Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 5, Mei 2022
AKUT ABDOMEN EC SOLUSIO
PLASENTA PADA G2P1A0H1 GRAVID PRETERM 33-34 MINGGU + INTRA
UTERIN FETAL DEATH
Try Genta
Utama, Helwi Nofira
Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas, Indonesia
Email: [email protected], [email protected]
Abstrak
Perdarahan dalam kehamilan menimbulkan masalah kesehatan yang serius di Indonesia. Berdasarkan
data yang diperoleh dari Departemen Kesehatan RI, sebanyak
228 ibu meninggal per 1.000
kelahiran. Plasenta penting bagi pertumbuhan
dan perkembangan janin. Kelainan pada plasenta dapat berupa gangguan
fungsi plasenta, gangguan implantasi plasenta, maupun pelepasan plasenta. Solusio plasenta merupakan kondisi terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan
plasenta dari tempat implantasinya. Laporan kasus ini
akan membahas mengenai akut abdomen ec solusio plasenta
pada wanita usia 29 tahun dengan G2P1A0H1 gravid preterm 33-34 minggu + IUFD. Pada USG didapatkan Plasenta tertanam di fundus grade II, tampak
gambaran hematom retroplasenta dan janin mati tunggal intra uterin. Pada hasil laboratorium tanggal 17 Juli 2019 didapatkan Anemia berat dengan Hb 5,4 mg/dl. Rencana penatalaksanaan pada pasien ini dengan
terminasi kehamilan segera secara per abdominam untuk menyelamatkan ibu sudah tepat. Pengambilan
keputusan dengan pertimbangan kondisi klinis, usia kehamilan
dan jumlah pendarahan yang terjadi serta telah
dilakukannya upaya maksimal untuk menyelamatkan uterus sudah tepat.
Kata kunci: Perdarahan, Solusio, IUFD, Anemia
Abstract
�Bleeding in pregnancy
causes serious health problems in Indonesia. Based on data obtained from the
Indonesian Ministry of Health, as many as 228 mothers died per 1,000 births.
The placenta is important for the growth and development of the fetus.
Abnormalities in the placenta can be impaired placental function, impaired
placenta implantation, or placental discharge. Placental solution is a
condition of removing part or all of the surface of the placenta from the place
of implantation. This case report will discuss the acute abdominal ec placental solution in women aged 29 years with G2P1A0H1 gravid preterm 33-34 weeks �+ IUFD. On ultrasound obtained placenta
embedded in the fundus grade II,
appears a picture of hematom retroplasenta
and a single dead fetus intra uterinerin. In
laboratory results on July 17, 2019 obtained severe anemia with Hb 5.4 mg / dl.
The management plan in this patient with the termination of the pregnancy
immediately per abdominam to save the mother is
appropriate. Decision making with consideration of clinical condition,
gestational age and the amount of bleeding that occurs and has made maximum
efforts to save the uterus is appropriate.
Keywords: leeding, Solusio, IUFD, Anemia
Pendahuluan
Perdarahan dalam kehamilan, persalinan maupun pada masa nifas menimbulkan masalah kesehatan yang serius di
Indonesia. Berdasarkan data yang diperoleh
dari Departemen Kesehatan
RI, sebanyak 228 ibu meninggal per 1.000 kelahiran. Penyebab kematian tertinggi pada ibu adalah perdarahan yaitu sebesar 27% (Depkes, 2010).
Plasenta merupakan bagian penting bagi pertumbuhan dan perkembangan janin. Apabila terjadi kelainan pada plasenta maka dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin maupun gangguan proses persalinan. Kelainan pada plasenta dapat berupa gangguan fungsi plasenta, gangguan implantasi plasenta, maupun pelepasan plasenta sebelum waktunya (Prawirohardjo, 2008).
Solusio plasenta merupakan
kondisi terlepasnya sebagian atau seluruh
permukaan plasenta dari tempat implantasinya
yang normal pada lapisan desidua
endometrium sebelum janin lahir pada kehamilan >20 minggu (Prawirohardjo, 2008).
Solusio plasenta merupakan salah satu penyebab perdarahan antepartum yang memiliki kontribusi utama terhadap kematian maternal maupun neonatal bersama dengan hipertensi dan infeksi (Cunningham, 2017). Di Indonesia, diperkirakan terjadi 450 kematian maternal terjadi per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1988. Insiden tersebut merupakan kejadian tertinggi di ASEAN dan 50-100 kali lebih tinggi dari angka kematian maternal di negara maju (Mose, 2004) Di Amerika Serikat, perdarahan menyebabkan 11,4% dari 5.367 kematian ibu yang berhubungan dengan kehamilan dari tahun 2006-2013 (Cunningham, 2017).
Keberhasilan penatalaksanaan solusio plasenta tergantung pada diagnosis
yang tepat, deteksi komplikasi, serta penanganan kondisi-kondisi yang menyertai.
Metode Penelitian
����������� Jenis laporan kasus
yang digunakan adalah deksriptif kualitatif, untuk mengetahui tatalaksana secara komprehensif dengan menganalisa masalah pada kasus.
Hasil dan Pembahasan
Laporan kasus ini membahas seorang pasien wanita umur 29 tahun di diagnosa dengan Akut abdomen ec solusio plasenta pada G2P1A0H1 gravid preterm 33-34 minggu + IUFD.
�� Berdasarkan anamnesis, pasien sebelumnya datang ke IGD RSUD Sungai Dareh dengan nyeri perut hebat disertai dengan keluar darah yang berwarna merah kehitaman dan adanya riwayat sebelumnya di urut di bagian perut. Hal ini sesuai dengan poin anamnesis yang mendukung ke arah solusio plasenta, yaitu adanya nyeri perut tiba-tiba disertai dengan pendarahan berwarna merah kehitaman. Umumnya ibu dapat menceritakan adanya trauma yang merupakan penyebab dari solusio plasenta tersebut. Pada pasien juga ditemukan keluhan gerak anak yang berkurang dan tiba-tiba berhenti. Hal ini menandakan adanya kemungkinan kematian janin akibat solusio plasenta.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda vital masih dalam batas normal. Konjungtiva tampak anemis. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan tanda-tanda akut abdomen berupa nyeri tekan di seluruh lapangan perut dan defans muscular (+) serta FUT teraba lebih tinggi dari
usia kehamilan yang seharusnya, dengan bagian janin yang sulit diraba. Berdasarkan
literatur hal ini merupakan tanda
dari akut abdomen yang diduga terjadi akibat solusio plasenta.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb: 5,4
mg/dL, trombosit 24.000/mm3. Hal ini menandakan bahwa telah terjadi
komplikasi yang biasa ditemukan pada kasus solusio plasenta berat. Dari pemeriksaan USG didapatkan hematom retroplasenta menandakan adanya bagian plasenta
yang terlepas.
Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang, maka pada kasus ini sudah bisa
ditegakkan diagnosis kerja yaitu akut abdomen ec solusio plasenta.
Hal ini kemudian didukung dengan hematom retroplasenta dan uterus couvelaire yang ditemukan pada saat intra operatif.
Berdasarkan data yang didapatkan
tersebut di atas, kasus solusio plasenta
pada pasien ini dapat diklasifikasikan kedalam kasus solusio
plasenta berat, berdasarkan klasifikasi yang dijelaskan dalam literatur Prawirohardjo, 2008. Dalam literatur tersebut menjelaskan klasifikasi secara klinis solusio plasenta yang dibagi ke dalam berat
ringannya gambaran klinik sesuai dengan
luasnya permukaan plasenta yang terlepas, maka terbagi atas
solusio plasenta ringan, sedang dan berat. Solusio plasenta ringan yaitu luas plasenta
yang terlepas <25% dengan
jumlah pendarahan <250
mL, gejalanya sukar dibedakan dengan plasenta previa kecuali darah yang kehitaman dan belum ada komplikasi
terhadap ibu dan janin. Solusio plasenta sedang yaitu luas plasenta
yang terlepas >25%, namun
belum mencapai 50% dengan jumlah pendarahan
250-1000 mL. Gejala-gejala
dan tanda-tanda sudah jelas terlihat seperti nyeri perut
yang terus-menerus, denyut janin menjadi cepat,
hipotensi dan takikardi. Solusio plasenta berat yaitu luas plasenta yang terlepas >50%, dan jumlah darah
yang keluar >1000 mL. Gejala dan tanda klinik jelas, keadaan umum disertai
syok, dan hampir semua janinnya telah meninggal. Komplikasi koagulopati dan
gagal ginjal yang ditandai dengan oligouria pada umumnya telah muncul. Pada
pasien, jumlah darah yang keluar diperkirakan sudah >1000 mL, yang dapat
dinilai dari adanya penurunan Hb serta telah terjadi komplikasi berupa kematian
janin.
�� Pada kasus ini, keadaan umum pasien masih stabil, hal ini disebabkan oleh adanya kompensasi tubuh, namun dari hasil laboratorium yang abnormal, nantinya dapat menyebabkan komplikasi lebih lanjut, maka diputuskan untuk dilakukan SC emergensi setelah sebelumnya melakukan konsultasi dengan bagian anestesi untuk toleransi operasi pada pasien. Mempertimbangkan keadaan post operatif pasien yang membutuhkan ruangan perawatan intensif, maka itulah salah satu alasan pasien dirujuk dari RSUD Sungai Dareh, karena tidak tersedianya ruangan intensif bagi pasien. Selain itu, ketidaktersediaan salah satu produk darah yang diperlukan pasien juga menjadi alasan pasien dirujuk.
�� Pada kasus ini SC emergensi dipilih karena janin mati dengan pendarahan masif yang tidak dapat dikelola adekuat, tidak terdapat nya tanda-tanda inpartu serta mencari penyebab akut abdomen. Hal ini sesuai dengan penjelasan di Cunningham, 2017 yaitu apabila janin telah mati atau tidak viable dan disertai dengan dilatasi serviks yang besar, maka persalinan pervaginam dapat dipertimbangkan. Namun, pada kasus janin mati dengan perdarahan masif yang tidak dapat dikelola dengan adekuat dan tidak terdapat tanda-tanda inpartu, persalinan pervaginam cenderung tidak dijadikan sebagai pilihan.
�� Pada pasien untuk tahap resusitasi awal diberikan transfusi darah 2 unit PRC secara intraoperatif. Hal ini bertujuan untuk mekompensasi kehilangan darah intraoperatif. Selanjutnya post operatif masih dilanjutkan koreksi dari abnormalitas hasil pemeriksaan darah berupa transfusi PRC dan TC hingga kondisi hemodinamik pasien stabil.
�� Menariknya, pada kasus ini, ibu dengan usia 29 tahun dan baru memiliki satu orang anak seharusnya tindakan konservasi uterus dapat dipertimbangkan. Namun keadaan intra operatif ditemukan atonia uteri dengan uterus couvelaire 100%. Telah dilakukan upaya pemberian uterotonika maksimal dan ligasi arteri uterine kiri dan kanan tetapi gagal, uterus tetap tidak berkontraksi, maka tindakan secarian histerektomi harus dilakukan.
Kesimpulan
Diagnosa pada pasien ini Akut abdomen ec solusio plasenta pada G2P1A0H1 gravid preterm 33-34 minggu + IUFD sudah tepat. Rencana� penatalaksanaan pada pasien ini dengan terminasi kehamilan segera secara per abdominam untuk menyelamatkan ibu sudah tepat. Pengambilan keputusan dengan pertimbangan kondisi klinis, usia kehamilan dan jumlah pendarahan yang terjadi serta telah dilakukannya upaya maksimal untuk menyelamatkan uterus sudah tepat.
Depkes, R. I. (2010). Profil Kesehatan
Indonesia 2010. Jakarta: Depkes Ri.
Mose, Johanes C. (2004). Penyulit
Kehamilan; Perdarahan Antepartum; Dalam: Obstetri Patologi, Edisi Ke-2. Editor:
Sulaiman Sastrawinata, Djamhoer Martaadisoebrata, Firman F. Wirakusumah.
Jakarta: Buku Kedokteran Egc Dan Padjadjaran Medical Press.
Prawirohardjo, Sarwono. (2008). Prawirohardjo,
Sarwono. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut Dan Persalinan; Bagian Ketiga:
Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas, Dan Bayi Baru Lahir (Masalah Ibu);
Dalam: Ilmu Kebidanan, Edisi Ke-4. Jakarta: Penerbit P.T. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
������������������������������������������������
Copyright holder: Try Genta Utama, Helwi Nofira (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed
under: ���������������������������������������������������������� |