Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 5, Mei
2022
IMPLEMENTASI LEAN MANUFACTURING BERKESINAMBUNGAN MELALUI ENTERPRISE
RISK MANAGEMENT PADA INDUSTRI PENGOLAHAN MAKANAN
Evi Febianti1,
Wahyu Susihono2, Iis Istikomah2
Fakultas Teknik,
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten, Indonesia1
Pusat Unggulan Ipteks
Inovasi Pangan Lokal Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Indonesia2
Email: [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
UKM XYZ merupakan UKM yang bergerak dibidang industri pengolah makanan khas Banten. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan pemilik UKM, ditemukan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan waste dalam proses proses produksi bolu kuwuk Permasalahan tersebut tentu memiliki risiko, saat ini belum ada rencana penanganan atau perbaikan terhadap masalah dan risiko yang terjadi sehingga apabila terus menerus dibiarkan akan menimbulkan kerugian. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan usulan kebijakan penanganan terhadap risiko yang terjadi. Berdasarkan hasil pembobotan nilai waste, waste yang dominan terjadi adalah transportation dan inventory. Terdapat dua risiko yang teridentifikasi dari waste tersebut yaitu meningkatnya lead time produksi dengan kategori risiko high risk, dampak finansial sebesar Rp 2.457.000, dan biaya untuk penanganan sebesar Rp 1.377.250. Risiko kedua adalah terjadi kerusakan pada bahan baku dengan kategori medium risk, dampak finansisal sebesar Rp 222.000, dan biaya untuk penanganan Rp 50.000. Usulan kebijakan untuk risiko pertama dan kedua adalah mitigasi risiko karena biaya penanganannya lebih kecil dibanding nilai bersih risiko inherent. Setelah dilakukan perbaikan, risiko sisa setelah adanya penanganan berada di kategori low risk dan terdapat penurunan waktu produksi sebesar 4.619,8 detik.
Kata kunci: ISO 31000:2018, Manajemen Risiko, Pemborosan
Abstract
UKM XYZ is an SME engaged in the Banten food processing
industry. Based on the results of observations and interviews with SME owners,
it was found that some problems related to waste in the production process of
cake "Kuwuk". The problem certainly has risks currently; there is no
plan to handle or repair problems and risks. If continuously left, it will
cause losses. This research aims to provide a policy proposal for handling the
risks. Based on weighting waste values, the dominant waste that occurs is
transportation and inventory. There are two risks identified from the waste an
increased lead time of production in the high-risk category, the financial
impact of Rp 2,457,000 and the cost for the handling of Rp 1,377,250. The
second risk is damage to raw materials in the medium-risk category, a financial
impact of Rp 222,000, and costs for the handling of Rp 50,000. The policy
proposal for the first and second risks is risk mitigation because the cost of
handling them is smaller than the net value of inherent risk. After repairs,
the residual risk after handling is in the low-risk category. There is a
decrease in the production time of 4,619.8 seconds.
Keywords: ISO 31000:2018, Risk Management, Waste
Pendahuluan
Industri makanan pada saat ini sangat berkembang pesat.
Banyak inovasi-inovasi yang bermunculan mulai dari rasa, bentuk, warna, dan
lainnya membuat persaingan industri makanan juga semakin ketat. Beberapa hal
perlu diperhatikan dalam proses produksi untuk menjaga produktivitas tetap
stabil dan kualitas produk serta pelayanan tetap baik. Segala sesuatu yang
berlebihan dalam proses produksi dapat menyebabkan masalah atau dapat disebut
sebagai pemborosan (waste). Pemborosan dalam proses produksi dapat terjadi
kapanpun baik disadari maupun tidak. Hal tersebut dapat berpengaruh pada
kinerja suatu perusahaan dan mendorong pelaku usaha untuk selalu memperbaiki
hasil produksi dan pelayanan secara berkelanjutan dengan meminimasi atau
menghilangkan pemborosan yang terjadi selama proses produksi.�
Waste adalah segala aktivitas yang tidak memberikan nilai
tambah (value added) terhadap suatu produk. Waste memiliki arti yang luas tidak
hanya dalam bentuk bahan yang terbuang, tetapi juga termasuk sumber daya
lainnya seperti waktu, energi, dan area kerja (Kurniawan and Hariastuti 2020). Menurut konsep lean manufacturing, waste dibagi menjadi
tujuh jenis, yaitu overproduction, inventory, waiting, overprocessing, defect,
transportation, dan unnecessary motion (Pradana, Chaeron, and Khanan 2018).
UKM XYZ merupakan salah satu UKM yang bergerak di bidang
industri makanan. UKM XYZ memproduksi makanan ringan khas Banten yaitu bolu
kuwuk dan kue babon, namun produk yang paling sering diproduksi adalah bolu
kuwuk. Bolu kuwuk merupakan makanan ringan yang terbuat dari tepung terigu,
gula, telur, dan vanili. Bentuknya yang seperti cangkang kerang membuat makanan
ini dinamakan �kuwuk�. Kapasitas produksi bolu kuwuk dalam satu kali produksi
di UKM XYZ adalah 12 kg. UKM XYZ memiliki dua orang pekerja. Berdasarkan hasil
observasi dan wawancara dengan pemilik dan pekerja, terdapat beberapa
permasalahan yang berkaitan dengan waste diantaranya yaitu proses pengangkutan
loyang cetakan ke mesin oven dilakukan satu persatu yang menyebabkan proses
bulik balik sangat sering terjadi, terdapat beberapa bahan baku serta peralatan
yang diletakkan di atas mesin oven sehingga waktu setup mesin oven membutuhkan
waktu yang lebih lama hingga lebih dari 30 menit, terjadi penumpukan bahan baku
di gudang, terdapat produk yang tidak mengembang, hancur, gosong, dan pekerja
melakukan aktivitas yang tidak diperlukan dalam proses produksi.
Permasalahan-permasalahan tersebut tentunya dapat
menimbulkan risiko. Risiko adalah suatu kondisi yang tidak pasti yang dapat
menghambat pencapaian tujuan perusahaan (Rachmania and Purwanggono 2018) (Wajdi, Syamsudin, and Isa 2012). Risiko yang timbul dari permasalahan tersebut dapat
mempengaruhi kinerja dari suatu perusahaan. Risiko yang timbul apabila tidak
ditangani dan dikelola dengan baik maka akan menimbulkan kerugian (Rachmania and Purwanggono 2018). Selama ini di UKM XYZ belum ada rencana penanganan
terhadap risiko yang terjadi, maka dari itu dalam penelitian ini akan
menerapkan konsep lean manufacturing untuk mengidentifikasi waste, mencari
waste yang paling dominan, dan memetakan aktivitas produksi untuk mengetahui
persentase aktivitas yang bernilai tambah, tidak bernilai tambah, dan tidak
bernilai tambah tetapi diperlukan dalam proses produksi. Waste yang memiliki
peringkat tertinggi dari hasil pembobotan waste akan diidentifikasi risiko nya
pada proses manajemen risiko, setelah itu dilanjutkan pada tahap analiis risiko
untuk mengukur tingkat probabilitas dan dampak dari tiap risiko, evaluasi
risiko, dan perlakuan risiko untuk menentukan kebijakan yang akan diambil UKM
XYZ dalam merespon setiap risiko yang terjadi dengan membandingkan biaya yang
timbul akibat risiko yang terjadi dan biaya yang dibutuhkan untuk penanganan.
Penelitian terdahulu mengenai manajemen risiko pada waste yang
terjadi pada proses produksi telah dilakukan (Hazmi, Karningsih, and Supriyanto 2012), dalam penelitiannya masalah yang terjadi adalah
pemborosan pada proses produksi yaitu adanya produk cacat dan waiting. Peneliti
menerapkan pendekatan lean manufacturing untuk menganalisa waste yang terjadi
kemudian mengidentifikasi, mengukur dampak, peluang dari setiap risiko dan
melakukan evaluasi untuk memprioritaskan risiko yang kritis untuk dilakukan
penanganan, dalam penelitiannya belum memperhitungkan dampak secara finansial.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah
proses manajemen risiko dilakukan berdasarkan ISO 31000:2018, dengan kelebihan
dan juga pembeda ISO 31000:2018 dengan standar manajemen risiko lain adalah
perspektif ISO 31000:2018 lebih luas dan konseptual ditandai dengan adanya
kerangka kerja manajemen risiko (Wahyudien and Kusrini 2020), selain itu dalam penelitian ini biaya yang timbul akibat
risiko serta biaya yang dikeluarkan untuk penanganan akan diperhitungan sebagai
dasar pertimbangan untuk mempermudah dan lebih terukur dalam pengambilan
kebijakan penanganan terhadap risiko.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di UKM XYZ, salah satu UKM yang
bergerak di bidang industri makanan. Penelitian dilakukan pada proses produksi
bolu kuwuk untuk mengamati pemborosan apa saja yang terjadi serta risikonya.
Penelitian ini merupakan penelitian gabungan antara kualitatif dan kuantitatif.
Penelitian kuantitatif didasarkan pada data waktu produksi yang diperoleh dari
hasil pengukuran waktu produksi dengan menggunakan metode jam henti (stop
watch) yang selanjutnya dilakukan uji statistik untuk mengetahui apakah data
yang dikumpulkan telah seragam dan cukup. Penelitian kualitatif didasarkan pada
proses identifikasi waste, risiko, serta tahapan-tahapan lain dalam proses
manajemen risiko yang merupakan hasil dari diskusi dan wawancara dengan pemilik
dan pekerja UKM XYZ. Tahapan dalam penelitian ini yaitu:
a. Melakukan
pengumpulan data yang terdiri dari identifikasi waste, data bahan baku, peta proses operasi, data waktu produksi,
penentuan ruang lingkup, konteks, dan kriteria untuk manajemen risiko.
b. Melakukan uji
keseragaman data dan uji kecukupan data untuk data waktu produksi.
c. Apabila data yang
dikumpulkan telah seragaman dan cukup, selanjutnya adalah perhitungan waktu
siklus, waktu normal, dan waktu baku.
d. Melakukan
pembobotan waste.
e. Pemilihan mapping tools dengan Value Stream Analysis Tools (VALSAT).
f. Identifikasi
risiko berdasarkan waste dengan bobot
tertinggi.
g. Analisis risiko
untuk mengukur probabilitas, dampak, dan dampak finansial.
h. Evaluasi risiko
untuk memberikan usulan perbaikan dan memperhitungkan biaya yang akan
dikeluarkan.
i. Perlakuan risiko
untuk menentukan strategi atau kebijakan yang diambil oleh UKM dalam merespon
risiko.
j. Penilaian risiko
residual
k. Pembuatan process
activity mapping (future state)
Hasil dan Pembahasan
1.1. Peta
Proses Operasi (OPC)
Peta proses operasi digunakan untuk menggambarkan proses
yang dilalui oleh bahan baku dalam proses produksi bolu kuwuk dan disertai
dengan keterangan alat dan waktu yang diperlukan. Gambar 1 berikut adalah peta
proses oeprasi untuk produk bolu kuwuk UKM XYZ.
Gambar 1
Peta Proses Operasi Bolu Kuwuk
Berdasarkan Gambar 1 dapat diketahui bahwa dalam proses
pembuatan bolu kuwuk terdapat 12 kegiatan dengan total waktu yang dibutuhkan
adalah 4.541 detik.
1.2. Rekapitulasi Uji Keseragaman dan Uji Kecukupan Data
Uji keseragaman data merupakan uji statistik yang digunakan
untuk mengetahui apakah data yang dikumpulkan telah seragaman atau tingkat
variabilitasnya dapat diterima, sedangkan uji kecukupan data adalah untuk
mengetehaui apakah data yang dikumpulkan telah cukup untuk mewakili populasi
yang ada. Dari hasil uji keseragaman data dapat terlihat data mana saja yang
ekstrim atau melewati batas-batas yang telah ditetapkan, data yang ekstrim
tersebut nantinya akan dibuang dan tidak diikutsertakan dalam perhitungan uji
kecukupan data. Tabel 1 memperlihatkan hasil rekapitulasi dari uji keseragaman
data dan uji kecukupan data untuk data waktu produksi yang diambil dengan
metode pengukuran langsung (stop watch time study).
Tabel 1
Rekapitulasi Uji Keseragaman Data dan Uji
kecukupan Data
Kegiatan |
Jumlah Data yang
Diambil |
Jumlah Data yang
Seragam |
Uji Kecukupan Data
(N') |
Keterangan |
||
1 |
Set Up Mesin dan bahan baku |
15 |
15 |
6,6 |
Cukup |
|
2 |
Membawa terigu ke stasiun penyangraian |
15 |
15 |
8,2 |
Cukup |
|
3 |
Setup alat (kompor & wajan) |
15 |
15 |
13,5 |
Cukup |
|
4 |
Proses penyangraian |
15 |
15 |
0,1 |
Cukup |
|
5 |
Membawa terigu yang telah
disangrai ke stasiun pengayakan |
15 |
15 |
5,1 |
Cukup |
|
6 |
Proses pengayakan |
15 |
15 |
1,4 |
Cukup |
|
7 |
Memasukkan terigu yang telah
diayak ke dalam plastik |
15 |
15 |
14,2 |
Cukup |
|
8 |
Proses penimbangan Gula |
15 |
15 |
5,5 |
Cukup |
|
9 |
Membawa Terigu dan Gula ke stasiun
pencampuran |
15 |
15 |
8,0 |
Cukup |
|
10 |
Pemilihan Telur |
15 |
15 |
0,6 |
Cukup |
|
11 |
Membawa telur ke stasiun pencampuran |
15 |
15 |
10,0 |
Cukup |
|
12 |
Setup alat (mixer dan wadah) |
15 |
15 |
0,2 |
Cukup |
|
13 |
Memasukkan telur dan gula ke wadah |
15 |
15 |
0,4 |
Cukup |
|
14 |
Proses mixing 1 |
15 |
15 |
0,7 |
Cukup |
|
15 |
Membawa vanili ke stasiun
pencampuran |
15 |
15 |
2,7 |
Cukup |
|
16 |
Memasukkan terigu dan vanili ke
dalam adonan |
15 |
15 |
0,2 |
Cukup |
|
17 |
Proses Mixing 2 |
15 |
15 |
3,7 |
Cukup |
|
18 |
Membawa adonan ke stasiun pencetakan |
15 |
15 |
0,5 |
Cukup |
|
19 |
Setup alat |
15 |
15 |
12,3 |
Cukup |
|
20 |
Mengoleskan minyak ke loyang |
15 |
15 |
3,3 |
Cukup |
|
21 |
Memasukkan adonan ke dalam loyang cetakan |
15 |
15 |
3,6 |
Cukup |
|
22 |
Membawa loyang cetakan ke stasiun pemanggangan |
15 |
15 |
1,0 |
Cukup |
|
23 |
Proses pemanggangan dan inspeksi |
15 |
15 |
0,0 |
Cukup |
|
24 |
Membawa produk yang telah dipanggang untuk dilepas |
15 |
15 |
6,4 |
Cukup |
|
25 |
Melepas produk dari cetakan ke dalam tampah� |
15 |
15 |
13,0 |
Cukup |
|
26 |
Membawa tampah berisi bolu kuwuk ke stasiun pengemasan |
15 |
15 |
14,3 |
Cukup |
|
27 |
Setup alat (plastik) |
15 |
15 |
10,2 |
Cukup |
|
28 |
Proses pengemasan |
15 |
15 |
9,4 |
Cukup |
|
29 |
Proses penimbangan |
15 |
15 |
2,8 |
Cukup |
|
30 |
Setup mesin hand sealer |
15 |
15 |
14,3 |
Cukup |
|
31 |
Proses penyegelan |
15 |
15 |
8,6 |
Cukup |
|
32 |
Membawa produk ke gudang penyimpanan� |
15 |
15 |
1,3 |
Cukup |
Tingkat kepercayaan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah 95% dan tingkat ketelitiannya 5%. Berdasarkan hasil uji keseragaman dan
uji kecukupan data pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa semua data yang dikumpulkan
telah seragam karena tidak ada data yang melewati batas kendali atas maupun
bawah. Sebuah data dikatakan cukup apabila nilai N�<N, apabila dilihat pada
Tabel 1 nilai N� pada setiap aktivitas nilai nya kurang dari N (15) sehingga
dapat dikatakan bahwa data telah cukup.
1.3. Pembobotan Waste
Menurut konsep lean manufacturing, waste dibagi menjadi
tujuh jenis yaitu overproduction, waiting, transportation, defect, inventory,
overprocessing, dan motion. Dalam penelitian ini, identifikasi waste dilakukan
dengan menggunakan kuesioner, wawancara, dan pengamatan langsung. Kuesioner ini
dibagikan kepada pemilik dan pekerja dari UKM XYZ. Hasil dari identifikasi
waste tercantum pada Tabel 2.
Tabel 2
�Identifikasi Waste
No |
Jenis Waste |
Kriteria |
Stasiun Kerja |
Sumber |
Bobot |
|
Pekerja 1 |
Pekerja 2 |
|||||
1 |
Overproduction |
Tidak terdapat kelebihan produksi pada
produksi bolu kuwuk |
- |
Wawancara |
0 |
0 |
2 |
Waiting |
1. Menunggu persiapan awal produksi |
Pemanggangan |
Wawancara dan
Observasi |
2 |
2 |
2. Menunggu adonan siap untuk dicetak |
Mixing |
|||||
3 |
Transportation |
Proses perpindahan dari stasiun
pencetakan dan ke stasiun pemanggangan dilakukan berulang-ulang |
Pemanggangan |
Wawancara dan
Observasi |
4 |
4 |
4 |
Defect |
1. Terdapat produk yang gosong |
Pemanggangan,
pencetakan, dan pengemasan |
Wawancara dan
Observasi |
2 |
2 |
2. Terdapat produk yang tidak mengembang |
||||||
3. Terdapat produk yang hancur |
||||||
5 |
Inventory |
Terdapat penumpukan bahan baku gula dan
tepung terigu pada gudang penyimpanan dengan jumlah besar |
Gudang bahan baku |
Wawancara dan
Observasi |
4 |
4 |
6 |
Overprocessing |
Pekerja mengalami kelelahan hingga
kecepatan dalam bekerja berkurang |
Pemanggangan |
Wawancara dan
Observasi |
1 |
1 |
7 |
Motion |
Pekerja melakukan aktivitas lain yang
tidak diperlukan dalam proses produksi |
Mixing dan pemanggangan |
Observasi |
2 |
1 |
Setelah mendapat bobot dari setiap jenis waste selanjutnya
adalah melakukan rangking dengan cara persentase untuk mengetahui waste mana
yang dominan terjadi dalam proses produksi bolu kuwuk. Tabel 3 ini merupakan
hasil dari pembobotan waste.
Tabel 3
�Pembobotan Waste
No |
Jenis Waste |
Bobot |
Total |
Rata-rata |
% |
Rank |
|
Pekerja 1 |
Pekerja 2 |
||||||
1 |
Overproduction
|
0 |
0 |
0 |
0 |
0,00 |
7 |
2 |
Waiting |
2 |
2 |
4 |
2 |
13,79 |
3 |
3 |
Transportation
|
4 |
4 |
8 |
4 |
27,59 |
1 |
4 |
Defect |
2 |
2 |
4 |
2 |
13,79 |
4 |
5 |
Inventory |
4 |
4 |
8 |
4 |
27,59 |
2 |
6 |
Overprocessing |
1 |
1 |
2 |
1 |
6,90 |
6 |
7 |
Motion |
2 |
1 |
3 |
1,5 |
10,34 |
5 |
Total |
|
15 |
14 |
29 |
|
100 |
|
Berdasarkan hasil pembobotan waste pada Tabel 3, didapatkan
bahwa waste dengan persentase tertinggi adalah transportation dan inventory
dengan nilai 27,59%. Waste yang memiliki persentase terbesar menunjukkan bahwa
waste tersebuut sering terjadi dan memberikan efek yang besar terhadap
keberlangsungan proses produksi (Kholil and Mulya 2013).
1.4. Value Stream Analysis Tools (VALSAT)
Setelah mendapatkan bobot dari setiap jenis waste, maka
langkah selanjutnya adalah menentukan detail mapping tools yang akan digunakan
menggunakan value stream analysis tools (VALSAT). Penentuan mapping tools
dilakukan dengan mengalikan bobot dari tiap waste dengan nilai korelasi waste
dengan mapping tools.
Tabel 4
Value
Stream Analysis Tools (VALSAT)
Waste |
Weight |
Mapping Tools |
||||||
Process Activity Mapping |
Supply Chain Response Matrix |
Production
Variety Tunnel |
Quality Filter Mapping |
Demand Amplification Mapping |
Decision Point of Analysis |
Physical Structure Mapping |
||
Overproduction |
0 |
0 (L) |
0 (M) |
0 (L) |
0 (M) |
0 (M) |
||
Waiting |
13,79 |
124,14 (H) |
124,14 (H) |
13,79 (L) |
41,38 (M) |
41,38 (M) |
13,79 (L) |
|
Transportation |
27,59 |
248,28 (H) |
||||||
Defect |
13,79 |
13,79 (L) |
124,14 (H) |
|||||
Inventory |
27,59 |
82,76 (M) |
248,28 (H) |
82,76 (M) |
248,28 (H) |
82,76 (M) |
||
Overprocessing |
6,9 |
62,07 (H) |
20,69 (M) |
6,90 (L) |
6,90 (L) |
6,90 (L) |
||
Motion |
10,34 |
93,10 (H) |
10,34 (L) |
|||||
Total |
624,14 |
382,76 |
117,24 |
131,03 |
289,66 |
131,03 |
20,69 |
|
Persentase (%) |
36,79 |
22,56 |
6,91 |
7,72 |
17,07 |
7,72 |
1,22 |
|
Peringkat |
1 |
2 |
6 |
4 |
3 |
5 |
7 |
Berdasarkan hasil perhitungan pada value stream analysis
tools, skor tertinggi mapping tools adalah process activity mapping (PAM)
dengan nilai 36,79%, hal ini menunjukkan bahwa process activity mapping
memiliki korelasi dengan waste yang terjadi pada proses produksi bolu kuwuk.
Process activity mapping (PAM) akan digunakan untuk memetakan aktivitas serta
mengkategorikan aktivitas dalam proses produksi bolu kuwuk secara lebih detail.
1.5. Process Activity Mapping (Current State)
Process activity mapping (current state) digunakan untuk
memetakan aktivitas produksi dan mengidentifikasi setiap aktivitas dalam proses
produksi dan mengakategorikannya ke dalam aktivitas value added (VA), non value
added (NVA), dan necessary non value added (NNVA). Tujuan dari pembuatan
process activity mapping ini adalah untuk mengetahui seluruh aktivitas yang
dilakukan selama proses produksi dan menghilangkan aktivitas yang tidak
diperlukan serta mengidentifikasi lead time dan untuk mengetahui apakah suatu
proses dapat lebih diefisienkan lagi (Febianti, Muharni, and Kulsum 2021).
