Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 4, April 2022

 

EFEKTIVITAS RAMUAN EKSTRAK REMPAH SEBAGAI IMUNOSTIMULAN TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN GALUR SPRAGUE DAWLEY

 

Mario Yohanes Winarto, Dwi Indriati, Nisa Najwa Rokhmah

Program Studi Farmasi, FMIPA Universitas Pakuan, Bogor, Indonesia

Email: [email protected], �[email protected], [email protected]

 

Abstrak

Imunostimulan berhubungan dengan peningkatan sistem imun tubuh secara non spesifik maupun spesifik. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis efektif ramuan ekstrak rempah sebagai imunostimulan terhadap aktivitas fagositosis berdasarkan metode bersihan karbon dan bobot relatif organ limfoid. Hewan coba yang digunakan adalah tikus putih jantan galur Sprague dawley sebanyak 24 ekor (6 kelompok, 4 ulangan). Kelompok pertama kontrol negatif Na-CMC 0,5%. Kelompok kedua kontrol positif Stimuno� Forte (1,26 mg/200 g BB tikus). Kelompok ketiga (dosis I (60,12 mg/200 g BB tikus)), keempat (dosis II (120,24 mg/200 g BB tikus)), dan kelima (dosis III (180 mg/200 g BB tikus)) adalah ramuan ekstrak 7 rempah. Kelompok keenam (dosis IV (tunggal) (56 mg/200 g BB tikus)) adalah ekstrak buah cabe jawa. Hasil penelitian membuktikan bahwa dosis III paling efektif sebagai imunostimulan karena nilainya mendekati kontrol positif, tidak berbeda nyata, juga mendapati hasil angka terbesar (jika dibandingkan kelompok I, II, dan IV), berdasarkan metode bersihan karbon (indeks fagositosis = 2,789) dan bobot relatif organ limfoid (hati = 3,954%; limpa = 0,466%; kelenjar timus = 0,167%).

 

Kata Kunci: imunostimulan; ramuan ekstrak tujuh rempah; tikus jantan

 

Abstract

Immunostimulants are associated with increasing the body's immune system both non-specific and specific. This study aims to determine the effective dose of herb extract as an immunostimulant against phagocytic activity based on the carbon clearance and the relative weight of lymphoid organs method. The experimental animals used were 24 male white rats of the Sprague dawley strain (6 groups, 4 replications). The first group was a negative control Na-CMC 0,5%. The second group was a positive control Stimuno� Forte (1,26 mg/200 g BW rats). The third group (dose I (60,12 mg/200 g BW rats)), fourth (dose II (120,24 mg/200 g BW rats)), and fifth (dose III (180 mg/200 g BW rats)) is a 7 spice extract herb. The sixth group (dose IV (single) (56 mg/200 g BW rats) was extract of javanese chili fruit. The results showed that dose III was the most effective as an immunostimulant because the value were close to positive control, not significantly different, also found the largest number (compared to groups I, II, and IV), based on the carbon clearance (phagocytosis index = 2,789) and the relative weight of lymphoid organs method (liver = 3,954%; spleen = 0,466%; thymus gland = 0,167%).

 

Keywords: immunostimulant; seven spice extract herb; male rat

 

Pendahuluan

Rempah-rempah merupakan sumber daya alam Indonesia yang memiliki efek positif terhadap daya tahan tubuh yaitu imunostimulan. Manusia memiliki pertahanan yaitu sistem imun yang melindungi tubuh. Menurut (Ismail, Handayany, & Surwanti, 2015), imunostimulan adalah senyawa yang berhubungan dengan peningkatan mekanisme kekebalan tubuh secara spesifik dan non spesifik. Masa kini, pola hidup masyarakat yang buruk menyebabkan sistem imun menurun. Sehingga dengan mengkonsumsi olahan ramuan rempah dapat memberikan efek imunostimulan yang memaksimalkan kerja organ limfoid dan meningkatkan aktivitas fagositosis terhadap zat asing.

Menurut (Faishal, Utomo, & Retnoningrum, 2017), rempah kulit kayu manis (Cinnamomum burmannii) meningkatkan aktivitas fagositosis pada dosis 100 mg/kg BB tikus jantan galur Wistar. Terkandung minyak atsiri eugenol, sinamaldehid, dan tannin di dalam kulit kayu manis (Hariana, 2008).

Kandungan minyak atsiri rempah bunga cengkeh (Syzygium aromaticum L.) didominasi eugenol, trans-β-kariofilen, dan trimetoksi asetofenon (Prianto, Retnowati, & Juswono, 2013). Ekstrak daun cengkeh dosis 15; 75; dan 150 mg/kg BB/hari meningkatkan limfosit dan berat limpa pada mencit jantan galur Balb/C (Wael, Mahulette, Watuguly, & Wahyudi, 2018).

Piper retrofractum Vahl. (rempah cabe jawa) memiliki kandungan piperin, pipereidine, sesquiterpenes, dan terpenes (Ghosh, Darin, Nath, & Deb, 2014). Pada penelitian (Roseno, Sudaryat, & Widyastiwi, 2019), ekstrak etanol rempah cabe jawa memiliki aktivitas imunostimulan pada dosis 5,6 mg/20 g BB kepada mencit jantan galur Balb/C.

Menurut (Necib et al., 2015), rempah bunga lawang (Illicium verum) memiliki aktivitas fagositosis tertinggi dosis 50 mg/kg BB tikus galur Wistar. Menurut (Benmalek, Yahia, Belkebir, & Fardeau, 2013), bunga lawang mengandung flavonol, polifenol, dan tanin sebagai imunostimulan.

Rempah jahe gajah �memiliki kandungan senyawa kimia gingerol, polifenol, flavonoid, dan alkaloid (Adji Suranto, 2004). (Wilasrusmee, Siddiqui, Bruch, & Wilasrusmee, 2002) meneliti akan mencit yang diberikan pakan ekstrak etanol jahe gajah dosis 25 mg/kg BB selama 1 minggu menunjukkan adanya peningkatan jumlah titer antibodi.

Rempah kapulaga Amomum compactum Soland. ex Maton mempunyai minyak atsiri cineole, monoterpenes, dan sesquiterpenes (Evizal, 2013). Rempah kapulaga juga mengandung terpen 1,8-cineol yang dapat meningkatkan kemampuan fagositosis dari makrofag (Serafino et al., 2008).

Ekstrak rempah lada hitam memiliki peran imunostimulan (Park et al., 2012). Rempah Piper nigrum dalam ekstrak aquoeous positif tannin, fenol, dan alkaloid (Kadam, Yadav, Patel, Karjikar, & Patil, 2013).

Tujuan penelitian ini menentukan dosis ramuan ekstrak rempah yang paling efektif sebagai imunostimulan terhadap aktivitas fagositosis berdasarkan metode bersihan karbon (carbon clearance) dan bobot relatif organ limfoid pada tikus putih jantan galur Sprague dawley.

 

Metode Penelitian

1.   Alat

Alat-alat yang digunakan meliputi timbangan analitik, oven, tanur, panci infundasi, blender, spektrofotometer UV-Visible, CO2 chamber, sterilisasi sinar UV, inkubator, alat-alat gelas, mikropipet, dehumidifier (heat pump dryer), kandang tikus, spuit, jarum sonde, alat bedah, restrainer, dan heat lamp.

2.   Bahan

Bahan-bahan dalam penelitian ini adalah kulit kayu manis, bunga cengkeh, cabe jawa, bunga lawang, jahe gajah, buah kapulaga, buah lada hitam, Stimuno� Forte (kapsul), Na-CMC 0,5%, tikus putih jantan galur Sprague dawley (24 ekor), pellet Voer-512, serbuk kayu, akuades, etanol 96%, amil alkohol, HCl, serbuk Mg, serbuk Zn, gelatin 10%, FeCl3 3%, NaCl, H2SO4 p, asam asetat, pereaksi (Mayer, Dragendorff, & Bouchardat), heparin, NaCl 0,9%, dan tinta karbon V-TEC�.

3.   Cara Kerja

Pembuatan Ekstrak 7 Rempah

Serbuk simplisia kulit kayu manis, bunga cengkeh, cabe jawa, bunga lawang, jahe gajah, buah kapulaga, dan buah lada hitam masing-masing ditimbang sebanyak 100 gram. Kemudian masing-masingnya diekstraksi infundasi dengan pelarut akuades 1 liter selama 15 menit, suhu 90�C (sesekali diaduk). Selanjutnya disaring hingga didapati filtrat dan dibuat ekstrak kental pada dehumidifier bersuhu 50�C.

4.   Uji Karakteristik Simplisia 7 Rempah

a.     Penetapan Kadar Air

Penentuan kadar air serbuk dan ekstrak simplisia tujuh rempah dilakukan menggunakan metode gravimetri dengan menimbang masing-masing 2 g pada cawan uap yang telah ditara 15 menit. Kemudian dioven suhu 105�C (5 jam). Kedua sampel ditimbang dioven kembali (1 jam) sampai bobot konstan (secara duplo) (selisih berat tidak lebih dari 0,0025 g atau 0,25%) (Kemenkes, 2017)

b.     Penetapan Kadar Abu

Penetapan kadar abu dilakukan dengan menimbang serbuk dan ekstrak simplisia tujuh rempah masing-masing sebanyak 2 g, kemudian dimasukkan ke dalam krus silikat berbeda yang telah ditara. Dipijarkan kembali suhu 600�C dalam tanur hingga arang habis, didinginkan, dan ditimbang hingga bobot tetap (secara duplo) (Depkes, 2000)

5.   Uji Fitokimia Simplisia 7 Rempah

Uji fitokimia dilakukan terhadap serbuk dan ekstrak simplisia tujuh rempah. Jika dengan pereaksi Mayer endapan putih kekuningan, Dragendorff endapan berwarna jingga kecokelatan, dan Bouchardat endapan cokelat sampai kehitaman maka positif alkaloid (Depkes, 1995). Jika dengan serbuk Mg, HCl p, dan amil alkohol warna jingga pada lapisan amil alkohol maka positif flavonoid (Farnsworth, 1966). Jika dengan air panas (kocok) dan HCl busa stabil (< 10 menit) maka positif saponin (Depkes, 1995). Jika dengan larutan penguji gelatin 10% endapan putih, FeCl3 3% perubahan warna menjadi biru-hitam, larutan NaCl dan gelatin endapan putih maka positif tanin (Hanani, 2015). Jika dengan asam asetat anhidrat dan �H2SO4 p perubahan warna ungu menjadi hijau, maka positif steroid (Kumoro, 2015). Jika dengan kloroform dan H2SO4 p perubahan warna cokelat kemerahan pada batas antar lapisan, positif terpenoid (Kumoro, 2015).

6.   Larutan Pembanding dan Larutan Uji

a.     Pembuatan Larutan Kontrol Negatif

Dipanaskan lumpang, dikeringkan, dan dituang 10 mL akuades panas. Kemudian ditaburkan 0,5 g Na � CMC, didiamkan hingga mengembang selama 15 menit, digerus, dan dituang ke dalam labu ukur 100 mL. Sisa yang tertinggal ditambahkan akuades, dituang kembali, dan suspensi disimpan.

b.     Pembuatan Larutan Kontrol Positif

Sebanyak 10 kapsul Stimuno� Forte dibuka cangkangnya, dituang isinya ke lumpang, digerus ad halus, dan ditimbang sejumlah yang dibutuhkan. Serbuk yang diambil untuk ditimbang, digerus kembali sambil diberi Na-CMC 0,5% yang sudah disuspensikan menjadi larutan sedikit demi sedikit sampai 100 mL.

c.      Pembuatan Larutan Tinta Karbon

Disterilisasi tinta karbon pada sinar UV, kemudian dituang cairan tinta karbon sebanyak 1,6 mL pada lumpang, ditambahkan larutan NaCl 0,9% (fisiologis) secukupnya, dan dihomogenkan. Lalu dituang pada labu ukur 10 mL dan dicukupkan larutan fisiologis ad tanda batas (konsentrasi 16%) (FARADILLA & IWO, 2014). Tinta karbon diberikan kepada hewan coba tikus pada suhu 37�C.

d.     Pembuatan Larutan Uji

Pembuatan larutan uji menggunakan ekstrak kental dari masing-masing ramuan 7 rempah. Pembuatan ini berdasarkan dosis empiris (pengalaman) yaitu 10 g. Berikut pembagian formula ekstrakkental tujuh rempah (Tabel 1).

Tabel 1

Pembagian Formula Dosis Empiris (Pengalaman)

Rempah-rempah

F1 (3,34 gram)

F2 (6,68 gram)

F3 (10 gram)

F4 (2,8 gram)

Kapulaga

0,33

0,66

1

-

Cengkeh

0,17

0,34

0,5

-

Cabe Jawa

0,67

1,34

2

2,8

Jahe Gajah

0,5

1

1,5

-

Lada Hitam

0,67

1,34

2

-

Bunga Lawang

0,17

0,34

0,5

-

Kulit Kayu Manis

0,83

1,66

2,5

-

 

Dosis ramuan rempah hewan coba tikus dibagi 4 perlakuan. Dosis I, II, dan III merupakan campuran ramuan ekstrak 7 rempah, didasari dosis empirisnya 10 g (pada dosis III (F3)). Dosis I (F1) dan II (F2) merupakan hasil perhitungan 1/3 dan 2/3 dari 10 g. Dosis IV hanya berisi cabe jawa (tunggal) dari hasil perhitungan larutan stock berdasarkan dosis efektif (5,6 mg/20 g BB untuk mencit ke tikus) pada penelitian (Roseno et al., 2019). Ekstrak kental ditimbang dan digerus sambil ditambahkan suspensi Na-CMC 0,5% menjadi larutan stock 100 mL.

7.   Pengujian Imunostimulan Hewan Coba

Pengujian ini menggunakan tikus putih jantan galur Sprague dawley sebanyak 24 ekor dan telah disetujui Komite Etik Universitas Pakuan No. 004/KEPHP-UNPAK/04-2021. Hewan coba dibagi 6 kelompok perlakuan dengan 4 ekor tikus sebagai ulangan, diaklimatisasi 7 hari dalam kandang (pemberian makan dan minum ad libitum) pada kondisi Laboratorium Farmasi FMIPA Universitas Pakuan, Bogor. Pembagian kelompok perlakuan hewan coba dapat dilihat pada Tabel 2.

 

Tabel 2

Kelompok Perlakuan

Kelompok

Perlakuan yang Diberikan

Kontrol (-)

Suspensi Na-CMC 0,5%

Kontrol (+)

Suspensi Stimuno� Forte dosis 1,26 mg/200 g BB tikus

Dosis I

Suspensi ekstrak 7 rempah dosis 60,12 mg/200 g BB tikus

Dosis II

Suspensi ekstrak 7 rempah dosis 120,24 mg/200 g BB tikus

Dosis III

Suspensi ekstrak 7 rempah dosis 180 mg/200 g BB tikus

Dosis IV

Suspensi ekstrak cabe jawa dosis 56 mg/200 g BB tikus

 

8.   Metode Bersihan Karbon (Carbon Clearence)

Selama 6 hari, hewan coba tikus dalam kelompok pada Tabel 2 di atas diberi perlakuan sekali sehari peroral masing-masing 2 mL. Hari ke-7, ekor tikus dihangatkan (agar pembuluh darah vena berdilatasi) dan disterilkan tisu alkohol 70%. Kemudian bagian belakang ekor tikus dilukai dan darah ditampung plat tetes yang telah diberi sedikit heparin, lalu dihomogenkan. Darah diambil 75 μL dan dilisiskan dengan 4 mL asam asetat 1% (sebagai blanko menit ke-0). Selanjutnya sebanyak 0,1 mL/kg BB tikus (konsentrasi 16%) tinta karbon disuntikkan pada ekor (intravena), darah diambil 75 μL menit ke-3, 6, 9, 12, dan 15, dilisiskan 4 mL asam asetat 1%, dan diukur absorbansinya pada spektrofotometer UV-Visible panjang gelombang (λ) 650 nm (Aldi, Oktavia, & Yenni, 2016).

9.   Metode Bobot Relatif Organ Limfoid

Pada hari ke-8, hewan coba tikus ditimbang dan dikorbankan pada CO2 chamber. Lalu dilakukan pembedahan pada organ hati, limpa, dan kelenjar timus. Kemudian organ tersebut dibersihkan dari lemak yang menempel dan ditimbang (Aldi et al., 2016).

 

10.            Perhitungan Konstanta Fagositosis

Menurut (Aldi et al., 2016), rumus perhitungan konstanta fagositosis adalah :

Keterangan:

a.                                         K �������� = Konstanta Fagositosis

b.                                        A(n)���� = Absorbansi waktu ke n

c.                     A(n-1) = Absorbansi waktu ke n-1

d.                                        T��������� = Menit ke-3, 6, 9, 12, dan 15

e.                                         n���������� = Periode ke-1, 2, 3, 4, dan 5

11.            Perhitungan Indeks Fagositosis

Menurut (Aldi et al., 2016), rumus perhitungan indeks fagositosis adalah :

Keterangan:

a.                                         IF�������� = Indeks Fagositosis

b.                                        Tikus X�������������� = Tikus yang diuji

12.            Perhitungan % Bobot Relatif Organ Limfoid

Menurut (Rahman, Aldi, & Mayanti, 2016), rumus perhitungan % bobot relatif organ hati, limpa, dan kelenjar timus adalah :

 

1.     Analisis Data

Data diolah statistik menggunakan Rancangan Acak Lengkap metode uji ANOVA satu arah lalu uji lanjut Duncan.

 

Hasil Dan Pembahasan

1.     Hasil Pembuatan Serbuk Simplisia dan Ekstrak 7 Rempah

Bobot serbuk simplisia buah cabe jawa, rimpang jahe gajah, dan buah lada hitam berturut-turut sebanyak 832gram, 787 gram, dan 381 gram, sehingga diperoleh rendemen serbuk sebesar 28,95%, 16,64%, dan 25,99%. Kemudian karena panen kering maka hanya diperoleh simplisia kering, sehingga simplisia kulit kayu manis, bunga cengkeh, buah bunga lawang, dan buah kapulaga tidak dapat dihitung rendemen serbuknya, dengan bobot simplisia kering yang diperoleh secara berurutan sebesar 2913 gram, 1896 gram, 1492 gram, dan 1935 gram.

Ekstrak kental dari hasil ekstraksi metode infundasi simplisia kulit kayu manis, bunga cengkeh, buah cabe jawa, buah bunga lawang, rimpang jahe gajah, buah kapulaga, dan buah lada hitam berturut-turut sebanyak 29,31 gram; 23,77 gram; 26,37 gram; 20,18 gram; 28,56 gram; 22,16 gram; dan 21,82 gram, sehingga diperoleh rendemen ekstrak masing-masing simplisia sebesar 29,19%; 23,68%; 26,29%; 20,08%; 28,44%; 22,13%; dan 21,77%. Hasil rendemen ekstrak kental sesuai literatur Farmakope Herbal Edisi II (Kemenkes, 2017), karena simplisia kulit kayu manis, bunga cengkeh, buah cabe jawa, buah bunga lawang, rimpang jahe gajah, buah kapulaga, dan buah lada hitam secara berurutan tidak kurang dari 25,4%; 10%; 8,3%; 10%; 5,9%; 5,1%; dan 11,3%.

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 1

Serbuk Simplisia dan Ekstrak Kental Tujuh Rempah

 

Keterangan: a. kulit kayu manis, b. bunga cengkeh, c. buah cabe jawa, d. buah bunga lawang, e. rimpang jahe gajah, f. buah kapulaga, g. buah lada hitam

2.     Hasil Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air bertujuan mengetahui jumlah kandungan air dalam simplisia. Menurut (Depkes, 2000), pengurangan kadar air sangat diperlukan supaya mikroorganisme dan kapang tidak tumbuh. Hasil penetapan kadar air pada Tabel 3 di bawah ini sudah sesuai persyaratan Farmakope Herbal Edisi II (Kemenkes, 2017).

 

Tabel 3

Hasil Data Kadar Air Serbuk Simplisia dan Ekstrak 7 Rempah

Nama Simplisia dari 7 Rempah-rempah

Hasil Serbuk Simplisia (%)

Hasil Ekstrak Kental (%)

Persyaratan Kadar Air

Serbuk (%)

Ekstrak (%)

Kulit Kayu Manis

4,81

11,89

< 10

< 16

Bunga Cengkeh

4,84

6,28

< 10

< 10

Buah Cabe Jawa

3,84

7,42

< 10

< 15

Buah Bunga Lawang

4,09

9,58

< 10

< 10

Rimpang Jahe Gajah

3,24

7,05

< 10

< 10

Buah Kapulaga

7,70

7,44

< 10

< 27,3

Buah Lada Hitam

4,62

6,34

< 10

< 14

 

3.     Hasil Penetapan Kadar Abu

Penetapan kadar abu bertujuan melihat cemaran anorganik dan senyawa mineral logam dalam simplisia. Zat yang tersisa itu disebut abu, dimana jika kandungannya tinggi berdampak buruk saat dikonsumsi manusia (Depkes, 2000). Hasil penetapan kadar abu (Tabel 4) sudah sesuai persyaratan Farmakope Herbal Edisi II (Kemenkes, 2017).

 

Tabel 4

Hasil Data Kadar Abu Serbuk Simplisia dan Ekstrak 7 Remp

Nama Simplisia dari 7 Rempah-rempah

Hasil Serbuk Simplisia (%)

Hasil Ekstrak Kental (%)

Persyaratan Kadar Abu

Serbuk (%)

Ekstrak (%)

Kulit Kayu Manis

7,41

0,25

< 10,5

< 0,3

Bunga Cengkeh

4,04

5,95

< 10

< 10

Buah Cabe Jawa

2,12

0,89

< 6,7

< 1

Buah Bunga Lawang

4,56

3,92

< 10

< 10

Rimpang Jahe Gajah

4,01

1,27

< 4,2

< 7,6

Buah Kapulaga

7,59

4,26

< 12,3

< 6

Buah Lada Hitam

1,35

1,35

< 6,1

< 1,7

 

4.     Hasil Uji Fitokimia

Pengujian fitokimia bertujuan mengetahui adanya golongan senyawa metabolit sekunder yang terkandung pada sampel tertuju. Hasil uji fitokimia pada Tabel 5 di bawah ini memiliki golongan senyawa metabolit sekunder yang beragam.

 

Tabel 5

Hasil Uji Fitokimia Serbuk Simplisia dan Ekstrak 7 Rempah

Nama Serbuk dan Ekstrak

Hasil Identifikasi Senyawa

Alkaloid

Flavonoid

Saponin

Tanin

Steroid

Terpenoid

Kulit Kayu Manis

+

+

-

+

+

+

Bunga Cengkeh

-

+

+

+

+

+

Buah Cabe Jawa

+

+

-

-

+

+

Buah Bunga Lawang

-

+

-

-

+

+

Rimpang Jahe Gajah

+

+

-

-

+

+

Buah Kapulaga

+

+

+

+

+

+

Buah Lada Hitam

+

+

-

+

+

+

 

Keterangan: (+) yaitu mengandung senyawa tertuju, (-) yaitu tidak mengandung senyawatertuju

5.      Hasil Pengujian Carbon Clearance Hewan Coba

Dalam penelitian imunostimulan ini menggunakan pengujian metode bersihan karbon yang merupakan standar uji eliminasi gambaran umum proses fagositosis terhadap zat asing dalam darah (Tambusai, 2018). Metode bersihan karbon memanfaatkan teknologi spektrofotometer UV-Visible untuk mendeteksi laju eliminasi partikel tinta karbon.

Tabel 6

Hasil Nilai Rata-rata Absorbansi

Kelompok Perlakuan

Nilai Rata-rata Absorbansi Pada Menit Ke-

X � SD

3

6

9

12

15

Kontrol (-)

1,198

1,191

1,018

1,225

1,136

1,142 � 0,179ab

Kontrol (+)

1,732

1,546

1,371

1,271

1,231

1,439 � 0,093c

Dosis I

1,061

0,941

1,081

0,700

1,311

0,989 � 0,098a

Dosis II

1,270

1,350

0,923

1,012

1,216

1,121 � 0,140ab

Dosis III

1,791

1,774

1,509

1,172

1,008

1,465 � 0,132c

Dosis IV

1,459

1,441

1,054

1,191

1,298

1,300 � 0,092bc

Keterangan: Angka yang ditambahkan huruf superskrip (a, b, c) berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (Sig. < α 0,05)

 

Proses fagositosis terhadap tinta karbon disebut respon imun non spesifik (alamiah) karena merupakan pertahanan pertama dalam menangkal zat asing yang masuk dengan cepat mengeliminasinya. Keberadaan tinta karbon dalam darah digunakan sebagai parameter untuk diamati. Nilai absorbansi kadar tinta karbon akan berkurang jumlahnya seiring bertambahnya waktu karena terjadi aktivitas fagositosis (penelanan sampai penghancuran) dari sel-sel leukosit terutama monosit, makrofag, dan eosinofil (Aldi et al., 2016). Dari Tabel� 6� di atas� didapati� hasil terbaik pada kelompok dosis III (campuran) karena nilai absorbansi menurun disetiap waktunya dan mendekati kontrol positif jika dibandingkan dengan kontrol negatif, dosis I (campuran), II (campuran), dan IV (tunggal), sehingga proses fagositosis terjadi secara optimal. Hasil analisis dari uji ANOVA satu arah menunjukkan perbedaan pengaruh nyata antara dosis terhadap nilai absorbansi karena nilai Sig. Dosis = 0,001 < α 0,05 (Tolak H0, Terima H1). Kemudian hasil uji lanjut Duncan menunjukkan kontrol positif, dosis III, dan IV memberikan pengaruh sama juga tidak berbeda nyata terhadap nilai absorbansi.

Tabel 7

Hasil Nilai Rata-rata Indeks Fagositosis

�������������� Kelompok Perlakuan

Nilai Rata-rata Indeks Fagositosis Menit Ke-

X � SD

3

6

9

12

15

Kontrol (-)

1

1

1

1

1

1 � 0,772ab

Kontrol (+)

4,676

2,822

4,808

1,550

1,923

3,156 � 0,984c

Dosis I

0,162

-1,022

0,807

-2,952

2,147

-0,172 � 0,763a

Dosis II

1,956

1,867

-1,303

-0,223

0,769

0,613 � 1,068ab

Dosis III

3,824

3,622

5,542

1,020

-0,065

2,789 � 2,402bc

Dosis IV

1,765

2,067

-0,570

0,857

2,154

1,254 � 2,416abc

 

Keterangan: Angka yang ditambahkan huruf superskrip (a, b, c) berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (Sig. < α 0,05)

 

Indeks fagositosis merupakan aktivitas fagositosis dalam mengeliminasi tinta karbon. Adanya efek imunostimulan 7 rempah dapat diketahui dari nilai rata-rata indeks fagositosis yang diperoleh. Semakin tinggi nilai rata-rata indeks fagositosis maka semakin meningkat kerja sel-sel fagosit, sehingga daya tahan tubuh lebih optimal (begitu juga sebaliknya). Menurut teori (Wagner, 1988), jika dihasilkan nilai indeks fagositosis < 1 maka imunostimulan lemah, jika 1-1,5 maka imunostimulan sedang, dan jika > 1,5 maka imunostimulan kuat. Namun, teori Kresno dalam (Handayani, 2018) mengemukakan bahwa jika nilai indeks fagositosis < 1 maka imunosupresan. Dari Tabel 7 di atas diperoleh hasil terbaik pada kelompok dosis III yaitu nilai indeks fagositosis mendekati kontrol positif namun lebih baik dari dosis IV karena jumlah dosis 180 mg/200 g BB tikus meningkatkan respon imun tubuh kategori imunostimulan kuat. Hasil analisis dari uji ANOVA satu arah menunjukkan perbedaan pengaruh nyata antara dosis terhadap nilai indeks fagositosis karena hasil nilai Sig. Dosis = 0,006 < α 0,05 (Tolak H0, Terima H1). Kemudian hasil uji lanjut Duncan menunjukkan kontrol positif, dosis III, dan dosis IV memberikan pengaruh sama juga tidak berbeda nyata terhadap nilai indeks fagositosis.

6.     Hasil Pengujian Bobot Relatif Organ Limfoid Hewan Coba

Pengujian bobot relatif organ limfoid berhubungan erat dengan bersihan karbon karena merupakan pengujian respon imun spesifik (adaptif), yaitu pertahanan kedua dalam menangkal zat asing. Proses fagositosis juga terjadi pada organ limfoid hati, limpa, dan kelenjar timus karena terbawa darah lalu masuk ke dalamnya (tidak sepenuhnya terfagositosis di dalam darah) (Tizard, 2008).

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 2

Organ Limfoid

Keterangan: a. organ hati, b. organ limpa, c. organ kelenjar timus

 

Adanya efek imunostimulan 7 rempah diketahui dari nilai rata-rata persentase bobot relatif organ limfoid. Semakin besar nilai saat dibandingkan dengan kontrol negatif dan positif maka semakin baik dosis yang digunakan. Pada Tabel 8 di bawah ini merupakan hasil nilai rata-rata bobot organ limfoid yang akan digunakan pada perhitungan persentase bobot relatif organ limfoid (Tabel 9).

 

Tabel 8

Hasil Nilai Rata-rata Bobot Organ Limfoid

Organ Limfoid Pada Kelompok Perlakuan

Bobot Organ

Hati (g)

Bobot Organ Limpa (g)

Bobot Organ

Timus (g)

Organ Limfoid K (-)

8,278 � 1,732c

0,888 � 0,246b

0,260 � 0,056a

Organ Limfoid K (+)

8,970 � 0,877c

1,118 � 0,397b

0,355 � 0,093a

Organ Limfoid Dosis I

8,355 � 1,706c

0,980 � 0,282b

0,245 � 0,079a

Organ Limfoid Dosis II

8,248 � 0,419c

0,900 � 0,192b

0,220 � 0,054a

Organ Limfoid Dosis III

10,400 � 1,276c

1,233 � 0,341b

0,438 � 0,133a

Organ Limfoid Dosis IV

9,688 � 1,764c

1,098 � 0,474b

0,400 � 0,111a

Keterangan: Angka yang ditambahkan huruf superskrip (a, b, c) berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (Sig. < α 0,05)

 

Tabel 9

Hasil Persentase Nilai Rata-rata Bobot Relatif Organ Limfoid

Kelompok Perlakuan

% Bobot Relatif Hati

% Bobot Relatif Limpa

% Bobot Relatif Timus

Kontrol (-)

3,327 � 0,474a

0,358 � 0,087a

0,105 � 0,016a

Kontrol (+)

3,571 � 0,150a

0,443 � 0,140a

0,141 � 0,035a

Dosis I (Campuran)

3,408 � 0,422a

0,397 � 0,083a

0,099 � 0,025a

Dosis II (Campuran)

3,471 � 0,206a

0,377 � 0,069a

0,092 � 0,020a

Dosis III (Campuran)

3,954 � 0,251a

0,466 � 0,104a

0,167 � 0,048a

Dosis IV (Tunggal)

3,805 � 0,577a

0,424 � 0,159a

0,156 � 0,033a

Keterangan: Angka yang ditambahkan huruf superskrip (a, b, c) sama pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata (Sig. > α 0,05)

 

Pada Tabel 9 di atas dapat dilihat bahwa dosis III adalah kelompok perlakuan terbaik karena pada jumlah dosis tersebut mampu memberikan efek imunostimulan lebih baik jika dibandingkan kontrol negatif, positif, dosis I, II, dan IV. Hasil analisis uji ANOVA satu arah pada % bobot relatif organ limfoid (Tabel 9), berdasarkan dosis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pengaruh nyata antara dosis terhadap % bobot relatif organ limfoid karena didapati nilai Sig. Dosis = 0,999 > α 0,05 (Terima H0, Tolak H1), sehingga tidak bisa dilanjutkan uji lanjut Duncan (Terima H0). Sedangkan, ditahap uji ANOVA berdasarkan organ limfoid (Tabel 8), didapati nilai Sig. Organ Limfoid = 0,000 < α 0,05 (Tolak H0, Terima H1) yang berarti ada perbedaan pengaruh nyata antara organ limfoid terhadap bobot organ. Kemudian hasil uji lanjut Duncan bobot organ limfoid menunjukkan organ hati, limpa, dan kelenjar timus memberikan pengaruh berbeda nyata.

Adanya peningkatan bobot karena pada organ hati, terjadi peningkatan proliferasi sel kupffer (sel makrofag terfiksasi), lalu organ limpa terjadi peningkatan proliferasi juga diferensiasi sel limfosit T yang mengaktifkan makrofag sebagai Antigen Presenting Cell (APC) dalam menyajikan zat asing untuk dihancurkan dan sel limfosit B yang melepas antibodi (FARADILLA & IWO, 2014), kemudian peningkatan produksi hormon pematangan sel limfosit T pada organ kelenjar timus yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh. Senyawa metabolit sekunder juga mempengaruhi sistem imun tubuh (imunostimulan). Flavonoid mengaktivasi sel Natural Killer (NK) untuk merangsang proses produksi Interferon gamma (IFN-𝛾), dimana itu merupakan sitokin utama Macrophage Activating Cytokine (MAC) yang berfungsi dalam sistem imun spesifik, yang kemudian IFN-𝛾 mengaktifkan makrofag sehingga meningkatkan kerja fagositosis terhadap partikel asing yang masuk ke dalam tubuh (Baratawidjaja, 2010). Flavonoid dan alkaloid mengaktifkan terjadinya pelepasan sitokin IL-12 oleh sel T (Shen and Louine dalam (Handoyo, 2013), dimana IL-12 ini bermanfaat dalam perangsangan pemproduksian Interferon gamma (IFN-𝛾) oleh sel Natural Killer (NK), kemudian IFN-𝛾 berfungsi sebagai pengaktivasian sel makrofag (Handoyo, 2013). Saponin meningkatkan daya tahan tubuh dengan produksi sitokin yaitu interferon dan interleukin (Tambusai, 2018). Lalu tanin berfungsi dalam aktivitas fisiologi yaitu meningkatkan kerja sel fagositosis (Tambusai, 2018). Kemudian steroid dan terpenoid memiliki berperan dalam pengaktivasian sel-sel fagosit seperti makrofag.

 

Kesimpulan

Dosis III (180 mg/200 g BB tikus) paling efektif sebagai imunostimulan terhadap aktivitas fagositosis karena nilainya mendekati kontrol positif, tidak berbeda nyata, juga mendapati hasil angka terbesar (jika dibandingkan kelompok dosis I, II, dan IV), berdasarkan metode bersihan karbon (indeks fagositosis = 2,789) dan bobot relatif organ limfoid (hati = 3,954%; limpa = 0,466%; kelenjar timus = 0,167%) pada tikus putih jantan galur Sprague dawley.

 


BIBLIOGRAFI

Adji Suranto, Spa. (2004). Khasiat & Manfaat Madu Herbal. Agromedia. Google Scholar

 

Aldi, Yufri, Oktavia, Sri, & Yenni, Sirda. (2016). Uji Efek Immunomodulator Dari Ekstrak Daun Manggis (Garcinia Mangostana L.) Dengan Metode Carbon Clearence Dan Menghitung Jumlah Sel Leukosit Pada Mencit Putih Jantan. Jurnal Farmasi Higea, 8(1), 20�31. Google Scholar

 

Baratawidjaja, K. G. (2010). Dan Rengganis. I. Imunologi Dasar. Google Scholar

 

Benmalek, Yamina, Yahia, Ouahiba Ait, Belkebir, Aicha, & Fardeau, Marie Laure. (2013). Anti-Microbial And Anti-Oxidant Activities Of Illicium Verum, Crataegus Oxyacantha Ssp Monogyna And Allium Cepa Red And White Varieties. Bioengineered, 4(4), 244�248. Google Scholar

 

Depkes, R. I. (1995). Materia Medika Indonesia. Health Department Of Republic Of Indonesia Jilid Vi Jakarta. Google Scholar

 

Depkes, R. I. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 3�30. Google Scholar

 

Evizal, Rusdi. (2013). Tanaman Rempah Dan Fitofarmaka. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Google Scholar

 

Faishal, Luthfi Fathin, Utomo, Astika Widy, & Retnoningrum, Dwi. (2017). Pengaruh Pemberian Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum Burmani) Terhadap Aktivitas Dan Kapasitas Fagositosis Studi Eksperimental Pada Tikus Wistar Yang Dipapar Staphylococcus Aureus. Diponegoro Medical Journal (Jurnal Kedokteran Diponegoro), 6(2), 772�781. Google Scholar

 

Faradilla, Meutia, & Iwo, Maria Immaculata. (2014). Immunomodulatory Effect Of Polysaccharide From White Turmeric [Curcuma Zedoaria (Christm.) Roscoe)] Rhizome. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, 12(2), 273�278. Google Scholar

 

Farnsworth, Norman R. (1966). Biological And Phytochemical Screening Of Plants. Journal Of Pharmaceutical Sciences, 55(3), 225�276. Google Scholar

 

Ghosh, Rajat, Darin, Katon, Nath, Payel, & Deb, Panchali. (2014). An Overview Of Various Piper Species For Their Biological Activities. International Journal Of Pharma Research & Review, 3(1), 67�75. Google Scholar

 

Hanani, Endang. (2015). Analisis Fitokimia. Penerbit Buku Kedokteran Egc. Jakarta. Google Scholar

 

Handayani, Nestri. (2018). Uji Aktivitas Fagositosis Makrofag Ekstrak Etanol Daun Suji (Dracaena Angustifolia (Medik.) Roxb.) Secara In Vitro. Jurnal Farmasi Medica/Pharmacy Medical Journal (Pmj), 1(1). Google Scholar

 

Handoyo, M. .. (2013). Efek Ekstrak Etanolik Buah Labu Air (Langenaria Siceraria (Mol.) Standley) Sebagai Imunomodulator Melalui Pengamatan Kapasitas Dan Indeks Fagositosis Makrofag Pada Tikus Jantan Sprague Dawley Yang Dipejani Doksorubisin. Fakultas Farmasi. Yogyakarta: Unive. Universitas Sanata Dharma. Google Scholar

 

Hariana, Arief. (2008). Tumbuhan Obat Dan Khasiatnya Seri 2. Depok: Penebar Swadaya, 114. Google Scholar

 

Ismail, Asrul, Handayany, Gemy Nastity, & Surwanti, Besse. (2015). Uji Efek Imunomodulator Kombinasi Ekstrak Etanol Kasumba Turate (Carthamus Tinctorius L.) Dan Ekstrak Etanol Jintan Hitam (Nigella Sativa). Jurnal Farmasi Uin Alauddin Makassar, 3(4), 187�192. Google Scholar

 

Kadam, P. V, Yadav, K. N., Patel, F. A., Karjikar, F. A., & Patil, M. J. (2013). Pharmacognostic, Phytochemical And Physicochemical Studies Of Piper Nigrum Linn. Fruit (Piperaceae). International Research Journal Of Pharmacy, 4(5), 189�193. Google Scholar

 

Kemenkes, R. I. (2017). Tata Naskah Dinas Di Lingkungan Kementerian Kesehatan (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 14 Tahun 2017). Google Scholar

 

Kumoro, Andri Cahyono. (2015). Teknologi Ekstraksi Senyawa Bahan Aktif Dari Tanaman Obat. Yogyakarta: Plantaxia. Google Scholar

 

Necib, Youcef, Bahi, Ahlem, Derri, Nesrine, Merouane, Fateh, Bouadi, Hala, & Boulahrouf, Khaled. (2015). Immunomodulatory Activity Of Lectin Extracted From Bark Of The Black Mulberry (Morus Nigra). Google Scholar

 

Park, Ui Hyun, Jeong, Hong Suk, Jo, Eun Young, Park, Taesun, Yoon, Seung Kew, Kim, Eun Joo, Jeong, Ji Cheon, & Um, Soo Jong. (2012). Piperine, A Component Of Black Pepper, Inhibits Adipogenesis By Antagonizing Pparγ Activity In 3t3-L1 Cells. Journal Of Agricultural And Food Chemistry, 60(15), 3853�3860. Google Scholar

 

Prianto, Henny, Retnowati, Rurini, & Juswono, Unggul Pundjung. (2013). Isolasi Dan Karakterisasi Dari Minyak Bunga Cengkeh (Syzygium Aromaticum) Kering Hasil Distilasi Uap. Brawijaya University. Google Scholar

 

Rahman, Havizur, Aldi, Yufri, & Mayanti, Elda. (2016). Aktifitas Imunomodulator Dan Jumlah Sel Leukosit Dari Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus Lemairei (Hook.) Britton & Rose) Pada Mencit Putih Jantan. Jurnal Farmasi Higea, 8(1), 44�58. Google Scholar

 

Roseno, M., Sudaryat, Y., & Widyastiwi, D. A. N. (2019). Aktivitas Immunomodulator Ekstrak Etanol Kemukus (Piper Cubeba), Kiseureuh (Piper Aduncum), Dan Cabe Jawa (Piper Retrofractum) Pada Mencit Jantan Galur Balb/C. Jurnal Farmasi Indonesia, 17(2), 255�261. Google Scholar

 

Serafino, Annalucia, Vallebona, Paola Sinibaldi, Andreola, Federica, Zonfrillo, Manuela, Mercuri, Luana, Federici, Memmo, Rasi, Guido, Garaci, Enrico, & Pierimarchi, Pasquale. (2008). Stimulatory Effect Of Eucalyptus Essential Oil On Innate Cell-Mediated Immune Response. Bmc Immunology, 9(1), 1�16. Google Scholar

 

Tambusai, Nur Ayuningsih. (2018). Uji Efek Imunomodulator Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia Amygdalina, Delile.) Terhadap Aktivitas Fagositosis Sel Imun Pada Mencit Jantan Dengan Metode Karbon Kliren. Google Scholar

 

Tizard, I. R. (2008). Innate Immunity: The Recognition Of Invaders. In �Veterinary Immunology: An Introduction�, 8th Edn.(Ed. Ir Tizard.) Pp. 11�20. Saunders: Philadelphia. Google Scholar

 

Wael, Syahran, Mahulette, Ferymon, Watuguly, Theopilus Wilhelmus, & Wahyudi, Didik. (2018). Pengaruh Ekstrak Daun Cengkeh (Syzygium Aromaticum) Terhadap Limfosit Dan Makrofag Mencit Balb/C. Tradit Med J, 23(2), 79�83. Google Scholar

 

Wagner, Hildebert. (1988). Pharmazeutische Biologie: Drogen Und Ihre Inhaltsstoffe. Gustav Fischer Verlag. Google Scholar

 

Wilasrusmee, Chumpon, Siddiqui, Josephine, Bruch, David, & Wilasrusmee, Skuntala. (2002). In Vitro Immunomodulatory Effects Of Herbal Products. The American Surgeon, 68(10), 860. Google Scholar

 

Copyright holder:

Immanuel Simanjuntak, Silvi Azmi, Daniel Maroloan Nainggolan (2022)

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

This article is licensed under: