Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 5, Mei 2022
ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT DITINJAU DENGAN
PERSPEKTIF JASON DAN SEGAL SERTA NILAI
PENDIDIKAN DALAM BUKU TUTUR DAERAH SUMBAWA BARAT
Faridah1,
Mahsun2, Johan Mahyudi2
1 Program Studi Magister Pendidikan Bahasa
Indonesia, Indonesia
2 Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, Universitas Mataram, Indonesia
Email: [email protected], [email protected],
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan
untuk mendeskripsikan struktur cerita rakyat ditinjau dengan perspektif Jason
dan Segal serta nilai pendidikan dalam buku Tutur Daerah Sumbawa Barat yang
didokumentasikan oleh Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Sumbawa Barat
Tahun 2018. Tutur Daerah Sumbawa Barat yang digunakan dalam penelitian yakni:
(1) Batu Liangongo, (2) Batu Dopa, (3) Santoana, (4) Balang Kitab Ode, (5)
Jompang Motong, (6) Unter Nore, (7) Jompong Suar, (8) Kaki Aca, dan (9) Batu
Rea. Pendeskripsian struktur cerita rakyat meliputi: the level of wording, the
level of poetic texture, the level of naratif, dan the level of meaning.
Melalui tingkatan makna (the level of meaning) dapat dijaring nilai-nilai
pendidikan berupa nilai pendidikan religius, nilai pendidikan moral, nilai sosiokultural,
dan nilai kearifan lokal.
Penelitian
ini merupakan jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif analitik
yaitu analisis data dengan cara memberi pemaparan dan penggambaran data dalam
bentuk uraian yang diperoleh dari kedalaman penghayatan terhadap interaksi
antarkonsep yang sedang dikaji secara empiris. Pengumpulan data dilakukan
melalui studi kepustakaan (library research) yang berfokus pada satu sasaran
(subjek), yaitu buku Tutur Daerah Sumbawa Barat. Data kemudian dianalisis
dengan pendekatan struktural dan�
mengikuti model analisis Huberman dan Miles yang terdiri dari empat
tahap yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, penyimpulan dan
verifikasi hasil penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cerita rakyat dalam buku Tutur
Daerah Sumbawa Barat secara umum memiliki empat tingkatan stuktur cerita yang
dimulai dari tingkatan kata, tingkatan tekstur puitik, tingkatan naratif
(jalinan� alur atau plot), dan tingkatan
makna. Keempat tingkatan struktur tersebut�
membentuk sebuah alur dan memiliki peran penting dalam pemaknaan yang
berbeda dengan cerita rakyat dari daerah lain serta sesuai dengan ciri khas
daerah Sumbawa Barat itu sendiri yang layak dinikmati, menarik, dan mudah
dipahami oleh pembaca.�� Selain itu,
penjaringan melalui tingkatan makna ditemukan nilai pendidikan yang sangat
bervariasi. Nilai pendidikan yang terdapat�
dalam kesembilan cerita tersebut antara lain nilai religius, nilai
moral, nilai sosiokultural dan nilai kearifan lokal. Struktur dan nilai
pendidikan dalam cerita rakyat Sumbawa Barat tersebut� dapat memperkaya khazanah pengetahuan serta
dijadikan rekomendasi kajian cerita rakyat dalam dunia pendidikan maupun
masyarakat secara umum
Kata kunci: analisis struktural; nilai pendidikan; tutur daerah; Sumbawa Barat; deskriptif analitik; library research.
Abstract
This study aims to describe the structure of folklore in terms of Jason
and Segal's perspective as well as the educational value in the West Sumbawa
Regional Speech book which was documented by the West Sumbawa Regency Archives
and Library Office 2018. The West Sumbawa Regional Speech used in the study
are: (1) Batu Liangongo, (2) Batu Dopa
, (3) Santoana, (4) Balang
Kitab Ode, (5) Jompang Motong,
(6) Unter Nore, (7) Jompong Suar, (8) Kaki Aca, and
(9) Batu Rea . The description of the structure of folklore includes: the level
of wording, the level of poetic texture, the level of narrative, and the level
of meaning. Through the level of meaning, educational values can be obtained in
the form of religious education values, moral education values, sociocultural
values, and local wisdom values. This research is a type of qualitative
research with analytical descriptive nature, namely data analysis by giving
exposure and describing data in the form of descriptions obtained from the
depth of appreciation of the interactions between concepts that are being
studied empirically. Data was collected through library research which focused
on one target (subject), namely the West Sumbawa Regional Speech book. The data
were then analyzed with a structural approach and followed the Huberman and
Miles analysis model which consisted of four stages, namely data collection,
data reduction, data presentation, conclusion and verification of research
results. The results showed that the folklore in the Tutur
Daerah Sumbawa Barat book generally has four levels of story structure starting
from the word level, the poetic texture level, the narrative level (woven plot
or plot), and the meaning level. The four levels of structure form a plot and
have an important role in different meanings from folklore from other regions
and in accordance with the characteristics of the West Sumbawa region itself
which is worthy of being enjoyed, interesting, and easily understood by readers.
In addition, screening through the levels of meaning found educational values
that vary greatly. The educational values contained in the nine stories include
religious values, moral values, sociocultural values and local wisdom values.
The structure and value of education in the folklore of West Sumbawa can enrich
the treasures of knowledge and be used as a recommendation for the study of
folklore in the world of education and society in general.
Keywords: structural analysis; educational value; regional speech; West Sumbawa;
���
descriptive analytics; library research.
Di dalam khazanah kesusastraan Indonesia terdapat dua penggolongan
besar sastra, yaitu sastra lisan dan sastra tulisan. Sasrta lisan adalah
kesusastraan yang mencakup ekspresi kesusatraan warga suatu kebudayaan yang
disebarkan dan diturun-temurunkan secara lisan (dari mulut ke mulut) sedangkan
sastra tulis adalah sastra yang menggunakan media tulisan atau literal (Gusnetti & Isnanda, 2015).
Sastra
lisan maupun tulisan mempunyai peranan penting dalam perkembangan kesusastraan
Indonesia. Pada hakikatnya sastra lisan maupun tulisan mempunyai akar yang
berkaitan erat dengan sejarah bangsa Indonesia,�
baik aspek sosio-kultural, moral, religi, hingga aspek politik. Ada sebagian sastra
lisan di Indonesia yang telah hilang karena tidak sempat didokumentasikan,
padahal wacana lisan memuat sistem kognitif masyarakat, sumber identitas, sarana ekspresi, sistem religi,
kepercayaan, pembentukan dan peneguhan adat-istiadat dan sejarah, hukum,
pengobatan, dan kearifan lokal dalam komunitas, serta lingkungannya (Isnanda, 2015).
Salah satu sastra lisan
dalam khaszanah kesusastraan Indonesia adalah cerita rakyat. Cerita rakyat� merupakan tradisi leluhur untuk menyampaikan
pesan moral yang sangat tinggi nilainya.�
Cerita rakyat yang kaya akan nilai-nilai moral dan kearifan lokal, bisa
dijadikan sarana komunikasi untuk mengajarkan nilai-nilai pendidikan tentang
kehidupan kepada masyarakat (Ardian, 2017). Cerita rakyat suatu
daerah merupakan salah satu warisan budaya masa lampau, masih dibutuhkan, berguna pada masa kini
dan masa yang akan datang. Cerita rakyat suatu daerah merupakan salah satu
warisan budaya bangsa yang harus digali dan dikaji agar nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya
berguna bagi kehidupan masyarakat sebagai kekayaan budaya (Syaputra, Sariyatun, & Ardianto, 2020).
Berbagai nilai tersebut terdapat dalam cerita rakyat Daerah Sumbawa Barat yang terceritakan tanpa ada pakem atau pola sehingga menjadi tata nilai tanpa kontrol, tanpa dokumentasi dan berstandar pola didik yang dalam bahasa Samawa disebut dengan batuter. Budaya batuter dapat diartikan sebagai kegiatan mendongeng atau bercerita.�� Perkembangan tradisi lisan yang tidak secepat perkembangan tradisi tulisan, membuat budaya� batuter di Kabupaten Sumbawa Barat �ikut mengalami perubahan, terutama pada era modern seperti saat ini. Perkembangan teknologi yang begitu pesat bahkan nyaris membuat masyarakat meninggalkan tradisi lisan, terutama budaya batuter (Primadata & Biroli, 2020).
Oleh karenanya, Perpustakaan Kabupaten Sumbawa Barat sebagai lembaga pemerintah yang concern terhadap pelestarian karya daerah terdorong untuk mengumpulkan kembali karya yang mulai tenggelam untuk didokumentasikan secara layak sebagai upaya pengenalan dan pelestarian sejarah. Dengan terdokumentasinya karya daerah yang berupa cerita rakyat Daerah Sumbawa Barat yang terserak selama ini maka upaya pengenalan dan pelestarian sejarah dapat terjaga dan dipertahankan. Tutur Daerah Sumbawa Barat merupakan identitas budaya, wejangan, hiburan sekaligus pendidikan dari sastra lisan sebagai wadah penyampaian nilai dan tata adat yang baik di dalam masyarakat Sumbawa Barat (Idris, 2018).
Dari sembilan cerita rakyat yang telah terdokumentasi dalam buku �berjudul Tutur Daerah Sumbawa Barat yang diterbitkan oleh Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Daerah Sumbawa Barat tahun 2018 tentunya memiliki struktur� cerita yang saling berhubungan sehingga menjadi sebuah cerita yang layak dinikmati dan mudah dipahami oleh para pembaca, selain itu dipercaya mengandung kekuatan nilai pendidikan. Untuk mengetahui struktur dan nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam tutur daerah tersebut, peneliti melakukan kajian terhadap struktur cerita menurut perspektif Jason dan Segal meliputi: the level of wording, the level of poetic texture, the level of narrative, dan the level of meaning (Kamberelis, 1999). �Selanjutnya melalui tingkat makna (the level of meaning) dijaring nilai-nilai pendidikan yang meliputi nilai religius, nilai moral, nilai sosiokultural dan kearifan lokal. Hasil dari penelitian diharapkan dapat memperkaya khazanah pengetahuan struktur cerita dan nilai pendidikan dalam cerita rakyat Sumbawa Barat, serta dapat dijadikan rekomendasi kajian cerita rakyat dalam dunia pendidikan.
1.
Hakikat Cerita Rakyat
Cerita rakyat adalah
cerita yang berkembang
dan hidup di kalangan masyarakat. Cerita rakyat berkembang secara turun-temurun dan disampaikan secara lisan. Oleh karena itulah, cerita rakyat sering pula disebut sebagai sastra lisan atau tradisi
lisan (Efendi, Hudiyono, & Murtadlo, 2019).
Pembicaraan tradisi lisan
dimulai dari konsep folklore. Folklore adalah
bentuk majemuk yang berasal dari dua
kata dasar, yakni folk dan lore, yang diindonesiakan menjadi folklor. Danandjaja (ANGGRAENI, n.d.),
dijelaskan bahwa folklor dapat ditinjau
secara etimologi yang berasal dari kata folk dan lore. Folk merupakan suatu kelompok atau kolektif,
yang dapat diartikan sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Ciri pengenal
itu dapat berupa warna kulit
yang sama, bentuk rambut yang sama, mata pencaharian yang sama, bahasa yang sama, taraf pendidikan
yang sama, dan agama yang sama.
Mereka memilki suatu tradisi yaitu
kebiasaan dan kebudayaan
yang diwariskan secara turun-temurun dan diakui sebagai milik bersama (Mana, 2018). Mereka
sadar akan identitas kelompoknya sendiri. Sedangkan lore yaitu sebagian kebudayaan yang diwariskan secara turun-temurun secara lisan atau melalui
suatu contoh yang disertai gerak isyarat atau alat
pembantu pengingat (mnemonic device).
Cerita rakyat memiliki berbagai manfaat yang sangat berharga dalam kehidupan masyarakat yaitu untuk menanamkan benih-benih kesadaran akan budaya yang menjadi pendukung kehidupan, sebagai penghubung kebudayaan masa silam dengan kebudayaan yang akan datang, juga sebagai pengokoh nilai-nilai sosial budaya yang berlaku dalam masyarakat dan menjadi tuntunan tingkah laku dalam pergaulan sosial.
Cerita atau prosa rakyat dibagi dalam tiga penggolongan besar yaitu: (1) mite (myth), (2) legenda (legend), dan dongeng (folktale). Sejalan dengan itu Haviland (dalam Patangai, 2021) juga membagi cerita rakyat ke dalam tiga kelompok besar, yaitu: (1) mitos, (2) legenda, (3) dongeng (Sastriyani, n.d.). Ketiga bentuk cerita rakyat tersebut secara teoritis dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.
Mite
Mite (mitos) adalah prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang empunya cerita. Mite ditokohi oleh para dewa atau makhluk setengah dewa.
b.
Legenda
Legenda adalah cerita-cerita semi historis yang memaparkan perbuatan para pahlawan, perpindahan penduduk, terciptanya adat kebiasaan lokal, dan yang istimewa selalu berupa campuran antara realisme dan yang supernatural dan luar biasa.
c.
Dongeng
Dongeng adalah prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita dan dongeng tidak terikat oleh waktu maupun tempat. Dongeng berkaitan dengan cerita mengenai manusia dan binatang. Dongeng tidak dianggap benar-benar terjadi, walaupun ada banyak melukiskan kebenaran atau berisi ajaran moral (Amin & Syahrul, 2013).
Dalam penelitian ini digunakan pendapat Bascom dan Haviland, sehingga pembagian cerita rakyat meliputi mite, legenda, dan dongeng. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan cerita rakyat dalam buku Tutur Derah Sumbawa Barat yang disajikan dalam penelitian ini masuk dalam kategori tersebut.����
2.
Struktur Cerita Rakyat
Istilah struktur sangat erat kaitannya dengan pemikiran Ferdinand de Saussure mengenai sistem dikotomis bahasanya, yaitu significant dan signifie, langue, parole, sikronik, dan diakronik, serta hubungan sintagmatik dan paradigmatik. Pendekatan struktural yang mendasari pemikiran Saussure lantas berkembang dan menjadi tren keilmuan tidak saja di bidang linguistik, tetapi juga dapat dijadikan model pendekatan dalam ilmu-ilmu lain (FANY, 2021). Penelitian yang dilakukan para Saussurean difokuskan pada sebuah usaha untuk menemukan hukum-hukum yang berada atau yang menjadi struktur pembentuk karya. Mereka memandang bahwa kaidah-kaidah dan hubungan mengenai prilaku manusia mungkin berada dibawah kesadaran aktornya dan hal tersebut merupakan pondasi dan kondisi untuk tindakan dan makna-makna khusus. Artinya, unsur-unsur dalam karya sastra yang dominan haruslah memainkan peranan penting dalam pemaknaan, sedangkan unsur yang kurang dominan harus tunduk pada unsur yang dominan. Oleh karenanya, prinsip antar hubungan dalam sebuah struktur karya sastra merupakan fokus utama yang menjadi perhatian dalam pendekatan ini (Mulyana, n.d.).
Menurut Jason dan Segal dalam Hutomo (1991:30), struktur dalam sastra lisan dibedakan menjadi empat tingkatan seperti terlihat pada gambar berikut.
Gambar 1
Struktur Sastra Lisan
Berdasarkan gambar di atas dapat dijelskan bahwa tingkatan kata (the level of wording) pada struktur sastra lisan, masuk ke dalam
domain linguistik khususnya
dialektologi. Selanjutnya dijelaskan oleh (Hutomo, 1991: 4)
bahwa salah satu ciri bahasa yang digunakan dalam sastra lisan adalah menggunakan gaya bahasa lisan
(sehari�hari), mengandung dialek, kadang-kadang diucapkan tidak lengkap (Ananda, 2017).
Tingkatan tekstur puitika (The level of poetic texture) merupakan tingkat jalinan kata-kata dan hal ini meliputi masalah ciri-ciri bahasa prosa dan puisi, gaya sebuah genre, kebudayaan, aliran-aliran pencerita dan penyanyi ataupun gaya yang aneh perseorangan di dalam pertunjukan. Tingkatan naratif atau jalinan alur/plot (the level of narrative) merupakan elemen-elemen struktur sastra lisan yang satu sama lain saling berkaitan. Model Vladimir Propp, misalnya, adalah gabungan tingkat (b) tekstur puitika dan (c) tingkat naratif dan harus dimengerti sebagai surface-layer (lapisan luar). Model �Alan Dundes merupakan gabungan dari pola surface layer dan deep layer (Nurgiantoro, 2018).
Dalam kerangka SFL (systemic funcional linguistics), struktur teks genre cerita naratif memiliki struktur berfikir yaitu: judul, pengenalan/orientasi,� masalah/komplikasi, dan pemecahan masalah. Teks naratif memandang bahwa peristiwa yang terjadi dalam cerita merupakan
sesuatu yang tidak lazim oleh karena itu maka ketidaklaziman
itu dapat dipandang sebagai komplikasi yang memunculkan masalah maka perlu
pemecahan masalah sehingga melahirkan teks sastra jenis penceritaan yang disebut teks cerita naratif
(Pratiwi, 2019).
Adapun
tingkatan makna (the level of narative) dapat diperoleh dengan jalan dianalisis lewat tingkatan yang ada, dari makna kata-katanya, jalinannya, dan teksnya sendiri. Jelasnya, isi dan struktur teks dapat
dibongkar dan dianalisis
maknanya, terutama di dalam keterikatannya satu sama lain (Maryulianty, 2019).
Dengan demikian yang menjadi fokus penelitian ini adalah� berkaitan
dengan empat tingkatan struktur sastra lisan menurut perspektif
Jason dan Segal khususnya cerita
rakyat yang meliputi: the level of wording, the level of poetic
texture, the level of narrative, dan
the level of meaning.
3. Nilai Pendidikan dalam Cerita Rakyat
Nilai pendidikan merupakan batasan segala sesuatu yang mendidik ke arah kedewasaan,
bersifat baik yang diperoleh melalui proses pendidikan sehingga berguna bagi kehidupan.
Proses pendidikan bukan berarti hanya dapat
dilakukan dalam satu tempat dan satu waktu. Dihubungkan
dengan eksistensi kehidupan manusia, nilai-nilai pendidikan diarahkan pada pembentukan pribadi manusia sebagai makhluk individu, religius, sosial, dan berbudaya melalui proses pendidikan (Caniago, 2021).� �
Dalam cerita
rakyat dapat ditemukan sejumlah nilai pendidikan yang dapat dipetik melalui
peristiwa-peristiwa yang ada,
karakter tokoh cerita, hubungan antartokoh dalam cerita, dan lain-lain. Hal-hal positif maupun negatif akan diketahui
setelah membaca cerita tersebut. Nilai pendidikan dalam cerita rakyat dapat
menambah kekayaan batin para penikmatnya. Keteladanan dan petuah-petuah bijak melalui tokoh
atau peristiwa dapat ditemukan dalam sebuah cerita.
Seseorang dapat menemukan nilai-nilai pendidikan dari sebuah cerita rakyat
manakala ia mau berusaha memahami
isinya. Nilai tersebut berperan penting dalam pendidikan dan mempererat tali persaudaraan dalam membina hubungan masyarakat. Nilai juga dapat diperoleh dari
cerita-cerita tentang masa lalu yang memberikan begitu banyak nasihat
juga ajaran tentang baik dan buruk maupun pesan yang terkandung di dalamnya (Syuhada, Murtadlo, & Rokhmansyah, 2018).� Nilai-nilai pendidikan dari ke sembilan cerita
rakyat dalam buku Tutur Daerah Sumbawa Barat dapat di jaring melalui tingkatan makna (the level of
meaning) meliputi: (1) nilai
religius, (2) nilai moral,
(3) nilai sosiokultural,
dan (4) kearifan lokal.
Metode Penelitian
Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mendeskrpsikan
struktur dan� nilai pendidikan cerita rakyat dalam buku
Tutur Daerah Sumbawa Barat. Oleh karenanya
penelitian ini termasuk penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif analitik yaitu jenis penelitian
dengan tidak menggunakan data berupa angka-angka tetapi menggunakan data yang diperoleh dari kedalaman penghayatan terhadap interaksi antarkonsep yang sedang dikaji secara
empiris. Data yang diperoleh
disajikan dalam bentuk deskripsi yang kemudian dianalisis secara mendalam (Semi, 1993).
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
struktural melalui studi kepustakaan (library
research) yaitu serangkaian
kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan
data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian. Adapun tahap-tahap
yang harus ditempuh penulis dalam penelitian
kepustakaan adalah (1) mengumpulkan bahan-bahan penelitian, (2) membaca bahan kepustakaan, (3) membuat catatan penelitian dan (4) mengolah catatan penelitian.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik dokumentasi. Dalam teknik dokumentasi
ini, penulis menerapkan beberapa langkah, yaitu: (1) membaca sumber data primer. (2) membuat catatan yang berkaitan dengan penelitian dari sumber data primer. (3)�
mengolah catatan
yang sudah terkumpul. Sedangkan metode analisis data mengikuti tahap analisis data model (Sugiyono, 2018)
yang terdiri atas empat tahap yaitu:
(1)�� pengumpulan data (data collection)
(2) reduksi data (data
reduction), (3) penyajian data (data display), dan
(4) penyimpulan/verifikasi hasil penelitian (conclusion
drawing/verification).Untuk mendukung langkah-langkah operasional penelitian terutama yang berkaiatan dengan teknik pengumpulan
data dalam penelitian, peneliti dibantu dengan instrumen-instrumen pembantu berupa lembaran analisis struktur dan lembar analisis nilai-nilai pendidikan dari sembilan cerita rakyat dalam buku
Tutur Daerah Sumbawa Barat.
Adapun sumber
data penelitian ini adalah buku yang berjudul Tutur Daerah sumbawa Barat sebanyak 129 halaman yang diterbitkan oleh
Dinas Kearsipan dan Perpustakaan
Kabupaten Sumbawa Barat Tahun
2018,� yang terdiri dari sembilan
cerita rakyat yaitu: (1) Batu Liangongo, (2)
Batu Dopa , (3) Santoana ,(4) Balang
Kitab Ode, (5) Jompang Motong,
(6) Unter Nore, (7) Jompong Suar, (8) Kaki Aca, dan
(9) Batu Rea.
Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan
hasil temuan dari kesembilan cerita rakyat dalam
buku Tutur Daerah Kabupaten Sumbawa Barat maka hasil analisis difokuskan pada pembahasan yang berisi beberapa paparan yang menyangkut dengan struktur cerita rakyat menurut
perspektif Jason dan Segal serta
nilai pendidikan yang terkandung di dalamnya. Selanjutnya, pembahasan tentang nilai pendidikan
dalam cerita rakyat tersebut akan dipaparkan melalui tingkatan makna (the level of
meaning) dari cerita rakyat dalam buku
Tutur Daerah Sumbawa Barat.
Cerita rakyat dalam buku Tutur Daerah Sumbawa Barat memiliki struktur sangat sederhana yang membangun cerita tersebut dari tingkatan kata hingga tingkatan makna. Adapun struktur cerita yang dimaksud adalah the level of wording, the level of poetic texture, the level of naratif, dan the level of meaning. Keempat tingkatan struktur tersebut� membentuk sebuah alur dan memiliki peran penting dalam pemaknaan yang berbeda dengan cerita rakyat dari daerah lain karena sajian cerita disesuaikan dengan ciri khas daerah Sumbawa Barat itu sendiri yang layak dinikmati. Dengan adanya ciri khas daerah membuat cerita lebih� menarik dan mudah dipahami oleh pembaca.��
Cerita rakyat Sumbawa Barat sama halnya dengan cerita-cerita rakyat lainnya yang ada di nusantara, di dalamnya juga mempunyai unsur-unsur yang perlu di ketahui oleh pendengar dan pembacanya sehingga dapat mengantarkan pembaca ke mana arah isi cerita. Dengan adanya struktur cerita� maka dapat membentuk karakter cerita yang kuat dan akurat, mampu menunjukkan isi cerita, membuat kerangka cerita yang utuh dan lengkap, dan mampu menghidupkan jalan cerita.
Adapun struktur yang dimaksud dapat� dilihat� pada tabel berikut.
Tabel 1
Klasifikasi Data
Berdasarkan Struktur Cerita
(The
Level of Wording)
No |
Penutur |
Cerita |
Struktur Cerita |
Ket |
||||
DS |
DT |
DS |
MD |
MK |
||||
1 |
Ajad Sajadah Amir |
Batu���
Liango Ngo |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
|
Jompong Suar |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
|
||
2 |
H.
Amirud din
HH |
Batu�� Dopa |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
|
Balang Kitab Ode |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
|
||
3 |
Ibrahim
Has dan ASA |
Jompang Motong |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
|
Santoana |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
|
||
4 |
Dato
Zuhu |
Unter Nore |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
|
5 |
Penutur KSB |
Kaki
Aca |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
|
Batu
Rea |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
|
Keterangan:
DS� ��� = Dialek Standar
DT� ��� = Dialek Taliwang
DS� ��� = Dialek Sumbawa
MD��� = Makna Denotasi
MK��� = Makna Konotasi
������ �� Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan
bahwa secara umum semua cerita
rakyat dalam buku Tutur Daerah Sumbawa Barat memiliki beberapa kata yang merupakan ciri khas daerah Sumbawa dan Sumbawa
Barat dengan menggunakan dialek Taliwang dan dialek Sumbawa misalnya: lawas, langko, bagenang, temung kopok, temung serama,
temung puju, temung sorong sampan, dan
lain-lain. Ada juga�
kata-kata khas yang menggunakan
dialek standar misalnya: hajatan, tetua adat, pamali,
gunting rambut, semata wayang dan lain-lain.
Kata-kata khas tersebut memiliki sebaran dan jumlah� yang berbeda
pada setiap cerita rakyat yang ada dalam buku Tutur
Daerah Sumbawa Barat. Kata-kata khas tersebut� memiliki makna denotasi dan makna konotasi yang menjadikan sajian ceritanya berbeda dengan cerita rakyat
dari daerah lain sehingga dapat menjadi daya tarik
dan keunikan tersendiri bagi pembacanya.
Tabel 2
Klasifikasi Data
Berdasarkan Struktur Cerita
(The
Level of Poetic Texture)
No |
Penutur |
Cerita |
Struktur Cerita |
Ket |
||||
TP |
MD |
MK |
||||||
U |
P |
L |
||||||
1 |
Ajad Sajadah Amir |
Batu��� Liango Ngo |
√ |
- |
√ |
√ |
√ |
|
Jompong Suar |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
|
||
2 |
H.
Amirud din
HH |
Batu�� Dopa |
- |
√ |
- |
- |
√ |
|
Balang Kitab Ode |
- |
- |
√ |
- |
√ |
|
||
3 |
Ibrahim
Has dan ASA |
Jompang Motong |
- |
√ |
- |
- |
√ |
|
Santoana |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
|
||
4 |
Dato
Zuhu |
Unter Nore |
- |
- |
- |
- |
- |
|
5 |
Penutur KSB |
Kaki
Aca |
√ |
- |
- |
- |
√ |
|
Batu
Rea |
√ |
- |
- |
√ |
- |
|
Keterangan:
TP�� ��� = Tekstur Puitika/jalinan kata
�������������� yang indah
U��� ��� = Ungkapan
P���� ��� = Pribahasa
L�������� = Lawas
MD��� = Makna Denotasi
MK��� = Makna Konotasi
������ Berdasarkan tabel 2 di atas terdapat satu cerita
rakyat yang tidak memiliki level tekstur puitik yaitu cerita
yang berjudul Untur Nore, sedangkan delapan cerita yang lainnya memiliki unsur tekstur puitik
dengan sebaran yang berbeda. Unsur puitik yang dimaksud terkait dengan penggunaan bahasa atau jalinan kata-kata yang indah dalam setiap
cerita. Cerita yang berjudul Batu Liangongo, Santoana, dan Jompong Suar memiliki sebaran
unsur puitik terbanyak dan bervariasi dibandingkan cerita rakyat lainnya seperti penggunaan ungkapan, pribahasa/pepatah, lawas, langko, dan lain-lain. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum cerita
rakyat yang terdapat dalam buku Tutur Daerah Sumbawa Barat memiliki gaya bahasa
yang khas dengan jalinan kata-kata yang dapat menghadirkan aspek keindahan sehingga pembaca dapat menikmati
cerita, menikmati gambaran tindakan, pikiran, dan pandangan yang diciptakan pengarang serta dapat mengagumi
keahlian pengarang dalam menggunakan bahasa dan pencapaian tujuan cerita. Selanjutnya gaya bahasa keseluruhan/atau gaya penceritaan
dari masing-masing cerita rakyat menggunakan gaya narasi.
Tabel 3
Klasifikasi Data
Berdasarkan Struktur Cerita
(The
Level of Narative)
No |
Penutur |
Cerita |
Struktur Cerita |
Ket |
|||
J |
O |
K |
R |
||||
1 |
Ajad Sajadah Amir |
Batu��� Liango ngo |
√ |
√ |
√ |
√ |
|
Jompong
Suar |
√ |
√ |
√ |
√ |
|
||
2 |
H. Amirud din
HH |
Batu�� Dopa |
√ |
√ |
√ |
√ |
|
Balang
Kitab Ode |
√ |
√ |
√ |
√ |
|
||
3 |
Ibrahim
Has dan ASA |
Jompang
Motong |
√ |
√ |
√ |
√ |
|
Santoana |
√ |
√ |
√ |
√ |
|
||
4 |
Dato Zuhu |
Unter Nore |
√ |
√ |
√ |
√ |
|
5 |
Penutur
KSB |
Kaki
Aca |
√ |
√ |
√ |
√ |
|
Batu
Rea |
√ |
√ |
√ |
√ |
|
Keterangan:
J����� ��� = Judul
O��� ��� = Orientasi/pengenalan
K��� ��� = Klimaks/masalah
R��� ���� = Resolusi/pemecahan masalah
Berdasarkan tabel 3 di atas terlihat bahwa semua cerita rakyat dalam buku Tutur Daerah Sumbawa barat memiliki struktur naratif yang lengkap jika dikaitkan dengan kerangka SFL (Sistemic Fungsional Linguistic), maka memiliki struktur teks yang terdiri dari: judul, pengenalan/orientasi, masalah/ komplikasi, dan pemecahan masalah (Mahsun, Mahyudi, & Sudirman, 2018). Dengan demikian kesembilan cerita rakyat tersebut dapat dikategorikan sebagai genre cerita naratif, dimana fungsi-fungsi naratif di dalamnya membentuk suatu hubungan kausalitas atau sebab akibat yang dapat memberikan penguatan dalam proses membangun cerita, menggerakkan jalan cerita, dari awal, tengah, sampai mencapai klimaks dan akhir cerita sehingga cerita tersebut menarik dan dapat menghibur pendengar atau pembacanya.
Tabel 4
Klasifikasi Data
Berdasarkan Struktur Cerita
(The
Level of Meaning)
No |
Penutur |
Cerita |
Struktur Cerita |
Nilai |
|||||
SV |
SNv |
MS |
NR |
NM |
NS |
NKl |
|||
1 |
Ajad Sajadah Amir |
Batu��� Liango ngo |
√ |
- |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
Jompong Suar |
√ |
- |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
||
2 |
H.
Amirud din
HH |
Batu�� Dopa |
√ |
- |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
Balang Kitab Ode |
√ |
- |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
||
3 |
Ibrahim
Has dan ASA |
Jompang Motong |
√ |
- |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
Santoana |
√ |
- |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
||
4 |
Dato
Zuhu |
Unter Nore |
√ |
- |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
5 |
Penutur KSB |
Kaki
Aca |
√ |
- |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
Batu
Rea |
√ |
- |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
Keterangan:
SV� �� � = Simbol Verbal
SNv���� = Simbol Non Verbal
MS ��� = Makna Simbolik
NR��� � =
Nilai Religius
NM��� =
Nilai Moral
NS������ = Nilai Sosiokultural
NKl���� = Nilai Kearifan
Lokal
Berdasarkan Tabel 4 di atas terlihat bahwa semua cerita rakyat dalam buku Tutur Daerah Sumbawa Barat memiliki simbol verbal yang mengacu kepada unsur kebahasaan dan tidak memiliki simbol non verbal. Hal ini disebabkan karena data yang dikumpulkan hanya mengacu pada cerita rakyat dalam bentuk tertulis (sastra tulisan). Bahasa dapat membantu untuk memiliki kemampuan memahami dan menggunakan simbol, khususnya simbol verbal dalam pemikiran dan berkomunikasi untuk mengungkapkan ide atau gagasan baik secara lisan maupun tertulis dalam makna-makna tertentu secara efektif dan spontan.� Sedangkan tanda nonverbal merupakan isyarat yang bukan kata-kata. Prilaku pelaku dan benda-benda kongkrit yang terikat dengan budaya merupakan tanda nonverbal (Sulistyorini & Andalas, 2017).
Selanjutnya dalam tabel di atas terlihat bahwa pemaknaan terhadap simbol verbal yang terdapat pada cerita rakyat dalam buku Tutur Daerah Sumbawa Barat syarat dengan nilai-nilai pendidikan yang dapat dijadikan identitas budaya, wejangan, tata nilai dan tata adat yang baik di dalam masyarakat Sumbawa Barat. Nilai-nilai pendidikan tersebut memiliki sebaran yang berbeda dalam setiap cerita. Adapun nilai-nilai pendidikan yang dapat dipetik dari kesebilan cerita rakyat tersebut adalah nilai religius, nilai moral, nilai sosiokultural, dan nilai kearifan lokal.
Berdasarkan keempat tabel di atas terlihat
bahwa dari sembilan cerita rakyat dalam buku
Tutur Daerah Sumbawa Barat yang dianalisis, keempat tingkatan struktur sastra lisan dalam hal
ini cerita rakyat menurut perspektif Jason dan Segal, tergambar
dalam cerita. Hal ini menunjukan bahwa cerita rakyat
yang merupakan� bagian
dari karya sastra, kehadirannya sangat bermanfaat bagi penikmat sastra karena rentetan peristiwa dihantarkan oleh struktur cerita yang jelas. Dengan adanya
struktur, cerita bisa
lebih mudah dinikmati. Struktur memberikan petunjuk kepada pembaca atau pendengar bahwa dalam sebuah
cerita� terdapat jenjang yang menuntun sebuah cerita dari
awal hingga akhir atau dari
tingkatan kata (level of wording) hingga
tingkatan makna (level of meaning). Antara satu
struktur dan antarstruktur lainnya merupakan satu kesatuan utuh
yang terdiri dari unsur-unsur yang terkait, dalam membangun cerita yang lengkap dan bermakna serta memiliki nilai-nilai pendidikan yang berguna untuk kemanusiaan yang tidak lepas dari
nilai-nilai kebudayaan yang
memiliki norma-norma, adat istiadat dan peraturan yang dijunjung tinggi oleh lapisan masyarakat suatu bangsa didasarkan atas prinsip-rinsip, cita-cita dan filsafat yang berlaku dalam masyarakat.
Nilai Pendidikan memiliki esensi
dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi supaya� menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik.
Kesimpulan
Melalui hasil penelitian dan pembahasan yang telah
dilakukan, maka dapat dirumuskan simpulannya terkait struktur sastra lisan
dalam hal ini cerita rakyat� berdasarkan
perspektif Jason dan Segal serta nilai pendidikan yang terdapat pada cerita
rakyat� dalam Tutur Daerah Sumbawa Barat.
Struktur yang terdapat dalam sembilan cerita rakyat Kabupaten Sumbawa Barat
sangat sederhana yang membangun cerita tersebut dari awal sampai akhir atau
dari tingkatan kata (level of wording) hingga tingkatan makna (level of
meaning), sehingga dapat mengantarkan pembaca ke mana arah isi cerita. Dengan
adanya struktur cerita, menunjukan bahwa cerita rakyat yang merupakan bagian
dari karya sastra yang kehadirannya dapat bermanfaat bagi penikmat sastra
karena peristiwa dihantarkan oleh struktur cerita yang jelas sehingga dapat
membentuk karakter cerita yang kuat dan akurat, mampu menunjukkan isi cerita,
membuat kerangka cerita yang utuh dan lengkap, dan mampu menghidupkan jalan
cerita manakala cerita mengalami antiklimaks. Struktur cerita tersebut
meliputi: the level of wording, the level of poetic texture, the level of
naratif, dan the level of meaning.�
Melalui tingkatan makna (the level of meaning)
dipetik sejumlah nilai pendidikan yang sangat bervariasi meliputi:� nilai religius, nilai moral,� nilai sosiokultural, dan nilai kearifan
lokal. Nilai-nilai tersebut dapat dijaring�
melalui pemaknaan terhadap simbol verbal yang ada, yaitu simbol verbal
yang mengacu kepada unsur kebahasaan. Bahasa dapat membantu untuk memiliki
kemampuan memahami dan menggunakan simbol, khususnya simbol verbal dalam
pemikiran dan berkomunikasi untuk mengungkapkan ide atau gagasan baik secara
lisan maupun tertulis dalam makna-makna tertentu secara efektif dan spontan.
Selain itu, hal-hal positif maupun negatif akan diketahui setelah membaca
cerita tersebut. Keteladanan dan petuah-petuah bijak melalui tokoh atau
peristiwa. Seseorang dapat menemukan nilai-nilai pendidikan dari sebuah cerita
rakyat manakala seseorang mau berusaha memahami isinya. Jika perlu, untuk
benar-benar memahami isi cerita, pembacaan cerita dapat dilakukan berulang kali
dari cerita yang dibaca tersebut akan diperoleh nilai-nilai pendidikan melalui
peristiwa-peristiwa yang ada, karakter tokoh cerita, hubungan antar tokoh dalam
cerita, dan lain-lain.
Selanjutnya, berdasarkan hasil pendeskripsian
tentang struktur dan nilai pendidikan pada cerita rakyat dalam buku Tutur
Daerah Sumbawa Barat yang telah diuraikan di atas, maka dapat dipaparkan
beberapa saran yang menyangkut dengan tujuan penelitian ini, yaitu kepada: (1)
Generasi muda yang berkeinginan untuk meneliti tentang cerita rakyat daerah
Sumbawa Barat perlu melakukan telaah ulang terhadap cerita rakyat daerah
Sumbawa Barat lebih lanjut terhadap aspek-aspek lain yang belum dikaji dalam
penelitian ini, misalnya konsep ruang naratif dalam cerita; (2) Masyarakat
Daerah Sumbawa Barat menyadari bahwa cerita tersebut sudah jarang mereka
ceritakan kepada generasi muda. Berdasarkan fakta tersebut, maka hendaknya
dokumentasi cerita rakyat dalam Tutur Daerah Sumbawa Barat yang ditangani oleh
Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Sumbawa Barat lebih diperbanyak agar
dapat dan dibagikan pada masyarakat terutama generasi muda agar mereka
mengetahui tentang ceritanya sebagai sebagai milik dan jati diri mereka; (3)
Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat hendaknya dapat memotivasi penulis-penulis
agar mereka ikut mendukumentasikan cerita rakyat yang lainnya. Jika hal itu
dilakukan, maka secara keseluruhan cerita yang ada di daerah Sumbawa Barat akan
dapat dilestarikan dan dapat dibaca oleh generasi selanjutnya.
Amin, Irzal, & Syahrul, R. (2013). Cerita
Rakyat Penamaan Desa Di Kerinci: Kategori Dan Fungsi Sosial Teks. Bahasa, Sastra,
Dan Pembelajaran, 1(1). Google Scholar
Ananda, Refisa. (2017). Kajian Fungsi
Sastra Lisan Kaba Urang Tanjuang Karang Pada Pertunjukan Dendang Pauah. Semantik,
4(2), 92�122. Google Scholar
Anggraeni, Dssy. (N.D.). Mitos Dalam
Upacara Ider Bumi Di Desa Kemiren Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi Dan
Pemanfaatannya Sebagai Alternatif Materi Pembelajaran Bahasa Dan Sastra
Indonesia Kelas Vii Smp. Google Scholar
Ardian, Eko Sajaril. (2017). Analisis
Struktural Dan Fungsi Sosial Dalam Kumpulan Cerita Rakyat Papua Barat. Universitas
Widya Dharma. Google Scholar
Caniago, Elnila. (2021). Analisis Nilai
Moral Novel Ya Allah Aku Rindu Ibu Karya Irfa Hudaya. Linguistik: Jurnal
Bahasa Dan Sastra, 6(1), 124�134. Google Scholar
Efendi, M. Faisol, Hudiyono, Yusak, & Murtadlo,
Akhmad. (2019). Analisis Cerita Rakyat Miaduka Ditinjau Dari Kajian Sastra Anak.
Jurnal Ilmu Budaya Vol, 3(3). Google Scholar
Fany, Fany Setyowati. (2021). Pesan
Toleransi Dalam Kartun Animasi Diva The Series (Analisis Semiotika Ferdinand De
Saussure). Iain Purwokerto. Google Scholar
Gusnetti, Syofiani, & Isnanda, Romi.
(2015). Struktur Dan Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Cerita Rakyat Kabupaten Tanah
Datar Provinsi Sumatera Barat. Jurnal Penelitian Bahasa Dan Sastra Indonesia
V1. I2, 183, 192. Google Scholar
Idris, Idnan A. (2018). Klarifikasi Al-Quran
Atas Berita Hoaks. Elex Media Komputindo. Google Scholar
Isnanda, Romi. (2015). Peran Pengajaran Sastra
Dan Budaya Dalam Pembentukan Karater Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Gramatika,
1(2), 80703. Google Scholar
Kamberelis, George. (1999). Genre
Development And Learning:" Children Writing Stories, Science Reports, And
Poems". Research In The Teaching Of English, 403�460. Google Scholar
Mahsun, Mahsun, Mahyudi, Johan, & Sudirman,
Sudirman. (2018). Pengembangan Desain Pembelajaran Bahasa Indonesia Berbasis
Teks. Prosiding Konferensi Nasional Pengabdian Kepada Masyarakat Dan
Corporate Social Responsibility (Pkm-Csr), 1, 1287�1301. Google Scholar
Mana, Lira Hayu Afdetis. (2018). Buku
Ajar Mata Kuliah Folklor. Deepublish. Google Scholar
Maryulianty, Leny. (2019). Analisis Tingkat
Kemampuan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Sistem Persamaan Linear Tiga
Variabel Berdasarkan Taksonomi Solo. Numeracy, 6(1), 153�165. Google Scholar
Mulyana, Syekh Muhamad. (N.D.). Tafsir
Esoterik Kisah Hūd Dalam Al-Qur�an (Studi Terhadap Laṭāif Al-Isyārāt
�Abd Al-Karīm Al-Qusyairi). Google Scholar
Nurgiantoro, Burhan. (2018). Sastra Anak:
Pengantar Pemahaman Dunia Anak. Ugm Press. Google Scholar
Pratiwi, Ririn Tri. (2019). Kajian
Linguistik Forensik: Penghinaan Dan Pencemaran Nama Baik Artis Dewi Persik Oleh
Rosa Meldianti. Seminar Nasional Literasi, 4(1). Google Scholar
Primadata, Ankarlina Pandu, & Biroli, Alfan.
(2020). Tradisi Lisan: Perkembangan Mendongeng Kepada Anak Di Era Modern. Unej
E-Proceeding, 496�505. Google Scholar
Sastriyani, Siti Hariti. (N.D.). Tokoh
Dalam Folklor Perancis. Humaniora, 11(3), 102�108. Google Scholar
Semi, M. Atar. (1993). Metode Penelitian
Sastra. Angkasa.Google Scholar
Sugiyono, Statistik. (2018). Metode
Penelitian Kualitatif Untuk Penelitian Yang Bersifat: Eksploratif, Enterpretif,
Interaktif Dan Konstruktif. Bandung: Cv. Alfabeta. Google Scholar
Sulistyorini, Dwi, & Andalas, Eggy
Fajar. (2017). Sastra Lisan: Kajian Teori Dan Perapannya Dalam Penelitian.
Madani. Google Scholar
Syaputra, M. Afrillyan Dwi, Sariyatun, Sariyatun,
& Ardianto, Deny Tri. (2020). Pemanfaatan Situs Purbakala Candi Muaro Jambi
Sebagai Objek Pembelajaran Sejarah Lokal Di Era Digital. Jurnal Pendidikan
Sejarah Indonesia, 3(1), 77�87. Google Scholar
Syuhada, Syuhada, Murtadlo, Akhmad, & Rokhmansyah,
Alfian. (2018). Nilai Dalam Cerita Rakyat Suku Dayak Tunjung Tulur Aji Jangkat
Di Kutai Barat: Kajian Folklor. Ilmu Budaya: Jurnal Bahasa, Sastra, Seni Dan
Budaya, 2(2), 188�195. Google Scholar
Copyright holder: Faridah, Mahsun, Johan Mahyudi (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed
under: |