Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 5, Mei 2022

 

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN

 

Muhammad Hendra, Peby Novalia Br Sembiring, Andreas Josua Situmorang, M.Fikri Rady Ilham Hasibuan

Falkultas Hukum Universitas Prima Indonesia, Medan, Indonesia

Email: [email protected][email protected][email protected] [email protected]

 

Abstrak

Bahwa penegakan hukum di Negara Republik Indonesia tercinta ini senantiasa diuji oleh berbagai macam persoalan hukum dengan berbagai macam skenario dan motif tindak pidana yang dilakukan. Institusi-institusi penegak hukum baik Kepolisian, Kejaksaan, maupun Kehakiman juga selalu bahu membahu saling mendukung proses penegakan hukum tersebut. Satu institusi dengan lainnya saling membutuhkan, bagaikan satu bangunan yang tidak terpisahkan. Kekompakan institusi-institusi tersebut dipertaruhkan tatkala dihadapkan pada kasus tindak pidana berskala nasional. Kasus tindak pidana berskala nasional yang tengah viral menjadi sorotan seluruh elemen masyarakat, baik akademisi, mahasiswa, Advokat, wartawan media cetak maupun elektronik, maupun masyarakat awam lainnya.Sebagaimana kasus besar yang dialami oleh seorang karyawati BRI Syariah di Jalan S. Parman, Medan yang bernama Wahyuni Br Simangunsong terkait pidana Pasal 365 Ayat (4) KUHP Pidana, yakni pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan kematian. Bahwa ketentuan tindak pidana Pasal 365 Ayat (4) KUHPidana yang berbunyi sebagai berikut, �diancam pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu, paling lama 20 (dua puluh) tahun, bila perbuatan (pencurian ) itu mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, disertai pula oleh salah satu yang diterangkan dalam nomor satu dan tiga., merupakan ketentuan pasal pemidanaan yang memberikan solusi terbaik untuk menghukum mati para pelaku tindak pidana yang tergolong biadab dan sadis tersebut. Bahwa dalam tindak pidana tersebut terkandung 3 (tiga) buah tindak pidana berlapis sekaligus, yakni tindak pidana pencurian, penganiayaan dan tindak pindak pembunuhan. Akumulasi dari ketiga unsur tersebut menciptakan sebuah tindak pidana kejam luar biasa yang berdasarkan ketentuan Pasal 365 Ayat (4) KUHPidana sangat pantas dijatuhkan pidana mati, penjara seumur hidup maupun penjara 20 (dua puluh) tahun. Karenanya wajar jika kemudian majelis hakim yang memutuskan perkara ini terkadang memberikan hukuman terberat berupa hukuman mati atau minimal seumur hidup sebagai perwujudan rasa keadilan (Sense Of Justice) bagi korban dan keluarga yang ditinggalkan.

 

Kata kunci: Penegakan Hukum, Pasal 365 Ayat (4) KUHPidana tentang Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Yang Mengakibatkan Kematian

 

Abstract

That law enforcement in the beloved Republic of Indonesia is always tested by various kinds of legal issues with various scenarios and motives for the crimes committed. Law enforcement institutions, including the Police, the Prosecutor's Office, and the Judiciary, also always work hand in hand to support the law enforcement process. One institution to another need each other, like an inseparable building. The cohesiveness of these institutions is at stake when faced with criminal cases on a national scale. The national-scale criminal case which is currently viral is in the spotlight of all elements of society, including academics, students, advocates, journalists in print and electronic media, as well as other ordinary people. As in the big case experienced by a BRI Syariah employee on Jalan S. Parman, Medan named Wahyuni ​​Br Simangunsong related to Article 365 Paragraph (4) of the Criminal Code, namely theft with violence resulting in death. That the provisions of Article 365 Paragraph (4) of the Criminal Code which reads as follows, "threatened with a death penalty or life imprisonment or imprisonment for a certain time, a maximum of 20 (twenty) years, if the act (theft) results in serious injury. or death and is committed by two or more people in alliance, accompanied by one of those described in numbers one and three.," is a provision of the criminal law that provides the best solution for punishing the perpetrators of these savage and sadistic crimes. That in the crime contained 3 (three) layers of criminal acts at once, namely the crime of theft, persecution and murder. The accumulation of these three elements creates an extraordinary cruel crime which based on the provisions of Article 365 Paragraph (4) of the Criminal Code is very appropriate to be sentenced to death, life imprisonment or 20 (twenty) years imprisonment. Therefore, it is natural that the panel of judges who decides this case sometimes gives the heaviest sentence in the form of the death penalty or a minimum of life imprisonment as an embodiment of a sense of justice for the victim and the bereaved family.

 

Keywords: Law Enforcement, Article 365 Paragraph (4) of the Criminal Code concerning the Crime of Theft With Violence That Causes Death.

 

Pendahuluan

Penegakan hukum ialah upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman prilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. tentang keadilan-keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan social menjadi kenyataan. (SatjiptoRahardjo., 1987) Menurut Andi Hamzah, istilah penegakan hukum sering disalah artikan seakan hanya bergerak di bidang hukum pidana atau di bidang represif. Istilah penegakan hukum disini meliputi baik yang represif maupun yang preventif. Jadi kurang lebih maknanya sama dengan istilah Belanda rechtshanhaving. Berbeda dengan istilah law enforcement, yang sekarang diberi makna represif, sedangkan yang preventif berupa pemberian informasi persuasive maupun petunjuk disebut law compliance, yang berarti pemenuhan ataupun penataan hukum. Oleh karena itu lebih tepat jika dipakai istilah atau pengadilan hukum.

Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dijelaskan, maka dengan ini kami ingin membahas lebih mendalam terkait kasus besar pada tahun 2011, yang sangat menggemparkan publik kota Medan pada khususnya dan publik Indonesia pada umumnya, yakni penculikan, perampokan sekaligus pembunuhan terhadap Wahyuni Br Simangunsong, seorang karyawati BRI Syariah, yang beralamat kantor di Jalan S. Parman, Medan dengan judul penelitian

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN (Studi Kasus Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1452 K/Pid/2012)

 

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini akan diteliti dan dikaji permasalahan-permasalahan sebagai berikut :

1.           Apa yang menjadi latar belakang para pelaku dalam melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan kematian terhadap Wahyuni Br Simangunsong ?

2.           Bagaimanakah upaya penegakan hukum yang dilakukanaparat Kepolisian dalam mengungkap tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan kematianWahyuningsih Br Simangunsong ?

Apakah kendala-kendala yang dihadapi aparat Kepolisian dalam upaya penegakan hukum tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan kematianWahyuni Br Simangunsong ?

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka penelitian tersebut bertujuan:

1.           Untuk mengetahui dan memahami latar belakang para pelaku dalam melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan kematianterhadap Wahyuni Br Simangunsong.

2.           Untuk mengetahui dan memahami upaya penegakan hukum yang dilakukanaparat Kepolisian dalam mengungkap tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan kematianWahyuni Br Simangunsong.

3.           Untuk mengetahui dan memahami kendala-kendala yang dihadapi aparat Kepolisian dalam upaya penegakan hukum tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan kematianWahyuni Br Simangunsong.

Adapun manfaatyang diharapkan dalam penelitian ini adalah :

1.           Secara teoritis, penelitian ini dapat membuka wawasan dan paradigma berfikir masyarakat pada umumnya dan mahasiswa fakultas hukum serta penegak hukum pada khususnya terkait permasalahan penegakan hukum tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan kematian Wahyuni Br Simangunsong.

2.           Penelitian ini dapat pula menjadi bahan referensi bagi peneliti selanjutnya baik dari unsur mahasiswa, akademisi maupun praktisi, guna memperkaya khazanah ilmu pengetahuan khususnya ilmu hukum pidana.

 

 

Kerangka Teori

Penegakan hukum adalah sistem yang di dalamnya terdapat alat negara maupun pemerintah yang bertindak secara terorganisir guna menegakkan hukum dengan cara menemukan, menghalangi, memulihkan, atau menghukum orang-orang yang melanggar undang-undang dan norma hukum yang mengatur masyarakat ditempat anggota penegak hukum tersebut berada.

Kerangka Konsepsi

Kerangka konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Kerangka konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operational definition. Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubitus) dari suatu istilah yang dipakai.�������

Metode Penelitian

Metode penelitian sangat penting karena turut menentukan tercapai atau tidaknya tujuan suatu penelitian. Apabila suatu penelitian menggunakan metode yang tepat, maka fakta atau kebenaran yang diungkap dalam penelitian akan dengan mudah untuk dipertanggungjawabkan. Metode penelitian ilmiah adalah cara yang dipandang sebagai cara mencari kebenaran secara ilmiah.

1.   Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris, yakni terkait tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan kematian dan divonis melalui Putusan Mahkamah AgungNomor : 1452K/Pid/2012. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis dengan menggambarkan fakta-fakta mengenai tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan kematian sekaligus menjelaskan hubungan antara fakta dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagai data untuk memperkuat argumentasi-argumentasi dalam penelitian ini dilakukan wawancara langsung kepada anggota dan pejabat Kepolisian diwilayah hukum provinsi Sumatera Utara serta pejabat dilingkungan Kementerian Hukum dan HAM.

2.   Sumber Bahan Hukum

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari penelitian lapangan (field research) sedangkan data sekunder diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research). Data sekunder dibagi dalam 3 (tiga) bahan hukum, yaitu:

a.   Bahan hukum primer, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

b.   Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, Putusan Mahkamah AgungNomor : 1452K/Pid/2012 tentangtindak pidana pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan kematian.

c.   Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum.

3.   Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yakni menggunakan�� penelitian kepustakaan dan dokumentasi yakni merupakan teknik pengumpulan data dari buku-buku yang relevan dengan masalah penelitian, dokumen-dokumen, arsip-arsip, catatan-catatan yang berhubungan dengan objek penelitian.

4.   Analisis Data

Data yang ada dianalisa secara kualitatif artinya menguraikan, menceritakan kenyataan � kenyataan yang terungkap dari data dengan menarik kesimpulan dari logika berfikir deduktif kepada induktif yakni dari bersifat umum kepada yang khusus. Analisis ini penulis lakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a.   Penyajian data

Penyajian data adalah sekumpulan informasi yang memungkinkan peneliti melakukan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan penyajian data kualitatif disajikan dalam bentuk teks naratif, penyajian juga dapat berbentuk matriks, grafik,jaringan,bagan. Semuanya dirancang dalam bentuk yang padu dan mudah dipahami.

b.   Verifikasi data

Penarikan kesimpulan sebagai konfigurasi yang utuh, dan seluruh kesimpulan�kesimpulan tersebut juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Kesimpulan dapat diubah setelah seluruh data dianalisis mengenai Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Yang Mengakibatkan Kematian .

Hasil dan Pembahasan

Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Yang Mengakibatkan Kematian (Studi Kasus Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1452 K/Pid/2012)

Bahwa begitu juga dengan proses penegakan hukum maksimal yang telah dilakukan aparat Kepolisian demi tegak dan berfungsinya ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, dalam hal ini ketentuan Pasal 365 Ayat (4) KUHPidana, terbukti pada akhirnya setelah melakukan proses penyelidikan dan penyidikan secara seksama berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 5 KUHAP dan Pasal 1 angka 2 KUHAP, aparat Kepolisian Polrestabes Medan berhasil menangkap para pelaku tindak pidana tersebut pada tanggal 12 Agustus 2011 sekitar pukul 17:00 WIB, dengan uraian identitas nama sebagai berikut:

1.   Erwin Panjaitan.

2.   Ria Hutabarat.

3.   Suherman Alias Embot.

4.   Eva Lestari Surbakti.

Maka selanjutnya proses penegakan hukum dilanjutkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan mengajukan dakwaan alternatif terutama pada terdakwa yang bernama Erwin Panjaitan dengan rincian detail sebagai berikut:

