil dan ekonomi krisis
Pada
periode ekonomi stabil pembiayaan mudharabah memiliki nilai rata-rata varian
tertinggi kedua setelah murabahah. Gambar 4.11. menggambarkan imbal hasil
aktual dan varian dari pembiayaan mudharabah dimana nilai varian pembiayaan
mudharabah pada ekonomi stabil bergerak fluktuatif dan cendrung naik pada akhir
periode ekonomi stabil menuju periode krisis yaitu pada periode Desember 2007
sebesar 33.88%, dengan nilai varian tertinggi terjadi pada periode Juli 2005
sebesar 42.93%. Tingginya nilai varian yang terjadi periode Juli 2005 pada
ekonomi stabil, dapat disebabkan oleh risiko yang timbul dari akad pembiayaan
mudharabah diantaranya risiko dalam hal penggunaan dana oleh nasabah yang
menyimpang dari kontrak, kelalain, kesalahan yang disengaja dan pelaporan
keuntungan usaha yang tidak jujur.
Gambar 7
Varian Pembiayaan Mudharabah Periode Ekonomi Stabil
Pada
periode ekonomi krisis pembiayaan mudharabah memiliki nilai rata-rata variang
tertinggi dari pembiayaan murabahah dan istishna yaitu sebesar 52.45% periode
Oktober 2014. Varian tertinggi yang dialami pembiayaan mudharabah menunjukkan
tingginya risiko ketidakpastian atas perolehan imbal hasil. Hal ini sesuai
dengan prinsip pembiayaan mudharabah yang dipengaruhi langsung oleh sector riil
sehingga mengakibatkan imbal hasil pembiayaan mudharabah sangat tergantung
dengan kinerja sector riil. Dimana kegiatan sector riil mengalami dampak secara
nyata dari Krisis yang terjadi, yang berakibat pada kemampuan pembayarannya
kepada perbankan tidak terkecuali bank syariah.�
Imbal hasil aktual dan varian dari pembiayaan mudharabah selama periode
ekonomi krisis digambarkan pada Gambar 4.12. Nilai varian selama periode
ekonomi krisis mengalami kenaikan dan penurunan yang tajam dengan tren menurun
pada akhir periode penelitian yaitu periode Juli 2021 sebesar 10.53%. Varian
pembiayaan mudharabah pada periode ekonomi krisis lebih besar dari varian
pembiayaan mudharabah pada periode ekonomi stabil. Artinya pada ekonomi krisis
pembiayaan mudharabah memiliki tingkat risiko ketidak pastian imbal hasil
actual yang tinggi dibandingkan pada ekonomi stabil.
Gambar 8�
Varian Pembiayaan Mudharabah Periode Krisis
G. Varian
pembiayaan murabahah pada periode ekonomi stabil dan ekonomi krisis
Periode
ekonomi stabil pembiayaan murabahah memiliki nilai rata-rata varian tertinggi
setelah pembiayaan mudharabah dan istishna. Gambar 4.13 menggambarkan imbal
hasil aktual dan varian dari pembiayaan murbahah pada periode ekonomi stabil,
dimana nilai varian bergerak fluktuatif dengan tren manaik. Nilai rata-rata
varian tertinggi terjadi pada periode Maret 2007 sebesar 33.14%. Tingginya
nilai varian pembiayaan murabahah pada ekonomi stabil dapat terjadi dikarenakan
besarnya jumlah pembiayaan murabahah yang disalurkan, sehingga menimbulkan
tingginya risiko pembiayaan yang terjadi.
Gambar 9
Varian Pembiayaan Murabahah Periode Ekonomi Stabil
Sedangkan
pada periode ekonomi krisis pembiayaan murabahah mimiliki nilai rata-rata
varian tertinggi kedua setelah mudharabah. Gambar 4.14. menggambarkan imbal
hasil aktual dan varian dari pembiayaan Murabaha periode ekonomi krisis, dimana
nilai varian pembiayaan murabahah bergerak fluktuatif dan cendrung menurun pada
akhir periode penelitian yaitu pada periode Agustus 2021 sebesar 16.27%, dengan
nilai varian tertinggi sebesar 31.93% terjadi pada periode September 2008. Pada
periode ekonomi krisis porsi dari pemberian pembiayaan dengan akad murabahah
tidak lebih mendominasi dibandingan pada periode ekonomi stabil. Dengan
demikian varian pembiayaan dengan akad murabahah pada ekonomi krisis tidak
lebih tinggi dibandingkan dengan periode ekonomi stabil. Artinya tingkat risiko
ketidakpastian imbal hassil actual pada periode ekonomi stabil lebih tinggi
dibandingan dengan periode ekonommi krisis.
Gambar 10
Varian Pembiayaan Murabahah Periode Krisis
H. Varian pembiayaan istishna
pada periode ekonomi stabil dan ekonomi krisis
Pembiayaan
istihna memiliki nilai rata-rata varian terendah dari kedua pembiayaan
sebelumnya yaitu mudharabah dan murabahah, baik pada periode ekonomi stabil dan
ekonomi krisis. Pada Gambar 4.15. grafik varian pembiayaan istishna periode
stabil menunjukan kenaikan nilai varian istishna secara signifikan dimulai dari
periode May 2005 sebesa 14.93% sampai Desember 2007 sebesar 16.00%, dengan nilai
varian tertinggi yaitu 16.68% periode Agustus 2007. Sedangkan Gambar 4.16.
menunjukan Gambar grafik dari pergerakan nilai varian pembiayaan istishna pada
periode ekonomi krisis. Dimana menunjukkan pergerakan dengan tren menaik dari
periode Maret 2009 sampai dengan Januari 2014, bergerak fluktuatif cenderung
menunrun dari periode May 2014 sampai dengan Agustus 2021, dan nilai tertinggi
terjadi pada periode Januari 2009 sebesar 27.79%.
Gambar 11
Varian Pembiayaan Istishna Periode Stabil
Gambar 12
Varian Pembiayaan Istishna Periode Krisis
I. Pemetaan
Imbal Hasil dan Risiko
Langakah selanjutnya
setelah memperoleh nilai imbal hasil
dan varian masing-masing pembiayaan
adalah memetakan setiap instrument pada sebuah grafik untuk memberikan
gambaran karakteristik masiang-masiang pembiayaan berdasarkan imbal hasil dan risiko.� Pada Gambar 4.17. menunjukkan
pemetaan imbal hasil dan risiko pada ekonomi stabil, pembiayaan murabahah memiliki nilai rata-rata risiko terbesar yaitu 26,82% dengan nilai rata-rata imbal hasil actual sebesar 14.86%. Sedangkan Gambar 4.18. menunjukkan
pemetaan imbal hasil dan risiko pada ekonomi krisis, pembiayaan mudharabah memiliki nilai rata-rata risiko terbesar yaitu 25.01% dari kedua akad lainnya
dengan nilai rata-rata imbal hasil actual yaitu 14,34%. Pembiayaan Istishna merupakan pembiayaan yang memiliki nilai rata-rata imbal hasil dan risiko terendah pada kedua kondisi ekonomi tersebut dengan tren cenderung stabil.
Gambar 13
Pemetaan Imbal Hasil dan Risiko Pembiayaan Periode Stabil
Gambar 14
Pemetaan Imbal Hasil dan Risiko Pembiayaan Periode Krisis
Terdapat 2 pilihan portofolio optimal yang
dapat dipilih antara lain pembiayaan mudharabah, dan pembiayaan murabahah.
Kedua portofolio tersebut terpilih berdasarkan hasil dari pemetaan imbal hasil
pada ketiga instrument yaitu pembiayaan mudharabah, murabahah, dan istishna.
Dimana rata-rata imbal hasil tertinggi diperoleh oleh pembiayaan mudharabah
sebesar 14,24%, dan posisi kedua dengan nilai rata-rata imbal hasil sebesar
13,93% diperoleh pembiayaan murabahah. Untuk mengetahui portofolio yang paling
optimal dari pilihan tersebut dapat dilakukan dengan membentuk garis portofolio
efisien frontier pada setiap kombinasi. Garis
portofolio efisien frontier dapat diperoleh dengan menyelesaikan persamaan 4
dan 5. Pembiayaan mudharabah diasumsikan sebagai instrument x dan pembiayaan
murabahah sebagai y. Asumsi γ (lamda) yang digunakan berada pada kisaran
angka 0 dan 1 dengan nilai interval 0,075 maka nilai Z dapat ditentukan dengan
formulasi sebagai berikut:
Nilai
imbal hasil dan varian dari setiap variasi nilai lamda dapat diperoleh dengan
menyelesaikan persamaan 7 dan 8, sehingga akan diperoleh karakteristik efficient
portfolio frontier secara lengkap. Berdasarkan nilai
variasi lamda yang telah ditentukan maka kurva efisien frontier yang terbentuk
dari kombinasi portfolio pembiayaan mudharabah dan pembaiyaan murabahah oleh
Gambar 4.17. kurva
efisien frontier menggambarkan seluruh kombinasi portofolio pembiayaan
mudharabah dan pembiayaan murabahah yang dimulai dari titik A hingga C dengan
titik balik pada titik B. Kombinasi portofolio dari garis titik A ke titik B
memiliki tingkat risiko tinggi dengan imbal hasil rendah, sedangkan dari garis
titik B ke titik C memiliki tingkat risiko rendah dengan tingkat imbal hasil tinggi.
Sehingga kombinasi portofolio yang berada pada sepanjang garis titik B ke titik
C akan dipilih sebagai kombinasi portofolio optimal. Titik B memiliki nilai
risiko 1.62% dengan nilai imbal hasil sebesar 2.86% dan titik C memiliki nilai
risiko 1.56% dengan nilai imbal hasil sebesar 3,01%. Nilai imbal hasil dan
nilai risiko pada titik C sesuai dengan prinsip Syariah dalam kaidah fiqih
yaitu al-kharaj bid adh-dhaman (hasil usaha muncul bersama biaya).
Dengan kaidah al- kharaj bid adh-dhaman, bank ikut mengantisipasi dan
ikut terlibat aktif dalam mengembankan bisnis yang didanainya. Berdasarkan dari
kaidah tersebut hasil usaha/keuntungan/pendapatan merupakan timbal bailk karena
adanya biaya dan usaha, artinya dimana ada risiko yang ditanggung terdapat imbal
hasil yang diperoleh (Profit and Lost Sharing).
Gambar 15
Kurva Efficient Frontier Portofolio Pembiayaan
mudharabah-Murabahah
K. Pemilihan
Portofolio Optimal
Gambar 16
Kurva Efficient Frontier Portofolio Pembiayaan mudharabah Murabahah
Berdasarkan pembahasan mengenai
analisis risiko dan imbal hasil pembiayaan bank syariah pada periode krisis
ekonomi maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: a). Pemetaan imbal hasil dan
risiko pada ekonomi stabil menunjukka bahwa pembiayaan murabahah memiliki nilai
rata-rata risiko dan nilai rata-rata imbal hasil actual terbesar dari kedua
pembiayaan yaitu murabahah dan istishna. Sedangkan pemetaan imbal hasil dan
risiko pada ekonomi krisis, pembiayaan mudharabah memiliki nilai rata-rata
risiko dan nilai rata-rata imbal hasil actual terbesar dari pembiayaan
murabahah dan istishna. Dan pembiayaan Istishna merupakan pembiayaan yang
memiliki nilai rata-rata imbal hasil dan risiko terendah pada kedua kondisi
ekonomi tersebut dengan tren cenderung stabil. Setelah mengemati profil imbal
hasil dan risiko dari ketiga pembiayaan di atas bahwa return berbanding
lurus dengan tingkat risiko. b).
Diperlukan
pembentukan portofolio pembiayaan guna mendapatkan imbal hasil yang kompetitif
dengan risiko yang sesuai. Terdapat 2 pilihan portofolio optimal yang dapat
dipilih antara lain pembiayaan mudharabah, dan pembiayaan murabahah. Kedua
portofolio tersebut terpilih berdasarkan hasil dari pemetaan imbal hasil pada
ketiga instrument yaitu pembiayaan mudharabah, murabahah, dan istishna. c). Alternatif pilihan
keputusan investasi ditentukan secara subyektif, berdasarkan keputusan
investasi masing-masing perbankan syariah yang disesuaikan dengan preferensi dan
toleransi risiko yang dapat dipenuhi oleh perbankan syariah secara individu.
Namun demikian pilihan dari titik B ke titik C adalah pilihan alteratif
portofolio investasi yang aling optimal atau disebut the most efficient
portfolio ftontier.
BIBLIOGRAFI
ali, Muhammad. (1982). Penelitian Kependidikan. Bandung: Angkasa. Google Scholar
Alqahtani, Faisal, Mayes, David G., & Brown, Kym. (2017). Islamic Bank
Efficiency Compared To Conventional Banks During The Global Crisis In The Gcc
Region. Journal Of International Financial Markets, Institutions And Money,
51, 58�74. Google Scholar
Chazi, Abdelaziz, & Syed, Lateef A. M. (2010). Risk Exposure During
The Global Financial Crisis: The Case Of Islamic Banks. International
Journal Of Islamic And Middle Eastern Finance And Management, 3(4),
321�333. Google Scholar
Eedle, Simon. (2009). A Global Bank�s View Of The Evolution Of Islamic
Finance. Essex, Uk: Euromoney Year Book, Adrian Hornbrook. Google Scholar
Errico, Luca, & Farahbaksh, Mitra. (1999). Islamic Banking. Second
Harvard University Forum On Islamic Finance: Islamic Finance Into The 21st Century,
Cambridge, Massachusetts. Google Scholar
Hadiyoso, Asto, Firdaus, Muhammad, & Sasongko, Hendro. (2015). Building
An Optimal Portfolio On Indonesia Sharia Stock Index (Issi). Bisnis & Birokrasi
Journal, 22(2). Google Scholar
Ismal, Rifki. (2011). Islamic Banking In Indonesia : Lesson To Be
Learned. Islamic Banking In Indonesia: Lessons Learned, 1�15. Google Scholar
Khan, Tariqullah, & Ahmed, Habib. (2001). An Analysis Of Issues In. In
Risk Management. Google Scholar
Kumar, Vijaya, & Sayani, Hameedah. (2015). Application Of Camel Model
On The Gcc Islamic Banks: 2008-2014. Journal Of Islamic Banking And Finance,
3(2), 1�14. Google Scholar
Laila, Nisful, Saraswati, Karina Ayu, & Kholidah, Himmatul. (2019). Efficient
Portofolio Composition Of Indonesian Islamic Bank Financing. Entrepreneurship
And Sustainability Issues, 7(1), 34�43. Google Scholar
Pratiwi, Ariani Dian. (2016). Optimalisasi Pengelolaan Dana Haji Oleh
Bps-Bpih : Analisis Portofolio Berbasis Risiko Dan Imbal Hasil. (July),
1�23. Google Scholar
Surakhmad, Winarno. (1998). Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar (Tarsito).
Bandung. Google Scholar
Copyright holder: Nia Husnia, Rifki Ismal, Saiful Anwar (2022) |
First publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is
licensed under: |