Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN:
2548-1398
Vol. 7, No. 5, Mei 2022
FAKTOR-FAKTOR
YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN HIPERTENSI DI PRIMARY
HEALTH CARE NEGARA BERKEMBANG; SYSTEMATIC REVIEW
Noor Aliyah,
Rita Damayanti
Program Studi
Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia,
Indonesia
Email:
[email protected], [email protected]
Abstrak
Hipertensi adalah faktor risiko terjadinya
penyakit kardiovaskuler yang dapat dikendalikan.
Meskipun upaya penanganan hipertensi dengan farmakoterapi telah dilakukan,
tetapi pengendalian hipertensi belum menunjukkan hasil yang maksimal
dikarenakan rendahnya kepatuhan minum obat antihipertensi. Mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi kepatuhan minum obat di antara pasien hipertensi di primary
health care sangat diperlukan sebagai dasar penyusunan intervensi
pencegahan dan pengendalian hipertensi pada masyarakat. Bukti ilmiah mengenai hal tersebut
masih terbatas. Tinjauan sistematis ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan kepatuhan minum obat pasien hipertensi berdasarkan faktor internal dan
eksternal pasien. Tinjauan dilakukan menggunakan prosedur yang ditentukan dalam
pedoman PRISMA. Tiga database digunakan
untuk mengidentifikasi studi di mana tujuan primer
atau sekunder terkait faktor-faktor
yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat pasien hipertensi. Terdapat 1.374 artikel memenuhi kriteria penyaringan, 16 memenuhi kriteria untuk tinjauan artikel lengkap, dan 11 untuk analisis. Sebagian besar bukti ilmiah melaporkan pengetahuan tentang hipertensi, gaya hidup (merokok, alkohol, aktivitas
fisik, diet, kontrol stress), persepsi tentang
penyakit, dan pembiayaan sebagai faktor yang berpengaruh signifikan
terhadap kepatuhan minum obat pasien hipertensi. Tingkat kepatuhan minum obat pasien
hipertensi perlu ditingkatkan untuk mencegah terjadinya komplikasi penyakit
jantung dan stroke. Memilah data secara konsisten sangat diperlukan
dalam melaporkan faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan
minum obat pasien hipertensi sebagai dasar dalam penyusunan kebijakan atau intervensi yang tepat, terarah, dan
efektif dalam pengendalian penyakit hipertensi.
Kata kunci: pasien hipertensi; kepatuhan minum obat; faktor
berpengaruh; primary health care
Pendahuluan
Hipertensi atau yang biasa dikenal dengan tekanan darah tinggi adalah
terjadinya peningkatan darah sistolik di atas batas normal yaitu lebih dari 140
mmHg, dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg (Organization, 2021) . Menurut Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) terdapat sekitar 1,13
Miliar orang di dunia menyandang hipertensi, yang terus meningkat setiap
tahunnya. Pada tahun 2025 diperkirakan ada 1,5 Miliar orang terkena hipertensi,
dan diperkirakan setiap tahunnya terdapat 10,44 juta orang meninggal akibat
hipertensi dan komplikasinya. Dua pertiga penderita hipertensi berada di
negara-negara yang ekonominya sedang berkembang, di mana penyakit jantung dan
stroke sebagai akibat hipertensi terjadi pada penderita dengan usia yang lebih
muda (Organization,
2020),(Niklas et al., 2018). Sebagian besar penderita hipertensi tidak
menyadari bahwa dirinya mengidap hipertensi, di karenakan hipertensi sering
tidak bergejala. Oleh karena itu hipertensi sering disebut sebagai �silent
killer�.
Data hasil Riskesdas
2018, penderita hipertensi di Indonesia yang patuh
minum obat sebesar 53,74%, tidak rutin minum obat sebesar 32.27%, dan sisanya
13,33% tidak pernah minum obat. Dari yang tidak rutin minum obat alasan yang
terbanyak yaitu merasa sudah sehat sebesar 59,8%. Sedangkan tingkat kerutinan
penderita hipertensi melakukan cek tekanan darah 9,8% rutin melakukan cek
tekanan darah, 46,2% kadang-kadang, dan 44% tidak pernah melakukan cek tekanan
darah (Dasar, 2018)] . Data
hasil Riskesdas terkait kepatuhan penderita hipertensi selaras dengan penelitian
yang dilakukan di India tahun 2017 yang menunjukkan angka kepatuhan penderita
hipertensi sebesar 49% sedangkan penderita hipertensi yang tidak patuh sebesar
51%(Dasar, 2018). Kontrol tekanan darah secara rutin dan kepatuhan
yang tinggi terhadap pengobatan sangat penting untuk mencegah terjadinya
komplikasi penyakit lebih lanjut dan kematian terkait hipertensi (Organization,
2014),(Xiao, Long, Tang, & Tang, 2014). Komplikasi yang terjadi akibat hipertensi
dapat menyebabkan tingginya beban biaya kesehatan yang harus ditanggung oleh pemerintah.
Studi di China mengatakan bahwa beban ekonomi yang disebabkan
oleh penyakit hipertensi dan diabetes melitus sangat berat yaitu 31,9 miliar
yuan untuk hipertensi dan 10,7 miliar yuan�
untuk diabetes melitus pada tahun 2002 (Ariyanti &
Latif, 2021). Sejalan
dengan hal tersebut, pada tahun 2020 BPJS telah mengeluarkan pembiayaan untuk
penyakit katastropik diantaranya jantung, kanker, stroke, dan gagal ginjal
sebesar Rp 20 triliun dengan 19,9 juta kasus atau 25% dari total biaya layanan
kesehatan JKN-KIS pada tahun 2020 di Indonesia�
(Li et al., 2016). Kepatuhan yang optimal terhadap pengobatan hipertensi dapat
mengurangi risiko terjadinya infark miokard (20-25%), gagal jantung (>50%)
dan stroke (34-40%) yang artinya dapat menurunkan beban ekonomi negara untuk
biaya kesehatan (Jalal et al., 2019),(Cohen, 2009).
Kepatuhan minum obat
didefinisikan sebagai sejauh mana perilaku pasien dalam minum obat sesuai
dengan anjuran pemberi layanan yang telah disepakati bersama sehubungan dengan
jenis obat, dosis, waktu, dan frekuensi minum obat. Pasien hipertensi harus
memahami bahwa obat yang diterima sangat diperlukan untuk menjaga tekanan darah
agar tetap terkontrol (Dhar, Dantas, & Ali, 2017).
Sedangkan WHO mendefinisikan kepatuhan terhadap terapi jangka panjang sebagai
sejauh mana seseorang minum obat, patuh pada diet, dan atau melakukan perubahan
gaya hidup sesuai anjuran yang disepakati bersama dengan pemberi layanan
kesehatan (Agbor, Takah, & Aminde, 2018). Banyak faktor yang berperan dalam
menetukan tingkat kepatuhan minum obat pasien hipertensi. Faktor tersebut dapat
dikelompokkan menjadi lima faktor besar yaitu faktor sosial ekonomi, faktor
pelayanan kesehatan, faktor penyakit, faktor obat, dan faktor pasien� (Agbor et al., 2018)(Ratnasari, 2017).
Penting untuk mengetahui dan memahami faktor-faktor yang berhubungan dengan
kepatuhan minum obat pada pasien hipertensi sehingga dapat mengambil kebijakan
yang tepat dalam melakukan intervensi sebagai upaya meningkatkan kepatuhan
minum obat pasien hipertensi.
Beberapa tahun terakhir banyak
penelitian yang telah dilakukan untuk melihat faktor-faktor terkait dengan
kepatuhan minum obat pasien hipertensi, namun masih sedikit yang meneliti
pasien yang berobat di primary health
care. Sementara seperti yang disampaikan oleh BPJS bahwa primary health care harus mampu
menjalankan perannya sebagai gatekeeper
dengan mengoptimalkan pelayanan secara tuntas sesuai dengan kompetensi dan
sarana prasarana yang dimiliki (Getenet, Tesfa, Ferede, & Molla, 2019).
Tinjauan sistematis ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap kepatuhan minum obat pasien hipertensi di primary health care negara berkembang dengan membagi faktor
berpengaruh menjadi faktor internal dan eksternal.
Metode Penelitian
1.
Desain Studi
Studi tinjauan sistematis ini menggunakan prosedur yang
ditentukan dalam pedoman PRISMA. Kriteria inklusi adalah tujuan dari studi yang
membahas faktor-faktor
yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat pasien hipertensi dengan
teks lengkap, bahasa inggris, artikel
jurnal, waktu 2017 sampai 2021 . Pemilihan
waktu didasarkan atas telah adanya penelitian dengan tujuan dan metode yang
sama di tahun 2017, dengan judul A Systematic Review of Factors Influencing
Medication Adherence to Hypertension Treatment in Developing Countries, yang
terbit tahun 2017. Artikel akan dieksklusi apabila penelitian bukan di primary health care, desain penelitian systematic
review,
dan penelitian bukan di negara berkembang. Pertanyaan
penelitian yaitu �faktor-faktor apakah yang berhubungan dengan
kepatuhan minum obat pasien hipertensi di primary
health care ?� (didasarkan pada pertanyaan PICO).
2.
Strategi Pencarian Literatur
Secara sistematis, pencarian literatur menggunakan tiga
database yaitu ProQuest, EBSCOhost, dan ScienceDirect untuk mengambil artikel
yang diterbitkan antara tahun 2017 dan
2021. Kata kunci didasarkan pada istilah bebas; operator Boolean �hypertensive patients� OR �hypertension patients� AND �factors related� OR �determinant� AND �medication adherence� AND �primary
health care� AND �developing
countries�.
Penyaringan pada tiga database dengan
istilah pencarian yang dipilih mengidentifikasi 1.374 artikel. Terdapat 27 duplikat artikel, 1.331 artikel tidak sesuai dengan tujuan penelitian, dua
artikel menggunakan
responden pasien rawat inap di Rumah Sakit dan tiga artikel penelitian
dilakukan bukan di negara berkembang . Pada akhirnya terdapat 11 artikel yang memenuhi kriteria tinjauan. Proses pemilihan
studi ditampilkan pada gambar 1.
Identification Eligibility ProQuest (n=1.259) Ebsco (n=40) ScienceDirect (n=75 ) Total
(n=1.374) Records
after duplicates removed (n=1.347) Records
exclude Duplicates (n=27) Records
exclude Unmacthing
with PICOS (n=1.331) Full
text article eligible (n=16) Studies
include (n=11) Records
exclude � Adherence
report of inpatient (n=2) � Not
conducted in developing countries
(n=3) Included Screening
Gambar 1
Flowchart proses seleksi dan
inklusi studi dengan PRISMA
4.
Ekstraksi dan analisis data
Hasil
pencarian literatur dimasukkan ke dalam mendeley, dan duplikasinya dihapus.
Judul dan abstrak yang diperoleh, dinilai secara menyeluruh untuk menghapus
publikasi yang tidak memenuhi kriteria inklusi. Ekstraksi informasi terhadap
penelitian yang memenuhi syarat meliputi penulis, tahun publikasi, negara,
desain penelitian, ukuran sampel, kriteria kelayakan, faktor berhubungan dengan kepatuhan minum obat, instrument kepatuhan, serta interval kepercayaan (CI) 95 %.
Hasil
1.
Deskripsi studi yang ditemukan
Pada analisis akhir
terdapat 11 studi dari 9 negara meliputi Ehiopia (2 studi), India (2 studi), Uganda (1 studi), Pakistan (1 studi), Tanzania (1 studi), Ghana (1 studi), Arab Saudi (1 studi), Turki (1 studi), dan Lebanon (1 studi). Berdasarkan
studi tersebut, 10
studi melaporkan faktor
internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap kepatuhan minum obat pasien
hipertensi dan 1 studi yang hanya mengidentifikasi faktor internal.
Terdapat 7
studi cross sectional, 1 studi case control, dan 3
studi kualitatif
yang mengidentifikasi faktor
terkait kepatuhan minum obat pasien hipertensi. Sedangkan instrument
penilaian kepatuhan 4 studi menggunakan Morisky Medication Adherence Scale-8
(MMAS-8), 1 studi menggunakan Medication
Adherence Self-Efficacy Scale-Short Form (MASES-SF), 1 studi menggunakan Health
Belief Model (HBM), dan 5 studi menggunakan (kuesioner, pedoman, wawancara,
pedoman FGD) yang dikembangkan sendiri sesuai kriteria WHO. Studi
yang ditemukan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1
Karakteristik studi
dan faktor
kepatuhan
Kutipan |
Penulis |
Tahun |
Negara |
Metode |
Jumlah Pasien Hipertensi |
Instrumen Kepatuhan |
Faktor Kepatuhan |
|
Atsede Getenet,
Mulugeta Tesfa, Aster Ferede, Yalew Molla |
2019 |
Ethiopia |
Case Control |
289 |
MMAS-8 |
Internal &
Eksternal |
|
Bidisha Das MD, Dinesh
Neupane PhD, Sandeep Singh Gill MD, Gurinder Bir Singh MD |
2020 |
India |
Kualitattif |
206 |
Laporan penderita
sesuai kriteria WHO |
Internal &
Eksternal |
|
Geofrey Musinguzi,
Sibyl Antierens, Fred Nuwaha, Jean-Pierre Van Geertruyden, Rhoda K. Wanyenze,
Hilde Bastiaens |
2018 |
Uganda |
Kualitatif Deskriptif |
48 |
Pedoman Wawancara |
Internal &
Eksternal |
|
Sajid Mahmud, Zahraa
Jalal, Muhammad Abdul Hadi, Hasan Oroojo, Kifaatullah Syah |
2020 |
Pakistan |
Cross Sectional |
741 |
MMAS-8 |
Internal &
Eksternal |
|
Anbrasi Edward, Brady
Campbell, Frank Manase, Lawrence J. Appel |
2021 |
Tanzania |
Studi Kualitatif |
34 |
Panduan FGD dan
Wawancara |
Internal &
Eksternal |
|
Yaa Obirikorang,
Christian Obirikorang, Emmanuel Acheampong, Henokh Odame Anto, Daniel Gyamfi,
Selorm Philip Segbefia, Michael Opoku Boateng, Dari Pascal Dapilla, Peter
Kojo Brenya, Amankwaa Cerah, Evans Asamoah Adu, Emmanuel Nsenbah Batu, Adjei
Gyimah Akwasi, Beatrice Amoah |
2018 |
Ghana |
Cross Sectional |
678 |
Health Belief Model
(HBM) |
Internal &
Eksternal |
|
Fahad M. Algabbani dan
Aljoharah M. Algabbani |
2020 |
Arab Saudi |
Cross Sectional |
306 |
MMAS-8 |
Internal &
Eksternal |
|
Dugyu Kes,RN, PhD |
2019 |
Turki |
Cross Sectional |
231 |
MASES-SF |
Internal &
Eksternal |
|
Daniel G/Tsadik, Yaman Barhane,
Alemayehu Worku |
2020 |
Ethiopia |
Cross Sectional |
989 |
MMAS-8 |
Internal &
Eksternal |
|
Ayushi Jayesh Shah,
Vijaykumar Singh, Subita P.Patil, Mithia R. Gadkari, Varun Ramchandani, Karan
Janak Doshi |
2018 |
India |
Cross Sectional |
330 |
Kuesioner yang dikembangkan
sendiri. |
Internal |
|
Hnine Abbas, Mazen
Kurdi, Frank de Vries, Hein AW van Onzenoort, Johana HM Driessen, Myriam
Watfa, Rita Karam |
2020 |
Lebanon |
Cross Sectional |
1497 |
Kuesioner kepatuhan
yang dikembangkan sendiri menurut WHO |
Internal &
Eksternal |
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan
2.1
Faktor Internal
Berdasarkan artikel yang ditinjau, faktor internal terhadap
kepatuhan minum obat pasien hipertensi ada dalam semua artikel. Faktor internal berasal dari dalam
diri pasien hipertensi yaitu usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, pendapatan, konsumsi alkohol, merokok,
aktivitas fisik, diet, status tekanan darah, pengetahuan tentang hipertensi, komorbiditas,
persepsi penyakit, durasi sakit, indeks massa ubuh, status mental, [(Abbas et al., 2020),(Mahmood, Jalal,
Hadi, Orooj, & Shah, 2020),(Shah et al., 2018),(Obirikorang et al.,
2018),(Arindari & Yedi, 2017).
Faktor internal dikelompokkan menjadi faktor demografis, faktor psikososial,
faktor terkait penyakit, dan faktor persepsi terkait penyakit hipertensi.
Faktor internal terhadap kepatuhan minum obat pasien hipertensi dapat dilihat
pada tabel 2.
Tabel 2
�Faktor Internal
Kepatuhan Minum Obat Pasien Hipertensi
Faktor
Internal |
Jumlah
Studi |
Faktor
Demografis |
|
Usia |
8 |
Jenis Kelamin |
8 |
Pendidikan |
10 |
Pekerjaan |
7 |
Status pernikahan |
5 |
Pendapatan |
4 |
Faktor
Psikososial |
|
Konsumsi alkohol |
3 |
Merokok |
5 |
Aktivitas fisik |
2 |
Diet |
1 |
Indeks Massa Tubuh (BMI) |
2 |
Status mental |
2 |
Faktor
terkait penyakit |
|
Komorbiditas |
6 |
Durasi sakit |
2 |
Efek samping obat yang dirasakan |
2 |
Penggunaan obat alternatif |
2 |
Status tekanan darah |
4 |
Faktor
persepsi terkait penyakit hipertensi |
|
Pengetahuan tentang hipertensi |
7 |
2.1.1
Faktor Demografis�����
Tiga
studi melaporkan hubungan signifikan antara usia dengan kepatuhan minum obat
pasien hipertensi. Di Ethiopia usia muda ≤44 tahun menunjukkan kepatuhan
yang lebih baik (AOR: 3,80; 95% CI: 1,08-13,31) (Abbas et al., 2020)
,� studi di Lebanon usia tua ≥65
tahun menunjukkan ketidakpatuhan terhadap pengobatan (OR: 1,87; 95% CI:
1,23-2,21) (Mahmood et al., 2020).
Sebaliknya di Pakistan usia tua ≥60 tahun menunjukkan kepatuhan lebih
baik (OR: 1,783; 95% CI: 1,172-2,712; P=0,013) (Shah et al., 2018).
Sedangkan faktor internal jenis kelamin hanya satu studi yang menunjukkan
hubungan signifikan dengan kepatuhan minum obat, yaitu studi di India yang
menunjukkan wanita lebih patuh (40,2%) dengan P=0,003 (Obirikorang et al.,
2018).
Studi
di Pakistan melaporkan hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan
kepatuhan minum obat pasien hipertensi. Pendidikan� lulusan SMP dan SMA keatas menunjukkan
tingkat kepatuhan lebih tinggi (OR: 2,018; 95% CI: 1,240-3,284 P=0,036) (Shah et al., 2018).
Pasien hipertensi di Ghana yang telah menyelesaikan pendidikan tinggi secara
signifikan mengurangi kemungkinan ketidakpatuhan terhadap obat anti hipertensi
(AOR: 0,27; 95% CI: 0,17-0,43 P=<0,0001) (Arindari & Yedi,
2017).
Sebaliknya pasien hipertensi di India yang buta huruf memiliki kepatuhan yang
lebih baik (80,5% P=0.048) (Obirikorang et al.,
2018).
Pasien
hipertensi di Ghana yang bekerja sebagai pegawai pemerintah secara signifikan
berpengaruh terhadap ketidakpatuhan minum obat (AOR: 4,16; 95% CI: 1,93-8,96
P=0,0002), sedangkan pasien dengan pendapatan tetap mempunyai hubungan
signifikan terhadap kepatuhan minum obat (AOR: 0,52; 95% CI: 0,38-0,71
P<0,0001) (Arindari & Yedi,
2017).
Di Ethiopia pasien hipertensi yang memiliki pekerjaan sebagai petani cenderung
untuk mematuhi pengobatan antihipertensi (AOR: 0,51; 95% CI: 0,33-0,79) (Duygu Kes, 2019).
Pekerjaan dan pendapatan juga menunjukkan hubungan signifikan dengan kepatuhan
minum obat pasien hipertensi di Turki dengan P=0,001 (Algabbani &
Algabbani, 2020).
Status perkawinan pasien hipertensi di Lebanon, pasien cerai (OR: 2,14; 95% CI:
1,31-5,48), pasien menikah (OR: 1,96; 95% CI: 1,27-3,90), janda (OR: 2,11; 95%
CI: 1,62-6,50), menunjukkan ketidakpatuhan dibanding pasien hipertensi yang
masih lajang (Mahmood et al., 2020).
2.1.2 Faktor Psikososial
Pasien hipertensi di Lebanon yang merokok
(OR: 2,62; 95% CI: 1,17-6,76) lebih tidak patuh dibanding pasien yang tidak
merokok (Mahmood et al., 2020). Di India pasien hipertensi yang tidak
merokok (81,1%) memiliki kepatuhan lebih tinggi dibanding yang merokok
(P<0,0001), begitu juga pasien hipertensi yang tidak mengkonsumsi alkohol
(80%) memiliki kepatuhan lebih tinggi dibanding dengan pasien yang mengkonsumsi
alkohol (P<0,0001) (Obirikorang et al., 2018).
Demikian pula sebuah studi di Ghana melaporkan pasien hipertensi yang tidak
merokok memiliki kepatuhan lebih tingga dibanding pasien hipertensi yang
merokok (P<0,0001) dan pasien yang tidak mengkonsumsi alkohol juga memiliki
tingkat kepatuhan lebih tinggi dibanding pasien hipertensi yang mengkonsumsi
alkohol (P<0,0001) (Arindari & Yedi,
2017).
Studi
di Turki melaporkan pasien hipertensi yang mengikuti program diet menunjukkan
kepatuhan yang lebih tinggi (OR: 0,30; 95% CI: 0,11-0,84 P=0,022), begitu juga
pasien yang melakukan aktivitas fisik memiliki tingkat kepatuhan yang lebih
tinggi (OR: 0,35; 95% CI: 0,13-0,90 P=0,031) (Algabbani &
Algabbani, 2020). Sedangkan studi di Lebanon
melaporkan adanya hubungan signifikan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan
kepatuhan minum obat pasien hipertensi. Pasien hipertensi dengan obesitas
menunjukkan kepatuhan yang lebih rendah (OR: 1,76; 95% CI: 1,21-1,94) (Mahmood et al., 2020).
Satu
studi melaporkan adanya hubungan signifikan antara status mental dengan
kepatuhan minum obat pasien hipertensi. Pasien hipertensi di Lebanon dengan
stress memiliki tingkat kepatuhan yang lebih rendah (OR: 0,77; 95% CI:
0,38-0,95) dibanding pasien yang dapat mengontrol tingkat stress (Mahmood et al., 2020).
2.1.3 Faktor terkait
penyakit
Ada
tidaknya penyakit penyerta (komorbiditas) pada pasien hipertensi mempunyai
pengaruh signifikan dengan kepatuhan minum obat pasien hipertensi. Studi di
Ethiopia melaporkan pasien hipertensi yang tidak memiliki komorbid memiliki
kepatuhan lebih tinggi (OR: 3,14; 95% CI: 1,48-6,67) dibanding pasien
hipertensi yang memiliki komorbid (Abbas et al., 2020).
Berbanding terbalik dengan studi di Ethiopia, studi yang dilakukan di Pakistan
melaporkan pasien hipertensi yang memiliki komorbid (OR: 2,658; 95% CI:
1,836-3,848) secara signifikan berhubungan dengan kepatuhan yang baik (Shah et al., 2018).
Durasi pengobatan juga dilaporkan sebagai faktor yang mempengaruhi secara
signifikan terhadap kepatuhan minum obat pasien hipertensi. Durasi pengobatan
≥10 tahun (OR: 2,868; 95% CI: 1,913-4,299) secara signifikan berhubungan
dengan kepatuhan yang baik (Shah et al., 2018). Pasien hipertensi tanpa penyakit
penyerta (komorbid) di Arab Saudi secara signifikan patuh terhadap obat
antihipertensi dibandingkan dengan peserta yang memiliki satu atau lebih
penyakit penyerta (P=0,004) (Das, Neupane, Singh Gill, & Bir
Singh, 2021). Sedangkan studi di India melaporkan, pasien
yang merasa tidak bergejala memiliki tingkat kepatuhan yang kurang baik
(P=0,006) (Musinguzi et al., 2018).
Hal yang sama dilaporkan dari hasil studi kualitatif di Uganda, ��di sini selama Anda masih bisa berjalan,
tidak perlu memantau tekanan darah Anda�� (Edward, Campbell,
Manase, & Appel, 2021).
Di Ethiopia pasien hipertensi yang mengetahui konsekuensi yang dirasakan dari
hipertensi (AOR: 1,51; 955 CI: 0,33-0,79), pasien yang merasakan kerentanan
tinggi (AOR: 0,61; 95% CI: 0,48-0,78), dan pasien yang merasakan tingkat
keparahan tinggi (AOR: 1,42; 95% CI: 1,09-1,86) memiliki hubungan yang
signifikan dengan kepatuhan pengobatan (Duygu Kes, 2019).
Studi di Tanzania melaporkan ketidakpatuhan
minum obat pasien hipertensi juga dipengaruhi oleh rasa takut terhadap efek
samping obat antihipertensi dengan pemakaian jangka panjang (Tan, Patel, & Chang, 2014).
Hal ini sejalan dengan studi di Uganda yang melaporkan efek samping obat yang
timbul akibat obat antihipertensi membuat kepatuhan minum obat rendah, ��saya tidak suka obat yang diresepkan,
obatmya pahit, ada yang kecil dan ada yang besar, membuat pusing��(Edward et al., 2021).
Ada pula yang menganggap obat-obat tradisional lebih efektif dibanding dengan
obat medis, �...saya menggunakan bawang
merah karena sangat membantu, membuat saya cenderung merasa lebih baik�� (Edward et al., 2021).
Anggapan obat antihipertensi dapat menimbulkan ketergantungan juga membuat
pasien hipertensi tidak patuh terhadap pengobatan (Edward et al., 2021).
Studi di Lebanon melaporkan, pasien yang percaya pada efektivitas pengobatan
mereka (OR: 0,32; 95% CI: 0,14-0,76) memiliki peluang yang jauh lebih rendah
untuk tidak patuh pada terapi antihipertensi (Mahmood et al., 2020).
Empat
studi melaporkan hubungan signifikan antara status tekanan darah dengan
kepatuhan minum obat pasien hipertensi. Pasien hipertensi dengan kondisi
tekanan darah terkontrol (140/90 mmHg) di Ethiopia dilaporkan memiliki
kepatuhan yang baik (OR: 2,35; 95% CI: 1,15-4,81) dibanding dengan pasien
hipertensi yang tekanan darahnya tidak stabil (Abbas et al., 2020).
Studi di Pakistan melaporkan hal yang sama, pasien hipertensi dengan tekanan
darah terkontrol cendrung patuh pada pengobatan (OR: 3,103; 95% CI: 2,268-4,247
P=0,0001) (Shah et al., 2018).
Begitu juga pasien hipertensi di Lebanon yang memiliki tekanan darah normal (OR
0,49; 95% CI: 0,18-0,97) menunjukkan kepatuhan yang baik terhadap pengobatan (Mahmood et al., 2020).
2.1.4 Faktor persepsi
terkait penyakit hipertensi
Pasien
hipertensi di Ethiopia yang memiliki pengetahuan baik tentang penyakit
hipertensi (AOR: 3,13; 95% CI: 1,43-6,82) menunjukkan kepatuhan yang lebih baik
dibanding pasien yang miskin pengetahuan (Abbas et al., 2020).
Hal yang sama dilaporkan oleh studi yang dilakukan di Arab Saudi, pasien
hipertensi yang memiliki pengetahuan yang baik lebih patuh terhadap pengobatan
(P=<0,005) (Das et al., 2021). Studi kualitatif di Tanzania menemukan hasil minimnya
pengetahuan tentang hipertensi menjadi kendala lain dalam kepatuhan pengobatan.
��jika saya merasa baik-baik saja, saya
tidak minum obat, melainkan saya menyembunyikannya. Kalau saya kurang baik saya
ambil, lalu kalau kondisinya stabil ya saya sembunyikan lagi��(Tan et al., 2014).
2.2 Faktor Eksternal
Berdasarkan artikel yang ditinjau, faktor eksternal terhadap kepatuhan minum
obat pasien hipertensi ada dalam sepuluh artikel
dan satu artikel tidak memasukkan faktor eksternal sebagai faktor yang
berhubungan dengan kepatuhan minum obat pasien hipertensi. Faktor eksternal berasal dari luar diri pasien hipertensi yaitu jarak
tempat tinggal ke layanan kesehatan, pembiayaan, kualitas layanan,
kualitas dan harga obat, jumlah obat, dukungan keluarga, (Abbas et al., 2020),(Mahmood et al., 2020),(Shah et al., 2018),(Arindari & Yedi,
2017),20,21,22,23,24,25]. Faktor eksternal
dikelompokkan menjadi faktor akses, faktor layanan kesehatan, faktor obat, dan
faktor dukungan. Faktor eksternal terhadap kepatuhan minum obat pasien
hipertensi dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3
Faktor
eksternal kepatuhan minum obat pasien hipertensi
Faktor Eksternal |
Jumlah
Studi |
Faktor
Akses Terhadap Layanan |
|
Jarak tempat tinggal ke
fasilitas kesehatan |
5 |
Pembiayaan |
4 |
Faktor
Layanan Kesehatan |
|
Kualitas Layanan |
2 |
Faktor
Obat |
|
Ketersediaan obat |
1 |
Harga obat |
1 |
Jumlah obat yang
diminum |
4 |
Faktor
Dukungan |
|
Dukungan keluarga |
2 |
2.2.1 Faktor Akses
Terhadap Layanan
����������� Lima studi melaporkan
adanya hubungan signifikan antara jarak tempat tinggal pasien hipertensi ke
fasilitas kesehatan dan pembiayaan pengobatan terhadap kepatuhan minum obat. Di
Ethiopia, pasien hipertensi yang tinggal di perkotaan (AOR: 6,84; 95% CI: 3,05-15,36)
memiliki tingkat kepatuhan lebih baik dibanding dengan pasien hipertensi yang
tinggal di pedesaan, hal ini disebabkan karena penduduk perkotaan lebih dekat
dengan fasilitas kesehatan. Sementara terkait pembiayaan, pasien hipertensi
yang berobat secara gratis (AOR: 1,43; 95% CI: 0,49-4,12) memiliki kepatuhan
lebih baik dibanding pasien yang harus mengeluarkan biaya sendiri (Abbas et al., 2020). Studi di India melaporkan pasien
hipertensi yang tinggal terlalu jauh dengtan fasilitas kesehatan memiliki
kepatuhan yang lebih rendah dibanding dengan pasien yang dekat dengan fasilitas
kesehatan (P=0,028) (Musinguzi et al., 2018).
Studi kualitatif yang dilakukan di Uganda melaporkan jarak ke fasilitas
kesehatan menyebabkan pasien hipertensi menjadi malas ke fasilitas kesehatan.
��satu-satunya tantangan yang saya hadapi
adalah kurangnya transportasi, sedangkan tempat periksa sangat jauh sehingga
sulit kalau berjalan kaki�� (Edward et al., 2021). Sedangkan studi kualitatif di Tanzania, dari 34
informan, 4 informan mengeluhkan tentang jarak yang jauh ke klinik sehingga
mempuat malas untuk berobat. Sedangkan terkait pembiayaan ada 9 informan yang
menyampaikan tidak ada pengurangan biaya berobat bagi lansia sesuai dengan
skema asuransi kesehatan nasional, sehingga mengurangi kepatuhan untuk ke
klinik(Tan et al., 2014) . Studi di Pakistan juga melaporkan
ada hubungan signifikan antara pembiayaan pengobatan dengan kepatuhan pasien
hipertensi. Pasien hipertensi yang mendapat fasilitas pengobatan gratis (OR:
1,369; 95% CI: 1,009-1,859; P=0,044) memiliki kepatuhan yang baik dibanding
dengan pasien yang tidak memiliki fasilitas pengobatan gratis (Shah et al., 2018).
2.2.2 Faktor Layanan
Kesehatan
Dua
studi melaporkan bahwa layanan kesehatan mempunyai pengaruh signifikan terhadap
kepatuhan minum obat pasien hipertensi. Studi kualitatif di Uganda menyebutkan
adanya keluhan pasien hipertensi tentang kualitas layanan yang kurang baik
sehingga membuat malas untuk berkunjung ke fasilitas kesehatan. ��klinik di desa tidak memiliki alat untuk
mengukur tekanan darah, jadi petugas hanya menanyakan keluhan apa yang diderta�Selain
itu keterbatasan tenaga medis juga membuat pasien hipertensi di Uganda malas
berobat ke klinik. ��dokter datang
sebulan sekali, jadi saya gak ke klinik di Rumah Sakit�� (Edward et al., 2021).
Studi kualitatif di Tanzania juga menunjukkan hal yang sama terkait kualitas
layanan. Dari 34 informan pasien hipertensi, 5 informan menyampaikan hambatan
berobat ke klinik karena dokter tidak fokus selama melayani pasien, 3 informan
menyampaikan dokter tidak punya cukup waktu untuk memberikan nasihat , dan 2
informan merasa dokter tidak punya cukup pengetahuan tentang penyakit
hipertensi (Tan et al., 2014).
2.2.3 Faktor Obat
Empat
studi melaporkan adanya hubungan signifikan antara jumlah obat antihipertensi
yang diminum dengan tingkat kepatuhan minum obat pasien hipertensi. Pasien
hipertensi di Pakistan yang mendapat obat ≥3 berpeluiang lebih patuh
dibanding yang mendapatkan hanya satu jenis obat (OR: 1,973; 95% CI:
1,560-2,495)(Shah et al., 2018). Studi di Turki melaporkan pasien
hipertensi yang diberikan obat >1 memiliki kepatuhan lebih dibanding yang
hanya mendapatkan satu jenis obat� (OR:
1,76; 95% CI: 0,46-1,35; P=0,002) (Algabbani & Algabbani, 2020).
Sedangkan studi di Ghana melaporkan pasien hipertensi yang diberi obat ≥4
memiliki kepatuhan yang rendah dibanding dengan pasien hipertensi yang diberi
obat < 4 (P=0,002) (Arindari & Yedi,
2017).
Begitu juga studi di Arab Saudi melaporkan kepatuhan minum obat pasien
hipertensi ditemukan lebih baik pada pasien hipertensi yang mendapatkan obat
<4 (P=0,009) (Das et al., 2021).
Sedangkan
satu studi melaporkan adanya hubungan signifikan antara harga obat
antihipertensi yang diminum dengan tingkat kepatuhan minum obat pasien
hipertensi. Pasien hipertensi di Uganda melaporkan harga obat yang tinggi
membuat pasien tidak mampu membeli sehingga menyebabkan ketidakpatuhan terhadap
pengobatan. ��saya tidak mampu membeli
obat yang diresepkan karena mahal, sementara saya harus minum obat setiap hari,
akhirnya saya hanya minum saat diresepkan, setelah itu saya berhenti��(Edward et al., 2021).
2.2.4 Faktor Dukungan
����������� Studi di Ethiopia
melaporkan pasien hipertensi yang mendapatkan dukungan keluarga (AOR: 1,65; 95%
CI: 1,23-2,22; P=0,001) memiliki kepatuhan minum obat yang lebih baik dibanding
pasien hipertensi yang tidak mendapatkan dukungan (Duygu Kes, 2019).
Pembahasan
Kepatuhan minum obat pasien hipertensi
Kepatuhan minum obat pasien hipertensi hingga
saat ini belum menunjukkan hasil yang baik. Hasil survei Riskesdas tahun 2018
menunjukkan tingkat kepatuhan minum obat pasien hipertensi di Indonesia baru
54,4% dari seluruh penderita hipertensi yang terdiagnosis oleh dokter, 32,3%
tidak rutin minum obat, dan 13,3% tidak minum obat (Dasar, 2018). Berbagai alasan yang disampaikan mengapa tidak
rutin minum obat bahkan tidak pernah minum obat diantaranya: merasa sehat;
tidak rutin ke fasilitas kesehatan; menggunakan obat tradisional; sering lupa;
tidak mampu membeli obat secara rutin; tidak tahan efek samping obat; dan obat
tidak ada di fasilitas pelayanan (Dasar, 2018).
Dari
berbagai negara berkembang yang ditinjau, tingkat kepatuhan minum obat pasien
hipertensi sangat bervariasi. Negara dengan tingkat kepatuhan minum obat
antihipertensi tertinggi adalah Lebanon (83,7%), sedangkan negara yang memiliki
tingkat kepatuhan minum obat antihipertensi terendah adalah Ethiopia (36,0%) (Abbas et al., 2020),(Arindari & Yedi,
2017). Berbagai faktor yang mempengaruhi
kepatuhan minum obat pasien hipertensi baik faktor internal maupun faktor
eksternal diteliti untuk mengetahui faktor-faktor yang memiliki hubungan
signifikan terhadap kepatuhan minum obat pasien hipertensi. Faktor terkait
demografi, psikososial, penyakit, pengetahuan, akses terhadap layanan adalah
faktor yang sering diteliti dalam studi yang ditinjau. Sedangkan faktor terkait
obat, dukungan, dan layanan kesehatan sedikit studi yang meneliti.
Penilaian kepatuhan sebagian studi yang
ditinjau menggunakan instrumen kepatuhan Medication Adherence Scale (MMAS-8).
Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8) adalah instrument untuk menilai
kepatuhan yang umum dipergunakan di berbagai negara. MMAS-8 merupakan alat
skrining dan pemantauan yang baik untuk mengidentifikasi dan memantau kepatuhan
pasien terhadap pengobatan. Metode MMAS-8 merupakan metode yang cukup
sederhana, ekonomis, dan mudah dipergunakan. Diterbitkan oleh Dr. Morisky dan
rekan pada tahun 1986, pertama kali divalidasi dalam obat antihipertensi pada
pasien rawat jalan (Tan et al., 2014)(Srikartika, Cahya, Suci, Hardiati, & Srikartika, 2016)
Faktor Internal
Usia pasien hipertensi berpengaruh terhadap
kepatuhan minum obat, meskipun hasilnya tidak konsisten dari semua studi.
Sebagian studi menunjukkan kepatuhan yang baik pada usia <60 tahun. Hal ini
disebabkan usia muda lebih mudah menjangkau fasilitas kesehatan dibanding
dengan usia tua (Abbas et al., 2020). Hal tersebut mendasari pentingnya upaya
mendekatkan akses layanan sehingga semua usia mudah untuk menjangkau. Program
Pelayanan Terpadu (Pandu) PTM untuk deteksi dini masyarakat dengan faktor
risiko PTM sangat membantu pasien hipertensi yang jauh dari fasilitas layanan
kesehatan (Alefan, Huwari,
Alshogran, & Jarrah, 2019). Sedangkan studi yang menunjukkan usia ≥60 tahun
lebih patuh dapat dikaitkan dengan komorbiditas dan durasi pengobatan. Dalam
studi yang sama pasien hipertensi yang memiliki komorbid berhubungan dengan
kepatuhan yang baik. Begitu juga pasien dengan durasi pengobatan ≥10
tahun� memiliki kepatuhan yang baik (Shah et al., 2018).
Sedangkan jenis kelamin, sebagian besar studi melaporkan tidak terdapat
hubungan signifikan dengan kepatuhan minum obat. Hanya satu studi yang
melaporkan bahwa wanita lebih patuh dibanding dengan laki-laki (Obirikorang et al.,
2018).
Hal ini dikaitkan dengan sifat sebagai perempuan dengan rasa ketakutannya
terhadap penyakit yang diderita (Pradono &
Sulistyowati, 2014).
Hubungan
pendidikan dengan kepatuhan minum obat pasien hipertensi cukup konsisten untuk
sebagian besar studi. Pasien dengan tingkat pendidikan lulusan SMP keatas
memiliki kepatuhan yang lebih baik. Hal ini dikaitkan dengan semakin tinggi
pendidikan, semakin tinggi pengetahuan tentang kesehatan termasuk hipertensi (Świątoniowska-Lonc,
Polański, Mazur, & Jankowska-Polańska, 2021).
Sehingga sangat diperlukan upaya pelatihan kader Pandu PTM sebagai kepanjangan
tangan fasilitas kesehatan di masyarakat untuk memberikan penyuluhan tentang
hipertensi di masyarakat (Alefan et al., 2019).
Akan tetapi studi di India menunjukkan hasil bertentangan, dimana pasien hipertensi buta huruf memiliki kepatuhan lebih
baik. Hal ini dimungkinkan karena pasien dengan pendidikan rendah lebih percaya
pada nasihat dokter (Obirikorang et al.,
2018).
Peningkatan pengetahuan melalui edukasi dari petugas kesehatan ataupun kader
kesehatan di masyarakat menjadi sangat penting bagi pasien hipertensi, karena
masih banyak pasien hipertensi yang merasa tidak bergejala sehingga tidak perlu
untuk minum obat (Tola Gemeda et al.,
2020).
Pengetahuan yang baik tentang penyakit hipertensi dapat meningkatkan kepatuhan
terhadap pengobatan (Vinet &
Zhedanov, 2011).
Pengaruh
gaya hidup (merokok, konsumsi alkohol, aktivitas fisik, diet, tingkat stress)
memiliki hubungan yang konsisten di semua studi. Pasien hipertensi yang tidak
merokok, tidak mengkonsumsi alkohol, melakukan aktivitas fisik secara rutin,
diet seimbang, menjaga tingkat stress memiliki kepatuhan yang baik terhadap
minum obat. (Abbas et al., 2020),(Shah et al., 2018),(Obirikorang et al.,
2018),20].
Kampanye Gerakan Masyarakat (Germas) Hidup Sehat melalui berbagai kegiatan di
masyarakat sangat penting agar masyarakat senantiasa menjalankan pola hidup
sehat (Modey Amoah et al.,
2020). Gaya hidup sehat selain mempengaruhi
kepatuhan minum obat pasien hipertensi, juga berpengaruh pada status tekanan
darah dan berpengaruh pada pengendalian hipertensi (A Murphy, Jakab, McKee, & Richardson, 2016).
Penggunaan obat alternatif di antara pasien
hipertensi mempengaruhi tingkat kepatuhan minum obat pasien hipertensi.
Mahalnya harga obat antihipertensi menyebabkan pasien hipertensi memilih
mengganti dengan obat tradisional seperti bawang atau obat herbal lainnya.
Selaras dengan studi tersebut dilaporkan bahwa prevalensi pasien hipertensi
yang mengobati sendiri dengan obat-obatan herbal, alkohol, dan obat tradisional
cukup tinggi, dimana alas an yang disampaikan adalah terkait dengan biaya
pengobatan (Adrianna Murphy, Jakab, McKee, & Richardson, 2016).� Demikian
juga adanya efek samping obat antihipertensi seperti pahit, membuat pusing
menyebabkan pasien menghentikan pengobatan (Musinguzi et al., 2018). Studi di Tanzania melaporkan adanya hambatan
yang mempengaruhi kepatuhan minum obat pasien hipertensi diantaranya adanya
efek samping obat yang diminum, merasa kurang yakin dengan khasiat obat, lebih
yakin dengan obat herbal, dan kurangnya pengetahuan pentingnya minum obat
secara berkelanjutan (Edward et al., 2021). Kebijakan Kementerian Kesehatan RI yang
memasukkan obat-obat hipertensi kedalam Formularium Nasional sangat membantu
pasien hipertensi mendapatkan obat secara gratis.�
Faktor Eksternal
Kemudahan akses
terhadap layanan kesehatan berpengaruh pada kepatuhan minum obat pasien
hipertensi yang ditunjukkan secara konsisten di sebagian studi (Abbas et al., 2020),(Musinguzi et al., 2018),(Edward et al., 2021). Layanan yang mudah dijangkau wajib
diselenggarakan sebagai upaya pengendalian hipertensi. Seperti yang diterapkan
di Ghana dimana pemerintah menyiapkan apotik komunitas yang mudah dijangkau
oleh masyarakat sebagai tempat pertama untuk memenuhi kebutuhan kesehatan
mereka (Adomako, Marfo, Opare-Addo, Nyamekye, & Owusu-Daaku, 2021). Sejalan dengan akses, masalah pembiayaan juga
berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan minum obat pasien hipertensi. Pasien
hipertensi yang memiliki fasilitas pengobatan gratis menunjukkan tingkat
kepatuhan yang lebih baik (Tan et al., 2014),(Mahmood et al., 2020). Kebijakan BPJS di Indonesia terkait
rujuk balik sangat membawa manfaat bagi pasien penyakit kronis termasuk
hipertensi dalam mempertahankan kelangsungan pengobatannya. Sistem layanan
kesehatan dengan pendekatan proaktif melalui Program Pengelolaan Penyakit
Kronis (Prolanis) yang dilaksanakan oleh Fasilitas Kesehatan Tingkat Primer
(FKTP) sangat membantu meningkatkan kepatuhan minum obat pasien hipertensi (Idris, 2014). Kebijakan
Kementerian Kesehatan RI yang memasukkan obat-obat hipertensi kedalam
Formularium Nasional juga sangat membantu pasien hipertensi mendapatkankan obat
secara gratis.�
Dukungan keluarga maupun teman juga mempengaruhi tingkat
kepatuhan pasien hipertensi terhadap minum obat antihipertensi. Meskipun dalam
studi yang ditinjau hanya satu studi yang menunjukkan adanya hubungan
signifikan antara dukungan terhadap kepatuhan minum obat pasien hipertensi (Dewi Rury Arindari
& Hendra Yedi, 2020),
bukan berarti dapat diabaikan pengaruh faktor dukungan terhadap kepatuhan minum
obat pasien hipertensi. Pasien hipertensi yang mendapatkan dukungan dari
keluarga dan dari sesama penderita hipertensi akan meningkatkan kepatuhan minum
obat antihipertensi. Pemberian penghargaan, penyampaian informasi terkait
hipertensi, pemberian saran merupakan bentuk dukungan sosial yang berpengaruh
signifikan terhadap kepatuhan minum obat pasien hipertensi (Purnawadi, 2020).
Sejalan dengan hal tersebut, studi di China melaporkan dukungan sosial
berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan minum obat penderita hipertensi.
Dukungan multi dimensi sangat diperlukan pasien hipertensi. Adapun dukungan
yang paling kuat adalah dari pasangan atau anak, kemudian dukungan dari petugas
kesehatan, dan dukungan dari teman dan masyarakat (Pan, Hu, Wu, &
Li, 2021).
Kekuatan Dan Keterbatasan Studi
Meskipun
kami melakukan pencarian literatur secara
sistematis, beberapa artikel yang memenuhi kriteria inklusi mungkin saja
terlewatkan. Hasil tinjauan ini mungkin tidak memberikan gambaran terkait faktor-faktor
yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat pasien hipertensi yang
lengkap atau seragam di antara negara-negara berkembang,
karena heterogenitas dari
faktor-faktor yang diidentifikasi dan instrumen yang dipergunakan.
Sepengetahuan kami, belum
ada penelitian tinjauan sistematis yang mengidentifikasi faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kepatuhan minum obat pasien hipertensi di primary
health care pada negara-negara berkembang ke
dalam faktor internal dan eksternal.
Kesimpulan
Kepatuhan minum obat
pasien hipertensi dipengaruhi oleh faktor
yang berasal dari internal dan eksternal pasien. Dari semua studi yang
ditinjau, faktor internal merupakan faktor yang paling banyak
menunjukkan hubungan signifikan terhadap kepatuhan minum obat pasien hipertensi. Meskipun demikian faktor
eksternal tidak kalah penting untuk diidentifikasi dalam melihat faktor yang
berpengaruh terhadap kepatuhan minum obat pasien hipertensi. Penelitian dengan
mengidentifikasi faktor internal maupun eksternal secara lengkap terhadap
kepatuhan minum obat pasien hipertensi dapat memberikan banyak informasi
sebagai dasar dalam pembuatan kebijakan yang efektif, terarah dan tepat sasaran
terhadap pengendalian hipertensi. Penggunaan instrumen kepatuhan yang berbeda
juga berpengaruh terhadap hasil yang diperoleh. Perlu dikembangkan instrument
penilaian yang komprehensif dengan mengintegrasikan berbagai teori, bukti
empiris, dan berbagai perspektif untuk lebih memyempurnakan instrument yang
sudah ada sehingga mampu memberikan hasil yang lebih kuat.��
BIBLIOGRAFI
Abbas, Hanine, Kurdi, Mazen, De Vries, Frank, Van Onzenoort, Hein
A. W., Driessen, Johanna H. M., Watfa, Myriam, & Karam, Rita. (2020). Factors
Associated With Antihypertensive Medication Non-Adherence: A Cross-Sectional
Study Among Lebanese Hypertensive Adults. Patient Preference And Adherence,
14, 663�673. Google Scholar
Adomako, Nana Ofori, Marfo,
Afia Frimpomaa Asare, Opare-Addo, Mercy Naa Aduele, Nyamekye, Nathaniel, & Owusu-Daaku,
Frances Thelma. (2021). Blood Pressure Control, Accessibility, And Adherence To
Antihypertensive Medications: Patients Seeking Care In Two Hospitals In The Ashanti
Region Of Ghana. International Journal Of Hypertension, 2021.Google Scholar
Agbor, Valirie Ndip, Takah,
Noah Fongwen, & Aminde, Leopold Ndemnge. (2018). Prevalence And Factors
Associated With Medication Adherence Among Patients With Hypertension In Sub-Saharan
Africa: Protocol For A Systematic Review And Meta-Analysis. BMJ Open, 8(3).Google Scholar
Alefan, Qais, Huwari, Dima,
Alshogran, Osama Y., & Jarrah, Mohamad I. (2019). Factors Affecting
Hypertensive Patients� Compliance With Healthy Lifestyle. Patient Preference
And Adherence, Google Shift
Algabbani, Fahad M.,
& Algabbani, Aljoharah M. (2020). Treatment Adherence Among Patients With
Hypertension: Findings From A Cross-Sectional Study. Clinical Hypertension,
26(1), 1�9.Google Scholar
Arindari, Dewi Rury,
& Yedi, Hendra. (2017). HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP KEPATUHAN MINUM
OBAT PADA PASIEN HIEPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUNTI KAYU PALEMBANG. Jurnal
Kesehatan: Jurnal Ilmiah Multi Sciences, 7(13), 105�114.Google Scholar
Ariyanti, Fajar, & Latif,
Yuniko Ibnu. (2021). PERSEPSI PASIEN MENGENAI KETEPATAN TINDAKAN RUJUKAN
PESERTA BPJS KESEHATAN PADA MASA PANDEMI DI PUSKESMAS TAHUN 2020. IKESMA,
17(2), 103�110.Google Scholar
Cohen, Shannon Munro.
(2009). Concept Analysis Of Adherence In The Context Of Cardiovascular Risk
Reduction. Nursing Forum, 44(1), 25�36.Google Scholar
Das, Bidisha, Neupane, Dinesh,
Singh Gill, Sandeep, & Bir Singh, Gurinder. (2021). Factors Affecting
Non-Adherence To Medical Appointments Among Patients With Hypertension At
Public Health Facilities In Punjab, India. Journal Of Clinical Hypertension,
23(4), 713�719.Google Scholar
Dasar, Risetkesehatan.
(2018). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional 2007. Jakarta:
Badan Litbangkes, Depkes RI.
Dewi Rury Arindari, &
Hendra Yedi. (2020). Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Minum Obat
Pada Pasien Hiepertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Punti Kayu Palembang. Jurnal
Kesehatan : Jurnal Ilmiah Multi Sciences, 7(13), 105�114.Google Scholar
Dhar, Lipi, Dantas, Jaya,
& Ali, Mohammed. (2017). A Systematic Review Of Factors Influencing
Medication Adherence To Hypertension Treatment In Developing Countries. Open
Journal Of Epidemiology, 07(03), 211�250.Google Scholar
Duygu Kes, R. N. (2019). Predictors
Of Blood Pressure Control And Medication Adherence Among Primary Hypertensive
Patients. International Journal Of Caring Sciences, 12(1),
483�491.Google Scholar
Edward, Anbrasi, Campbell,
Brady, Manase, Frank, & Appel, Lawrence J. (2021). Patient And Healthcare
Provider Perspectives On Adherence With Antihypertensive Medications: An
Exploratory Qualitative Study In Tanzania. BMC Health Services Research,
21(1), 1�12.Google Scholar
Getenet, Atsede, Tesfa, Mulugeta,
Ferede, Aster, & Molla, Yalew. (2019). Determinants Of Adherence To
Anti-Hypertensive Medications Among Adult Hypertensive Patients On Follow-Up In
Hawassa Referral Hospital: A Case�Control Study. JRSM Cardiovascular Disease,
8.Google Scholar
Idris, Fachmi. (2014). Panduan
Praktis Prolanis (Program Pengelolaan Penyakit Kronis). Jakarta: BPJS.Google Scholar
Jalal, Zahraa, Antoniou, Sotiris,
Taylor, David, Paudyal, Vibhu, Finlay, Katherine, & Smith, Felicity.
(2019). South Asians Living In The UK And Adherence To Coronary Heart Disease
Medication: A Mixed- Method Study. International Journal Of Clinical
Pharmacy, 41(1), 122�130.Google Scholar
Li, Yu Ting, Wang, Harry
H. X., Liu, Kirin Q. L., Lee, Gabrielle K. Y., Chan, Wai Man, Griffiths, Sian M.,
& Chen, Ruo Ling. (2016). Medication Adherence And Blood Pressure Control
Among Hypertensive Patients With Coexisting Long-Term Conditions In Primary
Care Settings. Medicine (United States), 95(20), 1�10.Google Scholar
Mahmood, Sajid, Jalal, Zahraa,
Hadi, Muhammad Abdul, Orooj, Hasan, & Shah, Kifayat Ullah. (2020). Non-Adherence
To Prescribed Antihypertensives In Primary, Secondary And Tertiary Healthcare
Settings In Islamabad, Pakistan: A Cross-Sectional Study. Patient Preference
And Adherence, 14, 73�85.Google Scholar
Modey Amoah, Emefa, Esinam
Okai, Darlene, Manu, Adom, Laar, Amos, Akamah, Joseph, & Torpey, Kwasi.
(2020). The Role Of Lifestyle Factors In Controlling Blood Pressure Among Hypertensive
Patients In Two Health Facilities In Urban Ghana: A Cross-Sectional Study. International
Journal Of Hypertension, 2020.Google Scholar
Murphy, A, Jakab, M.,
Mckee, M., & Richardson, E. (2016). PM205 Persistent Low Adherence To Hypertension
Treatment In Kyrgyzstan: How Can We Understand The Role Of Out-Of-Pocket Costs For
Medicine? Global Heart, 2(11), E105.Google Scholar
Murphy, Adrianna, Jakab, Melitta,
Mckee, Martin, & Richardson, Erica. (2016). Persistent Low Adherence To
Hypertension Treatment In Kyrgyzstan: How Can We Understand The Role Of Drug
Affordability? Health Policy And Planning, 31(10), 1384�1390.Google Scholar
Musinguzi, Geofrey, Anthierens,
Sibyl, Nuwaha, Fred, Van Geertruyden, Jean Pierre, Wanyenze, Rhoda K., & Bastiaens,
Hilde. (2018). Factors Influencing Compliance And Health Seeking Behaviour For Hypertension
In Mukono And Buikwe In Uganda: A Qualitative Study. International Journal Of
Hypertension, 2018, 13.Google Scholar
Niklas, Arkadiusz A., Flotyńska,
Anna, Zdrojewski, Tomasz, Pająk, Andrzej, Top�r-Mądry, Roman, Nadrowski,
Paweł, Polakowska, Maria, Kwaśniewska, Magdalena, Puch-Walczak, Aleksandra,
& Bielecki, Wojciech. (2018). Trends In Hypertension Prevalence, Awareness,
Treatment, And Control Among Polish Adults 75 Years And Older During 2007�2014.
Cardiology Journal, 25(3), 333�344.Google Scholar
Obirikorang, Yaa, Obirikorang,
Christian, Acheampong, Emmanuel, Odame Anto, Enoch, Gyamfi, Daniel, Philip
Segbefia, Selorm, Opoku Boateng, Michael, Pascal Dapilla, Dari, Brenya, Peter
Kojo, Amankwaa, Bright, Adu, Evans Asamoah, Nsenbah Batu, Emmanuel, Gyimah
Akwasi, Adjei, & Amoah, Beatrice. (2018). Predictors Of Noncompliance To Antihypertensive
Therapy Among Hypertensive Patients Ghana: Application Of Health Belief Model. International
Journal Of Hypertension, 2018, 9. Google Scholar
Organization, World
Health. (2014). Global Status Report On Noncommunicable Diseases 2014 (World
Health. (2014). Global Status Report On Noncommunicable Diseases 2014. World
Health Organization. Organization, Ed.). World Health Organization.Google Scholar
Organization, World
Health. (2020). Improving Hypertension Control In 3 Million People: Country
Experiences Of Programme Development And Implementation.Google Scholar
Organization, World
Health. (2021). Hypertension And COVID-19: Scientific Brief, 17 June 2021.
World Health Organization.Google Scholar
Pan, Jingjing, Hu, Bin, Wu,
Lian, & Li, Yarong. (2021). The Effect Of Social Support On Treatment
Adherence In Hypertension In China. Patient Preference And Adherence, 15,Google Scholar
Pradono, Julianty, & Sulistyowati,
Ning. (2014). (Correlation Between Education Level, Knowledge Of Environmental
Health, Healthy Behavior With Health Status) Correlation Study On People Aged 10�24
In Jakarta Pusat. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 17(1),
20885.Google Scholar
Purnawadi, I. Gede.
(2020). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien
Hipertensi. Jurnal Skolastik Keperawatan, 6(7), 35�41.Google Scholar
Ratnasari, Dwi. (2017). Analisis
Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang Bagi Peserta JKN Di Puskesmas X Kota
Surabaya. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia, 5(2), 145�154.Google Scholar
Shah, Ayushi Jayesh, Singh,
Vijaykumar, Patil, Subita P., Gadkari, Mithila R., Ramchandani, Varun, & Doshi,
Karan Janak. (2018). Factors Affecting Compliance To Antihypertensive Treatment
Among Adults In A Tertiary Care Hospital In Mumbai. Indian Journal Of Community
Medicine, 43(1), 53�55. Https://Doi.Org/10.4103/Ijcm.IJCM_40_17.Google Scholar
Srikartika, Valentina
Meta, Cahya, Annisa Dwi, Suci, Ratna, Hardiati, Wahyu, & Srikartika, Valentina
Meta. (2016). Analisis Faktor Yang Memengaruhi Kepatuhan Penggunaan Obat Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2. JURNAL MANAJEMEN DAN PELAYANAN FARMASI (Journal Of Management
And Pharmacy Practice), 6(3), 205�212.Google Scholar
Świątoniowska-Lonc,
Natalia, Polański, Jacek, Mazur, Grzegorz, & Jankowska-Polańska, Beata.
(2021). Impact Of Beliefs About Medicines On The Level Of Intentional
Non-Adherence To The Recommendations Of Elderly Patients With Hypertension. International
Journal Of Environmental Research And Public Health, 18(6), 1�11.Google Scholar
Tan, Xi, Patel, Isha,
& Chang, Jongwha. (2014). Review Of The Four Item Morisky Medication
Adherence Scale (MMAS-4) And Eight Item Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8).
INNOVATIONS In Pharmacy, 5(3).Google Scholar
Tola Gemeda, Assefa, Regassa,
Lemma Demissie, Weldesenbet, Adisu Birhanu, Merga, Bedasa Taye, Legesse, Nanti,
& Tusa, Biruk Shalmeno. (2020). Adherence To Antihypertensive Medications
And Associated Factors Among Hypertensive Patients In Ethiopia: Systematic Review
And Meta-Analysis. SAGE Open Medicine, 8, 205031212098245.Google Scholar
Vinet, Luc, & Zhedanov,
Alexei. A �Missing� Family Of Classical Orthogonal Polynomials. , 44 Journal Of
Physics A: Mathematical And Theoretical � (2011).Google Scholar
Xiao, Nanzi, Long, Qian, Tang,
Xiaojun, & Tang, Shenglan. (2014). A Community-Based Approach To
Non-Communicable Chronic Disease Management Within A Context Of Advancing
Universal Health Coverage In China: Progress And Challenges. BMC Public
Health, 14(SUPPL. 2), S2.Google Scolar
Copyright
holder: Noor
Aliyah, Rita Damayanti (2022) |
First
publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is
licensed under: |