1.           Pasal 365 ayat 4 (KUHPidana) berbunyi, �diancam dengan pidana mati atau dengan pidana penjara seumur hidup atau dengan tertentu,yakni paling lama 20 tahun,jika apabila perbuatan pencurian itu mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, disertai pula oleh salah satu yang diterangkan dalam nomor satu dan tiga.�

2.           Pasal 339 KUHP, �yaitu pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu tindak pidana, yakni yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan dan mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun berserta lainnya dari pidana bila tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama 20 (dua puluh) tahun.

3.           Pasal 55 ayat 1 kesatumereka yang melalukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan tindak pidana itu�.

 

Bahwa atas dakwaan tersebut selanjutnya Jaksa Penuntut Umum pada tanggal 18 April 2012mengajukan tuntutan pidana (Requisitoir)sebagai berikut:

1.           Menyatakan terdakwa Erwin Panjaitanterbukti melakukan tindak pidana Pasal 365 ayat (4) KUHP

2.           Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa 20 (dua puluh) tahun penjara

3.           Menyatakan barang bukti dirampas untuk di musnahkan

 

Bahwa sangat disayangkan ternyata semangat penegakan hukum yang dimiliki Jaksa Penuntut Umum (JPU) faktanya menunjukkan kenyataan yang sangat memprihatinkan dan menyedihkan dengan hanya mengajukan tuntutan sangat minim kepada pelaku yang bernama Erwin Panjaitan, tepatnya pada tuntutan (Requisitoir) butir 2 berbunyi, �menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Erwin Panjaitan selama 20 (dua puluh) tahun penjara potong tahanan�. Atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sangat memprihatinkan dan menyedihkan tersebut selanjutnya Majelis Hakim melanjutkan acara persidangan, melakukan kajian dan pertimbangan hukum mendalam guna membuka seluruh fakta-fakta hukum yang ada dengan memberikan putusan yang dapat memenuhi rasa keadilan (Sense Of Justice) dan kepastian hukum.

a.    Putusan-Putusan Majelis Hakim

Berdasarkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap terdakwa yang bernama Erwin Panjaitan tersebut pada akhirnya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan, memutuskan ketentuan Pasal 365 ayat (4) KUHPidana tentang pencurian yang disertai dengan kekerasan yang mengakibatkan matinya orang adalah ketentuan pidana yang tepat dengan hukuman berat diberikan pada terdakwa. Bahwa tepatnya melalui putusan Pengadilan Negeri Medan No. 160/Pid.B/2012/PN.Medan tanggal 8 Mei 2012 yang sebagian amarnya berbunyi sebagai berikut:

1.   Menyatakan bahwa Terdakwa Erwin panjaitan telah pula terbukti secara sah bersalah telah melakukan tindak pidana �Pencurian yang diikuti dan disertai dengan kekerasan yang mengakibatkan kematian orang;

2.   Menghukum terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara seumur hidup;

3.   Menetapkan agar terdakwa tetap masih berada dalam tahanan;

4.   Menetapkan bahwa barang-barang bukti dirampas untuk negara dan dimusnahkan.

5.   Membebankan bahwa kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 1.000,- (Seribu Rupiah).

 

Bahwa atas putusan pengadilan negeri tersebut terdakwa Erwin Panjaitan mengajukan banding namun pengajuan bandingnya tidak membuahkan hasil .

Atas putusan Pengadilan Tinggi Medan tersebut, terdakwa Erwin Panjaitan tetap tidak menerima dan kembali mengajukan upaya hukum kasasi yang pada akhirnya juga kembali tidak membuahkan hasil.

 

Pembahasan Pasal 365 ayat (4) KUHPidana tentang pencurian yang diikuti dan disertai dengan kekerasan yang mengakibatkan matinya orang.

Bahwa pada dasarnya delik dari Pasal 365 (KUHP) adalah Pasal Pencurian dengan Kekerasan sebagai Pemberatan dari Pasal Pencurian Biasa, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 362 KUHP. Berikut uraian Pasal 365 KUHP.

Pasal 365 KUHP

(1)���� Diancam dengan pidana penjara yakni paling lama sembilan tahun

(2)���� Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun:

(3)��� Jika perbuatan mengakibatkan kematian, maka diancam dengan pidana penjara�� paling lama lima belas tahun.

(4)  diancam dengan pidana mati atau dengan pidana penjara seumur hidup atau dengan tertentu,yakni paling lama 20 tahun,jika apabila perbuatan pencurian itu mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih�.

 

Putusan Mahkamah Agung Yang Telah Berupaya Memenuhi Rasa Keadilan

Bahwa dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dikenal adanya tiga macam jenis putusan, yaitu:

1.     Putusan yang menyatakan terdakwa bersalah dan menghukum terdakwa,

2.     Putusan bebas (vrijspraak).

3.     Putusan lepas (ontslag van alle rechtsvervolging).

 

Bahwaputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia pada hari Kamis tanggal 27 September 2012 No.1452 K/Pid/2012, yang amar putusannya sebagai berikut:

1.           Menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi/terdakwa:ERWIN PANJAITAN tersebut�.

2.           Membebankan kepada terdakwa tersebut untuk membayar seluruh biaya perkara dalam tingkat kasasi Rp.2.500,00 (Dua Ribu Lima Ratus Rupiah).

 

Merupakanputusan yang menyatakan terdakwa bersalah dan menghukum terdakwa�, dan salah satu muatan tersebut yakniPertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa, yang diuraikan sebagai berikut, �bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena Judex Factietidak salah menerapkan hukum dan telah mempertimbangkan hal-hal yang relevan secara yuridis dengan benar dengan pertimbangan sebagai berikut:

             Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan yang menjadi dasarkesalahan Terdakwa bersama istri dan rekan-rekannya yaitu telah melakukan perbuatan terhadap korban yang di awalin dengan Terdakwa menggunakan seragam Polisi memberhentikan kendaraan korban dengan alasan korban melanggar rambu-rambu lalu lintas, setelah korban berhenti Terdakwa masuk mobil korban kemudian berjalan sampai di pom bensin tempat yang udah ditentukan oleh Terdakwa dan rekan-rekannya, selanjutnya istri dan rekan-rekan Terdakwa masuk mobil korban, untuk mempermudah Terdakwa mengambil barang-barang korban, maka korban dilakban mulut, mata, hidung hanya diberi lubang sedikit selanjutnya istri dan rekan-rekan Terdakwa mencatat nomor PIN tabungan korban dengan cara korban diberi alat tulis menuliskan nomor PIN. Setelah mendapat nomor PIN, istri Terdakwa dan rekan-rekannya mengambil uang milik korban di ATM.

             Bahwa Terdakwa sejak masuk mobil korban mengambil alih kemudi dan korban didudukkan dibawah jok belakang supir agar tidak dilihat orang. Karena kedua kaki dan kedua tangan korban diikat, maka korban tidak bisa bergerak dan kehabisan nafas akhirnya korban meninggal dunia.

             Bahwa perbuatan Terdakwa mempunyai hubungan kausal dengan meninggalnya korban Wahyuni Br Simangunsong sesuai Visum Et Repertum No. 157/VIII/IKK/VER/2011, tertanggal 06 Agustus 2011, dan perbuatan Terdakwa telah memenuhi unsur-unsur Pasal 365 Ayat(4) KUHPidana.

             Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, lagi pula ternyata putusan Judex Factie dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan undang-undang, maka permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Terdakwa tersebut harus ditolak.

Dengan demikian jelas Mahkamah Agung telah sependapat dengan putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri maupun Majelis Hakim Pengadilan Tinggi, untuk itu apresiasi setinggi-tingginya pantas diberikan kepada Mahkamah Agung yang telah menjatuhkan putusan pidana yang jauh lebih baik dari tuntutan(Requisitoir) Jaksa Penuntut Umum (JPU) berupa pidana seumur hidup, namun demikian bagi keluarga korban dan sebagian besar masyarakat pada umumnya, putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.1452 K/Pid/2012 dinilai masih kurang maksimal dalam memenuhisense of justiceatau rasa keadilan, dikarenakan:

1.           Bunyi pada Pasal 365 Ayat (4) KUHPidana, Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, disertai pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam no. 1 dan 3.

2.           Sekaligus mengingat efek negatif luar biasa yang telah dihasilkan oleh Terpidana Erwin Panjaitan Cs baik itu kematian bagi diri korban maupun trauma berkepanjangan bagi keluarga maupun masyarakat luas.

 

Oleh karena itu sejatinya putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.1452 K/Pid/2012, lebih mengakomodir salah satu tujuan hukum yaknisense of justiceatau rasa keadilan, yakni dengan jalan menjatuhkanhukuman matikepada Terpidana Erwin Panjaitan Cs, disebabkan penganiayaan berat yang berujung pada kematian korban, merampas harta kekayaan milik korban, maupun luka traumatis berkepanjangan bagi keluarga yang ditinggalkan tentunya tidak dapat dimaafkan untuk alasan apapun juga. Oleh karena itu sekali lagi ditegaskan sepatutnya Mahkamah Agung dapat menjatuhkan hukuman mati kepada Terpidana berdasarkan ketentuan Pasal 365 Ayat (4) KUHPidana.

 

 

Kesimpulan

Bahwa dengan jelas Mahkamah Agung telah sependapat dengan putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri maupun Majelis Hakim Pengadilan Tinggi, untuk itu apresiasi setinggi-tingginya pantas diberikan kepada Mahkamah Agung yang telah menjatuhkan putusan pidana yang jauh lebih baik dari tuntutan(Requisitoir) Jaksa Penuntut Umum (JPU) berupa pidana seumur hidup, namun demikian bagi keluarga korban dan sebagian besar masyarakat pada umumnya, putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.1452 K/Pid/2012dinilai masih kurang maksimal dalam memenuhisense of justiceatau rasa keadilan, dikarenakan:

1.           Bunyi pada Pasal 365 Ayat (4) KUHPidana, Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, disertai pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam no. 1 dan 3.

2.           Sekaligus mengingat efek negatif luar biasa yang telah dihasilkan oleh Terpidana Erwin Panjaitan Cs baik itu kematian bagi diri korban maupun trauma berkepanjangan bagi keluarga maupun masyarakat luas.

 

Oleh karena itu sejatinya putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.1452 K/Pid/2012, lebih mengakomodir salah satu tujuan hukum yaknisense of justiceatau rasa keadilan, yakni dengan jalan menjatuhkanhukuman matikepada Terpidana Erwin Panjaitan Cs, disebabkan penganiayaan berat yang berujung pada kematian korban, merampas harta kekayaan milik korban, maupun luka traumatis berkepanjangan bagi keluarga yang ditinggalkan tentunya tidak dapat dimaafkan untuk alasan apapun juga. Oleh karena itu sekali lagi ditegaskan sepatutnya Mahkamah Agung dapat menjatuhkan hukuman mati kepada Terpidana berdasarkan ketentuan Pasal 365 Ayat (4) KUHPidana.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

SatjiptoRahardjo. (1987). MasalahPenegakan Hukum. Bandung: SinarBaru.

 

Satjiptorahardjo. 1987. Masalahpenegakan Hukum. Bandung: Sinarbaru. Hlm.15

 

Andi Hamzah. 2005. Asas-Asaspentingdalam Hukum Acara Pidana. Surabaya: Fh Universitas. Hlm. 2

 

Soerjonosoekanto. 1983. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhipenegakan Hukum. Jakarta: Rajawali. Hlm. 24.

 

Alam, A.S. 2002. Kejahatan, Penjahat, Dan Sistem Pemidanaan. Makassar: Lembaga Kriminologi Universitas Hasanuddin.

 

Anwar, H.A.K Moch. 1999. Hukum Pidana Bagian Khusus (Kuhp Buku Ii). Bandung: Citra Aditya Bakti.

 

Arief, Barda Nawawi. 1998. Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Dan Pengembanganhukum Pidana. Bandung: Citra Aditya Bakti.

 

Arief, Barda Nawawi. 1992. Teori-Teori Dan Kebijakan Pidana: Masalah Pemidanaan Sehubungan Dengan Perkembangan Delik-Delik Khususdalammasyarakatmodern. Bandung: Alumni.

 

Bachtiar, Effendi, Dkk.. 1991. Surat Gugatan Dan Hukum Pembuktian Dalam Perkara Perdata. Bandung: Citra Aditya Bakti.

 

Chazawi, Adami. 2000. Pelajaran Hukum Pidana Bag I. Jakarta: Raja Grafindo.

 

Chazawi, Adami. 2005. Hukum Pidana Materiil Dan Formil Korupsi Di Indonesia. Malang:��� Bayumedia Publishing.

Chazawi, Adami. 2000. Kejahatan Terhadap Tubuh Dan Nyawa. Jakarta: Pt. Raja Grafindo����� Persada.

 

Friedman, Lawrence M. 2011. Sistem Hukum: Perspektif Ilmu Sosial. Jakarta: Gosita, Arif. 2003. Masalah Korban Kejahatan. Jakarta: Akademika Pressindo.

 

Hamzah, Andi.2008. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

 

Hamzah, Andi. 2001. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta.

 

Harahap, M. Yahya. 2001. Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan Kuhap PenyidikanDan Penuntutan. Jakarta: Sinar Grafika.

 

Kartanegara, Satochid. 1998. Hukum Pidana Bagian Satu. Jakarta: Balai Lektur Mahasiswa. Lilik Mulyadi. 2002. Hukum Acara Pidana (Suatu Tinjauan Khusus Terhadap Surat Dakwaan. Eksepsi Dan Putusan Peradilan). Bandung: Pt. Citra Aditya Bakti.

 

Marzuki, Peter Mahmud. 2010. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Prenada Media.

 

Mertokusumo, Sudikno. 2005. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty.Muladi. 2008. Lembaga Pidana Bersyarat. Bandung: Alumni.

 

Moeljatno. 2008. Asas-Asas Hukum Pidana. Bandung: Rineka Cipta.

 

Muladi, Dan Barda Nawai Arief. 1998. Teori-Teori Dan Kebijakan Pidana. Bandungalumni.

 

Nassaruddin, Ende Hasbi. 2016. Kriminologi. Bandung: Pustaka Setia.Prinst, Darwan. 1999. Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar. Jakarta: Djambatan.

 

Prodjodikoro, Wirjono. 1994. Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia. Cet : Ii. Bandung:Pt.Eresco.

 

Rahardjo, Satjipto. 2009. Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis. Yogyakarta:Genta Publishing.

 

Saleh, Roeslan. 1993. Stelsel Pidana Indonesia. Jakarta: Aksara Baru.

 

Sidharta, Arief. 2006. Hukum Dan Logika. Bandung: Alumni.

 

Soekanto, Soerjono. 1992. Kesadaran Hukum Dan Kepatuhan Hukum. Jakarta: Rajawalipers.

 

Soekanto, Soerjono. 2005. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Penegakan Hukum Jakarta:Pt�� Raja Grafindo Persada.

 

Soekanto, Soerjono. 2007. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: Pt Raja Grafindopersada.Syahrani, Ridhuan. 1999. Rangkaian Intisari Ilmu Hukum. Bandung: Pt. Citra Adityabakti. Shant, Delyana. 1998. Konsep Penegakan Hukum. Yogyakarta: Liberty.Lilik Mulyadi, 2007, Hukum Acara Pidana, (Bandung: Pt Citra Aditya Bakti.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

��������

Copyright holder:

Muhammad Hendra, Peby Novalia Br Sembiring, Andreas Josua Situmorang, M.Fikri Rady Ilham Hasibuan (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: