Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 5, Mei 2022
PERSPEKTIF EKONOMI DALAM KONSTITUSI INDONESIA DAN
RELEVANSINYA DALAM MENGHADAPI TANTANGAN EKONOMI
AKIBAT PANDEMI COVID-19
Henry
Aspan, M. Tartib, Etty Sri Wahyuni
Dosen Universitas Pembangunan Panca Budi, Medan, Indonesia
Dosen Universitas Batam, Indonesia
Email: [email protected], [email protected],
[email protected]
Abstrak
Pada penghujung tahun 2019, dunia menghadapi
tantangan dengan munculnya Corona Virus Disease (Covid) - 19 yang mewabah di
Kota Wuhan, China. Konstitusi
mengatur secara umum landasan norma kebijakan oleh Pemerintah. Konstitusi
negara yang berbicara tentang persoalan ekonomi terdapat pada pasal �Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasar
atas asas kekeluargaan� (Pasal 33 Ayat 1). Asas
kekeluargaan Pasal 33 ayat 1 telah menggambarkan secara gamblang bahwa konsep
pembangunan ekonomi kita berbasis asas kewarganegaraan amanat kontitusi yang
mengarah pada terciptanya negara walfare state. Yaitu negara yang
pemerintahannya menjamin terselenggaranya kesejahteraan rakyat. Oleh karenanya,
pembangunan ekonomi mesti berdasarkan konstitusi secara substantif dengan asas
kekeluargaan sebagai soko guru perekonomian yang dicita-citakan oleh pendiri
bangsa. Untuk itu,
diperlukan kesadaran dalam menerapkan kembali nilai-nilai ideologi di bidang ekonomi dalam
konstitusi secara substansif guna penguatan ekonomi terdampak yang covid-19 ini agar roda
ekonomi kembali pulih serta semakin kuat dan kokoh
Kata Kunci: ekonomi, konstitusi, pandemi, covid-19
Abstract
At the end of 2019, the world faced challenges with the emergence of
Corona Virus Disease (Covid) - 19 which was endemic in the city of Wuhan,
China. The Constitution generally regulates the basis for policy norms by the
Government. The state constitution that talks about economic issues is
contained in the article "The economy is structured as a joint effort
based on the principle of kinship" (Article 33 Paragraph 1). The principle
of kinship Article 33 paragraph 1 has clearly described that our concept of
economic development is based on the principle of citizenship as mandated by
the constitution which leads to the creation of a welfare state. Namely a
country whose government guarantees the welfare of the people. Therefore,
economic development must be based on the constitution in a substantive manner
with the principle of kinship as the pillar of the economy teacher aspired to
by the nation's founders. For this reason, awareness is needed in re-applying
ideological values in the economic field in the constitution
substantially in order to strengthen the economy affected by COVID-19 so that
the economy can recover and become stronger and stronger.
Keywords: economy, constitution, pandemic, covid-19
Pendahuluan
Pada penghujung tahun
2019, dunia menghadapi tantangan dengan munculnya Corona Virus Disease (Covid) 19 yang mewabah di Kota Wuhan, China.
Isu lambatnya penanganan pencegahan penyebaran virus dan �ditutupnya�
rapat-rapat informasi tersebut dari dunia luar oleh Pemerintah China
menyebabkan virus covid-19 telah
menyebar hampir ke seluruh dunia. Virus mematikan ini telah membuat seluruh
pemimpin negara bekerja keras dalam menjaga keselamatan dan kesehatan warga negaranya, sehingga WHO
mengumumkan bahwa Physical Distancing dan
sederet Protokol Kesehatan mesti diterapkan oleh berbagai negara di dunia.
Penutupan tempat
keramaian mulai dilakukan untuk memutus mata rantai penyebaran covid-19. Hal ini
tentu saja membuat hampir seluruh aspek kegiatan sosial, ekonomi, budaya, dan politik
terhenti serta tidak dapat dilaksanakan sebagaimana
biasanya. Tak jarang merosotnya ekonomi sebagai akibat dampak covid-19 seperti
terjadinya PHK dimana-mana, penutupan mall dan berbagai toko, matinya beberapa
sektor ekonomi kreatif dan pariwisata, dan lain sebagainya tentu saja memberi
pukulan telak bagi pemasukan dan pendapatan negara. Sehingga berbagai usaha
perlu dilakukan oleh Pemerintah dalam membangun kembali perekonomian agar tetap
kokoh.
Pada masa-masa
seperti ini, masyarakat dibebankan kembali dengan berbagai kebijakan pemerintah
yang dinilai sangat membebani masyarakat dan menuai kontroversi. Kebijakan
seperti naiknya tagihan listrik yang membengkak, iuran BPJS yang melonjak naik,
serta harga bahan bakar
minyak (BBM) yang tak kunjung diturunkan,
padahal pemerintah sudah sepatutnya mengikuti tren negara di dunia dengan menurunkan harga BBM. Ada
kesalahan dengan ekonomi Indonesia saat ini, padahal pondasi konstitusi
dianggap sebagai konsep ideologi yang kuat untuk menopang
berbagai tantangan ekonomi sebagai konsep tujuan yang mulia. Namun faktanya,
ketika dihadapkan dengan musibah pandemi ini, penurunan drastis pendapatan di bidang ekonomi yang cenderung rapuh
membuat pemerintah perlu berfikir untuk kembali pada
konstitusi kita dalam menerapkan berbagai paket kebijakan di bidang ekonomi.
Tujuan
penelitian ini adalah untuk menemukan kembali landasan filosofis yang
termaktub dalam konstitusi sebagai hukum tertinggi di Indonesia termasuk
dalam bidang ekonomi, guna penguatan
ekonomi yang terdampak covid-19 ini agar roda
ekonomi kembali pulih serta semakin kuat dan kokoh, sehingga berdampak terhadap
kemajuan bangsa dan negara menuju welfare state (negara kesejahteraan).
Metode Penelitian
Penelitian ini
menggunakan metode penelitian yang bersifar penyelesaian masalah dengan
menelusuri berbagai sumber dan bahan dalam penguraian masalah. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif, empiris dan
socio legal. Metode penelitian ini merupakan instrumen penelitian dalam
mengurai permasalahan hukum yang ada dengan penyesuaian masalah masing-masing.
Alat yang
digunakan dikumpulkan berdasarkan kebutuhan penelitian yang berupa
undang-undang, buku, internet, wawancaa dengan ahli dan kainnt
Hasil dan Pembahasan
1.
Pandemi Covid 19
dan Dampaknya Terhadap Perekonomian Indonesia
Pandemic
covid 19 telah memberi pukulan telak bagi perekonomian Indonesia di berbagai
sektor. Berdasarkan pertumbuhan tahunan (year-on-year),
sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan-1 tahun 2020 yang paling
besar hanya pada sektor informasi dan komunikasi, yaitu sebesar 0,53%. Hal ini
wajar mengingat bahwa dengan adanya anjuran untuk tidak keluar rumah maka
banyak orang yang mengakses pekerjaan, hiburan, dan pendidikan melalui teknologi
informasi dan komunikasi. Seiring hal tersebut, volume penjualan listrik PLN ke
rumah tangga juga meningkat .
Berdasarkan
rilis dari Badan Pusat Statistik, jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke
Indonesia pada triwulan-1 tahun 2020 juga menurun drastic, yaitu hanya sejumlah
2,61 juta kunjungan wisatawan, berkurang 34,9 persen bila dibanding tahun
sebelumnya. Hal ini sejalan dengan adanya larangan penerbangan antar negara
yang mulai diberlakukan pada pertengahan Februari 2020. Jumlah penumpang angkutan
rel dan udara juga tumbuh negatif seiring dengan diberlakukannya Pembatasan
Sosial Berskala Besar (PSBB). Lalu kapan wabah covid-19 ini berakhir dan
bagaimana dampaknya terhadap perekonomian Indoensia? Berdasarkan analisa data
yang dikeluarkan oleh The Singapore University of Technology and Design dengan
menggunakan metode estimasi pandemi Susceptible Infected Recovered (SIR) dengan
DDE (Data Driven Estimation), maka diperkirakan puncak pandemi di Indonesia
terjadi pada bulan April 2020 sampai dengan Juli 2021. Data ini dikeluarkan
pada Mei 2020 yang diambil berdasarkan data dari berbagai negara untuk
memprediksi berakhirnya pandemi di dunia.
Para
pencari kerja di Indonesia akan kesulitan mencari lowongan pekerjaan jika
ekonomi memasuki resesi. Pendapatan korporasi dan pelaku usaha juga bisa
menurun lantaran berkurangnya daya beli masyarakat. Menteri Keuangan Sri
Mulyani telah dua kali membeberkan proyeksi pertumbuhan Produk Domestik Bruto
(PDB) Indonesia dalam kuartal berjalan dan beberapa kuartal ke depan, dimana
proyeksinya suram. Untuk kuartal-2 yang berjalan sampai akhir Juni 2020, Pemerintah
Indonesia memproyeksi ekonomi akan menyusut sampai minus 3,8%. Sementara
pertumbuhan PDB di kuartal-3, yang dimulai Juli, diprediksi akan tumbuh di
kisaran 1,4%, atau melemah sampai minus 1,6% dari periode yang sama tahun
sebelumnya. Untuk kuartal-4, Pemerintah Indonesia berharap ekonomi mulai
mencatatkan pertumbuhan sebesar 3,4%, atau paling sedikit 1%. Jika pertumbuhan
ekonomi minus dalam dua triwulan berturut-turut, maka bisa dikatakan Indonesia
mengalami resesi, kata Sri Mulyani .
Jika
kondisi terus seperti ini, tentu saja berbahaya bagi kelangsungan negara dalam
menjalankan pemerintahan. Tentu saja, kondisi seperti ini membuat kita perlu
kembali lagi pada pondasi awal bernegara, yaitu konstitusi. Untuk mengukur
seberapa kuat amanat konstitusi dijalankan sehingga ekonomi ketika dihadapkan
dengan kejadian seperti ini, mampu bertahan dengan tetap stabil. Mengingat
hukum ekonomi sudah semestinya mengabdi pada kepentingan masyarakat banyak.
2.
Konstitusi
dan Konsep Ideologi Perekonomian Indonesia
Konstitusi saat
ini dapat dipahami
sebagai suatu konsep yang niscaya bagi setiap negara modern. Dasar keberadaan
konstitusi adalah kesepakatan umum atau persetujuan (consensus) diantara mayoritas masyarakat mengenai bangunan yang
ideal berkenaan dengan negara (Asshiddiqie, 2015). Konstitusi dalam ilmu hukum sering
menggunakan beberapa istilah dengan arti yang sama. Sebaliknya ada kalanya
untuk arti yang berbeda digunakan istilah yang sama. Selain konstitusi,
dikenal juga dengan
istilah lain seperti Undang-Undang Dasar (UUD) dan
hukum dasar. Pendapat mengenai istilah konstitusi dan UUD terbagi menjadi
dua, pertama, pendapat yang mengatakan bahwa konstitusi dan UUD itu berbeda, kedua, pendapat yang menyamakan definisi
keduanya (Chaidir, 2007).
Dalam
praktik sehari-hari, istilah konstitusi constitution (Bahasa Inggris) sering
diidentikan dengan UUD atau grundgesetz (Bahasa Jerman)
atau groundwet (Bahasa Belanda). Padahal
makna dari kata tersebut sangat berbeda. Penyamaan pengertian antar kedua
konsep tersebut terjadi akibat dari pengaruh paham kodifikasi yang
menghendaki bahwa semua peraturan hukum dibuat dan dibentuk tertulis demi
mencapai suatu kesatuan hukum, kesederhanaan hukum, dan kepastian hukum (Harman, 2013).
Herman
Heller menyatakan bahwa istilah kosntitusi memunyai mana yang lebih luas dari
pada UUD. Konstitusi merupakan suatu pengertian sosiologis suatu refleksi
kehidupan politik nyata yang dikembangkan dimasyarakat dan pada tahap ini
konstitusi belum merupakan yuridis. Setelah unsur-unsur hukum konstitusi yang
hidup dalam masyarakat itu diadopsi menjadi kaidah hukum, maka konstitusi
semula hanya memiliki makna sosiologis-politis diberi bobot yuridis. Jika UUD
dikaitkan dengan kostitusi maka sebenarnya UUD hanyalah sebagian dari
pengertian konstitusi, yakni kontitusi tertulis. Pemahaman modern salah
mengerti konstitusi karena menyamakan dengan UUD, padahal konstitusi tidak
hanya bersifat yuridis, tetapi juga sosiologis dan politis (Harman, 2013).
Dalam
kepustakaan ketatanegaraan Belanda, negeri yang menjadi sumber tata hukum
Indonesia, dibedakan secara tegas pengertian groundwet (UUD) dari constitutie
(Konstuotusi). UUD adalah bagian tertulis darisebuah konstitusi, sedangkan
konstitusi memuat baik peraturan tertulis maupun peraturan tidak tertulis. Para
penyusun UUD nampaknya mengikuti aliran fikiran yang berkembang di Belanda,
sebab penjelasan UUD 1945 mengatakan bahwa UUD hanyalah sebagian dari hukum
dasar negara. UUD adalah hukum dasar tertulis dan disamping UUD itu berlaku
juga hukum dasar tidak tertulis. Hukum dasar tidak tertulis itu adalah
aturan-aturan yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara
bersifat tidak tertulis (Harman, 2013).
3.
Konsepsi Ekonomi Konstitusi Indonesia Dalam
Menghadapi Tantangan Ekonomi Akibat Covid-19
Secara
garis besar, konstitusi dibentuk bertujuan untuk membatasi tindakan
sewenang-wenang pemerintah, menjamin hak-hak pihak yang diperintah (rakyat),
dan menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat sehingga pada hakekatnya
tujuan konstitusi merupakan perwujudan paham tentang konstitusionalisme, yang
berarti pembatasan terhadap kekuasaan pemerintah di satu pihak dan jaminan
terhadap hak-hak warga negara maupun setiap penduduk di lain pihak . Maka dalam
rangka itulah Negara Kesatuan Republik Indonesia membentuk konstitusinya.
Perubahan
UUD 1945 di awal reformasi pada dasarnya meliputi sistem pelembagaan dan
hubungan tiga cabang kekuasaan negara yang utama, sistem pemerintahan lokal,
pengaturan jaminan perlindungan HAM yang lebih rinci, dan berbagai sistem dalam
penyelenggaraan negara (pemilu, pendidikan dan kebudayaan, perekonomian,
kesejahteraan sosial, pertahanan dan keamanan, dan lain-lain) . Begitulah
konstitusi mengatur norma umum sebagai landasan bagi pemerintah untuk
melaksanakan pembangunan dengan berbagai kebijakan-kebijakan yang diprogramkan.
Bagaimanapun
sifat penuangan kebijakan ekonomi di dalamnya, konstitusi sebagai dokumen hukum
dapat menjadi sarana untuk membuka jalan, merekayasa dan mengarahkan dinamika
ekonomi dalam masyarakat. Kebijakan-kebijakan ekonomi dalam konstitusi
tersebut, baik yang dimuat secara eksplisit ataupun implisit, dijabarkan dalam
bentuk kebijakan yang lebih operasional yang biasanya dituangkan dalam bentuk hukum
tertentu, seperti undang-undang dan perundangan-undangan lainnya .
Semua
peraturan ini berfungsi sebagai instrumen yang memacu laju perkembangan
ekonomi, atau sebaliknya membuat perekonomian menjadi mandek. Faktor-faktor
peraturan ini dalam ilmu ekonomi disebut sebagai salah satu elemen
institusional dalam dinamika� kebijakan
ekonomi. Seorang ekonom institusionalis, sangat menekankan aspek kelembagaan
dan peraturan semacam ini dalam perekonomian. Dengan demikian, jika kita
berbicara mengenai ekonomi konstitusi berarti berbicara mengenai perekonomian
yang didasarkan atas norma hukum konstitusional yang bersifat mutlak tidak
boleh dilanggar oleh penentu kebijakan ekonomi yang bersifat operasional.
Namun,
bagaimana sesungguhnya konsepsi ekonomi konstitusi Indonesia dalam menghadapi
tantangan ekonomi terdampak covid-19. Tentu saja konstitusi mengatur secara
umum sebagai landasan norma kebijakan Pemerintah. Konstitusi negara yang
berbicara tentang persoalan ekonomi terdapat pada pasal �Perekonomian disusun sebagai
usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan� (Pasal 33 ayat (1));
�Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai oleh negara� (Pasal 33 ayat (2)); �Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat� (Pasal 33 ayat (3)); dan �Perekonomian
nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi
nasional� (Pasal 33 ayat (4)).
Jika
dilihat bunyi konstitusi ekonomi tersebut, maka tujuan hukum adalah memberikan
kemanfaatan dan kebahagiaan terbesar kepada sebanyak-banyaknya warga
masyarakat. Jadi, konsepnya meletakkan kemanfaatan sebagai tujuan utama hukum.
Ukurannya adalah kebahagian yang sebesar-besarnya bagi sebanyak-banyaknya
orang. Penilaian baik-buruk, adil atau tidaknya hukum ini sangat tergantung apakah
hukum mampu memberikan kebahagian kepada manusia atau tidak. Kemanfaatan
diartikan sama sebagai kebahagiaan (happiness). Asas kekeluargaan Pasal 33 ayat
(1) telah menggambarkan secara gamblang bahwa konsep pembangunan ekonomi kita
berbasis asas kekeluargaan. Tentu saja asas kekeluargaan ini dimaksudkan untuk
menghadirkan kebahagiaan bagi sebanyak-banyaknya masyarakat sebagai warga
negara. Karena tujuan hukum adalah hukum dapat memberikan jaminan kebahagiaan
kepada individu-individu, barulah kepada orang banyak. �the greatest happiness
of the greatest number� (kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi
sebanyak-banyaknya orang).
Prinsip
ini harus diterapkan secara kuatitatif, karena kualitas kesenangan selalu sama.
Untuk mewujudkan kebahagiaan individu dan masyarakat maka perundang-undangan
harus mencapai empat tujuan, (1) to provide subsistence (untuk memberi nafkah
hidup); (2) to provide abundance (untuk memberikan nafkah makanan berlimpah);
(3) to provide security (untuk memberikan perlindungan); dan (4) to attain
equity (untuk mencapai persamaan). Hal ini sesuai dengan amanat UUD 1945 Pasal
34 ayat (1) yang berbunyi, �Fakir miskin dan anak-anak yang telantar dipelihara
oleh negara�; ayat (2): �Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi
seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai
dengan martabat kemanusiaan�; dan ayat (3), �Negara bertanggung jawab atas
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang
layak�. Tentu saja utilitarianisme mesti terwujud dengan kebahagiaan orang
banyak. Sehingga berbagai kebijakan kontroversial sudah semestinya kembali pada
amanat substantif UUD 1945.
Konsepsi
ekonomi konstitusi Indonesia dalam menghadapi tantangan ekonomi terdampak
covid-19 hendaknya benar-benar mengabdi pada amanat kontitusi yang mengarah
pada terciptanya negara walfare state. Yaitu negara yang pemerintahannya
menjamin terselenggaranya kesejahteraan rakyat. Hadirnya negara dalam memainkan
peranan usaha memberikan kondisi sejahtera (well-being), sebagai pelayanan
sosial, tunjangan sosial, serta sebagai proses atau usaha terencana, sebuah
proses yang dilakukan oleh perorangan, lembaga-lembaga sosial, masyarakat
maupun badan-badan pemerintah untuk meningkatkan kualitas kehidupan. Dengan
kondisi covid-19 saat ini, Pemerintah selaku organisasi dalam menjalankan
sebuah negara dituntut untuk memenuhi kebutuhan tersebut dengan memanfaatkan
segala daya dan upaya dari sumber daya alam dan sumber daya manusia untuk
mewujudkannya dengan berbagai program dan kebijakan yang pro rakyat.
Oleh
karenanya, pembangunan ekonomi mesti berdasarkan konstitusi secara substantif
dengan asas kekeluargaan sebagai soko guru perekonomian yang dicita-citakan
oleh pendiri bangsa. Sehingga berbagai kebijakan ekonomi yang kontroversial
seperti kenaikan iuran BPJS, membengkaknya tagihan listrik dan lain sebagainya
hendaknya memperhatikan kondisi masyarakat yang saat ini dihadapkan dengan
wabah covid-19. Hal ini tentu saja menyangkut tujuan hukum tersebut sebagai
alat perwujudan untuk kebahagiaan orang banyak. Selain itu, berbagai konsep
rapuh ketika dihadapkan dengan kondisi yang tidak stabil, sehingga kembali pada
konsep ekonomi substantif konstitusi terlaksanakan dengan baik.
Kesimpulan
Pada dasarnya, fungsi dari konstitusi tidak hanya sebagai alat pembatasan kekuasaan semata, namun
maksud yang mendalam dari pada sekedar pembatasan kekuasaan
ini ialah adanya
perlindungan hak-hak warga negara yang diatur didalamnya. Sehingga konstitusi
memuat norma terkait demokrasi (democracy), penegakan hukum (rule of law), perlindungan hak asasi manusia (the human right protection), keadilan sosial (social justice), dan anti diskriminasi (anti discrimination) yang
semuanya mengarah pada tujuan terciptanya negara kesejahteraan (walfare state). Oleh karena itu, jika negara benar-benar menjalankan nilai-nilai
norma dalam konstitusi secara substantif, maka bukan merupakan suatu hal yang
mustahil bagi negara seluas Indonesia untuk mencapai
derajat sebagai negara kesejahteraan.
Dengan konsep asas kekeluargaan dalam mengelola
ekonomi serta sebagai soko guru pembangunan ekonomi negara, sudah semestinya
Indonesia tidak terlalu ambruk dan terperosok pada hancurnya ekonomi negara yang diakibatkan oleh pandemi
covid-19. Ada penyangga kekuataan ekonomi
yang kokoh jika asas kekeluargaan dalam artian positif sejak dini menjadi
kesadaran bersama dalam membangun pondasi ekonomi negara.
Untuk itu, diperlukan kesadaran dalam menerapkan kembali nilai-nilai
ideologi di bidang ekonomi
dalam konstitusi secara substantif dalam penguatan ekonomi yang terdampak covid-19 ini agar
roda ekonomi kembali pulih serta semakin kuat dan kokoh, sehingga berdampak terhadap kemajuan bangsa dan
negara menuju welfare state (negara kesejahteraan).
Asshiddiqie, Jimly. (2015). Konstitusi
bernegara: Praksis kenegaraan bermartabat dan demokratis. Setara Press. Google Scholar
Chaidir, Ellydar. (2007). Hukum dan Teori
Konstitusi. Kreasi Total Media Yogyakarta. Google Scholar
Harman, Benny K. (2013). Mempertimbangkan Mahkamah
Konstitusi. Kepustakaan Populer Gramedia. Google Scholar
������
Copyright holder: Henry Aspan, M. Tartib, Etty Sri Wahyuni (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed
under: |