Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849
e-ISSN:
2548-1398
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA TNI YANG MELAKUKAN PELANGGARAN DISIPLIN PRAJURIT TNI YANG DITUGASKAN DI KEMENTERIAN PERTAHANAN RI
Sucipto, Juwita, Misbahul Huda
Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Iblam, Indonesia
Email: [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Disiplin militer
atau prajurit TNI merupakan pokok utama dalam institusi
militer agar atasan dan masyarakat memandang prajurit TNI dengan baik. Sehingga, sangat wajib bagi prajurit
menjaga kedisiplinannya selalu dituntut untuk tidak melakukan
sekecil apapun perbuatan yang bertentangan, tidak menghancurkan alutsista (alat utama sistem senjata
TNI yang digunakan untuk kepentingan pertahanan negara)
dan tidak merugikan institusi TNI, negara, dan rakyat
Indonesia. Begitupun dengan
TNI yang ditugaskan� di Instansi pemerintah tentunya� terdapat aturan tersendiri ,� dalam hal penegakan
hukum terhadap prajurit TNI yang melakukan perbuatan melawan hukum yang melanggar Disiplin Prajurit TNI, salah satu intansi pemerintahan
tersebut adalah Kementerian
Pertahanan. Sehingga apabila terjadi perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh TNI maupun PNS Kemhan diatur pada Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 35 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penjatuhan Hukum Disiplin Bagi Pegawai Di Lingkungan Kementerian Pertahanan,
seperti salah pelanggaran disiplin prajurit yang dilakukan oleh seorang perwira menengah berinsial AL, terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana pengedaran
uang palsu. Rumusan Masalah: 1) Bagaimana Penegakan Hukum Terhadap� Anggota
TNI Yang Melakukan Pelanggaran
Disiplin Prajurit TNI Yang Ditugaskan Di Kementerian Pertahanan
RI?, 2) Bagaimana Penerapan
Sanksi Hukuman terhadap Anggota TNI Yang Melakukan Pelanggaran Disiplin Prajurit TNI ?. Jenis penelitian : Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian yuridis normative yaitu hukum dikonsepsikan sebagai norma, kaidah, asas atau
pun dogma.Penulis menyimpulkan
: Prosedur penegakkan hukumnya sedikit berbeda, hal ini
dikarenakan�
Kementerian Pertahanan adalah
instansi sipil sehingga tidak dapat menjatuhkan hukuman disiplin secara langsung kepada anggota militer yang melakukan tindak pidana peredaran
uang palsu yang dilakukan AL
sebagaimana diatur pada pasal 20 dan 21 Peraturan Menteri
Pertahanan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Tata cara penjatuhan hukuman disiplin bagi pegawai di lingkungan kementerian Pertahanan sehingga pada saat mendapatkan laporan tersebut Kementerian Pertahanan menyerahkan seorang anggotanya dan tetap memberikan bantuan hukum kepada
anggota militer� berinsial AL kepada Detasemen Polisi Militer Jakarta Raya Cijantung (Denpom Jaya/II Cijantung).
Kata Kunci: penegakan hukum; pelanggaran disiplin prajurit tni
Abstract
Military discipline or TNI soldiers is the main point in military
institutions so that superiors and the public view TNI soldiers well. Thus, it
is very obligatory for soldiers to maintain their discipline and always be
required not to do the slightest act that contradicts, not destroying defense
equipment (the main tool of the TNI weapon system used for the benefit of state
defense) and not harming the TNI institutions, the state, and the Indonesian
people. Likewise with the TNI assigned to government
agencies, of course there are separate rules, in terms of law enforcement
against TNI soldiers who commit acts against the law that violate the
Discipline of TNI Soldiers, one of the government agencies is the Ministry of
Defense. So that if there is an unlawful act committed by the TNI or civil
servants of the Ministry of Defense, it is regulated in the Minister of Defense
Regulation Number 35 of 2012 concerning Procedures for Imposing Disciplinary
Laws for Employees within the Ministry of Defense, such as a violation of
soldier discipline committed by a mid-level officer with the initials AL, it is
proven legally and convincingly commit a crime of circulating counterfeit
money. Problem Formulation:� 1) How is
Law Enforcement Against TNI Members Who Commit Discipline Violations of TNI
Soldiers Assigned to the Ministry of Defense of the Republic of Indonesia?, 2) How are Punishment Sanctions Implemented
against TNI Members Who Do Violations of Discipline of TNI Soldiers. The type
of research: The type of research that the author uses is normative juridical
research, namely the law is conceptualized as a norm, rule, principle or dogma.
The author concludes : Law enforcement procedures are slightly different, this
is because the Ministry of Defense is a civilian agency so it cannot impose
direct disciplinary penalties on military members who commit crimes against the
circulation of counterfeit money by the Navy as regulated in articles 20 and 21
of the Regulation of the Minister of Defense Number 21 of 2016 concerning The
procedure for imposing disciplinary penalties for employees within the Ministry
of Defense, so that when the Ministry of Defense received the report, the
Ministry of Defense handed over a member and continued to provide legal
assistance to members of the military with the initials AL to the Jakarta Raya Cijantung Military Police Detachment (Denpom
Jaya/II Cijantung).
Keywords: law enforcement; discipline
violations tni soldiers
Pendahuluan
Hukum dalam
tatanan kehidupan berbangsa bernegara, hukum mengatur dan diperlukan hampir pada semua perilaku aspek kehidupan bermasyarakat, karena hukum berasal dari
kehendak perilaku masyarakat (Dinar,
2012).
Menurut Meuwissen,
hukum memiliki ciri antara lain hukum itu untuk
bagian terbanyak ditetapkan oleh kekuasaan atau kewibawaan yang berwenang. Ini hampir selalu berupa
perlengkapan penguasa (overheids organ) dari suatu tatanan hukum
dan tatanan negara yang konkret.
Hukum itu berkaitan dengan tindakan-tindakan dan perilaku manusia yang dapat diamati. Dalam segi ini
hukum itu dibedakan dari etika. Untuk Etika suatu pertimbangan pribadi yang murni, intensi (niat) atau sikap memang
penting. Untuk itu hukum hal
ini baru akan terjadi (menjadi
penting), bila disposisi yang demikian itu diwujudkan dalam suatu perilaku
(atau pola perilaku konkret), Jadi hukum itu diantaranya
mengatur hubungan lahiriah antar manusia.
Peradaban masyarakat,
belum tentu hukum itu selalu
ditaati atau dipatuhi oleh seluruh warganegara Indonesia dari
segala kalangan termasuk salah satunya adalah Prajurit TNI, sehingga mengakibatkan
ada pelanggaran maupun kejahatan (tindak pidana-crime) yang dilakukan
secara perorangan, secara berkelompok, secara terorganisir, yang pada perbuatan atau tindakan dengan dalih atau bentuk
apapun melanggar ketentuan-ketentuan hukum, norma-norma lainnya yang berlaku
dalam kehidupan atau bertentangan dengan peraturan kedinasan, disiplin, tata
tertib di lingkungan masyarakat, pada hakekatnya merupakan perbuatan atau
tindakan�� yang melawan hukum, apabila
perbuatan atau tindakan tersebut dibiarkan terus, dapat
menimbulkan ketidaktentraman dalam masyarakat dan menghambat� pelaksanaan pembangunan di Indonesia.
Setiap
warganegara indonesia sama dihadapan hukum, begitupun dengan Prajurit Tentara
Nasional Indonesia, karena setiap perbuatan atau tindakan TNI yang melanggar
hukum disiplin, tata tertib, selain menimbulkan ketidaktentraman dalam
masyarakat dan menghambat� pelaksanaan
pembangunan di Indonesia juga menurunkan martabat dan kewibawaan� bagi prajurit TNI itu sendiri sehingga perlu
dengan cepat diambil tindakan hukum sebagaimana diatur dalam undang-undang
nomor 25 tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer, dan keputusan Panglima TNI
Nomor Kep/22/VIII/ 2005 tanggal 10 Agustus 2005. Keduanya mengatur hukum dan
peraturan disiplin prajurit, seorang prajurit melanggar aturan itu akan
mendapatkan sanksi (Rumadi,
2018a).
Setiap anggota
TNI harus tunduk dan taat terhadap ketentuan- ketentuan hukum yang berlaku bagi
militer yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (selanjutnya disebut KUHPM)
KUHPM di atur dalam Undang-Undang No 39 Tahun 1997, Kitab Undang Undang Hukum
Disiplin Militer (KUHDM), Peraturan Disiplin Militer (PDM) dan
peraturan-peraturan lainnya. Peraturan hukum Militer inilah yang� diterapkan kepada semua Prajurit TNI baik Tamtama,
Bintara, maupun Perwira yang melakukan suatu tindakan yang merugikan
kesatuan,� masyarakat umum dan negara
yang tidak terlepas dari peraturan lainnya�
yang berlaku juga bagi masyarakat umum (Sailellah,
2020).
Dalam Kehidupan
prajurit TNI mengenal adanya pelanggaran disiplin murni dan pelanggaran
disiplin tidak murni. Pelanggaran disiplin murni adalah setiap perbuatan yang
bukan tindak pidana tetapi bertentangan dengan kedinasan atau peraturan
kedinasan atau perbuatan yang tidak sesuai dengan tata kehidupan prajurit, maka
akibat pelanggaran tersebut akan dijatuhi hukuman disiplin prajurit.
Pelanggaran disiplin tidak murni adalah setiap perbuatan yang merupakan tindak
pidana, yang sedemikian ringan sifatnya sehingga dapat diselesaikan secara
hukum disiplin prajurit. Jenis hukuman disiplin yang berlaku bagi prajurit TNI
adalah: teguran, penahanan ringan dan penahanan berat. Sehingga dalam
institusi militer, persoalan kedisiplinan prajurit merupakan pokok utama atau
jati diri bagi militer yang tidak terpisahkan, sehingga secara yuridis tentang
disiplin dinormakan dalam bentuk peraturan perundang-undangan (Yekti,
2021).
Dalam sudut
pandang kemiliteran, disiplin merupakan pokok penting prajurit TNI dalam
kegiatan sehari-hari yang mempunyai dampak akan keberhasilan tugas pokok TNI.
Prajurit TNI patuh terhadap kedisplinan menunjukkan perilaku dan mental
prajurit TNI (Nurdin,
2020). Kedisiplinan
bagi anggota militer atau prajurit TNI merupakan suatu kewajiban dan pandangan
hidup yang harus terpenuhi tanpa bantahan, sebab penerapan disiplin ada saat
masa pendidikan dasar keprajuritan. Salah satu pembentukan disiplin dengan
memberikan pembinaan dan pengasuhan melalui intensitas kegiatan disertai
doktrin sebagai cara pembentukan disiplin bagi seorang prajurit (Sugistiyoko,
2017).
Disiplin militer
atau prajurit TNI merupakan pokok utama dalam institusi militer agar atasan dan
masyarakat memandang prajurit TNI dengan baik. Sehingga, sangat wajib bagi
prajurit menjaga kedisiplinannya selalu dituntut untuk tidak melakukan sekecil
apapun perbuatan yang bertentangan, tidak menghancurkan alutsista (alat utama
sistem senjata TNI yang digunakan untuk kepentingan pertahanan negara) dan
tidak merugikan institusi TNI, negara, dan rakyat Indonesia. Jadi nilai utama
dalam menegakkan peraturan disiplin militer adalah prajurit TNI mematuhi
kewajiban dan tidak melakukan larangan. Kewajiban militer merupakan suatu
perbuatan wajib ditaati dengan adanya kesadaran, kepatuhan, dan ketaatan
terhadap norma dan etika masyarakat berdasarkan peraturan perundangundangan.
Sedangkan larangan militer merupakan perbuatan yang tidak boleh dilanggar TNI
bukan termasuk perbuatan pidana, melainkan larangan yang bertentangan dengan
perintah dan peraturan kedinasan, baik kedinasan di lingkungan Markas Besar
Tentara Nasional Indonesia, Lingkungan TNI AD, TNI AU dan TNI AL, maupun
kedinasan anggota TNI yang ditugaskan di Instansi Pemerintahan yaitu
Kementerian/Lembaga/ Badan / Mahkamah Agung sebagaimana tercantum dalam
Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2016 Tentang
Tata Cara Dan Persyaratan Prajurit Tentara Nasional Indonesia Menduduki Jabatan
Aparatur Sipil Negara pada pasal 7 dan 8 yaitu:
Pasal 7
Jabatan ASN
tertentu pada Instansi Pemerintah yang dapat diisi oleh Prajurit TNI aktif
berdasarkan Undang-Undang, sebagai berikut:
a) Kementerian
Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan;
b) Kementerian
Pertahanan;
c) Sekretaris
Militer Presiden;
d) Badan
Intelijen Negara;
e) Lembaga
Sandi Negara;
f) Lembaga
Ketahanan Nasional;
g) Dewan
Pertahanan Nasional;
h) Badan
SAR Nasional;
i) Badan
Narkotika Nasional; dan
j) Mahkamah
Agung.
Pasal 8
Jabatan ASN
tertentu pada Instansi Pemerintah yang dapat diisi oleh Prajurit TNI aktif
berdasarkan Peraturan Presiden, antara lain:
a) Badan
Nasional Penanggulangan Bencana;
b) Badan
Nasional Penanggulangan Teroris; dan
c) Badan
Keamanan Laut
Berbicara mengenai
TNI yang ditugaskan� di Instansi
pemerintah tentunya� terdapat aturan
tersendiri dalam
hal penegakan hukum terhadap prajurit TNI yang melakukan perbuatan melawan
hukum yang melanggar Disiplin Prajurit TNI, salah satu intansi pemerintahan
tersebut adalah Kementerian Pertahanan.
Struktur
Kepegawaian Kementerian
Pertahanan terdapat 2 (dua) unsur pegawai yang merupakan bagian yang tak
terpisahkan yaitu:
1. Tentara
Nasional Indonesia yang terdiri dari Mabes TNI, TNI AD, TNI AL dan TNI AU
2. Pegawai
Negeri Sipil Kementerian Pertahanan
Sehingga apabila
terjadi perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh TNI maupun PNS Kemhan
diatur pada Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 35 Tahun 2012 tentang Tata Cara
Penjatuhan Hukum Disiplin Bagi Pegawai Di Lingkungan Kementerian Pertahanan
yang telah direvisi dengan� Peraturan
Menteri Pertahanan Nomor 31 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penjatuhan Hukum
Disiplin Bagi Pegawai Di Lingkungan Kementerian Pertahanan disamping aturan
lainnya yang mengakomodir peraturan TNI dan PNS Kemhan. Seperti yang terjadi
beberapa waktu� yang lalu di sekitaran
Tahun 2017, seorang Prajurit TNI berpangkat Perwira Menengah yang ditugaskan di
Kementerian Pertahanan melakukan perbuatan Tindak Pidana pengedaran uang palsu
sebesar Rp. 300.000,- terbilang : Tiga Ratus Juta Rupiah, Perwira menengah
tersebut di tangkap oleh Polisi di parkiran Rumah sakit UKI Cawang
Jakarta, bersamaan dengan menangkap seorang warga sipil berinisial
M yang diduga sebagai pengedar. M ditangkap di parkiran Rumah Sakit UKI Cawang dan Polisi menemukan barang bukti uang palsu sebanyak 3.000 lembar pecahan Rp100 ribu. M mengaku mendapatkan uang palsu itu dari
Perwira Menengah tersebut yang juga ada di tempat kejadian perkara. Atas kejadian tersebut Pewira menengah yang berinsial �AL: langsung di serahkan ke POM TNI untuk selanjutnya untuk diperiksa dan di proses.
Tindak Pidana
Pengedaran uang palsu yang dilakukan �AL� tentunya sangat mencemarkan nama baik Kementerian Pertahanan dan� juga TNI khususnya TNI AD, yang seharusnya
seorang perwira menengah menjadi contoh tauladan tetapi malah melakukan
perbuatan yang tidak patut untuk contoh
apalagi ditauladani, atas perbuatannya tersebut terdakwa AL berdasarkan Putusan Pengadilan Militer Tingkat II
Jakarta Nomor 02-K/PTM-II/AD/I/2017 di berikan sanksi pidana penjara selama 8 (delapan) bulan.
Dalam penelitian� ini bukan dilihat dari
putusan pidananya tetapi penegakan hukum yang dilakukan oleh
Kementerian Pertahanan terhadap
adanya pegawai Kemhan dalam hal
ini Prajurit TNI berpangkat Perwira Menengah berinsial AL yang melakukan Tindak Pidana Pengedaran uang Palsu, hal ini
dikarenakan Prajurit tersebut berada dibawah naungan Mabes TNI Angkatan darat, yang penegakan hukumnya menyesuaikan di lingkungan Kementerian
Pertahanan dan selanjutnya pelimpahan proses di serahkan ke POM TNI.
Berdasarkan hal
tersebut di atas maka penulis akan
mendalami lebih lanjut kedalam bentuk tesis dengan
judul �Penegakan Hukum Terhadap Anggota Tni Yang
Melakukan Pelanggaran Disiplin Prajurit Tni Yang Ditugaskan Di Kementerian Pertahanan
RI�
Metode Penelitian
A. Bentuk Penelitian
Menggunakan
bentuk Penelitian Perspektif, merupakan pandangan
penulis dilihat berdasarkan beberapa teori para ahli atau orang lain yang telah melakukan penelitian dengan objek atau teori
yang sama yang dapat dijadikan rujukan terhadap
penelitian ini (Soekanto,
2007).
B.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian
yang penulis gunakan adalah penelitian yuridis normative (Soemitro,
1990) yaitu hukum
dikonsepsikan sebagai norma, kaidah, asas atau pun dogma. Adapun pendekatan
masalah yang dipergunakan peneliti dalam membahas masalah yang berkenaan dengan penyalahgunaan wewenang
jabatan dilihat dari aspek korupsi dengan pendekatan
yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif yaitu suatu metode yang digunakan
untuk mengolah data sekunder, yaitu dokumen yang terdiri sebagai berikut : (Soekamto,
2014) Menurut
Soerjono Soekanto penelitian Yuridis hukum Normatif tidak diperlukan penyusunan atau perumusan hipotesa. Mungkin suatu hipotesa
kerja� diperlukan, yang biasanya mencakup sistematika kerja dalam proses penelitian (Soekamto,
2014). Dengan Tipe
penelitian yang digunakan peneliti adalah diskriptif analitis (Mamudji,
Rahardjo, Supriyanto, Erni, & Simatupang, 2005), yaitu suatu penelitian yang bertujuan menggambarkan secara tepat
sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok
tertentu, atau untuk
menentukan frekuensi suatu gejala, menggambarkan
tentang masalah-masalah yang terjadi pada penegakan hukum.
C. Sumber Data
Sumber
data yang digunakan dalam �penelitian
ini adalah sumber data dari jenis data
sekunder yaitu data yang digunakan untuk menjawab permasalahan yang ada dalam
penelitian ini melalui studi kepustakaan (Soekanto,
2006) Diantaranya
adalah:
1. Bahan hukum
primer
Bahan
hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif yang artinya
mempunyai otoritas. Dalam hal ini bahan hukum primer terdiri peraturan
perundang-undangan, catatan-catatan resmi, atau risalah dalam pembuatan
peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim (Mahmud,
2016),
diantaranya� sebagai berikut:
a. �Undang Undang Dasar� Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b. Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia
c. �Undang-Undang Nomor 25 tahun 2014
Tentang Hukum Disiplin Militer
d. Permenhan
Nomor 14 Tahun 2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertahanan
e. �Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 35
Tahun 2012 Tentang Tata Cara� Penjatuhan
Hukuman Disiplin Pegawai di Lingkungan Kementerian Pertahanan
2. Bahan Hukum Sekunder
Bahan dan informasi
yang penulis peroleh secara tidak langsung,
yakni melalui data dan dokumen yang telah tersedia pada instansi atau lembaga tempat
penelitian penulis. Adapun sumber data yang penulis peroleh berasal dari peraturan perundang-undangan, pendapat pakar hukum, serta
laporan yang ada
3. Bahan Hukum Tertier
Suatu kumpulan
dan kompilasi sumber primer
dan sumber sekunder. Contoh sumber tersier
adalah bibliografi, katalog perustakaan, ensiklopedia dan daftar bacaan. Ensiklopedia dan buku bacaan adalah contoh
bahan yang mencakup baik sumber sekunder
maupun tersier, menyajikan pada satu sisi komentar dan analisis, dan pada sisi lain mencoba menyediakan rangkuman bahan yang tersedia untuk suatu topik. Sebagai
contoh, artikel yang panjang di Encyclopedia Britannica jelas merupakan bentuk bahan analisis
yang merupakan karakteristik
sumber sekunder. Di samping itu, mereka
juga berupaya menyediakan pembahasan komprehensif yang menyangkut sumber tersier.
D.
Teknik Analisis
Data
Hasil penelitian tesis �ini disimpulkan
dari hasil penelitian yang sudah terkumpul dan dipergunakan metode analisis normative kualitatif. Normatif karena penelitian ini bertitik tolak
dari peraturan-peraturan
yang ada sebagai norma hukum positif,
sedangkan Kualitatif dimaksudkan� analisis
data yang bertitik tolak
pada usaha-usaha penemuan asas-asas dan informasi-informasi
yang bersifat ungkapan monografis dari responden. Kemudian dalam penarikan
kesimpulan menngunakan �metode deduktif� yaitu suatu metode
yang menarik kesimpulannya diawali dari pernyataan
yang bersifat umum (contohnya peraturan perundang-undangan) menuju kearah pernyataan yang bersifat khusus, dilakukan dengan cara menganalisis pengertian atau teori umum. Selain itu
dalam mengumpulkan data dan bahan-bahan, penulis menggunakan teknik
pengumpulan data yaitu Studi Kepustakaan (Library Research), yang artinya Teknik
pengumpulan data melalui kepustakaan dengan menelaah data sekunder,
yaitu terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan
hukum tersier yaitu data yang diperoleh dalam peraturan
perundang-undangan, buku teks, jurnal, hasil penelitian ensiklopedi,
biograpi dan lainnya yang dapat membantu dalam penulisan �proposal tesis ini.
E.
Lokasi
Penelitian
Lokasi
Penelitian merupakan objek dimana penelitian tesis ini dilakukan. Penentuan
lokasi dalam penelitian dimaksudkan untuk mempermudah atau memperjelas lokasi
yng menjadi sasaran penulis dalam penelitian tesis ini, untuk itu lokasi
penelitian di lakukan di wilayah DKI Jakarta khususnya di Kementerian
Pertahanan RI.
F. Jadwal Penelitian
Waktu
pelaksanaan Penelitian dilaksanakan dalam waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak
Januari 2022 sampai dengan April 2022, sejak diajukannya proposal tesis sampai dengan
memperoleh hasil dari penelitian kemudian disusun dalam bentuk penelitian tesis.
Hasil dan Pembahasan
A. Penegakan Hukum Terhadap Anggota TNI Yang
Melakukan Pelanggaran Disiplin Prajurit TNI Yang Ditugaskan Di Kementerian
Pertahanan RI
1. Gambaran
Singkat� Pegawai Kementerian Pertahanan
Kementerian
Pertahanan� yang selanjutnya disingkat
dengan Kemhan adalah unsur pelaksanaan pemerintah� di bidang pertahanan, untuk membantu Presiden
dalam pemyelenggaraan Pemerintahan negara, yang bermarkas di Jalan Medan
Merdeka Barat No.
13 � 14 Jakarta
Pusat, dalam struktur Kepegawaian Kementerian Pertahanan terdiri dari 2 (dua)
unsur pegawai yaitu:
a. �Pegawai Negeri Sipil Kementerian
Pertahanan selanjutnya disebut PNS Kemhan adalah Pegawai Negeri Sipil yang
bekerja atau ditugaskan di lingkungan Kemhan dan TNI yang pengangkatannya,
pemindahan dan pemberhentiannya merupakan kewenangan pejabat pembina
kepegawaian.
b. Tentara
Nasional Indonesia� selanjutnya disebut
TNI yang terdiri dari 3 (tiga) Matra yaitu TNI AD, TNI AL dan TNI AU yang
ditugaskan di Kementerian Pertahanan namun induk dari TNI adalah Markas Besar
Tentara Nasional Indonesia, yang berdasarkan keputusan
pejabat berwenang diangkat dalam suatu jabatan atau ditugaskan dan bekerja
secara penuh pada satuan organisasi di lingkungan Kementerian Pertahanan.
Susunan
Organisasi kemhan sebagaimana diatur pada pasal 5 Permenhan No. 14 Tahun 2019
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertahanan terdiri atas :
a. �Sekretariat Jenderal;
b. Inspektorat
Jenderal;
c. �Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan;
d. Direktorat
Jenderal Perencanaan Pertahanan;
e. �Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan;
f. �Direktorat Jenderal Kekuatan Pertahanan;
g. Badan
Sarana Pertahanan;
h. Badan
Penelitian dan Pengembangan;
i. �Badan Pendidikan dan Pelatihan;
j. �Badan Instalasi Strategis Pertahanan;
k. Staf
Ahli Bidang Politik;
l. �Staf Ahli Bidang Ekonomi;
m. Staf
Ahli Bidang Sosial;
n. Staf
Ahli Bidang Keamanan;
o. Pusat
Pelaporan dan Pembinaan Keuangan Pertahanan;
p. Pusat
Kelaikan;
q. Pusat
Data dan Informasi;
r. �Pusat Rehabilitasi; dan
s. �Kantor Wilayah Kementerian Pertahanan
2. Kronologis
Singkat Pelanggaran Disiplin Prajurit TNI yang di tugaskan di Kementerian
Pertahanan
Bahwa
telah terjadi pelanggaran disiplin prajurit TNI berupa� tindak pidana yang dilakukan oleh seorang
Prajurit TNI berpangkat Perwira Menengah yang ditugaskan di Kementerian
Pertahanan melakukan pengedaran uang palsu sebesar Rp. 300.000,- terbilang :
Tiga Ratus Juta Rupiah, Perwira menengah tersebut di tangkap oleh Polisi di
parkiran Rumah sakit UKI Cawang Jakarta, bersamaan dengan menangkap seorang
warga sipil berinisial M yang diduga sebagai pengedar. M ditangkap di parkiran Rumah Sakit UKI Cawang dan Polisi menemukan
barang bukti uang palsu sebanyak 3.000 lembar pecahan Rp100 ribu. M mengaku mendapatkan uang palsu itu dari Perwira Menengah
tersebut yang
juga ada di tempat kejadian perkara. Atas
kejadian tersebut Pewira menengah yang berinsial �AL: langsung di serahkan ke
POM TNI untuk selanjutnya untuk diperiksa dan di proses.
Tindak
Pidana Pengedaran uang palsu yang dilakukan �AL� tentunya sangat mencemarkan
nama baik Kementerian Pertahanan dan�
juga TNI khususnya TNI AD, yang seharusnya seorang perwira menengah
menjadi contoh tauladan tetapi malah melakukan perbuatan yang tidak patut
untuk contoh apalagi ditauladani, atas perbuatannya tersebut terdakwa AL
berdasarkan Putusan Pengadilan Militer Tingkat II Jakarta Nomor
02-K/PTM-II/AD/I/2017, Hakim militer memutuskan sebagai berikut:
1. Menyatakan Terdakwa
R. AGUS LISTYOWARNO KOLONEL INF NRP 29660 terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana : (Pengedaran uang palsu
yang dilakukan secara bersama-sama)
2. Memidana Terdakwa
oleh karena itu dengan :
a. Pidana : Penjara
selama 8 (Delapan) bulan. Dikurangkan selama Terdakwa �berada
dalam penahanan.
b. Denda : Sebesar
Rp.50.000.000,- (Lima puluh juta
rupiah). Dengan ketentuan apabila denda tersebut
tidak mampu dibayar oleh Terdakwa maka pidana denda
diganti dengan pidana kurungan selama 2 (Dua) bulan.
3. Menetapkan barang
bukti berupa :
a. �Barang-barang :
1) 500 (lima ratus) lembar uang kertas palsu pecahan Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah).
2) 2 (dua)
lembar uang dollar Amerika pecahan
$ 100 (seratus dollar AS) warna
hitam hanya tampak bagian luarnya.
3) 54 (lima puluh empat) lembar
kertas warna hitam Dirampas untuk dimusnahkan.
4) 1 (satu)
unit Mobil Toyota Vios warna
hitam metalik Noreg 31116-03 berikut dengan 1 (satu) kunci kontaknya.
5) 1 (satu)
lembar Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNKB) No.
3141725 No. Resister B 1270 RFH.
6) 1 (satu)
lembar Surat Tanda Nomor (Registrasi) Kendaraan Bermotor yang dikeluarkan oleh
Kementerian Pertahanan Sekretariat
Jenderal. Dikembalikan kepada Kemhan RI.
7) 1 (satu)
buah ID Card an. Kolonel Inf R. Agus
Listyowarno.
8) 1(satu)
unit telepon genggam merk
Samsung Duos No. Imei 352414/06234887/2 model G7102 warna hitam milik
Kolonel Inf R. Agus Listyowarno.
Dikembalikan kepada
Terdakwa.
b. Surat-surat :
� 11 (sebelas)
lembar Surat Bank Indonesia (BI) No.
18/27/DPU-GKPU-Div3/Lap tanggal 23 Juni tentang hasil
penelitian dan analisa
laboratories uang rupiah. Tetap dilekatkan
dalam berkas perkara.
4. Menetapkan biaya
perkara dibebakan kepada Terdakwa sebesar Rp.25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah).
Putusan
Pengadilan Militer Tingkat II Jakarta Nomor 02-K/PTM-II/AD/I/2017 terlah
berkekuatan hukum tetap atau inkrah karena terdakwa AL tidak mengajukan banding
dan tetap menerima putusan tersebut.
Selanjutnya
terdakwa AL menjalani hukuman yang selanjutnya dikembalikan kepada ankumnya
yaitu Mabes TNI dan terdakwa AL tidak ditugas kembali di Kementerian Pertahanan
RI karena semenjak proses perkara tersebut, AL telah dikembalikan kedinasannya
ke Mabes TNI, sebagai induk dari TNI.
Meskipun
Terdakwa AL adalah seorang Prajurit TNI namun bila melakukan tindak pidana dan
terbukti akan tetap diproses, tak ada TNI yang kebal terhadap hukum. Sebagai
seorang perwira menengah seharus terdakwa AL menjadi contoh tauladan bagi anggota
TNI lainnya, memiliki disiplin tinggi dan tertib hukum, mengutamakan
kepentingan negara dan masyarakat diatas kepentingan pribadi� dan golongan serta meneladani sumpah prajurit
dan 8 (delapan) wajib TNI.
3. Analisis Penegakan Hukum
Anggota TNI
Dalam
hal prajurit yang melakukan tindak pidana�
tentunya telah melanggar disiplin prajurit TNI, dalam disiplin� menghendaki sanksi yaitu kepastian dan
keharusan, maksudnya adalah bahwa bagi anggota TNI yang melanggar dan
mengabaikan peraturan yang telah ditetapkan akan menerima tindakan dan sanksi.
Sikap
disiplin dari suatu prajurit atau pasukan tidak selalu dalam keadaan konstan
atau stabil, akan tetapi berubah disebabkan beberapa faktor yang mempengaruhi.
Oleh karena itu kedisiplinan bagi seorang prajurit� harus seringkali ditinjau untuk dianalisis
serta dievaluasi agar senantiasa sikap disiplin bagi prajurit terus melekat.
Dalam menyikapi hasil yang telah dievaluasi ketika ditemukan adanya kekurangan
atau penurunan kualitas kedisiplinan akan disikapi melalui pembinaan disiplin
melalui penegakan hukum untuk menjaga kualitas sikap disiplin yang setiap saat
harus dijaga (Rumadi,
2018b).
Bentuk
penegakkan hukum berupa Peraturan merupakan pedoman bagi perilaku anggota TNI
untuk menciptakan dan mewujudkan lingkungan kerja yang kondusif. Segala
pelanggaran yang dilakukan prajurit baik sengaja maupun tidak disengaja
terhadap hukum dan atau peraturan disiplin prajurit dan atau melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan sendi-sendi kehidupan prajurit yang
berdasarkan Sapta Marga dan Sumpah Prajurit atau melanggar aturan kedinasan, merugikan
organisasi dan kehormatan prajurit, ketidak disiplinan prajurit� akan berpengaruh terhadap etos kerja /
kinerja satuan. Jenis
pelanggaran hukum disiplin militer terdiri atas :
a. �segala perbuatan yang bertentangan
dengan perintah kedinasan
b. peraturan
kedinasan
c. �perbuatan yang tidak sesuai dengan tata tertib
militer
d. perbuatan
yang melanggar peraturan perundangundangan pidana umum
Berdasarkan
tersebut terkait dengan tindak pidana pengedaran uang palsu yang dilakukan� terdakwa AL telah memenuhi unsur pelanggaran
disiplin TNI, selain itu tindak pidana pengedaran uang palsu dalam pelanggaran
disiplin TNI termasuk tindak pidana militer campuran ( germengde militaire delict) adalah tindak pidana mengenai perkara
koneksitas artinya suatu tindak pidana yang dilakukan secara bersama-sama
antara sipil dan militer dan hal ini didasarkan sebagaimana diatur pada Kitab
Undang Undang Hukum Pidana Militer dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Tidak
itu saja, tindak� pidana militer campuran
adalah suatu perbuatan yang terlarang yang sebenarnya sudah ada peraturannya,
hanya perbuatan tersebut berada dalam peraturan perundang-undangan yang lain,
sedangkan terkait ancaman hukumannya terlalu ringan apabila perbuatan tersebut
dilakukan oleh seorang militer, untuk itu perbuatan yang sudah diatur oleh
undang-undang yang lain, diatur kembali dalam kitab Undang Undang Hukum Pidana
Militer atau yang
disebut dengan KUHPM disertai ancaman hukumannya yang lebih berat, disesuaikan
dengan kekhasan militer.
Kemudian
pada saat kejadian perkara, AL tertangkap tangan oleh pihak kepolisian karena
peredaran uang palsu, sehingga pada saat mendapatkan laporan tersebut Kementerian Pertahanan menyerahkan seorang anggotanya dan
tetap memberikan bantuan hukum kepada anggota militer� berinsial AL kepada Detasemen
Polisi Militer Jakarta Raya Cijantung
(Denpom Jaya/II Cijantung)
Jakarta Timur. Hal ini karena Penegakan hukum pidana militer sebagai
unsur utama dan unsur paling awal yang berhadapan dengan kejahatan, pelaku
kejahatan dan melaksanakan
penanggulangan kejahatan adalah polisi militer karena merupakan salah satu
fungsi pemeliharaan dilingkungan TNI (Silitonga,
2015).
Sebagaimana disampaikan oleh pejabat sebelumnya pada cnnindonesia.com yaitu Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemhan Brigjen TNI Jundan Eko Bintoro mengatakan:
Bahwa AL �selama
ini menjabat sebagai salah satu Kepala Subdirektorat di Kemhan. Kemhan
akan memberikan bantuan hukum kepada
yang bersangkutan.
selain itu AL �masih
berada di bawah naungan Mabes TNI Angkatan Darat, selanjutnya Institusinya menyerahkan AL kepada Denpom
Cijantung karena lokasi penangkapannya dekat dengan Denpom,
di sekitar Rumah Sakit Universitas Kristen Indonesia Jakarta Timur.
Detasemen Polisi Militer merupakan salah satu bagian dari POM (Polisi Militer) aadalah satuan
militer yang mempunyai tugas menyelenggarakan pemeliharaan, penegakan disiplin
hukum dan tata tertib di lingkungan militer suatu negara dalam rangka mendukung
tugas pokok militer untuk menegakan kedaulatan negara. Selain Polisi Militer
mempunyai tugas sebagai penegak hukum, sebagai pengaman wilayah khusus, penegak
tata tertib atau disiplin dan penyelidik kejahatan dan pelanggaran bagi anggota
Militer. Polisi Militer juga bertugas sebagai
pelaksana pengawalan khusus seperti pengawalan terhadap Presiden, wakil
presiden dan pihak pihak khusus pemerintah lainnya, diantara tugas tugas pokok
polisi militer juga bertugas sebagai pengaman instalasi, pelindung pribadi
perwira militer senior, pengaturan dan penjagaan tahanan perang dan tahanan militer,
pengendalian lalulintas khusus dan pengatur rute perjalanan yang berhubungan
dengan militer dan sipil (Hariri, 2014).
Polisi Militer dilingkungan TNI terdapat 3 (tiga) Korps polisi militer
yaitu:
a. �Polisi Militer Angkatan
Darat yang disingkat dengan POMAD
b. Polisi Militer Angkatan Laut� yang
disingkat dengan POMAL
c. �Polisi Militer Angkatan
Udara yang disingkat dengan POMAU
Karena Anggota militer yang melakukan tindak pidana peredaran uang palsu
yang bertugas di kementerian Pertahanan berinsial AL berada dibawah lingkungan
TNI Angkatan Darat, maka proses dilimpahkan kepada POMAD, namun POMAD memiliki
satuan kerja dibawahnya di jajaran TNI angkatan Darat� salah satunya adalah POMDAM Jaya atau Polisi
Militer Kodam Jaya yang mempunyai satuan kerja dibawahnya lagi yaitu Detasemen
di jajaran Kodam Jaya, sehingga� dalam
hal ini satuan terdekat pada saat terjadi tangkap tangan adalah� berada di wilayah hukum militer Denpom Jaya 2 Cijantung yaitu di sekitar Rumah Sakit
Universitas Kristen Indonesia Jakarta Timur.
Denpom Jaya 2 Cijantung dalam memproses penegakan hukum terhadap anggota
militer berinsial AL yang melakukan tindak pidana peredaran uang palsu
berdasarkan ketentuan pasal 71 dan 77 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang
Peradilan militer yang menyatakan:
Pasal 71
1) Penyidik dalam� melakukan� penyidikan� terhadap� suatu� peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang atau diduga sebagai
Tersangka, mempunyai wewenang:
a. menerima�� laporan�� atau�� pengaduan ��dari�� seseorang�� tentang terjadinya suatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana;
b. melakukan tindakan pertama pada saat dan di tempat kejadian;
c. mencari keterangan dan barang bukti;
d. menyuruh berhenti seseorang yang diduga sebagai Tersangka dan memeriksa tanda pengenalnya;
e. melakukan penangkapan, penggeledahan, penyitaan, dan �pemeriksaan
surat-surat;
f. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
g. memanggil� sesorang� untuk� didengar� dan� diperiksa sebagai Tersangka atau Saksi;
h. meminta bantuan pemeriksaan seorang ahli atau mendatangkan
orang� ahli�� yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
i. mengadakan tindakan lain menurut hokum yang bertanggungjawab.
Pasal 77
1) Pelaksanaan tugas penangkapan� dilakukan
oleh penyidik� atau anggota Polisi Militer atau anggota bawahan
Atasan yang Berhak Menghukum yang� bersangkutan dengan memperhatikan surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas Tersangka, menyebutkan alasan penangkapan, uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan,
dan tempat ia diperiksa.
2) Dalam hal tertangkap tangan penangkapan dilakukan tanpa surat perintah,
dengan ketentuan bahwa� penangkapan�� harus�� segera menyerahkan Tersangka beserta barang bukti yang ada kepada Penyidik yang terdekat.
3) Tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada keluarganya segera sesudah penangkapan dilakukan.
4) Sesudah penangkapan dilaksanakan, Penyidik wajib segera melaporkan
kepada Atasan yang Berhak Menghukum yang bersangkutan
B. Penerapan Sanksi Hukuman terhadap Anggota TNI Yang
Melakukan Pelanggaran Disiplin Prajurit TNI
1. Hubungan
Hukum antara Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan Kitab
Undang-Undang Hukum pidana terkait tindak pidana peredaran uang palsu
Hukum
pidana umum pada dasarnya berlaku untuk semua masyarakat Indonesia tidak
terkecuali bagi TNI, sehingga apabila terdapat anggota militer yang melakukan
tindak pidana, berlaku ketentuan ketentuan hukum pidana umum, tetapi� bagi TNI terdapat ketentuan ketentuan yang
menyimpang dari ketentuan ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) yang khusus yang hanya diberlakukan bagi TNI, dan ketentuan yang
khusus tersebut diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM).
Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) merupakan hukum yang khusus bagi TNI
karena kekhususan itu maka terjadi pengurangan, penambahan atau penyimpangan
dari ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Adapun
ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang dikatakan menyimpang
dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) adalah mengenai
penyertaaan, diantaranya.
a. �Pasal 72 KUHPM tentang peniadaan pidana
pada peserta
b. Pasal 78
(1) ke 3 dan ke 4, pasal 88 (1) ke 2, pasal 103 (3) ke 3, pasal 142 (2),
ketentuan mengenai pemberatan pidana
c. �Pasal 75 (2) gabungan dengan penyertaan
d. Pasal 65
(pemberontakan militer), pasal 108, pasal 113 yang masing masing merupakan
tindak pidana tersendiri.
Sebagaimana telah
dijelaskan bahwa� Hukum Pidana� militer (dalam arti material dan formal) adalah
bagian dari hukum positif, yang berlaku bagi justisiabel
peradilan militer, yang menentukan dasar-dasar dan peraturan-peraturan tentang tindakan-tindakan yang merupakan larangan dan keharusan serta terhadap pelanggarnya diancam dengan pidana, yang� menentukan dalam hal� apa� dan� bilamana pelanggar dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang menentukan� juga cara penuntutan, penjatuhan pidana dan pelaksanaan pidana, demi tercapai- nya keadilan
dan ketertiban hukum. Dengan perkataan� lain� apabila� ditinjau� dari� sudut justisiabel, dalam hal ini
militer (dan yang dipersamakan)
maka Hukum Pidana Militer adalah�� salah��
satu��
Hukum Pidana��
yang secara�
khusus� berlaku� bagi� militer� (dan yang dipersamakan) di samping berlakunya Hukum Pidana lainnya (umum dan khusus dalam� arti� pembagian� pertama� tersebut, sehingga dapat dipahami bahwa� karena yang berlaku bagi seseorang militer (atau justisiabel
peradilan militer) bukan saja hanya
Hukum Pidana Militer, melainkan juga Hukum Pidana Umum dan ketentuan-ketentuan dalam Hukum Pidana Umum (yang pada dasarnya digunakan juga oleh Hukum Pidana Militer dengan beberapa pengecualian), maka para penegak hukum terutama yang berkecimpung dalam� badan-badan peradilan
militer harus menguasai baik ilmu Hukum Pidana Umum maupun ilmu
Hukum Pidana Militer.
Untuk
itu terkait dengan tindak pidana peredaran uang palsu� dan sanksi yang dilakukan oleh anggota TNI
berinsial AL pada dasarnya� diatur pada
Kitab Undang Undang Hukum Pidana dan Undang-undang lainnya yaitu Undang-Undang
No 7 Tahun 2011 tentang Mata uang, dijelaskan sebagai berikut:
Pasal 245 KUHP menyatakan
:
�bahwa barang
siapa dengan sengaja mengedarkan mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh
Negara atau Bank sebagai mata uang atau uang kertas asli dan tidak dipalsu, padahal ditiru atau dipalsu olehnya
sendiri, atau waktu diterima diketahuinya bahwa tidak asli atau
dipalsu, ataupun barang siapa menyimpan atau�� memasukkan ke Indonesia� mata uang dan uang kertas yang demikian, dengan maksud untuk mengedarkan
atau menyuruh mengedarkan sebagai uang asli dan tidak dipalsu, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima belas tahun�
Pasal 26 ayat
(3) Undang-Undang No 7 Tahun 2011 tentang Mata uang, menyatakan
:
�Setiap orang dilarang
mengedarkan dan/atau membelanjakan rupiah yang diketahuinya
merupakan rupiah palsu. Hal
ini juga diatur dalam Pasal.�
Pasal 36 ayat
(1) Undang-Undang No 7 Tahun 2011 tentang Mata uang, menyatakan
:
�Setiap orang yang memalsu Rupiah dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah)�.
Sedangkan
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer tidak dijelaskan secara terinci
aturan yang mengatur tentang tindak pidana peredaran uang palsu yang dilakukan
oleh anggota TNI, tetapi dalam hukum pidana militer mengatur tentang jenis
tindak pidana militer karena terdapat perbedaan delik delik pada tindak pidana
umum berhadapan dengan tindak pidana khusus.
Tindak
Pidana Militer sebagaimana diatur pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer
terdapat 2 (dua) jenis tindak pidana militer yaitu:
a. �Tindak Pidana Militer Murni (zuivermilitairedelict)
Suatu terlarang atau diharuskan yang pada prinsipnya hanya mungkin� dilanggar oleh seorang militer, karena keadaannya yang bersifat khusus
atau karena suatu kepentingan militer menghendaki tindakan tersebut ditentukan sebagai tindak pidana.
Kalimat �pada prinsipnya�,
dalam uraian-uraian tindak pidana
teradapat perluasan subjek-militer tersebut. Contoh tindak pidana militer
murni antara� lain adalah :
1) Seorang
militer yang dalam keadaan perang dengan sengaja menyerahkan seluruhnya atau
sebahagian dari suatu pos yang diperkuat kepada
musuh�� tanpa ada usaha
mempertahankan sebagaimana dituntut/diharuskan dari padanya (ps. 73 KUHPM)
2) Kejahatan desersi
(ps-87KUHPM)
3) Meninggalkan pos penjagaan
(ps-118 KUHPM)
b. Tindak pidana
militer campuran (gemengdemilitairedelict)
Suatu tindakan terlarang
atau diharuskan yang pada pokoknya sudah ditentukan dalam perundang- undangan lain, akan tetapi
diatur lagi dalam KUHPM (atau dalam Undang-Undang Hukum Pidana Militer lainnya) karena adanya sesuatu keadaan yang khas� militer� atau karena adanya sesuatu
sifat yang lain, sehingga diperlukan ancaman pidana yang �lebih� berat, bahkan� mungkin lebih berat dari
ancaman pidana pada kejahatan semula dengan pemberatan tersebut�� dalam pasal 52 KUHP.
Alasan pemberatan
tersebut, adalah karena ancaman
pidana dalam Undang-Undang Hukum Pidana Umum itu dirasakan
kurang memenuhi keadilan, mengingat hal-hal khusus yang melekat pada seseorang militer. Misalnya: seseorang militer sengaja dipersenjatai untuk menjaga keamanan, malahan
justru dia mempergunakan senjata tersebut untuk memberontak; para militer� ditempatkan
dalam suatu chambre tanpa dibatasi oleh tembok/dinding karena pada mereka telah dipupukkan
rasa korsa (corps
geest) akan tetapi justru salah satu dari mereka
melakukan pencurian di
chamber tersebut.
Selanjutnya Militer
sebagai subjek dari tindak pidana
seseorang militer termasuk subjek tindak pidana umum
dan juga subjek dari tindak pidana militer.
Dalam hal terjadi suatu �tindak pidana militer
campuran� (gemengdemilitairedelict), militer tersebut secara berbarengan adalah subjek dari tindak
pidana umum dan tindak pidana militer
yang juga berbarengan (eendaadsesamenloop, concursusidealis).
Apabila diperhatikan ketentuan ps. 1 ayat (2) KUHP
yang pada prinsipnya �menghendaki�
penerapan ketentuan pidana� yang�
menguntungkan bagi tersangka, dalam hal tersebut di atas tentunya dikehendaki
penerapan tindak pidana umum yang ancaman pidana lebih ringan.� Akan� tetapi� ps.� 63
KUHP menentukan lain yaitu:
penerapan ketentuan pidana pokok yang paling berat (ayat pertama),
atau penerapan ketentuan pidana yang khusus (ayat kedua).
Karena khusus (tersendiri)
adalah antara lain pemberatan ancaman pidana, maka dalam
hal terjadi suatu delik militer
campuran, yang diterapkan adalah ketentuan pidana yang tercantum dalam KUHPM, sesuai ketentuan ps. 63 KUHP (Putra,
2013).
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa hubungan hukum antara Hukum Pidana Militer
dengan Hukum Pidana umum adalah bahwasanya seluruh anggota
TNI baik TNI AD, TNI AL maupun TNI AU berlaku diterapkan apabila terdapat
anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum, namun demikian Hukum Pidana Militer
tetap melekat, sepanjang anggota TNI masih aktif.
Oleh
karena itu kekhususan hukum pidana
Militer tidak dapat dilepaskan dari sifat dan hakekat anggota Militer itu sendiri
yang bersifat khusus, sehingga hukum pidana Militer bisa saja menyimpang
dari azas-azas hukum pidana umum,
penyimpangan tersebut antara lain menyangkut sanksi pidana yang berbeda dengan stelsel pemidanaan yang lazim berlaku bagi
masyarakat umum.
Kesimpulan
1. Penegakan
Hukum Terhadap Anggota
TNI Yang Melakukan Pelanggaran Disiplin Prajurit TNI Yang Ditugaskan Di
Kementerian Pertahanan RI sebagai berikut:
a. Bahwa
bentuk penegakkan hukum berupa Peraturan merupakan pedoman bagi perilaku
anggota TNI untuk menciptakan dan mewujudkan lingkungan kerja yang kondusif.
Segala pelanggaran yang dilakukan prajurit baik sengaja maupun tidak disengaja
terhadap hukum dan atau peraturan disiplin prajurit dan atau melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan sendi-sendi kehidupan prajurit yang
berdasarkan Sapta Marga dan Sumpah Prajurit atau melanggar aturan kedinasan,
merugikan organisasi dan kehormatan prajurit, ketidak disiplinan prajurit� akan berpengaruh terhadap etos kerja /
kinerja satuan.
b. Bahwa
pada saat kejadian perkara, AL tertangkap tangan oleh pihak kepolisian karena
peredaran uang palsu, sehingga pada saat mendapatkan laporan tersebut Kementerian Pertahanan menyerahkan seorang anggotanya dan
tetap memberikan bantuan hukum kepada anggota militer� berinsial AL kepada Detasemen
Polisi Militer Jakarta Raya Cijantung
(Denpom Jaya/II Cijantung)
Jakarta Timur. Hal ini karena Penegakan hukum pidana militer sebagai
unsur utama dan unsur paling awal yang berhadapan dengan kejahatan, pelaku
kejahatan dan� melaksanakan
penanggulangan kejahatan� adalah polisi
militer karena merupakan salah satu fungsi pemeliharaan dilingkungan TNI.
c. Denpom
Jaya 2 Cijantung dalam memproses penegakan hukum terhadap anggota militer
berinsial AL yang melakukan tindak pidana peredaran uang palsu berdasarkan
ketentuan pasal 71 dan 77 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan
militer.
d. Prosedur
penegakkan hukumnya sedikit berbeda, hal ini dikarenakan� Kementerian Pertahanan adalah instansi sipil
sehingga tidak dapat menjatuhkan hukuman disiplin secara langsung kepada
anggota militer yang melakukan tindak pidana peredaran uang palsu yang
dilakukan� AL, sebab� ketentuan penjatuhan hukuman disiplin militer
dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan di lingkungan TNI
sebagaimana diatur pada pasal 20 dan 21 Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 21
Tahun 2016 tentang Tata cara penjatuhan hukuman disiplin bagi pegawai di
lingkungan kementerian Pertahanan.
e. Kementerian
Pertahanan bagi anggota Militer yang melakukan tindak pidana peredaran uang
palsu yang dilakukan AL adalah dengan hukum administrasi yaitu mengembalikan AL
ke induknya dalam hal ini adalah TNI AD.
2. Disiplin bagi
seorang anggota militer� atau� seorang� Prajurit TNI merupakan� suatu keharusan dan pola hidup yang harus dijalani. Pembentukan disiplin bagi Prajurit diawali
dari masa pendidikan dasar keprajuritan. Pembinaan dan pengasuhan� merupakan� salah satu� cara pembentukan disiplin bagi prajurit, jika
terdapat anggota TNI yang melakukan pelanggaran disiplin prajurit maka
penerapan sanksi humunnya tergantung pada jenis pelanggarannya dilakukannya
karena sanksi hukumnyapun berbeda disesuaikan dengan perbuatannya,dan
penerapannya namun apabila
dikaitkan� dengan Tindak pidana peredaran
uang palsu yang dilakukan oleh anggota TNI berinsial AL yang telah mendapatkan
sanksi pidana penjara selama 8 (delapan) bulan dan dendan sebesar Rp.
50.000.000,- (Lima puluh juta rupiah). Dengan ketentuan apabila denda tersebut
tidak mampu dibayar oleh Terdakwa maka pidana denda diganti dengan pidana
kurungan selama 2 (Dua) bulan, maka putusan hakim sebagaimana Putusan
Pengadilan Militer Tingkat II Jakarta Nomor 02-K/PTM-II/AD/I/2017 menerapkan
pasal� Pasal 26 ayat (3) jo Pasal 36 ayat
(3) jo Pasal 40 ayat (1) jo ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 2011
tentang Mata Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 190 Undang-Undang
Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer dan ketentuan perundang-undangan
lain.
Dinar, Syaiful Ahmad. (2012). KPK &
korupsi: dalam studi kasus. Cintya Press.
Hariri, Ahmad. (2014). penyelidik tindak
pidana di lingkungan peradilan militer. Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana
Universitas Syiah Kuala, 2(1).
Mahmud, Peter. (2016). Penelitian Hukum.
Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Mamudji, Sri, Rahardjo, Hang, Supriyanto,
Agus, Erni, Daly, & Simatupang, Dian Pudji. (2005). Metode Penelitian dan
Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas
Indonesia.
Nurdin, Nurdin. (2020). Ancaman Pemberatan
Pada Jenis Hukuman Disiplin Militer Sebagai Upaya Pencegahan Pelanggaran
Disiplin Prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI). Legal Spirit, 3(1).
Putra, Tommy Dwi. (2013). Penerapan Hukum
Militer Terhadap Anggota TNI yang melakukan Tindak Pidana Desersi. Jurnal
Lex Crimen, 2(2).
Rumadi. (2018a). Penegakan Disiplin Guna
Meminimalisir Tingkat Pelanggaran Disiplin Anggota Sesuai Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2014 Tentang Hukum Disiplin Militer Di Garnisun III Surabaya. Jurnal
Maksigama, 12(1).
Rumadi. (2018b). Penegakan disiplin guna
meminimalisir tingkat pelanggaran disiplin anggota sesuai Undang-undang Nomor
25 Tahun 2014 tentang Hukuman disiplin militer di Garnisun III Surabaya. Jurnal
Maksigama, 12(1).
Sailellah, Aswin Nugraha. (2020). Penerapan
Hukum Militer Terhadap Anggota Tni Yang Melakukan Tindak Pidana Desersi.
Universitas Hasanuddin.
Silitonga, Frans Bragent. (2015).
pelaksanaan penegakan hukum desersi di lingkungan TNI oleh POM (Studi kasus di
Detasemen Polisi Militer 1/3 Pekan Baru). Jurnal JOM, 1(1).
Soekamto, Soerjono. (2014). Pengantar
Penelitian hukum. Jakarta : Universitas Indonesia.
Soekanto, Soerjono. (2006). Pengantar
penelitian hukum. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).
Soekanto, Soerjono. (2007). Penelitian
hukum normatif: Suatu tinjauan singkat.
Soemitro, Ronny Hanitijo. (1990).
Metodologi penelitian hukum dan jurimetri. Ghalia Indonesia, Jakarta, 167.
Sugistiyoko, Bambang Slamet Eko. (2017).
Hukum Disiplin Prajurit Tentara Nasional Indonesia/Militer Pada Komando Distrik
Militer 0807/Tulungagung. Jurnal Yustitiabelen, 3(1), 39�60.
Yekti, Kumara Puspita. (2021). Pertanggungjawaban
Pidana Prajurit TNI terhadap Tindak Pidana Istri dan Anggota Keluarga.
Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.
Copyright holder: Sucipto, Juwita, Misbahul Huda (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed
under: |