Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 4, April 2022

 

IDENTIFIKASI TIPOLOGI DAN KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK SERTA PEMETAAN AREA TERBANGUN DI KOTA TANGERANG SELATAN

 

Tiar Pandapotan Purba, Indarti Komala Dewi, Janthy Trilusianthy Hidayat

Universitas Pakuan, Indonnesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Ruang terbuka hijau (GOS) adalah sumber kehidupan kota. Tidak mudah bagi pemerintah daerah untuk menyediakan dan melindunginya sebesar tiga puluh persen di mana dua puluh persen adalah kewajiban dasar. Penelitian ini berfokus pada ruang terbuka hijau publik. Tujuan penelitian ini adalah tiga kali lipat: (1) identifikasi tipologi ruang terbuka hijau publik, (2) kebutuhan GOS sesuai standar per kapita, dan (3) pemetaan area yang dibangun di Kota Tangerang Selatan. Metode penelitian ini menggunakan deskriptif kuantitatif dimana identifikasi tipologi ruang terbuka hijau menggunakan aplikasi ArcGIS, sedangkan perhitungan luas kebutuhan GOS menggunakan pendekatan standar terhadap kebutuhan penduduk. Selanjutnya, pemetaan area yang dibangun menggunakan citra satelit Landsat 8 dengan composite band 652 dan field testing melalui platform berbasis cloud, yaitu Google Earth Engine (GEE). Citra satelit yang digunakan termasuk 2013, 2016, 2019 dan 2021 dengan machine learning CART (A Classification And Regression Tree). Hasil identifikasi tipologi ruang terbuka hijau publik meliputi taman kota, taman lingkungan (masyarakat), pemakaman, hutan kota, batas pipa gas, batas rel kereta api, batas SUTT, serta batas sungai dan danau. Sementara itu, total luas yang dibutuhkan untuk GOSS mencapai 2.943,80 Ha dengan ketersediaan 674,88 Ha (22%). Selanjutnya, hasil pemetaan luas bangunan di wilayah Tangerang Selatan tahun 2021 seluas 9047,56 Ha.

 

Kata Kunci: covid-19; ekologi; banjir; gos; berkelanjutan

 

Abstract

Green open space (GOS) is the lifeblood of the city. It is not easy for the local government to provide and protect it by thirty percent of which twenty percent is the basic obligation. This research focuses on public green open space. The objectives of this study are threefold: (1) identification of the typology of public green open spaces, (2) the need for GOS according to per capita standards, and (3) mapping of built-up areas in South Tangerang City. This research method uses quantitative descriptive where the identification of green open space typology uses the ArcGIS application, while the calculation of the area of ​​GOS needs uses a standard approach to population needs. Furthermore, mapping the built up area using Landsat 8 satellite imagery with composite band 652 and field testing through a cloud-based platform, namely Google Earth Engine (GEE). The satellite images used include 2013, 2016, 2019 and 2021 with machine learning CART (A Classification And Regression Tree). The results of the identification of the typology of public green open spaces include city parks, environmental (community) parks, cemeteries, urban forests, gas pipeline boundaries, railroad boundaries, SUTT boundaries, and river and lake boundaries. Meanwhile, the total area needed for GOSS reaches 2,943.80 Ha with an availability of 674.88 Ha (22%). Furthermore, the results of mapping the built up area in the South Tangerang area in 2021 covering of ​​9047.56 Ha.

 

Keywords: covid-19; ecology; flooding; gos; sustainable

 

Pendahuluan

Kota Tangerang Selatan merupakan bagian dari kawasan pendukung Inti Ibukota Negara RI yaitu DKI Jakarta. Peran tersebut membuat wilayah Kota Tangerang Selatan mengalami tekanan perubahan fungsi lahan menjadi kawasan terbangun terutama permukiman. Pertumbuhan penduduk yang tinggi mendorong pertumbuhan kawasan terbangun dalam hal ini permukiman (Dewi, 2015). Dorongan tumbuhnya lahan permukiman oleh manusia, merupakan upaya untuk mendapatkan kehidupan yang layak dengan tetap memiliki lingkungan yang asri dan nyaman (Dani, Sitorus, & Munibah, 2017). Vegetasi yang berada di RTH Publik dan Privat memiliki peran penting dalam memperlambat penyebaran virus COVID-19 dimana 1% peningkatan vegetasi perkotaan akan memperlambat 2,6% kumulatif kasus COVID-19 (You & Pan, 2020). Masa Pandemi COVID-19, RTH menjadi sangat penting sebagai area pelepasan stress akibat isolasi (Aprilla, Nurhamsyah, & Gultom, n.d.). RTH memiliki hubungan yang kuat antara bencana banjir dan keberfungsian RTH sebagai subreservoir air hujan (Krisnamurti, Taryana, & Purwanto, 2021).

Kota Tangerang Selatan yang berdiri sejak tahun 2008, melalui Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tangerang Selatan Tahun 2011-2031, menetapkan strategi pengembangan kawasan lindung melalui peningkatan jumlah ruang terbuka hijau hingga mencapai 30% pada akhir Tahun 2031. RPJMD Kota Tangerang Selatan menyatakan bahwa kinerja RTH Publik baru mencapai 4-6%. Penelitian di kota lainnya, seperti DKI Jakarta, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta, Kota Surabaya, Kota Medan, Kota Denpasar, dan Kota Makassar masih dibawah 30% (Setiowati, Hasibuan, & Koestoer, 2018). Penelitian di Kota Bekasi, diprediksi pada Tahun 2030 akan semakin tidak nyaman apabila tidak melaksanakan strategi Green Budgetting (Suwarli & Widiatmaka, 2012). Kota dapat semakin nyaman apabila karbondioksida (CO2) dapat diserap vegetasi (Lestari, 2019)

Hal yang perlu diperhatikan dalam penyediaan ruang terbuka hijau adalah luasan ruang terbuka hijau itu sendiri. Kegiatan membangun RTH di kabupaten/kota tidak akan berjalan tanpa ada dasar acuan/ kebijakan pemanfaatan ruang wilayah. Apabila ruang terbuka hijau tidak tersedia di perkotaan maka bencana ekonomi semakin tinggi . Pengadaan dan Pengelolaan RTH bagian dari perlindungan lingkungan hidup (Astriani, 2014).

