Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN:
2548-1398
Vol.
7, No. 4, April 2022
PENGARUH MODAL PSIKOLOGI DAN KUALITAS KEHIDUPAN KERJA TERHADAP KEPUASAN
KERJA DAN DAMPAKNYA PADA KINERJA PEGAWAI
Servie Oetari Agustine, Suhana
Universitas Stikubank Semarang, Indonesia
Email: [email protected],
[email protected]
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah menemukan bukti empiris perihal
pengaruh modal psikologi
dan kualitas kehidupan kerja terhadap kepuasan kerja dan dampaknya pada kinerja pegawai di Akademi Kepolisian Semarang. Metode dalam penelitian ini adalah metode
kuantitatif. Responden pada
penelitian ini adalah 95 pegawai Akademi Kepolisian Semarang. Pengambilan data menggunakan kuesioner melalui pengukuran dengan Skala Likert. Analisis data menggunakan SPSS versi 25. Hasil olah data menunjukkan bahwa dari kelima hipotesis
yang diajukan, �hipotesis
1 dan 5 tidak diterima. Temuan ini mengindikasikan
bahwa tidak ada pengaruh positif
antara variabel modal psikologi terhadap kepuasan kerja dan variabel kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai. Temuan penelitian lainnya adalah bahwa kualitas kehidupan kerja berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja pegawai, modal psikologi berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai, kualitas kehidupan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai Penelitian ini memiliki implikasi teoritis dan praktis.
Kata Kunci: modal psikologi, kualitas kehidupan kerja, kepuasan kerja, kinerja pegawai
Abstract
The purpose of this study was to find
empirical evidence of the influence of psychological capital and quality of
life on job satisfaction and employee performance at the Semarang Police
Academy. The method in this study is a quantitative method. Respondents in this
study were 95 employees of the Semarang Police Academy. Collecting data using a
questionnaire through measurements with a Likert Scale. Data analysis used SPSS
version 25. The data results showed that of the five hypotheses proposed,
hypotheses 1 and 5 were not accepted. This finding shows that there is no
positive influence between psychological variables on job satisfaction and job
satisfaction variables on employee performance. Other research findings are
that quality of life has a positive effect on employee job satisfaction,
capital has a positive effect on employee performance, quality of work life has
a positive effect on employee performance.
Keywords: psychological capital,
quality of work life, job satisfaction, employee performance
Pendahuluan
Adanya fenomena
globalisasi menjadikan batas antar bangsa
dan negara tidak lagi jelas (borderless).
Implikasinya, peri kehidupan
manusia sekarang ini menjadi sangat cepat, termasuk aktivitas bisnis. Kecepatan yang terjadi menyebabkan daya saing dalam bidang
usaha dan industri semakin menuntut daya adaptasi terutama
ranah sumber daya manusia. Lingkungan
bisnis memberikan tantangan baru berupa persaingan berbasis efisiensi. Istilah efisiensi tanpa makna ketika
tidak melibatkan sumber daya manusia
yang berkualitas (Ace & Suryalena, 2017).
Urgensi fungsi
sumber daya manusia dalam menghadapi
tingkat persaingan bisnis berbasis efisiensi terlihat dari peran kunci
sumber daya manusia dalam mengendalikan
dan mengelola sumber daya lainnya. Dengan
kata lain, tingkat prioritas
fungsi sumber daya manusia lebih
dominan dibandingkan dengan preferensi sumber daya lain seperti mesin, metode, uang, dan material. Notoadmodjo
(2003) berpandangan bahwa
tata kelola sumber daya manusia merupakan
aspek penting dalam organisasi. Wibowo (2008) sepaham dengan pandangan Amstrong dan Baron yang
menjelaskan bahwa kinerja merupakan pendekatan strategis dan terpadu dalam mencapai
tujuan organisasi yang berkelanjutan. Selain itu, pendekatan organisasi berfungsi dalam memperbaiki kinerja pada karyawannya melalui pengembangan kemampuan tim dan dukungan individu.
Kinerja suatu organisasi
merupakan tujuan sistem organisasi dalam beroperasi menghadapi tantangan lingkungan kerjanya. Kinerja pegawai terbaik merupakan dambaan setiap organisasi. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang bisa
mempengaruhi kinerja pegawai penting untuk dilakukan.
Berdasar reviu hasil
penelitian terdahulu diketahui bahwa kinerja pegawai bisa dipengaruhi oleh modal psikologi, kualitas kehidupan kerja dan kepuasan pegawai. Modal psikologi diartikan sebagai suatu kondisi
psikologi yang positif pada
individu dan dengan karakteristik: pertama, memiliki kepercayaan diri (self-efficacy)
melakukan tindakan yang perlu untuk mencapai
sukses dalam tugas-tugas yang menantang. Kedua, memiliki atribusi yang positif (optimis) akan kesuksesan
sekarang dan di masa depan.
Ketiga, berusaha keras untuk mencapai
tujuan, dan jika dibutuhkan, individu tersebut akan mengarahkan
arah pergerakannya ke arah tujuan
tersebut agar bisa mencapai kesuksesan. Keempat, ketika mendapatkan masalah, individu tersebut akan mampu bertahan
dan berusaha lebih baik lagi (resiliensi) agar bisa mencapai kesuksesan.
Sementara itu, sejumlah hasil penelitian menunjukkan bahwa modal psikologi dipengaruhi variabel penelitian lain seperti managerial coaching, kinerja
dan komitmen tim, perkembangan usaha, dukungan keluarga, gaya kepemimpinan (transformasional), keterikatan kerja, kesejahteraan subjektif karyawan, dan dukungan otonomi kepemimpinan.
Pengaruh langsung
variabel modal psikologi terhadap kinerja berdasarkan penelitian sebelumnya, menghasilkan temuan yang belum konsisten. Sukiman dan Priyono (2020) menemukan bahwa pengaruh tidak signifikan antara modal psikologi dengan kinerja. Sedangkan penelitian lainnya menerangkan bahwa ada pengaruh
yang positif dan signifikan
antara modal psikologi dengan kinerja (Iktiagung & Pratiwi, 2017),
(Silen, 2016).
Selain itu,
modal psikologi teridentifikasi
berpengaruh langsung terhadap kepuasan kerja sebagaimana dijelaskan oleh temuan: Iktiagung dan Pratiwi (2017) dan Silen (2016). Sedangkan Yuniarti dan Muchtar (2019) menemukan bahwa Modal psikologi berpengaruh signifikan positif terhadap Workplace
Well Being.
Kualitas kehidupan
kerja dibatasi pada pengertian dalam arti sempit bermakna sebagai persepsi diri/individu (pegawai) tentang rasa aman dan kepuasan diri dalam bekerja.
Adapun dalam arti luas dapat dipahami sebagai pemenuhan kebutuhan dasar pegawai atau karyawan
yang tertata secara sistematis dengan ciri utama pelibatan
pegawai atau karyawan tersebut dalam sistem yang mengarah pada tujuan dan sasaran organisasi.
Pengaruh langsung
variabel kualitas kehidupan kerja terhadap kepuasan kerja berhasil dijelaskan oleh Ace (2017) dan Bekti
(2018). Sementara itu, pengaruh langsung antara variabel kualitas kehidupan kerja terhadap kinerja secara positif dan signifikan dijelaskan oleh penelitian Irawati (2015).
Pengaruh tidak
langsung antara modal psikologi, kualitas kehidupan kerja melalui kepuasan kerja terhadap kinerja dapat dihimpun
dari penelitian sebelumnya. Varibel kepuasan kerja dibatasi dalam pengertian sikap umum individu terhadap
pekerjaannya. Variabel ini dapat diukur
dengan dua cara yaitu peringkat
global tunggal (single
global rating) dan skor penghitungan
(summation score). Yang pertama berkaitan dengan pertanyaan �berdasarkan semua hal, seberapa puas
anda dengan pekerjaan anda? �. Berikutnya responden melingkari angka 1 sampai dengan 5 yang menggambarkan �sangat puas �sampai dengan �tidak puas�. Pengukuran
yang kedua, dengan cara mengidentifikasi setiap elemen pekerjaan.
Semisal faktor-fator: suasana pekerjaan, pengawasan, tingkat upah saat ini,
peluang promosi, dan hubungan kerja dengan mitra kerja.
Pengaruh tidak
langsung modal psikologi melalui kepuasan kerja terhadap kinerja dapat dijelaskan
oleh penelitian Silen (2016)
yang menemukan bahwa modal psikologi, employee engagement
dan kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja.
Pengaruh tidak
langsung kualitas kehidupan kerja (KKK) melalui kepuasan kerja (KK) terhadap kinerja (K) merupakan benang merah temuan
penelitian Purnomo dan Nurdiyanto
(2018), Oktafien dan Yuniarsih
(2017) serta Kusuma W, Raharjdo,
Prasetya (2015) yang menerangkan
pengaruh positif signifikan antara KKK, KK terhadap K.
Penelitian ini
dilakukan di Akademi Kepolisian (Akpol) Semarang. Berdasar pra survei
yang dilakukan didapatkan gambaran sebagai berikut:
Tabel 1
Gambaran Kinerja Pegawai Akademi Kepolisian Semarang
No |
Aspek Penilaian |
Yang Diharapkan |
Realisasi (Rata-Rata) |
1 |
Orientasi Pelayanan |
100 |
76,54 |
2 |
Integritas |
100 |
|
3 |
Komitmen |
100 |
|
4 |
Disiplin |
100 |
|
5 |
Kerjasama |
100 |
|
6 |
Kepemimpinan |
100 |
Sumber: Akademi
Kepolisian, hasil wawancara awal
Tabel di atas
mendeskripsikan bahwa masih adanya kesenjangan
antara nilai yang diharapkan dengan nilai realisasi sistem penilaian kinerja di Akademi Kepolisian. Standar pencapaian yang diharapkan pada kinerja pegawai melalui aspek penilaian
Orientasi Pelayanan, Integritas, Komitmen, Disiplin, Kerjasama, dan Kepemimpinan
adalah 100 (pada standar penilaian kualifikasi sangat baik adalah 91-100). Adapun dalam realisasinya, nilai rata-rata dari keseluruhan aspek penilaiaan hanya mencapai 76,54 (kriteria baik yaitu nilai
antara 76-90). Dengan data awal tersebut, maka dapat dikatakan
bahwa nilai capaian rata-rata kinerja pegawai di Akademi Kepolisian belum maksimal sesuai yang diharapkan dalam Sistem Kinerja Pegawai (SKP).
Metode Penelitian
Di bagian ini dijelaskan
mengenai obyek penelitian dan teknik analisis yang digunakan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif memperhatikan pada pengumpulan dan analisis data dalam bentuk numerik
dan bersifat obyektif. (Kafarisa & Kristiawan, 2018)
menyatakan bahwa variabel-variabel penelitian kuantitatif dapat diidentifikasi dan interkorelasi variabel dapat diukur. Tujuannya mengeneralisasi temuan penelitian sehingga dapat digunakan untuk memprediksi situasi yang sama pada populasi lain. Penelitian kuantitatif juga digunakan untuk menjelaskan hubungan sebab-akibat antar variabel yang diteliti. Penelitian kuantitatif dimulai dengan teori dan hipotesis. Peneliti menggunakan teknik manipulasi dan mengkontrol variabel melalui instrumen formal untuk melihat interaksi
kausalitas.
(Padaki et al., 2015)
mendefinisikan penelitian kuantitatif sebagai penelitian yang mengunakan data kuantitatif yaitu data yang berupa angka atau
bilangan.� Sumber data dalam penelitian ini adalah pegawai di satuan Perencanaan dan Administrasi Akademi Kepolisian Semarang.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data
primer adalah data yang bersumber
dari responden langsung. Data ini berupa rekapitulasi data yang diperoleh dengan cara menyebarkan kuisioner pada responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini. (Sugiyono, 2005)
menyatakan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek atau
subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk distudi dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sementara itu sampel
adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (p.56). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
anggota pegawai di Akademi Kepolisian Semarang yang berjumlah 196 orang pegawai.
Adapun sampel yang diteliti
oleh penulis hanya pada bagian satuan Perencanaan
dan Administrasi Akademi Kepolisian Semarang. Bagian tersebut
merupakan bagian yang berfungsi di hulu tugas dan pokok organiasasi yaitu bagian perencanaan dan administrasi organisasi Akpol.
Sementara itu jumlah sampel
adalah 100 pegawai. Teknik pengambilan sampel melalui sampling purposif yaitu teknik penentuan
sampel dengan pertimbangan tertentu, demikian menurut (Sugiyono, 2005).
Pertimbangan utama penulis adalah bagian satuan Perencanaan
dan Administrasi Akademi Kepolisian Semarang, merupakan bagian yang sangat penting di hulu organisasi, sehingga setiap perencanaan yang baik dapat diprediksikan mendapatkan hasil kinerja yang optimal. Target responden
dalam penelitian ini sejumlah 100 pegawai yang sesuai dengan (proporsional) pada sub bagian: perencanaan dan administrasi (4 reponden), perencanaan (4 reponden), umum (41 responden), sumber daya (27 responden), urusan keuangan (2 responden) dan urusan sarana prasarana
(22 responden). Data penelitian
diambil melalui kuesioner kepada masing masing responden terpilih. Interaksi peneliti dengan responden melalui kuesioner secara personal, maka peneliti dapat
berhubungan langsung dengan responden dan dapat memberikan penjelasan seperlunya. Selain itu kuesioner
dapat langsung dikumpulkan setelah selesai dijawab oleh responden.
Skala pengukuran dalam penyusunan kuesioner, menggunakan skala Likert, yaitu pertanyaan tertutup yang mengukur sikap dari keadaan
yang negatif ke jenjang yang positif. Digunakan untuk mendapatkan data tentang dimensi-dimensi dari variabel-variabel yang dianalisis
dalam penelitian ini, dengan 7 alternatif
nomor untuk mengukur sikap responden. Data tersebut bersifat interval, menurut (Sugiyono, 2005)
yaitu data yang berjarak sama, tetapi tidak
mempunyai nol absolut (mutlak), pada data ini� meskipun datanya nol tetapi masih
mempunyai nilai (p.16).
Hasil dan Pembahasan
Hasil penelitian
yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh modal psikologi
dan kualitas kehidupan kerja terhadap kinerja pegawai baik
langsung maupun tidak langsung melalui kepuasan kerja
pada pegawai Akademi Kepolisian Semarang Jawa Tengah adalah sebagai berikut:
1.
Pengaruh Langsung
Modal Psikologi terhadap Kepuasan Kerja
Berdasarkan hasil uji regresi diketahui pengaruh modal psikologi terhadap kepuasan kerja dengan koefisien regresi 0,104
dan tingkat signifikan 0,405
> 0,05 sehingga secara parsial (individu) tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja.
Dengan demikian hipotesis pertama (H1):� Modal psikologi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja pegawai di lingkungan Akademi Kepolisian Semarang Jawa Tengah, tidak diterima.
Berdasarkan deskripsi responden nampak bahwa pegawai lingkungan Akademi Kepolisian Semarang Jawa Tengah didominasi oleh pekerja muda (usia
di bawah 25 tahun), berjenis kelamin perempuan dan pengalaman kerja yang relatif belum lama (kurang dari 5 tahun). Deskripsi ini boleh
jadi menjadi penanda bahwa modal psikologi responden belum cukup matang
dalam menghadapi dunia kerja di lingkungan Akademi Kepolisian Semarang Jawa Tengah. Selain itu, jawaban responden
terhadap indikator variabel modal psikologi dengan nilai rata-rata 5 yang artinya setuju. Hal ini juga dapat berarti bahwa dalam
persepsi responden, angka 5 (setuju) merupakan makna modal psikologi responden yang cenderung ke nilai
tengah (4 dalam skala Likert yang berarti netral). Dengan demikian, responden mempersepsikan bahwa modal psikologi yang dimilikinya cenderung ke penilaian
peralihan dari ketidaksetujuan ke penilaian setuju terhadap indikator variabel modal psikologi.
Jika modal psikologi dikonsepsikan sebagai keadaan individu, berkarakter� tujuan sebagai tantangan, proses meraih tujuan bermodal
pikiran positif dalam modal harapan dan optimisme. Selain itu, jika terjadi
hambatan selama meraih tujuan, mereka mengembangkan ketahanan diri guna meraih tujuan
yang ingin dicapainya. Deskripsi responden tersebut memperlihatkan bahwa dalam rentang
waktu pekerjaan yang relatif singkat (kurang dari 5 tahun)
modal psikologi yang mereka
belum tumbuh secara memadai dalam menghadapi ekosistem pekerjaan di lingkungan Akademi Kepolisian Semarang Jawa Tengah.
Hasil
penelitian ini bertentangan dengan penelitian sebelumnya, yang menerangkan bahwa modal psikologi
teridentifikasi berpengaruh
langsung terhadap kepuasan kerja sebagaimana dijelaskan oleh temuan Iktiagung dan (Pratiwi, 2017)
dan (Fray et al., 2016).
Modal
psikologi diistilahkan dengan
psychological capital. Sementara itu, psychological capital itu sendiri didefinisikan
oleh (Luthans, Youssef, & Avolio, 2007)
sebagai suatu perkembangan keadaan psikologi yang positif pada individu yang mampu berkembang dengan karakteristik: (1) self-efficacy (2) optimism (3)
Hope dan (4) resilience.
2. Pengaruh Langsung Kualitas Kehidupan Kerja terhadap Kepuasan Kerja
Berdasarkan hasil uji regresi diketahui pengaruh kualitas kehidupan kerja terhadap kepuasan kerja dengan koefisien regresi 0,356
dan tingkat signifikan 0,001
< 0,05 sehingga secara parsial (individu) terdapat pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Koefisien regresi 0,356
bermakna bahwa setiap penambahan satu satuan maka
terjadi peningkatan 0,356 kepuasan kerja pegawai Akademi Kepolisian Semarang. �Dengan demikian hipotesis kedua (H2):�
Kualitas kehidupan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai Akademi
Kepolisian Semarang Jawa
Tengah, diterima.
Berdasarkan deskripsi responden nampak bahwa pegawai lingkungan Akademi Kepolisian Semarang Jawa Tengah didominasi oleh pekerja muda (usia
di bawah 25 tahun), berjenis kelamin perempuan dan pengalaman kerja yang relatif belum lama (kurang dari 5 tahun). Deskripsi ini menjadi
penanda bahwa kualitas kehidupan kerja responden berproses adaptasi dalam menghadapi dunia kerja di lingkungan Akademi Kepolisian Semarang Jawa Tengah. Selain itu, modus/ jawaban responden
yang sering muncul 6 (sangat setuju). Deskripsi ini nampaknya responden
cenderung bersikap kearah penilaian sangat setuju sekali (7 dalam skala Likert). Hal ini juga dapat berarti bahwa dalam
persepsi responden, angka 6 (sangat setuju) merupakan makna kualitas kehidupan kerja responden yang cenderung ke nilai
puncak (7 dalam skala Likert yang berarti sangat setuju sekali). Dengan demikian, responden mempersepsikan bahwa kualitas kehidupan kerja yang dimilikinya cenderung ke penilaian tertinggi
(sangat setuju sekali) terhadap indikator variabel kualitas kehidupan kerja.
Jika kualitas kehidupan kerja dikonsepsikan sebagai pemenuhan kebutuhan dasar pegawai atau
karyawan yang tertata secara sistematis dengan ciri utama
pelibatan pegawai atau karyawan tersebut
dalam sistem yang mengarah pada tujuan dan sasaran organisasi. Deskripsi responden pada penelitian ini memperlihatkan bahwa dalam rentang waktu
kurang dari 5 tahun. Pegawai berpersepsi bahwa kebutuhan dasar dan pelibatan dalam organisasi cukup memadai dalam lingkungan
Akademi Kepolisian Semarang
Jawa Tengah.
Hasil
penelitian ini menguatkan penelitian sebelumnya, yaitu terdapat pengaruh langsung variabel kualitas kehidupan kerja terhadap kepuasan kerja yang berhasil dijelaskan oleh (Tselios, Gladman, Su, Ace, & Urowitz, 2017)
dan (Suryowati, Bekti, & Faradila, 2018).
Kualitas kehidupan kerja bermakna keseimbangan kehidupan kerja sebagai keterlibatan
dalam peran kerja dan non kerja yang menghasilkan hasil kepuasan dalam jumlah yang sama dalam domain kehidupan kerja dan non kerja. Sesuai dengan deskripsi
responden yang dominan perempuan, maka dapat diterangkan bahwa keseimbangan tersebut dimiliki oleh sebagaian besar responden yang dituntut tantangan pekerjaan di rumah (sebagai peran ibu rumah
tangga) dan pekerjaan di Akademi Kepolisian Semarang sebagai karier pekerjaan formal.
3.
Pengaruh Langsung
Modal Psikologi terhadap Kinerja Pegawai
Berdasarkan hasil uji regresi diketahui pengaruh modal psikologi terhadap kinerja pegawai dengan koefisien regresi 0,766
dan tingkat� signifikan
0,000 < 0,05 sehingga secara
parsial (individu) terdapat pengaruh modal psikologi� positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Koefisien regresi 0,766
bermakna bahwa setiap penambahan satu satuan maka
terjadi peningkatan 0,766
Kinerja Pegawai Akademi Kepolisian Semarang. Dengan demikian hipotesis ketiga (H3):� Modal psikologi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai di lingkungan Akademi Kepolisian Semarang Jawa Tengah, diterima
Berdasarkan deskripsi responden nampak bahwa pegawai lingkungan Akademi Kepolisian Semarang Jawa Tengah pekerja muda dengan pengalaman
kerja yang relatif singkat. Deskripsi ini menjadi penanda
bahwa modal psikologi responden berperan cukup penting dalam
menunjukkan kinerjanya di lingkungan Akademi Kepolisian Semarang Jawa Tengah. Selain itu, indikator pertanyaan kinerja pegawai� menunjukkan
rata-rata (mean) terendah 5�
yang artinya setuju� dan rata-rata (mean) tertinggi
6
yang artinya sangat setuju,
median/nilai tengah 6 (Sangat Setuju)
dan modus/jawaban yang sering
muncul 7
(Sangat Setuju Sekali). Dengan demikian,
responden mempersepsikan bahwa modal psikologi yang dimilikinya cenderung diimplementasikan dalam kinerjanya di lingkungan Akademi Kepolisian Semarang Jawa Tengah.�
Berdasarkan konsep modal psikologi di atas maka pegawai (responden)
merasa bahwa kepercayaan diri, harapan, optimisme dan ketangguhannya dalam memenuhi tuntutan pekerjaan diwujudkan dalam bentuk kinerja.
Hal ini menjadi masuk akal jika
melihat gambaran responden yang berprofil pegawai muda dengan
pengalaman kerja singkat akan cenderung
bersemangat dalam meraih kinerja di lingkungan Akademi Kepolisian Semarang Jawa Tengah. Selain itu, jika
melihat data persepsi responden terhadap indikator kinerja pegawai nampak bahwa kepemimpinan demokratis, semangat dalam bekerja, disiplin dan bekerja dalam prinsip efisien
efektif dengan bekerjasama antar pegawai menjadi pilihan tertinggi (nilai 7 dalam skala
Likert) dalam mempersepsikan
kinerjanya.�
Hasil
penelitian ini menguatkan penelitian sebelumnya, yaitu terdapat pengaruh langsung variabel modal psikologi terhadap kinerja pegawai yang berhasil dijelaskan PsyCap memiliki hubungan positif dengan kinerja seseorang di pekerjaan mereka, yang dapat meningkatkan motivasi, kepuasan, komitmen, kemampuan untuk mengatasinya tekanan dan masalah dan banyak hasil positif lainnya
(Bekti & Pratiwi, 2018)
dan (Memarzadeh, Golparvar-Fard, & Niebles, 2013)
(Luthans, Avey, Clapp-Smith, & Li, 2008)
(Luthans, 2002)
(Luthans, Avey, Avolio, Norman, & Combs, 2006).
Modal psikologi pegawai terutama kepercayaan diri, semangat dan optimisme sebagai pegawai muda turut berkontribusi
terhadap kinerjanya. �Dengan kata lain, minimnya pengalaman kerja yang dimiliki responden menjadi tertutupi oleh modal psikologinya
dalam bekerja dalam ekosistem demokratis dan kedisiplinan tinggi yang menjadi ciri organisasi Akademi Kepolisian Semarang Jawa Tengah.
4. Pengaruh Langsung Kualitas Kehidupan Kerja terhadap Kinerja Pegawai
Berdasarkan hasil uji regresi diketahui pengaruh kualitas kehidupan kerja terhadap kinerja pegawai dengan koefisien regresi 0,289
dan tingkat signifikan 0,001
< 0,05 sehingga secara parsial (individu) terdapat pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Koefisien regresi 0,289
bermakna bahwa setiap penambahan satu satuan maka
terjadi peningkatan 0,289 kinerja pegawai
Akademi Kepolisian Semarang. Dengan demikian hipotesis keempat (H4):� Kualitas kehidupan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai di lingkungan Akademi Kepolisian Semarang Jawa Tengah, diterima.
Penjelasan terhadap diterimanya hipotesis ini adalah berdasarkan
deskripsi responden nampak bahwa pegawai
lingkungan Akademi Kepolisian Semarang Jawa Tengah pekerja muda dan sebagian besar perempuan. Deskripsi ini menjadi
penanda bahwa kualitas kehidupan kerja responden berperan cukup penting dalam
menunjukkan kinerjanya di lingkungan Akademi Kepolisian Semarang Jawa Tengah. Selain itu, indikator pertanyaan kinerja pegawai menunjukkan
rata-rata (mean) terendah 5 yang artinya
setuju
dan rata-rata (mean) tertinggi 6 yang artinya
sangat setuju,
median/nilai tengah 6 (Sangat Setuju)
dan modus/jawaban yang sering
muncul 7
(Sangat Setuju Sekali). Fakta temuan ini mengindikasikan: pertama, kualitas kehidupan kerja yang dimiliki responden dengan titik tekan
pada keseimbangan pekerjaan
formal (di Akademi Kepolisian
Semarang) dan non formal (di rumah tangga) dapat dijalankan
dengan baik. Kedua, responden dalam mewujudkan kinerjanya melalui sistem kerja yang demokratis, disiplin dan kerjasama antar pegawai. Ekosistem ini pada akhirnya mampu memenuhi tuntutan keseimbangkan kehidupan bagi responden yang berprofil muda, perempuan dan pengalaman kerja singkat. Profil perempuan sebagai pegawai dominan dalam penelitian, memperlihatkan bahwa konsep keseimbangan kehidupan dapat diperankan dengan baik oleh pekerja perempuan dalam mewujudkan kinerja di pekerjaan formalnya (Akademi Kepolisian Semarang).
Hasil
penelitian ini menguatkan penelitian sebelumnya, yaitu terdapat pengaruh langsung variabel kualitas kehidupan kerja terhadap kinerja pegawai yang berhasil dijelaskan (Saidani & Arifin, 2012),
(Aboulaich et al., 2009),
Kristianto, Suharnomo, (Alichia, 2013)
serta (Trihono et al., 2015)
dan (Mukuan, Sumayku, & Kaparang, 2014).
Jika kualitas kehidupan kerja dikonsepsikan sebagai keseimbangan kerja pegawai baik formal maupun non formal, penelitian ini berhasil membuktikan
bahwa lingkungan kerja demokratis, disiplin, efisien dan efektif serta kerjasama
(sebagai indikator persepsi responden dalam kinerjanya) mampu berkontribusi terhadap kualitas kehidupan kerja pegawai Akademi Kepolisian Semarang Jawa Tengah.
5. Pengaruh Langsung Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Pegawai
Berdasarkan hasil uji regresi diketahui pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai dengan koefisien regresi 0,076
dan tingkat� signifikan� 0,141 > 0,05 sehingga
secara parsial (individu) tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Dengan demikian hipotesis kelima (H5): Kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai di lingkungan Akademi Kepolisian Semarang Jawa Tengah, tidak diterima.
Penjelasan terhadap tidak diterimanya hipotesis ini adalah
berdasarkan deskripsi responden bahwa pegawai lingkungan Akademi Kepolisian Semarang Jawa Tengah pekerja muda, pengalaman kerja relatif singkat
dan sebagian besar perempuan. Selain itu, tanggapan responden terhadap variabel kepuasan kerja menunjukkan penilaian rata-rata 5 yang artinya
setuju.
Dilihat dari indikator pertanyaan menunjukkan rata-rata (mean) terendah
2
yang artinya agak tidak setuju
dan rata-rata (mean) tertinggi 6 yang artinya
sangat setuju,
median/nilai tengah 5 (Setuju) dan modus/jawaban yang sering muncul 6
(sangat setuju). Sementara itu, variabel kinerja
pegawai dipersepsikan responden sebagai
penilaian rata-rata (mean) terendah
5
yang artinya setuju dan rata-rata (mean) tertinggi 6
yang artinya sangat setuju,
median/nilai tengah 6 (Sangat Setuju)
dan modus/jawaban yang sering
muncul 7
(Sangat Setuju Sekali). Meskipun penilaian responden sama-sama bernilai mean 5 (setuju)
dan modus penilaian di kedua
variabel (Kepuasan Kerja dan Kinerja Pegawai) mengarah ke nilai
tertinggi (sangat setuju sekali =7), analisis olah data menunjukan tidak ada pengaruh
langsung antara Kepuasan Kerja dan kinerja pegawai di Akademi Kepolisian Semarang.
Menurut peneliti, temuan tersebut dapat dijelaskan pada detail indikator pada kedua variabel. Item pernyataan dalam kepuasan kerja �Atasan saya tidak mendukung
dan memberi bantuan ketika bawahan mengalami kesulitan� menunjukan persepsi responden dengan penilaian tinggi (6= sangat setuju). Hal ini dapat dimaknai
bahwa responden merasa atasan tidak
membantunya ketika menghadapi kesulitan kerja. Sehingga menjadi terhubung jika peneliti mengamati
latar belakang pendidikan responden yang hanya sebagian besar Sekolah Menengah
Umum (SMU). Latar belakang pendidikan tersebut, dalam dunia kerja harus mendapatkan
arahan dan petunjuk terus menerus dalam
bekerja. Dengan demikian, sangat berlawan dengan penilaian responden dalam persepsi kinerjanya yaitu atasannya bersikap demokratis dalam bekerja. Demokratis disini dapat dimaknai oleh peneliti sebagai minimnya inisiatif pegawai yang berlatar belakang pendidikan SMU (hanya patuh dan tunduk pada perintah atasan tanpa inisiatif
kerja dari pegawai).
Hasil
penelitian ini berlawan dengan penelitian
sebelumnya, yaitu (Harter, Schmidt, & Hayes, 2002)
(Minjie Huang, Li, Meschke, & Guthrie, 2015)
Symitsi, tamolampros, &
Daskalakis, 2018). Juga oleh (McPhail, Patiar, Herington, Creed, & Davidson, 2015),
(Lam, Baum, & Pine, 2003).
Serta (Chi & Gursoy, 2009)
(Yu Ting Huang & Rundle-Thiele, 2014)
(Lam, Zhang, & Baum, 2001)
(Spinelli & Canavos, 2000).
Jika kepuasan kerja dikonsepsikan sebagai perasaan puas atau tidak
puas respnden terhadap pekerjaannya, maka penelitian ini berhasil membuktikan
bahwa lingkungan kerja demokratis, disiplin, efisien dan efektif serta kerjasama
(sebagai indikator persepsi responden dalam Kinerjanya) belum tentu berkontribusi
terhadap� kepuasan kerjanya. Hal penting adalah menumbuhkan inisiatif kerja bagi pegawai yang berlatar belakang pendidikan SMU.
Kesimpulan
Kesimpulan hasil penelitian adalah sebagai berikut: 1) modal psikologi tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai Akademi
Kepolisian Semarang. Bukti tersebut
ditunjukkan dari hasil hipotesis pertama dalam penelitian
yang tidak diterima (nilai sig > 0,05). 2) Kualitas
kehidupan kerja berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja pegawai Akademi
Kepolisian Semarang. Pengaruh
tersebut dibuktikan dengan diterimanya hipotesis penelitian yang kedua. Faktor yang berperan dalam pengaruh positif tersebut adalah profil responden yang berjenis kelamin perempuan (dominan) sehingga cukup teruji dalam keseimbangan
kehidupan kerja baik di rumah (nonformal) maupun di kantor (formal). 3) Modal
psikologi berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai Akademi Kepolisian Semarang.
Bukti empiris ditunjukkan dengan diterimanya hipotesis penelitian ketiga. Faktor yang berkontribusi penting adalah kepercayaan diri, optimisme dan harapan responden yang terdeskripsi pegawai muda (semangat tinggi) dan kemauan belajar dalam pekerjaan
(pengalaman kerja responden yang relatif kurang dari 5 tahun).
Hal tersebut selaras dengan indikator kinerjanya dalam persepsi nilai cukup tinggi dalam
hal iklim kerja demokratis, efisien dan efektif, kerja sama dan disiplin tinggi. 4). Kualitas kehidupan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai Akademi Kepolisian Semarang. Hal tersebut dibuktikan oleh diterimanya hipotesis keempat. Faktor yang cukup berkontribusi adalah profil responden
yang dominan perempuan sehingga teruji dalam keseimbangan pekerjaan formal dan non formal. 5). Kepuasan
kerja tidak berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai Akademi Kepolisian Semarang. Dengan kata
lain, hipotesis penelitian kelima ditolak. Faktor utamanya terletak pada deskripsi latar belakang pendidikan responden yang hanya SMU, paradoks terjadi ketika kepuasaan kerja terjadi, bilamana perasaan positif terjadi saat bekerja
namun sebaliknya justru iklim demokratis
tidak menumbuhkan inisitif pegawai sehingga variabel kepuasan kerja tidak mampu berpengaruh
positif terhadap kinerjanya. Penyebabnya adalah latar belakang
pendidikan responden yang hanya SMU pada lazimnya didunia kerja masih
dalam instruksi tugas dalam perintah
dan pengawasan tinggi.
BIBLIOGRAFI
Aboulaich, Nadia, Bouziane, Hassan, Kadiri, Mohamed,
del Mar Trigo, Mar�a, Riadi, Hassane, Kazzaz, Mohamed, & Merzouki, Abderrahman.
(2009). Pollen production in anemophilous species of the Poaceae family in
Tetouan (NW Morocco). Aerobiologia, 25(1), 27�38.Google Scholar
Ace,
Arna, & Suryalena, Suryalena. (2017). Pengaruh Kualitas Kehidupan Kerja
dan Partisipasi terhadap Kepuasan Kerja Perawat RSUD Bangkinang. Riau
University.Google Scholar
Alichia,
Yashinta Putri. (2013). Pengaruh Ukuran Perusahaan, Pertumbuhan Perusahaan, Dan
Opini Audit Tahun Sebelumnya Terhadap Opini Audit Going Concern (Studi Empiris
Perusahaan Manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia). Jurnal
Akuntansi, 1(1).Google Scholar
Bekti,
Rokhana Dwi, & Pratiwi, Noviana. (2018). Pelatihan Penyajian Data Dalam
Bentuk Grafik Bagi Siswa SMAN 1 Minggir. Jurnal Statistika Industri Dan
Komputasi, 3(02), 84�87.Google Scholar
Chi,
Christina G., & Gursoy, Dogan. (2009). Employee satisfaction, customer satisfaction,
and financial performance: An empirical examination. International Journal
of Hospitality Management, 28(2), 245�253.Google Scholar
Fray,
Nicolas, Bardyn, Ana�s, Cottin, Herv�, Altwegg, Kathrin, Baklouti, Donia, Briois,
Christelle, Colangeli, Luigi, Engrand, C�cile, Fischer, Henning, &
Glasmachers, Albrecht. (2016). High-molecular-weight organic matter in the
particles of comet 67P/Churyumov�Gerasimenko. Nature, 538(7623),
72�74.Google Scholar
Harter,
James K., Schmidt, Frank L., & Hayes, Theodore L. (2002). Business-unit-level
relationship between employee satisfaction, employee engagement, and business
outcomes: a meta-analysis. Journal of Applied Psychology, 87(2),
268.Google Scholar
Huang,
Minjie, Li, Pingshu, Meschke, Felix, & Guthrie, James P. (2015). Family
firms, employee satisfaction, and corporate performance. Journal of
Corporate Finance, 34, 108�127.Google Scholar
Huang,
Yu Ting, & Rundle-Thiele, Sharyn. (2014). The moderating effect of cultural
congruence on the internal marketing practice and employee satisfaction
relationship: An empirical examination of Australian and Taiwanese born tourism
employees. Tourism Management, 42, 196�206.Google Scholar
Iktiagung,
Ganjar Ndaru, & Pratiwi, Gemma Wahyu Intan. (2017). Pengaruh Karakteristik
Pekerjaan dan Modal Psikologi Terhadap Kepuasan Kerja Untuk Meningkatkan
Kinerja PNS di Sekretariat Daerah Kabupaten Blora. Sustainable Competitive
Advantage (SCA), 6(1).Google Scholar
Kafarisa,
Rosda Fajri, & Kristiawan, Muhammad. (2018). Kelas Komunitas Menunjang
Terciptanya Karakter Komunikatif Peserta Didik Homeschooling Palembang. JMKSP
(Jurnal Manajemen, Kepemimpinan, Dan Supervisi Pendidikan), 3(1),
68�76.Google Scholar
Lam,
Terry, Baum, Tom, & Pine, Ray. (2003). Subjective norms: Effects on job
satisfaction. Annals of Tourism Research, 30(1), 160�177.Google Scholar
Lam,
Terry, Zhang, Hanqin, & Baum, Tom. (2001). An investigation of employees�
job satisfaction: the case of hotels in Hong Kong. Tourism Management, 22(2),
157�165.Google Scholar
Luthans,
Fred. (2002). The need for and meaning of positive organizational behavior. Journal
of Organizational Behavior: The International Journal of Industrial,
Occupational and Organizational Psychology and Behavior, 23(6),
695�706.Google Scholar
Luthans,
Fred, Avey, James B., Avolio, Bruce J., Norman, Steven M., & Combs,
Gwendolyn M. (2006). Psychological capital development: toward a
micro‐intervention. Journal of Organizational Behavior: The
International Journal of Industrial, Occupational and Organizational Psychology
and Behavior, 27(3), 387�393.Google Scholar
Luthans,
Fred, Avey, James B., Clapp-Smith, Rachel, & Li, Weixing. (2008). More
evidence on the value of Chinese workers� psychological capital: A potentially
unlimited competitive resource? The International Journal of Human Resource
Management, 19(5), 818�827.Google Scholar
Luthans,
Fred, Youssef, Carolyn M., & Avolio, Bruce J. (2007). Psychological
capital: Investing and developing positive organizational behavior. Positive
Organizational Behavior, 1(2), 9�24.Google Scholar
McPhail,
Ruth, Patiar, Anoop, Herington, Carmel, Creed, Peter, & Davidson, Michael.
(2015). Development and initial validation of a hospitality employees� job
satisfaction index: Evidence from Australia. International Journal of
Contemporary Hospitality Management.Google Scholar
Memarzadeh,
Milad, Golparvar-Fard, Mani, & Niebles, Juan Carlos. (2013). Automated 2D
detection of construction equipment and workers from site video streams using
histograms of oriented gradients and colors. Automation in Construction,
32, 24�37.Google Scholar
Mukuan,
Anggy Susana, Sumayku, Sontje, & Kaparang, Sonny. (2014). Pengaruh kualitas
kehidupan kerja terhadap kinerja karyawan pada PT. Bank Sulut kantor pusat. JURNAL
ADMINISTRASI BISNIS (JAB), 1(002).Google Scholar
Padaki,
Mahesh, Murali, R. Surya, Abdullah, Ms S., Misdan, Nurasyikin, Moslehyani, A.,
Kassim, M. A., Hilal, Nidal, & Ismail, A. F. (2015). Membrane technology
enhancement in oil�water separation. A review. Desalination, 357,
197�207.Google Scholar
Pratiwi,
Noor Komari. (2017). Pengaruh tingkat pendidikan, perhatian orang tua, dan
minat belajar siswa terhadap prestasi belajar bahasa indonesia siswa smk
kesehatan di kota tangerang. Pujangga, 1(2), 31.Google Scholar
Saidani,
Basrah, & Arifin, Samsul. (2012). Pengaruh kualitas produk dan kualitas
layanan terhadap kepuasan konsumen dan minat beli pada ranch market. JRMSI-Jurnal
Riset Manajemen Sains Indonesia, 3(1), 1�22.Google Scholar
Silen,
Adhi Prastistha. (2016). Pengaruh kompetensi dan pengembangan karir terhadap
kepuasan kerja dengan komitmen organisasional sebagai variabel mediasi (studi
pegawai Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang). Jurnal Bisnis Dan Ekonomi,
23(2).Google Scholar
Spinelli,
Michael A., & Canavos, George C. (2000). Investigating the relationhip
between employee satisfaction and guest satisfaction. Cornell Hotel and
Restaurant Administration Quarterly, 41(6), 29�33.Google Scholar
Sugiyono,
Agus. (2005). Pemanfaatan Biofuel dalam Penyediaan Energi Nasional Jangka
Panjang. Seminar Teknologi Untuk Negeri, 78�86.Google Scholar
Suryowati,
K., Bekti, R. D., & Faradila, A. (2018). A Comparison of Weights Matrices
on Computation of Dengue Spatial Autocorrelation. IOP Conference Series:
Materials Science and Engineering, 335(1), 12052. IOP Publishing.Google Scholar
Trihono,
Trihono, Atmarita, Atmarita, Tjandrarini, Dwi Hapsari, Irawati, Anies,
Nurlinawati, Iin, Utami, Nur Handayani, & Tejayanti, Teti. (2015). Pendek
(stunting) di Indonesia, masalah dan solusinya. Lembaga Penerbit Badan
Litbangkes.Google Scholar
Tselios,
Konstantinos, Gladman, Dafna D., Su, Jiandong, Ace, Olga, & Urowitz, Murray
B. (2017). Evolution of risk factors for atherosclerotic cardiovascular events
in systemic lupus erythematosus: a longterm prospective study. The Journal
of Rheumatology, 44(12), 1841�1849.Google Scholar
Copyright
holder: Servie Oetari Agustine, Suhana (2022) |
First
publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is
licensed under: |