Tabel 5
rocess
Activity Mapping (Current State)
No |
Stasiun |
Kegiatan |
Jarak (m) |
Waktu (detik) |
Jenis Aktivitas |
KET |
||||
O |
T |
I |
S |
D |
||||||
1 |
Gudang Bahan Baku |
Set Up Mesin dan bahan baku |
2899,7 |
O |
NNVA |
|||||
2 |
Membawa terigu ke stasiun penyangraian |
2 |
7,1 |
T |
NNVA |
|||||
3 |
Stasiun Penyangraian |
Setup kompor dan wajan |
7,1 |
O |
NNVA |
|||||
4 |
Proses penyangraian |
1216,6 |
O |
VA |
||||||
5 |
Membawa terigu yang telah disangrai ke stasiun pengayakan |
2 |
6,8 |
T |
NNVA |
|||||
6 |
Stasiun Pengayakan |
Proses pengayakan |
376,6 |
O |
VA |
|||||
7 |
Memasukkan terigu yang telah diayak ke dalam plastik |
118,9 |
O |
NNVA |
||||||
8 |
Stasiun Penimbangan dan Pemilihan Telur |
Penimbangan Gula |
34,5 |
O |
NNVA |
|||||
9 |
Membawa Terigu dan Gula ke stasiun mixing |
1 |
5,7 |
T |
NNVA |
|||||
10 |
Pemilihan Telur |
41,6 |
I |
NVA |
||||||
11 |
Membawa telur ke stasiun mixing |
1 |
3,6 |
T |
NNVA |
|||||
12 |
Stasiun Mixing |
Setup alat (mixer dan wadah) |
32,5 |
O |
NNVA |
|||||
13 |
Memasukkan telur dan gula ke wadah |
61,9 |
O |
VA |
||||||
14 |
Proses mixing 1 |
3697,5 |
O |
VA |
||||||
15 |
Membawa vanili ke stasiun mixing |
1,5 |
4,7 |
T |
NNVA |
|||||
16 |
Memasukkan terigu dan vanili ke dalam adonan |
28,7 |
O |
VA |
||||||
17 |
Proses Mixing 2 |
1295,8 |
O |
VA |
||||||
18 |
Membawa adonan ke stasiun pencetakan |
4,5 |
13,0 |
T |
NNVA |
|||||
19 |
Stasiun Pencetakan |
Setup alat |
4,2 |
O |
NNVA |
|||||
20 |
Mengoleskan minyak ke loyang |
4,9 |
O |
NNVA |
||||||
21 |
Mencetak adonan |
41,1 |
O |
VA |
||||||
22 |
Membawa loyang cetakan ke stasiun pemanggangan |
2 |
15,3 |
T |
NNVA |
|||||
23 |
Stasiun Pemanggangan |
Proses pemanggangan dan inspeksi |
1839,7 |
O |
VA |
|||||
24 |
Membawa produk yang telah dipanggang untuk
dilepas |
2 |
12,8 |
T |
NNVA |
|||||
25 |
Melepas produk dari cetakan ke dalam tampah |
3,8 |
O |
NNVA |
||||||
26 |
Membawa tampah berisi bolu kuwuk ke stasiun
pengemasan |
4 |
8,5 |
T |
NNVA |
|||||
27 |
Stasiun Pengemasan |
Setup alat |
4,1 |
O |
NNVA |
|||||
28 |
Proses pengemasan |
343,7 |
O |
VA |
||||||
29 |
Proses penimbangan |
9,8 |
O |
NNVA |
||||||
30 |
Setup mesin hand sealer |
4,6 |
O |
NNVA |
||||||
31 |
Proses penyegelan |
8,6 |
O |
VA |
||||||
32 |
Membawa produk ke gudang penyimpanan |
4,5 |
12,2 |
S |
NNVA |
Gambar 2
�- (a) Persentase Kegiatan PAM Current State;
(b) Persentase Waktu PAM Current State.
Berdasarkan Tabel 5, sebelum perbaikan terdapat 32
aktivitas pada proses produksi bolu kuwuk dengan 10 atau 31,3% kegiatan value
added, 1 atau 3,1% kegiatan non value added, dan 21 atau 65,5% kegiatan
necessary non value added.
1.6. Anggaran Biaya dan Batas Toleransi Risiko
Anggaran biaya dalam penelitian ini adalah biaya yang
diperlukan dalam proses produksi bolu kuwuk, anggaran biaya ini digunakan untuk
mengetahui nilai Batas Toleransi Risiko.
Tabel 6
Anggaran Biaya
No |
Nama Barang |
Jumlah |
Satuan |
Harga Satuan (Rp) |
Justifikasi Harga Pemakaian (Rp) |
Jumlah Biaya |
Klasifikasi Biaya |
1 |
Tepung Terigu |
600 |
kg |
Rp���� 8.000 |
Rp�� 4.800.000 |
Rp��� 88.137.000 |
Biaya Variabel |
2 |
Telur |
750 |
kg |
Rp�� 26.000 |
Rp 19.500.000 |
||
3 |
Gula |
750 |
kg |
Rp�� 12.500 |
Rp�� 9.375.000 |
||
4 |
Vanili |
4200 |
Sachet |
Rp������� 110 |
Rp����� 462.000 |
||
5 |
Minyak |
25 |
L |
Rp�� 18.000 |
Rp����� 450.000 |
||
6 |
Kemasan alumunium foil |
18000 |
pcs |
Rp���� 2.000 |
Rp 36.000.000 |
||
7 |
Plastik Kemasan Bening |
18000 |
pcs |
Rp������� 350 |
Rp�� 6.300.000 |
||
8 |
Gas 3 kg |
350 |
Tabung |
Rp�� 26.000 |
Rp�� 9.100.000 |
||
9 |
Kertas Roti |
50 |
Gulung |
Rp�� 13.000 |
Rp����� 650.000 |
||
11 |
Listrik |
Rp� 1.500.000 |
|||||
Total Anggaran 1 Tahun |
�Rp���
88.137.000 |
|
Berdasarkan Tabel 6, diketahui bahwa anggaran biaya
opersional UKM XYZ dalam memproduksi bolu kuwuk selama satu tahun adalah Rp
88.137.000. Data anggaran biaya ini diperoleh berdasarkan hasil wawancara
dengan pemilik UKM dan biaya yang tertera sesuai dengan apa yang disampaikan
oleh pemilik UKM pada saaat pengambilan data dilakukan.
Setelah mengetahui berapa anggaran biaya untuk memproduksi
bolu kuwuk, selanjutnya adalah menentukan batas toleransi risiko (BTR). Batas
toleransi risiko adalah batas yang dapat diterima oleh UKM apabila targetnya
tidak tercapai. Batas toleransi risiko ditetapkan oleh manajemen dengan
mempertimbangkan pengalaman empiris, kondisi aktual saat ini, dan lainnya yang
mempengaruhi tingkat pendapatam perusahaan (Saryanto et al. 2021).
Tabel 7
Batas
Toleransi Risiko
No |
Keterangan |
Nilai |
1. |
Total Anggaran |
Rp 88.137.000 |
2. |
BTR (5% dari total anggaran) |
Rp�� 4.406.850 |
Berdasarkan hasil komunikasi dan konsultasi dengan pemilik
UKM, pemilik UKM XYZ menetapkan batas toleransi risiko nya adalah 5%. Hal ini
berdasarkan kerugian yang pernah dialami oleh UKM XYZ selama satu tahun karena
produk defect, produk tidak terjual, dan kesalahan dalam membeli bahan baku.
1.7. Kriteria Probabilitas dan Dampak
Kriteria probabilitas dibuat untuk menentukan probabilitas
setiap risiko berdasarkan jumlah kejadian selama periode risiko. Berikut adalah
kriteria probabilitas yang digunakan pada penelitian ini.
Tabel 8
�Kriteria Probabilitas
Index |
Dampak |
Deskripsi |
Target Kinerja
(5%) dari target |
Jumlah Kejadian
Dalam periode Risiko |
5 |
Catastrophic |
Sangat Besar |
>0.7 BTR |
Terjadi
sebanyak 12 kali dalam dalam 1 tahun |
4 |
Significant |
Besar (Signifikan) |
0.5 BTR<X≤0.7 BTR |
Terjadi
sebanyak 7 sampai 11 kali dalam 1 tahun |
3 |
Moderate |
Sedang |
0.3 BTR<X≤0.5 BTR |
Terjadi
sebanyak 5 sampai 6 kali dalam 1 tahun |
2 |
Minor |
Kecil |
0.1 BTR<X≤0.3 BTR |
Terjadi
3 sampai 4 kali dalam 1 tahun |
1 |
Insignificant |
Sangat Kecil (Tidak Signifikan) |
<0.1 BTR |
Terjadi
kurang dari 2 kali dalam 1 tahun |
Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa terdapat 5
tingkatan kriteria probabilitas, semakin besar index probabilitas nya menunjukkan
bahwa risiko tersebut semakin sering terjadi. Adapaun kriteria dampak pada
penelitian ini adalah sebagai berikut.
Tabel 9
�Kriteria Dampak
Index |
Dampak |
Deskripsi |
Target Kinerja
(20% dari target) |
Dampak Pada
Sasaran Strategis Organisasi (Kualitatif) |
5 |
Catastrophic |
Sangat Besar |
>0.8 BTR |
Tidak
tercapainya sasaran dan kegagalan mencapai kinerja |
4 |
Significant |
Besar (Signifikan) |
0.6 BTR<X≤0.8 BTR |
Tertundanya
tercapainya sasaran secara signifikan, pencapaian kinerja jauh di bawah
target |
3 |
Moderate |
Sedang |
0.4 BTR<X≤0.6 BTR |
Tertundanya
tercapainya sasaran cukup besar, pencapaian kinerja di bawah target |
2 |
Minor |
Kecil |
0.2 BTR<X≤0.4 BTR |
Tercapainya
sasaran hanya sedikit di bawah target, target kinerja sedikit di bawah target |
1 |
Insignificant |
Sangat Kecil (Tidak Signifikan) |
<0.2 BTR |
Hanya
berdampak sangat kecil pada tercapainya sasaran, target kinerja masih mampu
dicapai |
Kriteria dampak dibuat untuk menentukan dampak dari tiap
risiko berdasarkan biaya yang dikeluarkan akibat risiko tersebut. Tingkat
dampak umumnya dibuat antara tiga sampai lima tingkat hal ini dikarenakan
apabila terlalu sedikit atau terlalu banyak maka akan timbul kesulitan dalam
memastikan tingkat dampak mana yang tepat (Susilo and Kaho 2018).
1.8. Identifikasi Risiko
Proses identifikasi risiko dilaksanakan oleh pemilik
risiko, indikasi risiko dapat dideteksi dari masalah yang timbul di masa lalu
atau selama periode berjalan (R.N 2017). Berdasarkan hasil pembobotan waste, diketahui bahwa waste
yang dominan atau memiliki persentase tertinggi adalah transportation dan
inventory. Dua waste dengan persentase tertinggi tersebut akan diidentifikasi
risiko nya pada proses manajemen risiko dan diperoleh hasil identifikasi risiko
seperti pada Tabel 10 berikut.
Tabel 10
Identifikasi Risiko
No |
Jenis Waste |
Masalah |
Risiko |
1 |
Transportation |
Pengangkutan loyang
cetakan ke mesin oven dilakukan satu persatu sehingga proses bolak balik
sangat sering terjadi |
Meningkatnya lead time produksi |
2 |
Inventory
|
Adanya bahan baku
yang berlebih (tepung terigu, gula) sehingga terdapat penumpukan di gudang
bahan baku |
Akan terjadi
kerusakan pada bahan baku |
Berdasarkan Tabel 10, risiko yang teridentifikasi dari
waste yang dominan terjadi pada proses produksi bolu kuwuk adalah meningkatnya
lead time produksi dan terjadi kerusakan pada bahan baku. Berdasarkan data
tersebut, selanjutnya risiko akan diidentifikasi lebih lanjut seperti pada
Tabel 11.
Tabel 11
Assessment
1A
Kode Risiko |
No |
Status Risiko |
Peluang atau
Ancaman |
Kategori Risiko
|
Unit
Kerja/Fungsi |
Sasaran |
Periode
Identifikasi Risiko |
Deskripsi atau
Kejadian Risiko |
AJ-001 |
1 |
Active |
Threat |
Operational Risk |
Stasiun Pemanggangan |
Produksi selesai tepat waktu |
2021 |
Meningkatnya lead time produksi |
AJ-003 |
2 |
Active |
Threat |
Operational Risk |
Gudang Bahan Baku |
Efisiensi bahan baku agar jumlahnya sesuai dengan yang
dibutuhkan dan dalam kondisi baik, minimasi biaya penyimpanan |
2021 |
Terjadi kerusakan pada bahan baku |
Unit Kerja/Fungsi |
Sasaran |
Periode Identifikasi Risiko |
Deskripsi atau Kejadian Risiko |
Akar Penyebab |
Indikator Risiko |
Faktor Positif/Internal Control yang ada
saat ini |
Dampak Kualitatif |
Stasiun Pemanggangan |
Produksi selesai tepat waktu |
2021 |
Meningkatnya lead time produksi |
1. Tidak ada prosedur kerja |
1. Waktu produksi lebih lama 1-2 jam dari biasanya |
- |
1. Pengiriman ke konsumen menjadi lebih lama |
2. Tidak terdapat alat bantu material handling |
2. Konsumen menjadi kecewa |
||||||
3. Melakukan aktivitas rumah saat proses produksi |
|||||||
Gudang Bahan Baku |
Efisiensi bahan baku agar jumlahnya sesuai dengan yang
dibutuhkan dan dalam kondisi baik |
2021 |
Terjadi kerusakan pada bahan baku |
1. Tidak ada tempat memadai untuk penyimpanan bahan baku |
1. Kemasan bahan baku rusak |
1. Melakukan pemeriksaan ulang bahan baku sebelum digunakan |
1. Kualitas produk yang dihasilkan buruk |
2. Lokasi penyimpanan dekat dengan kamar mandi |
2. Ditemukannya serangga pada bahan baku |
2. Produk tidak layak dijual |
Berdasarkan Tabel 11 dan 12, diketahui terdapat dua risiko
dimana risiko-risiko tersebut diidentifikasi berdasarkan dua jenis waste yang
paling dominan yang ditemukan pada proses produksi bolu kuwuk. Kedua risiko
tersebut bersifat active dan termasuk kedalam ancaman. Risiko-risiko tersebut
merupakan risiko operational karena risiko tersebut terjadi dalam proses
produksi bolu kuwuk. Risiko pertama terjadi di stasiun pemanggangan, sedangkan
risiko kedua terjadi di gudang bahan baku. Akar penyebab masalah tersebut
diidentifikasi menggunakan diagram fishbone. Selain itu, terdapat indikator
risiko yang dapat menjadi acuan yang menandakan bahwa suatu risiko yang
diidentifikasi terjadi.
1.9. Analisis
Risiko
Setelah mengetahui risiko apa saja yang terjadi, proses
selanjutnya adalah analisis risiko yaitu menentukan probabilitas, dampak dam
dampak finansial setiap risiko.
