Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 5, Mei 2022
ANALISIS BUDAYA KESELAMATAN PASIEN DAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT : LITERATUR RIVIEW
Lely Rahmawati, Sarah Handayani
Mahasiswa Prodi
Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat UHAMKA, Indonesia
Dosen Prodi
Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat: UHAMKA, Indonesia
Email: [email protected], [email protected]
Abstrak
Keselamatan pasien sangat penting agar dapat dicegah dan dikurangi
timbulnya kesalahan dan risiko yang terjadi pada pasien selama penyelengaraan pelayanan
kesehatan. Sehingga apabila rumah sakit mau menyurutkan
kejadian keselamatan pasien, rumah sakit
diharapkan mengimplementasikan budaya keselamatan pasien. Tujuan dari� penelitian mendapatkan pemahaman
implementasi budaya keselamatan pasien dan insiden keselamatan pasien berbasis bukti. Peneliti memakai methode pengumpulan data berbentuk artikel ilmiah dari database google scholar. Kata �kunci yang disertakan adalah sesuai dengan
materi." Implementasi Budaya Keselamatan Pasien berdasarkan Agency of healthcare Research and Quality
(AHRQ)", dan "Insiden Keselamatan Pasien". Beberapa artikel
pilihan, 10 artikel �dijadikan satu dan
sesuai sama topik. Berbagai artikel yang
diteliti didapatkan budaya keselamatan pasien dekat kaitannya sama insiden keselamatan
pasien. Dengan meningkatnya budaya keselamatan pasien, insiden keselamatan pasien
dapat diminimalisir. Upaya yang dilakukan salah satunya �berkembangnya impelementasi budaya keselamatan
agar tidak timbulnya insiden keselamatan pasien adalah adanya laporan insiden keselamatan
pasien.
Kata Kunci: Keselamatan Pasien, Budaya, Insiden
Abstract
Patients
safety is very important to prevent and reduce the incidence of errors and
hazards that occur to patients during the provision of health services. So, if
hospitals want to reduce patients safety incidents, hospitals are expected to implement
a patient safety culture. the purpose of the study is to gain an understanding
of the implementation of culture safety patients and incident safety patients
on a basic basis. The researcher uses a data collection method in the form of
scientific treatises from the google scholar database. The keywords included
are the same as the ingredients. Implementation of Patient Safety Culture Based
on Agency of Healthcare Research and Quality (AHRQ) and Patient Safety
Incidents. Several selected articles, 10 articles made into one and according
to the same topic. Various articles studied found culture safety patient was
closely related to incidence safety patient. With an increase in patient safety
culture, incidents of patient safety can be minimized. Efforts are being made,
one of which is the development of the implementation of safety culture so that
incidents safety patient does not arise is the existence of reports of
incidents safety patient.
Keywords: Patient Safety, Culture, Incident
��������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������
Pendahuluan
Keselamatan pasien adalah pedoman signifikan dalam
bantuan medis. Patient safety rumah sakit adalah kerangka kerja dimana
klinik darurat membuat pertimbangan pasien lebih aman, termasuk: assessmen
akibat, identifikasi dan eksekutif masalah yang mengidentifikasi dengan bahaya
pasien, laporan dan peneriksaan kejadian, mampu mengambil pelajaran dari
kejadian serta tindaklanjutnya dan penerapan jalan keluar �supaya akibat dari masalah dapat ditekan
serta� menghindari munculnya luka akibat
dari kelalaian melakukan tindakan atau tidak menerapkan tindakan semestinya. (PermenkesNo11,
2017) Sistem tersebut diharapkan dapat mengendalikan
munculnya luka akibat kelalaian dalam pelaksanaan tindakan atau tidak menerapkan
tindakan semestinya.
Insiden keselamata pasien yaitu kejadian tidak
disengaja dan situasi berpotensi munculnya luka yang mampu dikendalikan untuk
pasien, antara lain insiden membuat pasien cedera (KTD), insiden sudah ke
pasien dan� hampir cedera (KNC), insiden
sudah ke pasien tapi pasien tidak cedera (KTC) dan insiden yang mengakibatkan
cedera, tapi belum ke pasien (KPC). (PermenkesNo11, 2017)
KNC
merupakan terjadinya insiden yang belum terpapar pada
pasien, insiden yang hampir mencederai pasien selalu terjadi dibandingkan
insiden yang membuat pasien cedera, lamanya tujuh sampai seratus kali lebih
sering terjadi (Salsabila & Supriyanto, 2020). KTD merupakan insiden
yang mengakibatkan cedera pasien, nyaris segala insiden yang membuat pasien
cedera timbul� adanya� gabungan dari kekecewaan aktif (faktor
manusia yang melakukan pelanggaran) dan kegagalan laten (kegagalan organisasi
atau manajemen) (Salsabila & Supriyanto, 2020). Bentuk
pernyataan Insiden Keselamatan Pasien mendapatkan munculnya laporan peristiwa
insiden membuat pasien cedera (14,41%) dan insiden yang hampir mencederai
pasien (18,53%) hal ini dikaraenakan standar operasional prosedur �bantuan kebugaran (9,26 %), peristiwa� kekuasaan (9,26%), dan Pasien berjatuhan
(5,15%) (Komite Keselamatan Pasien Rumah
Sakit, 2015).
Dalam menurunkan kejadian insiden keselamatan pasien,� diperlukanlah budaya keselamatan pasien
sesuai dengan UU 36/2009 keselamatan pasien wajib diutamakan oleh rumah sakit
dibandingkan yang lain sesuai implementasi budaya keselamatan pasien. Mungkin
saat ini tidak ada pembenaran setiap rumah sakit untuk tidak melaksanakan
budaya1keselamatan pasien karena itu sulit kerugian materi namun juga bahaya
bagi kehidupan pasien.
Dalam mewujudkan budaya keselamatan pasien perlu adanya ukuran penilaian budaya keselamatan
pasien di rumah sakit. Budaya keselamatan pasien dinilai pada
prespektif staf rumah sakit yang terdiri harapan atasan/manajer
serta tindakan mendukung keselamatan, organisasi pembelajaran perbaikan �berkelanjutan, kerjasama dalam unit rumah sakit,
komunikasi terbuka, masukan dan komunikasi �tentang kesalahan, respon tidak menghukum atas
kesalahan, susunan staffing, dukungan
manajemen �terhadap keselamatan pasien, kerjasama
di seluruh unit rumah sakit, handoffs/perpindahan dan transisi pasien, persepsi keseluruhan keselamatan pasien, dan frekuensi kejadian2dilaporkan2(Agency Hospital Research Quality (AHRQ), 2016). (Rochmah et al., 2019).
Untuk itu, rumah sakit perlu mengurangi frekuensi
insiden keselamatan pasien, rumah sakit harus melaksanakan budaya keselamatan pasien.
Kajian tentang pemahaman budaya keselamatan pasien telah didisi akhir-akhir
ini. meskipun demikian, �masih belum ada penilaian berjenjang dan penilaian
kuantitatif dari sifat pemeriksaan ini. Maksud tujuan dari artikel ini adalah
untuk menemukan penggunaan budaya keselamatan pasien
yang diidentifikasi dengan insiden keselamatan pasien berbasis bukti.�
Journal
Metode Penelitian
Riset
dari artikel ini berbentuk literatur riview.
Dalam menemukan tinjauan literatur (literatur review)
terkait analisis
budaya
keselamatan
pasien
serta
insiden
keselamatan
pasien.
Pencarian tinjauan literatur menggunakan metode mengumpulkan jurnal dengan cara melaksanakan telusur artikel
publish pada Google Scholar pada kata
kunci "implementasi budaya keselamatan pasien berdasarkan AHRQ" dan "insiden keselamatan pasien". Sehubungan keterbatasan
waktu, cakupan luas dari topik, serta sejumlah besar publikasi juga lebih
spesifik, maka dilakukan batasan pada tahun publikasi dengan waktu� 2 tahun terakhir pada 2019-2021.
Langkah-langkah
pengumpulan data. Pertama adalah identifikasi,
yaitu penulis� melaksanakan pengumpulan jurnal yang
didasarkan pada Google Scholar. Kedua adalah penyaringan. Tahap
ini peneliti melaksanakan
penyaringan,
diperoleh 288 jurnal�
tentang implementasi budaya
keselamatan
pasien di rumah sakit berdasarkan AHRQ dan memperolah 150 artikel terkait
insiden keselamatan
pasien di rumah
sakit.
Ketiga, peneliti �melaksanakan penggabungan
artikel terpilih 2
tahun terakhir dan diperoleh
121 jurnal pada google scholar untuk budaya keselamatan
pasien di rumah sakit
berdasarkan AHRQ �dan 83 artikel insiden
keselamatan pasien di rumah sakit.
Tahapan ketiga kelayakan (eligibility), �peneliti
mengabungkan yang cocok dengan ketentuan untuk artikel rujukan. Keempat adalah tahap yang
termasuk (inluded). Peneliti memilih 10 jurnal penelitian yang digabungkan dan
dianggap relevan dengan topik pembahasan yang akan digunakan dalam literatur riview.
Hasil
dan Pembahasan
A.
Hasil3
Tabel
1
Deskripsi
Jurnal Terpilih
Peneliti |
Judul Penelitian |
Metode
Penelitian |
Temuan |
Budaya
Keselamatan Pasien |
|
||
Mangindra, Samad MA, Insani Y,
Robert �Mario Uta |
Implementasi3 Budaya 3Keselamatan3Pasien pada rawat4Inap
RS Bhayangkara
Makasar |
Cross4Sectional |
�
Adanya kategori baik
terhadap budaya3keselamatan3pasien kerjasama3tim3didalam3unit (89,2%), kerjasama3tim 3antar 3unit
(87,8%), umpan balik serta3komunikasi
3terhadap3kesalahan3(86,5%), pembelajaran dan3peningakatan3 berkelanjutan (86,5%), dukungan manajemen3rs
terhadap3keselamatan3pasien (81,1%), keterbukaan3komunikasi (79,1) serta3penyerahan3dan pemindaha3 pasien3(75,7%) �
Kategori
cukup terhadap budaya keselamatan pasien frekuensi3pelaporan3kejadian3(66,9%),3persepsi3keselamatan3pasien (58,11) �
Kategori
kurang terhadap budaya keselamatan pasien harapan dan tindakan3pengawas/manajer dalam mempromosikan kselamatan pasien (42,6%), respon3terhadap keselahan (25%) dan petugas yang memadai/staffing
(20,9%) |
�Siagian E |
Penerapan
Budaya Keselamatan Pasien pada Perawat di3Rumah3Sakit Swasta3Lampung |
Cross
Sectional |
�
Dimensi
yang masuk kategori baik pembelajaran organisasi serta� perbaikan secara berkelanjutan (91,4%), frekuensi
pelaporan insiden (81%), kerjasama tim dalam unit (86,4%),3komunikasi3terbuka (80%), umpan balik3dan komunikasi tentang kesalahan (80%), dukungan manajemen rs terhadap
program3keselamatan3pasien (80%), dan3kerjasama3tiap3antar3unit
(74,6%) �
Budaya
keselamatan pasien kategori cukup persepsi keselamatan3pasien3secara3menyeluruh3(70,5%),3 harapan dan tindakan manajer dalam meningkatkan keselamatan3pasien3(65,7%),3staffing (70,5%), operan dan3transisi (65,7%) �
Untuk
termasuk kategori kurang respon tidak menghukum
atas kesalahan (48,6%) |
Febriyanty
D, Utami D |
Penerapan Budaya3Keselamatan3Pasien
Melalui 3AHRQ3kepada
Karyawan RS3Ann3 Medika3 Bekasi |
Cross
Sectional |
�
Kategori
baik pada budaya keselamatan pasien harapan kepada tindakan atasan memmperkenalkan3patient3safety
(86,97%), organisasi2pembelajaran perbaikan berkelanjutan (99,79%), kerjasama3dalam3unit
(98,33%), komunikasi3terbuka (93,14%),
kerjasama antar3unit (86,97%), handsof3 dan3transisi
(77,27%) dan persepsi keseluruhan terhadap3patient3safety (79,54%) �
budaya
keselamatan pasien kategori cukup pada kepegawaian (52,40%), dan dukungan manajemen terhadap keselamatan3pasien (60,75%) �
kategori
kurang pada respon non punitive (40,29%) dan frekuensi pelaporan kejadian
(25,85%) |
Nurlindawati, Jannah
N |
Budaya4Keselamatan4Pasien
pada4Perawat 4di4Ruang 4rawat4inap |
Cross
Sectional |
�
Budaya
keselamatan pasien terlihat kategori baik pada harapan dan tindakan
supervisor (88,1%), pembelajaran organisasi (94,0%), persepsi keselamatan pasien secara keseluruhan (94,0%),4umpan4balik4terhadap eror (97,0%), komunikasi terbuka
(98,5%), kerjasama dalam unit
(89,6%), staf yang adekuat (79,1%), dan penyerahan dan pemindahan (92,5%) �
kategori
cukup respon tidak menyalahkan (52,2%), kerjasama dalam unit (59,7%) �
kategori
kurang pada dukungan manajemen pada keselamatan pasien (10%) |
Rochmah TN,
Santi MW, Endaryanto A, Prakoeswa
CRS |
Budaya Keselamatan Paisen Melalui Indikator Agency for Healthcare Reseach and Quality di RSUD Dr Soetomo Surabaya |
Cross
Sectional |
�
Penilaian
budaya4keselamatan3pasien
kategori baik terhadap3kerjasama didalam3unit (98,5%), asumsi dan aktivitas dalam
mendukung patient security (90,9%),
dukungan3manajemen3terhadap3keselamatan3pasien
(98,5%),3persepsi3keseluruhan3staf terhadap keselamatan pasien (96,5%), umpan balik dan komunikasi mengenai kesalahan
oleh atasan
langsung (97,3%), dan keterbukaan komunikasi (79,1%) �
Penilaian
budaya keselamatan pasien kategori kurang pada keterbukaan komunikasi
(25,4%), frekuensi pelaporan insiden (27,8%), staffing (39,6%) |
Insiden
Keselamatan Pasien |
|
||
Salsabila AA, Supriyanto
S |
Analisis4insiden4kejadian nyaris4cedera4 dan4kejadian tidak4diharapka di4rumah sakit4X4Surabaya |
Cross Sectional |
�
Berdasarkan
kejadian KNC salah menempatkan hasil laborat dan salah
mengirim buku status pasien, insiden belum terpapar ke pasien �
Lokasi insiden
paling banyak di rawat jalan �
Kejadian insiden yang paling banyak muncul adalah kejadian
berulang, dimana telah terlaksana di tempat kerja lain �
insiden sudah ke pasien dan� hampir cedera (KNC) dan insiden
membuat pasien cedera (KTD), masih terjadi
di4Rumah4Sakit �
Pada champion patient safety di
instalasi rawat jalan dinilai lebih sadar akan budaya pelaporan4keselamatan pasien |
Muchlis N, Nasrudin, Agustina T, Samsualam |
Penerapan
Patient SafetyPre4Post4Partum di RS X Makassar |
Cross Sectional |
�
Ada arsip SOP sebagai
aturan untuk pelaksanaan metodologi administrasi dan memiliki pejabat untuk
pelaksaaan evaluasi bahaya insiden membuat pasien cedera (KTD) serta insiden sudah hampir ke
pasien dan hampir cedera
(KTC) namun masih dilakukan secara manual �
Kemampuan
untuk belajar dan menindaklanjuti insiden, tidak
ada SOP dengan pengumuman kejadian yang tersusun, jadi staf rumah4sakit berputar kembali ke satu episode secara
normal tanpa persetujuan yang memuaskan dan mempersiapkan dan mengkonfirmasi
metodologi �
Dalam tindak lanjut insiden
menjadi kendala karena belum meiliki SOP dalam
melaksanakan pelayanan kesehatan |
Yilmaz Z, Goris S |
Penentuan
budaya4keselamatan4pasien4 diantara
petugas bertugas di ICU |
Cross Sectional |
� Ditemukan
13,6% dari petugas medis yang bekerja di ICU menghadapi kemungkinan bahaya
keselamatan4pasien, 48,8% dari kejadian ini pasien
jatuh dan sebagian besar petugas medis misalnya 88% tidak mencatat kejadian
tersebut. |
Friyanti ES |
Pemeriksaan
kualitas dan jumlah tenaga4keperawatan pada
persepsi4insiden patient security di4Rumah4Sakit4X Jakarta |
Cross Sectional |
� Ditemukan insiden4keselamatan4pasien
sebagai kesalahan pengobatan dari informasi, 59% penjawab berpendapat telah
terjadi kesalahan pemberian resep pemberian obat tidak sesuai4waktu �diberikan, 47,7% tidak menyelesaikan
pendokumentasian obat4diberikan, 56,77%
terjadi4eror dalam menghitung jumlah tetas
implantasi sehingga pemasukan
cairan tidak sebagaimana mestinya (terlalu melebihi seharusnya/sangat
lambat), 54,5% kurang melaporkan pemasukan cairan, hasil cairan4IWL secara akurat menimbulkan �keseimbangan cairan dan diuresis pasien
tidak diketahui seperti yang diharapkan |
Nurhayati S, Suwandi |
Ketaatan
Perawat penerapan Surgical4Safety4Checklist Insiden Keselamatan Pasien Ponek di4RS4Semarang |
Cross Sectional |
�
Penggunaan sistem agenda keamanan yang
cermat di ruang kerja dapat mencegah dan mengurangi luka pasien dari tindakan
perawatan medis belum dilakukan sepenuhnya �
Ada 93,3% petugas medis yang patuh dalam
pelaksanaan agenda keamanan hati-hati dan 6,7% dari petugas tidak4patuh. Tedapat informasi insiden keselamatan pasien� sebanyak �6,7%. Pemeriksaan uji Chi4Square menyatakan tidak4ada4hubungan konsistensi petugas ruang kerja dalam
pelaksanaan agenda hati-hati pada insiden4keselamatan4pasien PONEK dengan Pvaleu = 0,131(∝
< 0,05) |
B.
Pembahasan
�������� Keamanan telah
menjadi isu dunia, termasuk rumah sakit. Oleh karena
itu, keselamatan
pasien menjadi perhatian utama yang harus dilakukan dan hal ini diidentikkan dengan kejadian insiden keselamatan pasien (IKP) di rumah sakit. Keselamatan
pasien klinik, fase awal dalam
program kesejahteraan pasien
di rumah sakit adalah untuk membuat budaya
keamanan pasien atau membawa masalah
diantara semua perwakilan tentang pentingnya penghargaan keamanan di rumah sakit. Dengan cara ini, untuk
bekerja pada sifat administrasi kesejahteraan pasien pada beberapa tempat kerja, upaya
dilaksanakan untuk mengubah budaya keamanan pasien
pada semua unit di rumah sakit (PermenkesNo11, 2017).
�������� Budaya Keselamatan
pasien adalah terciptanya keselamatan pasien. �Membangun budaya keamanan pasien adalah slogan
untuk pengakuan nilai dan administrasi yang aman, ada beberapa factor yang mempengaruhi
pemanfaatan budaya keselamatan pasien pada dimensi :
Hal ini ditandai dengan
sejauh mana atasan/penyelia mempertimbangkan gagasan staf untuk
kesejahteraan, tidak mengabaikan masalah keamanan dan memberi penghargaan kepada staf yang melakukan keselamatan
pasien. (Febriyanty & Utami, 2019)
Peran
atasan/manajer menjadi contoh terbaik
adalah terpenting untuk dilaksanakan
atasan/manajer dengan alasan keaktifan dalam �mengatur asset unit idealnya dalam mengembangkan kualitas bantuan lebih lanjut. �Pemimpin baik, atasan, manajer, perintis kelompok atau seseorang
dapat menjadi perintis antar individu dapat mengatur, mengarahkan,
memotivasi, gambaran implementasi, �perencanaan sebagai kegiatan untuk mencapai tujuan keselamatan pasien. (Nurlindawati & Jannah, 2018)
Seorang atasan mampu memecahkan problem, survei dan penilaian. Atasan/manajer mempunyai peran dalam
mendorong kerangka kerja perincian,
atasan/manajer melaksanakan implementasi kerangka pengungkapan kejadian keselamatan pasien melalui
laporan-laporan insiden keselamatan pasien. (Rochmah et al., 2019)
Dalam meningkatkan
peran atasan/manajer sangat
baik dapat diselesaikan dengan memperluas pendidikan lanjutan (Wulandari et al., 2019).
Selain itu dukungan atasan/manajer
terkait keselamatan pasien dapat berupa komunikasi bantuan atau inspirasi yang
setara dua arah yang diberikan kepada petugas pelaksana di ruang rawat inap (Siagian, 2020). Atasan/manajer dalam
membudayakan keselamatan pasien perlu adanya komunikasi timbal balik sehingga terbentuk
sbuah perbuatan
mendukng budaya keselamatan pasien di rumah sakit (Yarnita & Efitra, 2020).
Asumsi dan aktivitas manajer dalam
mengembangkan keselamatan �pasien lebih
lanjut adalah evaluasi tentang bagaimana puncak ruangan atau aktivitas
supervisor dalam bekerja pada keamanan yang tenang, terlepas dari atasan atau manajer
fokus pada ide-ide dari staf untuk bekerja pada pemahaman keselamatan pasien, menawarkan pujian
kepada staf yang mengikuti strategi keselamatan pasien dan tidak mengabaikan keamanan
�pasien. (Siagian, 2020)
�Ini akan mendorong
mereka untuk lebih
terjun
untuk mendukung program keselamatan pasien.
Budaya keselamatan mengkhawatirkan sejauh mana asosiasi
berfokus dan menjunjung tinggi peningkatan keselamatan secara aman (Febriyanty & Utami, 2019). Organisasi dengan budaya keselamatan
yang positif memiliki hubungan yang bergantung pada kepercayaan bersama, kesan
bersama tentang pentingnya kesejahteraan, keyakinan akan kelangsungan hidup,
tindakan pencegahan, dan dukungan untuk angkatan kerja (Nurlindawati & Jannah, 2018).
Pembelajaran berkelompok di rumah
sakit menjadi sumber persuasif kepercayaan �individu dan mencari tahu tentang masalah
keselamatan pasien (Mangindara et al., 2020). Setiap disiplin unik akan fokus
pada kesejahteraan yang terus menerus bergantung pada kebutuhan masing-masing (Suranto
et al., 2020).
Pemeriksaan
menunjukkan sebagian besar petugas berada dalam pembelajaran organisasi yang
dapat diterima, klasifikasi peningkatan yang konsisten (Nurlindawati & Jannah, 2018). Jika organisasi4menggunakan para petugas mempunyai
keterampilan serta informasi yang didapat dari tugas� mereka atau dari sekolah formal, asosiasi
akan mendapat untung dengan macam-macam latihan dari orang-orang yang
berpengetahuan ini (Anggraeni et al., 2016).
Masukan Kim
bahwa pembelajaran hierarkis menggarisbawahi pemanfaatan langkah-langkah pembelajaran
di� tingkat individu untuk mengubah organisasi
dengan cara yang memenuhi pemenuhan mitra ekspansi. Dalam hal ini memanfaatkan �individu mempunyai keterampilan serta
informasi didapat pada tugas �mereka atau
pada instruksi resmi, sehingga mendapat untung dengan latihan yang berbeda dari
orang-orang yang terinformasi ini (Febriyanty & Utami, 2019).
Kerjasama didalam unit jadi
titik fokus berbasis kerangka kerja untuk bekerja pada keselamatan pasien dan pedoman
sekolah klinis (Nurlindawati & Jannah, 2018). Kerjasama didalam
unit� yang kecukupan dapat diketahui
melalui keakraban dengan setiap orang tentang pentingnya kerjasama dalam mencapai
tujuan, komunikasi terbuka, kesamaan, dukungan dan� meningatkan antar unit, tolong menolong serta
kecukupan dapat diketahui melalui perhatian kepada setiap orang terkait pentingnya
kerjasama untuk menggapai tujuan, korespodensi terbuka, saling menghargai, mendukung
dan mengingatkan antar unit (T.P et al., 2018).
Kolaborasi yang baik didalam unit
untuk tenaga medis ditampilkan dengan saling membantu menyelesaikan pekerjaan
dan tugas di setiap shift (Nurhayati & Suwandi, 2019). Meskipun ada pembagian
tugas� dan kewajiban, jika ada petugas
medis yang memerlukan bantuan atau sedang sibuk, petugas berbeda pada kelompok
akan membantu (Siagian, 2020).
Komunikasi terbuka dapat diakui
selama serah terima, pengarahan, dan pengawasan�
keperawatan (Muchlis et al., 2019). Petugas medis menggunakan
komunikasi terbuka untuk jam serah terima dengan menyampaikan pada petugas yang
berbeda terkait bahaya kejadian, termasuk orang sakit diwaktu �jam serah terima (Nurlindawati & Jannah, 2018). Instruksi dipakai buat
berbagai pengumuman tentang masalah kesehatan yang terus menerus, perawat dapat
dengan mudah mengajukan pertanyaan tentang memahami keamanan yang mungkin
terjadi dalam latihan sehari-hari mereka. Pengawasan keperawatan dilaksanakan
minggu demi minggu dan hanya menyoroti keselamatan pasien (Febriyanty & Utami, 2019).
Komunikasi terbuka dapat dianggap
diterima, �jika perawat dapat berpendapat
dengan bebas, diperbolehkan mengajukan pertanyaan tentang pilihan atau langkah
yang akan diambil, dan tidak ragu-ragu untuk mengajukan pertanyaan �pada saat mereka mengerti beberapa tampak
berantakan pada pikiran tenang dan meyampaikan secara transparan dalam melayani
pasien. (Nurlindawati & Jannah, 2018).
Staf terus dididik tentang insiden
yang telah terjadi, diberi masukan untuk melakukan peningkatan dan memeriksa
pendekatan untuk mencegah kesalahan (AHRQ et al., 2016). Ini sesuai dengan hasil
pemeriksaan umpan balik dikatakan baik bila adanya klinik medis yang hebat yang
didukung dewan dapat memperluas inspirasi petugas dalam menawarkan jenis
bantuan kepada pasien (Nurlindawati & Jannah, 2018).
Dengan masukan tersebut, diyakini
akan ada aktivitas restoratif pada kerangka keselamatan pasien. Kritik dan
korespondensi kepada semua staf setelah penyelidikan pengumuman episode sangat
penting untuk klinik darurat para eksekutif. Mengungkap mungkin bisa
menguntngkan jika ditanggapi secara produktif (Suranto et al., 2020).
�� Respon
tidak menghukum atas kesalahan adalah suatu keadaan petugas merasa bahwa
kesalahan yang mereka buat dan laporan tidak akan menjadi bumerang untuk mereka,
sebab ada banyak siklus serta jumlah yang terjadi dalam pelayanan kesehatan
sehingga menyebabkan keadaan menjadi salah (Siagian, 2020). Di tempat tugas, lebih
banyak bantuan diperlukan, diberikan oleh rumah sakit, dewan akan memperluas pengulanganpengungkapan
episode (Siagian, 2020).
�� Petugas
medis dan pasien ditangani dengan sopan �ketika
sebuah insiden terjadi (Febriyanty & Utami, 2019). Ketika suatu kejadian
terjadi, tidak hanya menemukan kesalahan tunggal melainkan pada memeriksa sistem
yang menyebabkan� kesalahan (Salsabila & Supriyanto, 2020). Budaya tanpa kesalahan
harus diciptakan dalam pengembangan budaya keamanan pasien (Febriyanty & Utami, 2019). Perawat membuat laporan insiden
�jika dia menerima bahwa laporan tersebut
tidak akan dihukum untuk kesalahan yang terjadi (Nurlindawati & Jannah, 2018). Keadaan yang terbuka dan
masuk akal akan membantu menciptakan pengungkapan yang dapat menjadi latihan keselamatan pasien (Nurlindawati & Jannah, 2018). Apabila fokus pada
kesalahan yang dibuat oleh petugas medis akan mempangaruhi mental perawat.
Kesalahan yang dilakukan oleh petugas medis akan berdampak pada mental yang
akan mengurangi kinerja (Nurlindawati & Jannah, 2018).
�� Kepegawaian dicirikan sebagai cara
untuk mendaftarkan tenaga kerja berbakat untuk mengisi struktur organisasi melalui
penentuan dan peningkatan kinerja. Dengan kepegawaian tersebut, diyakini jumlah
dan kemampuan yang digerakkan oleh tenaga medis akan terpenuhi sesuai kebutuhan
di setiap unit yang dibutuhkan. Jumlah petugas di rumah sakit sangat menentukan� kualitas pelayanan, karena staf yang cukup
sangat penting untuk pertimbangan kualitas (Nurlindawati & Jannah, 2018).
Beban kerja tinggi serta staf yang
kurang dapat mengancam keselamatan pasien (Nurhayati & Suwandi, 2019). Effek dari meningkatnya
jumlah staf perawat memberikan dampak yang kuat terhadap pasien di intensive care unit dan juga pasien
bedah (Nurhayati & Suwandi, 2019). Waktu lama digunakan
dalam� memberikan perawatan langsung
kepada pasien akan mengurangi resiko kematian serta lama rawat pasien (Muchlis et al., 2019).
Manajemen rumah sakit membangun
lingkungan kerja yang berfokus pada keselamatan pasien dan menunjukkan bahwa
keamanan pasien adalah perhatia utama (Nurlindawati & Jannah, 2018). Dukungan manajemen juga
dapat dilihat dari pengaturan pelaksana rumah sakit yang menunjukkan bahwa keselamatan
pasien merupakan kebutuhan di rumah sakit (Rochmah et al., 2019). Peran Manajemen juga
sangat penting dalam menetapkan kebijakan seperti pembuatan standar oprasional
prosedur keselamatan pasien (Muchlis et al., 2019).
Keselamatan pasien� sangat dipengaruhi oleh pekerjaan atasan atau
pimpinan unit/segmen atau instansi. pemanfaatan budaya keselamatan pasien tidak
dapat dipisahkan dari pekerjaan seorang direktur yang dinamis (Suranto et al., 2020).
Pada Kerjasama di� seluruh unit, pembagian berbagai shift
merupakan salah satu faktor salah satu faktor resistensi dalam kelompok, �karena menyisihkan upaya yang lebih
berlarut-larut untuk mempersiapkan kelompok (Febriyanty & Utami, 2019). Pembangunan kelompok dan
pembangunan batas dilaksanakan dari rumah sakit serta menolong membangun relasi
dan hubungan yang hebat dengan pekerja pelayanan kesehatan ditempatkan di
berbagai unit. (Rochmah et al., 2019). Kecukupan kerjasama mampu
bergantung untuk hubungan pada kelompok, partisipsi serta pengawasan pembagian
tugas yang jelas (Suranto et al., 2020).
Pelayanan kesehatan di rumah sakit
merupakan perkembangan pelayanan oleh unit yang berbeda. Kerjasama antar
kelompok menunjukkan derajat kekompakkan dan kerjasama lintas unit atau segmen
dalam melayani pasien (Rochmah et al., 2019). Partisipasi dicirikan
sebagai bermacam-macam orang dengan kemampuan eksplisit kerjasama serta
terhubung untuk menggapai keinginan yang telah ditentukan (Nurlindawati & Jannah, 2018). Adanya kerjasama tim �hebat
dapat meminimalisir terjadinya insiden keselamatan pasien (Mangindara et al., 2020).
Kemajuan adalah cara untuk
memindahkan pasien mulai dari satu iklim lalu keiklim berikutnya. pertukaran
pasien dimulai dengan satu iklim kemudian ke iklim berikutnya dapat melalui
pemindahan pasien dari UGD ke unit untuk mendapatkan perawatan (Febriyanty & Utami, 2019). Dalam pertukaran ini
dapat kerjadi blunder yang bertujuan membahayakan pasien, misalnya jatuhnya
pasien dan kebohongan ketika terjadi jual beli dan data tentang pasien juga
dapat terjadi pada saat� pergantian shift
antar petugas medis (Nurlindawati & Jannah, 2018).
�� Kesenjangan dalam komunikasi saat serah
terima/pengoperan pasien antara unit pelayanan dapat mengakibatkan terputusnya
kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak tepat, dan berpotensi membahayakan
pasien (Mangindara et al., 2020).
Persepsi keseluruhan keselamatan
pasien yang baik dengan penagalaman, cara memperoleh dari kegagalan, pemahaman
dan informasi yang luar biasa dan terus terfokus pada keamanan yang gigih (Nurlindawati & Jannah, 2018).
Pandangan tentang keamanan pasien
dpat dibentuk jika klinik melakukan teknik atau kerangka kerja yang hebat dalam
mencegah kesalahan yang diidentifikasika dengan diidentifikasi dengan
kesejahteraan� an kesan umum tenang
kesejahteraan pasien menggambarkan informasi represntatif dan pemahaman tentang
kenaman yang berlaku di klink darurat (Suranto et al., 2020).
Pandangan umum tentang kesejahteraan
pasien seharusnya dapat diterima jika ada wawasan,
cara memperoleh� dari kesalahan, pemahaman dan informasi yang baik dan terus berfokus pada keamanan yang toleran, kesan peningkatan kesejahteraan pasien adalah keakraban petugas medis dengan
petingnya kesejahteraan pasien (Nurlindawati & Jannah, 2018).
Pengumuman kejadian keamanan pasien
adalah kerangka kerja untuk merekam laporan episode kesejahteraan pasien,
investigasi, dan jawaban untuk pembelajaran (PermenkesNo11, 2017).
Pengumuman perincian kejadian kemanan pasien, sesuai Komite Keselamatan
Pasien Rumah Sakit (2015) diselesaikan didalam dan dari jarak jauh. Didalam
pengungkapan adalah laporan tentang episode yang terjadi di iklim klinik. Di
luar pengungkapan selesai dengan mengumumkan dari klinik darurat kepada bagian
Keselamatan Pasien Rumah Sakit Nasional (KKP-RS). Efek lanjutan pengumuman episode
kesehatan penyesuaian dinamis mengisi�
sebagai latihan yang dipelajari. Untuk menetapkan pilihan ini
dijalurnya, penting untuk menilai kejadian kesejahteraan psien yang diumumkan (Siagian, 2020).
Pengumuman kurang disebabkan
kurangnya kepahaman staf untuk melaporkan kejadian keselamatan pasien, belum sesuai� penerapan kerangka pelaporan insiden, takut
mengungkapkan dan tanggung jawab yang tinggi. Pada kasus 88 % perawat tidak
mengisi laporan kasus keselamatan pasien dalam 12 bulan terakhir (Yilmaz & Goris, 2019). Berbagai hal yang baik �dilakukan oleh rumah sakit agar� menciptakan pengumuman kejadian adalah buat
kerangka untuk mengikuti kesalahan yang dibuat, menemukan alasan dan menggaris
bawahi perincian episode akan berguna untukmengatur kegiatan agar tidak terjadi
lagi, bukan untuk menghakimi individu atau unit yang mengungkapkannya (Suranto et al., 2020).
Motivasi dibalik kerangka pengungkapan kejadian
keamanan pasien di rumah sakit adalah untuk mempermudah petugas melaporkan jika
terjadi suatu episode. Pengungkapan juga penting untuk menyaring upaya agar
kesealahan tidak terjadi, sehingga diharapkan pemeriksaan lebih lanjut dapat
diselesaikan (Suranto et al., 2020).
Kesimpulan
Budaya keselamatan pasien sangat tergantung dengan
insiden keselamatan pasien. Dengan memperluas budaya keselamatan yang baik
seperti harapan atasan/manajer dan tindakan
mendukung keamanan, organisasi pembelajaran-perbaikan berkelanjutan, kerjasama didalam unit,
komunikasi terbuka, masukan dan komunikasi tentang kesalahan,� respon tidak menghukum atas kesalahan, staffing, dukungan manajemen terhadap keselamatan
pasien, kerjasama di seluruh unit rumah sakit, perpindahan dan transisi pasien,
persepsi keseluruhan keselamatan pasien, dan seringnya kejadian dilaporkan,
sehingga tingkat kejadian
dapat dibatasi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan budaya
keselamatan pasien membatasi insiden yaitu dengan memberi tahu insiden, seperti
�insiden sudah ke pasien dan� hampir cedera (KNC), insiden sudah ke pasien
tapi pasien tidak cedera (KTC) dan insiden yang mengakibatkan cedera, tapi
belum ke pasien (KPC) hingga insiden membuat pasien cedera (KTD), tetapi, ditemukan
petugas masih mengabaikan pengungkapan kejadian sebab mereka mengira kejadian� dapat dilakukan tanpa orang lain atau mereka
tidak memberi tahu jika tidak cedera pada orang sakit dan mungkin memberi tahu
apabila ada masalah.
��
AHRQ, Rockvile, W., Sorra, J., Gray, L., Streagle, S., Famolaro, T.,
Yount, N., & Behm, J. (2016). Hospital Survey on Patient Safety Culture. In
Southeast Asian Journal of Tropical Medicine and Public Health (Vol. 7,
Issue 3). Google Scholar
Anggraeni, D., Ahsan, A., & Azzuhri, M. (2016). Pengaruh Budaya
Keselamatan Pasien terhadap Sikap Melaporkan Insiden pada Perawat di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Tk. II dr. Soepraoen. Jurnal Aplikasi Manajemen, 14(2),
309�321. https://doi.org/10.18202/jam23026332.14.2.13 Google Scholar
Febriyanty, D., & Utami, D. (2019). Gambaran Budaya Keselamatan Pasien
Berdasarkan Metode Ahrq Pada Pegawai Rs . Anna Medika Kota Bekasi Tahun 2018. Jurnal
Biologi Lingkungan, Industri, Kesehatan, 5(2), 97�105. Google Scholar
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit. (2015). Pedoman Pelaporan Insiden
Keselamatan Pasien (IKP). Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 1�49. Google Scholar
Mangindara, Samad, M. A., Insani, Y., & Robert Mario Uta. (2020).
Gambaran Budaya Keselamatan Pasien di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
Bhayangkara Makassar. Jurnal Manajemen Kesehatan Yayasan RS.Dr. Soetomo,
6(2), 155�168. https://doi.org/10.29241/jmk.v6i2.335
Muchlis, N., Nasrudin, Agustini, T., & Samsualam. (2019). Penerapan
Patient Safety Pre-Post Partum di Pelayanan Kesehatan RS X di Kota Makassar.
5(2), 91�101. Google Scholar
Nurhayati, S., & Suwandi. (2019). Kepatuhan Perawat Dalam Implementasi
Surgical Safety Checklist Terhadap Insiden Keselamatan Pasien Ponek di Rumah
Sakit Semarang. Jurnal Smart Keperawatan, 6(1), 59�64.
https://doi.org/10.34310/jskp.v6i1.215 Google Scholar
Nurlindawati, & Jannah, N. (2018). Budaya Keselamatan Pasien Oleh
Perawat Dalam Melaksanakan Pelayanan Di Ruang Rawat Inap. Jurnal Ilmia
Mahasiswa Fakultas Keperawatan, 3(4), 185�189. Google Scholar
PermenkesNo11. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan RI No 11 Tahun 2017
tentang Keselamatan Pasien. Permenkes, 11, 1�58.
Rochmah, T. N., Santi, M. W., Endaryanto, A., & Prakoeswa, C. R. S.
(2019). Budaya Keselamatan Pasien Berdasarkan Indikator Agency for Healthcare
Research and Quality di RSUD Dr. Soetomo. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara
Forikes, 10(2), 112�118. Google Scholar
Salsabila, A. A., & Supriyanto, S. (2020). Analisis Insiden Kejadian
Nyaris Cesera dan Kejadian tidak Diharapkan di Rumah Sakit X Suranaya. Majalah
Kesehatan Masyarakat Aceh (MaKMA), 3(1), 112�118. Google Scholar
Siagian, E. (2020). Penerapan Budaya Keselamatan Pasien Oleh Perwat di
Sebuah Rumah Sakit Swasta Bandar Lampung. 6(1), 62�71. Google Scholar
Suranto, D., Suryawati, C., & Setyaningsih, Y. (2020). Analisis
Budaya Keselamatan Pasien pada Berbagai Tenaga Kesehatan di RSUD dr. Soediran
Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri. 8(1), 49�55.
Google Scholar
T.P, A., S, Y., & Romiko. (2018). Hubungan Kerjasama Tim Dengan
Penerapan Budaya Keselamatan Pasien Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Bhayangkara
Palembang Tahun 2018. Masker Medika, 6(2), 406�416. Google Scholar
Wulandari, M. R., Yulia, S., & Triwijayanti, R. (2019). Peningkatan Budaya
Keselamatan Pasien Melalui Peningkatan Motivasi Perawat dan Optimalisasi Peran
Kepala Ruang. Jurnal Kepemimpinan Dan Manajemen Keperawatan, 2(2),
58�66. https://doi.org/10.32584/jkmk.v2i2.327 Google Scholar
Yarnita, Y., & Efitra. (2020). Analisis Faktor yang Berhubungan dengan
Budaya Keselamatan Pasien pada Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Arifin Achmad
Provinsi Riau. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 20(3),
827�833. https://doi.org/10.33087/jiubj.v20i3.1064 Google Scholar
Yilmaz, Z., & Goris, S. (2019). Determination of the patient safety
culture among nurses working at intensive care units. Pakistan Journal of
Medical Sciences, 31(3), 597�601.
https://doi.org/10.12669/pjms.313.7059 Google Scholar
Copyright
holder: Lely Rahmawati, Sarah Handayani (2022) |
First
publication right: Syntax Literate: Jurnal
Ilmiah Indonesia |
This article is
licensed under: |