Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia
p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 5, Mei
2022
PEMANFAATAN LIMBAH BAN
BEKAS ALAT BERAT MENJADI BAHAN BAKAR CAIR (BBC) MELALUI PROSES PIROLISIS
Musytaqim Nasra,
Slamet Raharjo, Fadjar Goembira
Program Studi
Magister Teknik Lingkungan Jurusan
Teknik Lingkungan, Fakultas
Teknik, Universitas Andalas, Indonesia
Email:
[email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Limbah ban bekas alat berat tambang
yang terus meningkat di PT.
Semen Padang merupakan permasalahan
lingkungan yang harus diatasi. Pirolisis ban bekas dapat menghasilkan
bahan bakar cair yang berpotensi menjadi bahan bakar
alternatif. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis
perbandingan suhu dengan jumlah bahan
bakar cair yang dihasilkan serta menganalisis kualitas bahan bakar cair
mengacu kepada parameter bahan bakar minyak
jenis solar dan bahan bakar minyak jenis
diesel. Pirolisis dilakukan
dengan vakum pirolisis pada suhu 3000, 450,
550, 650 dan 7500 C. Uji kualitas bahan
bakar cair yang dihasilkan mengacu kepada Keputusan Direktur Jendral Minyak dan Gas Bumi nomor 978.K/10/DJM.S/2013 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar 48 yang Dipasarkan di Dalam Negeri serta Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi nomor 14499.K/14/DJM/2008 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Diesel yang Dipasarkan di Dalam Negeri. Didapatkan suhu optimum pirolisis pada suhu 450 dan 5500
C untuk mengubah 5 kg ban bekas menjadi 1.000 ml bahan bakar cair,
dengan karakteristik nilai massa jenis
905,6 kg/m3, viskositas kinematik
1,910 cSt, kandungan sulfur
0,457 % massa, titik nyala
30 C, residu karbon 0,85 % massa, kandungan air 0 % massa, kandungan abu 0,002 % massa, kandungan sedimen 0 % massa, dan nilai kalor 9.797,23 kkal/kg. Dari hasil pengujian kualitas residu hasil pirolisis, didapatkan nilai kalor 7.408 kkal/kg, kelembapan 0,69 %, kadar abu 7,59 %, volatile matter 0,33%, fixed carbon 91,39%, dan
kandungan sulfur 2,46%. Kualitas
minyak yang dihasilkan mendekati kualitas minyak diesel dan memenuhi persyaratan spesifikasi teknis bahan bakar
alternatif untuk industri semen.
Kata kunci: Pirolisis; Bahan bakar cair; Limbah
ban; Bahan bakar alternatif; Industri semen
Abstract
The waste of used tires from
heavy mining equipment continues to increase at PT. Semen Padang is an
environmental problem that must be solved. Pyrolysis of used tires can produce
liquid fuels that have the potential to be alternative fuels. The purpose of
this study was to analyze the comparison of temperature with the amount of liquid
fuel produced and to analyze the quality of liquid fuel referring to the
parameters of diesel fuel oil. Pyrolysis is carried out by vacuum pyrolysis at
temperatures of 300, 450, 550, 650 and 7500 C. The quality test of the
resulting liquid fuel refers to the Decree of the Director General of Oil and
Gas No. 978.K/10/DJM.S/2013 concerning Standards and Quality (Specifications)
48 Domestic Diesel Oil Types Marketed as well as the Decree of the Director
General of Oil and Gas Number 14499.K/14/DJM/2008 concerning Standards and
Quality (Specifications) of Diesel Oil Types Marketed Domestically Country. The
optimum temperature of pyrolysis was found at 450 and 5500 C to convert 5 kg of
used tires into 1,000 ml of liquid fuel, with a characteristic density value of
905.6 kg/m3, kinematic viscosity of 1.910 cSt, sulfur
content of 0.457 % mass, flash point of 30 C. carbon residue 0.85% mass, water
content 0% mass, ash content 0.002% mass, sediment content 0% mass, and
calorific value 9,797.23 kcal/kg. From the results of the pyrolysis residue
quality test, the calorific value was 7,408 kcal/kg, humidity was 0.69%, ash
content was 7.59%, volatile matter was 0.33%, fixed carbon was 91.39%, and
sulfur content was 2.46%. The quality of the oil produced is close to that of
diesel oil and meets the technical specifications of alternative fuels for the
cement industry.
Keywords: Pyrolysis; Liquid fuel; Waste tires; Alternative
fuels; Cement industry.
Pendahuluan
Aktivitas penambangan bahan baku semen menggunakan alat berat yang menghasilkan limbah ban bekas dengan jumlah yang harus diolah setiap tahun sebanyak 100 � 120 buah (Departemen Tambang, 2018). Pengelolaan ban bekas alat berat ini masih dilakukan dengan cara ditumpuk di lokasi landfill tanpa ada pengolahan lanjutan. Pengelolaan semacam ini dinilai belum efektif dan efisien serta berpotensi menimbulkan permasalahan lingkungan baru, diantaranya penyempitan lahan, timbulnya berbagai penyakit akibat bersarangnya nyamuk di area penambangan, serta pencemaran lingkungan� (Falaah & Cifriadi, 2012). Oleh karena itu, diperlukan adanya pengelolaan limbah ban bekas alat berat tambang yang dapat mengatasi permasalahan tersebut.
�� Ban merupakan bagian kendaraan yang terbuat dari komponen yang kompleks diantaranya komponen karet, karbon hitam, filler clay dan silika, serta komponen tambahan berbahan kimia dan mineral (Evans & Evans, 2006). Hal ini menjadikan limbah ban sulit terurai dan didaur ulang. Beberapa pengelolaan limbah ban yang telah dilakukan antara lain dengan menimbun dan melakukan proses penggunaan kembali ban bekas, namun hal ini belum memberikan solusi terhadap pengelolaan ban bekas. Salah satu alternatif pengolahan limbah ban yang dapat dilakukan adalah degradasi perlakuan panas melalui proses pirolisis. Pirolisis merupakan proses dekomposisi termokimia material tanpa oksigen yang dipengaruhi oleh suhu, waktu retensi, tekanan, kondisi atmosfer dan jenis reaktor. Penelitian menunjukkan bahwa pirolisis limbah ban bekas dapat menghasilkan bahan bakar alternatif untuk diesel (Kumaravel, Murugesan, & Kumaravel, 2016). Penelitian lain juga melakukan pirolisis ban bekas menggunakan katalis dan menyimpulkan bahwa ban bekas jenis� polystirene� dapat diolah menjadi bahan bakar cair (Damayanthi, Reska dan Martini, 2009). Selain itu penelitian yang dilakukan oleh (Supriyanto, Ismanto, & Suwito, 2019) menunjukkan bahwa pirolisis ban bekas dipengaruhi oleh suhu, dimana semakin tinggi suhu semakin tinggi jumlah bahan bakar yang dihasilkan.
Pirolisis dipengaruhi oleh beberapa parameter antara lain suhu, retensi waktu, tekanan, kondisi atmosfer dan jenis reaktor. Kondisi pirolisis dapat bervariasi tergantung pada hasil yang diinginkan. Misalnya, jika pembentukan bahan bakar cair adalah tujuan utama percobaan, diperlukan laju pemanasan yang tinggi dan pendinginan cepat produk dari zona reaksi. serta meminimalkan tingkat reaksi sekunder yang menghasilkan pembentukan residu karbon dan peningkatan hasil arang (Paul T. Williams, 2013). Bahan bakar cair yang dihasilkan dari proses pirolisis dapat digunakan sebagai bahan bakar dan bahan baku. Sedangkan residu terdiri dari karbon hitam, polimer karet terkarbonisasi dan abu bahan anorganik dari karet. Kualitas residu, tergantung pada kondisi penelitian dan dapat digunakan kembali pada ban, aspal, dan sebagai bahan bakar tanpa asap (Nilai Kalor Kotor ~ 28 - 30 MJ / kg) (P. T. Williams, Bottrill, & Cunliffe, 1998).
Berdasarkan review yang pernah dilakukan, proses pirolisis dapat dilakukan dengan beberapa jenis reaktor antara lain fixed bed, closed batch reactor, rotary kiln, vacuum dan fluidized bed. Dari hasil review tersebut didapatkan bawah suhu yang digunakan untuk proses pirolisis sehingga dihasilkan bahan bakar berada pada suhua suhu 450 � 9500 C. Dengan Jumlah bahan bakar cair yang dihasilkan dari proses pirolisis sekitar 40 � 60 % dari berat ban yang diolah, residu sekitar 22 � 47 % dan gas sekitar 2,5 � 27 % (Paul T. Williams, 2013).
Pada saat studi pendahuluan dilakukan pengujian nilai kalor yang dimiliki oleh ban bekas alat berat tambang. Dari pengujian tersebut diperoleh nilai kalor limbah ban bekas alat berat tambang sebesar 9.181 Kkal/Kg. Sementara itu batubara sebagai bahan bakar utama industri semen memiliki nilai kalor berkisar antara 5000 - 6500 kkal/kg. Tingginya nilai kalor limbah ban bekas alat berat tambang ini merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan secara langsung sebagai sumber bahan bakar alternatif. Namun dalam pelaksanaan, terdapat beberapa kendala yang ditemukan seperti ukuran material yang harus lebih kecil dari 1 cm dan kontinuitas ketersediaan jumlah bahan baku ban sesuai ukuran yang sulit untuk dipenuhi.
Jumlah ban bekas alat berat yang terus meningkat dan masih belum optimalnya pengolahan limbah ban bekas alat berat, maka perlu dilakukan penelitian tentang pemanfaatan ban bekas alat berat melalui proses pirolisis untuk alternatif bahan bakar cair. Dalam penelitian ini pengujian dilakukan pada ban alat berat, hal ini berbeda dengan penelitian pirolisis sebelumnya yang lebih banyak menggunakan bahan baku dari biomass dan ban kendaraan umum serta ban truk angkutan.
Manfaat dari penelitian ini antara lain untuk mengurangi limbah ban bekas alat berat yang ada di area penambangan PT Semen Padang. Menghasilkan bahan bakar cair yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif dan mengurangi dampak lingkungan yang terjadi dari penimbunan ban bekas alat berat tambang.
Penelitian ini akan
difokuskan pada menganalisis
perbandingan suhu dengan jumlah bahan
bakar cair yang dihasilkan serta kualitas bahan bakar cair yang dihasilkan sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar.
Kualitas minyak yang dihasilkan akan ditentukan dengan mengacu kepada Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi nomor 978.K/10/DJM.S/2013 tentang
standar dan mutu (spesifikasi) bahan bakar minyak jenis
minyak solar 48 yang dipasarkan
di dalam negeri dan Keputusan Direktur
Jenderal Minyak dan Gas Bumi nomor 14499 K/14/DJM/2008 tentang standar dan mutu (spesifikasi) bahan bakar minyak
jenis minyak diesel yang dipasarkan di dalam negeri.
Metode Penelitian
Material
dan Peralatan
Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini ban alat berat yang dicacah sehingga memiliki ukuran 1� - 3 cm (Luo, Xiao, Hu, & Liu, 2010) dengan berat
material untuk setiap percobaan seberat 5 Kg. Dalam penelitian ini dilakukan pembuatan
alat vakum pirolisis dengan bahan stainles steel dan elemen panas digunakan
sebagai komponen pembangkit panas yang dipasang di dalam reaktor. Peralatan juga dilengkapi dengan panel
monitoring suhu, panel tekanan
otomatis (automatic pressure) dan pipa kondensor. Sebagai peralatan pendukung dalam penelitian ini juga dilakukan pembuatan alat pencacah ban. Mesin pencacah dibuat untuk pengkondisian material ban bekas alat berat
sehingga ukuran sesuai dengan kebutuhan
penelitian. Mesin pencacah dibuat dari besi yang terdiri dari dua
proses yaitu menyerut ban
dan mencacah ban menjadi bagian yang lebih kecil.
Proses
Penelitian skala laboratorium
dilakukan dengan pola vakum pirolisis
untuk menghasilkan bahan bakar cair
dari ban. Gambar 1 menunjukan
diagram skema vakum pirolisis ban. Material ban seberat
5 kg dimasukan dalam reaktor dan dipanaskan dengan menggunakan daya listrik sampai
suhu yang ditetapkan. Suhu divariasikan pada� 300, 450, 550, 650 dan 750 0C (Paul T. Williams, 2013) dengan lama pemanasan
masing � masing suhu selama
30, 45 dan 60 menit. Pada bagian
keluaran reaktor dilakukan proses kondensasi dengan memasang pipa kondensasi yang dialiri air sehingga terjadi proses penurunan suhu secara mendadak untuk menghasilkan bahan bakar cair.
bahan bakar cair yang dihasilkan ditempatkan dalam wadah yang telah disiapkan.
Metode Pengujian
Semua sifat kimia dan fisika bahan bakar cair yang dihasilkan diuji sesuai dengan metode pengujian yang ada. Metode pengujian yang dilakukan untuk masing � masing parameter antara lain:
1.
Indeks Setana, adalah sebuah ukuran unjuk
kerja penyalaan bahan bakar yang diperoleh dengan membandingkannya terhadap bahan bakar acuan
(reference fuels) didalam mesin
uji yang telah distandardisasi.
Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode ASTM D. 4737.
2.
Massa
jenis, dilakukan dengan mengukur massa berat dalam
volume suatu cairan persatuan
volume pada suhu 1500
C. Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode ASTM D. 1298.
3.
Viskositas Kinematik, merupakan perbandingan viskositas dinamik terhadap massa jenis. Pengujian
dilakukan dengan menggunakan metode ASTM D.445.
4.
Kandungan sulfur, adalah kandungan sulfur dari bahan bakar
sebagai persentase dari massanya. Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode ASTM D.4294.
5.
Residu Karbon, bagian yang tersisa setelah dilakukan pengujian pembakaran pada minyak. Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode ASTM D.4530.
6.
Titik Nyala, adalah suhu terendah
dimana uap minyak bumi dan produknya dalam campurannya dengan udara akan menyala
kalau dikenai nyala uji
pada kondisi tertentu. Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode ASTM D.93.
7.
Kandungan air, adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah atau
berdasarkan berat kering. Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode ASTM D.1744.
8.
Kandungan Abu, bahan yang terkandung dalam bahan bakar
yang merupakan bahan yang tidak dapat terbakar
setelah proses pembakaran. Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode ASTM D.482.
9.
Kandungan Sedimen, ekstraksi yang dilakukan pada bahan bakar untuk mendapatkan
kadar sedimen yang tersisa. Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode ASTM D.473.
10. Nilai
Kalor, menunjukkan energi yang terkandung di dalam bahan bakar setiap satuan
massa bahan bakar. Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode BS 1016.
Hasil dan Pembahasan
Pengaruh Temperatur Terhadap Bahan Bakar Cair
Percobaan pirolisis dilakukan
pada 4 kondisi suhu yaitu 300, 450, 550, 650, 7500 C dengan variasi waktu 30, 45 dan 60 menit. Jumlah ban yang dilakukan percobaan seberat 5 Kg ban yang telah dicacah dengan
ukuran 1 � 3 cm untuk semua variasi percobaan.
Dari proses pirolisis ini dihasilkan produk berupa bahan bakar
cair, gas dan residu padatan. Penelitian ini difokuskan kepada jumlah dan kualitas bahan bakar cair yang dihasilkan dari pirolisis. Kualitas bahan bakar cair
akan diuji sesuai dengan sifat
kimia dan fisika bahan bakar. Dari percobaan yang dilakukan diperoleh jumlah bahan bakar cair
yang dihasilkan masing � masing temperatur
berbeda � beda.
Secara kuantitas bahan
bakar dihasilkan terbanyak pada suhu 4500
C untuk 3 waktu percobaan. Jumlah bahan bakar cair
paling banyak yaitu 0,9 Kg
pada percobaan disuhu 4500
C dengan lama waktu 45 menit. Untuk percobaan
disuhu 4500 C dengan
lama waktu percobaan 30 dan
60 menit diperoleh bahan bakar cair
sebanyak 0,85 Kg dan 0,69 Kg.
Gambar
2
Pengaruh Temperatur Terhadap
Hasil Pirolisis
Dibandingkan dengan percobaan
yang telah dilakukan sebelumnya, pada proses pirolisis
tertutup, minyak lebih banyak dihasilkan
ada suhu 4500 C sampai suhu 5500 C (Miranda, Cabrita, Pinto, & Gulyurtlu, 2013). Kondisi ini
terjadi karena diperkirakan degradasi termal terhadap ban untuk menghasilkan minyak terjadi pada suhu 4500 C sampai suhu 5500 C. Hal ini sesuai dengan penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya (Quek & Balasubramanian, 2009), yang menyatakan bahwa dalam proses pirolisis ada beberapa
tahapan degradasi bahan. Pada suhu 1000
C sampai dengan 3000
C adalah fase awal penghancuran bahan pirolisis sehingga tidak terlalu banyak minyak yang dihasilkan. Pada suhu 4200 C sampai 5500
C adalah fase pembentukan minyak dari bahan pirolisis.
Sedangkan suhu diatas 5500 C merupakan
fase penghancuran bahan � bahan karet
menjadi bagian yang lebih halus (Leung & Wang, 1999). Secara kuantitas
hasil penelitian pirolisis ban alat berat ini sudah
mendekati penelitian yang telah dilakukan sebelumnya tentang pirolisis ban truk atau kendaraan umum. Semua sifat
kimia dan fisika bahan bakar cair
yang dihasilkan diuji dengan metode yang dirangkum dalam tabel 1.
Analisis kualitatif bahan bakar hasil Pirolisis
Kualitas bahan bakar
cair yang dihasilkan akan dibandingkan dengan kualitas solar dan diesel sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi nomor 978.K/10/DJM.S/2013 tentang
standar dan mutu (spesifikasi) bahan bakar minyak jenis
minyak solar 48 yang dipasarkan
di dalam negeri serta
Keputusan Direktur Jenderal
Minyak dan Gas Bumi nomor 14499.K/14/DJM/2008 tentang
standar dan mutu (spesifikasi) bahan bakar minyak jenis
minyak diesel yang dipasarkan
di dalam negeri.
Indeks Setana
Indeks setana menunjukan
kualitas pembakaran dalam ruang bakar.
Semakin tinggi indeks setana semakin
bagus bahan bakar tersebut dan dengan nilai indeks
setana yang tinggi pembakaran yang terjadi lebih sempurna dan efisien. Untuk indeks setana minyak
hasil pirolisis memiliki angka 22,2 lebih rendah daripada
indeks setana pada bahan bakar solar yang nilainya minimal 45 sedangkan untuk minyak diesel tidak terdapat parameter indeks setana, sehingga tidak dapat dilakukan perbandingan nilai. Hal ini menunjukan bahwa minyak hasil
pirolisis tidak bisa digunakan langsung untuk mesin atau kendaraan
bermotor. Harus dilakukan penambahan aditif sehingga nilai indeks setana mencapai
angka sesuai dengan standar bahan bakar solar. Beberapa jenis aditif yang ditambahkan ke bahan bakar
yang digunakan untuk meningkatkan kinerja dan meningkatkan kualitas bahan bakar seperti
amil nitrat, butil nitrat, etil eter
dan asam lemak. Aditif dalam bahan bakar
dapat meningkatkan angka setana (cetane number) bahan bakar.
Massa
jenis
Massa jenis merupakan
salah satu parameter yang diperlukan
untuk menentukan jenis bahan bakar
yang dihasilkan. Massa jenis
akan berpengaruh kepada hasil pembakaran,
terutama terkait dengan emisi yang dihasilkan. Untuk solar dan
diesel, sudah ditetapkan standar massa jenis
sehingga hasil pembakaran nantinya sesuai dengan syarat
yang telah ditetapkan (T�ccar, Tosun, & Uludamar, 2018). Massa jenis juga menentukan jumlah konsumsi bahan bakar pada mesin. Jika massa jenis tinggi
maka konsumsi bahan bakar akan
lebih sedikit, sebaliknya jika massa jenis rendah
maka konsumsi bahan bakar akan
semakin banyak dan dapat menyebabkan kerusakan pada mesin. Massa jenis yang dipersyaratkan untuk solar berada pada angka 815 � 870 Kg/m3 dan untuk minyak diesel maksimal 991 Kg/m3.
Massa jenis bahan bakar cari hasil
pirolisis sebesar 905,6
Kg/m3. Jika dibandingkan dengan
standar massa jenis bahan bakar
cair pirolisis ini melampaui batas
maksimal minyak solar dan mendekati batas maksimal minyak diesel. Sehingga bahan bakar cair pirolisis
ini lebih mendekati minyak diesel
Viskositas Kinematik
Viskositas kinematik merupakan
parameter yang harus diperhatikan
untuk penggunaan bahan bakar. Viskositas
bervariasi sesuai dengan bahan baku,
kondisi pirolisis, suhu dan variabel lainnya. Pengurangan viskositas kinematik dapat meningkatkan kualitas pembakaran dalam mesin (Woo & Kim, 2020). Viskositas kinematik
yang dipersyaratkan untuk
solar pada angka minimal 2 dan maksimal
5, sedangkan untuk minyak diesel batasan maksimal 180. Hasil viskositas kinematik bahan bakar cair pirolisis
sebesar 1,91, sehingga jika dibandingkan dengan standar angka tersebut tidak masuk dalam
batasan minyak solar namun masuk dalam
batasan maksimal minyak diesel.
Kandungan
sulfur
Kandungan sulfur dalam bahan
bakar berpengaruh terhadap umur mesin
dan berpengaruh terhadap emisi yang dihasilkan dari proses pembakaran. Semakin rendah nilai sulfur maka akan membuat mesin
semakin awet dan emisi yang dikeluarkan semakin baik (Bielaczyc, Merkisz, & Kozak, 2002). Kandungan sulfur yang dipersyaratkan untuk minyak solar maksimal 0,35 %
Massa dan untuk minyak
diesel maksimal 4,5 % Massa. Hasil uji kandungan sulfur bahan bakar cair pirolisis
0,457 % Massa, sehingga lebih
memenuhi kriteria minyak diesel.
Titik Nyala
Titik nyala dari bahan
bakar hasil pirolisis menunjukan angka yang jauh lebih kecil dari
standar untuk minyak solar maupun minyak diesel yaitu angka 30 C, sedangkan standar angka titik
nyala untuk minyak solar
dan minyak diesel adalah 600
C. Hal ini menunjukan bahan bakar hasil
pirolisis lebih mudah terbakar dibandingkan solar maupun diesel.
Titik nyala ini mudah terbakar bukan pada saat digunakan pada mesin, namun saat operasional
di ruang terbuka. Jika digunakan dalam mesin, bahan bakar
dengan titik nyala sangat rendah tidak akan
bagus untuk kinerja mesin, selain juga membahayakan bagi kondisi mesin.
Untuk mengurangi dampak tersebut bahan bakar ini
dapat dicampur dengan bahan bakar
yang memiliki nilai titik nyala yang besar seperti solar dan diesel sehingga
dapat memberikan kinerja yang bagus pada mesin
Residu
Karbon
Residu karbon menunjukan
kecendrungan minyak mengendap dalam bentuk padatan baik di permukaan maupun dasar minyak.
Ini terjadi juga dikarenakan proses penguapan yang
tidak sempurna sehingga terbentuk residu (Desai, S. B. & Galage, 2015). Residu karbon
biasanya diukur dengan menggunakan metode ASTM D. 4530. Hasil pengujian
residu karbon bahan bakar cair
pirolisis sebesar 0,85 %
Massa. Jika dibandingkan dengan
batasan maksimal pada minyak solar yaitu 0,1 % Massa
dan untuk minyak diesel sebesar 16 % Massa, hasil pengujian ini memenuhi
batasan minyak diesel tapi melampaui batasan minyak solar.
Kandungan Air
Kandungan air dalam miyak
akan mempengaruhi proses pembakaran, semakin kecil kadar air dalam minyak semakin
baik untuk pembakaran. Jika terdapat kadar air dalam jumlah banyak, perlu dilakukan proses pengeringan sehingga kadar air memenuhi standar yang ditetapkan (Fregolente, Wolf Maciel, & Oliveira, 2015). Hasil pengujian bahan bakar cair
pirolisis ini, tidak ditemukan kandungan air dalam bahan bakar cair
pirolisis atau Nil. Sedangkan batasan yang diberikan untuk minyak diesel sebesar 1 mg/Kg dan
untuk minyak solar sebesar 500 mg/Kg. Dari perbandingan
ini terlihat bahwa hasil bahan
bakar cair pirolisis mendekati standar minyak diesel.
Kandungan Abu
Kandungan abu menunjukkan
komponen tidak mudah terbakar yang tersisa setelah sampel minyak dibakar
seluruhnya. Kadar abu produk minyak bumi
umumnya rendah. Biasanya, nilai abu berada pada kisaran 0,03�0,07% berat, meskipun pada minyak tertentu kandungan abu yang lebih tinggi.
Tabel 1
Perbandingan Hasil Bahan Bakar Cair Pirolisis dan Minyak Solar serta Minyak Diesel
No |
Parameter |
Satuan |
Hasil |
Solar |
Diesel |
||
Min |
Maks |
Min |
Maks |
||||
1 |
Indeks Setana |
- |
22,2 |
45 |
- |
- |
|
2 |
Massa Jenis pada 15 oC |
kg/m3 |
905,6 |
815 |
870 |
|
991 |
3 |
Viskositas Kinematik 40 oC |
centiStoke |
1,91 |
2 |
5 |
|
180 |
4 |
Kandungan Sulfur |
% massa |
0,457 |
|
0,35 |
|
4,5 |
5 |
Titik Nyala |
oC |
3 |
60 |
|
60 |
|
6 |
Residu Karbon |
% massa |
0,85 |
|
0,1 |
|
16 |
7 |
Kandungan Air |
mg/kg |
Nil |
|
500 |
|
1 |
8 |
Kandungan Abu |
% massa |
0,002 |
|
0,01 |
|
0,1 |
9 |
Kandungan Sediment |
% massa |
0 |
|
0,01 |
|
0,1 |
10 |
Nilai Kalor |
kkal/kg |
9797,23 |
8584,12 |
|
10000,47 |
|
dapat ditemukan. Kandungan
abu bahan bakar cair pirolisis
dari hasil pengujian sebesar 0,002 % Massa, sedangkan batasan maksimal yang dipersyaratkan untuk minyak solar yaitu 0,01 % Massa dan untuk minyak diesel sebesar 0,1 % Massa.
Hal ini menunjukan bahwa kandungan abu dapat memenuhi
persyaratan untuk minyak solar maupun minyak diesel
kandungan Sedimen
Kandungan sedimen bahan
bakar cair pirolisis dari hasil pengujian sebesar 0 % Massa, sedangkan batasan maksimal yang dipersyaratkan untuk minyak solar yaitu 0,01 % Massa
dan untuk minyak diesel sebesar 0,1 % Massa. Hal ini menunjukan bahwa kandungan sedimen dapat memenuhi persyaratan untuk minyak solar maupun minyak diesel
Nilai
Kalor
Salah satu parameter yang diperhatikan dari bahan bakar adalah
tingkat efisiensi yang digambarkan dalam bentuk nilai kalor.
Nilai kalor didefinisikan sebagai energi yang dikeluarkan saat bahan bakar di bakar pada udara bebas. Hasil pengujian nilai kalor untuk
bahan bakar cair pirolisis sebesar 9797,23 Kkal/Kg. Jika dibandingkan dengan syarat nilai kalor
minimal minyak solar yaitu sebesar 8584,12 Kkal/Kg dan syarat minimal nilai kalor minyak diesel yaitu 10000,47 Kkal/Kg, maka nilai kalor
memenuhi syarat minimal nilai kalor minyak
solar.
Kesimpulan
Perbandingan hasil uji kualitas
bahan bakar cair pirolisis dengan standar kualitas minyak solar dan minyak diesel, 70% parameter mendekati
kualitas minyak
diesel.� Hal ini
menunjukan bahan bakar cair pirolisis
secara kualitas dapat dimasukan sebagai minyak diesel. Selain itu parameter yang tidak memenuhi adalah titik nyala dan nilai kalor, sedangkan
indeks setana untuk diesel memang tidak ada. Walaupun
nilai kalor minyak hasil pirolisis
berada dibawah nilai kalor minyak
diesel, namun untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif
di semen masih memenuhi kriteria, karena nilai kalor bahan
bakar alternatif untuk semen minimal 3.000 Kkal/Kg.
Sedangkan untuk titik nyala yang rendah untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar
alternatif di pabrik semen tidak memberikan dampak yang signifikan, karena bahan bakar
cair ini akan dimasukan langsung ke dalam
tungku pembakaran. Namun jika digunakan
untuk mesin harus dilakukan pencampuran dengan bahan bakar yang titik nyala tinggi seperti solar dan minyak diesel.
Bielaczyc,
Piotr, Merkisz, Jerzy, & Kozak, Miloslaw. (2002). Analysis of the influence
of fuel sulphur content on diesel engine particulate emissions. SAE
Technical Papers. https://doi.org/10.4271/2002-01-2219. Google Scholar
Damayanthi,
Reska dan Martini, Retno. (2009). Proses Pembuatan Bahan Bakar Cair Dengan
Memanfaatkan Limbah Ban Bekas Menggunakan Katalis Zeolit Y Dan Zsm-5. Institutional
Repository, Diponegoro University. Google Scholar
Desai,
S. B. & Galage, C. K. (2015). Production and analysis of pyrolysis oil from
waste plastic in Kolhapur city. International Journal of Engineering
Research and General Science, 3(1). Google Scholar
Evans,
Anne, & Evans, Russ. The Composition of a Tyre: Typical Components. , The
Waste & Resources Action Programme (2006). Google Scholar
Falaah,
Asron F., & Cifriadi, Adi. (2012). Pemanfaatan limbah ban bekas dengan
menggunakan teknologi pirolisis. Warta Perkaretan.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.22302/ppk.jpk.v31i2.142. Google Scholar
Fregolente,
P. B. L., Wolf Maciel, M. R., & Oliveira, L. S. (2015). Removal of water
content from biodiesel and diesel fuel using hydrogel adsorbents. Brazilian
Journal of Chemical Engineering, 32(4).
https://doi.org/10.1590/0104-6632.20150324s20140142. Google Scholar
Kumaravel,
S. T., Murugesan, A., & Kumaravel, A. (2016, July). Tyre pyrolysis oil as
an alternative fuel for diesel engines - A review. Renewable and Sustainable
Energy Reviews, Vol. 60, pp. 1678�1685. https://doi.org/10.1016/j.rser.2016.03.035.
Google Scholar
Leung,
D. Y. C., & Wang, C. L. (1999). Kinetic modeling of scrap tire pyrolysis. Energy
and Fuels. https://doi.org/10.1021/ef980124l. Google Scholar
Luo,
Siyi, Xiao, Bo, Hu, Zhiquan, & Liu, Shiming. (2010). Effect of particle
size on pyrolysis of single-component municipal solid waste in fixed bed
reactor. International Journal of Hydrogen Energy.
https://doi.org/10.1016/j.ijhydene.2009.10.048. Google Scholar
Miranda,
Miguel, Cabrita, I., Pinto, Filomena, & Gulyurtlu, I. (2013). Mixtures of
rubber tyre and plastic wastes pyrolysis: A kinetic study. Energy.
https://doi.org/10.1016/j.energy.2013.06.033. Google Scholar
Quek,
Augustine, & Balasubramanian, Rajashekhar. (2009). An algorithm for the
kinetics of tire pyrolysis under different heating rates. Journal of
Hazardous Materials. https://doi.org/10.1016/j.jhazmat.2008.11.034. Google Scholar
Supriyanto,
Supriyanto, Ismanto, Ismanto, & Suwito, Nuryo. (2019). Zeolit Alam Sebagai
Katalis Pyrolisis Limbah Ban Bekas Menjadi Bahan Bakar Cair. Automotive
Experiences, 2(1). https://doi.org/10.31603/ae.v2i1.2377. Google Scholar
T�ccar,
G�khan, Tosun, Erdi, & Uludamar, Erin�. (2018). Investigations of Effects
of Density and Viscosity of Diesel and Biodiesel Fuels on NOx and other
Emission Formations. Academic Platform Journal of Engineering and Science,
6(2). https://doi.org/10.21541/apjes.371015. Google Scholar
Williams,
P. T., Bottrill, R. P., & Cunliffe, A. M. (1998). Combustion of tyre
pyrolysis oil. Process Safety and Environmental Protection.
https://doi.org/10.1205/095758298529650. Google Scholar
Williams,
Paul T. (2013). Pyrolysis of waste tyres: A review. Waste Management.
https://doi.org/10.1016/j.wasman.2013.05.003. Google Scholar
Woo,
Duk Gam, & Kim, Tae Han. (2020). Effect of kinematic viscosity variation
with blended-oil biodiesel on engine performance and exhaust emission in a
power tiller engine. Environmental Engineering Research, 25(6).
https://doi.org/10.4491/eer.2019.358. Google Scholar
������������������������������������������������
Copyright holder: Musytaqim Nasra,
Slamet Raharjo, Fadjar Goembira (2022) |
First publication right: Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed under: |