Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 5, Mei 2022

 

STRATEGI PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN ISLAM DI MADRASAH IBTIDAIYAH MELALUI UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

 

Hana Niswatus Salamah, Amirudin, Achmad Junaedi Sitika

Universitas Singaperbangsa Karawang, Indonesia

Email[email protected][email protected], [email protected]

 

Abstrak

Mutu pendidikan Islam adalah terpenuhinya harapan semua pihak yaitu pengelola pendidikan, pimpinan, guru,dosen, masyarakat maupun kepada peserta didik, karena diintegrasikannya pendidikan agama dan keagamaan, teknis peningkatan mutu melalui penetapan standar nasional pendidikan oleh Badan Akreditasi Nasional Sekolah dan Madrasah (BAN S/M), serta Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT), penjaminan mutu pendidikan, sertifikasi guru dan dosen, sekolah/madrasah berbasis internasional, dan pengelolaan pendidikan yang berbasis pada mutu terpadu yang unggul ke dalam UUD Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 sebagai suatu strategi untuk meningkatkan mutu pendidikan di bawah naungan kementerian pendidikan nasional maupun di bawah naungan kementerian agama secara lebih merata. Maka penelitian ini menjadi sebuah gambaran bahwasannya Pendidikan agama tidak tertinggal atau ditinggalkan begitu saja oleh pemerintah. Peneliti menggunakan penelitian kualitatif deskriptif.

 

Kata Kunci: mutu pendidikan; UUD sisdiknas no. 20 tahun 2003

 

Abstract

The quality of Islamic education is the fulfillment of the expectations of all parties, namely education managers, leaders, teachers, lecturers, the community and students, because of the integration of religious and religious education, technical improvement Quality through the establishment of national education standards by the National Accreditation Board for Schools and Madrasas (BAN S/ M), as well as the National Accreditation Board for Higher Education (BAN-PT), education quality assurance, teacher and lecturer certification, internationally-based schools/madrasahs, and superior quality-based education management into the National Education System Constitution Number 20 of 2003 as a a strategy to improve the quality of education under the auspices of the ministry of national education and under the auspices of the ministry of religion more evenly. So this research is an illustration that religious education is not left behind or abandoned by the government. The researcher used descriptive qualitative research.

 

Keywords: quality of education; national education system constitution no. 20 of 2003

 

Pendahuluan

Ada lima hal yang melatarbelakangi terjadinya perubahan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.Kelima hal tersebut adalah sebagai berikut: Pertama, bahwa pendidikan di Indonesia mutunya masih berada di bawah mutu pendidikan negara-negara di kawasan Asia Tenggara, sehingga lulusannya belum diakui secara internasional, dan karenanya mereka tidak memiliki akses, serta tidak mampu bersaing di pasaran global yang kompetitif.bahwa pendidikan yang dilaksanakan ternyata belum dapat diberikan secara merata kepada seluruh masyarakat Indonesia, terutama dari golongan keluarga kurang mampu atau mereka yang tergolong miskin.Ketiga, bahwa pendidikan yang dilaksanakan belum dapat membelajarkan masyarakat, sehingga tidak dapat mewujudkan konsep masyarakat belajar (learning society) dan konsep belajar seumur hidup (long life education).Keempat, pendidikan yang dilaksanakan masih belum terkait dan sesuai (link and mach) dengan dunia usaha dan industri (Dudi), sehingga tamatan pendidikan tidak dapat diserap oleh lapangan kerja yang tersedia, dan pada gilirannya menimbulkan dampak yang ditimbulkan oleh para penganggur.Kelima, pendidikan yang dilaksanakan masih belum mampu meningkatkan kualitas hidup, ketakwaan dan mulia para lulusannya, sebagai akibat dari belum efektifnya pelaksanaan pendidikan agama, akhlak mulia, dan budi pekerti.