ArcGIS merupakan perangkat lunak yang dikembangkan oleh ESRI (Environment Science & Research Institute) dengan berbagai kompilasi fungsi seperti GIS dekstop, server dan GIS berbasis web . Produk utama dari ArcGIS adalah ArcGIS desktop, dimana ArcGIS desktop merupakan software GIS professional yang komprehensif (Prahasta, 2011). ArcGis Desktop adalah sebuah solusi aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) yang integral, didalamnya terdapat beberapa aplikasi yang memiliki fungsi yang berbeda-beda seperti ArcMap, ArcCatalog dan ArcReader (Awaludin, 2010). ArcGIS dibuat untuk performance yang tinggi seperti untuk Web GIS, Server GIS, Database GIS yang besar (Sandy, 2015).

Pemetaan kawasan terbangun dan non terbangun dapat dilakukan melalui interpretasi citra baik secara manual maupun mesin otomatis. Tantangan dalam melakukan pemetaan di Kota Tangerang Selatan adalah luasnya wilayah dan dominansi penggunaan lahan berupa permukiman. Sejak platform Google Earth Engine (GEE) hadir, tantangan tersebut terjawab dan menjadi alat ampuh bagi banyak peneliti. Platform berbasis komputasi awan (cloud computation) ini memungkinkan pengguna untuk melakukan pengolahan citra satelit yang dapat diakses secara daring dan gratis (Novianti, 2021). Apabila dibandingkan dengan platform pengolahan data spasial yang lain, maka GEE memiliki kelebihan berupa akses data penginderaan yang sangat besar dan pengolahannya dapat dilakukan berbasis cloud, artinya dapat dilakukan tanpa menggunakan super komputer (Tamiminia et al., 2020). Saat melakukan pengolahan data citra satelit, dapat langsung mengakses dan menggunakan datanya dengan kualitas yang baik yaitu bebas awan (Mateo-Garc�a, G�mez-Chova, Amor�s-L�pez, Mu�oz-Mar�, & Camps-Valls, 2018), serta memiliki beberapa kelebihan metoda analisis machine learning seperti analisis citra satelit berbasis random forest, dan CART (A Classification and Regression Tree). Pemetaan kawasan terbangun dan non terbangun melalui machine learning banyak dilakukan para peneliti, didalam pelaksanaannya diharapkan model dan langkah yang dilaksanakan tidak diabaikan dan dapat dilakukan dengan baik agar hasil yang diharapkan memiliki akurasi yang baik (Talukdar et al., 2020). Oleh karenanya, tujuan penelitian yang akan diraih ada tiga yaitu identifikasi tipologi ruang terbuka hijau publik, kebutuhan RTHP dan pemetaan area terbangun di Kota Tangerang Selatan.

 

Metode Penelitian

Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian dilaksanakan di Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten. Kota Tangerang Selatan terletak di selatan Provinsi DKI Jakarta, bertetangga dengan Kota Depok, Kabupaten Bogor, Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang. Kota Tangerang Selatan terletak di bagian timur Provinsi Banten, yaitu pada titik koordinat 106˚38�-106˚47� Bujur Timur dan 06˚13�30�-06˚22�30� Lintang Selatan, memiliki luas sebesar 147,19 Km2, dan mempunyai 7 (tujuh) kecamatan yang terdiri atas 54 (lima puluh empat) kelurahan. Luas wilayah Kota Tangerang Selatan 147,19 Km2. Kecamatan dengan wilayah paling besar adalah Pondok Aren dengan luas 29,88 Km2 atau 20,30% dari luas keseluruhan Kota Tangerang Selatan, sedangkan kecamatan dengan luas paling kecil adalah Setu sebesar 14,80 Km2 atau 10,06%.

 

Gambar 1

Lokasi Penelitian

 

Jenis dan Teknik Pengumpulan Data Penelitian

Pengumpulan dan analisis data RTH Publik menggunakan platform ArcGIS. Sebagaimana diketahui data spasial tata ruang Kota Tangerang Selatan merupakan hasil pengolahan citra satelit sesuai dengan kaidah empiris dan ketentuan Perka BIG Nomor 15 Tahun 2015. Keseluruhan data spasial berbasis GIS tersebut berupa garis, titik dan poligon. Data spasial tersebut memiliki atribut (informasi) mengenai fungsi masing-masing dan menjadi sentra data, pemanfaatan dan pengelolaan informasi ruang wilayah kota. Dengan menggunakan platform pengolahan data, teridentifikasi terdapat beberapa atribut spasial yang mencakup ID (identitas) data, nama obyek, jenis kawasan, fungsi kawasan, kegiatan didalam kawasan, kecamatan, dan luas tiap kegiatan. Selanjutnya, dengan pengumpulan data tersebut dilakukan pengelompokkan data yang berfokus pada kawasan lindung dan ruang terbuka hijau publik. Lebih lengkap data dan informasi berbasis ArcGIS disajikan pada Tabel 1.

 

Tabel 1

Informasi Data Spasial RTRW Kota Tangerang Selatan

No

Data Spasial

Informasi

1

IDE

Nomor Identitas

2

Identitas Obyek

Nama Obyek

3

Kawasan

Budidaya atau Lindung

4

Fungsi Kawasan

Industri, Pertanian, RTH, Pariwisata, Permukiman, Perlindungan Setempat, dan Pertahanan Keamanan

5

Kegiatan

Danau, Situ, Hutan Kota, Holtikultura, Industri, Kesehatan, Olah Raga, Pariwisata, Pemakaman, Pendidikan, Perdagangan Jasa, Peribadatan, Perkantoran, Pertahanan dan Keamanan, Perumahan, Perumahan Vertikal, RTH Halaman, RTH Lapangan, RTH Non Hijau, Sempadan Danau/Waduk/Situ, Sempadan Sungai, Sempadan SUTET, Sempadan Pipa Gas, Sempadan Rel Kereta Api, Sentra IKM, Taman Jalan, Taman Lingkungan, Kawasan Transportasi, Tandon, Sungai.

6

Kecamatan

Ciputat, Ciputat Timur, Serpong, Pamulang, Pondok Aren, Serpong Utara, Setu

7

Luas

Luas area kegiatan (Ha)

�

Data spasial terkait RTH Publik dilakukan verifikasi lapangan dengan uji kebenaran seperti sempadan RTH Publik, Taman dan Hutan Kota. Data kependudukan dan luas wilayah kecamatan serta luas wilayah sebagai unit dasar perhitungan kebutuhan RTH bersumber dari Badan Statistik Daerah. Sementara formulasi perhitungan menggunakan pedoman penyediaan RTH sesuai PermenPUPR No. 5 Tahun 2008 berdasarkan standar kebutuhan perkapita penduduk terhadap RTH Publik.�

Pengumpulan data dan analisis pemetaan kawasan terbangun dilakukan menggunakan platform GEE melalui laman code.earthengine.google.com. Adapun citra satelit yang digunakan untuk klasifikasi tutupan lahan adalah citra Landsat 8 tahun perekaman 2013, 2016, 2019, dan 2021 dengan filter date 1 Januari sampai 31 Desember pada masing-masing tahun. Adanya kenampakan awan merupakan masalah yang biasa dihadapi dalam pemilihan citra. Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan metode filter cloud cover atau cloud masking yang terdapat pada GEE. Filter cloud cover memiliki kelemahan, yaitu citra tidak benar-benar bersih dari tutupan awan, filter cloud cover ini hanya membantu dalam memilih citra satelit yang memiliki tutupan awan paling sedikit. Sedangkan, cloud masking dapat menggantikan pixel citra yang tertutup awan dengan pixel pada citra lain yang tidak tertutup awan dengan bantuan band BQA (quality assessment band) yang terdapat pada citra Landsat 8 (Sunaryo & Iqmi, 2015). Selain itu, untuk mengatasi awan juga dilakukan dengan cara editing hasil analisis GEE dengan menggunakan ArcMap dan citra lain dengan catatan kenampakan awan lebih sedikit agar proses editing lebih mudah dan cepat.

Metode identifikasi kawasan terbangun menggunakan metode supervised classification dengan algoritma Classification and Regression Trees (CART) pada platform GEE. Supervised Classification melibatkan interaksi analis secara intensif, yaitu dilakukan proses identifikasi objek pada citra (training area). Pengambilan setiap sampel atau training area perlu dilakukan dengan mempertimbangkan pola spektral pada setiap panjang gelombang tertentu, sehingga diperoleh daerah acuan yang baik untuk mewakili suatu objek tertentu (Danoedoro, 1996). Klasifikasi supervised dimulai dengan membuat training area berdasarkan kelas tutupan lahan yang mengacu kepada USGS, dilanjutkan dengan proses klasifikasi algoritma CART. Adapun klasifikasi tutupan lahan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah terbangun dan non terbangun. Setiap kelas dilambangkan dengan bilangan integer sesuai dengan proses klasifikasi di GEE dan diawali dengan nilai 0. Komposit band yang digunakan dalam penelitian ini adalah 652. Komposit band ini menampilkan kawasan bervegetasi dan terbangun dengan jelas. Sehingga objek dapat diidentifikasi dengan cepat dan mudah. Keseluruhan metode dan analisis penelitan disajikan pada Tabel 2. Hasil pengolahan citra landsat 8 dengan komposit band 652 disajikan pada Gambar 2.

 

Tabel 2

Metode Pengumpulan dan Analisis Data Penelitian

No

Tujuan

Jenis Data

Teknik Analisis

1

Mengetahui Tipologi dan Luas RTH Publik

Data spasial (bergeoreferensi)

Aplikasi ArcGIS, Spasial analisis, (Sandy, 2015), (ENDANG & DENIH, 2021), (Prahasta, 2002), Kebenaran informasi (Rivanthio, 2016).

2

Mengetahui standar kebutuhan �RTH Publik berdasarkan pendekatan perkapita

1.      Jumlah Penduduk (BPS, 2020)

2.      Luas kecamatan dan wilayah kota (BPS, 2020)

3.      Kebutuhan Perkapita (PermenPUPR No. 5 Tahun 2008)

Jenis RTH Publik = KebPerkapita x Jumlah Penduduk Kecamatan (PermenPUPR No. 5 Tahun 2008); (Mahardika, Nugraha, & Awaluddin, 2015); (Arifin, 2013); (Wamaer, Mofu, & Peday, 2016); (Sumarauw, 2016); (Fitri, Invanni, & Arfan, 2020)

3

Mengetahui tingkat (%) dan luas area terbangun (Ha) wilayah kota

Citra satelit 2013, 2016, 2019 dan 2021 Landsat 8 band 652

 

Platform cloud Google Earth Engine (GEE). Machine learning CART (A Classification And Regression Tree). (Novianti, 2021). Matrik Konfusi (Jamilah, Prasetyo, & Sukmono, 2019)

 

Sampel Penelitian

Sampel ruang terbuka hijau publik yang dilakukan uji lapangan mencakup hutan kota, sempadan sungai, sempadan danau/situ, sempadan rel kereta, sempadan SUTT, taman jalan, taman lingkungan, dan pemakaman. Adapun formulasi uji kebenaran yang digunakan �dimana tingkat akurasi (KI) akan ditentukan berdasarkan jumlah kebenaran (JK) berbanding dengan jumlah sampel lapangan (JSL) yang diambil. Adapun metode sampling yang digunakan berupa purposive Sampling (Arlistasari & Rosdiana, 2019). Adapun jumlah sampel yang diambil mencakup 6 RTHP di tujuh kecamatan dengan sampel sebanyaknya 5 per kecamatan sesuai ketersediaannya. Selanjutnya, untuk pemetaan area terbangun dalam penelitian ini hanya terbangun dan non terbangun dengan nilai 0 untuk terbangun dan 1 untuk non terbangun. Pengambilan sampel dilakukan secara tersebar di seluruh wilayah penelitian, diambil mewakili setiap objek dari masing-masing wilayah tersebut, yang selanjutnya dihitung melalui matrik konfusi. Hasil pengolahan dan pengklasifikasian kenampakan objek terbangun dan non terbangun disajikan pada Gambar 2.

 

�

Gambar 2

Citra Landsat 8 Tahun 2019 dengan Komposit 652 (Analisis, 2022)

 

Hasil uji akurasi dengan menggunakan matrik konfusi memperlihatkan bahwa hasil analisis tahun 2013 menghasilkan 259 pixel, yang terdiri dari 258 pixel benar dan 1 pixel error. Satu pixel error ini seharusnya masuk ke dalam klasifikasi terbangun, tetapi pada hasil analisis pixel ini masuk ke dalam klasifikasi non terbangun. Dari tabel matrik konfusi ini bisa dicari nilai akurasinya dengan menggunakan rumus: . Dari perhitungan ini diperoleh nilai akurasi masing-masing pada tahun 2013 adalah 0,996, tahun 2019 adalah 0,995, serta tahun 2016 dan 2021 memiliki nilai akurasi 1.

 

Analisis Data

Analisis data spasial RTH Publik dengan menggunakan ArcGIS, didapatkan bahwa terdapat 2009 ID berupa poligon yang mencakup hutan kota, tanah makam (TPU), sempadan danau/situ, sempadan sungai, sempadan SUTT, sempadan rel kereta, sempadan pipa gas, taman jalan, dan taman lingkungan. Lebih lengkap data hasil identifikasi disajikan pada Tabel 3.

 

Tabel 3

RTH Publik Hasil Pengolahan Data Bergeoreferensi

No

Tipologi RTHP

Obyek

Kecamatan

Jumlah

1

Taman Lingkungan

Taman Lingkungan

Semua Kecamatan

> 500

2

Hutan Kota

Setu, Serpong

Setu, Serpong

2

3

TPU

Umum, Non Umum, TMP

Tersebar

>300

4

Sempadan Danau/Situ

Legoso/Kuru, Pamulang, Bungur, Rompong, Parigi, Ciledug, Kayu Antap, Pondok Jagung/Rawa Kutuk, Bendungan Gintung

Ciputat Timur, Ciputat, Pamulang, Pondok Aren, Serpong Utara,

9

5

Tandon

Ciater, Jelupang, Telaga Biru Alam Sutera, BPI, Nusaloka, Jeletreng,

Serpong, Serpong Utara, Pamulang, Setu

7

6

Sempadan Sungai

Sungai Cisadane, Sungai Pesanggrahan , Sungai Angke

Lintas Kecamatan

3

7

Sempadan Kali

Tersebar

Tersebar

-

8

Sempadan Pipa Gas

Pipa Gas

Pamulang, Ciputat, Serpong, Serpong Utara

-

9

Sempadan Rel KRL

Rel KRL

Serpong, Ciputat, Pondok Aren, Ciputat Timur

-

10

Sempadan SUTT

SUTT

Serpong, Setu

-

 

Analisis tutupan lahan dimulai dengan melakukan pengambilan sampel berdasarkan kelas tutupan lahan. Setelah data tutupan lahan diperoleh, selanjutnya dilakukan uji akurasi terhadap analisis yang telah dilakukan. Uji akurasi ini dilakukan dengan cara mengambil sample kembali dari kawasan terbangun dan non terbangun, sehingga diperoleh data sebagai pembanding terhadap data yang sudah dihasilkan sebelumnya. Uji akurasi berupa nilai yang menunjukkan kesesuaian data hasil analisis yang sudah dilakukan terhadap data pembanding. Akurasi yang diperoleh pada tahun 2013, 2016, dan 2019 adalah 0,99. Sedangkan, nilai akurasi tahun 2021 adalah 1.� Nilai ini menunjukkan bahwa analisis yang dilakukan sangat baik karena memiliki nilai akurasi >80%. Hasil analisis dari GEE selanjutnya di-export ke google drive pengguna untuk dapat dilakukan analisis lebih lanjut dengan menggunakan software ArcMap. Tipe data hasil export dari GEE adalah raster, sedangkan untuk melakukan analisis lebih lanjut data ini harus dikonversi menjadi data vektor terlebih dahulu. Konversi ini dapat dilakukan dengan menggunakan software ArcMap dengan fungsi Raster to Polygon. Setelah data vektor diperoleh, kemudian lanjut proses pengecekan kembali dengan membandingkan data hasil GEE terhadap citra satelit. Hal ini dilakukan untuk menghasilkan data yang lebih sesuai dengan kenampakan citra satelit.

 

Hasil Dan Pembahasan

Identifikasi Tipologi Ruang Terbuka Hijau Publik

Berdasarkan hasil pengolahan data spasial berbasis platform ArcGIS didapatkan tipologi ruang terbuka hijau publik berupa sempadan danau/situ, sempadan sungai, taman kota, taman lingkungan, pemakaman, hutan kota, sempadan �pipa gas, sempadan rel kereta, sempadan SUTT, dan taman jalan. RTHP di Kec. Ciputat seluas 67.91 Ha, dimana taman lingkungan seluas 1,88 Ha. RTHP di Kec. Ciputat Timur seluas 80.53 Ha, dimana taman jalannya seluas 0.85 Ha. RTHP di Kec. Pamulang seluas 95.66 Ha, dimana taman lingkungan seluas 4.51 Ha. RTHP di Kec. Pondok Aren seluas 64.95 Ha, dimana sempadan sungai seluas 9.04 Ha. RTHP di Kec. Serpong seluas 150.28 Ha, dimana luas taman lingkungannya seluas 82.22 Ha. RTHP di Kec. Serpong Utara seluas 62.09 Ha, dimana luas sempadan SUTT seluas 1.32 Ha. RTHP di Kec. Setu seluas 126.45 Ha, dimana luas taman pemakaman mencapai 50.33 Ha. Hutan Kota belum dimiliki oleh semua kecamatan. Lebih lengkap sebaran RTHP menurut Kecamatan disajikan pada Tabel 4.

 

Tabel 4

Ruang Terbuka Hijau Publik (RTHP) di Kota Tangerang Selatan

Kecamatan

Perlindungan

Setempat (Ha)

RTH (Ha)

Jumlah (Ha)

Sempadan

Danau/Situ

Sempadan

Sungai

Hutan

Kota

TPU

Semp

Pipa Gas

Semp

KA

Semp

SUTT

Taman

Jalan

Taman

Lingk

Ciputat

7,38

6,50

-

16,79

7,70

11,39

9,23

7,03

1,88

67,91

Ciputat Timur

35,47

7,68

-

9,99

-

6,91

12,18

0,85

7,45

80,53

Pamulang

35,68

12,47

-

22,19

14,00

-

6,65

0,16

4,51

95,66

Pondok Aren

7,05

9,04

-

16,98

-

1,46

7,99

5,48

16,95

64,95

Serpong

-

9,04

9,45

16,04

6,78

14,58

5,72

6,46

82,22

150,28

Serpong Utara

7,93

22,32

-

8,51

3,92

-

1,32

3,76

14,35

62,09

Setu

-

15,96

22,25

50,33

-

-

23,47

0,55

13,89

126,45

RTH Tangsel

93,50

83,01

31,70

140,83

32,39

34,34

66,57

24,28

141,26

647,88

�

Kebutuhan Standar Ruang Terbuka Hijau Publik

Ruang terbuka hijau di Kota Tangerang Selatan berkurang akibat dari berkurangnya peran serta masyarakat (Widjaja, 2018). Sebagaimana arahan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Perda RTRW Kota Tangerang Selatan, ketersediaannya ruang terbuka hijau publik seharusnya sebesar duapuluh persen dari luas wilayah atau seluas 2943,8 Ha. Sementara berdasarkan pengolahan melalui platform Arcgis menunjukkan ketersediaannya baru mencapai 647,88 Ha (22%). Berarti ada kekurangan RTHP sebesar 2.295,92 Ha (78%).

Kajian pemetaan ruang terbuka hijau publik dan privat sebelumnya, menyatakan tutupan lahan terbuka bervegetasi hijau mencapai 27,15% (Nasyith, Aji, & Juhadi, 2020). Sama halnya RPJMD 2017 � 2021 Kota Tangerang Selatan menyatakan bahwa kinerja RTH Publik baru mencapai 4-6%. Demikian juga penetapan oleh dinas Lingkungan Hidup yang menyatakan bahwa terdapat 831,71 Ha RTH (Kompas, 2015) dan masih terdapat kekurangan. Hasil perhitungan menurut kebutuhan standar perkapita (15,2 m2/kapita) didapatkan ada kekurangan RTH di semua kecamatan. Semakin bertambahnya jumlah penduduk maka kebutuhan terhadap RTH akan bertambah/berbanding lurus (Kurniawan, Krisantia, & Banjar, 2019). Revitalisasi tandon pengendali banjir menjadi ruang terbuka hijau publik menjadi inovasi dimasa depan (Miharti & Susanto, 2021). Lebih lengkap disajikan pada Tabel 5.

 

 

 

 

 

Tabel 5

Status Ketersediaan RTH di Kota Tangerang Selatan

Kecamatan

S Pddk

Tahun 2019

Luas Wil

(Ha)

Luas RTH

 

Status

UU 26/2007 (30%)

Publik

(20%)

Luas

RTHP hasil Identifikasi

Standar Perkapita (15,7m2)� (Ha) (PermenPUPR)

Luas (Ha)

Status

Setu

92.890

1.480,00

444,00

296,00

126,45

145,84

-19,38

Kurang

Serpong

199.283

2.404,00

721,20

480,80

150,28

312,87

-162,59

Kurang

Pamulang

368.603

2.682,00

804,60

536,40

95,66

578,71

-483,05

Kurang

Ciputat

252.262

1.838,00

551,40

367,60

67,91

396,05

-328,14

Kurang

Ciputat Timur

219.261

1.543,00

462,90

308,60

80,53

344,24

-263,71

Kurang

Pondok Aren

418.420

2.988,00

896,40

597,60

64,95

656,92

-591,97

Kurang

Serpong Utara

197.187

1.784,00

535,20

356,80

62,09

309,58

-247,49

Kurang

Kota Tangerang Selatan

1.747.906

14.719

4.415,70

2.943,80

647,88

2.744,21

(2.096,34)

�

Pemetaan Area Terbangun

Hasil uji kebenaran di lapangan dan berdasarkan hasil pengolahan platform ArcGIS didapatkan bahwa keseluruhan sampel yang didapatkan memiliki nilai akurasi 1. Dimana sekeluruhan sampel yang diambil sesuai dengan data spasial bergeoreferensi. Adanya okupansi pada sempadan pipa gas dan sempadan sungai yang terjadi diakibatkan dari lemahnya pengendalian dari lembaga yang berwenang sehingga adanya beberapa bangunan (area terbangun) yang berada diatas dengan fungsi lain/non pendukung.

Berdasarkan hasil pengolahan citra satelit dengan menggunakan GEE terjadi peningkatan area terbangun pada berbagai fungsi kawasan sejak tahun 2013 sampai dengan tahun 2021. Pada tahun 2013 luas area terbangun mencapai 5224,05 Ha dan luas area non terbangun seluas 11261,42 Ha. Lalu pada tahun 2016 area terbangun naik menjadi 5553,94 Ha dan area non terbangun berkurang menjadi 10931,53 Ha. Kemudian, Tahun 2019 area terbangun menjadi 8561,40 Ha dan area non terbangun berkurang menjadi 7924,07 Ha. Selanjutnya di tahun 2021, area terbangun meningkat menjadi 9047,56 Ha dan area non terbangun semakin berkurang menjadi 7437,91 Ha. Lebih lengkap disajikan pada Tabel 6.

 

Tabel 6

Luas Area Terbangun dan Non Terbangun

Area

Tahun

2013

2016

2019

2021

Terbangun

5224,05

5553,94

8561,40

9047,56

Non Terbangun

11261,42

10931,53

7924,07

7437,91

Total Area

16485,47

16485,47

16485,47

16485,47

�

Memperhatikan pola data tersebut terlihat bahwa pertumbuhan kawasan terbangun dalam masa sembilan tahun (2013 s/d 2021) ada pertumbuhan rata-rata mencapai 73,64% atau setiap tahunnya meningkat area terbangun seluas 424,83 Ha. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.

 

Gambar 3

Grafik Pertumbuhan Area Terbangun dan Non Terbangun

�����������

Membandingkan secara luas administrasi Kecamatan yang ada, maka terlihat semua kecamatan mengalami penambahan area terbangun (build area) setiap tahunnya. Kecamatan yang mengalami perubahan sangat tinggi terjadi di Kec. Serpong, Kec. Pondok Aren dan Kec. Pamulang. Ketiga kecamatan tersebut memiliki luas wilayah yang besar dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Lebih jelas disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4

Grafik Pertumbuhan Area Terbangun Menurut Kecamatan Tangerang Selatan

�����������

Pada Tahun 2019 terlihat ada rekapitulasi peningkatan yang besar area terbangun di semua kecamatan dengan rata-rata perubahan mencapai 1652 titik lokasi. Selanjutnya pada tahun 2020 hingga tahun 2021 mengalami penurunan di semua kecamatan � diakibatkan dari pandemi COVID-19. Lebih lengkap peta perubahan area terbangun dan non terbangun disajikan pada Gambar 5.

 

Gambar 5

Peta Perubahan Kawasan Terbangun dan Non Terbangun di Tangerang Selatan Menggunakan GEE Tahun 2013 s/d 2021

�����������

Hasil tersebut didapatkan bahwa pada kawasan perlindungan setempat (sempadan danau/waduk/situ dan sempadan sungai) terjadi peningkatan rata-rata 21 Ha area terbangun selama kurun waktu 9 tahun (2013 s/d 2021). Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan fungsi utama kawasan perlindungan setempat sebagai kawasan lindung (ekologi) yang bertugas untuk kelestarian fungsinya. Adapun fungsi dari kawasan lindung tersebut mencakup ketahanan ekologi, penyediaan air, iklim, tumbuhan, satwa, nilai sejarah dan budaya. Selain itu fungsi lain yang penting adalah mempertahankan keanekaragaman tumbuhan, satwa, ekosistem dan keunikan alam (Hamka, Winarni, & Widyarthara, 2020). Lebih lanjut terkait perubahan area terbangun pada kawasan perlindungan setempat disajikan pada Tabel 7.

 

Tabel 7

Area Terbangun pada Kawasan Perlindungan Setempat di Kota Tangerang Selatan

No

Kecamatan/ Luas Area Terbangun

di Kawasan Perlindungan Setempat (Ha)

Tahun

2013

2016

2019

2021

1

Ciputat

0,18

0,35

2,56

1,27

2

Ciputat Timur

6,99

7,87

7,46

9,87

3

Pamulang

4,13

3,74

8,03

10,41

4

Pondok Aren

0,37

0,44

1,78

1,44

5

Serpong

0,14

0,20

1,96

2,90

6

Serpong Utara

1,39

1,46

4,44

4,45

7

Setu

0,00

0,04

0,77

1,03

Total Kawasan Terbangun

13,20

14,11

26,99

31,37

�

Memperhatikan hasil pengolahan data melalui platform GEE, didapatkan pada ruang terbuka hijau publik (RTHP) terjadi peningkatan area terbangun (grey) rata-rata mencapai 72 Ha selama rentang waktu tahun 2013 hingga 2021. Hal ini menunjukkan bahwa pada bagian RTH Publik tersebut terbangun fasilitas pendukung permukiman (grey infrastructure).� Lebih jelas data tersebut disajikan pada Tabel 8.

 

Tabel 8

Area Terbangun pada Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Tangerang Selatan

No

Kecamatan/

Luas Area Terbangun di RTH Publik (Ha)

Tahun

2013

2016

2019

2021

1

Ciputat

5,39

5,33

22,77

17,87

2

Ciputat Timur

3,97

4,06

9,22

12,17

3

Pamulang

6,32

5,95

20,82

19,45

4

Pondok Aren

3,07

2,17

11,63

11,98

5

Serpong

6,93

4,46

20,30

43,67

6

Serpong Utara

5,05

3,08

8,49

7,12

7

Setu

2,30

1,48

10,47

13,66

Total Kawasan Terbangun

33,04

26,53

103,71

125,92

 

Kesimpulan

Hasil pengolahan data spasial berbasis platform ArcGIS didapatkan bahwa ruang terbuka hijau publik yang tersedia mencakup Taman Kota, Taman Lingkungan, Pemakaman, Hutan Kota, Sempadan Pipa Gas, Sempadan Rel Kereta, Sempadan SUTT, dan Taman Jalan serta RTH Tertentu. Kebutuhan standar RTHP seluas 2.943,80 Ha, namun ketersediaan RTHP tersebut baru mencapai 647,88 Ha (22%) dan masih kekurangan sebesar 2.096,34 Ha (78%). Selanjutnya hasil pemetaan kawasan terbangun didapatkan bahwa diseluruh fungsi kawasan yang ada mencapai 9047,56 Ha (55%). Hasil dokumentasi lapangan area terbangun (build area) juga terjadi pada kawasan RTHP dalam bentuk bangunan fasilitas permukiman seperti bangunan sarana umum, permukiman, dan sarana pendukung fungsi RTHP.


BIBLIOGRAFI

 

Aprilla, Hastika Tri, Nurhamsyah, Muhammad, & Gultom, Bontor Jumaylinda B. R. (N.D.). Setting Ruang Terbuka Di Kawasan Waterfront City Pontianak Tanggap Pandemi Covid-19. Jmars: Jurnal Mosaik Arsitektur, 9(2), 15�29. Google Scholar

 

Arifin, Nurul. (2013). Pengaruh Inden Pendensi Auditor, Komitmen Organisasi Dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Auditor. Universitas Hasanuddin. Google Scholar

 

Arlistasari, Deasy, & Rosdiana, Weni. (2019). Evaluasi Penataan Ruang Terbuka Hijau Di Kawasan Kota Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik. Publika, 7(2). Google Scholar

 

Astriani, Nadia. (2014). Implikasi Kebijakan Ruang Terbuka Hijau Dalam Penataan Ruang Di Jawa Barat. Jurnal Ilmu Hukum, 8(2). Google Scholar

 

Awaludin, Nur. (2010). Geographical Information Systems With Arcgis 9. X Principles, Techniques, Applications, And Management. Penerbit Andi. Google Scholar

 

Dani, Ely Triwulan, Sitorus, Santun R. P., & Munibah, Khursatul. (2017). Analisis Penggunaan Lahan Dan Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Di Kabupaten Bogor. Tataloka, 19(1), 40�52. Google Scholar

 

Danoedoro, Projo. (1996). Pengolahan Citra Digital Teori Dan Aplikasinya Dalam Bidang Penginderaan Jauh. Fakultas Geografi Ugm. Google Scholar

 

Dewi, Indarti Komala. (2015). Evaluation Of Land Use Change In The Upstream Of Ciliwung Watershed To Ensure Sustainability Of Water Resources. Asian Journal Of Water, Environment And Pollution, 12(1), 11�19. Google Scholar

 

Endang, Umar, & Denih, Asep. (2021). Analisis Spasial Pemetaan Aset Tanah Untuk Penilaian Aset Dan Sistem Informasi Aset. Jurnal Teknik| Majalah Ilmiah Fakultas Teknik Unpak, 22(1). Google Scholar

 

Fitri, Alfita, Invanni, Ichsan, & Arfan, Amal. (2020). Tingkat Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau. Lageografia, 18(2), 90�98. Google Scholar

 

Hamka, Hamka, Winarni, Sri, & Widyarthara, Adhi. (2020). Study Of Sustainable Landscape Criteria In Order To Green Open Space Planning For Settlements In Rw 9 Kelurahan Merjosari�Malang. Ese International Journal (Environmental Science And Engineering), 3(1), 13�22. Google Scholar

 

Jamilah, Mutiara, Prasetyo, Yudo, & Sukmono, Abdi. (2019). Potensi Tambang Batubara Berdasarkan Analisis Kelimpahan Mineral Batubara Menggunakan Citra Hyperion Eo-1 Dan Citra Landsat Di Kota Sawahlunto. Jurnal Geodesi Undip, 8(1), 208�217. Google Scholar

 

Krisnamurti, Didih, Taryana, Didik, & Purwanto, Purwanto. (2021). Evaluasi Efektivitas Ruang Terbuka Hijau (Rth) Dalam Mereduksi Banjir Di Kota Mojokerto. Jurnal Integrasi Dan Harmoni Inovatif Ilmu-Ilmu Sosial (Jihi3s), 1(1), 30�37. Google Scholar

 

Kurniawan, E. S., Krisantia, I., & Banjar, A. (2019). Evaluasi Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau Publik Berdasarkan Jumlah Penduduk Di Kecamatan Ciledug Kota Tangerang. Seminar Nasional Pembangunan Wilayah Dan Kota Berkelanjutan, 1(1). Google Scholar

 

Lestari, Elva Azzahra Puji. (2019). Efektivitas Ruang Terbuka Hijau Dalam Mereduksi Emisi Gas Karbon Di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Seminar Nasional Geomatika, 3, 397�404. Google Scholar

 

Mahardika, Sandy Yudistira, Nugraha, Arief Laila, & Awaluddin, Moehammad. (2015). Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Terhadap Pertumbuhan Penduduk Berbasis Spasial Di Kabupaten Kudus. Jurnal Geodesi Undip, 4(3), 35�45. Google Scholar

 

Mateo-Garc�a, Gonzalo, G�mez-Chova, Luis, Amor�s-L�pez, Julia, Mu�oz-Mar�, Jordi, & Camps-Valls, Gustau. (2018). Multitemporal Cloud Masking In The Google Earth Engine. Remote Sensing, 10(7), 1079. Google Scholar

 

Miharti, Isria, & Susanto, Agus. (2021). Revitalisasi Tandon Lengkong Dan Wetan Di Kecamatan Serpong Kota Tangerang Selatan Banten. Jurnal Atap, 7(01), 415�425. Google Scholar

 

Nasyith, Dzakiy, Aji, Ananto, & Juhadi, Juhadi. (2020). Analisis Ketersediaan Oksigen Untuk Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Di Kota Tangerang Selatan Tahun 2017. Geo-Image, 9(1), 57�64. Google Scholar

 

Novianti, Tika Christy. (2021). Klasifikasi Tutupan Lahan Menggunakan Google Earth Engine. Jurnal Swarnabhumi: Jurnal Geografi Dan Pembelajaran Geografi, 6(1), 75�85. Google Scholar

 

Prahasta, Eddy. (2002). Tutorial Arcgis Desktop Untuk Bidanggeodesi & Geomatika. Informatika, Bandung. Google Scholar

 

Prahasta, Eddy. (2011). Arcgis Desktop. Bandung: Cv Informatika. Google Scholar

 

Rivanthio, Tubagus Riko. (2016). Sistem Informasi Geografis Untuk Pengelolaan Data Ruang Terbuka Hijau. Tematik: Jurnal Teknologi Informasi Komunikasi (E-Journal), 3(1), 86�99. Google Scholar

 

Sandy, G. (2015). �Ruang Terbuka Hijau Tangsel, Ruang Publik Untuk Semua�. Kompasiana. Retrieved From Https://Www.Kompasiana.Com/Gapey-Sandy/560ab4515493731b0ea8cd4d/Ruang-Terbuka-Hijau-Kota-Tangsel-Ruang-Publik-Untuk-Semua?Page=All&Page_Images=1no Title

 

Setiowati, R., Hasibuan, H. S., & Koestoer, R. H. (2018). Green Open Space Masterplan At Jakarta Capital City, Indonesia For Climate Change Mitigation. Iop Conference Series: Earth And Environmental Science, 200(1), 12042. Iop Publishing. Google Scholar

 

Sumarauw, Alvira Neivi. (2016). Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Publik Di Kota Bitung. Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, 16(4). Google Scholar

 

Sunaryo, Dedy Kurnia, & Iqmi, Maiza Ziqril. (2015). Pemanfaatan Citra Landsat 8 Untuk Pendeteksian Dan Mengetahui Hubungan Kerapatan Vegetasi Terhadap Suhu Permukaan. Spectra, 13(25), 55�72. Google Scholar

 

Suwarli, R. P., & Widiatmaka, Putri E. I. K. (2012). Dinamika Peru Bahan Penggunaan Lahan Dan Strategi Ruang Hijau (Rth) Terbuka Berdasarkan Alokasi Anggaran Llngkungan Daerah (Studi Kasus Kota Bekasi). Jurnal Forum Pascasarjana Ipb. Google Scholar

 

Talukdar, Swapan, Singha, Pankaj, Mahato, Susanta, Pal, Swades, Liou, Yuei An, & Rahman, Atiqur. (2020). Land-Use Land-Cover Classification By Machine Learning Classifiers For Satellite Observations�A Review. Remote Sensing, 12(7), 1135. Google Scholar

 

Tamiminia, Haifa, Salehi, Bahram, Mahdianpari, Masoud, Quackenbush, Lindi, Adeli, Sarina, & Brisco, Brian. (2020). Google Earth Engine For Geo-Big Data Applications: A Meta-Analysis And Systematic Review. Isprs Journal Of Photogrammetry And Remote Sensing, 164, 152�170. Google Scholar

 

Wamaer, Piet Yan, Mofu, Wolfram Y., & Peday, Hans F. Z. (2016). Ketersediaan Dan Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Pada Kawasan Perkotaan Kabupaten Biak Numfor. Jurnal Kehutanan Papuasia, 2(2), 25�31. Google Scholar

 

Widjaja, Hinijati. (2018). Peran Serta Masyarakat Menunjang Pembangunan Ruang Terbuka Hijau Di Tangerang Selatan, Jawa Barat (Community Participation Supporting Development Of Green Open Space In South Tangerang City, Banten). Seminar Nasional Kota Berkelanjutan, 1(1), 231�239. Google Scholar

 

You, Yongfa, & Pan, Shufen. (2020). Urban Vegetation Slows Down The Spread Of Coronavirus Disease (Covid‐19) In The United States. Geophysical Research Letters, 47(18), E2020gl089286. Google Scholar

 

 

 

 

 

 

 

 

�

Copyright holder:

Tiar Pandapotan Purba, Indarti Komala Dewi, Janthy Trilusianthy Hidayat (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: