Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849
e-ISSN:
2548-1398
Vol.
7, No. 5, Mei 2022
ESTIMASI KARBON TERSIMPAN
PADA BIOMASSA TUMBUHAN KIAMBANG DI RAWA SUNGAI TABUK KALIMANTAN SELATAN
Nana
Citrawati Lestari
STKIP PGRI Banjarmasin, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk
mengestimasi jumlah karbon tersimpan pada biomassa tumbuhan kiambang di rawa
Sungai Tabuk Kalimantan Selatan. Penelitian ini menggunakan beberapa metode
yakni sampling secara purposive dan pengukuran terhadap biomassa, karbon
tersimpan, dan parameter lingkungan. Data yang diperoleh dikumpulkan dan
dianalisis secara statistik non parametrik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pada stasiun Sungai Tabuk 1 dengan biomassa sebesar 710,78 gm-2
kandungan karbonnya adalah 345,66 gm-2. Sementara di stasiun Sungai
Tabuk 2 dengan biomassa sebesar 619,97 gm-2, kandungan karbonnya
adalah 302,93 gm-2 sehingga lebih rendah dibandingkan di stasiun
Sungai Tabuk 1. Dengan diketahuinya persentase kandungan karbon (kabon
tersimpan) maka dapat diketahui seberapa besar potensi tumbuhan kiambang
tersebut untuk menyimpan karbon dalam jaringan tubuhnya sehingga dapat diambil
suatu tindakan untuk memperlambat proses pengemisian karbon dari tumbuhan kiambang
tersebut.
Kata Kunci: biomassa; estimasi;
karbon tersimpan; kiambang; rawa
Abstract
This research intent to estimate amount of carbon storage in biomassa of
Kiambang (Salvinia molesta) at Sungai Tabuk swamp, Kalimantan Selatan. This
research uses several methods, purposive sampling and measurement of biomass,
stored carbon, and environmental parameters. The data obtained were collected
and analyzed statistically non parametric. The results showed that at Sungai
Tabuk 1 station with a biomass of 710.78 gm-2 the carbon content was 345.66
gm-2. Meanwhile at Sungai Tabuk 2 station with a biomass of 619.97 gm-2, the
carbon content is 302.93 gm-2, so it is lower than at Sungai Tabuk Station 1.
By knowing the percentage of carbon content (stored carbon) it can be seen how
much potential the kiambang plant to store carbon in its body tissues so that
action can be taken to slow down the process of carbon emission from the
kiambang plant.
Keywords: biomass; estimate;
carbon storage; kiambang; swamp
Pendahuluan
Perubahan iklim semakin menjadi
perhatian yang serius bagi kelangsungan kehidupan manusia di bumi. Perubahan iklim ini
disebabkan oleh pemanasan global. Pemanasan global adalah kenaikan
rata-rata suhu permukaan
bumi dan laut dibandingkan dengan abad-abad sebelumnya. Pemanasan global disebabkan
oleh naiknya kosentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer (Manafe, G., Kaho, M.R., & Risamasu, 2016).
Karbondioksida
merupakan salah satu jenis gas rumah kaca yang turut berperan dalam terjadinya
pemanasan global
(Melina, S., Krisdianto, 2021).
Meningkatnya kandungan karbondioksida (CO2) serta berkurangnya luas
hutan yang menjadi penyerap karbon di atmosfer merupakan salah satu penyebab
terjadinya pemanasan global (Windarni, C., Setiawan, A., 2018).
Karbon merupakan unsur yang diserap dari atmosfer melalui proses fotosintesis
dan disimpan dalam bentuk biomassa. Tingkat penyerapan karbon dipengaruhi oleh
berbagai faktor, antara lain iklim, topografi, karakteristik lahan, umur dan
kerapatan vegetasi, komposisi jenis serta kualitas tempat tumbuh (Istomo & Farida, 2017).
Berdasarkan sambutan Menteri
Pertanian RI pada tahun 2013, dalam lima tahun terakhir lahan rawa banyak
diperbincangkan terkait dengan upaya penyediaan pangan dan energi, yang tidak
jarang dikonfrontasikan dengan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebagai pemicu
perubahan iklim. Rawa secara alami berfungsi mengatur lingkungan, hidrologi,
emisi karbon, dan kekhasan cagar alam hayati (Haryono et al., 2013).� Karbon yang pada awalnya tersimpan dalam
pepohonan dan tanaman lainnya dilepaskan melalui pembakaran (dalam bentuk asap)
atau terdekomposisi diatas ataupun dibawah permukaan tanah sewaktu pembukaan
lahan (Hairiah, K., Sitompul, S.M., Noordwijk, Mv., & Palm, 2011).
Lahan rawa dapat diartikan sebagai
"daerah paya, rawa, gambut atau air, yang terjadi secara alami atau
buatan, bersifat permanen atau sementara, dengan air yang statis atau mengalir,
segar, payau atau asin, termasuk area air laut yang tidak lebih dari enam meter
(Fahmi, A., & Wakhid, 2017).
Luas lahan rawa di Indonesia mencapai sekitar 34,12 juta ha, yang tersebar di
Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua (Ritung, S., Suryani, E., Subardja, D., Sukarman., Nugroho, K., Suparto.,
Hikmatullah., Mulyani, A., Tafakresnanto, C., Sulaeman, Y., Subandiono, R.E.,
Wahyunto., Ponidi., Prasodjo, N., Suryana, U., Hidayat, H., Priyono, A., &
Supriatna, 2015).
Menurut data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2014,
di Kalimantan Selatan luas lahan rawa tercatat sekitar 4.969.824 ha (Suryana, 2016).
Provinsi Kalimantan Selatan merupakan salah satu daerah penyumbang karbon
karena memiliki banyak rawa dengan berbagai tumbuhan yang hidup di atasnya (Melina, S., Krisdianto, 2021).
Rawa perlahan-lahan akan beralih fungsi sejalan dengan waktu dan perkembangan
jumlah penduduk menjadi permukiman dan lahan pertanian. Perubahan ini juga akan
mempengaruhi kemampuan rawa untuk menyerap dan menyimpan karbon (Ghani, M.A., Krisdianto, & Peran, 2021).
Karbon diserap oleh tanaman dan
disimpan dalam bentuk biomassa (Azham, 2015). Salah satu cara untuk
menghitung emisi karbon adalah dengan melakukan pengukuran kandungan karbon
tersimpan pada tumbuhan yang mempunyai potensi untuk menyimpan karbon. Kiambang
adalah salah satu jenis tumbuhan hijau yang dapat menyerap karbon.
Kiambang adalah tumbuhan air
dengan�� kecepatan tumbuh��� yang���
sangat��� cepat sehingga jumlahnya
bisa sangat melimpah di lingkungan perairan (Yuliani, D.E., Sitorus, S., & Wirawan, 2013).
Akar tumbuhan kiambang tidak tertanam dalam tanah melainkan mengapung di air.
Kiambang hidup dari menyerap udara dan unsur hara yang terkandung dalam air (Haridjaja, O., Purwakusuma, W., & Safitri, 2011).
Tumbuhan kiambang seringkali dapat dijumpai pada daerah rawa di Kalimantan
Selatan, termasuk di daerah Sungai Tabuk.
Referensi hasil penelitian mengenai
kadar karbon tersimpan pada tumbuhan air seperti kiambang yang tumbuh di lahan
rawa masih sangat sedikit dan sulit ditemukan. Sumber informasi cadangan karbon
yang komprehensif di berbagai tipe hutan dan penggunaan lahan masih terbatas (Rochmayanto, Y., Wibowo, A., Lugina, M., Butarbutar, T., Mulyadin, RM.,
& Wicaksono, 2014).
Hingga saat ini penelitian terkait cadangan karbon yang banyak ditemukan ialah
cadangan karbon (karbon tersimpan) pada tumbuhan hutan. Oleh karena itulah
penelitian ini dilakukan untuk mengestimasi karbon tersimpan pada tumbuhan
kiambang. Penelitian ini penting dilakukan untuk memberikan informasi mengenai
estimasi karbon yang dapat disimpan oleh tumbuhan kiambang. Karena sifatnya
yang lebih dikenal sebagai gulma, maka dengan penelitian ini dapat menonjolkan
juga manfaat dari kiambang yakni sebagai penyerap dan penyimpan karbon. Selain
itu, penelitian untuk estimasi karbon pada tumbuhan kecil seperti kiambang
masih sedikit sehingga informasinya cukup terbatas. Maka dari itu hasil
penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi bagi para peneliti yang
tertarik untuk melakukan penelitian. Selain itu juga dapat digunakan sebagai
sumber informasi dalam upaya pengurangan emisi karbon di alam.
Metode Penelitian
Pengambilan sampel tumbuhan kiambang
dilakukan di daerah rawa Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar Provinsi
Kalimantan Selatan. Sementara untuk pengerjaan sampel serta analisis kandungan
karbon dilakukan di Laboratorium Dasar FMIPA, Universitas Lambung Mangkurat.
Sampling. Lokasi pengambilan
sampel kiambang dilakukan secara purposive. Stasiun pengambilan sampel
berjumlah 2 buah. Di setiap stasiun terdapat plot contoh
berukuran 1 x 1 m2 yang berlaku sebagai 3 kali pengulangan. Tiap plot
diambil 10 sampel Kiambang untuk diukur panjang daun dan panjang stolonnya. Jumlah individu tiap plot
dihitung dengan metode petak terkecil dengan luas kotak 25 � 25 cm2.
Total individu dalam kotak dikalikan 16 sehingga didapatkan total invidu per m2.
Sampel tumbuhan diambil dan kemudian dilakukan pengukuran biomassanya.
Pengukuran
Biomassa.
Pengukuran biomassa tumbuhan terdiri dari pengukuran berat basah, berat kering,
dan kadar air. Berat basah tumbuhan digunakan sebagai indikator untuk
menggambarkan biomassa suatu tumbuhan, selain itu hubungan berat basah dan
berat kering tumbuhan bersifat linier. Biomasssa berat basah dengan berat
keringnya mempunyai perbedaan angka yang sangat kontras. Sampel kiambang diukur
panjang daun dan panjang stolon, serta berat basahnya. Berat basah diperoleh
dari penimbangan sebelum dikeringkan. Panjang daun diukur menggunakan
penggaris/meteran untuk menggambarkan kapasitas berat basah. Setelah itu
dikeringkan bertujuan untuk menghilangkan kadar air dalam tumbuhan sehingga
dapat dihitung jumlah biomassa per luas area.�
Tumbuhan dipotong menjadi beberapa bagian kemudian dibungkus menggunakan
kertas dan dimasukkan ke dalam oven bersuhu 80oC selama kurang lebih
48 jam untuk mendapatkan berat kering. Kiambang yang telah dioven kemudian
ditimbang kembali untuk mendapatkan berat kering yang konstan, kemudian diukur
biomassa total setiap 1 m2.
Pengukuran Karbon. Pengukuran
karbon bertujuan untuk mengukur karbon organik dari sampel Kiambang. Sampel
kering Kiambang ditimbang sekitar 0,05 g, kemudian
ditambahkan ke dalam labu ukur 100 mL dan ditambahkan 10 mL K2Cr2O7
1 N serta H2SO4 pekat. Larutan dikocok di atas kain
planel yang agak basah dan lunak selama 10 menit. Kalau warna larutan masih
hijau ditambahkan lagi larutan K2Cr2O7 dan H2SO4
pekat dan catat penambahannya, kemudian larutan didinginkan sebelum ditetapkan
dengan aquades dan dikocok kembali serta didiamkan selama 24 jam. Bagian cairan
yang jernih dipipet sebanyak 10 mL dan dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer 50 mL, ditambahkan 1 mL H3PO4
pekat dan 2-3 tetes indikator diphenil
amine. Larutan kemudian dititrasi dengan larutan FeSO4.7H2O
standard dan dilakukan juga untuk blanko. Karbon tersimpan diperoleh dari
perkalian karbon tersimpan pada individu Kiambang dikalikan total biomassa
Kiambang per luasan rawa.
Pengukuran Parameter Lngkungan. Pengukuran
parameter lingkungan dilakukan dengan tujuan untuk menggambarkan profil
lingkungan habitat Kiambang. Parameter-paramater yang diukur antara lain pH air, pH tanah, kedalaman air, serta analisis Kandungan N, P, dan K Total Tanah. �Pengambilan sampel tanah untuk setiap lokasi
akan dilakukan pada 3 titik berbeda dan dikompositkan. Pengambilan sampel tanah
dilakukan dengan menggunakan bor tanah kemudian dikering anginkan selama 48
jam. Pengambilan sampel air dilakukan sebanyak 1 kali dengan menggunakan botol
bersih dan dibilas terlebih dahulu dengan air pada masing-masing stasiun. Botol
diisi sampai penuh dan dibawa ke laboratorium tanpa dikocok agar tidak
menyebabkan perubahan keadaan. Sebelum dilakukan analisa, botol telah dikocok
terlebih dahulu agar larutan menjadi homogen.
Analisis
Data. Data
yang diperoleh dikumpulkan dan dianalisis secara statistik non parametrik.
Hasil dan Pembahasan
Letak stasiun lokasi penelitian dicatat berdasarkan
posisi yang ditunjukkan GPS. Adapun letak kordinat stasiun dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabe1 1
Letak Ordinat Stasiun Pengambilan Sampel Kiambang
Stasiun |
Lokasi |
LS |
BT |
1 2 |
Sungai
Tabuk Sungai
Tabuk |
3o 19� 35,8� 3o19� 52,2� |
114o 42� 18,2� 114o
42�303� |
Hasil analisis data pada
tumbuhan kiambang berupa panjang daun, panjang stolon, berat basah, berat
kering, kadar air, biomassa, dan kandungan karbon tersimpan disajikan pada
Tabel 2.
Tabel 2
Hasil Analisis
Data Kiambang
No |
Data |
Sungai Tabuk 1 |
Sungai Tabuk 2 |
1 |
Rerata panjang daun (cm) |
2,72 |
2,74 |
2 |
Panjang stolon (cm) |
9,23 |
8,97 |
3 |
Berat basah (g) |
13,84 |
11,77 |
4 |
Berat kering (g) |
1,63 |
1,00 |
5 |
Kadar air (%) |
88,35 |
91,48 |
6 |
Biomassa (gm-2) |
710,78 |
619,97 |
Karbon
tersimpan (gm-2) |
345,66 |
302,93 |
Panjang daun
tumbuhan kiambang dapat juga diasumsikan sebagai tinggi tumbuhan karena
pengukurannya dimulai dari bagian pangkal akar hingga ujung daun. Sehingga
dapat menggambarkan tinggi atau rendahnya ukuran tumbuhan kiambang. Tinggi tumbuhan
merupakan suatu ukuran yang sering diamati sebagai parameter yang digunakan untuk
mengukur pengaruh lingkungan terhadap tumbuhan. Hal ini karenakan �tinggi tumbuhan merupakan ukuran pertumbuhan
yang paling mudah untuk dilihat (Sitompul, S. M & Guritno, 1995).
Pada hasil penelitian diketahui rerata panjang daun kiambang adalah 2,72 cm
pada stasiun Sungai Tabuk 1 dan 2,74 pada stasiun Sungai Tabuk 2. Panjang
stolon juga menjadi salah satu patokan untuk menggambarkan keadaan fisik
tumbuhan Kiambang. Panjang stolon kiambang adalah 9,23 cm pada stasiun Sungai Tabuk 1 dan
8,97 cm pada stasiun Sungai Tabuk 2.
Potensi karbon dipengaruhi oleh
kemampuan tumbuhan tersebut untuk menyerap karbon dari lingkungan melalui
proses fotosintesis, yang dikenal dengan proses sequestration. Hasil
proses fotosintesis dikurangi respirasi tersebut terakumulasi di dalam biomassa
tumbuhan. Pengukuran biomassa tumbuhan terdiri dari pengukuran berat basah,
berat kering, dan kadar air. Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa biomassa
kiambang di stasiun Sungai Tabuk 1 (710,78 gm-2) lebih tinggi
dibanding di stasiun Sungai Tabuk 2 (619,97 gm-2).
Besarnya biomassa tumbuhan dapat
mempengaruhi nilai kandungan karbon dari tumbuhan tersebut (Hilmi E., & Kusmana, 2008).
Dengan demikian, semakin besar tumbuhan melakukan proses fotosintesis maka
semakin besar pula kandungan karbon yang ada dalam jaringan tumbuhannya. Hal
ini serupa dengan hasil analisa data di mana pada stasiun Sungai Tabuk 1 dengan
biomassa sebesar 710,78 gm-2 kandungan karbonnya adalah 345,66 gm-2.� Sementara di stasiun Sungai Tabuk 2 dengan
biomassa sebesar 619,97 gm-2, kandungan karbonnya adalah 302,93 gm-2
sehingga lebih rendah dibandingkan di stasiun Sungai Tabuk 1.
Dengan diketahuinya persentase
kandungan karbon (kabon tersimpan) maka dapat diketahui seberapa besar potensi
tumbuhan kiambang tersebut untuk menyimpan karbon dalam jaringan tubuhnya
sehingga dapat diambil suatu tindakan untuk memperlambat proses pengemisian
karbon dari tumbuhan tersebut. Untuk itu perlu adanya pengelolaan rawa untuk
mengurangi dampak pemanasan global, selain tumbuhan yang berperan dalam
pengurangan dampak pemanasan global perairan rawa juga berperan besar dalam
pengurangan dampak tersebut.
Hasil analisis parameter lingkungan
berupa kedalaman rawa, pH air, pH tanah, serta analisis
kesuburan tanah yang diukur dari kandungan N, P, dan K total tanah disajikan
pada Tabel 3. Lalu untuk kriteria NPK dan pH tanah disajikan pada Tabel 4.
Tabel 3
Hasil Analisis Parameter Lingkungan
Stasiun |
Kedalaman Rawa (cm) |
pH Air |
pH Tanah |
Kesuburuan Tanah |
||
N (%) |
P (%) |
K (%) |
||||
Sungai Tabuk 1 |
74 |
5,53 |
6,00 |
0,137 |
0,10 |
0,05 |
70 |
5,35 |
6,00 |
0,137 |
0,10 |
0,05 |
Tabel 4
Tabel Kriteria NPK dan pH Tanah (Humaida, N.,
Krisdianto., & Peran, 2016)
Total N |
Total P |
Total K |
Konsentrasi |
Skala |
pH |
< 0,1 |
< 10 |
< 0,1 |
Sangat Rendah |
4,5-5,5 |
Asam Tinggi |
0,1-0,2 |
10-20 |
0,1-0,2 |
Rendah |
5,6-6,5 |
Asam Lemah |
0,21-0,5 |
21-40 |
0,3-0,5 |
Sedang |
6,6-6,5 |
Netral |
0,51-0,75 |
41-60 |
0,6-1,0 |
Tinggi |
7,6-8,5 |
Basa Lemah |
> 0,76 |
> 60 |
> 1 |
Sangat Tinggi |
> 8,6 |
Basa Tinggi |
Rawa di Sungai Tabuk termasuk ke
dalam jenis rawa Lebak. Hasil analisis data parameter lingkungan yang disajikan
pada Tabel 3 menunjukkan bahwa kedalaman rawa di Sungai Tabuk yang menjadi
stasiun penelitian adalah 70-74 cm. Berdasarkan kedalaman genangan air, maka
rawa di Sungai Tabuk termasuk ke dalam jenis rawa tengahan karena memiliki
genangan air berkisar antara 50-100 cm (Waluyo., Suparwoto., 2008).
Kedalaman air juga menunjukkan ketersediaan air pada lahan rawa. Ketersediaan
air dan hara sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Setiap
tanaman memerlukan air bagi pertumbuhannya dengan jumlah yang berlainan.
Ketersedian air di rawa Sungai Tabuk cukup untuk mendukung pertumbuhan kiambang
di perairan sehingga ukuran daun dan stolonnya cukup besar.
Hasil pengukuran pH air dan tanah di
lokasi penelitian diperlihatkan pada Tabel 3 di atas. Keberadaan vegetasi tumbuhan
dapat berfungsi sebagai regulator suhu dan kelembaban udara. Kondisi pH tanah
merupakan faktor penentu kelarutan unsur yang cenderung berkesetimbangan dengan
fase padatan. pH juga mengendalikan aktivitas jasad renik, dan menentukan
bentuk-bentuk kimia dari fosfat dan karbonat dalam larutan tanah. pH tanah pada
lokasi penelitian adalah 5,53 sedangkan untuk pH air adalah 6,00. Dari analisis
pH tanah dan air menunjukkan angka yang rendah karena di bawah pH 7 sehingga
dapat diketahui bahwa pH rawa lebak memiliki sifat asam yang lemah (Humaida, N., Krisdianto., & Peran, 2016).
Nilai pH asam berpengaruh terhadap kation basa yang terlarut seperti Natrium
dan Kaliun (Basuki & Sari, 2019).
Hasil analisis kesuburan tanah
melalui pengukuran NPK diketahui bahwa kandungan N tanah sebesar 0,137%,
kandungan P tanah sebesar 0,10%, dan kandungan K tanah sebesar 0,05%.
Berdasarkan kriteria hasil peniaian analisis tanah (Sulaeman., Suparto., 2005)
dan (Humaida, N., Krisdianto., & Peran, 2016),
kandungan N tanah tergolong rendah sementara untuk kandungan P dan K tergolong
sangat rendah. Unsur hara NPK dalam tanah mempunyai fungsi penting bagi
tumbuhan, yakni digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan. Dengan
ketersediaan unsur hara dalam tanah dengan jumlah yang cukup maka dapat menunjang
tumbuhan agar dapat tumbuh dan bereproduksi secara optimal (Melina, S., Krisdianto, 2021).
Rerata panjang daun dari sampel yang diukur adalah 2,72cm dan 2,74 cm sehingga
memiliki ukuran yang cukup baik meskipun ukuran daun kiambang bisa mencapai 5
cm karena memang ukuran daun kiambang bervariasi, dari sekitar 2 cm hingga 5 cm
(McFarland, D.G., Nelson, L.S., Grodowitz, M.J., Smart, R.M., & Owens,
2004).
Karena kiambang tumbuh mengambang bebas dan tidak berakar pada sedimen, maka
nutrisi yang dibutuhkan untuk proses pertumbuhan harus diperoleh dari bagian
tanaman yang kontak dengan air. Nutrisi terlarut, terutama nitrogen (N) dan
fosfor (P) memainkan peran kunci dalam menentukan karakteristik morfologi dan
tingkat pertumbuhannya (Room, P.M., & Thomas, n.d.).
Kandungan karbon pada tumbuhan
kiambang di rawa Sungai Tabuk memang tergolong rendah, yakni dengan rerata
hasil pengukuran sebesar 345,66 g.m-2 di stasiun 1 dan 302,93 g.m-2di
stasiun 2. Salah satu penyebabnya adalah karena kandungan NPK tanah di lahan
tersebut yang rendah. Namun jika dibandingkan dengan hasil penelitian lain yang
juga mengestimasi kandungan karbon tersimpan pada tumbuhan air lain, seperti
pada tumbuhan kiapu atau water lettuce (Pistia stratiotes) di
rawa air tawar di Kabupaten Banjar berkisar antara 64,07-237,75 g.m-2
(Humaida, N., Krisdianto., & Peran, 2016),
maka kandungan karbon tersimpan pada tumbuhan kiambang menunjukkan hasil yang
lebih besar.
Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata
karbon tersimpan pada tumbuhan kiambang yakni di stasiun Sungai Tabuk 1 adalah 345,66
gm-2 dan di
stasiun Sungai
Tabuk 2 adalah 302,93 gm-2. Dengan diketahuinya persentase
kandungan karbon (kabon tersimpan) maka dapat diketahui seberapa besar potensi
tumbuhan kiambang tersebut untuk menyimpan karbon dalam jaringan tubuhnya
sehingga dapat diambil suatu tindakan untuk memperlambat proses pengemisian
karbon dari tumbuhan kiambang tersebut.
Basuki & Sari, V. K. (2019). Efektivitas
Dolomit dalam Mempertahankan pH Tanah Inceptisol Perkebunan Tebu Blimbing
Djatiroto (pp. 58�64). pp. 58�64. Buletin Tanaman Tembakau, Serat, &
Minyak Industri. Google Scholar
Fahmi, A., & Wakhid, N. (2017). Agroekologi
Rawa, Karakteristik Lahan Rawa. Depok: PT Rajagrafindo Persada. Google Scholar
Ghani, M.A., Krisdianto, & Peran, S. ..
(2021). Estimasi Karbon Tersimpan dalam Tumbuhan Bundung Besar di Rawa Lebak
(pp. 96�103). pp. 96�103. Bioscientiae. Google Scholar
Hairiah, K., Sitompul, S.M., Noordwijk,
Mv., & Palm, C. (2011). Method for Sampling Carbon Stocks Above and
Below Ground. Bogor: ICRAF. Google Scholar
Haridjaja, O., Purwakusuma, W., &
Safitri, R. (2011). Jurnal Sains Terapan. Jurnal Sains Terapan, 1(1),
23�38. Google Scholar
Hilmi E., & Kusmana, C. (2008). Model
Pendugaan Potensi Karbon Flora Bakau. Bogor: Fahutan IPB. Google Scholar
Humaida, N., Krisdianto., & Peran, S.
.. (2016). Estimation of Carbon Storage in Water Lettuce (Pistia stratiotes) at
Freshwater Swamp. Tropical Wetland Journal, 2(2), 38�46. Google Scholar
Istomo & Farida, N. .. (2017). Potensi
Simpanan Karbon di Atas Permukaan Tanah Tegakan Acacia Nilotica L. (Willd) Ex.
Del. di Taman Nasional Baluran, Jawa Timur. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya
Alam Dan Lingkungan, 7(2), 155�162. Google Scholar
Manafe, G., Kaho, M.R., & Risamasu, F.
(2016). Estimasi Biomassa Permukaan dan Stok Karbon pada Tegakan Pohon
Avicennia marina dan Rhizophora mucronata di Perairan Pesisir Oebelo Kabupaten
Kupang. Jurnal Bumi Lestari, 16(2), 163�173. Google Scholar
McFarland, D.G., Nelson, L.S., Grodowitz,
M.J., Smart, R.M., & Owens, C. .. (2004). Aquatic Plant Control Research
Program: Salvinia molesta D. S. Mitchell (Giant Salvinia) in the United States:
A Review of Species Ecology and Approaches to Management. Washington, D.C:
U.S. Army Corps of Engineers. Google Scholar
Melina, S., Krisdianto, &. Mahrita.
(2021). Estimasi Karbon Tersimpan pada Nekromassa Tumbuhan di Rawa Lebak
Kecamatan Martapura, Kalimantan Selatan (pp. 104�116). pp. 104�116.
Bioscientiae. Google Scholar
Ritung, S., Suryani, E., Subardja, D.,
Sukarman., Nugroho, K., Suparto., Hikmatullah., Mulyani, A., Tafakresnanto, C.,
Sulaeman, Y., Subandiono, R.E., Wahyunto., Ponidi., Prasodjo, N., Suryana, U.,
Hidayat, H., Priyono, A., & Supriatna, W. (2015). Sumber Daya Lahan
Pertanian Indonesia: Luas, Penyebaran, dan Potensi Ketersediaan. Jakarta:
IAARD Press. Google Scholar
Rochmayanto, Y., Wibowo, A., Lugina, M.,
Butarbutar, T., Mulyadin, RM., & Wicaksono, D. (2014). Cadangan Karbon
pada Berbagai Tipe Hutan dan Jenis Tanaman di Indonesia (Seri 2).
Yogyakarta: PT Kanisius. Google Scholar
Room, P.M., & Thomas, P. .. (n.d.). Nitrogen,
phosphorus and potassium in Salvinia molesta Mitchell in the field: Effects of
weather, insect damage, fertilizers and age (pp. 213�232). pp. 213�232.
Aquatic Botany. Google Scholar
Sitompul, S. M & Guritno, B. (1995). Analisis
Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Google Scholar
Sulaeman., Suparto., &. Eviati. (2005).
Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Bogor:
Balai Penelitian Tanah. Google Scholar
Suryana. (2016). Potensi dan Peluang
Pengembangan Usaha Tani Terpadu Berbasis Kawasan Di Lahan Rawa (pp. 57�68).
pp. 57�68. Jurnal Litbang Pertanian. Google Scholar
Waluyo., Suparwoto., &. Sudaryanto.
(2008). Fluktuasi Genangan Air Lahan Rawa Lebak dan Manfaatnya Bagi Bidang
Pertanian di Ogan Komering Ilir. Jurnal Hidrosfir Indonesia. Google Scholar
Windarni, C., Setiawan, A., &. Rusita.
(2018). Estimasi Karbon Tersimpan pada Hutan Mangrove di Desa Margasari
Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur (pp. 66�74). pp. 66�74.
Jurnal Sylva Lestari. Google Scholar
Yuliani, D.E., Sitorus, S., & Wirawan,
T. (2013). Analisis Kemampuan Kiambang (Salvinia molesta) untuk Menurunkan
Konsentrasi Ion Logam Cu (II) pada Media Tumbuh Air (pp. 68�73). pp. 68�73.
Jurnal Kimia Mulawarman. Google Scholar
Copyright holder: Nana Citrawati Lestari (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed
under: |