Kajian- kajian terhadap Islam di Indonesia dengan melihat berbagai gejala terakhir mengundang hipotesis bahwa Islam tidaklah mengalami ke munduran di era modernisasi dengan segala dampak yang ditimbulkannya. Sebaliknya Islam mengalami kebangkitan dan menemukan vitalitas baru dalam modernisasi. (Amirudin (2015:167).

Dengan demikian, lahirnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tersebut mengemban misi peningkatan mutu pendidikan, pemerataan pendidikan, menciptakan masyarakat belajar yang semakin berbudaya dan beradab, relevansi dunia pendidikan dengan dunia kerja, serta peningkatan akhlak mulia, kepribadian dan karakter bangsa.

Dalam tulisan yang singkat ini perhatian akan fokus pada kajian tentang strategi peningkatan mutu pendidikan Islam sebagaimana yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dengan terlebih dahulu mengemukakan pengertian dan ruang lingkup pendidikan Islam.

 

Metode Penelitian

Metode yang digunakan adalah penelitian pustaka (library research). Karena untuk menerangkan suatu teori yang di jelaskan dalam penelitian ini. Penelitian kepustakaan adalah penelitian yang dilaksanakan dengan menggunakan literatur (kepustakaan), baik berupa buku, catatan, maupun laporan hasil penelitian terdahulu.

 

 

 

 

Hasil dan Pembahasan

A.  Pengertian dan Ruang Lingkup Mutu Pendidikan Islam

Mutu memiliki pengertian yang bervariasi. Seperti yang dinyatakan Nomi Pfeffer dan Anna Coote, sebagai dikutif Edward Sallis, bahwa mutu merupakan konsep yang licin.Saling mengimplikasikan hal-hal yang berbeda pada masing- masing orang.Tak dapat disangkal bahwasanya setiap orang setuju terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan.Hanya saja, masalah yang muncul biasanya adalah kekurangan kesamaan makna tentang mutu tersebut dan banyaknya presepsi-presepsi lain. Sebuah alasan yang paling mungkin dalam memahami karakter yang membingungkan tersebut adalah, bahwa mutu merupakan gagasan yang dinamis.Kekuatan emosi dan moral yang dimiliki sehingga menjadi sebuah gagasan yang sulit untuk disamkan.Ada suatu perasaan bahwa kekuatan emosi dan moral tersebut akan hilang jika ia terlalu dicekoki dan direcoki dengan analisis akademik. Beberapa kebingungan terhadap pemaknaan mutu bisa muncul karena mutu dapat digunakan sebagai suatu konsep yang secara bersama-sama absolut dan relatif.Mutu dalam percakapan sehari-hari sebagian besar di- pahami sebagai suatu yang absolut, misalnya restoran yang mahal dan mobil-mobil yang mewah. Sebagai suatu konsep yang absolut, mutu sama halnya dengan sifat baik, cantik, dan benar; mutu merupakan suatu idealisme yang tidak dapat dikompromikan.

Definisi yang mutlak, sesuatu yang bermutu merupakan bagian dari standar yang sangat tinggi yang tidak dapat diungguli. Produk-produk yang bermutu adalah sesuatu yang dibuat dengan sempurna dan dengan biaya yang mahal. Produk-produk tersebut dapat dinilai serta membuat puas dan bangga bagi pemiliknya. Selanjutnya mutu dapat juga digunakan sebagai suatu konsep yang relative. Definisi relatif tersebut memandang mutu bukan sebagai suatu atribut produkatau layanan, tetapi sesuatu yang dianggap berasal dari produk atau layanan tersebut. Mutu dapat dikatakan jika sebuah layanan memenuhi spesifikasi yang ada. Mutu merupakan sebuah cara yang menentukan apakah produk terakhir sesuai dengan standar atau belum. Produk atau layanan yang memiliki mutu, dalam konsep yang relatif ini tidak harus mahal atau eksklusif.Produk atau layanan tersebut bisa cantik, bisa tidak harus selalu demikian Produk atau layanan tersebut tidak harus spesial, tapi ia harus asli, wajar dan familiar.

Perkembangan pendidikan juga sangat dipengaruhi oleh kebijakan
pendidikan. Karena kebijakan pendidikan dapat menentukan hal-hal yang strategis
dalam sistem pendidikan sehingga pendidikan bisa berjalan secara efektif dan
efisien. Namun pengambilan kebijakan dalam dunia pendidikan dipengaruhi
faktor-faktor strategis. (Amirudin, 2017:2)

Menurut Edward Sallis (2006: 49) bahwa Definisi yang relative tentang mutu tersebut memiliki dua aspek. Pertama adalah menyesuaikan diri dengan spesifikasi. Kedua adalah memenuhi kebutuhan pelanggan. Cara pertama, penyesuaian diri dengan spesifikasi sering disimpulkan sebagai sesuai dengan tujuan dan manfaat. Kadangkala difinisi ini sering dinamai definisi produsen tentang mutu. Produsen bersama dapat diperoleh melalui produk atau layanan yang memenuhi spesifikasi awal yang diterapkan dalam pola yang konsisten.Para produsen menunjukkan bahwa mutu memiliki sebuah sistem, yang bisa disebut sistem jaminan mutu (sistem jaminan kualitas), yang memungkinkan roda produksi menghasilkan produk yang secara konsisten sesuai dengan standar atau spesifikasi tertentu. Sebuah produk dikatakan bermutu selama produk tersebut secara konsisten, sesuai dengan tuntutan pembuatannya. Cara kedua, mutu disesuaikan dengan harapan dan masyarakat yang bersifat dinamis dan variatif.Mutu dalam cara yang kedua ini sepenuhnya tunduk pada kepentingan pelanggan (customers oriented), dan karenanya tidak ada mutu yang seragam pada semua orang. Untuk menjawab kebutuhan pelanggan ini, maka penelitian terhadap analisis kebutuhan pelanggan merupakan suatu keharusan. Dengan cara ini, maka terjadi dalam memproduk barang atau jasa dapat dipertahankan.

Pengertian tentang mutu selanjutnya dikemukakan oleh Fandy dan Anastasia dalam buku Total Quality Management (2003:3) menyebutkan bahwa mutu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Dalam menentukan mutu jasa bioskop misalnya, aspek-aspek yang berkaitan dengan mutu antara lain berkaitan dengan ketepatan dalam waktu penayangan, lingkungan atau tata ruang, kursi yang nyaman/empuk, harga, pilihan film yang ditayangkan, serta sound system.

Selanjutnya banyak pakar dan organisasi yang mencoba mendefinisikan kualitas berdasarkan sudut pandangnya masing-masing. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:

1.   Performance to the standard expected by the customer, yakni menghasilkan standar menghasilkan standar yang diharapkan oleh pelanggan. Dengan demikian, suatu ukuran diukur pada seberapa jauh pelanggan merasa puas dan puas dengan keinginan dan harapannya.

2.   Meeting the custemer�s needs the first time and every time, yakni melayani kebutuhan pelanggan setiap saat secara tepat waktu.

3.   Providing our custemers with products and services that consistently meet their needs and expectations, yakni menyediakan atau memberikan kebutuhan pelanggan kita dengan produk dan pelayanan yang konsisten dan sesuai dengan kebutuhan dan harapan mereka.

4.   Doing the right thing right the first time, always striving for improvement, andalways satisfying customer. Melakukan hal yang benar pertama kali, selalu berusaha untuk perbaikan, dan selalu memuaskan pelanggan.melakukan sesuatu yang baik dengan baik tepat waktu, selalu berusaha sungguh-sungguh untuk memperbaiki dan nantiasa memuaskan pelanggan.

5.   A pragmatic systems of continual improvement, a way to successfully organize man and machines. Yaitu adanya sistem perbaikan secara terus menerus yang dapat digunakan, sebagai jalan menuju keberhasilan pengelolaan sumber daya manusia dan peralatan.

6.   The meaning of excellence. Yakni pengertian yang unggul.

7.   The unyielding and continuing effort by everyone in an organization to understand, meet, and exceed the need of its customers. Yakni usaha yang dilakukan seseorang dengan sungguh-sungguh dan berkelanjutan dalam sebuah organisasi dalam rangka memahami, memenuhi dan meningkatkan kebutuhan pelanggan.

8.   The best product that you can produce with the materials that you have to work with. Yakni kualitas yang baik yang dapat dihasilkan dengan material yang dikerjakan Bersama.

9.   Continuous good product which a customer can trust. Yakni melanjutkan hasil yang baik yang dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat.

10.    Not only satisfying customers, but delighting them, innovating, creating. Yakni bukan hanya memuaskan pelanggan, melainkan juga menyenangkan, meningkatkan dan mendorong mereka untuk menyukainya.

Diakui meskipun belum ada definisi mengenai mutu yang dapat diterima oleh semua pihak secara universal namun dari definisi-definisi yang dikemukakan tersebut, terdapat kesamaan, yaitu adanya kualitas yang meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan; kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan, serta kualitas merupakan kondisi yang berubah-ubah, misalnya apa yang dianggap kualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada masa mendatang.

Selain itu, uraian tersebut di atas juga memperlihatkan adanya penegasan dan keberpihakan yang kuat dalam menentukan sesuatu sebagai yang bermutu, yaitu Ketika sesuatu itu : produk, jasa, manusia, proses, lingkungan, dan sebagainya benar-benar dapat menyenangkan, memanjakan, dan meningkatkan kepercayaan pada pelanggan.

Aktivitas-aktivitas islami merupakan kegiatan-kegiatan di madrasah yang ditujukan untuk mentradisikan perilaku positif (akhlak al-karimah) siswa yang didasari oleh ajaran Islam. Artinya, aktivitas- aktivitas Islami di sekolah adalah perwujudan dari nilai-nilai Islami yang diyakini sekolah dalam kehidupan nyata. Dalam pemahaman lain, aktivitas religius (Islami) merupakan upaya sekolah untuk menerjemahkan dan mewujudkan nilai-nilai Islami kedalam perilaku nyata. (Amirudin, Acep Nurlaeli;, Iqbal Amar Muzaki. 2020:618).

Definisi tentang mutu yang bernuansa ekonomi tersebut selanjutnya tidak digunakan hanya dalam kegiatan bisnis atau usaha hal-hal yang berkaitan dengan perdagangan dan yang semisalnya, tetapi juga digunakan sebagai ukuran kegiatan pendidikan. Hal ini terjadi, karena saat ini pendidikan lebih dilihat sebagai sebuah bisnis, investasi dan jasa yang harus memiliki keuntungan. Usaha ini harus dilakukan dengan cara memberikan jasa pendidikan yang bermutu, yaitu pendidikan dengan segala aspeknya yang benar-benar dapat memuaskan pelanggan, baik pelanggan eksternal, yang dalam hal ini peserta didik, mahasiswa atau sebutan lainnya, maupun pelanggan internal, yakni para pelaksana pendidikan tersebut, mulai dari pimpinan, para pendidik, tenaga kependidikan, dan sebagainya.

Dengan demikian, dapat diketahui, bahwa pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang mencakup seluruh komponen serta berbagai perangkat pendukung lainnya dapat memuaskan peserta didik, pimpinan, guru dan masyarakat pada umumnya.Komponen pendidikan yang bermutu tersebut antara lain terkait dengan kurikulum atau pelajaran yang diberikan, proses belajar mengajar, tenaga pendidik, tenaga kependidikan, sarana prasarana, lingkungan, pengelolaan, dan lain sebagainyaPendidikan agama Islam adalah suatu proses bimbingan kepada peserta didik berlandaskan ajaran-ajaran Islam agar dapat mencapai derajat setinggi-tingginya sehingga ia mampu menunaikan tugasnya sebagai khalifah dimuka bumi dan akhirnaya dapat mewujudkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. (M.Tawab, amirudin, Acep Nurlaeli, 2020 : 754).

B.  Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan Islam Melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa lahirnya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah karena ingin meningkatkan mutu Pendidikan, sehingga dapat mencapai tingkatan yang setara atau bahkan melebihi mutu Pendidikan yang terdapat di negara lain. Berkenaan dengan keinginan tersebut, maka strategi yang ditempuh oleh UU Sisdiknas tersebut, antara lain sebagai berikut.

Pertama, bahwa di dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas tidak hanya mencakup Pendidikan formal tingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), melainkan juga termasuk pendidikan keagamaan, yakni Madrasah Diniyah dan Pesantren, sera pendidikan diniyah non formal, yakni pengajian kitab, majelis taklim, pendidikan Al-Qur'an, Diniyah Takmiliyah, atau bentuk lain yang sejenis. Dengan dimasukkannya pendidikan agama dan keagamaan ini ke dalam undang-undang tersebut menunjukkan kesungguhan yang tinggi dari pemerintah, agar mutu pendidikan Islam (termasuk pendidikan agama) dapat ditingkatkan. Hal yang demikian terjadi, karena dimasukkannya ke dalam undang-undang dan peraturan tersebut, berarti pendidikan agama akan mendapatkan pengobatan yang sama dengan pendidikan umum, dalam hal dana, sarana prasarana, pembina dan lain sebagainya. Kedua, di dalam Bab IX, Pasal 35 Undang-Undang Nomot 20 Tahun 2003 telah ditetapkan adanya standar nasional peserta didik, yang meliputi standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, biayaan dan pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Upaya ini lebih lanjut dijabarkan dalam peraturan pemerintah RI Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasi�nal Pendidikan, serta dijabarkan lebih lanjut dalam peraturan Mentri.

Dalam teknis pelaksanaannya, peningkatan mutu pendidikan melalui penetapan standar nasional pendidikan ini dilaksanakan oleh Badan Akreditasi Nasional Sekolah dan Madrasah (BAN S/ M), serta Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT), Melalui institusi-institusi ini, maka mutu pendidikan dengan berbagai komponennya benar-benar terbuktidengan seksama.

Ketiga, dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pada Bab XV Pasal 91 terdapat ketentuan tentang penjaminan mutu.Yaitu: (1) setiap satuan pendidikan dari jalur formal dan non formal wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan; (2) penjaminan mutu pendidikan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan; dan (3) penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap, sistematis, dan terencana dalam suatu program penjaminan mutu yang memiliki target dan kerangka waktu yang jelas.Penjamin mutu pendidikan ini termasuk pendidikan Islam yang di dalamnya terdapat pendidikan agama dan pendidikan keagamaan.

Keempat, di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Bab XVII, Bagian Ketiga, Pasal 61 terdapat ketentuan tentang Sertifikasi. Ketentuan ini selanjutnya di perkuat oleh Nomor 14 thn 2005 tentang sertifikasi guru dan dosen, serta sebagai peraturan turunannya. Didalam ketentuan tersebut dinyatakan, bahwa dalam rangka meningkatkan mutu Pendidikan perlu dilakukan peningkatan mutu guru kearah yang lebih professional, yaitu guru yang memiliki kompetensi akademik, profeional, pedagogi, kepribadian dan social. Dengan adanya ketentuan ini, maka diharapkan tidak ada lagi guru yang tidak professional yang berani melaksanakan tugas kependidikan.

Kelima, kebijakan tentang sekolah berstandar internasional (SBI) yang didasarkan pada adanya standar yang harus dipenuhi pada seluruh komponen pendidikannya, seperti standar isi/kurikulum, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar pengelolaan pendidikan, standar sarana prasarana, dan lain sebagainya.Selain itu, SBI ini juga misalnya harus menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar atau Bahasa internasional lainnya, dipimpin oleh kepala sekolah yang bergelar doktor untuk tingkat SMU, pengelolaan administrasi yang berbasis teknologi informasi, memiliki standar baku mutu (benchmarking) yang unggul yang ditandai dengan adanya sertifikat ISO, telah mencapai akreditasi A, dan berbagai persyaratan lainnya Dengan terpenuhinya ketentuan ini, maka sekolah bertarap internasional tersebut akan dapat diwujudkan.

Keenam, adanya kebijakan tentang pengelolaan Pendidikan yang berbasis pada mutu terpadu yang unggul (Total Quality Management/TMQ) yang bertumpu pada pemberian pelayanan yang terbaik dan memuaskan kepada seluruh pelanggan. Dengan demikian, para pelanggan akan merasa puas, terpenuhi harapannya, nyaman dan menyenangkan. Dalam konteks ini, pendididikan dilihat sebagai sebuah restoran yang menawarkan menu yang sesuai dengan selera pelanggan, pelayanannya yang ramah, santun, simpatik dan penuh perhatian, tempat yang bersih, indah, aman dan nyaman, harganya terjangkau, dan suasananya yang menyenangkan serta harga yang terjangkau. Dengan demikian, setiap uang yang dibayar oleh pelanggan dapat diimbangi dengan produk, jasa, dan lingkungan yang bermutu.

Dunia pendidikan juga tidak dapat terlepas dari sistem manajemen. Pada Pendidikan terdapat beberapa kelemahan mendasar dalam penyelenggaraannya di Indonesia, dan kelemahan mendasar itu antara lain yaitu bidang manajemen yang mencakup dimensi proses dan substansi. Pada tataran proses, seperti perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi belum dilakukan dengan prosedur kerja yang ketat. Pada tataran substantif, seperti personalia, keuangan, sarana dan prasarana, instrument pembelajaran, layanan bantu, layanan perpustakaan, dan sebagainya, tidak hanya substansinya belum komprehensif, melainkan kriteria keberhasilan untuk masing-masingnya belum ditetapkan secara taat asas. (Amirudin, 2017:1).

Madrasah menjadi alternatif pendidikan yang mudah dijangkau oleh masyarakat, karena waktu yang bersifat dapat menyesuaikan dan tempat yang masih dekat dengan rumah pribadi dan bersifat sementara sehingga pembelajaran hanya dilakukan beberapa jam untuk mendalami materi saja. Madrasah juga dapat menjadi pionir kemajuan salah satu Lembaga-lembaga pendidikan Islam yang telah berdiri di Indonesia. Dengan kata lain pendidikan Islam di Indonesia sudah mempunyai harapan untuk perkembangan masyarakat yang bertujuan memiliki kepribadian muslim dengan mempelajari ajaran-ajaran Islam sejak dini. Sekolah atau madrasah merupakan lembaga pendidikan termasuk yang penting setelah pendidikan dari keluarga, karena semakin bertambah kebutuhan anak, maka para orang tua menyerahkan tanggung jawabnya sebagian kepada lembaga sekolah ini. (wina khaerunisa, Amirudin, Iqbal Amar Muzaki, Moh.Subhan, 2021:164).

 

Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan analisis sebagaimana tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa upaya peningkatan mutu Pendidikan Islam sudah terintegrasi kedalam Sistem Pendidikan Nasional, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003. Keadaan ini seharusnya dimanfaatkan oleh para pengelola Pendidikan Islam, Karena didalam undang-undang tersebut sudah terbuka berbagai peluang yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan mutu Pendidikan Islam.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Abdul Jalil, Amirudin, Acep Nurlaeli. (2020). Implementasi Pendidikan Karakter
Berbasis Budaya Religius (Studi Deskriptif Di Sdit Tahfizh Qur�an Al-Jabar).
Jurnal Wahana Karya Ilmiah_Pascasarjana (S2) Pai Unsika, Vol.4 (2),4613�621.

Amirudin (2015). Transformasi Intelektual Melalui Penerbitan Buku-Buku Islam Serta Pengaruhnya Terhadap Dakwah Islam. Jurnal Studi Al-Qur�an, Vol.11 (2), 166-181.

Amirudin (2017). Peranan Manajemen Perguruan Tinggi Dan Implementasinya Di Fakultas Agama Islam (Fai) Unsika. Jurnal Pendidikan Islam Rabbani, Vol. 1 (No.1).Asy�arie, Musa, Manusia Pembentuk Kebudayaan Dalam Al-Qur�an, (Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam, 1992), Cet. I.

Al-Fiqqi, Ibrahim, 10 Kunci Pembangkit Diri Menuju Sukses, (Solo: Abyan, 2010).

Al-Jami�ah, Journal Of Islamic Studies, Volume No. 45. No. 2. 2007, Yogyakarta-Indonesia.

Buchori, Mochtar, Pendidikan Antisipatoris, (Yogyakarta: Kanisius, 2005), Cet. V.

Himpunan Peraturan Tentang Pendidikan Tinggi Di Indonesia Dan Pedoman Umum Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi, (Jakarta: Bina Dharma Pemuda, 2004).

Muhamad Tawab, Amirudin, Acep Nurlaeli, (2020). Konsep Pendidikan Karakter Dalam Kitab Adāb Al-�Ālim Wa Al-Muta�allim Karya Kh. Hasyim Asy'ari Dan Implementasinyadalam Penguatan Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam
Di Smp Negeri 2 Cikarang Selatan. Jurnal Wahana Karya Ilmiah Pascasarjana(S2) Pai Unsika. Vol. 4 (2).748-760.

Nata, Abuddin, Paradigma Pendidikan Islam, (Jakarta: Grasindo Persada, 2005), Cet. I.

____________, Pendidikan Multikultural Dalam Islam, (Jakarta: Uin Jakarta Press, 2005).

Palmer, Joy, A., 50 Pemikir Pendidikan Dari Piaget Sampai Masa Sekarang, (Yogyakarta: Jendela, 2003), Cet. I.

Prayitno, Dasar Teori Dan Praksis Pendidikan, (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2009), Cet. I.

Prawironegoro, Filsafat Ilmu Pendidikan, (Jakarta : Nusantara Consulting, 2010).

Rahardjo, M. Dawam, (Ed), Insan Kamil Konsep Manusia Menurut Islam, (Jakarta: Grafiti Press, 1987), Cet. Ii.

Rahman, Fazlur, Tema Pokok Al-Qur�an, (Terj.) Anas Mahyuddin Dari Judul Asli Major Themes Of The Qur�an (Bandung: Pustaka, 1403 H/ 1983 M), Cet. I.

Rahman, Yusuf, Islam And Society In Contemporary Indonesia, (Jakarta: Faculty Of Graduate Studies, 2006).

Soemantri Brodjonegoro, Satryo, �Dekastanisasi Pendidikan�, Dalam Kompas, Jum�at, 25 Maret 2011.

Suwito, Education In Several Countries, (Jakarta: Uin Jakarta Press, 2002).

Tjahyono, Herry, Culture Based Leadership Menuju Kebesaran Diri Dan Organisasi Melalui Kepemimpinan Berbasiskan Budaya Dan Budaya Kinerja Tinggi, (Jakarta: Kompas Gramedia, 2011), Cet. I.

Wina Khaerunisa, Amirudin, Iqbal Amar Muzaki, Moh.Subhan (2021). Madrasah Sebagai Alternatif Pelaksanaan Pendidikan Islam Dalam Persepsi Masyarakat (Studi Kasus Di Dta Sirojul Falah Ii, Telukjambe Barat Karawang). Jurnal Penelitian Dan Pemikiran Keislaman. Vol.8 (2).164-177.

 

 

Copyright holder:

Hana Niswatus Salamah, Amirudin, Achmad Junaedi Sitika (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: