Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 5, Mei 2022

 

IMPLEMENTASI LEAN MANUFACTURING BERKESINAMBUNGAN MELALUI ENTERPRISE RISK MANAGEMENT PADA INDUSTRI PENGOLAHAN MAKANAN

 

Evi Febianti1, Wahyu Susihono2, Iis Istikomah2

Fakultas Teknik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten, Indonesia1

Pusat Unggulan Ipteks Inovasi Pangan Lokal Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Indonesia2

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

UKM XYZ merupakan UKM yang bergerak dibidang industri pengolah makanan khas Banten. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan pemilik UKM, ditemukan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan waste dalam proses proses produksi bolu kuwuk Permasalahan tersebut tentu memiliki risiko, saat ini belum ada rencana penanganan atau perbaikan terhadap masalah dan risiko yang terjadi sehingga apabila terus menerus dibiarkan akan menimbulkan kerugian. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan usulan kebijakan penanganan terhadap risiko yang terjadi. Berdasarkan hasil pembobotan nilai waste, waste yang dominan terjadi adalah transportation dan inventory. Terdapat dua risiko yang teridentifikasi dari waste tersebut yaitu meningkatnya lead time produksi dengan kategori risiko high risk, dampak finansial sebesar Rp 2.457.000, dan biaya untuk penanganan sebesar Rp 1.377.250. Risiko kedua adalah terjadi kerusakan pada bahan baku dengan kategori medium risk, dampak finansisal sebesar Rp 222.000, dan biaya untuk penanganan Rp 50.000. Usulan kebijakan untuk risiko pertama dan kedua adalah mitigasi risiko karena biaya penanganannya lebih kecil dibanding nilai bersih risiko inherent. Setelah dilakukan perbaikan, risiko sisa setelah adanya penanganan berada di kategori low risk dan terdapat penurunan waktu produksi sebesar 4.619,8 detik.

 

Kata kunci: ISO 31000:2018, Manajemen Risiko, Pemborosan

 

Abstract

UKM XYZ is an SME engaged in the Banten food processing industry. Based on the results of observations and interviews with SME owners, it was found that some problems related to waste in the production process of cake "Kuwuk". The problem certainly has risks currently; there is no plan to handle or repair problems and risks. If continuously left, it will cause losses. This research aims to provide a policy proposal for handling the risks. Based on weighting waste values, the dominant waste that occurs is transportation and inventory. There are two risks identified from the waste an increased lead time of production in the high-risk category, the financial impact of Rp 2,457,000 and the cost for the handling of Rp 1,377,250. The second risk is damage to raw materials in the medium-risk category, a financial impact of Rp 222,000, and costs for the handling of Rp 50,000. The policy proposal for the first and second risks is risk mitigation because the cost of handling them is smaller than the net value of inherent risk. After repairs, the residual risk after handling is in the low-risk category. There is a decrease in the production time of 4,619.8 seconds.

 

Keywords: ISO 31000:2018, Risk Management, Waste

 

Pendahuluan

Industri makanan pada saat ini sangat berkembang pesat. Banyak inovasi-inovasi yang bermunculan mulai dari rasa, bentuk, warna, dan lainnya membuat persaingan industri makanan juga semakin ketat. Beberapa hal perlu diperhatikan dalam proses produksi untuk menjaga produktivitas tetap stabil dan kualitas produk serta pelayanan tetap baik. Segala sesuatu yang berlebihan dalam proses produksi dapat menyebabkan masalah atau dapat disebut sebagai pemborosan (waste). Pemborosan dalam proses produksi dapat terjadi kapanpun baik disadari maupun tidak. Hal tersebut dapat berpengaruh pada kinerja suatu perusahaan dan mendorong pelaku usaha untuk selalu memperbaiki hasil produksi dan pelayanan secara berkelanjutan dengan meminimasi atau menghilangkan pemborosan yang terjadi selama proses produksi.�

Waste adalah segala aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah (value added) terhadap suatu produk. Waste memiliki arti yang luas tidak hanya dalam bentuk bahan yang terbuang, tetapi juga termasuk sumber daya lainnya seperti waktu, energi, dan area kerja (Kurniawan and Hariastuti 2020). Menurut konsep lean manufacturing, waste dibagi menjadi tujuh jenis, yaitu overproduction, inventory, waiting, overprocessing, defect, transportation, dan unnecessary motion (Pradana, Chaeron, and Khanan 2018).

UKM XYZ merupakan salah satu UKM yang bergerak di bidang industri makanan. UKM XYZ memproduksi makanan ringan khas Banten yaitu bolu kuwuk dan kue babon, namun produk yang paling sering diproduksi adalah bolu kuwuk. Bolu kuwuk merupakan makanan ringan yang terbuat dari tepung terigu, gula, telur, dan vanili. Bentuknya yang seperti cangkang kerang membuat makanan ini dinamakan �kuwuk�. Kapasitas produksi bolu kuwuk dalam satu kali produksi di UKM XYZ adalah 12 kg. UKM XYZ memiliki dua orang pekerja. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan pemilik dan pekerja, terdapat beberapa permasalahan yang berkaitan dengan waste diantaranya yaitu proses pengangkutan loyang cetakan ke mesin oven dilakukan satu persatu yang menyebabkan proses bulik balik sangat sering terjadi, terdapat beberapa bahan baku serta peralatan yang diletakkan di atas mesin oven sehingga waktu setup mesin oven membutuhkan waktu yang lebih lama hingga lebih dari 30 menit, terjadi penumpukan bahan baku di gudang, terdapat produk yang tidak mengembang, hancur, gosong, dan pekerja melakukan aktivitas yang tidak diperlukan dalam proses produksi.

Permasalahan-permasalahan tersebut tentunya dapat menimbulkan risiko. Risiko adalah suatu kondisi yang tidak pasti yang dapat menghambat pencapaian tujuan perusahaan (Rachmania and Purwanggono 2018) (Wajdi, Syamsudin, and Isa 2012). Risiko yang timbul dari permasalahan tersebut dapat mempengaruhi kinerja dari suatu perusahaan. Risiko yang timbul apabila tidak ditangani dan dikelola dengan baik maka akan menimbulkan kerugian (Rachmania and Purwanggono 2018). Selama ini di UKM XYZ belum ada rencana penanganan terhadap risiko yang terjadi, maka dari itu dalam penelitian ini akan menerapkan konsep lean manufacturing untuk mengidentifikasi waste, mencari waste yang paling dominan, dan memetakan aktivitas produksi untuk mengetahui persentase aktivitas yang bernilai tambah, tidak bernilai tambah, dan tidak bernilai tambah tetapi diperlukan dalam proses produksi. Waste yang memiliki peringkat tertinggi dari hasil pembobotan waste akan diidentifikasi risiko nya pada proses manajemen risiko, setelah itu dilanjutkan pada tahap analiis risiko untuk mengukur tingkat probabilitas dan dampak dari tiap risiko, evaluasi risiko, dan perlakuan risiko untuk menentukan kebijakan yang akan diambil UKM XYZ dalam merespon setiap risiko yang terjadi dengan membandingkan biaya yang timbul akibat risiko yang terjadi dan biaya yang dibutuhkan untuk penanganan.

Penelitian terdahulu mengenai manajemen risiko pada waste yang terjadi pada proses produksi telah dilakukan (Hazmi, Karningsih, and Supriyanto 2012), dalam penelitiannya masalah yang terjadi adalah pemborosan pada proses produksi yaitu adanya produk cacat dan waiting. Peneliti menerapkan pendekatan lean manufacturing untuk menganalisa waste yang terjadi kemudian mengidentifikasi, mengukur dampak, peluang dari setiap risiko dan melakukan evaluasi untuk memprioritaskan risiko yang kritis untuk dilakukan penanganan, dalam penelitiannya belum memperhitungkan dampak secara finansial.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah proses manajemen risiko dilakukan berdasarkan ISO 31000:2018, dengan kelebihan dan juga pembeda ISO 31000:2018 dengan standar manajemen risiko lain adalah perspektif ISO 31000:2018 lebih luas dan konseptual ditandai dengan adanya kerangka kerja manajemen risiko (Wahyudien and Kusrini 2020), selain itu dalam penelitian ini biaya yang timbul akibat risiko serta biaya yang dikeluarkan untuk penanganan akan diperhitungan sebagai dasar pertimbangan untuk mempermudah dan lebih terukur dalam pengambilan kebijakan penanganan terhadap risiko.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan di UKM XYZ, salah satu UKM yang bergerak di bidang industri makanan. Penelitian dilakukan pada proses produksi bolu kuwuk untuk mengamati pemborosan apa saja yang terjadi serta risikonya. Penelitian ini merupakan penelitian gabungan antara kualitatif dan kuantitatif. Penelitian kuantitatif didasarkan pada data waktu produksi yang diperoleh dari hasil pengukuran waktu produksi dengan menggunakan metode jam henti (stop watch) yang selanjutnya dilakukan uji statistik untuk mengetahui apakah data yang dikumpulkan telah seragam dan cukup. Penelitian kualitatif didasarkan pada proses identifikasi waste, risiko, serta tahapan-tahapan lain dalam proses manajemen risiko yang merupakan hasil dari diskusi dan wawancara dengan pemilik dan pekerja UKM XYZ. Tahapan dalam penelitian ini yaitu:

a.      Melakukan pengumpulan data yang terdiri dari identifikasi waste, data bahan baku, peta proses operasi, data waktu produksi, penentuan ruang lingkup, konteks, dan kriteria untuk manajemen risiko.

b.      Melakukan uji keseragaman data dan uji kecukupan data untuk data waktu produksi.

c.      Apabila data yang dikumpulkan telah seragaman dan cukup, selanjutnya adalah perhitungan waktu siklus, waktu normal, dan waktu baku.

d.      Melakukan pembobotan waste.

e.      Pemilihan mapping tools dengan Value Stream Analysis Tools (VALSAT).

f.       Identifikasi risiko berdasarkan waste dengan bobot tertinggi.

g.      Analisis risiko untuk mengukur probabilitas, dampak, dan dampak finansial.

h.      Evaluasi risiko untuk memberikan usulan perbaikan dan memperhitungkan biaya yang akan dikeluarkan.

i.       Perlakuan risiko untuk menentukan strategi atau kebijakan yang diambil oleh UKM dalam merespon risiko.

j.       Penilaian risiko residual

k.      Pembuatan process activity mapping (future state)

 

Hasil dan Pembahasan

1.1. Peta Proses Operasi (OPC)

Peta proses operasi digunakan untuk menggambarkan proses yang dilalui oleh bahan baku dalam proses produksi bolu kuwuk dan disertai dengan keterangan alat dan waktu yang diperlukan. Gambar 1 berikut adalah peta proses oeprasi untuk produk bolu kuwuk UKM XYZ.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 1

Peta Proses Operasi Bolu Kuwuk

 

Berdasarkan Gambar 1 dapat diketahui bahwa dalam proses pembuatan bolu kuwuk terdapat 12 kegiatan dengan total waktu yang dibutuhkan adalah 4.541 detik.

 

1.2. Rekapitulasi Uji Keseragaman dan Uji Kecukupan Data

Uji keseragaman data merupakan uji statistik yang digunakan untuk mengetahui apakah data yang dikumpulkan telah seragaman atau tingkat variabilitasnya dapat diterima, sedangkan uji kecukupan data adalah untuk mengetehaui apakah data yang dikumpulkan telah cukup untuk mewakili populasi yang ada. Dari hasil uji keseragaman data dapat terlihat data mana saja yang ekstrim atau melewati batas-batas yang telah ditetapkan, data yang ekstrim tersebut nantinya akan dibuang dan tidak diikutsertakan dalam perhitungan uji kecukupan data. Tabel 1 memperlihatkan hasil rekapitulasi dari uji keseragaman data dan uji kecukupan data untuk data waktu produksi yang diambil dengan metode pengukuran langsung (stop watch time study).

 

Tabel 1

Rekapitulasi Uji Keseragaman Data dan Uji kecukupan Data

No

Kegiatan

Jumlah Data yang Diambil

Jumlah Data yang Seragam

Uji Kecukupan Data (N')

Keterangan

1

Set Up Mesin dan bahan baku

15

15

6,6

Cukup

2

Membawa terigu ke stasiun penyangraian

15

15

8,2

Cukup

3

Setup alat (kompor & wajan)

15

15

13,5

Cukup

4

Proses penyangraian

15

15

0,1

Cukup

5

Membawa terigu yang telah disangrai ke stasiun pengayakan

15

15

5,1

Cukup

6

Proses pengayakan

15

15

1,4

Cukup

7

Memasukkan terigu yang telah diayak ke dalam plastik

15

15

14,2

Cukup

8

Proses penimbangan Gula

15

15

5,5

Cukup

9

Membawa Terigu dan Gula ke stasiun pencampuran

15

15

8,0

Cukup

10

Pemilihan Telur

15

15

0,6

Cukup

11

Membawa telur ke stasiun pencampuran

15

15

10,0

Cukup

12

Setup alat (mixer dan wadah)

15

15

0,2

Cukup

13

Memasukkan telur dan gula ke wadah

15

15

0,4

Cukup

14

Proses mixing 1

15

15

0,7

Cukup

15

Membawa vanili ke stasiun pencampuran

15

15

2,7

Cukup

16

Memasukkan terigu dan vanili ke dalam adonan

15

15

0,2

Cukup

17

Proses Mixing 2

15

15

3,7

Cukup

18

Membawa adonan ke stasiun pencetakan

15

15

0,5

Cukup

19

Setup alat

15

15

12,3

Cukup

20

Mengoleskan minyak ke loyang

15

15

3,3

Cukup

21

Memasukkan adonan ke dalam loyang cetakan

15

15

3,6

Cukup

22

Membawa loyang cetakan ke stasiun pemanggangan

15

15

1,0

Cukup

23

Proses pemanggangan dan inspeksi

15

15

0,0

Cukup

24

Membawa produk yang telah dipanggang untuk dilepas

15

15

6,4

Cukup

25

Melepas produk dari cetakan ke dalam tampah�

15

15

13,0

Cukup

26

Membawa tampah berisi bolu kuwuk ke stasiun pengemasan

15

15

14,3

Cukup

27

Setup alat (plastik)

15

15

10,2

Cukup

28

Proses pengemasan

15

15

9,4

Cukup

29

Proses penimbangan

15

15

2,8

Cukup

30

Setup mesin hand sealer

15

15

14,3

Cukup

31

Proses penyegelan

15

15

8,6

Cukup

32

Membawa produk ke gudang penyimpanan�

15

15

1,3

Cukup

 

Tingkat kepercayaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 95% dan tingkat ketelitiannya 5%. Berdasarkan hasil uji keseragaman dan uji kecukupan data pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa semua data yang dikumpulkan telah seragam karena tidak ada data yang melewati batas kendali atas maupun bawah. Sebuah data dikatakan cukup apabila nilai N�<N, apabila dilihat pada Tabel 1 nilai N� pada setiap aktivitas nilai nya kurang dari N (15) sehingga dapat dikatakan bahwa data telah cukup.

1.3. Pembobotan Waste

Menurut konsep lean manufacturing, waste dibagi menjadi tujuh jenis yaitu overproduction, waiting, transportation, defect, inventory, overprocessing, dan motion. Dalam penelitian ini, identifikasi waste dilakukan dengan menggunakan kuesioner, wawancara, dan pengamatan langsung. Kuesioner ini dibagikan kepada pemilik dan pekerja dari UKM XYZ. Hasil dari identifikasi waste tercantum pada Tabel 2.

 

Tabel 2

�Identifikasi Waste

No

Jenis Waste

Kriteria

Stasiun Kerja

Sumber

Bobot

Pekerja 1

Pekerja 2

1

Overproduction

Tidak terdapat kelebihan produksi pada produksi bolu kuwuk

-

Wawancara

0

0

2

Waiting

1. Menunggu persiapan awal produksi

Pemanggangan

Wawancara dan Observasi

2

2

2. Menunggu adonan siap untuk dicetak

Mixing

3

Transportation

Proses perpindahan dari stasiun pencetakan dan ke stasiun pemanggangan dilakukan berulang-ulang

Pemanggangan

Wawancara dan Observasi

4

4

4

Defect

1. Terdapat produk yang gosong

Pemanggangan, pencetakan, dan pengemasan

Wawancara dan Observasi

2

2

2. Terdapat produk yang tidak mengembang

3. Terdapat produk yang hancur

5

Inventory

Terdapat penumpukan bahan baku gula dan tepung terigu pada gudang penyimpanan dengan jumlah besar

Gudang bahan baku

Wawancara dan Observasi

4

4

6

Overprocessing

Pekerja mengalami kelelahan hingga kecepatan dalam bekerja berkurang

Pemanggangan

Wawancara dan Observasi

1

1

7

Motion

Pekerja melakukan aktivitas lain yang tidak diperlukan dalam proses produksi

Mixing dan pemanggangan

Observasi

2

1

 

Setelah mendapat bobot dari setiap jenis waste selanjutnya adalah melakukan rangking dengan cara persentase untuk mengetahui waste mana yang dominan terjadi dalam proses produksi bolu kuwuk. Tabel 3 ini merupakan hasil dari pembobotan waste.

 

Tabel 3

�Pembobotan Waste

No

Jenis Waste

Bobot

Total

Rata-rata

%

Rank

Pekerja 1

Pekerja 2

1

Overproduction

0

0

0

0

0,00

7

2

Waiting

2

2

4

2

13,79

3

3

Transportation

4

4

8

4

27,59

1

4

Defect

2

2

4

2

13,79

4

5

Inventory

4

4

8

4

27,59

2

6

Overprocessing

1

1

2

1

6,90

6

7

Motion

2

1

3

1,5

10,34

5

Total

 

15

14

29

 

100

 

 

Berdasarkan hasil pembobotan waste pada Tabel 3, didapatkan bahwa waste dengan persentase tertinggi adalah transportation dan inventory dengan nilai 27,59%. Waste yang memiliki persentase terbesar menunjukkan bahwa waste tersebuut sering terjadi dan memberikan efek yang besar terhadap keberlangsungan proses produksi (Kholil and Mulya 2013).

 

1.4. Value Stream Analysis Tools (VALSAT)

Setelah mendapatkan bobot dari setiap jenis waste, maka langkah selanjutnya adalah menentukan detail mapping tools yang akan digunakan menggunakan value stream analysis tools (VALSAT). Penentuan mapping tools dilakukan dengan mengalikan bobot dari tiap waste dengan nilai korelasi waste dengan mapping tools.

 

 

 

Tabel 4

Value Stream Analysis Tools (VALSAT)

Waste

Weight

Mapping Tools

Process Activity Mapping

Supply Chain Response Matrix

Production Variety Tunnel

Quality Filter Mapping

Demand Amplification Mapping

Decision Point of Analysis

Physical Structure Mapping

Overproduction

0

0 (L)

0 (M)

0 (L)

0 (M)

0 (M)

Waiting

13,79

124,14 (H)

124,14 (H)

13,79 (L)

41,38 (M)

41,38 (M)

13,79 (L)

Transportation

27,59

248,28 (H)

Defect

13,79

13,79 (L)

124,14 (H)

Inventory

27,59

82,76 (M)

248,28 (H)

82,76 (M)

248,28 (H)

82,76 (M)

Overprocessing

6,9

62,07 (H)

20,69 (M)

6,90 (L)

6,90 (L)

6,90 (L)

Motion

10,34

93,10 (H)

10,34 (L)

Total

624,14

382,76

117,24

131,03

289,66

131,03

20,69

Persentase (%)

36,79

22,56

6,91

7,72

17,07

7,72

1,22

Peringkat

1

2

6

4

3

5

7

 

Berdasarkan hasil perhitungan pada value stream analysis tools, skor tertinggi mapping tools adalah process activity mapping (PAM) dengan nilai 36,79%, hal ini menunjukkan bahwa process activity mapping memiliki korelasi dengan waste yang terjadi pada proses produksi bolu kuwuk. Process activity mapping (PAM) akan digunakan untuk memetakan aktivitas serta mengkategorikan aktivitas dalam proses produksi bolu kuwuk secara lebih detail.

 

1.5. Process Activity Mapping (Current State)

Process activity mapping (current state) digunakan untuk memetakan aktivitas produksi dan mengidentifikasi setiap aktivitas dalam proses produksi dan mengakategorikannya ke dalam aktivitas value added (VA), non value added (NVA), dan necessary non value added (NNVA). Tujuan dari pembuatan process activity mapping ini adalah untuk mengetahui seluruh aktivitas yang dilakukan selama proses produksi dan menghilangkan aktivitas yang tidak diperlukan serta mengidentifikasi lead time dan untuk mengetahui apakah suatu proses dapat lebih diefisienkan lagi (Febianti, Muharni, and Kulsum 2021).

 

 

 

 

Tabel 5

rocess Activity Mapping (Current State)

No

Stasiun

Kegiatan

Jarak (m)

Waktu (detik)

Jenis Aktivitas

KET

O

T

I

S

D

1

Gudang Bahan Baku

Set Up Mesin dan bahan baku

2899,7

O

NNVA

2

Membawa terigu ke stasiun penyangraian

2

7,1

T

NNVA

3

Stasiun Penyangraian

Setup kompor dan wajan

7,1

O

NNVA

4

Proses penyangraian

1216,6

O

VA

5

Membawa terigu yang telah disangrai ke stasiun pengayakan

2

6,8

T

NNVA

6

Stasiun Pengayakan

Proses pengayakan

376,6

O

VA

7

Memasukkan terigu yang telah diayak ke dalam plastik

118,9

O

NNVA

8

Stasiun Penimbangan dan Pemilihan Telur

Penimbangan Gula

34,5

O

NNVA

9

Membawa Terigu dan Gula ke stasiun mixing

1

5,7

T

NNVA

10

Pemilihan Telur

41,6

I

NVA

11

Membawa telur ke stasiun mixing

1

3,6

T

NNVA

12

Stasiun Mixing

Setup alat (mixer dan wadah)

32,5

O

NNVA

13

Memasukkan telur dan gula ke wadah

61,9

O

VA

14

Proses mixing 1

3697,5

O

VA

15

Membawa vanili ke stasiun mixing

1,5

4,7

T

NNVA

16

Memasukkan terigu dan vanili ke dalam adonan

28,7

O

VA

17

Proses Mixing 2

1295,8

O

VA

18

Membawa adonan ke stasiun pencetakan

4,5

13,0

T

NNVA

19

Stasiun Pencetakan

Setup alat

4,2

O

NNVA

20

Mengoleskan minyak ke loyang

4,9

O

NNVA

21

Mencetak adonan

41,1

O

VA

22

Membawa loyang cetakan ke stasiun pemanggangan

2

15,3

T

NNVA

23

Stasiun Pemanggangan

Proses pemanggangan dan inspeksi

1839,7

O

VA

24

Membawa produk yang telah dipanggang untuk dilepas

2

12,8

T

NNVA

25

Melepas produk dari cetakan ke dalam tampah

3,8

O

NNVA

26

Membawa tampah berisi bolu kuwuk ke stasiun pengemasan

4

8,5

T

NNVA

27

Stasiun Pengemasan

Setup alat

4,1

O

NNVA

28

Proses pengemasan

343,7

O

VA

29

Proses penimbangan

9,8

O

NNVA

30

Setup mesin hand sealer

4,6

O

NNVA

31

Proses penyegelan

8,6

O

VA

32

Membawa produk ke gudang penyimpanan

4,5

12,2

S

NNVA

 

 

Gambar 2

�- (a) Persentase Kegiatan PAM Current State; (b) Persentase Waktu PAM Current State.

 

Berdasarkan Tabel 5, sebelum perbaikan terdapat 32 aktivitas pada proses produksi bolu kuwuk dengan 10 atau 31,3% kegiatan value added, 1 atau 3,1% kegiatan non value added, dan 21 atau 65,5% kegiatan necessary non value added.

 

1.6. Anggaran Biaya dan Batas Toleransi Risiko

Anggaran biaya dalam penelitian ini adalah biaya yang diperlukan dalam proses produksi bolu kuwuk, anggaran biaya ini digunakan untuk mengetahui nilai Batas Toleransi Risiko.

Tabel 6

Anggaran Biaya

No

Nama Barang

Jumlah

Satuan

Harga Satuan (Rp)

Justifikasi Harga Pemakaian (Rp)

Jumlah Biaya

Klasifikasi Biaya

1

Tepung Terigu

600

kg

Rp���� 8.000

Rp�� 4.800.000

Rp��� 88.137.000

Biaya Variabel

2

Telur

750

kg

Rp�� 26.000

Rp 19.500.000

3

Gula

750

kg

Rp�� 12.500

Rp�� 9.375.000

4

Vanili

4200

Sachet

Rp������� 110

Rp����� 462.000

5

Minyak

25

L

Rp�� 18.000

Rp����� 450.000

6

Kemasan alumunium foil

18000

pcs

Rp���� 2.000

Rp 36.000.000

7

Plastik Kemasan Bening

18000

pcs

Rp������� 350

Rp�� 6.300.000

8

Gas 3 kg

350

Tabung

Rp�� 26.000

Rp�� 9.100.000

9

Kertas Roti

50

Gulung

Rp�� 13.000

Rp����� 650.000

11

Listrik

Rp� 1.500.000

Total Anggaran 1 Tahun

�Rp��� 88.137.000

 

 

Berdasarkan Tabel 6, diketahui bahwa anggaran biaya opersional UKM XYZ dalam memproduksi bolu kuwuk selama satu tahun adalah Rp 88.137.000. Data anggaran biaya ini diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik UKM dan biaya yang tertera sesuai dengan apa yang disampaikan oleh pemilik UKM pada saaat pengambilan data dilakukan.

Setelah mengetahui berapa anggaran biaya untuk memproduksi bolu kuwuk, selanjutnya adalah menentukan batas toleransi risiko (BTR). Batas toleransi risiko adalah batas yang dapat diterima oleh UKM apabila targetnya tidak tercapai. Batas toleransi risiko ditetapkan oleh manajemen dengan mempertimbangkan pengalaman empiris, kondisi aktual saat ini, dan lainnya yang mempengaruhi tingkat pendapatam perusahaan (Saryanto et al. 2021).

Tabel 7

Batas Toleransi Risiko

No

Keterangan

Nilai

1.

Total Anggaran

Rp 88.137.000

2.

BTR (5% dari total anggaran)

Rp�� 4.406.850

 

Berdasarkan hasil komunikasi dan konsultasi dengan pemilik UKM, pemilik UKM XYZ menetapkan batas toleransi risiko nya adalah 5%. Hal ini berdasarkan kerugian yang pernah dialami oleh UKM XYZ selama satu tahun karena produk defect, produk tidak terjual, dan kesalahan dalam membeli bahan baku.

1.7. Kriteria Probabilitas dan Dampak

Kriteria probabilitas dibuat untuk menentukan probabilitas setiap risiko berdasarkan jumlah kejadian selama periode risiko. Berikut adalah kriteria probabilitas yang digunakan pada penelitian ini.

 

Tabel 8

�Kriteria Probabilitas

Index

Dampak

Deskripsi

Target Kinerja (5%) dari target

Jumlah Kejadian Dalam periode Risiko

5

Catastrophic

Sangat Besar

>0.7 BTR

Terjadi sebanyak 12 kali dalam dalam 1 tahun

4

Significant

Besar (Signifikan)

0.5 BTR<X0.7 BTR

Terjadi sebanyak 7 sampai 11 kali dalam 1 tahun

3

Moderate

Sedang

0.3 BTR<X0.5 BTR

Terjadi sebanyak 5 sampai 6 kali dalam 1 tahun

2

Minor

Kecil

0.1 BTR<X0.3 BTR

Terjadi 3 sampai 4 kali dalam 1 tahun

1

Insignificant

Sangat Kecil (Tidak Signifikan)

<0.1 BTR

Terjadi kurang dari 2 kali dalam 1 tahun

 

Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa terdapat 5 tingkatan kriteria probabilitas, semakin besar index probabilitas nya menunjukkan bahwa risiko tersebut semakin sering terjadi. Adapaun kriteria dampak pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

 

 

 

 

 

Tabel 9

�Kriteria Dampak

Index

Dampak

Deskripsi

Target Kinerja (20% dari target)

Dampak Pada Sasaran Strategis Organisasi (Kualitatif)

5

Catastrophic

Sangat Besar

>0.8 BTR

Tidak tercapainya sasaran dan kegagalan mencapai kinerja

4

Significant

Besar (Signifikan)

0.6 BTR<X0.8 BTR

Tertundanya tercapainya sasaran secara signifikan, pencapaian kinerja jauh di bawah target

3

Moderate

Sedang

0.4 BTR<X0.6 BTR

Tertundanya tercapainya sasaran cukup besar, pencapaian kinerja di bawah target

2

Minor

Kecil

0.2 BTR<X0.4 BTR

Tercapainya sasaran hanya sedikit di bawah target, target kinerja sedikit di bawah target

1

Insignificant

Sangat Kecil (Tidak Signifikan)

<0.2 BTR

Hanya berdampak sangat kecil pada tercapainya sasaran, target kinerja masih mampu dicapai

 

Kriteria dampak dibuat untuk menentukan dampak dari tiap risiko berdasarkan biaya yang dikeluarkan akibat risiko tersebut. Tingkat dampak umumnya dibuat antara tiga sampai lima tingkat hal ini dikarenakan apabila terlalu sedikit atau terlalu banyak maka akan timbul kesulitan dalam memastikan tingkat dampak mana yang tepat (Susilo and Kaho 2018).

1.8. Identifikasi Risiko

Proses identifikasi risiko dilaksanakan oleh pemilik risiko, indikasi risiko dapat dideteksi dari masalah yang timbul di masa lalu atau selama periode berjalan (R.N 2017). Berdasarkan hasil pembobotan waste, diketahui bahwa waste yang dominan atau memiliki persentase tertinggi adalah transportation dan inventory. Dua waste dengan persentase tertinggi tersebut akan diidentifikasi risiko nya pada proses manajemen risiko dan diperoleh hasil identifikasi risiko seperti pada Tabel 10 berikut.

 

Tabel 10

Identifikasi Risiko

No

Jenis Waste

Masalah

Risiko

1

Transportation

Pengangkutan loyang cetakan ke mesin oven dilakukan satu persatu sehingga proses bolak balik sangat sering terjadi

Meningkatnya lead time produksi

2

Inventory

Adanya bahan baku yang berlebih (tepung terigu, gula) sehingga terdapat penumpukan di gudang bahan baku

Akan terjadi kerusakan pada bahan baku

 

Berdasarkan Tabel 10, risiko yang teridentifikasi dari waste yang dominan terjadi pada proses produksi bolu kuwuk adalah meningkatnya lead time produksi dan terjadi kerusakan pada bahan baku. Berdasarkan data tersebut, selanjutnya risiko akan diidentifikasi lebih lanjut seperti pada Tabel 11.

 

 

 

 

 

 

Tabel 11

Assessment 1A

Kode Risiko

No

Status Risiko

Peluang atau Ancaman

Kategori Risiko

Unit Kerja/Fungsi

Sasaran

Periode Identifikasi Risiko

Deskripsi atau Kejadian Risiko

AJ-001

1

Active

Threat

Operational Risk

Stasiun Pemanggangan

Produksi selesai tepat waktu

2021

Meningkatnya lead time produksi

AJ-003

2

Active

Threat

Operational Risk

Gudang Bahan Baku

Efisiensi bahan baku agar jumlahnya sesuai dengan yang dibutuhkan dan dalam kondisi baik, minimasi biaya penyimpanan

2021

Terjadi kerusakan pada bahan baku

 

Unit Kerja/Fungsi

Sasaran

Periode Identifikasi Risiko

Deskripsi atau Kejadian Risiko

Akar Penyebab

Indikator Risiko

Faktor Positif/Internal Control yang ada saat ini

Dampak Kualitatif

Stasiun Pemanggangan

Produksi selesai tepat waktu

2021

Meningkatnya lead time produksi

1. Tidak ada prosedur kerja

1. Waktu produksi lebih lama 1-2 jam dari biasanya

-

1. Pengiriman ke konsumen menjadi lebih lama

2. Tidak terdapat alat bantu material handling

2. Konsumen menjadi kecewa

3. Melakukan aktivitas rumah saat proses produksi

Gudang Bahan Baku

Efisiensi bahan baku agar jumlahnya sesuai dengan yang dibutuhkan dan dalam kondisi baik

2021

Terjadi kerusakan pada bahan baku

1. Tidak ada tempat memadai untuk penyimpanan bahan baku

1. Kemasan bahan baku rusak

1. Melakukan pemeriksaan ulang bahan baku sebelum digunakan

1. Kualitas produk yang dihasilkan buruk

2. Lokasi penyimpanan dekat dengan kamar mandi

2. Ditemukannya serangga pada bahan baku

2. Produk tidak layak dijual

 

Berdasarkan Tabel 11 dan 12, diketahui terdapat dua risiko dimana risiko-risiko tersebut diidentifikasi berdasarkan dua jenis waste yang paling dominan yang ditemukan pada proses produksi bolu kuwuk. Kedua risiko tersebut bersifat active dan termasuk kedalam ancaman. Risiko-risiko tersebut merupakan risiko operational karena risiko tersebut terjadi dalam proses produksi bolu kuwuk. Risiko pertama terjadi di stasiun pemanggangan, sedangkan risiko kedua terjadi di gudang bahan baku. Akar penyebab masalah tersebut diidentifikasi menggunakan diagram fishbone. Selain itu, terdapat indikator risiko yang dapat menjadi acuan yang menandakan bahwa suatu risiko yang diidentifikasi terjadi.

1.9. Analisis Risiko

Setelah mengetahui risiko apa saja yang terjadi, proses selanjutnya adalah analisis risiko yaitu menentukan probabilitas, dampak dam dampak finansial setiap risiko.

 

Tabel 13

Analisis Risiko

Probabilitas (P)

Dampak (I)

Skor Risiko Inherent (W)

Tingkat Risiko Inherent

Probabilitas Risiko Inherent Kualitatif (%)

Dampak Finansial Risiko Inherent (Rp)

Nilai Bersih Risiko Inherent

4

3

12

HIGH RISK

60

�Rp������������ 2.457.000

�Rp������������ 1.474.200

4

1

4

MEDIUM RISK

60

�Rp��������������� 222.000

�Rp��������������� 132.200

 

Tabel 14. Inheremt Risk Profile

Probabilitas

5 = Sangat Besar

 

 

 

 

 

4 = Besar

 

 

 

 

 

3 = Sedang

 

 

 

 

 

2 = Kecil

 

 

 

 

 

1 = Sangat Kecil

 

 

 

 

 

 

Berdasarkan hasil komunikasi dan konsultasi dengan pemilik UKM, risiko pertama yaitu meningkatnya lead time produksi diperkirakan dapat terjadi sebanyak tujuk kali dalam satu tahun, sehingga apabila dilihat pada Tabel 8 kriteria probabilitas maka index untuk riisko pertama adalah 4. Berdasarkan hasil perhitungan waktu dengan metode stop watch time study terhadap waktu proses produksi bolu kuwuk dan telah dilakukan uji keseragaman dan uji kecukupan data, waktu siklus dalam proses pembuatan bolu kuwuk adalah 100 menit. Berdasarkan hasil wawancara, lead time produksi bertambah sekitar 1 hingga 2 jam. Dampak finansial risiko pertama diukur berdasarkan produk yang dapat dihasilkan selama rentang waktu tersebut. Perkiraan kelebihan waktu yang terjadi adalah 630 menit. Jumlah produk yang dapat dihasilkan untuk satu siklus atau 100 menit adalah 300 produk sehingga dalam satu menit dapat menghasilkan 3 produk. Maka dengan waktu 630 menit, UKM dapat menghasilkan sebanyak 1.890 produk dengan biaya Rp 2.457.000. Nilai tersebut berada di rentang 40%-60% BTR sehingga termasuk kedalam index dampak 3.

Risiko kedua adalah terjadi kerusakan bahan baku. Hal ini ditandai dengan ditemukannya kemasan bahan baku yang rusak dan serangga pada bahan baku atau bahan baku yang berbau tidak sedap. Berdasarkan kejadian masa lalu, UKM XYZ pernah mengalami kerusakan bahan baku sebanyak sembilan kali dengan total bahan baku yang mengalami kerusakan adalah sekitar 21 kg. Berdasarkan kriteria probabilitas, risiko ini termasuk kedalam index 4. Dampak finansial akibat risiko ini adalah sebesar Rp 222.000. Nilai tersebut diperoleh dari harga beli bahan baku dikalikan dengan jumlah bahan baku yang mengalami kerusakan. Berdasarkan tabel index dampak, nilai tersebut kurang dari 20% sehingga index dampak nya adalah satu.

1.10. Evaluasi Risiko

Proses evaluasi risiko adalah proses untuk memberikan usulan perbaikan untuk setiap risiko dan menentukan berapa biaya yang diperlukan untuk perbaikan tersebut.

 

Tabel 15

Evaluasi Risiko

Penanganan Risiko (Risk Treatment)

Biaya Penanganan Risiko (Rp)

Penanganan Yang Telah Dilakukan

1.Membuat Prosedur kerja (SOP)

�Rp����� 1.377.250

-

2. Membeli alat bantu material handling berupa troli untuk membantu proses pemindahan loyang dari proses pencetakan ke oven

1. Pembuatan rencana manajemen inventory

�Rp������� 50.000

-

 

Usulan perbaikan untuk risiko pertama adalah pembuatan SOP dan membeli alat bantu material handling berupa troli� dua tingkat dengan ukuran 80,5 x 46 x 90 cm. Pemilihan troli ini disesuaikan dengan space pada area kerja di stasiun pencetakan dan pemanggangan. alat bantu material handling sangat penting karena dapat membantu proses produksi berjalan lebih cepat, alat material handling yang digunakan harus sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan dan jumlahnya sesuai (Pertiwi and Purwanggono 2019) (Setiawan and Rahman 2021).

Usulan perbaikan untuk risiko kedua adalah melakukan manajemen inventory. persediaan yang berlebihan dapat menyebabkan besarnya biaya penyimpanan persediaan salah satunya adalah akibat dari kerusakan bahan baku yang disimpan. Maka dari itu, untuk mengatasi risiko tersebut pemilik UKM harus bisa memperkirakan berapa jumlah produk yang akan diproduksi serta melakukan manajemen inventory supaya tidak terjadi penumpukan bahan baku di area gudang (Saputra, Donoriyanto, and Rahmawati 2020). pengendalian persediaan bahan baku sangat perlu dilakukan supaya proses produksi dapat berjalan dengan lancar dan terkendali, dapat meminimalisir terjadinya kerusakan pada material, dan menentukan persediaan bahan baku yang optimal (Uyun, Indrayanto, and Kurniasih 2020). Pemilik UKM dapat membeli bahan baku pada saat akan melakukan produksi dengan jumlah yang sesuai dengan yang diperlukan sehingga risiko kerusakan bahan baku dapat dihindari.

1.11. Perlakuan Risiko

Setelah mengetahui berapa biaya yang timbul akibat risiko dan biaya untuk penanganan, maka selanjutnya adalah perlakuan risiko atau menentukan kebijakan dalam merespon risiko. penanganan risiko dapat dilakukan dengan empat cara yaitu menghindari risiko, menerima risiko, mengalihkan risiko, dan mitigasi risiko (Meilan, Raharja, and Syamsun 2018) (Driantami, Suprapto, and Perdanakusuma 2018).

 

Tabel 16

�Perlakuan Risiko

No

Kode Risiko

Nilai Bersih Risiko Inherent (Rp)

Total Biaya Penanganan Risiko (Rp)

Strategi

1

AJ-001

Rp���������� 1.474.200

Rp������������� 1.377.250

Mitigate

2

AJ-002

Rp������������� 133.200

Rp������������������ 50.000

Mitigate

 

Dalam menentukan pilihan perlakuan terhadap risiko perlu mempertimbangkan cost dan benefit dari usulan perbaikan (saryanto). Berdasarkan hasil komunikasi dan konsultasi dengan pemilik UKM, dengan mempertimbangkan nilai bersih risiko inherent dan total biaya penanganan risiko maka dari itu strategi yang dipilih adalah mitigasi risiko baik untuk risiko yang pertama maupun kedua karena total biaya penanganan risiko nilai nya lebih kecil dibandingkan dengan nilai bersih risiko inherent, sehingga dapat melakukan penghematan dengan adanya usulan perbaikan tersebut.

1.12. Risiko Residual

Risiko residual adalah risiko sisa yang tetap ada setelah adanya tindakan penanganan. Baik inherent risk maupun residual risk sama-sama memberikan dampak untuk perusahaan (Candy and Vincent 2021)

 

 

 

Tabel 17

Risiko Residual

Probabilitas Risiko Residual (P')

Dampak Risiko Residual (I')

Skor Risiko Residual (W')

Tingkat Risiko Residual

Probabilitas Risiko Residual Kualitatif (%)

Dampak Finansial Risiko Residual (Rp)

Nilai Bersih Risiko Residual

Departemen (Unit Kerja)

2

1

2

LOW RISK

20

�Rp��� 351.000

�Rp���� 70.200

Stasiun Pemanggangan

2

1

2

LOW RISK

20

�Rp����� 69.500

�Rp���� 13.900

Gudang Bahan Baku

 

Tabel 18

�Residual Risk Profile

Probabilitas

5 = Sangat Besar

 

 

 

 

 

4 = Besar

 

 

 

 

 

3 = Sedang

 

 

 

 

 

2 = Kecil

 

 

 

 

 

1 = Sangat Kecil

 

 

 

 

 

 

Berdasarkan hasil komunikasi dan konsultasi dengan pemilik UKM, risiko yang telah dimitigasi dengan usulan perbaikan yang telah diberikan diperkirakan dapat menurunkan tingkat probabilitas dan dampak dari setiap risiko seperti yang terlihat pada Tabel 17 dan 18 dimana tingkat risiko menjadi low risk.

 

Tabel 19

Risk Appetite

EXTREME HIGH

 

 

HIGH RISK

 

 

MEDIUM RISK

 

LOW RISK

 

 

 

RISK ID

1

2

 

Keterangan

Inherent Risk Rating

Residual Risk Rating

Risk Appetite

 

Berdasarkan Tabel 19 dapat diketahui perubahan kategori pada risiko satu dan dua. Bentuk lingkaran menunjukan risiko inherent sedangkan bentuk bintang menunjukkan risiko residual. Kategori untuk risiko pertama dan kedua menunjukkan penurunan dengan risiko satu berawal pada kategori high risk setelah adanya strategi penanganan kategori nya menjadi low risk. Risiko dua menunjukkan penurunan dari medium risk menjadi low risk.� Setalah dikomunikasikan dan dikonsultasikan dengan pemilik UKM XYZ, maka pemilik sudah� appetite atau menerima terhadap risiko residual.

1.13. Process Activity Mappng (Future State)

Setelah mengetahui risiko mana saja yang akan dilakukan perbaikan, selanjutnya adalah membuat process activity mapping (future state). Berdasarkan usulan perbaikan tersebut dan melalui process activity mapping future state, dapat membuat proses produksi menjadi lebih efektif dan efisien dengan cara simplifikasi, kombinasi atau eliminasi (Ristyowati, Muhsin, and Nurani 2017). pembuatan process activity mapping future state dapat dilakukan dengan pengamatan dan brainstorming dengan pemilik perusahaan (Kholil and Mulya 2013).

 

Tabel 20

Process Activity Mapping (Futre State).

No

Stasiun

Kegiatan

Jarak (m)

Waktu (detik)

Jenis Aktivitas

KET

O

T

I

S

D

1

Gudang bahan Baku

Set up mesin dan bahan baku

 

1800

O

 

 

 

 

NNVA

2

Membawa terigu ke stasiun penyangraian

2

7,1

 

T

 

 

 

NNVA

3

Stasiun Penyangraian dan Pengayakan

Set up alat

 

7,1

O

 

 

 

 

NNVA

4

Proses penyangraian

1000

O

VA

5

Proses pengayakan

376,6

O

VA

6

Memasukkan terigu yang telah diayak ke dalam plastik

118,9

O

NNVA

7

Membawa terigu ke stasiun mixing

2

6,8

 

T

 

 

 

NNVA

8

Stasiun Penimbangan

Penimbangan Gula

 

34,5

O

 

 

 

 

NNVA

9

Membawa gula dan telur ke stasiun mixing

1

5,7

 

T

 

 

 

NNVA

10

Stasiun Mixing

Setup mixer dan wadah

 

32,5

O

 

 

 

 

NNVA

11

Memasukkan telur dan gula ke wadah

61,9

O

VA

12

Proses mixing 1

2100

O

VA

13

Membawa vanili ke stasiun mixing

1,5

4,7

T

NNVA

14

Memasukkan terigu dan vanili ke dalam adonan

20,5

O

VA

15

Proses mixing 2

600

O

VA

16

Membawa adonan ke stasiun pencetakan�

4,5

13

 

T

 

 

 

NNVA

17

Stasiun Pencetakan

Setup alat

 

4,2

O

 

 

 

 

NNVA

18

Mengoleskan minyak ke loyang

4,9

O

NNVA

19

Mencetak adonan

41,1

O

VA

20

Membawa loyang cetakan ke stasiun pemanggangan

2

8

 

T

 

 

 

NNVA

21

Stasiun Pemanggangan

Proses pemanggangan dan inspeksi

 

900

O

 

 

 

 

VA

22

Membawa produk yang telah dipanggang untuk dilepas

2

5

T

NNVA

23

Melepas produk dari cetakan ke dalam tampah

3,8

O

NNVA

24

Membawa tampah berisi bolu kuwuk ke stasiun pengemasan

4

8,5

 

T

 

 

 

NNVA

25

Stasiun Pengemasan

Setup alat

6,5

O

NNVA

26

Proses pengemasan

343,7

O

VA

27

Proses penimbangan

9,8

O

VA

28

Proses penyegelan

8,6

O

NNVA

29

Membawa produk ke gudang penyimpanan

4,5

12,2

 

 

 

S

 

NNVA

 

Gambar 3. - (a) Persentase Kegiatan PAM Future State; (b) Persentase Waktu PAM Future State

 

Berdasarkan Tabel 20 dan Gambar 3, dapat diketahui terdapat penurunan waktu pada future state. Pada process activity mapping current state� terdapat 10 kegiatan VA, 1 Kegiatan NVA, dan 21 kegiatan NNVA dengan total kegiatan 32.� Sedangkan pada process activity mapping fiture state terdapat 10 kegiatan VA, 0 Kegiatan NVA, dan 19 Kegiatan NNVA dengan total kegiatan 29. Penurunan ini disebabkan karena kegiatan NVA dieliminasi karena tidak memberikan nilai tambah terhadap produk bolu kuwuk. Aktivitas necessary non value added tidak dapat dihilangkan karena diperlukan dalam proses produksi, namun dapat dilakukan perbaikan pada aktivitas ini supaya proses pembuatan bolu kuwuk lebih efisien (Lisano and Susanty 2016). Berdasarkan hasil diskusi dengan pemilik UKM, terdapat beberapa kegiatan yang waktunya bisa dikurangi seperti pada kegiatan transportasi dibagian stasiun pemanggangan karena terdapat alat bantu material handling troli yang dapat mempercepat proses transportasi. Selain itu terdapat stasiun yang digabungkan yaitu stasiun penyangraian dan pengayakan hal ini dikarenakan untuk meminimasi proses bolak balik dari stasiun penyangraian ke pengayakan, sehingga proses pengayakan dilakukan langsung setelah proses penyangraian selesai di stasiun yang sama.

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data serta analisis dan pembahasan, maka dalam penelitian ini dapat diambil kesimpulan Pemborosan yang paling dominan terjadi dalam proses produksi bolu kuwuk di UKM XYZ adalah transportation dan inventory. Persentase aktivitas setiap kategori pada proses produksi bolu kuwuk sebelum perbaikan adalah 31,3% untuk aktivitas dengan kategori value added, 3,1% aktivitas dengan kategori non value added, dan 65,6% aktivitas dengan kategori necessary non value added. Risiko yang ditimbulkan dari pemborosan yang dominan terjadi dalam proses produksi bolu kuwuk UKM XYZ adalah lead time produksi menjadi bertambah dan terjadi kerusakan pada bahan baku. Total biaya inherent risk pada proses manajemen risiko di UKM XYZ adalah sebesar Rp 2.679.000. Usulan perbaikan kondisi kerja untuk setiap risiko dari waste yang terjadi pada proses produksi bolu kuwuk UKM XYZ adalah membuat SOP,� membeli alat bantu material handling berupa troli, dan melakukan manajemen inventory. Total biaya yang diperlukan untuk perbaikan kondisi kerja akibat risiko yang timbul pada proses produksi bolu kuwuk UKM XYZ adalah Rp 1.427.250. Usulan kebijakan penanganan yang diambil oleh UKM XYZ terhadap setiap risiko yang timbul pada proses manajemen risiko adalah mitigasi risiko untuk risiko lead time produksi bertambah dan terjadi kerusakan pada bahan baku. Total biaya risiko residual pada proses manajemen risiko di UKM XYZ adalah Rp 420.000.

Persentase kategori dan waktu aktivitas pada proses produksi bolu kuwuk setelah perbaikan adalah 34,5% kegiatan dengan kategori value added, 0% kegiatan dengan kategori non value added, dan 65,5% kegiatan dengan kategori necessary non value added.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Candy, And Kellen Vincent. 2021. �Perancangan Dan Penerapan Manajemen Risiko Pada Cv. Comformindo Untuk Menjadi Bisnis Berkelanjutan.� Conference On Community Engagemnet Project 1(1):2120�26. Google Scholar

 

Driantami, Hana Talitha, Suprapto, And Andi Reza Perdanakusuma. 2018. �Analisis Risiko Teknologi Informasi Menggunakan Iso 31000 (Studi Kasus Sistem Penjualan Pt Matahari Department Store Cabang Malang Town Square).� Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi Dan Ilmu Komputer 2(11):4991�98. Google Scholar

 

Febianti, Evi, Yusraini Muharni, And Kulsum Kulsum. 2021. �Penerapan Lean Manufacturing Untuk Mereduksi Waste Pada Produksi Spare Part Screw Spindle Set.� Journal Industrial Servicess 7(1):76�82. Google Scholar

 

Hazmi, Farah Widyan, Putu Dana Karningsih, And Hari Supriyanto. 2012. �Penerapan Lean Manufacturing Untuk Mereduksi Waste Di Pt Arisu.� Jurnal Teknik Its 1(1):135�40. Google Scholar

 

Kholil, Muhammad, And Rudini Mulya. 2013. �Minimasi Waste Dan Usulan Peningkatan Efisiensi Proses Produksi Mcb (Mini Circuit Breaker) Dengan Pendekatan Sistem Lean Manufacturing (Di Pt Schneider Electric Indonesia).� Jurnal Pasti 8(1):44�70. Google Scholar

 

Kurniawan, Edwin Bayu, And Ni Luh Putu Hariastuti. 2020. �Implementasi Lean Manufacturing Pada Proses Produksi Untuk Mengurangi Waste Guna Lebih Efektif Dan Efisien.� Senopati 1(2):85�95. Google Scholar

 

Lisano, Noka, And Aries Susanty. 2016. �Analisa Waste Waiting Pada Pembuatan Produk Full Hard Dengan Menggunakan Process Activity Mapping Pada Plant Cold Rolling Mill.� Industrial Engineering Online Journal 5(2):1�7. Google Scholar

 

Meilan, Tria Mutiari, Sapta Raharja, And Muhammad Syamsun. 2018. �Analisis Manajemen Risiko Lingkungan, Sosial Dan Tata Kelola Pada Usaha Dan Pengolahan Kelapa Sawit (Studi Kasus: Pt Pp London Sumatra Tbk).� Manajemen Ikm 13(1):46�54. Google Scholar

 

Pertiwi, Auni Wahyu, And Bambang Purwanggono. 2019. �Analisis Efisiensi Kinerja Proses Dengan Value Stream Analysis Tools (Valsat) Pada Proses Produksi Bahan Baku Pipa Baja Pt Raja Besi Semarang.� Industrial Engineering Online Journal 7(4):1�9. Google Scholar

 

Pradana, Almer Panji, Mochammad Chaeron, And M. Shodiq Abdul Khanan. 2018. �Implementasi Konsep Lean Manufacturing Guna Mengurangi Pemborosan Di Lantai Produksi.� Jurnal Opsi 11(1):14�18. Google Scholar

 

R.N, Rifka. 2017. Step By Step Lancar Membuat Sop. Yogyakarta: Huta Publisher. Google Scholar

 

Rachmania, Bedietra Adriz, And Bambang Purwanggono. 2018. �Rekomendasi Penerapan Manajemen Risiko Berdasarkan Iso 31000 (Studi Kasus Cv. Pelita Semarang).� Industrial Engineering Online Journal 6(4). Google Scholar

 

Ristyowati, Trismi, Ahmad Muhsin, And Putri Puji Nurani. 2017. �Minimasi Waste Pada Aktivitas Proses Produksi Dengan Konsep Lean Manufacturing (Studi Kasus Di Pt. Sport Glove Indonesia).� Jurnal Opsi 10(1):85�96. Google Scholar

 

Saputra, Dwi Rangga, Dwi Sukma Donoriyanto, And Nur Rahmawati. 2020. �Analisis Pengendalian Bahan Baku Sandal Karakter Untuk Meminimasi Total Biaya Persediaan Dengan Menggunakan Metode Lagrange Multiplier Di Cv. Manik Moyo Sidoarjo.� Juminten 1(5):61�72. Google Scholar

 

Saryanto, Alfi Rochmi, S. .. Hatidja, Nazarudin Ali Basyah, Azoila Degita Azis, Aditya Wardhana, Hikma Niar, Restia Christianty, Salmiyah Thaha, Setiawati, Adi Martono, Ansari, Mohamad Safii, And Phyta Rahima. 2021. Manajemen Risiko (Prinsip Dan Implementasi). Bandung: Media Sains Indonesia.

 

Setiawan, Irwan, And Arif Rahman. 2021. �Penerapan Lean Manufacturing Untuk Meminimasi Waste Dengan Menggunakan Metode Vsm Dan Wam Pada Pt Xyz.� Seminar Nasional Lppm Umj. Google Scholar

 

Susilo, Leo J., And Victor Riwu Kaho. 2018. Manajemen Risiko Berbasis Iso 31000:2018 Panduan Untuk Risk Leaders Dan Risk Practitioners. Jakarta: Pt Grasindo. Google Scholar

 

Uyun, Siti Zahrotul, Adi Indrayanto, And Retno Kurniasih. 2020. �Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Dengan Menggunakan Metode Material Requirement Planning (Mrp).� Jurnal Ekonomi, Bisnis, Dan Akuntansi 22(1):103�12. Google Scholar

 

Wahyudien, Mohammad Arief Nur, And Elisa Kusrini. 2020. �Risk Management Berdasarkan Framework Pada Aktifitas Perusahaan Jasa Konsultasi Dengan Iso 31000:2018.� Teknoin 26(2):127�40. Google Scholar

 

Wajdi, M. Farid, Anton Agus Setyawan Syamsudin, And Muzakar Isa. 2012. �Manajemen Risiko Bisnis Umkm Di Kota Surakarta.� Benefit Jurnal Manajemen Dan Bisnis 16(2):116�26. Google Scholar

 

 

 

 

 

 

Copyright holder:

Evi Febianti, Wahyu Susihono, Iis Istikomah (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: