Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 5, Mei 2022
ANALISIS
PERTANGGUNGJAWABAN PERSAINGAN USAHA DALAM PELAKSANAAN TENDER BARANG DAN JASA
PEMERINTAH
Hot Dion Manurung,
Sarjit Kaur, Ronald Hasudungan
Sianturi
Universitas Prima Indonesia, Indonesia
Email: [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Dalam Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana bentuk dan pertimbangan KPPU untuk memutuskan perkara Persaingan Usaha Tidak Sehat. Persaingan usaha tidak sehat
yang dimaksud adalah adanya persekongkolan dalam tender yaitu praktik persaingan yang terjadi antara sesama pemeran usaha yang sebetulnya saling bersaing secara sehat dalam
suatu pengadaan tender. Namun para pemeran usaha tetap melakukan
tindakan persekongkolan antara sesama mereka
atau bersama pemerintah. Maka dalam Penelitian jurnal ini dapat
disimpulkan bahwa Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) harus berinisiatif melihat bagaimana proses terjadinya suatu persekongkolan pada tender dengan bersama meneliti beragam petunjuk persekongkolan yang selalu dijumpai pada pelaksanaan tender. Serta KPPU dapat
memakai Pendekatan secara Per Se Illegal untuk mencapai tujuan pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan praktek monopoli dan Persaingan usaha tidak sehat.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
yuridis normatif, serta spesifikasi penelitiannya dengan menggunakan metode deskriptif analitis berdasarkan sumber data primer
dan sekunder yang didapat dari studi kepustakaan
yang akan diteliti dengan analisis kualitatif. Pelaksanaan tender barang dan jasa akan terus ada
demi kemajuan serta kesejahteraan masyarakat, untuk itu dengan
adanya KPPU semoga para pemeran usaha tidak
melakukan tindakan persekongkolan kembali baik persekongkolan secara horizontal, vertikal maupun horizontal dan vertikal (campuran).
Kata Kunci: pengadaan tender, persekongkolan, komisi pengawas persaingan usaha
Abstract
In
this study, it is intended to find out and analyze how the form and
considerations of the KPPU in deciding cases of Unfair Business Competition.
Unfair business competition in question is the existence of conspiracy in
tenders, namely the practice of competition that occurs between fellow business
actors who actually compete with each other in a healthy manner in a tender
procurement. However, business actors continue to carry out acts of conspiracy
among themselves or with the government. So in this
journal research, it can be concluded that the Komisi
Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU) must take the initiative to see how the process of conspiracy in tenders
occurs by jointly examining various clues to conspiracy that are always found
in tender implementation. Also, KPPU may use a Per Se Illegal Approach to
achieve the objectives of Law Number 5 Year 1999 concerning the Prohibition of
Monopoly Practices and Unfair Business Competition. The method used in this
study is a normative juridical approach, as well as the specifications of the
research using descriptive analytical methods based on primary and secondary
data sources obtained from literature studies to be examined with qualitative
analysis. The implementation of tenders for goods and services will continue to
exist for the sake of progress and the welfare of the community, therefore,
with the existence of the KPPU, it is hoped that business actors will not carry
out collusion, either horizontally, vertically or horizontally and vertically
(mixed).
Keywords: tender
procurement, conspiracy, komisi pengawas
persaingan usaha
Pendahuluan
Dalam
Negara Indonesia ditemukan Anggaran
Pemasukan serta Pembelanjaan Negara (APBN) yang menjadi
agenda finansial tahunan Pemerintah Negara yang telah disepakati oleh pihak Dewan Perwakilan Rakyar (DPR). APBN merupakan wujud keyakinan masyarakat pada Pemerintah supaya mengolah finansial negara sampai proses yang diinginkan bisa mencukupi ketentuan akuntabilitas (accountability), transparan
(transparent), serta
kewajaran (fairness).
APBN harus disusun rapi sesuai dengan
syarat tersebut, agar tercipta akselerasi perkembangan ekonomi yang besar serta bermutu.
Untuk menggapai tujuan serta fungsi
anggaran tersebut, dilaksanakan pengaturan dengan jelas kedudukan
DPR serta Pemerintah dalam proses penataan dan penetapan anggaran selaku uraian Undang-Undang
Dasar 1945.
Kedudukan
Pemerintah berarti proses penyusunan APBN dijelaskan pada Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara dan fungsinya terdapat pada Pasal 3 ayat (4) yaitu: fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Dan Pasal 15 ayat (6) UU Nomor 17 tahun 2003 diperjelas kembali bahwa �Jika DPR tidak memperbolehkan RUU seperti penjelasan dalam ayat (1), Pemeritah Pusat bisa melaksanakan pengeluaran hingga setinggi-tingginya sebanyak angka APBN di tahun anggaran sebelumnya�.
Penyediaan
barang atau jasa bagi keinginan
pemerintah menjadi salah satu alat agar dapat menjalankan alur perekonomian sebagai bagian dari pengelolaan dan pemanfaatan APBN, untuk menunjang terlaksananya fungsi pemerintahan. Penyediaan barang atau jasa perlu
dilakukan dengan cara efektif serta
efisien sehingga bisa dibuktikan, akibat dari APBN yang amat terbatas sementara
kebutuhan masyarakat semakin meningkat, sehingga potensi kerugian negara sangat besar dalam proses penyediaan barang atau jasa
ini.
Dalam
prosedur penyediaan barang dan jasa terdapat tender yang membuat pelelangan atau dengan cara jual
beli yang dijalankan pemerintah (penjual) memakai cara dengan
mengajak peserta tender (pembeli) untuk mempersentasikan nilai dan mutu yang diinginksn. Nilai dan mutu yang efisienlah, yang naik sebagai pemenang. Untuk mengadakan pelelangan, bahwa panitia pelelang akan mempublikasikan promosi lelang dengan berbagai media seperti koran dan media sosial. Dan dalam proses pelelangan tersebut para kontraktor yang mengikuti tender,
bersekongkol dengan yang
lain atau dengan Pemerintah agar dapat memenangi suatu tender hingga harganya tidak efisien.
Maka,
sesuai dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 dibentuklah KPPU (Komisi Pegawas Persaingan Usaha) agar mengetahui
bagaimana bentuk persekongkolan yang dilaksanakan bagi pemeran tender dan bersama pemerintah dan bagaimana cara KPPU dalam memutuskan perkara tersebut. Tujuan persaingan usaha tidak sehat
ini dijelaskan pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 3, yaitu:
a. Melindungi kepentingan secara global serta meningkatkan efisiensi perdagangan nasional menjadi salah satu cara agar bisa tingkatkan kesejahteraan rakyat;
b. Menciptakan iklim usaha yang membantu dengan cara pengendalian persaingan usaha yang sehat untuk menjaga
timbulnya kejelasan harapan berusaha yang srupa pada pemeran usaha besar, menengah,
serta pemeran usaha kecil;
c. Melarang praktik monopoli serta persaingan usaha tidak sehat
yang dimunculkan bagi pemeran usaha;
d. Timbulnya efektivitas serta efisiensi pada proses aktivitas usaha.
Serta di pada Bab Iv Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 mengurus terhadap aktivitas yang melanggar dalam Pasal 17 sampai 24, yaitu monopoli, monopsoni, penguasaan pasar, dan persekongkolan. Berdasarkan situs
resmi KPPU, mulai dari tahun 2020-2021 di bulan Mei terdapat 107 putusan dan 65 putusan atau setara dengan
60% kejadian yang diselesaikan
oleh KPPU ini berarti dengan keputusan dari KPPU sepanjang ini bukan mengakibatkan
pertobatan bagi para pemeren usaha teristimewa
pemeran yang bersekongkol atau dengan pemerintah,
sehingga kasus persekongkolan tender masih seringkali terjadi.
Metode Penelitian
Metode
mewujudkan kejadian yang berguna pada sebuah penelitian, karena dari metode yang digunakan akan memperoleh data dan informasi serta penjelasan mengenai seluruh pokok permasalahan yang diperlukan dalam suatu pedoman penelitian.
Penyelidikan Hukum membuat suatu aktivitas ilmiah yang berlandaskan atas metode, pengaturan
dan pendapat khusus yang bermaksud untuk mendalami beberapa gejala hukum khusus
dan proses penanganannya. Adapun metode
penelitian yang dipakai yaitu:
A.
Jenis dan Sifat Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan yaitu penelitian Yuridis Normatif. Penelitian yang dipakai merupakan penelitian yang menyelidiki persoalan dengan pendekatan pada asas-asas hukum dan norma hukum positif.
Dalam pengkajian ini, undang-undangan yang digunakan yaitu Undang-Undang No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait pada Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Sifat penelitian yang dipakai pada jurnal ini yaitu
Penelitian Kualitatif. Penelitian Kualitatif mewujudkan data yang dibuat bersama kalimat atau kata-kata yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis.
B.
�Sumber Bahan Hukum
Sumber bahan hukum ini
berhubungan dengan jenis penelitian kualitatif dimana asal data merupakan darimana data itu didapat. Data serta asal data yang dipakai pada sumber ada tiga,
yaitu data primer, data sekunder,
dan data tersier.
a. Bahan Hukum Primer
: yaitu materi-materi hukum yang memikat bagian dari kebijakan
peraturan peundang-undangan
yang berhubungan pada topik
penelitian, seperti aturan perundang-undangan antara lain : Undang-Undang No.5 Tahun 1999 mengenai Larangan Praktik Monopoli serta Persaingan Usaha Tidak Sehat, Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha mengenai Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, Putusan Perkara KPPU
No.16/KPPU-I/2018, Putusan Perkara
KPPU No.14/KPPU-L/2019, Putusan Perkara
KPPU No.21/KPPU-I/2018 serta Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
b. Bahan Hukum Sekunder: yaitu
semua bacaan dan catatan ilmiah hukum yang berhubungan pada materi penelitian. Bahan hukum sekunder
yang dipakai adalah buku-buku Hukum Persaingan Usaha,
tesis, peraturan perundang-undangan beserta penjelasannya dan yang diraih dari alat cetak
ataupun alat elektronik.
c. Bahan Hukum Tersier: yaitu
bahan-bahan yang dapat membagikan petunjuk, keterangan pada bahan hukum primer serta bahan hukum
sekunder, sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia, artikel-artikel yang berkaitan dengan persekongkolan tender, jurnal persaingan usaha serta materi
yang lain yang bisa dipakai
agar memenuhi data yang diinginkan
pada penulisan jurnal ini.
C.
Teknik
Pengumpulan Data
Teknik
Pengumpulan pada mengumpulkan
jurnal ini dijalankan memakai metode penelitian kepustakaan. Metode penelitian kepustakaan adalah melaksanakan penelitian kepada beragam asal pustaka
yang berhubungan pada judul
jurnal ini. Bahan hukum dapat
diambil dari bahan hukum primer, sekunder, tersier. Menggunaka cara tersebut, maka penulis mempelajari dan menganalisa materi-materi hukum yang relevan pada judul jurnal ini.
D.
Teknik
Analisis Data
Teknik
Analisis hukum pada pencatatan jurnal ini yaitu melalui
pendekatan kualitatif terhadap pada data primer dan data sekunder.
Pendekatan kualitatif yaitu penghampiran yang memfokuskan pada dasar-dasar biasa yang melandasi seluruh aspek pelaksanaan
fakta yang tertera dalam kehidupan manusia. Serta penelitian ini akan dijelaskan
secara deskriptif.
Hasil dan Pembahasan
A.
Bentuk Persaingan Usaha Pelaksanaan Tender Barang dan
Jasa di Indonesia
Bentuk pelaksanaan tender barang dan jasa di Indonesia bisa menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat semacam tindakan
yang tidak diperbolehkan dalam penawaran adalah persekongkolan yang diatur dalam Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1999. Pengertian persekongkolan tender yaitu bentuk kerjasama
yang kerap dilaksanakan bagi para peserta tender atau bersama pemerintah,
melalui adanya kesepakatan itulah mereka bisa menjuarai
tender. Dalam bentuk kerjasama mereka, peserta tender yang bersekutu bisa menghambat peserta tender yang tidak terlibat dalam kesepakatan, sehingga dapat mengakibatkan kerugian bagi para pihak. Akibat dari
unsur memanipulasi tawaran dan mengarah untuk bagi para pihak yang ikut serta dalam persekongkolan,
dapat menimbulkan kerugian bagi negara.
Persekongkolan
yang berlandaskan perilaku adalah perbuatan yang sama-sama memberikan harga penawaran untuk diberikan dalam pengadaan tender antara sesama peserta
tender, yang bertujuan sama-sama
mencocokkan penawaran, dan memanipulasi yang akan menjadi pemenang diantara para peserta tender. Peraturan mengenai persekutuan tender lebih jelas terdapat di Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 pasal 22, yang berbunyi:
�Pemeran usaha dilarang
bersekongkol bersama pihak lain yang bertujuan mengatur serta memilih pemenang tender maka dapat menimbulkan
adanya persaingan usaha tidak sehat�.
Pada
dasar peraturan UU No.5 tahun 1999 pasal 22 pelaksanaan pengadaan penawaran untuk memberikan harga bisa dilaksanakan dengan cara, yaitu
penawaran terbuka, penawaran terbatas, penawaran umum, dan penawaran terbatas.
1.
Bentuk-Bentuk Persekongkolan
Bentuk
dalam persekutuan dapat dibagi menjadi
4 bagian, yaitu:
a. Tuntutan terhadap penawaran (Bid Suppresion),
yaitu terdapat beberapa penawar sepakat agar tidak dapat hadir dalam
proses pelelangan, atau mengambil tawaran yang sudah diberikan terlebih dahulu serta membagi peluang
supaya pelelang yang lain boleh meraih penawaran
tersebut.
b. Penawaran
yang saling memenuhi (Complementary Bidding), merupakan hasil kemufakatan peserta tender dimana beberapa penawar sepakat dengan siapa saja
yang dapat menjuarai penawaran.
c. Rotasi Penawaran (Bid
Rotation), artinya beberapa
peserta tender mau secara bergantian untuk menjuarai penawaran tender tersebut.
d. Bagian
dari Pasar (Market
Division), artinya model penawaran
tender terbagi dari bermacam cara agar menjuarai penawaran dari bagian pasar.
Kesepakatan persekongkolan tender yang kuat dapat memerlukan cara yang lebih bagus untuk memutuskan
juara perjanjian, memantau dan pembagian laba dalam persekongkolan
penawaran sepanjang masa bulan atau tahunan.
Persekongkolan pelelangan
yang memutuskan pelelangan terbaik yang dapat berhasil pada beberapa bagian yang bersekutu. Hal ini dapat diartikan
sebagai pembayaran ganti rugi yang dapat diasosiasikan kepada perusahaan dengan memberikan penawaran �palsu� atau yang tinggi.
2.
Jenis-jenis Persekongkolan Tender
Dalam Peraturan KPPU Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pedoman Pasal 22 UU No.5 Tahun 1999, terdapat tiga jenis persekongkolan
adalah persekutuan
horizontal, vertikal, dan horizontal dan vertikal (campuran). Deskripsi dari tiga jenis persekongkolan
tersebut, yaitu:
a. Persekongkolan
Tender Horizontal
Persekongkolan
tender secara Horizontal yaitu
persekongkolan yang berlangsung
diantara pemeran usaha atau fasilitator
barang dan jasa dengan sesama pemeran
pesaingnya. Tujuan dari persekongkolan horizontal adalah untuk mencapai
persaingan semu diantara peserta lelang tersebut. Persekongkolan secara horizontal yaitu seperti Putusan
Perkara KPPU No.16/KPPU-I/2018. Seperti
Gambar 1.
�����������
Gambar 1
Persekutuan tender
secara Horizontal
b. Persekongkolan
Tender Vertikal
Persekongkolan
tender secara Vertikal adalah persekongkolan yang berlangsung diantara salah satu pemeran usaha
atau fasilitator barang dan jasa dengan panitia penyediaan barang dan jasa atau panitia
pelelangan atau pemakai barang dan jasa tersebut. Namun persekongkolan ini juga dapat berlangsung deng� an cara sebaliknya. Persekongkolan secara Vertikal yaitu seperti Putusan
Perkara KPPU No.14/KPPU-L/2019. Seperti
Gambar 2.
Gambar 2
Persekutuan tender secara Vertikal
c. Persekongkolan
Tender Horizontal dan Vertikal (Campuran)
Persekongkolan
tender secara Horizontal dan Vertikal
(campuran) yaitu persekongkolan yang berlangsung antara panitia penyedia barang dan jasa atau pemakai
barang dan jasa dengan pemeran usaha atau fasilitator
barang dan jasa. Persekongkolan campuran bisa mengikutsertakan beberapa pemeran usaha yang berhubungan dengan proses tender. Bentuk dari persekongkolan campuran adalah penawaran fiktif, yang berarti panitia pelelangan, panitia penyediaan barang dan jasa, maupun para pemeran usaha melaksanakan
sebuah proses pelelangan dengan cara administratif
dan rahasia. Persekongkolan
Tender Horizontal dan Vertikal (campuran)
yaitu seperti Putusan Perkara KPPU
No.21/KPPU-I/2018. Seperti Gambar 3.
Gambar 3
Persekutuan secara
Horizontal dan Vertikal (campuran)
3.
Pendekatan Dalam Hukum Persaingan Usaha di Indonesia
Terdapat beberapa hambatan pada Hukum Persaingan yang akan terjadi, yang mutlak bersifat menghambat persaingan kemudian ada juga pertimbangan dengan alasan ekonomi.
Pembatasan yang bersifat mutlak atau tidak
memiliki perbedaan yaitu merupakan faktor batas yang penting dalam penentuan
konsep pendekatan �Per Se
Illegal� dan �Rule of Reason� dalam menentukan tindakan tersebut dapat bersifat anti persaingan atau tidak. Dasar peraturan hukum persaingan usaha terdapat dalam dua pendekatan ini, sehingga memiliki
tenaga pencapaian yang
sangat besar hingga menimbulkan kelonggaran pada
hakim yang akan meneliti apakah seseorang tersebut diketahui melanggar hukum atau tidak akibat
membatasi perbisnisan.
a. Pendekatan Per Se Illegal
Pendekatan
secara Per Se
Illegal adalah perbuatan
yang sudah memenuhi bagian dari undang-undang
tanpa sebab pembenaran atau menyatakan tindakan usaha terpilih adalah tidak sah
(illegal), dan tidak perlu melihat penjelasan lebih lanjut terkait
pengaruh pada aktivitas
yang dijalankan. Pendekatan
secara Per Se Illegal perlu
melaksanakan dua syarat, yaitu:
1. Di
prioritaskan khusus pada �perilaku bisnis� dibanding kondisi pasar, sebab putusan melanggar
hukum dapat dijatuhkan tidak dengan dilengkapi proses identifikasi lebih jauh, misalkan perihal dampak serta masalah yang berhubungan. Jika perbuatan
illegal tersebut adalah perilaku yang disengaja oleh perusahaan, yang sebaiknya dapat dihindari, maka syarat tersebut
akan menjadi adil.
2. Perihal praktik atau batasan
perilaku yang dilarang dapat diteliti dengan segera dan tidak sulit. Evaluasi
atas kegiatan dari sifat baik
di pasar atau ketika alur pengadilan layak untuk ditentukan
dengan gampang. Biarpun seperti itu diperoleh perilaku
berada pada batasan yang tidak mendalam diantara perilaku yang dilarang dan yang benar. Alasan pelaksanaan Per Se Illegal sudah
lewat batas dan boleh menjangkau perilaku yang buktinya tidak merugikan tetapi mendorong persaingan.
b. Pendekatan Rule Of Reason
Pendekatan
secara Rule of
Reason adalah dengan memanfaatkan alasan pembuktian apakah proses yang dilaksanakan biarpun memiliki sifat anti persaingan melainkan memiliki sebab pembenaran yang bermanfaat sejak penilaian sosial, keseimbangan, atau akibat yang menyebabkan dan unsur tujuan (intent).
Proses perilaku yang dituduh
melanggar hukum persaingan dalam pendekatan ini wajib diteliti sesuai dengan kondisi
dan status kasus. Akibatnya,
perilaku yang didakwa itu wajib diteliti
sebelumnya, apakah perilaku yang dimaksud sudah menahan persaingan
secara tidak layak. Maka, memberi
petunjuk bahwa penggugat dapat memberitahukan dampak yang muncul dari kesepakatan,
aktivitas, dan letak dominan yang telah membatasi persaingan atau mendatangkan kerugian.
Pendekatan
secara Rule of
Reason harus bersama pembenaran, menilai dampak kesepakatan, aktivitas, atau letak dominan khusus,
berfungsi untuk memastikan apakah kesepakatan dan aktivitas tersebut membatasi ataupun menjunjung persaingan. Dengan Pendekatan Rule of
Reason, kita dapat mengetahui penyebab yang ditimbulkan akibat adanya kesepakatan yang memicu pertarungan tidak sehat dan praktik monopoli sampai membebani bagian yang berbeda. Dalam isi dari
Undang-Undang No. 5 Tahun
1999 pada dasarnya memakai pendekatan secara Rule of Reason. Pemakaian
pendekatan ini terlihat jelas pada kondisi perkataan yang memulai alternative definisi maka kegiatan tersebut
wajib diketahui dahulu akibatnya dengan cara keseluruhan
bersama pemenuhan factor-faktor yang diatur pada Undang-undang, apakah sudah menyebabkan kejadian praktik monopoli atau pelaksanaan
persaingan usaha tidak sehat. Bahwa
melalui meyakinkan sudah timbul persekongkolan
yang membatasi perdagangan ataupun persaingan bisa diteliti sejak
situasi tersedia.
Pendekatan
Rule of Reason dalam
UU No.5 Tahun 1999 mempunyai
identitas khusus, karena standar yang dipakai pada Undang-undang ini merupakan faktor
dari �praktik monopoli� dan �persaingan usaha tidak sehat�.
Sehingga memiliki sebagian bagian di dalamnya, yaitu bagian �dampak atau hasil� suatu
kesepakatan dan bagian �cara� dijalankannya tindakan.
Bagian �dampak atau hasil�
suatu kesepakatan yaitu merugikan kebutuhan biasa yang merupakan adanya faktor praktik monopoli dan UU tersebut tidak dapat mengartikan
pengertian istilah tersebut. Sedangkan pada bagian �cara� dijalankannya
tindakan, juga menentukan maka tindakan bisnis
boleh dianggap anti persaingan dan akibat itu dilarang jika
aktivitas tersebut dijalankan secara tidak benar atau
melanggar hukum. Maka, dari dua
bagian ini merupakan bagian dari persaingan usaha tidak sehat.
Didalamnya terkandung keunggulan dan kelemahan ketika memakai pendekatan secara rule of reason ini,
keunggulannya memakai kajian ekonomi agar mendapatkan kemampuan yang dipakai untuk memahami
dengan pasti apakah kegiatan pemeran usaha mempunyai
keterkaitan pada persaingan,
kemudian diteliti untuk memutuskan sebuah kegiatan pemeran usaha secara
efisien atau bukan. Tetapi, kelemahannya memerlukan keputusan hukum yang lama pada situasi agar menunjukkan kesepakatan, aktivitas, atau letak dominan
khusus yang tidak sehat dan membatasi persaingan usaha.
B.
Pertimbangan KPPU dalam memutuskan perkara Persaingan Tidak Sehat dalam Pelakanaan
Tender Barang dan Jasa
Dalam penegakan hukum persaingan usaha serta pemberi pendapat
yang bersifat sementara
yang aturannya ada pada Pemerintah maka yang menjadi Panitianya adalah KPPU. Kedudukan KPPU menjadi Pengamat dalam Pelaksanaan Undang-Undang Anti Monopoli serta posisi hukumnya
menjadi lembaga yang berkedaulatan terpisah dari akibat serta
kekuasaan pemerintah dengan pihak lain.
Yang dapat mengangkat dan memberhentikan anggota KPPU adalah Presiden atas kesepakatan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta diajukan dengan jumlah sedikitnya dua kali dari banyaknya
Komisi yang ingin diangkat. Dan yang menjadi Ketua dan Wakil Ketua Komisi ditentukan dari anggota Komisi.
Ketetapan ini menjadi wajar dikarenakan
KPPU melakukan separuh dari pekerjaan Pemerintah dan bukan bermaksud KPPU dalam melaksanakan pekerjaannya tidak boleh bebas
dari peran Pemerintah. Kedaulatannya tetap dijaga bersama
peran DPR agar ikut serta memutuskan dan memantau pengangkatan dan pemberhentian anggota KPPU.
KPPU
memiliki bagian khusus yang memiliki pekerjaan tersendiri, yaitu kecuali menerapkan
kedisiplinan pada persaingan
usaha, ia pun berfungsi untuk membentuk dan merawat situasi persaingan usaha yang lebih sehat. Biarpun KPPU memiliki peran sebagai penegakan hukum pada hukum persaingan usaha, akan tetapi KPPU tidaklah sebagai badan peradilan khusus persaingan usaha. Tanggung Jawab Komisi Pengawas Persaingan Usaha terdapat pada Undang-Undang No.5 Tahun 1999 pasal 35, yaitu:
a. Melaksanakan
perhitungan pada kesepakatan
yang dapat menimbulkan kejadian praktek monopoli serta persaingan usaha tidak sehat yang diatur pada Pasal 4-16,
b. Melaksanakan
perhitungan pada aktivitas usaha serta pada perbuatan pemeran usaha yang bisa menghasilkan adanya praktek monopoli serta persaingan usaha tidak sehat
yang diatur pada Pasal 17-24,
c. Melakukan perhitungan pada penyalahgunaan kedudukkan yang berpengaruh bisa menghasilkan kejadian praktek monopoli serta persaingan usaha tidak sehat� yang diatur pada Pasal 25-28,
d. Mengangkat aktivitas yang serasi pada kekuasaan Komisi yang diatur pada Pasal 36.
e. Membagikan
saran serta evaluasi pada kebijaksanaan Pemerintah yang berhubungan pada Praktek Monopoli serta Persaingan Usaha Tidak Sehat.
f. Membentuk pendirian serta penerbitan yang berhubungan pada Undang-Undang ini.
g. Menyampaikan
keterangan dengan teratur terhadap prestasi kerja Komisi pada Presiden dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
Sedangkan kekuasaan KPPU ketika menjalankan pekerjaannya terdapat pada Pasal 36 Undang-Undang No.5 Tahun 1999. Menjadi lembaga administratif, KPPU berperan bagi keperluan umum. KPPU sangat bertentangan
pada pengadilan perdata
yang memproses hak-hak
personal. Maka, KPPU harus mengutamakan keperluan umum dari pada keperluan perorangan saat menangani adanya pelanggaran Undang-undang Anti Monopoli. Kejadian dilakukan sebanding pada tujuan Undang-Undang Anti Monopoli, terletak pada Pasal 3 huruf a, ialah dengan melindungi keperluan umum dan meninggikan kemampuan perdagangan nasional menjadi salah satu upaya bagi menaikkan
kesejahteraan rakyat.
Penindakan masalah bagi KPPU baik persekongkolan tender ataupun masalah beda yang melanggar Undang-undang Anti Monopoli yang bersumber pada laporan pelapor, laporan pelapor dan ganti rugi, serta ide-ide Komisi. Pada laporan pelapor berbentuk aduan ke KPPU dicoba
bersama kebijakan, yaitu:
a. Laporan
yang diberikan serentak
pada Pimpinan KPPU sambil mengenai Laporan ataupun Pengaduan
b. Bukti
diri Pelapor, Pelapor mencatatkan bukti diri lengkap
yang bisa dihubungi, ialah seperti mencantumkan:
Nama Lengkap, Alamat Lengkap,
serta Nomor telepon.
c. Bukti
diri Terlapor, Terlapor mencatatkan penjelasan mengenai: Nama Lengkap, Alamat Lengkap, serta Nomor Telepon.
Serta Pihak Terlapor bisa lebih dari
satu.
d. Uraian tentang Peristiwa, Pelapor menerangkan secara jelas serta
lengkap tentang kejadian yang melatarbelakangi terbentuknya pelanggaran.
e. Perkiraan pasal yang dilanggar, Pelapor memastikan pasal apa dari
Undang-undang Anti Monopoli
yang diprediksi dilanggar bagi Terlapor. Pelapor pun menerangkan petunjuk pelanggaran yang sudah dicoba bagi
Terlapor buat tiap-tiap pasal.
f. Dokumen Pendukung, Pelapor hendaknya mencantumkan berkas yang bisa dibuat alat bukti
dengan perkiraan pelanggaran Undang-undang Anti Monopoli.
g. Saksi-saksi,
Pelapor hendaknya menyertakan bukti diri pihak-pihak yang bisa dijadikan saksi.
Komisi mempunyai ide-ide buat menjawab sudah terjalin sesuatu persekongkolan pada tender ialah dengan mencari bermacam petunjuk persekongkolan yang kerap ditemukan pada penerapan tender, ataupun terdapat atau tidaknya persekongkolan
tersebut wajib dinyatakan lewat pengecekan oleh kelompok Pemeriksa ataupun Majelis KPPU. Petunjuk-Petunjuk persekutuan tender tersebut, ialah:
a. Petunjuk persekongkolan yang timbul pada waktu perencanaan.
b. Petunjuk persekongkolan yang timbul pada waktu pembuatan Panitia.
c. Petunjuk persekongkolan yang timbul pada waktu prakualifikasi industri ataupun pra lelang.
d. Petunjuk persekongkolan yang timbul pada waktu pembuatan persyaratan bagi yang mengikuti tender ataupun pada waktu penyusunan dokumen tender.
e. Petunjuk persekongkolan yang timbul pada waktu pengumuman tender ataupun lelang.
f. Petunjuk persekongkolan yang timbul pada waktu pengambilan dokumen tender.
g. Petunjuk persekongkolan yang timbul pada waktu penentuan harga perhitungan sendiri ataupun harga dasar lelang.
h. Petunjuk persekongkolan yang timbul pada waktu penjelasan tender ataupun open house lelang.
i. petunjuk persekongkolan yang timbul pada waktu penyerahan serta pembukaan dokumen penawaran tender.
j. Petunjuk persekongkolan yang timbul pada waktu evaluasi serta penetapan pemenang tender.
k. Petunjuk persekongkolan yang timbul pada waktu pengumuman calon pemenang tender.
l. Petunjuk persekongkolan yang timbul pada waktu penyampaian sanggahan.
m. Petunjuk persekongkolan yang timbul di waktu pemilihan pemenang tender serta penandatanganan kontrak,
n. Petunjuk persekongkolan yang timbul pada waktu penerapan serta evaluasi pelaksanaan.
Jika
dilihat dari petunjuk-petunjuk tersebut serta penjelasan yang disampaikan dalam Pasal 22 Undang-undang Anti Monopoli sebelumnya, maka dalam meyakinkan
persekutuan tender, KPPU harus
mencari alat bukti guna untuk
mencapai faktor-faktor persekutuan tender, yakni:
a. Faktor Pelaku Usaha.
b. Faktor Bersekongkol.
c. Faktor Pihak Lain.
d. Faktor Mengatur serta Menentukan Pemenang Tender.
e. Faktor Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Pemberian sanksi pada dasarnya diharapkan agar lebih lengkap pelaksanaannya dalam kehidupan masyarakat khususnya pada persaingan usaha. Sanksi yang dijelaskan pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 terdiri dari aktivitas administratif yang diatur pada pasal 47, pidana pokok dijelaskan pada pasal 48, serta pidana tambahan pada pasal 49.
Pemeran usaha melawan untuk
memberikan alat bukti yang diperlukan dalam penyelidikan, melawan untuk dicek,
melawan membagikan keterangan yang dibutuhkan dalam penyelidikan, dan menghalang proses penyelidikan seperti dijelaskan pada pasal 41 ayat 1 dan 2. Maka, yang berhak untuk menetapkan denda bersifat tindakan administratif pada pemeran usaha yang telat melakukan pelanggaran ketentuan dalam Undang-undang No.5 Tahun 1999. Sanksi aktivitas administratif pada pasal 22, yaitu:
a. Arahan
yang diberikan kepada pemeran usaha agar menghentikan aktivitas yang terbukti memunculkan praktek monopoli yang merugikan masyarakat.
b. Arahan kepada pemeran usaha untuk menghentikan
penyalahgunaan kedudukan kekuasaannya.
c. Penegasan pelunasan ganti rugi.
d. Memberikan ganti rugi Rp.1.000.000.000 (satu miliar rupiah) sampai Rp.25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah).
Pihak yang
bukan pemeran usaha pada kasus persekutuan tender Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, KPPU cuma memberikan pertimbangan kepada pemimpin dari ketua
panitia serta penyelenggaraan tender agar melaksanakan
pemeriksaan kepada panitia sehubungan dengan adanya keterangan
pelanggaran. Pelanggaran
pada pasal 22 dapat dikenakan pidana pokok terdapat dalam pasal 48 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, yaitu:
a. Pelanggaran
pada ketentuan Pasal 4, Pasal 9-14, Pasal 16-19, Pasal 25, Pasal 27, serta Pasal 28 yang diancam pidana denda sebesar Rp.25.000.000.000(dua puluh lima miliar rupiah) lalu bisa sampai sebesar
Rp.100.000.000.000(seratus miliar
rupiah), ataupun dikenakkan
pidana kurungan pengganti denda hingga 6 (enam) bulan.
b. Pelanggaran
pada peraturan Pasal 5-8, Pasal 15, Pasal 20-24, dan Pasal 26 dituntut pidana denda sebesar
Rp.5.000.000.000 (lima miliar rupiah) lalu bisa sampai
sebesar Rp.25.000.000.000 (dua
puluh lima miliar rupiah), ataupun dikenakan pidana kurungan pengganti denda selama 5 (lima) bulan.
c. Pelanggaran
pada ketentuan Pasal 41
yang diancam pidana denda sebesar Rp.1.000.000.000 (satu miliar rupiah) lalu bisa sampai
sebesar Rp.5.000.000.000 (lima miliar
rupiah), atau dikenakkan pidana kurungan pengganti denda selama 3 (tiga) bulan.
Terjadinya pelanggaran pada Pasal 22 bisa dijatuhi hukuman
pidana tambahan seperti yang ditetapkan pada pasal 49 Unfang-Undang No.5 Tahun 1999, yaitu:
a. Izin usahanya terancam dapat dicabutkan.
b. Pemeran usaha sudah dibuktikan
melaksanakan pelanggaran
pada undang-undang ini dilarang akan memangku
jabatan direksi atau komisaris selama 2-5 tahun.
Memberhentikan
kegiatan ataupun aktivitas khusus yang dapat menimbulkan kerugian kepada pihak yang berbeda.
Kesimpulan
Pelaksanaan tender barang dan jasa akan terus
ada demi kemajuan serta kesejahteraan masyarakat, untuk itu dengan adanya
KPPU semoga para pemeran usaha tidak melakukan
tindakan persekongkolan kembali baik persekongkolan
secara horizontal, vertikal
maupun horizontal dan vertikal
(campuran).
BIBLIOGRAFI
Adrian Sutedi, Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2017).
OECD. �Pedoman Untuk Mengatasi Persekongkolan Tender Dalam Pengadaan Publik�, https://www.oecd.ord/daf/competition/cartels/42662829.pdf.
Carl Kaysen and Donald F. Turner, dikutip
dari Anggraini, Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, (Jakarta: Pascasarjana UI, 2003), hlm.
92-93.
R.S. Khemani dan D.M. Shapiro, Glosarium Hukum Ekonomi dan Persaingan Organisasi Industri, (Paris:
OECD, 1996), hlm. 6.
Syamsul Ma�arif, Perjanjian Penetapan Harga Dalam Perspektif UU No.5 Tahun 1999��
hlm. 162-168.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1981), hal.43.
Mustafa
Kamal Rokan. 2010, Hukum Persaingan Usaha (Teori
dan Praktik di Indonesia). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
KPPU,
2010, Pedoman Pasal 22 tentang larangan Persekongkolan dalam Tender,
Jakarta.
Titis Anindyajati, �Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUUXIV/2016�,
Jurnal Konstitusi,
Vol.15 No.2, Tahun 2018, hal
372.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Pedoman Pasal 22, tentang larangan Persekongkolan dalam Tender, Jakarta.
Undang-Undang Dasar
1945 pasal 23 ayat
(1)(2)(3).
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003. Tentang Keuangan Negara
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak sehat.
Keputusan
Presiden Nomor 75 Tahun 1999. Tentang Komisi Pegawas Persaingan Usaha, pasal 14 ayat (1)(2)(3). Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2019. Tentang tata cara penanganan perkara praktik monopoli
Copyright
holder: Hot Dion Manurung,
Sarjit Kaur, Ronald Hasudungan
Sianturi (2022) |
First
publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is
licensed under: |