Tabel 13
Analisis Risiko
Probabilitas
(P) |
Dampak (I) |
Skor Risiko
Inherent (W) |
Tingkat Risiko
Inherent |
Probabilitas
Risiko Inherent Kualitatif (%) |
Dampak
Finansial Risiko Inherent (Rp) |
Nilai Bersih
Risiko Inherent |
|
4 |
3 |
12 |
HIGH RISK |
60 |
�Rp������������ 2.457.000 |
�Rp������������ 1.474.200 |
|
4 |
1 |
4 |
MEDIUM RISK |
60 |
�Rp��������������� 222.000 |
�Rp��������������� 132.200 |
|
Tabel 14. Inheremt Risk Profile
Probabilitas |
5 = Sangat
Besar |
|
|
|
|
|
|
4 = Besar |
|
|
|
|
|
||
3 = Sedang |
|
|
|
|
|
||
2 = Kecil |
|
|
|
|
|
||
1 = Sangat Kecil |
|
|
|
|
|
||
Berdasarkan hasil komunikasi dan konsultasi dengan pemilik
UKM, risiko pertama yaitu meningkatnya lead time produksi diperkirakan dapat
terjadi sebanyak tujuk kali dalam satu tahun, sehingga apabila dilihat pada
Tabel 8 kriteria probabilitas maka index untuk riisko pertama adalah 4.
Berdasarkan hasil perhitungan waktu dengan metode stop watch time study
terhadap waktu proses produksi bolu kuwuk dan telah dilakukan uji keseragaman
dan uji kecukupan data, waktu siklus dalam proses pembuatan bolu kuwuk adalah
100 menit. Berdasarkan hasil wawancara, lead time produksi bertambah sekitar 1
hingga 2 jam. Dampak finansial risiko pertama diukur berdasarkan produk yang
dapat dihasilkan selama rentang waktu tersebut. Perkiraan kelebihan waktu yang
terjadi adalah 630 menit. Jumlah produk yang dapat dihasilkan untuk satu siklus
atau 100 menit adalah 300 produk sehingga dalam satu menit dapat menghasilkan 3
produk. Maka dengan waktu 630 menit, UKM dapat menghasilkan sebanyak 1.890 produk
dengan biaya Rp 2.457.000. Nilai tersebut berada di rentang 40%-60% BTR
sehingga termasuk kedalam index dampak 3.
Risiko kedua adalah terjadi kerusakan bahan baku. Hal ini
ditandai dengan ditemukannya kemasan bahan baku yang rusak dan serangga pada
bahan baku atau bahan baku yang berbau tidak sedap. Berdasarkan kejadian masa
lalu, UKM XYZ pernah mengalami kerusakan bahan baku sebanyak sembilan kali
dengan total bahan baku yang mengalami kerusakan adalah sekitar 21 kg.
Berdasarkan kriteria probabilitas, risiko ini termasuk kedalam index 4. Dampak
finansial akibat risiko ini adalah sebesar Rp 222.000. Nilai tersebut diperoleh
dari harga beli bahan baku dikalikan dengan jumlah bahan baku yang mengalami
kerusakan. Berdasarkan tabel index dampak, nilai tersebut kurang dari 20%
sehingga index dampak nya adalah satu.
1.10. Evaluasi
Risiko
Proses evaluasi risiko adalah proses untuk memberikan
usulan perbaikan untuk setiap risiko dan menentukan berapa biaya yang
diperlukan untuk perbaikan tersebut.
Tabel 15
Evaluasi Risiko
Penanganan
Risiko (Risk Treatment) |
Biaya
Penanganan Risiko (Rp) |
Penanganan
Yang Telah Dilakukan |
|
1.Membuat Prosedur kerja (SOP) |
�Rp�����
1.377.250 |
- |
|
2. Membeli alat bantu material handling
berupa troli untuk membantu proses pemindahan loyang dari proses pencetakan
ke oven |
|||
1. Pembuatan rencana manajemen inventory |
�Rp�������
50.000 |
- |
|
Usulan perbaikan untuk risiko pertama adalah pembuatan SOP
dan membeli alat bantu material handling berupa troli� dua tingkat dengan ukuran 80,5 x 46 x 90 cm.
Pemilihan troli ini disesuaikan dengan space pada area kerja di stasiun
pencetakan dan pemanggangan. alat bantu material handling sangat penting karena
dapat membantu proses produksi berjalan lebih cepat, alat material handling
yang digunakan harus sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan dan jumlahnya
sesuai (Pertiwi and Purwanggono 2019) (Setiawan and Rahman 2021).
Usulan perbaikan untuk risiko kedua adalah melakukan
manajemen inventory. persediaan yang berlebihan dapat menyebabkan besarnya
biaya penyimpanan persediaan salah satunya adalah akibat dari kerusakan bahan
baku yang disimpan. Maka dari itu, untuk mengatasi risiko tersebut pemilik UKM
harus bisa memperkirakan berapa jumlah produk yang akan diproduksi serta
melakukan manajemen inventory supaya tidak terjadi penumpukan bahan baku di
area gudang (Saputra, Donoriyanto, and Rahmawati 2020). pengendalian persediaan bahan baku sangat perlu dilakukan
supaya proses produksi dapat berjalan dengan lancar dan terkendali, dapat meminimalisir
terjadinya kerusakan pada material, dan menentukan persediaan bahan baku yang
optimal (Uyun, Indrayanto, and Kurniasih 2020). Pemilik UKM dapat membeli bahan baku pada saat akan
melakukan produksi dengan jumlah yang sesuai dengan yang diperlukan sehingga
risiko kerusakan bahan baku dapat dihindari.
1.11. Perlakuan
Risiko
Setelah mengetahui berapa biaya yang timbul akibat risiko
dan biaya untuk penanganan, maka selanjutnya adalah perlakuan risiko atau
menentukan kebijakan dalam merespon risiko. penanganan risiko dapat dilakukan
dengan empat cara yaitu menghindari risiko, menerima risiko, mengalihkan
risiko, dan mitigasi risiko (Meilan, Raharja, and Syamsun 2018) (Driantami, Suprapto, and Perdanakusuma 2018).
Tabel 16
�Perlakuan Risiko
No |
Kode Risiko |
Nilai Bersih
Risiko Inherent (Rp) |
Total Biaya
Penanganan Risiko (Rp) |
Strategi |
1 |
AJ-001 |
Rp���������� 1.474.200 |
Rp������������� 1.377.250 |
Mitigate |
2 |
AJ-002 |
Rp������������� 133.200 |
Rp������������������ 50.000 |
Mitigate |
Dalam menentukan pilihan perlakuan terhadap risiko perlu
mempertimbangkan cost dan benefit dari usulan perbaikan (saryanto). Berdasarkan
hasil komunikasi dan konsultasi dengan pemilik UKM, dengan mempertimbangkan
nilai bersih risiko inherent dan total biaya penanganan risiko maka dari itu
strategi yang dipilih adalah mitigasi risiko baik untuk risiko yang pertama
maupun kedua karena total biaya penanganan risiko nilai nya lebih kecil
dibandingkan dengan nilai bersih risiko inherent, sehingga dapat melakukan
penghematan dengan adanya usulan perbaikan tersebut.
1.12. Risiko
Residual
Risiko residual adalah risiko sisa yang tetap ada setelah
adanya tindakan penanganan. Baik inherent risk maupun residual risk sama-sama
memberikan dampak untuk perusahaan (Candy and Vincent 2021)
Tabel 17
Risiko Residual
Probabilitas
Risiko Residual (P') |
Dampak Risiko Residual (I') |
Skor Risiko Residual (W') |
Tingkat Risiko Residual |
Probabilitas Risiko Residual Kualitatif
(%) |
Dampak Finansial Risiko Residual (Rp) |
Nilai Bersih Risiko Residual |
Departemen (Unit Kerja) |
|
2 |
1 |
2 |
LOW RISK |
20 |
�Rp��� 351.000 |
�Rp���� 70.200 |
Stasiun Pemanggangan |
|
2 |
1 |
2 |
LOW RISK |
20 |
�Rp����� 69.500 |
�Rp���� 13.900 |
Gudang Bahan Baku |
|
Tabel 18
�Residual
Risk Profile
Probabilitas |
5 = Sangat
Besar |
|
|
|
|
|
|
4 = Besar |
|
|
|
|
|
||
3 = Sedang |
|
|
|
|
|
||
2 = Kecil |
|
|
|
|
|
||
1 = Sangat
Kecil |
|
|
|
|
|
||
Berdasarkan hasil komunikasi dan konsultasi
dengan pemilik UKM, risiko yang telah dimitigasi dengan usulan perbaikan yang
telah diberikan diperkirakan dapat menurunkan tingkat probabilitas dan dampak
dari setiap risiko seperti yang terlihat pada Tabel 17 dan 18 dimana tingkat
risiko menjadi low risk.
Tabel 19
Risk
Appetite
EXTREME HIGH |
|
|
|
HIGH RISK |
|
|
|
MEDIUM RISK |
|
|
|
LOW RISK |
|
|
|
RISK ID |
1 |
2 |
|
Keterangan |
|||
|
Inherent
Risk Rating |
||
|
Residual
Risk Rating |
||
|
Risk
Appetite |
Berdasarkan Tabel 19 dapat diketahui perubahan kategori
pada risiko satu dan dua. Bentuk lingkaran menunjukan risiko inherent sedangkan
bentuk bintang menunjukkan risiko residual. Kategori untuk risiko pertama dan
kedua menunjukkan penurunan dengan risiko satu berawal pada kategori high risk
setelah adanya strategi penanganan kategori nya menjadi low risk. Risiko dua
menunjukkan penurunan dari medium risk menjadi low risk.� Setalah dikomunikasikan dan dikonsultasikan
dengan pemilik UKM XYZ, maka pemilik sudah�
appetite atau menerima terhadap risiko residual.
1.13. Process
Activity Mappng (Future State)
Setelah mengetahui risiko mana saja yang akan dilakukan
perbaikan, selanjutnya adalah membuat process activity mapping (future state).
Berdasarkan usulan perbaikan tersebut dan melalui process activity mapping
future state, dapat membuat proses produksi menjadi lebih efektif dan efisien
dengan cara simplifikasi, kombinasi atau eliminasi (Ristyowati, Muhsin, and Nurani 2017). pembuatan process activity mapping future state dapat
dilakukan dengan pengamatan dan brainstorming dengan pemilik perusahaan (Kholil and Mulya 2013).
Tabel 20
Process
Activity Mapping (Futre State).
No |
Stasiun |
Kegiatan |
Jarak (m) |
Waktu (detik) |
Jenis Aktivitas |
KET |
|||||
O |
T |
I |
S |
D |
|||||||
1 |
Gudang bahan Baku |
Set up mesin
dan bahan baku |
|
1800 |
O |
|
|
|
|
NNVA |
|
2 |
Membawa
terigu ke stasiun penyangraian |
2 |
7,1 |
|
T |
|
|
|
NNVA |
||
3 |
Stasiun Penyangraian dan Pengayakan |
Set up alat |
|
7,1 |
O |
|
|
|
|
NNVA |
|
4 |
Proses
penyangraian |
1000 |
O |
VA |
|||||||
5 |
Proses
pengayakan |
376,6 |
O |
VA |
|||||||
6 |
Memasukkan
terigu yang telah diayak ke dalam plastik |
118,9 |
O |
NNVA |
|||||||
7 |
Membawa terigu
ke stasiun mixing |
2 |
6,8 |
|
T |
|
|
|
NNVA |
||
8 |
Stasiun Penimbangan |
Penimbangan
Gula |
|
34,5 |
O |
|
|
|
|
NNVA |
|
9 |
Membawa gula
dan telur ke stasiun mixing |
1 |
5,7 |
|
T |
|
|
|
NNVA |
||
10 |
Stasiun Mixing |
Setup mixer
dan wadah |
|
32,5 |
O |
|
|
|
|
NNVA |
|
11 |
Memasukkan
telur dan gula ke wadah |
61,9 |
O |
VA |
|||||||
12 |
Proses
mixing 1 |
2100 |
O |
VA |
|||||||
13 |
Membawa
vanili ke stasiun mixing |
1,5 |
4,7 |
T |
NNVA |
||||||
14 |
Memasukkan
terigu dan vanili ke dalam adonan |
20,5 |
O |
VA |
|||||||
15 |
Proses
mixing 2 |
600 |
O |
VA |
|||||||
16 |
Membawa
adonan ke stasiun pencetakan� |
4,5 |
13 |
|
T |
|
|
|
NNVA |
||
17 |
Stasiun Pencetakan |
Setup alat |
|
4,2 |
O |
|
|
|
|
NNVA |
|
18 |
Mengoleskan
minyak ke loyang |
4,9 |
O |
NNVA |
|||||||
19 |
Mencetak
adonan |
41,1 |
O |
VA |
|||||||
20 |
Membawa
loyang cetakan ke stasiun pemanggangan |
2 |
8 |
|
T |
|
|
|
NNVA |
||
21 |
Stasiun Pemanggangan |
Proses
pemanggangan dan inspeksi |
|
900 |
O |
|
|
|
|
VA |
|
22 |
Membawa
produk yang telah dipanggang untuk dilepas |
2 |
5 |
T |
NNVA |
||||||
23 |
Melepas
produk dari cetakan ke dalam tampah |
3,8 |
O |
NNVA |
|||||||
24 |
Membawa
tampah berisi bolu kuwuk ke stasiun pengemasan |
4 |
8,5 |
|
T |
|
|
|
NNVA |
||
25 |
Stasiun Pengemasan |
Setup alat |
6,5 |
O |
NNVA |
||||||
26 |
Proses
pengemasan |
343,7 |
O |
VA |
|||||||
27 |
Proses
penimbangan |
9,8 |
O |
VA |
|||||||
28 |
Proses
penyegelan |
8,6 |
O |
NNVA |
|||||||
29 |
Membawa
produk ke gudang penyimpanan |
4,5 |
12,2 |
|
|
|
S |
|
NNVA |
||
Gambar 3. - (a) Persentase Kegiatan PAM Future State;
(b) Persentase Waktu PAM Future State
Berdasarkan Tabel 20 dan Gambar 3, dapat diketahui terdapat
penurunan waktu pada future state. Pada process activity mapping current
state� terdapat 10 kegiatan VA, 1
Kegiatan NVA, dan 21 kegiatan NNVA dengan total kegiatan 32.� Sedangkan pada process activity mapping
fiture state terdapat 10 kegiatan VA, 0 Kegiatan NVA, dan 19 Kegiatan NNVA
dengan total kegiatan 29. Penurunan ini disebabkan karena kegiatan NVA
dieliminasi karena tidak memberikan nilai tambah terhadap produk bolu kuwuk.
Aktivitas necessary non value added tidak dapat dihilangkan karena diperlukan
dalam proses produksi, namun dapat dilakukan perbaikan pada aktivitas ini
supaya proses pembuatan bolu kuwuk lebih efisien (Lisano and Susanty 2016). Berdasarkan hasil diskusi dengan pemilik UKM, terdapat
beberapa kegiatan yang waktunya bisa dikurangi seperti pada kegiatan
transportasi dibagian stasiun pemanggangan karena terdapat alat bantu material
handling troli yang dapat mempercepat proses transportasi. Selain itu terdapat
stasiun yang digabungkan yaitu stasiun penyangraian dan pengayakan hal ini
dikarenakan untuk meminimasi proses bolak balik dari stasiun penyangraian ke
pengayakan, sehingga proses pengayakan dilakukan langsung setelah proses
penyangraian selesai di stasiun yang sama.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data serta analisis dan
pembahasan, maka dalam penelitian ini dapat diambil kesimpulan Pemborosan yang
paling dominan terjadi dalam proses produksi bolu kuwuk di UKM XYZ adalah
transportation dan inventory. Persentase aktivitas setiap kategori pada proses
produksi bolu kuwuk sebelum perbaikan adalah 31,3% untuk aktivitas dengan kategori
value added, 3,1% aktivitas dengan kategori non value added, dan 65,6%
aktivitas dengan kategori necessary non value added. Risiko yang ditimbulkan
dari pemborosan yang dominan terjadi dalam proses produksi bolu kuwuk UKM XYZ
adalah lead time produksi menjadi bertambah dan terjadi kerusakan pada bahan
baku. Total biaya inherent risk pada proses manajemen risiko di UKM XYZ adalah
sebesar Rp 2.679.000. Usulan perbaikan kondisi kerja untuk setiap risiko dari
waste yang terjadi pada proses produksi bolu kuwuk UKM XYZ adalah membuat
SOP,� membeli alat bantu material
handling berupa troli, dan melakukan manajemen inventory. Total biaya yang
diperlukan untuk perbaikan kondisi kerja akibat risiko yang timbul pada proses
produksi bolu kuwuk UKM XYZ adalah Rp 1.427.250. Usulan kebijakan penanganan
yang diambil oleh UKM XYZ terhadap setiap risiko yang timbul pada proses
manajemen risiko adalah mitigasi risiko untuk risiko lead time produksi
bertambah dan terjadi kerusakan pada bahan baku. Total biaya risiko residual pada
proses manajemen risiko di UKM XYZ adalah Rp 420.000.
Persentase kategori dan waktu aktivitas pada
proses produksi bolu kuwuk setelah perbaikan adalah 34,5% kegiatan dengan
kategori value added, 0% kegiatan dengan kategori non value added, dan 65,5%
kegiatan dengan kategori necessary non value added.
BIBLIOGRAFI
Candy, And Kellen Vincent. 2021. �Perancangan Dan
Penerapan Manajemen Risiko Pada Cv. Comformindo Untuk Menjadi Bisnis
Berkelanjutan.� Conference On Community Engagemnet Project 1(1):2120�26.
Google
Scholar
Driantami, Hana Talitha, Suprapto, And Andi Reza
Perdanakusuma. 2018. �Analisis Risiko Teknologi Informasi Menggunakan Iso 31000
(Studi Kasus Sistem Penjualan Pt Matahari Department Store Cabang Malang Town
Square).� Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi Dan Ilmu Komputer
2(11):4991�98. Google
Scholar
Febianti, Evi, Yusraini Muharni, And Kulsum Kulsum.
2021. �Penerapan Lean Manufacturing Untuk Mereduksi Waste Pada Produksi Spare
Part Screw Spindle Set.� Journal Industrial Servicess 7(1):76�82. Google Scholar
Hazmi, Farah Widyan, Putu Dana Karningsih, And Hari
Supriyanto. 2012. �Penerapan Lean Manufacturing Untuk Mereduksi Waste Di Pt
Arisu.� Jurnal Teknik Its 1(1):135�40. Google
Scholar
Kholil, Muhammad, And Rudini Mulya. 2013. �Minimasi
Waste Dan Usulan Peningkatan Efisiensi Proses Produksi Mcb (Mini Circuit
Breaker) Dengan Pendekatan Sistem Lean Manufacturing (Di Pt Schneider Electric
Indonesia).� Jurnal Pasti 8(1):44�70. Google
Scholar
Kurniawan, Edwin Bayu, And Ni Luh Putu Hariastuti.
2020. �Implementasi Lean Manufacturing Pada Proses Produksi Untuk Mengurangi
Waste Guna Lebih Efektif Dan Efisien.� Senopati 1(2):85�95. Google
Scholar
Lisano, Noka, And Aries Susanty. 2016. �Analisa Waste
Waiting Pada Pembuatan Produk Full Hard Dengan Menggunakan Process Activity
Mapping Pada Plant Cold Rolling Mill.� Industrial Engineering Online Journal
5(2):1�7. Google
Scholar
Meilan, Tria Mutiari, Sapta Raharja, And Muhammad
Syamsun. 2018. �Analisis Manajemen Risiko Lingkungan, Sosial Dan Tata Kelola
Pada Usaha Dan Pengolahan Kelapa Sawit (Studi Kasus: Pt Pp London Sumatra
Tbk).� Manajemen Ikm 13(1):46�54. Google
Scholar
Pertiwi, Auni Wahyu, And Bambang Purwanggono. 2019.
�Analisis Efisiensi Kinerja Proses Dengan Value Stream Analysis Tools (Valsat)
Pada Proses Produksi Bahan Baku Pipa Baja Pt Raja Besi Semarang.� Industrial
Engineering Online Journal 7(4):1�9. Google
Scholar
Pradana, Almer Panji, Mochammad Chaeron, And M. Shodiq
Abdul Khanan. 2018. �Implementasi Konsep Lean Manufacturing Guna Mengurangi
Pemborosan Di Lantai Produksi.� Jurnal Opsi 11(1):14�18. Google
Scholar
R.N, Rifka. 2017. Step By Step Lancar Membuat Sop.
Yogyakarta: Huta Publisher. Google
Scholar
Rachmania, Bedietra Adriz, And Bambang Purwanggono.
2018. �Rekomendasi Penerapan Manajemen Risiko Berdasarkan Iso 31000 (Studi
Kasus Cv. Pelita Semarang).� Industrial Engineering Online Journal 6(4).
Google
Scholar
Ristyowati, Trismi, Ahmad Muhsin, And Putri Puji
Nurani. 2017. �Minimasi Waste Pada Aktivitas Proses Produksi Dengan Konsep Lean
Manufacturing (Studi Kasus Di Pt. Sport Glove Indonesia).� Jurnal Opsi
10(1):85�96. Google
Scholar
Saputra, Dwi Rangga, Dwi Sukma Donoriyanto, And Nur
Rahmawati. 2020. �Analisis Pengendalian Bahan Baku Sandal Karakter Untuk
Meminimasi Total Biaya Persediaan Dengan Menggunakan Metode Lagrange Multiplier
Di Cv. Manik Moyo Sidoarjo.� Juminten 1(5):61�72. Google
Scholar
Saryanto, Alfi Rochmi, S. .. Hatidja, Nazarudin Ali
Basyah, Azoila Degita Azis, Aditya Wardhana, Hikma Niar, Restia Christianty,
Salmiyah Thaha, Setiawati, Adi Martono, Ansari, Mohamad Safii, And Phyta
Rahima. 2021. Manajemen Risiko (Prinsip Dan Implementasi). Bandung:
Media Sains Indonesia.
Setiawan, Irwan, And Arif Rahman. 2021. �Penerapan
Lean Manufacturing Untuk Meminimasi Waste Dengan Menggunakan Metode Vsm Dan Wam
Pada Pt Xyz.� Seminar Nasional Lppm Umj. Google
Scholar
Susilo, Leo J., And Victor Riwu Kaho. 2018. Manajemen
Risiko Berbasis Iso 31000:2018 Panduan Untuk Risk Leaders Dan Risk
Practitioners. Jakarta: Pt Grasindo. Google
Scholar
Uyun, Siti Zahrotul, Adi Indrayanto, And Retno
Kurniasih. 2020. �Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Dengan
Menggunakan Metode Material Requirement Planning (Mrp).� Jurnal Ekonomi,
Bisnis, Dan Akuntansi 22(1):103�12. Google
Scholar
Wahyudien, Mohammad Arief Nur, And Elisa Kusrini.
2020. �Risk Management Berdasarkan Framework Pada Aktifitas Perusahaan Jasa
Konsultasi Dengan Iso 31000:2018.� Teknoin 26(2):127�40. Google
Scholar
Wajdi, M. Farid, Anton Agus Setyawan Syamsudin, And
Muzakar Isa. 2012. �Manajemen Risiko Bisnis Umkm Di Kota Surakarta.� Benefit
Jurnal Manajemen Dan Bisnis 16(2):116�26. Google
Scholar
Copyright holder: Evi
Febianti, Wahyu Susihono, Iis Istikomah (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |