Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 5, Mei 2022

 

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN HIPERTENSI DI PRIMARY HEALTH CARE NEGARA BERKEMBANG; SYSTEMATIC REVIEW

 

Noor Aliyah, Rita Damayanti

Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Hipertensi adalah faktor risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler yang dapat dikendalikan. Meskipun upaya penanganan hipertensi dengan farmakoterapi telah dilakukan, tetapi pengendalian hipertensi belum menunjukkan hasil yang maksimal dikarenakan rendahnya kepatuhan minum obat antihipertensi. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat di antara pasien hipertensi di primary health care sangat diperlukan sebagai dasar penyusunan intervensi pencegahan dan pengendalian hipertensi pada masyarakat. Bukti ilmiah mengenai hal tersebut masih terbatas. Tinjauan sistematis ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat pasien hipertensi berdasarkan faktor internal dan eksternal pasien. Tinjauan dilakukan menggunakan prosedur yang ditentukan dalam pedoman PRISMA. Tiga database digunakan untuk mengidentifikasi studi di mana tujuan primer atau sekunder terkait faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat pasien hipertensi. Terdapat 1.374 artikel memenuhi kriteria penyaringan, 16 memenuhi kriteria untuk tinjauan artikel lengkap, dan 11 untuk analisis. Sebagian besar bukti ilmiah melaporkan pengetahuan tentang hipertensi, gaya hidup (merokok, alkohol, aktivitas fisik, diet, kontrol stress), persepsi tentang penyakit, dan pembiayaan sebagai faktor yang berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan minum obat pasien hipertensi. Tingkat kepatuhan minum obat pasien hipertensi perlu ditingkatkan untuk mencegah terjadinya komplikasi penyakit jantung dan stroke. Memilah data secara konsisten sangat diperlukan dalam melaporkan faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan minum obat pasien hipertensi sebagai dasar dalam penyusunan kebijakan atau intervensi yang tepat, terarah, dan efektif dalam pengendalian penyakit hipertensi.

 

Kata kunci: pasien hipertensi; kepatuhan minum obat; faktor berpengaruh; primary health care

 

Pendahuluan

Hipertensi atau yang biasa dikenal dengan tekanan darah tinggi adalah terjadinya peningkatan darah sistolik di atas batas normal yaitu lebih dari 140 mmHg, dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg (Organization, 2021) . Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terdapat sekitar 1,13 Miliar orang di dunia menyandang hipertensi, yang terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2025 diperkirakan ada 1,5 Miliar orang terkena hipertensi, dan diperkirakan setiap tahunnya terdapat 10,44 juta orang meninggal akibat hipertensi dan komplikasinya. Dua pertiga penderita hipertensi berada di negara-negara yang ekonominya sedang berkembang, di mana penyakit jantung dan stroke sebagai akibat hipertensi terjadi pada penderita dengan usia yang lebih muda (Organization, 2020),(Niklas et al., 2018). Sebagian besar penderita hipertensi tidak menyadari bahwa dirinya mengidap hipertensi, di karenakan hipertensi sering tidak bergejala. Oleh karena itu hipertensi sering disebut sebagai �silent killer�.

Data hasil Riskesdas 2018, penderita hipertensi di Indonesia yang patuh minum obat sebesar 53,74%, tidak rutin minum obat sebesar 32.27%, dan sisanya 13,33% tidak pernah minum obat. Dari yang tidak rutin minum obat alasan yang terbanyak yaitu merasa sudah sehat sebesar 59,8%. Sedangkan tingkat kerutinan penderita hipertensi melakukan cek tekanan darah 9,8% rutin melakukan cek tekanan darah, 46,2% kadang-kadang, dan 44% tidak pernah melakukan cek tekanan darah (Dasar, 2018)] . Data hasil Riskesdas terkait kepatuhan penderita hipertensi selaras dengan penelitian yang dilakukan di India tahun 2017 yang menunjukkan angka kepatuhan penderita hipertensi sebesar 49% sedangkan penderita hipertensi yang tidak patuh sebesar 51%(Dasar, 2018). Kontrol tekanan darah secara rutin dan kepatuhan yang tinggi terhadap pengobatan sangat penting untuk mencegah terjadinya komplikasi penyakit lebih lanjut dan kematian terkait hipertensi (Organization, 2014),(Xiao, Long, Tang, & Tang, 2014). Komplikasi yang terjadi akibat hipertensi dapat menyebabkan tingginya beban biaya kesehatan yang harus ditanggung oleh pemerintah. Studi di China mengatakan bahwa beban ekonomi yang disebabkan oleh penyakit hipertensi dan diabetes melitus sangat berat yaitu 31,9 miliar yuan untuk hipertensi dan 10,7 miliar yuan� untuk diabetes melitus pada tahun 2002 (Ariyanti & Latif, 2021). Sejalan dengan hal tersebut, pada tahun 2020 BPJS telah mengeluarkan pembiayaan untuk penyakit katastropik diantaranya jantung, kanker, stroke, dan gagal ginjal sebesar Rp 20 triliun dengan 19,9 juta kasus atau 25% dari total biaya layanan kesehatan JKN-KIS pada tahun 2020 di Indonesia� (Li et al., 2016). Kepatuhan yang optimal terhadap pengobatan hipertensi dapat mengurangi risiko terjadinya infark miokard (20-25%), gagal jantung (>50%) dan stroke (34-40%) yang artinya dapat menurunkan beban ekonomi negara untuk biaya kesehatan (Jalal et al., 2019),(Cohen, 2009).

Kepatuhan minum obat didefinisikan sebagai sejauh mana perilaku pasien dalam minum obat sesuai dengan anjuran pemberi layanan yang telah disepakati bersama sehubungan dengan jenis obat, dosis, waktu, dan frekuensi minum obat. Pasien hipertensi harus memahami bahwa obat yang diterima sangat diperlukan untuk menjaga tekanan darah agar tetap terkontrol (Dhar, Dantas, & Ali, 2017). Sedangkan WHO mendefinisikan kepatuhan terhadap terapi jangka panjang sebagai sejauh mana seseorang minum obat, patuh pada diet, dan atau melakukan perubahan gaya hidup sesuai anjuran yang disepakati bersama dengan pemberi layanan kesehatan (Agbor, Takah, & Aminde, 2018). Banyak faktor yang berperan dalam menetukan tingkat kepatuhan minum obat pasien hipertensi. Faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi lima faktor besar yaitu faktor sosial ekonomi, faktor pelayanan kesehatan, faktor penyakit, faktor obat, dan faktor pasien� (Agbor et al., 2018)(Ratnasari, 2017). Penting untuk mengetahui dan memahami faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat pada pasien hipertensi sehingga dapat mengambil kebijakan yang tepat dalam melakukan intervensi sebagai upaya meningkatkan kepatuhan minum obat pasien hipertensi.

Beberapa tahun terakhir banyak penelitian yang telah dilakukan untuk melihat faktor-faktor terkait dengan kepatuhan minum obat pasien hipertensi, namun masih sedikit yang meneliti pasien yang berobat di primary health care. Sementara seperti yang disampaikan oleh BPJS bahwa primary health care harus mampu menjalankan perannya sebagai gatekeeper dengan mengoptimalkan pelayanan secara tuntas sesuai dengan kompetensi dan sarana prasarana yang dimiliki (Getenet, Tesfa, Ferede, & Molla, 2019). Tinjauan sistematis ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepatuhan minum obat pasien hipertensi di primary health care negara berkembang dengan membagi faktor berpengaruh menjadi faktor internal dan eksternal.

 

Metode Penelitian

1.     Desain Studi

Studi tinjauan sistematis ini menggunakan prosedur yang ditentukan dalam pedoman PRISMA. Kriteria inklusi adalah tujuan dari studi yang membahas faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat pasien hipertensi dengan teks lengkap, bahasa inggris, artikel jurnal, waktu 2017 sampai 2021 . Pemilihan waktu didasarkan atas telah adanya penelitian dengan tujuan dan metode yang sama di tahun 2017, dengan judul A Systematic Review of Factors Influencing Medication Adherence to Hypertension Treatment in Developing Countries, yang terbit tahun 2017. Artikel akan dieksklusi apabila penelitian bukan di primary health care, desain penelitian systematic review, dan penelitian bukan di negara berkembang. Pertanyaan penelitian yaitu �faktor-faktor apakah yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat pasien hipertensi di primary health care ?� (didasarkan pada pertanyaan PICO).

2.     Strategi Pencarian Literatur

Secara sistematis, pencarian literatur menggunakan tiga database yaitu ProQuest, EBSCOhost, dan ScienceDirect untuk mengambil artikel yang diterbitkan antara tahun 2017 dan 2021. Kata kunci didasarkan pada istilah bebas; operator Boolean �hypertensive patients� OR �hypertension patients� AND �factors related� OR �determinant� AND �medication adherence� AND �primary health care� AND �developing countries�.

3.     Seleksi studi

Penyaringan pada tiga database dengan istilah pencarian yang dipilih mengidentifikasi 1.374 artikel. Terdapat 27 duplikat artikel, 1.331 artikel tidak sesuai dengan tujuan penelitian, dua artikel menggunakan responden pasien rawat inap di Rumah Sakit dan tiga artikel penelitian dilakukan bukan di negara berkembang . Pada akhirnya terdapat 11 artikel yang memenuhi kriteria tinjauan. Proses pemilihan studi ditampilkan pada gambar 1.

 

 

 

 

 

 

Identification

Eligibility

ProQuest

(n=1.259)

Ebsco

(n=40)

ScienceDirect (n=75 )

Total (n=1.374)

Records after duplicates removed (n=1.347)

Records exclude Duplicates (n=27)

Records exclude

Unmacthing with PICOS (n=1.331)

Full text article eligible (n=16)

Studies include (n=11)

Records exclude

� Adherence report of inpatient (n=2)

� Not conducted in developing

countries (n=3)

Included

Screening

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 1

Flowchart proses seleksi dan inklusi studi dengan PRISMA

 

4.     Ekstraksi dan analisis data

Hasil pencarian literatur dimasukkan ke dalam mendeley, dan duplikasinya dihapus. Judul dan abstrak yang diperoleh, dinilai secara menyeluruh untuk menghapus publikasi yang tidak memenuhi kriteria inklusi. Ekstraksi informasi terhadap penelitian yang memenuhi syarat meliputi penulis, tahun publikasi, negara, desain penelitian, ukuran sampel, kriteria kelayakan, faktor berhubungan dengan kepatuhan minum obat, instrument kepatuhan, serta interval kepercayaan (CI) 95 %.

 

Hasil

1.   Deskripsi studi yang ditemukan

Pada analisis akhir terdapat 11 studi dari 9 negara meliputi Ehiopia (2 studi), India (2 studi), Uganda (1 studi), Pakistan (1 studi), Tanzania (1 studi), Ghana (1 studi), Arab Saudi (1 studi), Turki (1 studi), dan Lebanon (1 studi). Berdasarkan studi tersebut, 10 studi melaporkan faktor internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap kepatuhan minum obat pasien hipertensi dan 1 studi yang hanya mengidentifikasi faktor internal. Terdapat 7 studi cross sectional, 1 studi case control, dan 3 studi kualitatif yang mengidentifikasi faktor terkait kepatuhan minum obat pasien hipertensi. Sedangkan instrument penilaian kepatuhan 4 studi menggunakan Morisky Medication Adherence Scale-8 (MMAS-8), 1 studi menggunakan Medication Adherence Self-Efficacy Scale-Short Form (MASES-SF), 1 studi menggunakan Health Belief Model (HBM), dan 5 studi menggunakan (kuesioner, pedoman, wawancara, pedoman FGD) yang dikembangkan sendiri sesuai kriteria WHO. Studi yang ditemukan dapat dilihat pada tabel 1.

 

Tabel 1

Karakteristik studi dan faktor kepatuhan

Kutipan

Penulis

Tahun

Negara

Metode

Jumlah Pasien Hipertensi

Instrumen Kepatuhan

Faktor Kepatuhan

 

Atsede Getenet, Mulugeta Tesfa, Aster Ferede, Yalew Molla

 

2019

Ethiopia

Case Control

 

289

MMAS-8

Internal & Eksternal

 

Bidisha Das MD, Dinesh Neupane PhD, Sandeep Singh Gill MD, Gurinder Bir Singh MD

 

2020

India

Kualitattif

206

Laporan penderita sesuai kriteria WHO

Internal & Eksternal

 

Geofrey Musinguzi, Sibyl Antierens, Fred Nuwaha, Jean-Pierre Van Geertruyden, Rhoda K. Wanyenze, Hilde Bastiaens

 

2018

Uganda

Kualitatif Deskriptif

48

Pedoman Wawancara

Internal & Eksternal

 

Sajid Mahmud, Zahraa Jalal, Muhammad Abdul Hadi, Hasan Oroojo, Kifaatullah Syah

 

2020

Pakistan

Cross Sectional

741

MMAS-8

Internal & Eksternal

 

Anbrasi Edward, Brady Campbell, Frank Manase, Lawrence J. Appel

 

2021

Tanzania

Studi Kualitatif

34

Panduan FGD dan Wawancara

Internal & Eksternal

 

Yaa Obirikorang, Christian Obirikorang, Emmanuel Acheampong, Henokh Odame Anto, Daniel Gyamfi, Selorm Philip Segbefia, Michael Opoku Boateng, Dari Pascal Dapilla, Peter Kojo Brenya, Amankwaa Cerah, Evans Asamoah Adu, Emmanuel Nsenbah Batu, Adjei Gyimah Akwasi, Beatrice Amoah

 

2018

Ghana

Cross Sectional

 

678

Health Belief Model (HBM)

 

Internal & Eksternal

 

Fahad M. Algabbani dan Aljoharah M. Algabbani

2020

Arab Saudi

Cross Sectional

306

MMAS-8

Internal & Eksternal

 

Dugyu Kes,RN, PhD

 

2019

Turki

Cross Sectional

231

MASES-SF

Internal & Eksternal

 

Daniel G/Tsadik, Yaman Barhane, Alemayehu Worku

2020

Ethiopia

Cross Sectional

989

MMAS-8

Internal & Eksternal

 

Ayushi Jayesh Shah, Vijaykumar Singh, Subita P.Patil, Mithia R. Gadkari, Varun Ramchandani, Karan Janak Doshi

 

2018

India

Cross Sectional

330

Kuesioner yang dikembangkan sendiri.

Internal

 

Hnine Abbas, Mazen Kurdi, Frank de Vries, Hein AW van Onzenoort, Johana HM Driessen, Myriam Watfa, Rita Karam

 

2020

Lebanon

Cross Sectional

1497

Kuesioner kepatuhan yang dikembangkan sendiri menurut WHO

Internal & Eksternal

2.   Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan

2.1 Faktor Internal

Berdasarkan artikel yang ditinjau, faktor internal terhadap kepatuhan minum obat pasien hipertensi ada dalam semua artikel. Faktor internal berasal dari dalam diri pasien hipertensi yaitu usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, pendapatan, konsumsi alkohol, merokok, aktivitas fisik, diet, status tekanan darah, pengetahuan tentang hipertensi, komorbiditas, persepsi penyakit, durasi sakit, indeks massa ubuh, status mental, [(Abbas et al., 2020),(Mahmood, Jalal, Hadi, Orooj, & Shah, 2020),(Shah et al., 2018),(Obirikorang et al., 2018),(Arindari & Yedi, 2017). Faktor internal dikelompokkan menjadi faktor demografis, faktor psikososial, faktor terkait penyakit, dan faktor persepsi terkait penyakit hipertensi. Faktor internal terhadap kepatuhan minum obat pasien hipertensi dapat dilihat pada tabel 2.

 

Tabel 2

�Faktor Internal Kepatuhan Minum Obat Pasien Hipertensi

Faktor Internal

Jumlah Studi

Faktor Demografis

 

Usia

8

Jenis Kelamin

8

Pendidikan

10

Pekerjaan

7

Status pernikahan

5

Pendapatan

4

Faktor Psikososial

 

Konsumsi alkohol

3

Merokok

5

Aktivitas fisik

2

Diet

1

Indeks Massa Tubuh (BMI)

2

Status mental

2

Faktor terkait penyakit

 

Komorbiditas

6

Durasi sakit

2

Efek samping obat yang dirasakan

2

Penggunaan obat alternatif

2

Status tekanan darah

4

Faktor persepsi terkait penyakit hipertensi

 

Pengetahuan tentang hipertensi

7

2.1.1 Faktor Demografis�����

Tiga studi melaporkan hubungan signifikan antara usia dengan kepatuhan minum obat pasien hipertensi. Di Ethiopia usia muda ≤44 tahun menunjukkan kepatuhan yang lebih baik (AOR: 3,80; 95% CI: 1,08-13,31) (Abbas et al., 2020) ,� studi di Lebanon usia tua ≥65 tahun menunjukkan ketidakpatuhan terhadap pengobatan (OR: 1,87; 95% CI: 1,23-2,21) (Mahmood et al., 2020). Sebaliknya di Pakistan usia tua ≥60 tahun menunjukkan kepatuhan lebih baik (OR: 1,783; 95% CI: 1,172-2,712; P=0,013) (Shah et al., 2018). Sedangkan faktor internal jenis kelamin hanya satu studi yang menunjukkan hubungan signifikan dengan kepatuhan minum obat, yaitu studi di India yang menunjukkan wanita lebih patuh (40,2%) dengan P=0,003 (Obirikorang et al., 2018).

Studi di Pakistan melaporkan hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan kepatuhan minum obat pasien hipertensi. Pendidikan� lulusan SMP dan SMA keatas menunjukkan tingkat kepatuhan lebih tinggi (OR: 2,018; 95% CI: 1,240-3,284 P=0,036) (Shah et al., 2018). Pasien hipertensi di Ghana yang telah menyelesaikan pendidikan tinggi secara signifikan mengurangi kemungkinan ketidakpatuhan terhadap obat anti hipertensi (AOR: 0,27; 95% CI: 0,17-0,43 P=<0,0001) (Arindari & Yedi, 2017). Sebaliknya pasien hipertensi di India yang buta huruf memiliki kepatuhan yang lebih baik (80,5% P=0.048) (Obirikorang et al., 2018).

Pasien hipertensi di Ghana yang bekerja sebagai pegawai pemerintah secara signifikan berpengaruh terhadap ketidakpatuhan minum obat (AOR: 4,16; 95% CI: 1,93-8,96 P=0,0002), sedangkan pasien dengan pendapatan tetap mempunyai hubungan signifikan terhadap kepatuhan minum obat (AOR: 0,52; 95% CI: 0,38-0,71 P<0,0001) (Arindari & Yedi, 2017). Di Ethiopia pasien hipertensi yang memiliki pekerjaan sebagai petani cenderung untuk mematuhi pengobatan antihipertensi (AOR: 0,51; 95% CI: 0,33-0,79) (Duygu Kes, 2019). Pekerjaan dan pendapatan juga menunjukkan hubungan signifikan dengan kepatuhan minum obat pasien hipertensi di Turki dengan P=0,001 (Algabbani & Algabbani, 2020). Status perkawinan pasien hipertensi di Lebanon, pasien cerai (OR: 2,14; 95% CI: 1,31-5,48), pasien menikah (OR: 1,96; 95% CI: 1,27-3,90), janda (OR: 2,11; 95% CI: 1,62-6,50), menunjukkan ketidakpatuhan dibanding pasien hipertensi yang masih lajang (Mahmood et al., 2020).

2.1.2 Faktor Psikososial

Pasien hipertensi di Lebanon yang merokok (OR: 2,62; 95% CI: 1,17-6,76) lebih tidak patuh dibanding pasien yang tidak merokok (Mahmood et al., 2020). Di India pasien hipertensi yang tidak merokok (81,1%) memiliki kepatuhan lebih tinggi dibanding yang merokok (P<0,0001), begitu juga pasien hipertensi yang tidak mengkonsumsi alkohol (80%) memiliki kepatuhan lebih tinggi dibanding dengan pasien yang mengkonsumsi alkohol (P<0,0001) (Obirikorang et al., 2018). Demikian pula sebuah studi di Ghana melaporkan pasien hipertensi yang tidak merokok memiliki kepatuhan lebih tingga dibanding pasien hipertensi yang merokok (P<0,0001) dan pasien yang tidak mengkonsumsi alkohol juga memiliki tingkat kepatuhan lebih tinggi dibanding pasien hipertensi yang mengkonsumsi alkohol (P<0,0001) (Arindari & Yedi, 2017).

Studi di Turki melaporkan pasien hipertensi yang mengikuti program diet menunjukkan kepatuhan yang lebih tinggi (OR: 0,30; 95% CI: 0,11-0,84 P=0,022), begitu juga pasien yang melakukan aktivitas fisik memiliki tingkat kepatuhan yang lebih tinggi (OR: 0,35; 95% CI: 0,13-0,90 P=0,031) (Algabbani & Algabbani, 2020). Sedangkan studi di Lebanon melaporkan adanya hubungan signifikan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan kepatuhan minum obat pasien hipertensi. Pasien hipertensi dengan obesitas menunjukkan kepatuhan yang lebih rendah (OR: 1,76; 95% CI: 1,21-1,94) (Mahmood et al., 2020).

Satu studi melaporkan adanya hubungan signifikan antara status mental dengan kepatuhan minum obat pasien hipertensi. Pasien hipertensi di Lebanon dengan stress memiliki tingkat kepatuhan yang lebih rendah (OR: 0,77; 95% CI: 0,38-0,95) dibanding pasien yang dapat mengontrol tingkat stress (Mahmood et al., 2020).

2.1.3 Faktor terkait penyakit

Ada tidaknya penyakit penyerta (komorbiditas) pada pasien hipertensi mempunyai pengaruh signifikan dengan kepatuhan minum obat pasien hipertensi. Studi di Ethiopia melaporkan pasien hipertensi yang tidak memiliki komorbid memiliki kepatuhan lebih tinggi (OR: 3,14; 95% CI: 1,48-6,67) dibanding pasien hipertensi yang memiliki komorbid (Abbas et al., 2020). Berbanding terbalik dengan studi di Ethiopia, studi yang dilakukan di Pakistan melaporkan pasien hipertensi yang memiliki komorbid (OR: 2,658; 95% CI: 1,836-3,848) secara signifikan berhubungan dengan kepatuhan yang baik (Shah et al., 2018). Durasi pengobatan juga dilaporkan sebagai faktor yang mempengaruhi secara signifikan terhadap kepatuhan minum obat pasien hipertensi. Durasi pengobatan ≥10 tahun (OR: 2,868; 95% CI: 1,913-4,299) secara signifikan berhubungan dengan kepatuhan yang baik (Shah et al., 2018). Pasien hipertensi tanpa penyakit penyerta (komorbid) di Arab Saudi secara signifikan patuh terhadap obat antihipertensi dibandingkan dengan peserta yang memiliki satu atau lebih penyakit penyerta (P=0,004) (Das, Neupane, Singh Gill, & Bir Singh, 2021). Sedangkan studi di India melaporkan, pasien yang merasa tidak bergejala memiliki tingkat kepatuhan yang kurang baik (P=0,006) (Musinguzi et al., 2018). Hal yang sama dilaporkan dari hasil studi kualitatif di Uganda, ��di sini selama Anda masih bisa berjalan, tidak perlu memantau tekanan darah Anda�� (Edward, Campbell, Manase, & Appel, 2021). Di Ethiopia pasien hipertensi yang mengetahui konsekuensi yang dirasakan dari hipertensi (AOR: 1,51; 955 CI: 0,33-0,79), pasien yang merasakan kerentanan tinggi (AOR: 0,61; 95% CI: 0,48-0,78), dan pasien yang merasakan tingkat keparahan tinggi (AOR: 1,42; 95% CI: 1,09-1,86) memiliki hubungan yang signifikan dengan kepatuhan pengobatan (Duygu Kes, 2019).

Studi di Tanzania melaporkan ketidakpatuhan minum obat pasien hipertensi juga dipengaruhi oleh rasa takut terhadap efek samping obat antihipertensi dengan pemakaian jangka panjang (Tan, Patel, & Chang, 2014). Hal ini sejalan dengan studi di Uganda yang melaporkan efek samping obat yang timbul akibat obat antihipertensi membuat kepatuhan minum obat rendah, ��saya tidak suka obat yang diresepkan, obatmya pahit, ada yang kecil dan ada yang besar, membuat pusing��(Edward et al., 2021). Ada pula yang menganggap obat-obat tradisional lebih efektif dibanding dengan obat medis, �...saya menggunakan bawang merah karena sangat membantu, membuat saya cenderung merasa lebih baik�� (Edward et al., 2021). Anggapan obat antihipertensi dapat menimbulkan ketergantungan juga membuat pasien hipertensi tidak patuh terhadap pengobatan (Edward et al., 2021). Studi di Lebanon melaporkan, pasien yang percaya pada efektivitas pengobatan mereka (OR: 0,32; 95% CI: 0,14-0,76) memiliki peluang yang jauh lebih rendah untuk tidak patuh pada terapi antihipertensi (Mahmood et al., 2020).

Empat studi melaporkan hubungan signifikan antara status tekanan darah dengan kepatuhan minum obat pasien hipertensi. Pasien hipertensi dengan kondisi tekanan darah terkontrol (140/90 mmHg) di Ethiopia dilaporkan memiliki kepatuhan yang baik (OR: 2,35; 95% CI: 1,15-4,81) dibanding dengan pasien hipertensi yang tekanan darahnya tidak stabil (Abbas et al., 2020). Studi di Pakistan melaporkan hal yang sama, pasien hipertensi dengan tekanan darah terkontrol cendrung patuh pada pengobatan (OR: 3,103; 95% CI: 2,268-4,247 P=0,0001) (Shah et al., 2018). Begitu juga pasien hipertensi di Lebanon yang memiliki tekanan darah normal (OR 0,49; 95% CI: 0,18-0,97) menunjukkan kepatuhan yang baik terhadap pengobatan (Mahmood et al., 2020).

2.1.4 Faktor persepsi terkait penyakit hipertensi

Pasien hipertensi di Ethiopia yang memiliki pengetahuan baik tentang penyakit hipertensi (AOR: 3,13; 95% CI: 1,43-6,82) menunjukkan kepatuhan yang lebih baik dibanding pasien yang miskin pengetahuan (Abbas et al., 2020). Hal yang sama dilaporkan oleh studi yang dilakukan di Arab Saudi, pasien hipertensi yang memiliki pengetahuan yang baik lebih patuh terhadap pengobatan (P=<0,005) (Das et al., 2021). Studi kualitatif di Tanzania menemukan hasil minimnya pengetahuan tentang hipertensi menjadi kendala lain dalam kepatuhan pengobatan. ��jika saya merasa baik-baik saja, saya tidak minum obat, melainkan saya menyembunyikannya. Kalau saya kurang baik saya ambil, lalu kalau kondisinya stabil ya saya sembunyikan lagi��(Tan et al., 2014).

2.2 Faktor Eksternal

Berdasarkan artikel yang ditinjau, faktor eksternal terhadap kepatuhan minum obat pasien hipertensi ada dalam sepuluh artikel dan satu artikel tidak memasukkan faktor eksternal sebagai faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat pasien hipertensi. Faktor eksternal berasal dari luar diri pasien hipertensi yaitu jarak tempat tinggal ke layanan kesehatan, pembiayaan, kualitas layanan, kualitas dan harga obat, jumlah obat, dukungan keluarga, (Abbas et al., 2020),(Mahmood et al., 2020),(Shah et al., 2018),(Arindari & Yedi, 2017),20,21,22,23,24,25]. Faktor eksternal dikelompokkan menjadi faktor akses, faktor layanan kesehatan, faktor obat, dan faktor dukungan. Faktor eksternal terhadap kepatuhan minum obat pasien hipertensi dapat dilihat pada tabel 3.

 

 

 

Tabel 3

Faktor eksternal kepatuhan minum obat pasien hipertensi

Faktor Eksternal

Jumlah Studi

Faktor Akses Terhadap Layanan

 

Jarak tempat tinggal ke fasilitas kesehatan

5

Pembiayaan

4

Faktor Layanan Kesehatan

 

Kualitas Layanan

2

Faktor Obat

 

Ketersediaan obat

1

Harga obat

1

Jumlah obat yang diminum

4

Faktor Dukungan

 

Dukungan keluarga

2

2.2.1 Faktor Akses Terhadap Layanan

����������� Lima studi melaporkan adanya hubungan signifikan antara jarak tempat tinggal pasien hipertensi ke fasilitas kesehatan dan pembiayaan pengobatan terhadap kepatuhan minum obat. Di Ethiopia, pasien hipertensi yang tinggal di perkotaan (AOR: 6,84; 95% CI: 3,05-15,36) memiliki tingkat kepatuhan lebih baik dibanding dengan pasien hipertensi yang tinggal di pedesaan, hal ini disebabkan karena penduduk perkotaan lebih dekat dengan fasilitas kesehatan. Sementara terkait pembiayaan, pasien hipertensi yang berobat secara gratis (AOR: 1,43; 95% CI: 0,49-4,12) memiliki kepatuhan lebih baik dibanding pasien yang harus mengeluarkan biaya sendiri (Abbas et al., 2020). Studi di India melaporkan pasien hipertensi yang tinggal terlalu jauh dengtan fasilitas kesehatan memiliki kepatuhan yang lebih rendah dibanding dengan pasien yang dekat dengan fasilitas kesehatan (P=0,028) (Musinguzi et al., 2018). Studi kualitatif yang dilakukan di Uganda melaporkan jarak ke fasilitas kesehatan menyebabkan pasien hipertensi menjadi malas ke fasilitas kesehatan. ��satu-satunya tantangan yang saya hadapi adalah kurangnya transportasi, sedangkan tempat periksa sangat jauh sehingga sulit kalau berjalan kaki�� (Edward et al., 2021). Sedangkan studi kualitatif di Tanzania, dari 34 informan, 4 informan mengeluhkan tentang jarak yang jauh ke klinik sehingga mempuat malas untuk berobat. Sedangkan terkait pembiayaan ada 9 informan yang menyampaikan tidak ada pengurangan biaya berobat bagi lansia sesuai dengan skema asuransi kesehatan nasional, sehingga mengurangi kepatuhan untuk ke klinik(Tan et al., 2014) . Studi di Pakistan juga melaporkan ada hubungan signifikan antara pembiayaan pengobatan dengan kepatuhan pasien hipertensi. Pasien hipertensi yang mendapat fasilitas pengobatan gratis (OR: 1,369; 95% CI: 1,009-1,859; P=0,044) memiliki kepatuhan yang baik dibanding dengan pasien yang tidak memiliki fasilitas pengobatan gratis (Shah et al., 2018).

2.2.2 Faktor Layanan Kesehatan

Dua studi melaporkan bahwa layanan kesehatan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kepatuhan minum obat pasien hipertensi. Studi kualitatif di Uganda menyebutkan adanya keluhan pasien hipertensi tentang kualitas layanan yang kurang baik sehingga membuat malas untuk berkunjung ke fasilitas kesehatan. ��klinik di desa tidak memiliki alat untuk mengukur tekanan darah, jadi petugas hanya menanyakan keluhan apa yang diderta�Selain itu keterbatasan tenaga medis juga membuat pasien hipertensi di Uganda malas berobat ke klinik. ��dokter datang sebulan sekali, jadi saya gak ke klinik di Rumah Sakit�� (Edward et al., 2021). Studi kualitatif di Tanzania juga menunjukkan hal yang sama terkait kualitas layanan. Dari 34 informan pasien hipertensi, 5 informan menyampaikan hambatan berobat ke klinik karena dokter tidak fokus selama melayani pasien, 3 informan menyampaikan dokter tidak punya cukup waktu untuk memberikan nasihat , dan 2 informan merasa dokter tidak punya cukup pengetahuan tentang penyakit hipertensi (Tan et al., 2014).

2.2.3 Faktor Obat

Empat studi melaporkan adanya hubungan signifikan antara jumlah obat antihipertensi yang diminum dengan tingkat kepatuhan minum obat pasien hipertensi. Pasien hipertensi di Pakistan yang mendapat obat ≥3 berpeluiang lebih patuh dibanding yang mendapatkan hanya satu jenis obat (OR: 1,973; 95% CI: 1,560-2,495)(Shah et al., 2018). Studi di Turki melaporkan pasien hipertensi yang diberikan obat >1 memiliki kepatuhan lebih dibanding yang hanya mendapatkan satu jenis obat� (OR: 1,76; 95% CI: 0,46-1,35; P=0,002) (Algabbani & Algabbani, 2020). Sedangkan studi di Ghana melaporkan pasien hipertensi yang diberi obat ≥4 memiliki kepatuhan yang rendah dibanding dengan pasien hipertensi yang diberi obat < 4 (P=0,002) (Arindari & Yedi, 2017). Begitu juga studi di Arab Saudi melaporkan kepatuhan minum obat pasien hipertensi ditemukan lebih baik pada pasien hipertensi yang mendapatkan obat <4 (P=0,009) (Das et al., 2021).

Sedangkan satu studi melaporkan adanya hubungan signifikan antara harga obat antihipertensi yang diminum dengan tingkat kepatuhan minum obat pasien hipertensi. Pasien hipertensi di Uganda melaporkan harga obat yang tinggi membuat pasien tidak mampu membeli sehingga menyebabkan ketidakpatuhan terhadap pengobatan. ��saya tidak mampu membeli obat yang diresepkan karena mahal, sementara saya harus minum obat setiap hari, akhirnya saya hanya minum saat diresepkan, setelah itu saya berhenti��(Edward et al., 2021).

2.2.4 Faktor Dukungan

����������� Studi di Ethiopia melaporkan pasien hipertensi yang mendapatkan dukungan keluarga (AOR: 1,65; 95% CI: 1,23-2,22; P=0,001) memiliki kepatuhan minum obat yang lebih baik dibanding pasien hipertensi yang tidak mendapatkan dukungan (Duygu Kes, 2019).

 

Pembahasan

Kepatuhan minum obat pasien hipertensi

Kepatuhan minum obat pasien hipertensi hingga saat ini belum menunjukkan hasil yang baik. Hasil survei Riskesdas tahun 2018 menunjukkan tingkat kepatuhan minum obat pasien hipertensi di Indonesia baru 54,4% dari seluruh penderita hipertensi yang terdiagnosis oleh dokter, 32,3% tidak rutin minum obat, dan 13,3% tidak minum obat (Dasar, 2018). Berbagai alasan yang disampaikan mengapa tidak rutin minum obat bahkan tidak pernah minum obat diantaranya: merasa sehat; tidak rutin ke fasilitas kesehatan; menggunakan obat tradisional; sering lupa; tidak mampu membeli obat secara rutin; tidak tahan efek samping obat; dan obat tidak ada di fasilitas pelayanan (Dasar, 2018).

Dari berbagai negara berkembang yang ditinjau, tingkat kepatuhan minum obat pasien hipertensi sangat bervariasi. Negara dengan tingkat kepatuhan minum obat antihipertensi tertinggi adalah Lebanon (83,7%), sedangkan negara yang memiliki tingkat kepatuhan minum obat antihipertensi terendah adalah Ethiopia (36,0%) (Abbas et al., 2020),(Arindari & Yedi, 2017). Berbagai faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat pasien hipertensi baik faktor internal maupun faktor eksternal diteliti untuk mengetahui faktor-faktor yang memiliki hubungan signifikan terhadap kepatuhan minum obat pasien hipertensi. Faktor terkait demografi, psikososial, penyakit, pengetahuan, akses terhadap layanan adalah faktor yang sering diteliti dalam studi yang ditinjau. Sedangkan faktor terkait obat, dukungan, dan layanan kesehatan sedikit studi yang meneliti.

Penilaian kepatuhan sebagian studi yang ditinjau menggunakan instrumen kepatuhan Medication Adherence Scale (MMAS-8). Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8) adalah instrument untuk menilai kepatuhan yang umum dipergunakan di berbagai negara. MMAS-8 merupakan alat skrining dan pemantauan yang baik untuk mengidentifikasi dan memantau kepatuhan pasien terhadap pengobatan. Metode MMAS-8 merupakan metode yang cukup sederhana, ekonomis, dan mudah dipergunakan. Diterbitkan oleh Dr. Morisky dan rekan pada tahun 1986, pertama kali divalidasi dalam obat antihipertensi pada pasien rawat jalan (Tan et al., 2014)(Srikartika, Cahya, Suci, Hardiati, & Srikartika, 2016)

Faktor Internal

Usia pasien hipertensi berpengaruh terhadap kepatuhan minum obat, meskipun hasilnya tidak konsisten dari semua studi. Sebagian studi menunjukkan kepatuhan yang baik pada usia <60 tahun. Hal ini disebabkan usia muda lebih mudah menjangkau fasilitas kesehatan dibanding dengan usia tua (Abbas et al., 2020). Hal tersebut mendasari pentingnya upaya mendekatkan akses layanan sehingga semua usia mudah untuk menjangkau. Program Pelayanan Terpadu (Pandu) PTM untuk deteksi dini masyarakat dengan faktor risiko PTM sangat membantu pasien hipertensi yang jauh dari fasilitas layanan kesehatan (Alefan, Huwari, Alshogran, & Jarrah, 2019). Sedangkan studi yang menunjukkan usia ≥60 tahun lebih patuh dapat dikaitkan dengan komorbiditas dan durasi pengobatan. Dalam studi yang sama pasien hipertensi yang memiliki komorbid berhubungan dengan kepatuhan yang baik. Begitu juga pasien dengan durasi pengobatan ≥10 tahun� memiliki kepatuhan yang baik (Shah et al., 2018). Sedangkan jenis kelamin, sebagian besar studi melaporkan tidak terdapat hubungan signifikan dengan kepatuhan minum obat. Hanya satu studi yang melaporkan bahwa wanita lebih patuh dibanding dengan laki-laki (Obirikorang et al., 2018). Hal ini dikaitkan dengan sifat sebagai perempuan dengan rasa ketakutannya terhadap penyakit yang diderita (Pradono & Sulistyowati, 2014).

Hubungan pendidikan dengan kepatuhan minum obat pasien hipertensi cukup konsisten untuk sebagian besar studi. Pasien dengan tingkat pendidikan lulusan SMP keatas memiliki kepatuhan yang lebih baik. Hal ini dikaitkan dengan semakin tinggi pendidikan, semakin tinggi pengetahuan tentang kesehatan termasuk hipertensi (Świątoniowska-Lonc, Polański, Mazur, & Jankowska-Polańska, 2021). Sehingga sangat diperlukan upaya pelatihan kader Pandu PTM sebagai kepanjangan tangan fasilitas kesehatan di masyarakat untuk memberikan penyuluhan tentang hipertensi di masyarakat (Alefan et al., 2019). Akan tetapi studi di India menunjukkan hasil bertentangan, dimana pasien hipertensi buta huruf memiliki kepatuhan lebih baik. Hal ini dimungkinkan karena pasien dengan pendidikan rendah lebih percaya pada nasihat dokter (Obirikorang et al., 2018). Peningkatan pengetahuan melalui edukasi dari petugas kesehatan ataupun kader kesehatan di masyarakat menjadi sangat penting bagi pasien hipertensi, karena masih banyak pasien hipertensi yang merasa tidak bergejala sehingga tidak perlu untuk minum obat (Tola Gemeda et al., 2020). Pengetahuan yang baik tentang penyakit hipertensi dapat meningkatkan kepatuhan terhadap pengobatan (Vinet & Zhedanov, 2011).

Pengaruh gaya hidup (merokok, konsumsi alkohol, aktivitas fisik, diet, tingkat stress) memiliki hubungan yang konsisten di semua studi. Pasien hipertensi yang tidak merokok, tidak mengkonsumsi alkohol, melakukan aktivitas fisik secara rutin, diet seimbang, menjaga tingkat stress memiliki kepatuhan yang baik terhadap minum obat. (Abbas et al., 2020),(Shah et al., 2018),(Obirikorang et al., 2018),20]. Kampanye Gerakan Masyarakat (Germas) Hidup Sehat melalui berbagai kegiatan di masyarakat sangat penting agar masyarakat senantiasa menjalankan pola hidup sehat (Modey Amoah et al., 2020). Gaya hidup sehat selain mempengaruhi kepatuhan minum obat pasien hipertensi, juga berpengaruh pada status tekanan darah dan berpengaruh pada pengendalian hipertensi (A Murphy, Jakab, McKee, & Richardson, 2016).

Penggunaan obat alternatif di antara pasien hipertensi mempengaruhi tingkat kepatuhan minum obat pasien hipertensi. Mahalnya harga obat antihipertensi menyebabkan pasien hipertensi memilih mengganti dengan obat tradisional seperti bawang atau obat herbal lainnya. Selaras dengan studi tersebut dilaporkan bahwa prevalensi pasien hipertensi yang mengobati sendiri dengan obat-obatan herbal, alkohol, dan obat tradisional cukup tinggi, dimana alas an yang disampaikan adalah terkait dengan biaya pengobatan (Adrianna Murphy, Jakab, McKee, & Richardson, 2016).� Demikian juga adanya efek samping obat antihipertensi seperti pahit, membuat pusing menyebabkan pasien menghentikan pengobatan (Musinguzi et al., 2018). Studi di Tanzania melaporkan adanya hambatan yang mempengaruhi kepatuhan minum obat pasien hipertensi diantaranya adanya efek samping obat yang diminum, merasa kurang yakin dengan khasiat obat, lebih yakin dengan obat herbal, dan kurangnya pengetahuan pentingnya minum obat secara berkelanjutan (Edward et al., 2021). Kebijakan Kementerian Kesehatan RI yang memasukkan obat-obat hipertensi kedalam Formularium Nasional sangat membantu pasien hipertensi mendapatkan obat secara gratis.�

Faktor Eksternal

Kemudahan akses terhadap layanan kesehatan berpengaruh pada kepatuhan minum obat pasien hipertensi yang ditunjukkan secara konsisten di sebagian studi (Abbas et al., 2020),(Musinguzi et al., 2018),(Edward et al., 2021). Layanan yang mudah dijangkau wajib diselenggarakan sebagai upaya pengendalian hipertensi. Seperti yang diterapkan di Ghana dimana pemerintah menyiapkan apotik komunitas yang mudah dijangkau oleh masyarakat sebagai tempat pertama untuk memenuhi kebutuhan kesehatan mereka (Adomako, Marfo, Opare-Addo, Nyamekye, & Owusu-Daaku, 2021). Sejalan dengan akses, masalah pembiayaan juga berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan minum obat pasien hipertensi. Pasien hipertensi yang memiliki fasilitas pengobatan gratis menunjukkan tingkat kepatuhan yang lebih baik (Tan et al., 2014),(Mahmood et al., 2020). Kebijakan BPJS di Indonesia terkait rujuk balik sangat membawa manfaat bagi pasien penyakit kronis termasuk hipertensi dalam mempertahankan kelangsungan pengobatannya. Sistem layanan kesehatan dengan pendekatan proaktif melalui Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) yang dilaksanakan oleh Fasilitas Kesehatan Tingkat Primer (FKTP) sangat membantu meningkatkan kepatuhan minum obat pasien hipertensi (Idris, 2014). Kebijakan Kementerian Kesehatan RI yang memasukkan obat-obat hipertensi kedalam Formularium Nasional juga sangat membantu pasien hipertensi mendapatkankan obat secara gratis.�

Dukungan keluarga maupun teman juga mempengaruhi tingkat kepatuhan pasien hipertensi terhadap minum obat antihipertensi. Meskipun dalam studi yang ditinjau hanya satu studi yang menunjukkan adanya hubungan signifikan antara dukungan terhadap kepatuhan minum obat pasien hipertensi (Dewi Rury Arindari & Hendra Yedi, 2020), bukan berarti dapat diabaikan pengaruh faktor dukungan terhadap kepatuhan minum obat pasien hipertensi. Pasien hipertensi yang mendapatkan dukungan dari keluarga dan dari sesama penderita hipertensi akan meningkatkan kepatuhan minum obat antihipertensi. Pemberian penghargaan, penyampaian informasi terkait hipertensi, pemberian saran merupakan bentuk dukungan sosial yang berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan minum obat pasien hipertensi (Purnawadi, 2020). Sejalan dengan hal tersebut, studi di China melaporkan dukungan sosial berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan minum obat penderita hipertensi. Dukungan multi dimensi sangat diperlukan pasien hipertensi. Adapun dukungan yang paling kuat adalah dari pasangan atau anak, kemudian dukungan dari petugas kesehatan, dan dukungan dari teman dan masyarakat (Pan, Hu, Wu, & Li, 2021).

 

Kekuatan Dan Keterbatasan Studi

Meskipun kami melakukan pencarian literatur secara sistematis, beberapa artikel yang memenuhi kriteria inklusi mungkin saja terlewatkan. Hasil tinjauan ini mungkin tidak memberikan gambaran terkait faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat pasien hipertensi yang lengkap atau seragam di antara negara-negara berkembang, karena heterogenitas dari faktor-faktor yang diidentifikasi dan instrumen yang dipergunakan. Sepengetahuan kami, belum ada penelitian tinjauan sistematis yang mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepatuhan minum obat pasien hipertensi di primary health care pada negara-negara berkembang ke dalam faktor internal dan eksternal.

 

Kesimpulan

Kepatuhan minum obat pasien hipertensi dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari internal dan eksternal pasien. Dari semua studi yang ditinjau, faktor internal merupakan faktor yang paling banyak menunjukkan hubungan signifikan terhadap kepatuhan minum obat pasien hipertensi. Meskipun demikian faktor eksternal tidak kalah penting untuk diidentifikasi dalam melihat faktor yang berpengaruh terhadap kepatuhan minum obat pasien hipertensi. Penelitian dengan mengidentifikasi faktor internal maupun eksternal secara lengkap terhadap kepatuhan minum obat pasien hipertensi dapat memberikan banyak informasi sebagai dasar dalam pembuatan kebijakan yang efektif, terarah dan tepat sasaran terhadap pengendalian hipertensi. Penggunaan instrumen kepatuhan yang berbeda juga berpengaruh terhadap hasil yang diperoleh. Perlu dikembangkan instrument penilaian yang komprehensif dengan mengintegrasikan berbagai teori, bukti empiris, dan berbagai perspektif untuk lebih memyempurnakan instrument yang sudah ada sehingga mampu memberikan hasil yang lebih kuat.��

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Abbas, Hanine, Kurdi, Mazen, De Vries, Frank, Van Onzenoort, Hein A. W., Driessen, Johanna H. M., Watfa, Myriam, & Karam, Rita. (2020). Factors Associated With Antihypertensive Medication Non-Adherence: A Cross-Sectional Study Among Lebanese Hypertensive Adults. Patient Preference And Adherence, 14, 663�673. Google Scholar

 

Adomako, Nana Ofori, Marfo, Afia Frimpomaa Asare, Opare-Addo, Mercy Naa Aduele, Nyamekye, Nathaniel, & Owusu-Daaku, Frances Thelma. (2021). Blood Pressure Control, Accessibility, And Adherence To Antihypertensive Medications: Patients Seeking Care In Two Hospitals In The Ashanti Region Of Ghana. International Journal Of Hypertension, 2021.Google Scholar

 

Agbor, Valirie Ndip, Takah, Noah Fongwen, & Aminde, Leopold Ndemnge. (2018). Prevalence And Factors Associated With Medication Adherence Among Patients With Hypertension In Sub-Saharan Africa: Protocol For A Systematic Review And Meta-Analysis. BMJ Open, 8(3).Google Scholar

 

Alefan, Qais, Huwari, Dima, Alshogran, Osama Y., & Jarrah, Mohamad I. (2019). Factors Affecting Hypertensive Patients� Compliance With Healthy Lifestyle. Patient Preference And Adherence, Google Shift

 

Algabbani, Fahad M., & Algabbani, Aljoharah M. (2020). Treatment Adherence Among Patients With Hypertension: Findings From A Cross-Sectional Study. Clinical Hypertension, 26(1), 1�9.Google Scholar

 

Arindari, Dewi Rury, & Yedi, Hendra. (2017). HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PASIEN HIEPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUNTI KAYU PALEMBANG. Jurnal Kesehatan: Jurnal Ilmiah Multi Sciences, 7(13), 105�114.Google Scholar

 

Ariyanti, Fajar, & Latif, Yuniko Ibnu. (2021). PERSEPSI PASIEN MENGENAI KETEPATAN TINDAKAN RUJUKAN PESERTA BPJS KESEHATAN PADA MASA PANDEMI DI PUSKESMAS TAHUN 2020. IKESMA, 17(2), 103�110.Google Scholar

 

Cohen, Shannon Munro. (2009). Concept Analysis Of Adherence In The Context Of Cardiovascular Risk Reduction. Nursing Forum, 44(1), 25�36.Google Scholar

 

 

Das, Bidisha, Neupane, Dinesh, Singh Gill, Sandeep, & Bir Singh, Gurinder. (2021). Factors Affecting Non-Adherence To Medical Appointments Among Patients With Hypertension At Public Health Facilities In Punjab, India. Journal Of Clinical Hypertension, 23(4), 713�719.Google Scholar

 

Dasar, Risetkesehatan. (2018). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional 2007. Jakarta: Badan Litbangkes, Depkes RI.

 

Dewi Rury Arindari, & Hendra Yedi. (2020). Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Hiepertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Punti Kayu Palembang. Jurnal Kesehatan : Jurnal Ilmiah Multi Sciences, 7(13), 105�114.Google Scholar

 

Dhar, Lipi, Dantas, Jaya, & Ali, Mohammed. (2017). A Systematic Review Of Factors Influencing Medication Adherence To Hypertension Treatment In Developing Countries. Open Journal Of Epidemiology, 07(03), 211�250.Google Scholar

 

Duygu Kes, R. N. (2019). Predictors Of Blood Pressure Control And Medication Adherence Among Primary Hypertensive Patients. International Journal Of Caring Sciences, 12(1), 483�491.Google Scholar

 

Edward, Anbrasi, Campbell, Brady, Manase, Frank, & Appel, Lawrence J. (2021). Patient And Healthcare Provider Perspectives On Adherence With Antihypertensive Medications: An Exploratory Qualitative Study In Tanzania. BMC Health Services Research, 21(1), 1�12.Google Scholar

 

Getenet, Atsede, Tesfa, Mulugeta, Ferede, Aster, & Molla, Yalew. (2019). Determinants Of Adherence To Anti-Hypertensive Medications Among Adult Hypertensive Patients On Follow-Up In Hawassa Referral Hospital: A Case�Control Study. JRSM Cardiovascular Disease, 8.Google Scholar

 

Idris, Fachmi. (2014). Panduan Praktis Prolanis (Program Pengelolaan Penyakit Kronis). Jakarta: BPJS.Google Scholar

 

Jalal, Zahraa, Antoniou, Sotiris, Taylor, David, Paudyal, Vibhu, Finlay, Katherine, & Smith, Felicity. (2019). South Asians Living In The UK And Adherence To Coronary Heart Disease Medication: A Mixed- Method Study. International Journal Of Clinical Pharmacy, 41(1), 122�130.Google Scholar

 

Li, Yu Ting, Wang, Harry H. X., Liu, Kirin Q. L., Lee, Gabrielle K. Y., Chan, Wai Man, Griffiths, Sian M., & Chen, Ruo Ling. (2016). Medication Adherence And Blood Pressure Control Among Hypertensive Patients With Coexisting Long-Term Conditions In Primary Care Settings. Medicine (United States), 95(20), 1�10.Google Scholar

 

Mahmood, Sajid, Jalal, Zahraa, Hadi, Muhammad Abdul, Orooj, Hasan, & Shah, Kifayat Ullah. (2020). Non-Adherence To Prescribed Antihypertensives In Primary, Secondary And Tertiary Healthcare Settings In Islamabad, Pakistan: A Cross-Sectional Study. Patient Preference And Adherence, 14, 73�85.Google Scholar

 

Modey Amoah, Emefa, Esinam Okai, Darlene, Manu, Adom, Laar, Amos, Akamah, Joseph, & Torpey, Kwasi. (2020). The Role Of Lifestyle Factors In Controlling Blood Pressure Among Hypertensive Patients In Two Health Facilities In Urban Ghana: A Cross-Sectional Study. International Journal Of Hypertension, 2020.Google Scholar

 

Murphy, A, Jakab, M., Mckee, M., & Richardson, E. (2016). PM205 Persistent Low Adherence To Hypertension Treatment In Kyrgyzstan: How Can We Understand The Role Of Out-Of-Pocket Costs For Medicine? Global Heart, 2(11), E105.Google Scholar

 

Murphy, Adrianna, Jakab, Melitta, Mckee, Martin, & Richardson, Erica. (2016). Persistent Low Adherence To Hypertension Treatment In Kyrgyzstan: How Can We Understand The Role Of Drug Affordability? Health Policy And Planning, 31(10), 1384�1390.Google Scholar

 

Musinguzi, Geofrey, Anthierens, Sibyl, Nuwaha, Fred, Van Geertruyden, Jean Pierre, Wanyenze, Rhoda K., & Bastiaens, Hilde. (2018). Factors Influencing Compliance And Health Seeking Behaviour For Hypertension In Mukono And Buikwe In Uganda: A Qualitative Study. International Journal Of Hypertension, 2018, 13.Google Scholar

 

Niklas, Arkadiusz A., Flotyńska, Anna, Zdrojewski, Tomasz, Pająk, Andrzej, Top�r-Mądry, Roman, Nadrowski, Paweł, Polakowska, Maria, Kwaśniewska, Magdalena, Puch-Walczak, Aleksandra, & Bielecki, Wojciech. (2018). Trends In Hypertension Prevalence, Awareness, Treatment, And Control Among Polish Adults 75 Years And Older During 2007�2014. Cardiology Journal, 25(3), 333�344.Google Scholar

 

Obirikorang, Yaa, Obirikorang, Christian, Acheampong, Emmanuel, Odame Anto, Enoch, Gyamfi, Daniel, Philip Segbefia, Selorm, Opoku Boateng, Michael, Pascal Dapilla, Dari, Brenya, Peter Kojo, Amankwaa, Bright, Adu, Evans Asamoah, Nsenbah Batu, Emmanuel, Gyimah Akwasi, Adjei, & Amoah, Beatrice. (2018). Predictors Of Noncompliance To Antihypertensive Therapy Among Hypertensive Patients Ghana: Application Of Health Belief Model. International Journal Of Hypertension, 2018, 9. Google Scholar

 

Organization, World Health. (2014). Global Status Report On Noncommunicable Diseases 2014 (World Health. (2014). Global Status Report On Noncommunicable Diseases 2014. World Health Organization. Organization, Ed.). World Health Organization.Google Scholar

 

Organization, World Health. (2020). Improving Hypertension Control In 3 Million People: Country Experiences Of Programme Development And Implementation.Google Scholar

 

Organization, World Health. (2021). Hypertension And COVID-19: Scientific Brief, 17 June 2021. World Health Organization.Google Scholar

 

Pan, Jingjing, Hu, Bin, Wu, Lian, & Li, Yarong. (2021). The Effect Of Social Support On Treatment Adherence In Hypertension In China. Patient Preference And Adherence, 15,Google Scholar

 

Pradono, Julianty, & Sulistyowati, Ning. (2014). (Correlation Between Education Level, Knowledge Of Environmental Health, Healthy Behavior With Health Status) Correlation Study On People Aged 10�24 In Jakarta Pusat. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 17(1), 20885.Google Scholar

 

Purnawadi, I. Gede. (2020). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien Hipertensi. Jurnal Skolastik Keperawatan, 6(7), 35�41.Google Scholar

 

Ratnasari, Dwi. (2017). Analisis Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang Bagi Peserta JKN Di Puskesmas X Kota Surabaya. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia, 5(2), 145�154.Google Scholar

 

Shah, Ayushi Jayesh, Singh, Vijaykumar, Patil, Subita P., Gadkari, Mithila R., Ramchandani, Varun, & Doshi, Karan Janak. (2018). Factors Affecting Compliance To Antihypertensive Treatment Among Adults In A Tertiary Care Hospital In Mumbai. Indian Journal Of Community Medicine, 43(1), 53�55. Https://Doi.Org/10.4103/Ijcm.IJCM_40_17.Google Scholar

 

Srikartika, Valentina Meta, Cahya, Annisa Dwi, Suci, Ratna, Hardiati, Wahyu, & Srikartika, Valentina Meta. (2016). Analisis Faktor Yang Memengaruhi Kepatuhan Penggunaan Obat Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. JURNAL MANAJEMEN DAN PELAYANAN FARMASI (Journal Of Management And Pharmacy Practice), 6(3), 205�212.Google Scholar

 

Świątoniowska-Lonc, Natalia, Polański, Jacek, Mazur, Grzegorz, & Jankowska-Polańska, Beata. (2021). Impact Of Beliefs About Medicines On The Level Of Intentional Non-Adherence To The Recommendations Of Elderly Patients With Hypertension. International Journal Of Environmental Research And Public Health, 18(6), 1�11.Google Scholar

 

Tan, Xi, Patel, Isha, & Chang, Jongwha. (2014). Review Of The Four Item Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-4) And Eight Item Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8). INNOVATIONS In Pharmacy, 5(3).Google Scholar

 

Tola Gemeda, Assefa, Regassa, Lemma Demissie, Weldesenbet, Adisu Birhanu, Merga, Bedasa Taye, Legesse, Nanti, & Tusa, Biruk Shalmeno. (2020). Adherence To Antihypertensive Medications And Associated Factors Among Hypertensive Patients In Ethiopia: Systematic Review And Meta-Analysis. SAGE Open Medicine, 8, 205031212098245.Google Scholar

 

Vinet, Luc, & Zhedanov, Alexei. A �Missing� Family Of Classical Orthogonal Polynomials. , 44 Journal Of Physics A: Mathematical And Theoretical � (2011).Google Scholar

 

Xiao, Nanzi, Long, Qian, Tang, Xiaojun, & Tang, Shenglan. (2014). A Community-Based Approach To Non-Communicable Chronic Disease Management Within A Context Of Advancing Universal Health Coverage In China: Progress And Challenges. BMC Public Health, 14(SUPPL. 2), S2.Google Scolar

 

 

Copyright holder:

Noor Aliyah, Rita Damayanti (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: