Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 5, Mei 2022

 

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR PELAYANAN FARMASI TERHADAP MOTIVASI KONSUMEN DALAM PEMILIHAN APOTEK DI KABUPATEN MAJALENGKA

 

Jejen Jaenudin, Ade Surya Wirawan, Fitri Zakiah, Dina Amalia Ulfa

STIKes YPIB Majalengka, Indonesia

Email: [email protected], [email protected]fz8880@gmail.com

 

Abstrak

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya kesenjangan antara pemahaman bahwa sesungguhnya pelayanan farmasi yang dilakukan di beberapa apotek menuntut adanya profesionalisme tapi berseberangan dengan kenyataan dengan motivasi konsumen dalam memilih apotek tersebut yang dipengaruhi oleh beberapa indikator. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor pelayanan farmasi terhadap motivasi konsumen dalam pemilihan apotek secara khusus di wilayah kabupaten Majalengka. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitif. Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2020 sampai dengan Maret 2021 di beberapa apotek di seluruh Kabupaten Majalengka. Sampel penelitian adalah konsumen apotek yang berkunjung ke apotek dan membeli obat tanpa resep dokter dengan jumlah sampel sebanyak 85 konsumen. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik insidental sampling. Metode pengumpulan data menggunakan angket tertutup dengan skala Likert. Uji validasi instrumen dengan jumlah responden 20 orang menggunakan validitas konstruk expert judgement dan validitas isi dengan kolerasi Product Moment. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh secara positif dan signifikan faktor-faktor pelayanan farmasi terhadap motivasi konsumen dalam memilih apotek di Kabupaten Majalengka. Untuk indikator faktor-faktor pelayanan farmasi pada kategori baik yaitu 66% dan cukup 34%, pada indikator kualitas pelayanan farmasi dengan indikator kehandalan memiliki kategori baik 62,3% dan cukup 37,7%, ketanggapan memiliki kategori baik 34% dan cukup 66%, jaminan memiliki kategori baik 43,5% dan cukup 56,%, perhatian memiliki kategori baik 55,4% dan cukup 44,5%, bukti fisik memiliki kategori baik 70,5% dan cukup 29,5%.

 

Kata kunci: Pelayanan Farmasi; Motivasi; Apotek.

 

Abstract

This research is motivated by the existence of a gap between the understanding that the actual pharmacy services carried out in several pharmacies require professionalism but this is contrary to the fact that consumer motivation in choosing these pharmacies is influenced by several indicators. This study aims to determine the influence of pharmaceutical service factors on consumer motivation in choosing a pharmacy specifically in the Majalengka district. This research is a descriptive analytical research. The study was conducted from December 2020 to March 2021 in several pharmacies throughout Majalengka Regency. The research sample is pharmacy consumers who visit the pharmacy and buy drugs without a doctor's prescription with a total sample of 85 consumers. The sampling technique used incidental sampling technique. The data collection method used a closed questionnaire with a Likert scale. The instrument validation test with 20 respondents used construct validity of expert judgment and content validity with Product Moment correlation. The results showed that there was a positive and significant influence of pharmaceutical service factors on consumer motivation in choosing a pharmacy in Majalengka Regency. For indicators of pharmaceutical service factors in the good category, namely 66% and 34% enough, the pharmaceutical service quality indicator with reliability indicators has a good category 62.3% and 37.7% enough, responsiveness has a good category 34% and 66% quite , the guarantee has a good category of 43.5% and 56% enough, attention has a good category of 55.4% and 44.5% enough, physical evidence has a good category of 70.5% and 29.5% enough..

 

Keywords: Pharmaceutical Services; Motivation; Pharmacy.

 

Pendahuluan

Program pembangunan nasional yang tengah mendapatkan perhatian penuh dari pemerintah adalah pembangunan dalam bidang kesehatan. Pembangunan kesehatan memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, usia harapan hidup manusia dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat. Beragam dan komplesitasnya masalah kesehatan ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dan juga peran serta masyarakat dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional tersebut.

Usaha untuk mewujudkan hal tersebut perlu didukung oleh pelayanan kesehatan yang bermutu dan merata. Hal ini juga perlu didukung dengan jangkauan dan kemampuan yang diperluas serta dilaksanakan melalui peran serta tenaga kesehatan dan masyarakat. Salah satu diataranya adalah melalui peran serta fungsi apotek sebagai bagian dari salah satu jenis tempat pelayanan kesehatan yang didirikan oleh pemerintah ataupun perorangan.

Perkembangan apotek sebagai sarana pelayanan kesehatan kini berkembang pesat. Hal ini berbanding lurus dengan tingkat kebutuhan tenaga apoteker. Namun demikian, seiring dengan perkembangannya, di apotek telah terjadi pergeseran orientasi apoteker dari product atau drug oriented menjadi patient oriented, yang bertujuan membantu pasien memperoleh dan menggunakan obat yang rasional khususnya dalam rangka selft medications kualitas hidup pasien (Puspitasari et al., 2020).� Pergeseran orientasi inilah yang kemudian membuka ruang dalam memberikan pelayanan yang maksimal sesuai peraturan yang berlaku.

Pelayanan kesehatan mempunyai peranan strategis dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Banyak langkah yang dapat mendukung program tersebut. Salah satunya diantaranya adalah pelayanan untuk mendapatkan obat dari tempat pelayanan kesehatan di apotek.

Beberapa aspek atau dimensi untuk mengukur kepuasan pasien sebagai konsumen dalam bidang pelayanan yaitu dimensi tangible (sarana fisik, perlengkapan, pegawai dan lain-lain), dimensi keandalan pelayanan (reliability), dimensi ketanggapan pelayanan (responsiveness), keyakinan/jaminan (assurance) dan� dimensi perhatian untuk memahami kebutuhan pelanggan (empathy) (Sudibyo, 2008).

Kelima dimensi tersebut merupakan acuan evaluasi bagi seorang apoteker, asisten apoteker dan atau pemilik sarana apotek (PSA) untuk memberikan pelayanan maksimal dan memuaskan kepada konsumen. Apabila dimensi ini direalisasikan, maka akan memberikan motivasi kepada konsumen dalam memilih apotek. Hal inilah yang kemudian mendorong konsumen untuk menentukan pilihan dalam memilih apotek yang akan dikunjunginya (Daryanto, 2014).

Beragamnya pilihan masyarakat secara umum, konsumen ataupun pasien secara khusus dalam memilih apotek sangat ditentukan faktor-faktor pelayanan farmasi di apotek itu sendiri. Faktor farmasi menurut (Sudibyo, 2008) dapat berupa; (a) pelayanan dalam hal informasi obat tepat penyakit, (b) info cara pemakaian obat, (c) info efek samping obat,� (d) info makanan dan minuman yang harus dihindari selama minum obat, (e) solusi keracunan obat, (f) solusi ketidakmanjuran obat, (g) solusi efek samping obat, (h) perlu tidaknya obat dan jaminan rasa aman dalam menggunakan obat.

Selain itu faktor pelayanan farmasi juga� dapat diukur oleh beberapa indikator seperti;� (a) letak apotek, (b) kenyamanan apotek, (c) pelayanan cepat dan memuaskan, (d) keramahan dan kesopanan, (e) harga lebih murah, (f) kelengkapan jenis obat, (h) apotek dengan jasa layanan dokter, (h) apotek dengan jasa layanan telepon/sms, (i) apotek dengan sistem kartu pelanggan, (j) kemampuan petugas menjelaskan informasi penyakit dan obatnya, (k) kemampuan petugas dalam memotivasi pasien, dan (l) apotek dengan sistem jasa pengiriman obat dan lain-lain (Sudibyo, 2008).

Berdasar latar belakang masalah di atas, penelitian bertujuan lebih jauh tentang ada tidaknya pengaruh faktor-faktor pelayanan farmasi terhadap motivasi konsumen dalam pemilihan apotek yang terjadi di wilayah Kabupaten Majalengka.

Secara garis besar dapat terlihat dalam kerangka pemikiran sebagai berikut :

�

Gambar 1

Kerangka Pemikiran

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif analitif berdasarkan kajian lapangan. Sedang desain penelitian adalah eksplorasi pendapat, keinginan, kebutuhan dan motivasi konsumen dalam menentukan pilihan apotek (Mulyatiningsih, 2012).

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Majalengka dengan sampel adalah konsumen apotek yang berkunjung ke apotek dan membeli obat tanpa resep.

Kriteria apotek yang menjadi tempat pengumpulan data adalah; (a) konsumen yang datang langsung ke apotek, (b) apotek yang berlokasi di pemukiman penduduk, (c) jumlah kunjungan konsumen relatif banyak, (d) apotek sudah berjalan lebih dari satu tahun. Adapun kriteria konsumen apotek adalah; �(a) pengunjung atau konsumen apotek yang berpendidikan minimum sekolah lanjutan tingkat atas, (b) usia lebih dari 18 tahun sampai 40 tahun.

Penelitian tentang motivasi didasarkan pada teori motivasi atau dorongan konsumen dirumuskan sebagai hasil perkalian antara variable kekuatan respon yang dipelajari atau kebiasaan dengan variabel dorongan (persamaan Clark Hull).

Sesuai dengan ruang lingkup penelitian yang menjadi objek penelitian adalah masyarakat atau konsumen yang memanfaatkan jasa apotek untuk memperoleh pelayanan obatnya.

Mengingat dengan keterbatasan biaya, tenaga dan waktu, maka responden disebar ke beberapa apotek yang dinilai banyak kunjungan konsumennya yang tersebar di beberapa wilayah kecamatan di sekitar Kabupaten Majalengka.

Pemilihan tempat penelitian sebanyak 20 apotek yang tersebar di 8 kecamatan se-kabupaten Majalengka. Hal ini didasarkan pada pertimbangan yang dinilai kunjungan konsumennya relatif banyak. Keduapuluh apotek tersebut adalah sebagai berikut :

1.   Wilayah Kecamatan Majalengka ; apotek mitra sejahtera, apotek kenanga, apotek puji lestari, apotek famili dan apotek kimia farma.

2.   Wilayah Kecamatan Kadipaten; apotek aquarius, apotek saluyu, apotek bunda trijaya

3.   Wilayah Kecamatan Jatiwangi; apotek karya waluya, apotek sumber sehat, apotek aquarius 2 dan apotek kimia farma

4.   Wilayah Kecamatan Maja; apotek R-Lima, apotek holid

5.   Wilayah Kecamatan Talaga; apotek hilda, apotek amanah

6.   Wilayah Kecamatan Cikijing; apotek cemerlang, apotek yuri medika,

7.   Wilayah Kecamatan Banjaran; apotek sukamanah

Untuk menghitung validitas, penulis akan meneliti dengan menggunakan alat analisis validitas Pearson Product Moment (PPM). Menurut (Febriani & SUGIONO, 2012) mengemukakan : �Jika instrumen dikatakan valid berarti menunjukan alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data itu valid, sehingga valid itu berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur�.

1)   Menghitung harga korelasi setiap butir dengan rumus Pearson Product Moment (PPM) :

r hitung =

Keterangan:

r hitung���� = Koefisien korelasi

�������������� n��������� = Jumlah responden

∑X�������� = Jumlah skor item

∑Y�������� = Jumlah skor total

∑XY����� = Jumlah perkalian skor butir (X) dengan skor variabel (Y)

 

2)   Membuat keputusan dengan membandingkan rhitung dengan rtabel kaidah keputusan dengan membandingkan :

Jika :

Jika r hitung� > r tabel, berarti valid

Jika r hitung� < r tabel, berarti tidak valid

 

Validitas menunjukan sejauh mana suatu alat pengukur dapat mengukur apa yang ingin diukur. Jadi dapat dikatakan semakin tinggi validitas suatu alat ukur, maka alat ukur tersebut semakin mengenai sasaranya atau semakin menunjukan apa yang seharusnya diukur. Suatu instrumen ukur dapat dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila instrumen ukur tersebut dapat menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur sesuai dengan makna dan tujuan pengukuran tersebut.

Untuk menghitung validitas, penulis akan meneliti dengan menggunakan alat analisis validitas Pearson Product Moment (PPM). Menurut (Dr Sugiyono, 2010) mengemukakan : �Jika instrumen dikatakan valid berarti menunjukan alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data itu valid, sehingga valid itu berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur�.

 

3)   Menghitung harga korelasi setiap butir dengan rumus Pearson Product Moment (PPM) :

r hitung =

Keterangan:

r hitung���� = Koefisien korelasi

�������������� n��������� = Jumlah responden

∑X�������� = Jumlah skor item

∑Y�������� = Jumlah skor total

∑XY����� = Jumlah perkalian skor butir (X) dengan skor variabel (Y)

4)   Membuat keputusan dengan membandingkan rhitung dengan rtabel kaidah keputusan dengan membandingkan :

Jika :

Jika r hitung� > r tabel, berarti valid

Jika r hitung� < r tabel, berarti tidak valid

Hasil penelitian yang reliabel, bila terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda. Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Instrumen yang valid dan reliabel merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan hasil penelitian yang valid dan reliabel. Hal ini tidak berarti bahwa dengan menggunakan instrumen yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya, otomatis hasil (data) menjadi valid dan reliabel. Hal ini masih akan dipengaruhi oleh kondisi obyek yang diteliti dan kemampuan orang yang menggunakan instrumen untuk mengumpulkan data. Oleh karena itu peneliti harus mampu mengendalikan obyek yang diteliti dan meningkatkan kemampuan dan menggunakan instrumen untuk mengukur variabel yang diteliti.

Pengujian reliabilitas instrumen penelitian dilakukan dengan cara internal dapat dengan teknik Cronbach Alpha. Koefisien Cronbach Alpha dihitung dengan rumus:

r11 =

Keterangan:

r11���������������� = Nilai reliabilitas

∑Si������� = Jumlah varians skor tiap-tiap item

St���������� = Varians total

k ����������� = Jumlah item

Kriteria uji: jika r hitung> r tabel maka butir item kuesioner tersebut reliable tetapi tidak jika terjadi sebaliknya maka tidak reliable.

a.   Analisis Data

1)  Analisis Deskriptif

Metode analisis deskriptif adalah analisis yang dilakukan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang terkumpul sebagai mana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Menganalisis secara deskriptif yaitu dengan bantuan tabel dalam bentuk jumlah dan persentase, dengan ketentuan pembobotan yang telah ditentukan yaitu berkisar 1 sampai dengan 5 menggunakan skala likert, sehingga dapat diketahui klasifikasi keberadaan dari masing-masing variabel penelitiannya.

2)  Analisis Verifikatif

Analisis verifikatif merupakan metode penelitian yang bertujuan untuk menguji kebenaran dari suatu hipotesis yang dilaksanakan melalui pengumpulan data di lapangan dan digunakan untuk meneliti hubungan antar variabel yang diteliti, selanjutnya dianalisis secara statistik untuk memperoleh suatu kesimpulan dengan menggunakan metode MSI.

Menurut Harun Al-Rasyid dalam (Astiyandani et al., 2010), �Data yang berskala ordinal ditransformasikan ke dalam skala interval dengan menggunakan Method of Successive Interval (MSI).

a)   Uji Normalitas Data

Menurut (Sinaga & Ghozali, 2012) �Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel dependen dan independen keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak�.� Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Sebaliknya, jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan tidak mengikuti arah garis diagonal maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan aplikasi SPSS 21 untuk pengujian data sampel yang telah didapat melalui kuesioner untuk setiap variabel. Uji normalitas dilakukan dengan uji Kolmogorof Smirnov (K-S), grafik histogram dan uji normal P-Plot. Jika uji K-S menunjukkan tingkat signifikansi lebih dari 0,05 (P-value > 0,05) maka tidak terjadi perbedaan yang signifikan atau menyimpang dari kurva normalnya atau dapat diterima sedangkan jika P-value < 0,05 maka terjadi perbedaan yang signifikan atau menyimpang dari kurva normalnya atau ditolak. Grafik histogram dan uji normal, P-plot dapat dikatakan normal jika pola penyebarannya memiliki garis normal.

b)  Analisis Koefisien Determinasi

Untuk mengukur seberapa besar kontribusi (sumbangan) variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat dapat dihitung dengan suatu besaran yang disebut koefisien determinasi yang dinyatakan dengan presentase. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh koefisien determinasi digunakan rumus sebagai berikut:

KD = r2 x 100 %

 


Keterangan:

KD ��������� = Nilai Koefisien Determinasi

R� ���������� = Nilai koefisien Korelasi

((Metode Sugiyono, 1998))

Hasil dan Pembahasan

Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis deskriptif. Hasil analisis data didapat berupa kategori skor yang terdiri dari 3 kategori untuk variabel kualitas pelayanan Sangat puas, Puas, Cukup Puas, Tidak Puas, Tidak pisantara lain baik, cukup dan rendah yang berlaku untuk variabel maupun indikator variabel. Hasil penelitian dari 85 responden, variabel kualitas pada kategori baik sebesar 66%, sedangkan pada kategori cukup sebesar 34% artinya sebagian besar responden memberi respon baik terhadap kualitas pelayanan farmasi di beberapa Apotek di Kabupaten Majalengka. Dengan kata lain kualitas pelayanan farmasi di Apotek di Kabupaten Majalengka sudah memberikan kualitas yang menurut konsumen sebagian besar kualitas pelayanannya sudah baik dan berpengaruh terhadap motivasi mereka sebagai konsumen dalam memilih apotek. Namun demikian, masih ada beberapa yang harus diperhatikan karena masih ada sekitar 34% pada kategori cukup perlu diperhatikan dalam memberikan pelayanan farmasi di apotek agar motivasi konsumen dapat berubah yang awalnya kurang suka menjadi suka pada pelayanannya.

Hasil analisis dari kehandalan memiliki kategori baik sebesar 62,3%, sedangkan kategori cukup sebesar 37,7%, artinya sebagian besar responden memberi respon baik terhadap kehandalan kualitas pelayanan farmasi di apotek,

Pendapat Ririn Tri Ratnasari dan Mastuti Aksa bahwa ketanggapan merupakan suatu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informaasi yang jelas. Membiarkan pelanggan menunggu tanpa alasan yang jelas, meyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas jasa, yang artinya bahwa pelayan mampu memberikan pelayanan dengan baik seperti pelayan siap setiap saat ketika pelanggan membutuhkan pelayanan dari pegawai. Seperti hasil analisis dari penelitian ini pada indikator ketanggapan memiliki kategori baik sebesar 34%, sedangkan kategori cukup sebesar 66% artinya sebagian besar responden memberi respon cukup terhadap daya tanggap kualitas pelayanan farmasi di apotek.

Hasil analisis dari indikator jaminan memiliki kategori baik sebesar 43,5%, sedangkan kategori cukup sebesar 56,5% artinya sebagian besar responden memberi respon cukup terhadap jaminan yang diberikan pihak apotek terhadap konsumen. Selain itu, sikap pelayan kepada konsumen ramah dan sopan, dan pelayan mampu memberikan informasi mengenai produk (obat) yang dijual dengan jelas dan akurat mengenai produk yang dijual kepada konsumen. Dilihat dari penelitian ini sejalan dengan pendapat (Tjiptono, 2009) berkenaan dengan pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka dalam menumbuhkan rasa percaya dan keyakinan pelanggan yang artinya bahwa pelayan harus mampu memberikan rasa percaya kepada konsumen melalui pelayan dapat memberikan informasi yang tepat kepada konsumen mengenai produk yang dijual dan pelayan mampu berkomunikasi dengan ramah dan sopan kepada pelanggan sehingga pelanggan merasa nyaman.

Dari penelitian ini diketahui hasil analisis pada indikator perhatian memiliki kategori baik sebesar 55,4%, sedangkan katergori cukup sebesar 44,6% artinya sebagian besar responden memberi respon baik terhadap perhatian yang diberikan pelayan kepada konsumen. Terbukti bahwa pelayan mampu memberikan perhatian kepada konsumen yang datang dan pelayan mampu memberikan respon atas permintaan konsumen. Diketahui dari hasil penelitian pada indikator perhatian bahwa hasil tersebut sama seperti pendapat yang diutarakan oleh (Valerie, 2001) jika pelayanan akan berjalan dengan lancar dan berkualitas apabila setiap pihak yang berkepentingan dengan pelayanan memiliki adanya rasa empati atau perhatian, yang artinya pelayan mampu memberikan pelayanan dengan tanpa melihat atau memandang status sosial pelanggan yang berkunjung, selain itu pelayan mampu memberikan perhatian yang khusus saat berhadapan langsung dengan pelanggan.

Seperti pendapat (Martul, 2004) bahwa kualitas pelayanan berupa kondisi fisik merupakan bentuk kualitas pelayanan nyata yang memberikan adanya apresiasi dan membentuk citra positif bagi setiap individu yang dilayaninya dan menjadi suatu penilaian dalam menentukan pilihan konsumen.

Sama seperti penelitian ini yang memberikan hasil analisis dari indikator bukti fisik memiliki kategori baik sebesar 70,5%, sedangkan kategori cukup sebesar 29,5% artinya sebagian besar responden memberi respon baik terhadap bukti fisik yang terdapat pada legend premium. Terbukti bahwa dari bangunan fisik yang mudah dijangkau dengan alat transportasi, lokasi yang mudah ditemukan, ruangan yang memiliki dekorasi yang menarik di setiap ruanganya. Selain bangunan fisik terdapat juga peralatan atau fasilitas dari tempat maupun fasilitas apotek seperti kursi dan meja bisa dikatakan cukup untuk para pengunjung sehingga pengunjung tidak harus antri.

Pada penelitian yang dilakukan ini, sama halnya dengan penelitian terdahulu oleh (Saputra, Afandy, & Bachri, 2014) mengenai �Analisis Kualitas Pelayanan Pada Rumah Makan Metro� bahwa hasil penelitian secara keseluruhan kualitas pelayanan pada Rumah Makan Metro dari dimensi kualitas jasa dilihat dari jawaban responden terhadap pernyataan yang telah diajukan termasuk dalam kategori baik.

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa kualitas pelayanan tergolong dalam kategori baik. Secara keseluruhan kualitas pelayanan pada Rumah Makan Metro dari dimensi kualitas jasa dilihat dari jawaban responden terhadap pernyataan yang telah diajukan termasuk dalam kategori baik, tetapi ada beberapa konsumen yang menyatakan kurang setuju terhadap pelayanan transaksi pembayaran dengan cepat, halaman parkir yang memadai hal ini perlu diperhatikan lagi agar konsumen merasa nyaman dan loyal terhadap jasa yang diberikan. Hal itu serupa dengan penelitian ini, pada keseluruhan kualitas pelayanan terdapat pada kategori baik, namun ada beberapa yang perlu diperhatikan pada pelayanannya dari kualitas produk yang disajikan dan sikap pelayanan yang harus dalam keadaan prima setiap saat (FIRDAUS PUTRAYUDHA, 2020).

Hasil penelitian pada keseluruhan kualitas pelayanan yang didapat sejalan dengan pendapat Ririn Tri Ratnasari dan Mastuti Aksa bahwa kualitas pelayanan pada industri jasa adalah mutlak bahwa pelanggan akan merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang pelanggan harapkan. Serta pendapat (Kotler & Keller, 2009) (Lupiyoadi, 2018) (Lupiyoadi & Hamdani, 2006) menyarankan untuk memperkecil kesenjangan-kesenjangan yang terjadi antara pihak manajemen dan pelanggan, misalnya dengan melakukan penelitian dengan metode custemer focus, dengan mengedarkan kuesioner dalam beberapa periode untuk mengetahui persepsi pelayanan menurut pelanggan. Selain itu, juga dilakukan pengamatan dan pengawasan pegawai perusahaan tentang pelaksanaan pelayanan.

 

Kesimpulan

Secara umum dilihat dari semua indikator atau instrumen penelitian, dalam pelayanan faktor-faktor� farmasi mulai dari bukti langsung (tangible) kehandalan (reliability) daya tanggap (responsiveness) jaminan (assurance) dan empati (emphaty) semuanya menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan terhadap motivasi konsumen dalam pemilihan apotek di Kabupaten Majalengka.

Hasil kualitas pelayanan keseluruhan sesuai hasil dari masing-masing indikator kualitas pelayanan sebagai berikut : (a) Faktor Pelayanan Farmasi dilihat dari dimensi variabel kehandalan (reliability) memiliki pengaruh dengan kategori baik sebesar 62,3% dan kategori cukup sebesar 37,7%. (b) Faktor Pelayanan Farmasi dilihat dari dimensi variabel ketanggapan (responsiveness) memiliki pengaruh dengan kategori baik sebesar 34% dan pengaruh dengan kategori cukup sebesar 66%. (c) Faktor Pelayanan Farmasi dilihat dari dimensi variabel jaminan (assurance) memiliki pengaruh dengan kategori baik sebesar 43,5% dan kategori cukup sebesar 56,5%.

Adapun Faktor lainnya adalah; (d) Faktor Pelayanan Farmasi dilihat dari dimensi variabel empati atau perhatian (emphaty) memiliki pendengan garuh kategori baik sebesar 55,4% dan pengaruh dengan kategori cukup sebesar 44,6%. (e) Faktor Pelayanan Farmasi pada bukti fisik (tangibles) memiliki kategori baik sebesar 70,5% danpengaruh dengan kategori cukup sebesar 29,5%.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Astiyandani, Putu Gina, Aw, Gd Angga Permana, Vedayanti, Putu Diah, Larayanthi, Cok Istri Devi, Windasari, Made Prani, & Wahyuniari, I. A. Ika. (2010). Uji Klinis In Vivo Pengaruh Konsumsi Daluman (Cycllea Barbata) Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Pada Tikus Wistar Jantan Dengan Diabetes Mellitus Tipe 2. Udayana University. Google Scholar

 

Daryanto, Ismanto Setyobudi. (2014). Konsumen Dan Pelayanan Prima. Cetakan I. Yogyakarta: Gava Media. Google Scholar

 

Febriani, Valentina Anissa, & Sugiono, Sugiono. (2012). Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Konsumen (Studi Pada Pasien Poliklinik Rawat Jalan Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo). Fakultas Ekonomika Dan Bisnis. Google Scholar

 

Firdaus Putrayudha, Andhika. (2020). Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Loyalitas Konsumen Kedai Kopi. Universitas Siliwangi. Google Scholar

 

Kotler, Philip, & Keller, Kevin Lane. (2009). Manajemen Pemasaran, Edisi 13. Jakarta: Erlangga, 14. Google Scholar

 

Lupiyoadi, Rambat. (2018). Manajemen Pemasaran Jasa: Berbasis Kompetensi; Edisi 3. Google Scholar

 

Lupiyoadi, Rambat, & Hamdani, Ahmad. (2006). Manajemen Pemasaran Jasa. Google Scholar

 

Martul, Shadiqqin. (2004). Implementasi Dimensi Kualitas Pelayanan Konsumen. Penerbit Sinar Grafika, Jakarta. Google Scholar

 

Mulyatiningsih, Endang. (2012). Metode Penelitian Terapan Bidang Pendidikan (Cet. 1). Ke-1, Alfabeta, Bandung. Google Scholar

 

Puspitasari, Irma M., Sinuraya, Rano K., Rahayu, Cherry, Witriani, Witriani, Zannah, Uzlifatul, Hafifah, Auliani, Ningtyas, Ajeng R., & Vildayanti, Hilda. (2020). Medication Profile And Treatment Cost Estimation Among Outpatients With Schizophrenia, Bipolar Disorder, Depression, And Anxiety Disorders In Indonesia. Neuropsychiatric Disease And Treatment, 16, 815. Google Scholar

 

Saputra, Sandika, Afandy, Chairil, & Bachri, Syamsul. (2014). Analisis Kualitas Pelayanan Pada Rumah Makan Metro. Universitas Bengkulu. Google Scholar

 

Sinaga, Daud M. T., & Ghozali, Imam. (2012). Analisis Pengaruh Audit Tenure, Ukuran Kap Dan Ukuran Perusahaan Klien Terhadap Kualitas Audit. Fakultas Ekonomika Dan Bisnis. Google Scholar

 

Sudibyo, Supardi. (2008). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepuasan Pasien Rawat Jalan Dan Rawat Inap Di Puskesmas. Buletin Penelitian, 36(4). Google Scholar

 

Sugiyono, Dr. (2010). Memahami Penelitian Kualitatif. Google Scholar

 

Sugiyono, Metode. (1998). Penelitian Administrasi. Alfabeta, Bandung. Google Scholar

 

Tjiptono, Fandy. (2009). Service Marketing Esensi Dan Aplikasi, Marknesis. Yogyakarta: Pt Alex Media Komputindo.

 

Valerie, Parasuraman A. (2001). Delivering Quality Service.(Diterjemahkan Oleh Sutanto). New York. The Free Press.

 

������������������������������������������������

Copyright holder:

Jejen Jaenudin, Ade Surya Wirawan, Fitri Zakiah, Dina Amalia Ulfa (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: