Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849
e-ISSN:
2548-1398
Vol.
7, No. 4, April 2022
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH CRYPTOCURRENCY DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
Shinta Yulia Sari, Juwita, Misbahul Huda
Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Iblam, Indonesia
Email: s[email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Pesatnya perkembangan
kegiatan investasi
Cryptocurrency� ini
menjadi masyarakat berbondong-bondong untuk bergabung pada kegiatan tersebut dan salah satu usaha yang dianggap sukses dan selalu di tampilkan di media sosial adalah yang dilakukan oleh Doni Salman, pada perkembangannnya
saat ini justru perdagangan aset kripto menimbulkan
beberapa masalah yang diakibatkan kurangpahamnya nasabah ketika terjun atau bergabung
dalam aset kripto, sementara itu dalam Undang-undang
no. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen� bermakna bahwa perlindungan konsumen tidak� dapat dipisahkan dari kegiatan investasi, banyaknya korban investasi ini menginsyaratkan bahwa masyarakat dalam berinvestasi, yang dipikirkan adalah keuntungan yang besar tanpa memikirkan resikonya. Rumusan Masalah: 1) Bagaimana Perlindungan Hukum Terhadap� Nasabah
Cryptocurrency Ditinjau� Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999� Tentang Perlindungan Konsumen?, 2) Bagaimana Status Hukum Penyelenggaraan
Investasi Cryptocurrency di Indonesia?. Jenis penelitian : menggunakan jenis
penelitian yuridis
normative yaitu hukum dikonsepsikan sebagai norma, kaidah, asas atau pun dogma. Penulis menyimpulkan : Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, belum maksimal� perlindungan kepada konsumen pada segi hukum dari
investasi Cryptocurrent, mengakibatkan masih lemahnya perlindungan hukum, padahal pada dasarnya hukum bertujuan untuk memberi perlindungan serta jaminan hukum
khususnya konsumen, oleh karena itu investasi
Cryptocurrency seperti membeli
mata uang kripto bukanlah investasi melainkan tindakan spekulatif atau untung-untungan semata karena� secara implisit hasilnya tidak jelas.
Kata Kunci: perlindungan hukum;
cryptocurrency
Abstract
The rapid development of Cryptocurrency investment activities has made
people flock to join these activities and one of the businesses that is
considered successful and is always displayed on social media is that of Doni Salman. lack of understanding of customers when
entering or joining crypto assets, meanwhile in Law no. 8 of 1999 concerning
consumer protection means that consumer protection cannot be separated from
investment activities, the large number of investment victims implies that
people think about investing in big profits without thinking about the risks.
Problem Formulation: 1) How is the Legal Protection Against Cryptocurrency
Customers Judging from Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection?, 2) What is the Legal Status of the
Implementation of Cryptocurrency Investments in Indonesia?. Type of research:
using normative juridical research, namely law is conceptualized as a norm,
rule, principle or dogma. The author concludes: Law number 8 of 1999 concerning
consumer protection, has not yet maximized protection for consumers from a
legal perspective of Cryptocurrent investment,
resulting in weak legal protection, even though basically the law aims to
provide legal protection and guarantees, especially consumers, therefore
Cryptocurrency investment is like buying crypto currency is not an investment
but a speculative act or chancy because implicitly the results are not clear.
Keywords: legal protection; cryptocurrency
Pendahuluan
Indonesia adalah
negara hukum. Itu artinya, Negara Indonesia berdasarkan
atas hukum, tidak berdasarkan pada kekuasaan (Hakim,
2011). Ini
berarti bahwa arti suatu Negara, termasuk di dalamnya yang berupa pemerintahan dan lembaga-lembaga
negara lainnya dalam melaksanakan tugas dan wewenang atau tindakan
apapun, harus dilandasi oleh peraturan hukum atau harus
dapat dipertanggungjawabkan
secara hukum. Hal ini ada di dalam
Ketentuan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menyatakan bahwa:
�Segala
warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya�.
Oleh karena
negara Indonesia adalah negara hukum,
maka dalam hal itu tidak
lepas dari penegakan hukum. Penegakan hukum di Indonesia masih dapat dikatakan
tidak cukup baik, dan bahkan dirasa tidak adil,
dikarenakan masih adanya pelaku kejahatan
dan korban kejahatan yang diperlakukan
dengan tidak sesuai peraturan yang berlaku, karena masih melihat latar
belakang dan kedudukan seseorang.
Masalah hukum
di Indonesia khususnya dalam
penegakan hukumnya, terjadi karena beberapa hal, mulai
dari sistem peradilan, perangkat hukum, Inkosistensi penegakkan hukum, intervensi kekuasaan, maupun perlindungan hukum. Dari sekian banyak masalah hukum tersebut, salah satunya adalah para pelaku usaha yang melakukan pelanggaran dalam bidang perlindungan
konsumen.
Perlindungan konsumen
pada saat ini tidak dapat dipisahkan
dari kegiatan perdagangan, baik perdagangan produk maupun
perdagang jasa.
Dalam kegiatan perdagangan ini diharapkan menimbulkan keseimbangan hak dan kewajiban antara pelaku usaha dan konsumen. di Indonesia saat ini perlindungan konsumen mendapat perhatian yang cukup baik karena menyangkut
aturan untuk menciptakankesejahteraan. Dengan adanya keseimbangan antara pelaku usaha
dan konsumen dapat menciptakan rakyat yang sejahtera dan makmur.
Secara umum
dan mendasar hubungan antara produsen/ pedagang (perusahaan penghasil barang dan atau jasa) dan konsumen (pemakai akhir dari barang
dan atau jasa untuk diri sendiri
atau keluarganya) merupakan hubungan yang terus menerus atau
berkesinambungan. dan mempunyai
tingkat ketergantungan yang
cukup tinggi antara yang satu dengan yang lainnya. Produsen/ pedagang/pelaku
usaha sangat membutuhkan dan sangat bergantung
atas dukungan konsumen sebagai pelanggan/nasabah. Tanpa dukungan konsumen, tidak mungkin produsen
dapat terjamin kelangsungan usahanya. Hubungan tersebut terjadi karena keduanya memang saling menghendaki Perlindungan hukum terhadap konsumen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menjelaskan bahwa:�
�Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi�
Di samping itu, globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi
barang dan/atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara,
sehingga barang dan/atau Jasa yang ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri. salah satunya yang sedang tranding
topik saat ini� adalah mengenai aset
Kripto yaitu aset
digital yang memanfaatkan teknologi pada cryptocurrency
yakni seperti teknologi kriptografi dan buku besar terdistribusi atau
blockchain.
Cryptocurrency (mata uang kripto) adalah julukan yang diberikan
kepada sebuah sistem yang menggunakan teknologi kriptografi untuk melakukan
proses pengiriman data secara aman dan memproses pertukaran mata uang digital
secara tersebar.� Secara� singkat, Cryptocurrency
adalah sistem mata uang virtual yang berfungsi seperti mata uang standar yang
memungkinkan pengguna untuk melakukan pembayaran secara virtual atas transaksi
bisnis yang terjadi (Syamsiah,
2017). Bitcoin adalah
produk cryptocurrency pertama� yang
diperkenalkan di pasar online sebelum produk Altcoins atau alternative coin seperti
Ethereum, Ripple, LiteCoin, dan cryptocurrency lainnya bermunculan. Mata uang
kripto menggunakan jaringan konsensus yang memungkinkan sistem pembayaran baru
dan uang yang sepenuhnya berbentuk digital, dan merupakan jaringan pembayaran
peer-to-peer terdesentralisasi yang dikontrol sepenuhnya oleh penggunanya tanpa
ada otoritas sentral ataupun perantara, dan menggunakan sistem rantai blok atau
Blockchain sebagai buku besar terdistribusi yang berfungsi untuk mencatat semua
transaksi yang terjadi (Fresly
Nandar Pabokory, Indah Fitri Astuti, 2018).
Di Indonesia,
mata uang kripto� sudah tidak diakui
sebagai alat pembayaran yang sah sejak diundangkannya Peraturan Bank Indonesia
yang melarang penyelenggaraan sistem alat pembayaran yang menggunakan cryptocurrency. Peraturan tersebut
antara lain PBI 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik, PBI� 18/40/PBI/2016� tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi
Pembayaran, PBI� 19/12/PBI/2017� tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial,
yang melarang penggunaan virtual currency
dimana pengertian virtual currency
ini mencakup uang digital yang diterbitkan oleh pihak selain otoritas moneter
yang diperoleh dengan cara mining, pembelian, atau transfer pemberian (reward)
antara lain Bitcoin, BlackCoin, Dash,
Dogecoin, Litecoin, Namecoin, Nxt, Peercoin, Primecoin, Ripple, Ven, dan
lain-lain. Tidak hanya itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata
Uang, serta Peraturan Bank Indonesia nomor 17/3/PBI/2015 tentang
Kewajiban Penggunaan Rupiah, dimana mata uang yang diterima sebagai� alat pembayaran di Indonesia hanya mata uang
Rupiah.
Pada dasarnya cryptocurrency memiliki dua sisi
penggunaan. Cryptocurrency� dapat digunakan
sebagai alat pembayaran atau mata uang yang merupakan tujuan pertama
diciptakannya mata uang tersebut, dan sisi lainnya adalah sebagai komoditas
atau sebagai aset digital yang lazimnya disebut sebagai Aset Kripto atau Crypto
Asset. sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 99 Tahun
2018 Tentang Kebijakan Umum Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Aset Kripto (Crypto Asset) yang mengakui aset kripto
sebagai komoditi yang layak dijadikan sebagai subjek dalam Bursa Berjangka.
Peraturan dari Kementerian Perdagangan tersebut lalu diikuti oleh
diundangkannya empat peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi
(Bappebti) yang mengatur teknis penyelenggaraan perdagangan aset kripto dan
emas digital dalam Bursa Berjangka, salah satu Peraturan Bappebti Nomor 5 Tahun
2019 Tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto
Asset) Di Bursa Berjangka.
Pesatnya
perkembangan kegiatan aset kripto ini menjadi masyarakat berbondong-bondong
untuk bergabung pada kegiatan tersebut dan salah satu usaha yang dianggap
sukses dan selalu di tampilkan di media sosial adalah� yang dilakukan oleh Doni Salman yang mengajak
masyarakat untuk
bergabung dan� berinvestasi, melihat
keberhasilan Doni Salman yang menjadi Sultannya Indonesia masyarakat tergiur
untuk bergabung menjadi nasabah aset kripto�
tanpa berpikir panjang. Adanya peraturan yang dijelaskan diatas bukan berarti
aman dari perbuatan tindakan pidana, karena pada perkembangannnya saat ini
justru perdagangan aset kripto menimbulkan beberapa masalah yang diakibatkan
kurangpahamnya nasabah ketika terjun atau bergabung dalam aset kripto sehingga
rentan dengan tindak pidana penipuan, dan salah satunya yang terjadi pada
Korban Rita Meslina Situmorang berusia 51 Tahun, bertempat tinggal di Cipinang
Baru Bunder I No. 11 RT. 5 Rw 1� Cipinang
Pulo Gadubg Jakarta Timur,� yang
mengalami kerugian sebagai nasabah aset kripto dengan bitcoin sebesar Rp.
76.500.000 terbilang Tujuh Puluh Enam Juta Lima Ratus Ribu Rupiah, Korban
nasabah bitcoin kemudian melaporan Terduga Beny Aryadi ke Polda Metro Jaya
dengan Nomor Laporan Polisi LP/B/820/II/2022/SPKT/Polda Metro Jaya, tanggal 16
Pebruari 2022 dengan laporan tindak pidana penipuan dan atau penggelapan dan
atau perlindungan konsumen dan atau tindak pidana pencucian uang dengan pasal
378 KUHP dan atau pasal 372 dan atau pasal 9 huruf K dan pasal 10 huruf C UURI
No. 8 tahu 1999 tentang Perlindugan Konsumen dan atau pasal 3,4,5
Undang-undang� No. 8 Tahun 2010 tentang
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Adanya laporan
tersebut transaksi aset kripto pada praktiknya tidak lepas dari kerugian yang
dialami nasabahnya yang bergabung untuk berinvestasi dalam aset kripto
tersebut. Selain itu kondisi dan fenomena
ini �dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan nasabah �menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah. Dengan posisi konsumen
yang lemah ini, produsen/pedagang atau pelaku usaha
akan dengan mudah memasarkan setiap barang dan atau jasa tanpa
memperhatikan hak-hak konsumen.
Faktor utama
yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan haknya
masih rendah. Hal ini terutama disebabkan
oleh rendahnya pendidikan konsumen. Selain itu konsumen menjadi
objek aktivitas bisnis untuk meraup
keuntungan yang sebesar-besarnya
oleh pelaku usaha melalui kiat promosi,
cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen (Nitisusastro,
2012). Dan dalam rangka
meningkatkan harkat dan martabat
konsumen setidaknya masyarakat juga meningkatkan kesadaran,
pengetahuan, kepedulian, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri serta menumbuh kembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggungjawab. Kewajiban untuk menjamin keamanan dalam aset kripto �agar tidak menimbulkan kerugian bagi konsumen dibebankan kepada
pelaku usaha dan produsen, karena pihak pelaku usaha
dan produsen aset kripto �yang mengetahui komposisi dan masalah-masalah
yang menyangkut keamanan suatu produk tertentu.
Berdasarkan hal
tersebut di atas maka penulis akan
mendalami lebih lanjut kedalam bentuk tesis dengan
judul �Perlindungan
Hukum Terhadap Nasabah
Cryptocurrency Ditinjau Dari Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen�
Metode Penelitian
A. Bentuk Penelitian
Menggunakan
bentuk Penelitian Perspektif, merupakan pandangan
penulis dilihat berdasarkan beberapa teori para ahli atau orang lain yang telah melakukan penelitian dengan objek atau teori
yang sama yang dapat dijadikan rujukan terhadap
penelitian ini (Soerjono
Soekanto dan Sri Mamuji, 2014).
B.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian
yang penulis gunakan adalah penelitian yuridis normative (Soemitro,
2012) yaitu hukum
dikonsepsikan sebagai norma, kaidah, asas atau pun dogma. Adapun pendekatan
masalah yang dipergunakan peneliti dalam membahas masalah yang berkenaan dengan
penelitian proposal tesis ini dengan pendekatan yuridis normatif.: (Soekamto,
2014) Menurut
Soerjono Soekanto penelitian Yuridis hukum Normatif tidak diperlukan penyusunan atau perumusan hipotesa. Mungkin suatu hipotesa
kerja� diperlukan, yang biasanya mencakup� sistematika kerja dalam proses penelitian. (Soekanto,
2014) Dengan tipe penelitian
yang digunakan peneliti adalah diskriptif analitis, (Sri
Mamuji, 2012) yaitu suatu penelitian yang bertujuan menggambarkan secara tepat
sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok
tertentu, atau untuk
menentukan frekuensi suatu gejala, menggambarkan
tentang masalah-masalah yang terjadi terkait penelitian ini.
C. Sumber Data Data
Sumber data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
data sekunder yaitu data yang digunakan untuk menjawab permasalahan yang ada
dalam penelitian ini melalui studi kepustakaan (Soekamto,
2014) Yang
terdiri dari :
a) Bahan hukum
primer
Bahan hukum
primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif yang artinya mempunyai
otoritas. Dalam
hal ini bahan hukum primer terdiri peraturan perundang-undangan, catatan-catatan
resmi, atau risalah dalam pembuatan peraturan perundang-undangan dan
putusan-putusan hakim, (Mahmud,
2016) diantaranya� sebagai berikut:
a. �Undang Undang Dasar� Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b. Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Hukum
b) Bahan hukum
sekunder
Bahan dan informasi
yang penulis peroleh secara tidak langsung,
yakni melalui data dan dokumen yang telah tersedia pada instansi atau lembaga tempat
penelitian penulis. Adapun sumber data yang penulis peroleh berasal dari peraturan perundang-undangan, pendapat pakar hukum, serta
laporan yang ada.
c) Bahan hukum
tertier
Suatu kumpulan
dan kompilasi sumber primer
dan sumber sekunder. Contoh sumber tersier
adalah bibliografi, katalog perustakaan, ensiklopedia dan daftar bacaan. Ensiklopedia dan buku bacaan adalah contoh
bahan yang mencakup baik sumber sekunder
maupun tersier, menyajikan pada satu sisi komentar dan analisis, dan pada sisi lain mencoba menyediakan rangkuman bahan yang tersedia untuk suatu topik. Sebagai
contoh, artikel yang panjang di Encyclopedia Britannica jelas merupakan bentuk bahan analisis
yang merupakan karakteristik
sumber sekunder. Di samping itu, mereka
juga berupaya menyediakan pembahasan komprehensif yang menyangkut sumber tersier.
D.
Teknik
Analisis Data
Analisis
data yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah menggunakan metode
analisis yang bersifat kualitatif
yaitu dengan cara melakukan interprestasi (Penafsiran) terhadap bahan-bahan
hukum yang telah diolah atau dapat pula diartikan sebagai analisis data yang
tidak menggunakan angka melainkan memberi gambaran dengan kata kata atas temuan
dan karenanya lebih mengutamakan mutu/kualitas dari data bukan kuantitas (Muhaimin,
2020). Dan
dalam mengumpulkan data dan bahan-bahan, penulis menggunakan teknik
pengumpulan data yaitu Studi Kepustakaan (Library Research), yang artinya
Teknik pengumpulan data melalui kepustakaan dengan menelaah data sekunder,
yaitu terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan
hukum tersier yaitu data yang diperoleh dalam peraturan
perundang-undangan, buku teks, jurnal, hasil penelitian ensiklopedi,
biograpi dan lainnya yang dapat membantu dalam penulisan �proposal tesis ini.
E.
Lokasi
Penelitian
Lokasi
Penelitian merupakan objek dimana penelitian tesis ini dilakukan. Penentuan
lokasi dalam penelitian dimaksudkan untuk mempermudah atau memperjelas lokasi
yng menjadi sasaran penulis dalam penelitian tesis ini, untuk itu lokasi
penelitian di lakukan di wilayah DKI Jakarta.
F.
Jadwal
Penelitian
Waktu
pelaksanaan Penelitian dilaksanakan dalam waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak
Januari 2022 sampai dengan April� 2022,
sejak diajukannya proposal tesis sampai dengan memperoleh hasil dari penelitian
kemudian disusun dalam bentuk penelitian tesis.
Hasil dan Pembahasan
A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Cryptocurrency Ditinjau Dari
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999� Tentang
Perlindungan Konsumen.
1. Gambaran
Umum Perkembangan dan� permasalahan
Investasi Cryptocurrency di Indonesia
a. �Perkembangan Investasi Cryptocurrency di Indonesia
Saat ini
isu yang sedang menjadi tranding topic dalam berinvestasi adalah melalui
investasi secara digital yaitu investasi mata uang virtual atau yang disebut
dengan investasi Cryptocurrency atau
investasi Bitcoin, masyarakat merasa
bahwa investasi ini terkesan sangat menjanjikan, bahkan viral di media online
dimana mana, bahkan artispun ada yang menjadi bintang iklan untuk mempromosikan
investasi ini, bahkan ada juga turut serta menjadi investor di dunia Cryptocurrency, Sederet artis tanah air
itu diantaranya adalah pasangan anang hermansyah dan Ashanty, Winda Mansur
putri penceramah
Yusuf Mansur, angel lelga dan artis lainnya berlomba lomba
mengeluarkan token kripto, kesuksesan dalam investasi Cryptocurrency, terbilang cepat, padahal kemunculannya
baru seumur jagung tetapi sudah dapat mengantarkan beberapa anak muda menjadi
miliader seperti:
1) Doni
Salmanan, pemuda asal bandung, yang menjadi milyader/sultan/ Crazy Rich asal
soreang bandung diusianya yang terbilang muda
Sebagaimana
diberitakan oleh tagar.id, bahwa doni Salmanan merupakan infucer yang aktif
membagikan cara investasi melalui aplikasi binomo ia juga kerap membuat video
seputar binomo di media sosialnya Doni juga memiliki aplikasi trading bernama
quotex yaitu situs trading milik Doni yang akan terhubung dengan group king
salmanan dan ia mengklaim siapa saja yang mendaftar di quotex akan secara
langsung menjadi member VIP di grup king salmanan.
2) Indra
Kenz, pria berusia 26 tahun asal Medan
Sebagaimana
diberitakan oleh ekbis, sindonews.com. memberitakan bahwa Indra Kenz sama
seperti Doni Salmanan� merupakan infucer
yang aktif membagikan cara investasi melalui aplikasi binomo, hasilnya
terbilang sangat signifikan mendapat pundi pundi kekayaan dari usahanya
tersebut, bahkan ia juga selain bisnis tersebut juga membuka bisnis lain yaitu
kuliner.
3) Muhammad
Faroji Aldy menjadi miliader diusianya yang ke 22 tahun
Faroji
mengungkapkan pada tribunnews.com bahwa ia pernah meraih profit 900 ribu dollar
yang setara dengan R. 12.7 miliar, ia juga aktif di trading dan investasi pada
capotal ventures (Community leader di
avstar capital), perkenalannya dengan dunia trading pada tahun 2017 dan ia
juga mempelajarinya, pada tahun 2018 mulai aktif mengikuti trading, Ia juga
setiap menshare tentang kripto kepada masyarkat aatas keberhasilannya.
4) Ryo Eki
Pranata, Pria Asal Mojokerto Mendadak Menjadi Milyader
Sebagaimana
yang disampaikannya pada liputan6.com bahwa ia mengenal kripto dari temannya
dan berawal dari iseng sampai akhirnya menjadi milyader, itupun ia lakukan
dengan trik trik tersendirim ia menceritakan bahwa pernah mendapat uang dari
hasil kripto sebesar 500 juta, namun hasilnya digunakan untuk scalping yaitu
teknik membeli aset pada saat harga sedang turun dan menjualnya kembali tak
lama kemudian.
Melihat
kesuksesan mereka inilah yang menjadikan�
masyarakat beramai ramai mengikuti investasi tersebut tanpa berpikir
panjang, tanpa terlebih dahulu memahami investasi tersebut, yang ada
dipikirannya adalah keuntungan besar dan dapat menjadi milyader seperti mereka,
namun demikian masih terdapat pula yang memang memahami betul terkait investasi
tersebut. Sehingga penyerapan kripto di Indonesia semakin berkembang,
sebagaimana yang penulis kutip dari pemberitaan�
kompas.com yaitu sebagai berikut:
�Indonesia
berada di peringkat 30 besar dibawah Malaysia dan Vietnam untuk jumlah warga
yang memiliki mata uang kripto di Indonesia diperkirakan ada 7,2 juta orang
yang memiliki cryptocurrency,
sedangkan menurut data dari asosiasi Blockchain�
Indonesia per Juli 2021 mencatat pemilik kripto di Indonesia mencapai
7,4 juta orang dan angka ini meningkat sebanyak 85% dibandingkan pada 2020 yang
hanya berjumlah 4 (empat) juta orang.�
�Data
indodax menunjukkan pada November 2021 angka pemilik kripto sebanyak 4,7 juta
pengguna dan hal ini menunjukkan bahwa jumlah investor kripto di 2021 meningkat
pesat sebanyak 99,76% dibandingkan pada tahun 2020 yang hanya berjumlah 2,2
juta investor, dengan jumlah penduduk Indonesia berdasarkan data administrasi
kependudukan per Juni 2021 yang berjumlah 272 juta dapat diartikan tingkat
penyerapan kripto saat ini kurang lebih 2,7% penduduk Indonesia�.
�Melihat
hasil tersebut dapat terlihat bahwa peluang aset kripto di Indonesia dapat
berkembang dan menjangkau lebih banyak lapisan masyarakat Indonesia sendiri
bukanlah negara yang mengisolasikan diri terhadap perkembangan vital tahun ini
ada berbagai perkembangan dan bahasan terhangat seputar kito yang meliputi
adopsi kripto tanah air�.
Berdasarkan
perkembangan kripto itulah Badan pengawas perdagangan berjangka komoditi atau
BAPPEBTI kementerian perdagangan telah menetapkan aset digital ini sebagai
subjek yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka,� tidak ada data pasti berapa jumlah orang
Indonesia yang menjadi investor ataupun trader
crypto juga tidak ada data pasti nilai transaksi hariannya. Selain itu para
investor aset kripto pun dapat melakukan jual beli mata uang kripto melalui
perusahaan pedagang aset kripto dan perusahaan ini sudah harus terdaftar di
BAPPEBTI, hingga saat ini baru ada 13 Perusahaan pedagang aset kripto terdaftar
di BAPPEBTI, diantaranya adalah:
1) PT
Indodax Nasional Indonesia atau yang disingkat dengan INDODAX
2) PT
Crypto Indonesia berkat atau yang disingkat TOKOCRYPTO
3) PT
Zipmex exchange Indonesia atau yang disingkat ZIPMEX
4) PT Indonesia
digital exchange atau yang disingkat IDEZ
5) PT pintu
kemana saja atau yang disingkat dengan PINTU
6) PT Luno
Indonesia LTD atau yang disingkat dengan LUNO
7) PT Cipta
koin digital atau yang disingkat dengan KOINKU
8) PT Tiga
Inti Utama
9) PT Upbit
Exchange Indonesia
10) �PT Bursa Crypto Prima
11) �PT Rekeningku Dotcom Indonesia
12) �PT Triniti Investama Berkat
13) �PT Plutonext Digital Asset
b. Permasalahan
Investasi Cryptocurrency di Indonesia
Investasi
Cryptocurrency di Indonesia memang
sangat menjanjikan dan semakin lama semakin terlihat hasilnya, apalagi disertai
dengan iklan iklan yang menggiurkan di media online dengan menampilkan kekayaan
kekayaan yang luar biasa bahkan keberhasilannya itu diraih oleh anak anak muda
yang mendadak menjadi viral bahkan sebutan milyader bahkan sultan melekat
dengan predikat kekayaan yang mereka miliki karena investasi ini, padahal
kekayaan yang mudah diraih tentu banyak mengandung resiko dan inilah yang tidak
disadari oleh masyarakat Indonesia yang bermaksud mengikuti investasi ini,� akhirnya menjadi korban.
Berdasarkan
penelitian penulis terdapat beberapa resiko / masalah� yang dihadapi dalam kegiatan investasi ini
dan tentunya ini dapat menjadi pertimbangan bagi nasabah/konsumen agar tidak
terjerumus dalam investasi ini karena ujung-ujungnya tidak memberikan
perlindungan hukum. Beberapa resiko / masalah tersebut sebagaimana dijelaskan
oleh simulasikredit.com, adalah sebagai berikut :
1) Manipulasi
Harga
Dalam
investasi ini masalah paling besar dari mata uang kripto adalah nilai yang naik
turun volatilitasnya terkadang bisa sangat berlebihan, hal ini menyebabkan
harga dapat naik pesat dan tiba-tiba terjun bebas secara dramatis dalam jangka
waktu yang sangat singkat, penyebabnya bisa beragam tapi biasanya volatilitas
tinggi terjadi karena ulah whale
alias paus yaitu orang-orang yang
memiliki saham crypto yang sangat
besar dan karena besarnya itulah mereka dapat�
memainkan pasar dengan cara memanipulasi harga mata uang crypto, jika dilakukan
secara reguler, ini
seringkali mengarah pada para whale
hanya menaikkan harga tanpa berinvestasi.
Saat
kondisi ini terjadi biasanya harga menjadi naik karena para investor yang nilai
sahamnya lebih kecil bila harga sudah mencapai level yang diinginkan para whale�
dapat menjual asetnya� dan
kemudian mencairkan dananya,� namun
akibatnya� nilai mata uang kripto akan
terjun bebas, ini dapat terjadi berulang kali�
sehingga yang diuntungkan�
hanyalah para whale.
2) Mata
Uang Crypto Tidak Memiliki Dasar Yang Kuat
Kala
orang-orang berinvestasi dalam bentuk apapun tentu mereka ingin tahu hal-hal
pundamental yang mendasar sebuah aset, dengan begitu investor mengetahui berapa
nilai sebuah aset sebenarnya, misalnya saat berinvestasi saham investor pasti
ingin mengetahui berapa hasil yang akan didapat,� laporan manajemen, dan lain-lain, investor ingin
mengetahui� nilai perusahaan yang
diinvestasikan dalam mata uang Crypto hal-hal pundamental seperti ini sama
sekali tidak ada,� memang berinvestasi
saham dan mata uang Crypto tidak bisa
dibandingkan begitu saja, tetapi tetap saja mata uang Crypto tidak punya hal-hal mendasar yang� artinya tidak punya nilai yang nyata
seseorang yang membeli koin sambil berharap banyak orang akan membeli koin yang
sama,� dengan begitu nilainya akan naik
bahkan Warren Buffet pernah memberi
pernyataan yang jelas tentang mata uang Crypto
dan� pada dasarnya mata uang Crypto tidak ada nilainya, mata uang
kripto tidak menghasilkan apa-apa, pemiliknya tidak bisa melakukan apa-apa
dengan mata uang kripto kecuali menjualnya ke orang lain tapi kemudian
masalahnya pindah ke si pembeli jadi masalah tidak terselesaikan.
3) Mata
Uang Crypto Belum Punya Aturan
Mata
uang konvensional yang kita kenal dan gunakan setiap hari memiliki aturan
khusus yang diatur oleh masing-masing negara ini membuatnya dapat digunakan untuk
berbagai proses transaksi dalam kehidupan sehari-hari, tetapi masalahnya
adalah� mata uang Crypto belum punya aturan seperti ini,� jadi cukup sulit untuk digunakan diluar dunia
mata uang Crypto. padahal banyak
yang berharap bahwa mata uang Crypto� dapat digunakan sehari hari,� tapi saat ini Bisnis yang menerima mata uang Crypto sebagai alat pembayaran masih
sangat sedikit beberapa negara bahkan punya peraturan yang tidak memperbolehkan
transaksi dengan mata uang Crypto
tapi banyak juga negara yang mengizinkannya.
Dikarenakan� mata uang kripto belum memiliki� aturan jelas yang mendasarinya maka banyak
hal yang merugikan yang bisa terjadi, misalnya : terjadi penipuan, pihak yang
berwenang masih sulit untuk memprosesnya karena tidak ada aturan yang jelas,
dan� sudah banyak terjadi orang
berinvestasi untuk koin tertentu dan ternyata itu hanya tipuan semata,� mata uang Crypto
sulit dilacak ke mana mengalirnya dan siapa yang sekarang memilikinya bahkan
pihak berwenang pun kesulitan menelusurinya.
4) Mata
Uang Crypto Terlalu Misterius
Sebab� tidak dapat dilacak ke mana mengalirnya dan
siapa pemiliknya, sehingga mata uang Crypto
menjadi sangat� misterius, hal ini
tentunya dapat menguntungkan dalam beberapa hal, tetapi justru dapat juga
merugikan. Sebenarnya semua transaksi yang terjadi terekam di blockchain, tapi
biasanya orang sangat menjaga identitasnya agar tidak diketahui. inilah yang
membuat aliran dana mata uang Crypto tidak diketahui asalnya dan kemana perginya ini
menjadi kelebihan sekaligus kekurangan besar pada mata uang crypto, hal ini
dikarenakan� misteriusnya tidak sedikit
yang menjadikan investasi mata uang Crypto untuk melakukan tindakan kriminal,
menghindari pajak dan pencucian uang,�
sudah ada berapa kasus kriminal yang menggunakan mata uang kripto ini
menjadikan mata uang kripto terkesan sangat negatif.
5) Mata
uang Crypto Tidak Ramah Lingkungan
Dalam
dunia mata uang Crypto ada
penambangan juga atau mining bukan
menambang logam seperti di dunia nyata melainkan para pemegang mata uang Crypto mencoba membuat blog dari� transaksi yang baru,� siapa yang cepat melakukannya akan
mendapatkan imbalan, biasanya berupa bitcoin
atau mata uang Crypto lainnya, proses
penambangan inilah yang tidak ramah lingkungan karena butuh komputer yang
kerjanya cepat untuk melakukannya kegiatan ini memakan banyak energi listrik
yang jelas tidak ramah lingkungan.
2. Telaah
Yuridis Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Cryptocurrency
Ditinjau� Dari Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999� Tentang Perlindungan Konsumen
Nasabah� atau konsumen dalam kegiatan investasi Cryptocurrency dapat kita sebut sebagai
investor karena sebagai pengguna transaksi investasi ini. Konsumen adalah
setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat baik
bagi kepentingan diri sendiri keluarga orang lain maupun makhluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan (Yodo,
2004). Dalam hal ini
timbul hubungan hukum bagi konsumen dan pelaku usaha hubungan tersebut
menimbulkan akibat hukum terhadap semua pihak atau kepada pihak-pihak tertentu
dalam menjalankan hubungan tersebut kadang timbul masalah sehingga pemerintah
menerbitkan aturan hukum tentang Perlindungan konsumen yaitu Undang-undang No.
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Perlindungan
konsumen sebagaimana disampaikan oleh Johanes Gunawan dapat dilakukan pada saat
sebelum terjadinya transaksi dan atau pada saat setelah terjadinya transaksi,
dijelaskan sebagai berikut:
a) Perlindungan
hukum terhadap konsumen dapat dilakukan pada saat sebelum terjadinya transaksi,
dapat dilakukan dengan cara antara lain (Gunawan,
2009):
1) Legislasi
Suatu
perlindungan hukum terhadap konsumen yang dilakukan pada saat sebelum
terjadinya transaksi dengan memberikan perlindungan kepada konsumen melalui
peraturan perundang-undangan yang telah dibuat sehingga dengan adanya peraturan
perundang-undangan tersebut diharapkan konsumen memperoleh perlindungan sebelum
terjadinya transaksi karena telah ada batasan-batasan dan ketentuan yang
mengatur transaksi antara konsumen dan pelaku usaha.
2) Voluntary
self-regulation
Perlindungan
hukum terhadap konsumen yang dilakukan pada saat sebelum terjadinya transaksi
di mana dengan cara ini pelaku usaha di harapkan secara sukarela membuat
peraturan bagi dirinya sendiri agar lebih berhati-hati dan waspada dalam
menjalankan usahanya.
b) Perlindungan
hukum terhadap konsumen pada saat setelah terjadinya transaksi.
Dapat
dilakukan melalui jalur pengadilan negeri atau diluar pengadilan oleh badan
penyelesaian sengketa konsumen berdasarkan pilihan para
pihak yang bersengketa perlindungan hukum terhadap konsumen diperlukan karena
konsumen dalam posisi yang lemah perbedaan kepentingan antara pelaku usaha dan
konsumen menyebabkan gangguan fisik, jiwa atau harta konsumen dan tidak
diperolehnya keuntungan optimal dari penggunaan barang dan atau jasa tersebut
dan miskinnya hukum yang melindungi kepentingan konsumen, dengan adanya
perlindungan hukum bagi konsumen diharapkan dapat memberikan kedudukan hukum
yang seimbang antara konsumen dengan pelaku usaha hal tersebut cukup beralasan
karena selama ini kedudukan konsumen yang lemah jika dibandingkan dengan pelaku
usaha
Hukum
perlindungan konsumen pada dasarnya sangat dibutuhkan di Indonesia antara lain (Sinaga,
2018):
a. Bahwa pembangunan
nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu �masyarakat adil dan makmur yang merata
material dan spiritual dalam era demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan
undang-undang dasar 1945.
b. Bahwa
pembangunan perekonomian nasional pada era globalisasi harus dapat mendukung
tumbuhnya dunia usaha sehingga mampu menghasilkan beraneka ragam barang dan
jasa yang memiliki kandungan teknologi yang dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat banyak dan sekaligus mendapatkan kepastian atas barang dan jasa yang
diperoleh dari perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian konsumen.
c. Bahwa
semakin terbukanya pasar nasional sebagai akibat dari proses globalisasi
ekonomi harus tetap menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat serta
kepastian atas mutu jumlah dan keamanan barang dan atau jasa yang diperoleh di
pasar.
d. Bahwa
untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu meningkatkan kesadaran
pengetahuan kepedulian kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi
dirinya serta menumbuhkan menumbuhkembangkan sikap perilaku usaha yang
bertanggung jawab.
Dengan
demikian dalam� keadaan dan situasi yang
marak saat ini pentingnya perlindungan hukum terhadap banyaknya korban korban
bermoduskan investasi Cryptocurrency, Bank
Indonesia sebagai lembaga yang berwenang melakukan pengumuman resmi mengenai
virtual Cryptocurrency, yaitu yang
tercantum pada nomor 16/6/Dkom yang bunyinya mengacu kepada Undang-undang nomor
7 tahun 2011 tentang mata uang dan undang-undang nomor 23 tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 6 tahun 2009 tentang Bank
Indonesia menyatakan: (Dkk,
2020)
�Bahwa
bitcoin dan virtual currency yang lain bukanlah mata uang ataupun alat bayar
sah di Indonesia pemilik atau pengguna bitcoin menanggung sendiri seluruh
akibat dari memiliki atau memakai bitcoin dan virtual currency yang lainnya.
Hal ini
karena� aturan undang-undang nomor 8
tahun 1999 tentang perlindungan konsumen mengatur tindakan konsumen dalam
pemakaian barang dan atau jasa, selain itu mengenai hal ini undang-undang nomor
8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen memberikan pengertian tentang
konsumen dan perlindungan konsumen secara luas.
Konsumen
sebagaimana diatur pada pasal 1 angka 2 undang-undang nomor 8 tahun 1999
tentang perlindungan konsumen disebutkan:
�Konsumen
adalah setiap orang memakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat
baik bagi kepentingan diri sendiri keluarga orang lain maupun makhluk hidup
lain dan tidak untuk diperdagangkan�
Ahmadi
Miru menyampaikan dalam bukunya, bahwa terdapat 4 (empat) hak dasar bagi
konsumen. yaitu:
a. ��Hak untuk mendapatkan keamanan,
b. Hak
untuk mendapatkan informasi,
c. Hak
untuk memilih,
d. Hak
untuk didengar
Kemudian� Perlindungan konsumen sebagaimana diatur pada
pasal 1 angka 1 undang-undang
nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen menyatakan bahwa:
�Perlindungan
konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen�
Sebagaimana
telah penulis sampaikan bahwa Nasabah�
atau konsumen dalam kegiatan investasi Cryptocurrency dapat kita sebut sebagai investor karena sebagai
pengguna transaksi investasi ini maka bila ditinjau dari bentuk perlindungan
konsumen maka asas yang terdapat didalam pasal 2 undang-undang nomor 8 tahun
1999 tentang perlindungan konsumen dapat dijadikan dasar pada kegiatan
investasi tersebut, bahwa investor/konsumen diberikan perlindungan konsumen
dalam berinvestasi.
Bila
menganalisa penjabaran asas asas tersebut diantaranya adalah asas manfaat, asas
keadilan, asas keseimbangan, asas keamanan dan keselamatan serta asas kepastian
hukum, sudah sangat jelas bahwa negara memberikan jaminan hukum kepada konsumen
sebagai investor, konsumen sebagai pemakai dan pemanfaatan barang atau jasa,
jaminan hukum sebagaimana diatur pada pasal 2 undang-undang nomor 8 tahun 1999
tentang perlindungan konsumen adalah dengan memberikan formulasi peraturan
terkait investasi ini secara berkelanjutan disesuaikan dengan dinamika
perkembangan saat ini, maksudnya adalah negara memberikan rasa aman, nyaman,
tentram, sejahtera, bermanfaat berkeadilan dan memberikan kepastian hukum
kepada konsumen selaku investor cryptocurrency.
Tetapi sampai sekarang konsumen pengguna investasi� cryptocurrency,
tidak ada aturan khusus dari� pemerintah
maupun dari pihak penyedia jaringan investasi�
cryptocurrency. Dari pihak
pemerintah sendiri dikarenakan investasi�
cryptocurrency itu belum
diakui sebagai instrumen investasi yang sah yang mengakibatkan masih abu-abu
aturannya yang dapat melindungi konsumen pengguna investasi cryptocurrency.
Jika
terjadi masalah di kemudian hari,� dalam
investasi ini masyarakat masih bisa menggunakan aturan dari undang-undang nomor
8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen tetapi menggunakan aturan
perlindungan konsumen pun masih kurang karena pemerintah belum melegalkan
investasi ini sehingga investasi ini masih lemah dalam hal legalitas dan
instrumen perlindungan konsumennya pun hanya mengacu pada undang-undang nomor 8
tahun 1999 tentang perlindungan konsumen sehingga belum maksimalnya
perlindungan kepada konsumen pada segi hukum dari investasi ini,� mengakibatkan masih lemahnya perlindungan
hukum pada dasarnya hukum bertujuan untuk memberi perlindungan serta jaminan
hukum khususnya konsumen.
Oleh
karena itu penulis berpendapat bahwa investasi Cryptocurrency seperti membeli mata uang kripto bukanlah investasi
melainkan tindakan spekulatif atau
untung-untungan semata karena� secara implisit hasilnya tidak jelas, seperti
berjudi, yang pintar bermain akan memperoleh hasil atas kemenangannya, yang
tidak paham akan kalah dan gigit jari yang akhirnya menyesali atas tindakan
yang dilakukan
tanpa memahami lebih dulu investasi tersebut dan juga aturan hukum yang dapat
melindungi dirinya sebagai nasabah/ konsumen/ investor pada kegiatan investasi
ini.
�
Kesimpulan
Aturan khusus tentang investasi Cryptocurrency dengan account virtual
sampai saat ini, belum ada aturan khusus dari�
pemerintah maupun dari pihak penyedia jaringan investasi cryptocurrency. Dari pihak pemerintah sendiri
dikarenakan investasi� cryptocurrency itu belum diakui sebagai
instrumen investasi yang sah yang mengakibatkan masih abu-abu aturannya yang
dapat melindungi konsumen pengguna investasi cryptocurrency, sehingga jika terjadi masalah di kemudian
hari,� dalam investasi ini masyarakat
masih bisa menggunakan aturan dari undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen tetapi menggunakan aturan perlindungan konsumen pun masih
kurang karena pemerintah belum melegalkan investasi ini sehingga investasi ini
masih lemah dalam hal legalitas dan instrumen perlindungan konsumennya pun
hanya mengacu pada undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen sehingga belum maksimalnya perlindungan kepada konsumen pada segi
hukum dari investasi ini, mengakibatkan masih lemahnya perlindungan hukum pada
dasarnya hukum bertujuan untuk memberi perlindungan serta jaminan hukum
khususnya konsumen, oleh karena investasi Cryptocurrency
seperti membeli mata uang kripto bukanlah investasi melainkan tindakan spekulatif atau untung-untungan semata
karena �secara implisit hasilnya tidak jelas.
Di Indonesia terdapat 229 aset kripto
yang legal untuk dapat diperdagangkan, hal ini sebagaimana tercantum dalam
peraturan badan pengawas perdagangan berjangka komoditi nomor 7 tahun 2020
tentang penetapan daftar aset kripto yang dapat diperdagangkan di pasar fisik
aset kripto, aturan tersebut berisikan tentang ketentuan yang mengatur secara
teknis tentang tata cara transaksi termasuk persyaratan-persyaratan penetapan
kripto yang diperbolehkan untuk transaksi di Indonesia, selain itu
terdapat� 13 pedagang aset kripto yang
sudah tercatat dan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, sebelumnya izin
tersebut diputuskan melalui upaya pendekatan secara yuridis sebagaimana
ketentuan pasal 3 ayat 2 huruf c Perba nomor 5 tahun 2019, oleh karena status
hukum terkait penyelenggaraan investasi Cryptocurrency pada dasarnya memiliki
aturan hukum karena investasi dilihat dari kegiatan investasi, sedang mata uang seperti
bitthcoin yang dijadikan transaksi sebagai alat pembayaran pada investasi
tersebut tidak memiliki aturan hukum.
Dkk, Putu Suindra Wiranata. (2020). Keamanan
Masyarakat sebagai konsumen dalam investasi Bitcoin di Indonesia. Makalah
Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Udayana.
Fresly Nandar Pabokory, Indah Fitri Astuti,
Awang Harsa Kridalaksana. (2018). �Implementasi �Kriptografi Pengamanan Data
Pada Pesan Teks, Isi File Dokumen Menggunakan Algoritma Advanced Encryption
Standard.� Jurnal Informatika Mulawarman, 10.
Gunawan, Johanes. (2009). Hukum
Perlindungan Konsumen. Bandung : Universitas Katolik Parahiayanganm.
Hakim, Abdul Aziz. (2011). Negara Hukum
dan demokrasi di Indonesia. Pustaka Pelajar.
Mahmud, Peter. (2016). Penelitian Hukum.
Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Mamuji, Soerjono Soekanto dan Sri. (2014). Penelitian
Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta : Rajawali Pers.
Mamuji, Sri. (2012). Metode Penelitian
dan penulisn hukum. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Hukum
Universitas Indonesia.
Muhaimin. (2020). Metode Penelitian
Hukum. Mataram NTB : Mataram University Press.
Nitisusastro, Mulyadi. (2012). ,
Perilaku Konsumen Dalam Perspektif Kewirausahaan. Cetakan Kesatu. Alfabeta,
Bandung.
Sinaga, Niru Anita. (2018). Pelaksanaan
Perlindungan Konsumen di Indonesia. Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara, 5.
Soekamto, Soerjono. (2014). Pengantar
Penelitian hukum. Jakarta : Universitas Indonesia.
Soekanto, Soerdjono. (2014). Pengantar
Penelitian Hukum. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia-Press.
Soemitro, Ronny Hanitijo. (2012). Metodologi
Penelitian Hukum dan Jurimentri. Ghlmia Indonesia. Jakarta.
Syamsiah, Nurfia Oktaviani. (2017). Kajian
Atas Cryptocurrency Sebagai Alat Pembayaran Di Indonesia. Indonesian Journal
On Networking And Security, 6.
Yodo, Ahmadi miru dan Sutarman. (2004). Hukum
Perlindungan Konsumen. Jakarta : PT Raja Grafindo.
Copyright holder: Shinta Yulia Sari, Juwita, Misbahul Huda (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed
under: |