Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849
e-ISSN:
2548-1398
Vol.
7, No. 5, Mei 2022
GANGGUAN PERKEMBANGAN BICARA DAN BAHASA PADA ANAK USIA
36 � 48 BULAN DI PUSKESMAS OEBOBO KOTA KUPANG TAHUN 2019
Loriana L. Manalor, Matje
M. Huru, Ummi K.S. Saleh,
Melinda R. Wariyaka
Poltekkes Kemenkes Kupang, Indonesia
Email: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Latar belakang Anak merupakan sumber daya manusia
yang penting sebagai penerus bangsa. Anak usia 0-5 tahun yang disebut balita merupakan masa pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Masa kritis terjadi pada anak usia 1-3 tahun
dimana diperlukan stimulasi yang berguna agar potensi berkembang sehingga perlu mendapat perhatian. Kecerdasan anak
sangat dipengaruhi oleh stimulasi
yang diterimanya dalam tahun-tahun awal kehidupannya, terutama dua tahun pertama
yang sering kita sebut dengan the golden years.
Stimulasi yang tepat, baik jenis maupun
frekuensinya, akan melatih panca indera
anak dan akan mempengaruhi kecerdasannya. Melalui stimulasi ini juga dapat menjalin komunikasi efektif. Tugas orangtua
dan pendidik untuk mempertahankan sifat-sifat yang menjadi dasar kecerdasan
anak agar bertahan sampai tumbuh dewasa,
dengan memberikan faktor lingkungan dan stimulasi yang baik untuk merangsang dan mengoptimalkan fungsi otak dan kecerdasan anak. Metode
penelitian penelitian kualitatif
adalah penelitian yang bersifat deskriptif dengan menggunakan
metode wawancara mendalam (in depth
Interview) & dokumentasi di
Puskesmas Oebobo Kota Kupang pada Bulan Mei - Agustus 2019. Hasil penelitian Perkembangan bahasa dan bicara khususnya pada anak dengan gangguan
keterlambatan bicara (speech delay), deteksi
dini sangat dibutuhkan untuk mengetahui perkembangan yang terjadi pada awal masa tumbuh kembang seorang anak, karena bahasa
menjadi faktor utama dalam tumbuh
kembang anak yang dapat mempengaruhi banyak aspek tumbuh
kembang lainnya, seperti, aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Dengan bahasa seorang anak mampu untuk
berkomunikasi, menyampaikan
isi pikiran, perasaan, ekspresi dan interaksi dengan orang-orang dan lingkungan yang ada disekitarnya. Dengan deteksi sedini mungkin, akan dapat
mengetahui lebih awal dalam pemberian
stimulasi yang sesuai dengan� masalah yang
dialami seorang anak. Stimulasi merupakan salah satu bentuk program intervensi yang di
berikan kepada anak, khususnya anak dengan masalah
keterlambatan bahasa dan� bicara
(speech delay) dengan
dibantu oleh ahli seperti dokter, terapis dan� intervensi yang di berikan oleh
orang tua, sebagai contoh pola asuh
yang sangat mempengaruhi perkembangan
tumbuh kembang seorang anak. Perkembangan
bicara yang terlambat biasanya disertai dengan perkembangan sensorik motorik, perseptual motoric yang terlambat
pula. Karena bicara dan berbahasa
berhubungan erat dengan system motoric, yang diatur
oleh system syaraf pusat.
Pada usia dini anak yang mengalami gangguan keterlambatan bicara harus dengan
cepat diberikan intervensi berupa kegiatan terapi sebagai usaha preventif
dalam masa tumbuh kembangnya. Diagnosis keterlambatan
bicara dan berbahasa tidak mudah ditegakkan,
karena berhubungan dengan fungsi otak,
kegiatan motoric mulut, lidah, kerongkongan, pernafasan, pita suara dan tonus otot. (Etty Indriati,
2011).
Kata Kunci: bicara;
bahasa; anak
Abstract
Background Children are important human resources as
the nation's successor. Children aged 0-5 years who are called toddlers are a
period of basic growth that will influence and determine the next child's
development. A critical period occurs in children aged 1-3 years where useful
stimulation is needed so that potential develops so that it needs attention. A
child's intelligence is greatly influenced by the stimulation he receives in
the early years of his life, especially the first two years which we often call
the golden years. The right stimulation, both type and frequency, will train
the child's five senses and will affect his intelligence. Through this
stimulation can also establish effective communication. The task of parents and
educators is to maintain the traits that form the basis of children's
intelligence to survive until they grow up, by providing good environmental and
stimulation factors to stimulate and optimize children's brain function and
intelligence. The research method of qualitative research is descriptive
research using in-depth interviews & documentation at the Oebobo Health Center, Kupang City
in May - August 2019. Research results on language and speech development,
especially in children with speech delay disorders. ,
early detection is needed to determine the developments that occur at the
beginning of a child's growth and development, because language is a major
factor in children's growth and development which can affect many other aspects
of growth and development, such as cognitive, affective and psychomotor
aspects. With language, a child is able to communicate, convey the contents of
thoughts, feelings, expressions and interactions with people and the
environment around him. With detection as early as possible, will be able to find
out early in the provision of stimulation in accordance with the problems
experienced by a child. Stimulation is one form of intervention program that is
given to children, especially children with language and speech delay problems,
assisted by experts such as doctors, therapists and interventions provided by
parents, as an example of parenting that greatly affects development. growth of
a child. Delayed speech development is usually accompanied by delayed sensory
motor and perceptual motor development. Because speech and language are closely
related to the motor system, which is regulated by the central nervous system.
At an early age, children with speech delay disorders should be given
intervention in the form of therapeutic activities as a preventive measure
during their growth and development. The diagnosis of speech and language delay
is not easy to establish, because it is related to brain function, motor
activity of the mouth, tongue, esophagus, breathing, vocal cords and muscle
tone. (Etty Indriati, 2011)
Keywords: talk; language; children
Pendahuluan
Pembangunan kesehatan
sebagai bagian dari upaya membangun
manusia seutuhnya antara lain diselenggarakan melalui upaya kesehatan
anak yang dilakukan sedini mungkin sejak anak masih
dalam kandungan. Upaya kesehatan ibu yang dilakukan sebelum dan semasa hamil hingga melahirkan,
ditujukan untuk menghasilkan keturunan yang sehat dan lahir dengan selamat (intact survival). Upaya
kesehatan yang dilakukan sejak anak masih
dalam kandungan sampai lima (5) tahun pertama kehidupannya, ditujukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya sekaligus meningkatkan kualitas hidup anak agar mencapai tumbuh kembang optimal baik secara fisik, mental, emosional maupun social serta memiliki inteligensi majemuk sesuai dengan potensi
genetiknya (RI, 2015).
Pembentukan kualitas
SDM yang optimal, baik sehat
secara fisik maupun psikologis sangat bergantung dari proses tumbuh dan kembang pada usia dini. Untuk
mencapai kecerdasan secara menyeluruh dan optimal, anak membutuhkan perhatian, dukungan dan kasih sayang kedua
orangtuanya untuk memperoleh kesempatan mengembangkan berbagai potensi yang dimilikinya, seperti kesempatan berolah raga, bermain, mendapatkan pendidikan, memperoleh berbagai stimulasi sesuai kebutuhan dan berbagai kiat untuk mengatasi
berbagai masalah yang mungkin timbul, agar anak dapat menjalankan
tugas-tugas perkembangan sesuai tahapannya. Anak merupakan sumber daya manusia yang penting sebagai penerus bangsa yang akan datang. Anak usia 0-5 tahun yang disebut balita merupakan masa pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Masa kritis terjadi pada anak usia 1-3 tahun dimana diperlukan stimulasi yang berguna agar potensi berkembang sehingga perlu mendapat perhatian (Soetjiningsih, 2002).
Kebutuhan stimulasi
meliputi rangsangan yang terus menerus dengan
berbagai cara untuk merangsang semua system sensorik dan motorik. Bila stimulasi
dalam interaksi sehari-hari kurang bervariasi maka perkembangan kecerdasan juga kurang bervariasi (RI, 2015).
Kecerdasan anak sangat dipengaruhi oleh stimulasi yang diterimanya dalam tahun-tahun awal kehidupannya, terutama dua tahun pertama
yang sering kita sebut dengan the golden years.
Stimulasi yang tepat, baik jenis maupun
frekuensinya, akan melatih panca indera
anak dan akan mempengaruhi kecerdasannya. Melalui stimulasi ini juga dapat menjalin komunikasi efektif. Tugas orangtua dan pendidik untuk mempertahankan sifat-sifat yang menjadi dasar kecerdasan anak agar bertahan sampai tumbuh dewasa,
dengan memberikan faktor lingkungan dan stimulasi yang baik untuk merangsang dan mengoptimalkan fungsi otak dan kecerdasan anak. Berawal pada masa golden age, urgensi
penanaman nilai-nilai pada anak akan sangat efektif.
Bahasa adalah
bentuk aturan atau sistem lambang
yang digunakan anak dalam berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya yang dilakukan untuk bertukar gagasan, pikiran dan emosi. Bahasa bisa diekspresikan melalui bicara mengacu pada simbol verbal. Selain dengan menggunakan simbol verbal, bahasa dapat juga diekspresikan melalui tulisan, tanda gestural
dan musik. Bahasa juga dapat
mencakup aspek komunikasi nonverbal seperti gestikulasi, gestural atau pantomim. Gestikulasi adalah ekspresi gerakan tangan dan lengan untuk menekankan
makna wicara. Pantomim adalah sebuah cara komunikasi
yang mengubah komunikasi
verbal dengan aksi yang mencakup beberapa gestural (ekspresi gerakan yang menggunakan setiap bagian tubuh) dengan
makna yang berbeda-beda) (Fitriani, 2016).
Kemampuan bicara
dan bahasa melibatkan perkembangan kognitif,
sensorimotor, psikologis, emosi
dan lingkungan sekitar anak. Kemampuan bahasa pada umumnya dapat dibedakan atas kemampuan reseptif (mendengar dan memahami) dan kemampuan ekspresif (berbicara). Kemampuan bicara lebih dapat dinilai
daripada kemampuan lainnya sehingga pembahasan mengenai kemampuan bahasa lebih sering dikaitkan
dengan kemampuan berbicara. Kemahiran dalam bahasa dan berbicara dipengaruhi oleh faktor intrinsik (dari anak) dan faktor ekstrinsik (dari lingkungan). Faktor intrinsik yaitu kondisi pembawaan sejak lahir termasuk
fisiologi dari organ yang terlibat dalam kemampuan bahasa dan berbicara. Sementara itu faktor ekstrinsik
berupa stimulus yang ada di
sekeliling anak terutama perkataan yang didengar atau ditujukan
kepada si anak. (Asep Supena,
2018).
Beberapa ibu
dan keluarga di Puskesmas Oebobo mengatakan anak pada usia 2-5 tahun belum bisa
berbicara dengan jelas. Ada beberapa ibu dan keluarga yang mengatakan kalau anaknya belum jelas
berbicara dikarenakan anak cendrung diam ketika hendak diajak
berbicara, ketika anak itu menginginkan
sesuatu anak berbicara tapi tidak jelas sehingga
sulit dimengerti oleh ibu dan keluarga (Alsa, 2003).
Berdasarkan latar
belakang di atas penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian dengan judul �Gangguan Perkembangan Bicara dan Bahasa
Pada Anak Usia 36-48 Bulan
di Puskesmas Oebobo, Kota Kupang Tahun 2019�.
Metode Penelitian
Penelitian ini
adalah penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat deskriptif dengan menggunakan
metode wawancara mendalam (in depth
Interview) & dokumentasi untuk
memperoleh keterangan dari informan utama
dan triangulasi. Penelitian
ini dilakukan di Puskesmas Oebobo Kota Kupang pada Bulan Mei - Agustus� 2019. Subjek
dalam penelitian ini informan utama
yaitu orang tua yang mempunyai anak� usia
36-48 bulan yang berada di Puskesmas Oebobo yaitu sebanyak 2 orang anak yang mengalami keterlambatan bicara (speech
delay). Informan Triangulasi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah kader posyandu
1 orang dan bidan 1 orang yang bertugas
di wilayah kerja Puskesmas Oebobo. Jenis
data yang di adalah data primer
Hasil dan Pembahasan
Tujuan penelitian
ini yaitu untuk mengetahui keterlambatan bicara dan bahasa pada anak usia 36-48 bulan di Puskesmas Oebobo Kota Kupang Tahun 2019.
Peneliti melakukan
wawancara dengan orang tua, yaitu Ibu S sampel pertama (1) dalam kaitannya dengan bagaimana bentuk-bentuk perhatian yang diberikan orang tua pada anak yang mengalami keterlambatan bicara dan bahasa, responden menyatakan bahwa :
�Nama anak saya
A.H, umur 2 thn 6 bulan (ttl 05-03-2017), jenis kelamin laki-laki.
Nama saya Ny. S. umur 25 tahun, pendidikan SMP, pekerjaan wiraswasta, jumlah anak 2 orang.� ya kami mengajarkan anak untuk bicara, ayahnya
sibuk kerja jadi jarang berada
dirumah, dirumah hanya kami bertiga. Kalau bapaknya pergi kerja, saya
dan dia saja yang dirumah. Dia tidak
ada teman bermain. saya mamanya
yang setiap hari selalu bersama, saya mengajarkan anak agar dapat berbicara, seperti menunjukan gambar atau barang kepada
anak dan meminta anak untuk mengulang
kembali kata yang sudah saya disebutkan. Mengajak anak bicara,
kalau mood anak lagi baik, dia
akan bersuara tapi saya tidak
mengerti, kalau moodnya tidak baik
dia akan diam saja ketika saya
ajak berbicara. Karna saya sering tidak
mengerti dengan apa yang dia mau,
saya binggung karna dia tidak
berbicara hanya menunjukkan apa yang dia mau. Anak kadang-kadang
mau belajar bicara tapi saya
sibuk layani orang belanja nanti setelah
layani orang belanja saya ajak anak
bicara dia sudah tidak mau
lagi bicara, dia sudah diam�.
Peneliti melakukan
wawancara dengan sampel yang ke dua dengan wali
anak, yaitu Ny. F. M dalam kaitannya dengan bagaimana bentuk-bentuk perhatian yang diberikan orang tua pada anak yang mengalami keterlambatan bicara dan bahasa, responden menyatakan bahwa :
Ajarkan anak Jeden
bicara selama dirumah sewaktu bermain atau hendak
meminta sesuatu dari orang tua/wali. Jeden biasa
kalau mengingini sesuatu pasti akan
meraih tangan orang tua/wali untuk
mengambil apa yang di inginkannya, sewaktu mengambil kami (orang tua/wali langsung menyebutkan
dan minta Jeden ulangi lagi kata yang sudah di ucapkan.
Perkembangan bahasa
dan bicara khususnya pada anak dengan gangguan
keterlambatan bicara (speech delay), deteksi
dini sangat dibutuhkan untuk mengetahui perkembangan yang terjadi pada awal masa tumbuh kembang seorang anak, karena bahasa
menjadi faktor utama dalam tumbuh
kembang anak yang dapat mempengaruhi banyak aspek tumbuh
kembang lainnya, seperti, aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Dengan bahasa seorang anak mampu untuk
berkomunikasi, menyampaikan
isi pikiran, perasaan, ekspresi dan interaksi dengan orang-orang dan lingkungan yang ada diseitarnya. Dengan deteksi sedini mungkin, akan dapat
mengetahui lebih awal dalam pemberian
stimulasi yang sesuai dengan� masalah yang
dialami seorang anak. Stimulasi merupakan salah satu bentuk program intervensi yang di
berikan kepada anak, khususnya anak dengan masalah
keterlambatan bahasa dan� bicara
(speech delay) dengan
dibantu oleh ahli seperti dokter, terapis dan� intervensi yang di berikan oleh
orang tua, sebagai contoh pola asuh
yang sangat mempengaruhi perkembangan
tumbuh kembang seorang anak. Perkembangan
bicara yang terlambat biasanya disertai dengan perkembangan sensorik motorik, perseptual motoric yang terlambat
pula. Karena bicara dan berbahasa
berhubungan erat dengan system motoric, yang diatur
oleh system syaraf pusat.
Pada usia dini anak yang mengalami gangguan keterlambatan bicara harus dengan
cepat diberikan intervensi berupa kegiatan terapi sebagai usaha preventif
alam masa tumbuh kembangnya. Diagnosis keterlambatan
bicara dan berbahasa tidak mudah ditegakkan,
karena berhubungan dengan fungsi otak,
kegiatan motoric mulut, lidah, kerongkongan, pernafasan, pita suara dan tonus otot. (Etty Indriati,
2011).
Peneliti melakukan
wawancara dengan orang tua, yaitu Ibu (Ny. S) Apakah selalu menemani
anak ketika sedang bermain dirumah, bentuk perhatian yang diberikan orang tua pada anak yang mengalami keterlambatan bicara dan bahasa, responden menyatakan bahwa :
�ya, karna dari pagi
sampai malam kami berdua saja dirumah,
kalau tidak ada pembeli saya
selalu menemani anak bermain. Mainannya
banyak biasa dia keluarkan semua
dan bermain sendiri atau bersama-sama dengan saya, hanya
kalau dia bosan mainannya dibuang dan berserakan dilantai, tidak boleh omong untuk
merapikan kembali nanti dia marah,
menangis serta memukul-mukul kepalanya dengan tangannya.
Peneliti melakukan
wawancara dengan orang tua, yaitu Ny. F. M Apakah selalu menemani
anak ketika sedang bermain dirumah, bentuk perhatian yang diberikan orang tua pada anak yang mengalami keterlambatan bicara dan bahasa, responden menyatakan bahwa :
Kalau sudah selesai
kerja pekerjaan rumah seperti masak,
bacuci baru temani anak bermain,
biasa suap anak makan sambil
bermain dan menjelaskan atau menerangkan nama barang atau
kejadian dan minta anak untuk mengulang
kembali kata yang diucapkan.
Peneliti melakukan
wawancara dengan orang tua, yaitu Ibu (Ny. S) bagaimana cara orang tua memberikan motivasi kepada anak untuk belajar
bicara, responden menyatakan bahwa :
Menyebutkan atau menunjukan
gambar barang/benda yang ada disekitar dan meminta anak mengulang kembali kata-kata yang barusan disebutkan, selesai anak menyebutkan saya biasa memberi
pujian kepada anak, seperti �ya pintar�, menepuk
tangan dan memberikan ciuman.
Peneliti melakukan
wawancara dengan orang tua, yaitu Ibu (Ny. S) apakah menyedikan waktu untuk mengajarkan
anak berbicara, responden menyatakan bahwa :
�Tidak pernah
karna sambil jaga kios, mengajarkan anak berbicara kalau ada kesempatan
atau tidak ada yang datang beli dikios. Anak juga belajar kalau moodnya
lagi baik, apapun yang kita sebutkan pasti dia akan menglangnya
kembali tapi kalau lagi tidak� mood anak tidak mau diajak
berbicara
Peneliti melakukan
wawancara dengan orang tua, yaitu Ibu (Ny. S) mengapa anak sampai
mengalami keterlambatan bicara dan bahasa, responden menyatakan bahwa :
Mungkin factor turunan karna
kakanya dulu tidak bisa bicara
sampai umur 6 tahun, baru bisa
bicara setelah pindah kerumah kampung diBone, Sulawesi Selatan, sepupunya
juga terlambat bicara, sudah mau sekolah
umur 7 tahun baru pintar bicara.
Kata ibunya itu merupakan factor turunan dari Ibu S
Peneliti melakukan
wawancara dengan orang tua, yaitu Ibu (Ny. S) bagaimana cara orang tua mengatasi anak
yang mengalami keterlambatan
bicara dan bahasa, responden menyatakan bahwa :
Mengajarkan bicara dengan
cara bermain bersama anak. Menirukan
suara hewan, meminta anak agar meniru suara dan menyebutkan nama hewan tersebut
Peneliti melakukan
wawancara dengan orang tua, yaitu Ibu (Ny. S) kendala-kendala yang dihadapi
orang tua dalam memberikan perhatian pada anak yang mengalami keterlambatan bicara dan bahasa, responden menyatakan bahwa :
Turunan dari keluarga
dan juga kami orang tua tidak
mempunyai waktu yang khusus untuk mengajari
anak belajar berbicara karna sibuk dan juga anak mau belajar kalau
moodnya lagi baik kalau tidak
pasti menangis dan memukul-mukul diri. Kami tidak memaksakan anak agar harus bisa bicara, nanti
juga pasti bisa bicara seperti kaka-kakanya
Peneliti melakukan
wawancara dengan orang tua, yaitu Ibu (Ny. S) mengapa kendala/hambatan itu sampai
terjadi, responden menyatakan bahwa :
Turunan dari keluarga
saya, dan saya sibuk menjaga kios
sehingga kurang mengajarkan anak belajar berbicara, saua juga tidak membiarkan anak bermain bersama-sama dengan anak tetangga
karna anak saya sering menangis
dipukul jadi saya tidak membiarkan
anak saya bermain dengan anak tetangga.
Peneliti melakukan
wawancara dengan orang tua, yaitu Ibu (Ny. S) mengapa sampai harus mengalami keterlambatan bicara dan bahasa, responden menyatakan bahwa :
Karena turunan dari
saya, mamanya dan saya kurang mengajarkan
bicara pada anak juga saya tidak berikan
kesempatan anak untuk bermain bersama
dengan anak tetangga
Peneliti melakukan
wawancara dengan orang tua, yaitu Ibu (Ny. S) strategi/cara untuk mengatasi� keterlambatan
bicara dan bahasa, responden menyatakan bahwa :
Memberikan waktu luang� untuk ajarkan bicara pada anak dan membiarkan anak bermain dengan
anak tetangga dan dijaga
Untuk memperkuat
pernyataan orang tua tersebut maka peneliti
melakukan wawancara dengan kader yaitu
Ny. R.I. T, apa strategi kader
untuk mengatasi anak yang mengalami keterlambatan bicara dan bahasa, menyatakan bahwa :
Saya Ny. R.I.T umur, 31 tahun, pekerjaan kader. Anak A.H anak ke 2 dari 2 bersaudara,
kakanya tinggal dikampung bersama neneknya. Anak A.H biasa didalam rumah saja
bersama mamanya, karna mamanya jaga kios. Kios berada
ditepi jalan raya sehingga mamanya
tidak membiarkan anaknya bermain diluar rumah. Sehari-hari
anak A.H hanya bermain sendiri kadang-kadang kalau mamanya sonde sibuk ajak bermain anaknya,
tapi kalau sibuk anaknya dibiarkan
bermain sendiri. Anak itu kemauan keras
kalau dia minta sesuatu dengan
cara omong sonde jelas atau menunjukan
mamanya masih menayakan kejelasan atau menyebutkan nama barang yang dia mau, anak
itu langsung pukul-pukul kepala dengan kedua tangannya
atau toki-toki kepala dilantai. Anak ini juga tidak teratur mengikuti posyandu, saat posyandu dijemput kalau anak itu
mau ikut saya ya saya
bawa tapi kalau saya jemput
dia tidak mau ya tidak
ikut posyandu. Anak itu tidak ada
teman seumuran yang bermain bersama. Ia cara saya
kasih bermain dengan anak-anak yang lain.
Untuk memperkuat
pernyataan orang tua tersebut maka peneliti
melakukan wawancara dengan kader yaitu
Ny. R. M, bagaimana strategi kader
untuk mengatasi anak yang mengalami keterlambatan bicara dan bahasa, menyatakan bahwa :
Arfan dibiarkan bermain
dengan anak-anak yang lain
yang ada saat kegiatan posyandu supaya bisa bermain
dan belajar berbicara dan
juga kestau mamanya agar biarkan Arfan bermain
dengan anak-anak tetangga disekitaran rumah.
Selain mewawancarai
kader peneliti melakukan wawancara dengan Ibu Bidan untuk memperkuat pernyataan orang tua dan kader, apa strategi bidan untuk mengatasi
anak yang mengalami keterlambatan bicara dan bahasa menyatakan bahwa :
Anak A.H belum bisa
berbicara hanya menunjukan apa yang dia inginkan, anak
ini juga jarang ke posyandu karna
mamanya sibuk jaga kios, jadwal posyandu
kalau kadernya pergi ambil dan anak itu mau
dengan ibu kader ya pasti
anak itu aka ada pada saat posyandu
tapi kalau saat kader pergi
menjemput dan anak itu tidak mau
ya tidak ikut posyandu. Pada saat posyandu, anak itu sehat
berat badan pada warna hijua pada KMS balita, pertumbuhan normal, perkembangan
motoric, kasar, motoric halus
normal hanya saja bicara dan bahasan yang mengalami gangguan.
Selain mewawancarai
kader peneliti melakukan wawancara dengan Ibu Bidan untuk memperkuat pernyataan orang tua dan kader, bagaimana strategi bidan untuk mengatasi
anak yang mengalami keterlambatan bicara dan bahasa menyatakan bahwa :
Kaka dan adik sama
terlambat berbicara mungkin karna kurang
berinteraksi dengan teman sebaya, hanya
bermain dalam rumah saja, kadang-kadang
bermain dengan mamanya jarang anak keluar bermain
dengan teman-teman sebaya yang ada disekitar rumah. Anak dibiarkan bermain bersama teman sebayanya
atau seumurannya agar anak belajar berkomunikasi
atau berbicara dan anak dapat belajar
mengungkapkan keinginan keinginannya dengan belajar berbicara bersama teman-teman sebayanya.
Peneliti melakukan
wawancara dengan orang tua, yaitu Ny. F. M bagaimana cara orang tua memberikan motivasi kepada anak untuk belajar
bicara, responden menyatakan bahwa :
Saat anak menyebutkan
atau mengucapkan kata-kata
kami memberikan pujian pada
anak setelah menyebutkan/mengucapkannya. Pujian dalam bentuk
tepuk tangan dan ciuman, anak juga senang dengan pujian
yang diberikan.
Peneliti melakukan
wawancara dengan orang tua, yaitu Ibu F. M apakah menyediakan waktu untuk mengajarkan
anak berbicara, responden menyatakan bahwa :
Waktu yang disediakan khusus tidak ada
karna saya ajak berbicara anak diam tidak menjawab jadi semua
tergantung moodnya anak, anak bermain
sambil mendengarkan suara televisi dan dia mengulang kata terakhir yang didengarnya, seperti kata �tv one� anak hanya menyebutkan �one�. Kadang-kadang sambil suap beri makan
kita tanyakan tentang mau makan
lauk apa, dia diam dan tidak bicara.
Peneliti melakukan
wawancara dengan orang tua, yaitu Ibu F. M mengapa sampai anak bapak/ibu
mengalami keterlambatan bicara dan bahasa, responden menyatakan bahwa :
Saya�
tidak tahu kalau dari
kami keluarga mamanya, kebutulan saya kakak dari mamanya,
dalam keluarga tidak ada seperti
ini mengalami keterlambatan bicara. Saya juga tidak tahu keluarga
bapaknya. Menurut mamanya kakaknya yang pertama juga begitu nanti sudah besar
masuk umur 3 tahun baru bisa
bicara. Jadi saya juga mengikuti katanya mamanya kalau nanti
sudah umur 3 tahun baru bisa
bicara.
Peneliti melakukan
wawancara dengan orang tua, yaitu Ibu F. M bagaimana cara bapak/ibu mengatasi
anak mengalami keterlambatan bicara dan bahasa, responden menyatakan bahwa :
Anak ini kita
ajak bicara, dia kadang dia
mau kadang juga tidak mau, tergantung
dia punya mood. Karna mamanya
bilang kakaknya juga sama mengalami keterlambatan bicara makanya kami ajarkan pakai contoh yang sesunggunhya, seperti buah manga, kami pegang dan akan berikan pada anak tapi sebelum
memberikan saya menyebutkan� ini namanya buah mangga�,
minta anak mengulanginya dia cuman bisa omong
�ngga �.
Peneliti melakukan
wawancara dengan orang tua, yaitu Ibu F. M apa saja kendala-kendala/hambatan bapak/ibu sebagai orang tua dalam memberikan
perhatian pada anak yang mengalami keterlambatan bicara dan bahasa, responden menyatakan bahwa :
Anak tidak mau
diajak berbicara kalau dia tidak
mood, saat bermain, kalau saat makan
atau mandi saya tanya �ade nama�
siapa dia menjawab �Den� saya tanya berikutnya dia sudah tidak
mau menjawab dan diam.
Peneliti melakukan
wawancara dengan orang tua, yaitu Ibu F. M Mengapa kendala/hambatan itu sampai
terjadi, responden menyatakan bahwa :
Saya juga kurang tahu mungkin sering
ditinggal mamanya, karna mamanya ikut
bapaknya bertugas keluar kota, dia
dengan kakaknya tinggal dengan saya di rumah. Mamanya bilang kakaknya dulu juga terlambat bicara jadi anak ini
dibiarkan saja nanti juga bisa bicara kalau sudah
bertambah umur, sehingga saya juga mengikuti tapi kadang-kadang saya ajar anak bicara dia
mau kadang juga dia tidk mau,
tergantung mood anak.
Peneliti melakukan
wawancara dengan orang tua, yaitu Ibu F. M Menurut ibu, mengapa
sampai harus mengalami keterlambatan bicara dan bahasa, responden menyatakan bahwa :
Anak bermain sendiri
tidak ada teman yang seumuran dirumah yang ada hanya saya dan kakaknya yang sudah SMP. Anak ini pernah dibawa
mamanya bermain kerumah tetangga, barang-barang yang ada diruang tamu akan
dipindahkan seperti pot bungga, taplak meja, serta naik kursi dan melompat. Karena kejadian itu mamanya
tidak bawa lagi anaknya ke
rumah tetangga.
Peneliti melakukan
wawancara dengan orang tua, yaitu Ibu F. M Menurut Ibu anak yang mengalami keterlambatan bicara dan bahasa, responden menyatakan bahwa :
Anak bermain sendiri
tidak ada teman yang seumuran, seperti bermain mobil-mobilan atau perang-perangan sendiri saja, sehingga anak sudah terbiasa
dengan diam dan tidak mau berbicara ketika
diajak berbicara.
Peneliti melakukan
wawancara dengan orang tua, yaitu Ibu F. M Apakah orang tua mempunyai strategi untuk mengatasi anak yang mengalami keterlambatan bicara dan bahasa, responden menyatakan bahwa :
Kalau orang tuanya ada
waktu mengajak anaknya jalan-jalan ke tempat yang ramai seperti di mall,� dipantai/tempat pemandian/kolam yang banyak orang sehingga anak belajar
untuk berbicara dan belajar berinteraksi dengan sekitar.
Untuk memperkuat
pernyataan orang tua tersebut maka peneliti
melakukan wawancara dengan kader yaitu
Ny. R.I. T, bagaimana strategi kader
untuk mengatasi anak yang mengalami keterlambatan bicara dan bahasa, menyatakan bahwa :
Meminta mama besarnya agar selalu membawa anak saat posyandu
sehingga bisa bertemu dan bermain dengan anak-anak lain yang sebaya dan dia juga pasti akan belajar
omong walaupun satu atau dua
kata, selain itu juga anak belajar terbiasa
dengan banyak orang.
Selain mewawancarai
kader, peneliti melakukan wawancara dengan Ibu Bidan untuk memperkuat pernyataan orang tua dan kader, bagaimana strategi bidan untuk mengatasi
anak yang mengalami keterlambatan bicara dan bahasa menyatakan bahwa :
Meminta orang tua dan kader,
agar rajin membawa anak saat posyandu
untuk memantau tumbuh kembang, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian anak tersebut. Karena menurut cerita kader dan wali anak mengalami
terlambat bicara, anak bermain sendiri
dirumah tidak bergaul dengan anak tetangga sehingga
saya sampaikan ke orang tua kalau
anak harus dibiarkan bermain dengan teman sebaya
atau seumuran agar anak belajar bicara
dan berinteraksi dengan
orang lain disekitarnya.
Semakin banyak
hubungan anak dengan teman sebayanya
dan semakin besar keinginan mereka untuk diterima sebagai anggota kelompok sebayanya, akan semakin kuat
motivasi mereka untuk belajar berbicara.
Perkembangan anak terdiri atas motorik
kasar, motorik halus, sosialisasi, kognitif dan bahasa. Anak-anak dilahirkan dengan mekanisme kemampuan untuk mengembangkan bicara dan keterampilan bahasa. Perkembangan bahasa adalah kemampuan anak untuk memberikan
respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara sopan (Soetjiningsih, 2008).
Kemampuan berbahasa merupakan indikator seluruh perkembangan anak. Kurangnya stimulasi akan dapat menyebabkan gangguan bicara dan berbahasa bahkan gangguan ini dapat
menetap (Kemenkes
RI, 2013). Salah satu indikator
keterlambatan bahasa adalah ketidakmampuan anak dalam berbicara
di usia yang seharusnya sudah mampu.
Penelitian ini
dilakukan adalah untuk mengetahui gambaran perkembangan bahasa dan bicara khususnya pada anak dengan gangguan keterlambatan bicara (speech delay), deteksi
dini sangat dibutuhkan untuk mengetahui perkembangan yang terjadi pada awal masa tumbuh kembang seorang anak, karena bahasa
menjadi faktor utama dalam tumbuh
kembang anak yang dapat mempengaruhi banyak aspek tumbuh
kembang lainnya, seperti, aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
Semakin dini
kita mendeteksi kelainan atau gangguan
tersebut maka semakin baik pemulihan
gangguan tersebut. Semakin cepat diketahui
penyebab gangguan bicara dan bahasa maka semakin cepat
stimulasi dan intervensi dapat dilakukan pada anak tersebut. Menurut dr. Widodo Judarwanto (2016),
perkembangan pemerolehan sintaksis meningkat pesat pada waktu anak menjalani usia 2 tahun, yang mencapai puncaknya pada akhir usia 2 tahun.
Tahap perkembangan sintaksis secara singkat terbagi dalam :
1. Masa pra-lingual,
sampai usia 1 tahun
2. Kalimat satu
kata, 1-1,5 tahun
3. Kalimat rangkaian
kata, 1,5-2 tahun
4. Konstruksi sederhana
dan kompleks, 3 tahun
5. Lewat usia
3 tahun anak mulai menanyakan hal-hal yang abstrak dengan kata Tanya �mengapa�, �kapan� pemakaian kalimat kompleks dimulai setelah anak menguasai kalimat empat kata sekitar usia 4 tahun.
Kesimpulan
Penelitian yang dilakukan
memiliki tujuan untuk memberikan pemahaman secara luas mengenai perkembangan
anak terutama pada periode awal tumbuh
kembang. Dimana peran serta orang tua, lingkungan dan orang disekitar
sangat menentukan kemampuan
kognitif, motorik, dan psikomotorik anak. Serta memberikan pemahaman juga kepada para orang tua, para guru
dan lingkungan, bahwa tidak selamanya anak dengan masalah
terlambat bicara yang disertai dengan gangguan sosio emosional tidak bisa bersosialisasi dengan lingkungan di sekitarnya. Khususnya pada saat ini di zaman milenial dimana anak-anak saat ini lebih banyak
berhadapan dengan media
online, gadget dan semua yang berhubungan
dengan alat komunikasi. Peran orang tua
sangat penting guna untuk membantu proses tumbuh kembang anak khususnya dalam tahap bicara
dan bahasa.
1. Keterlambatan bicara
pada anak umur 36-48 bulan di Puskesmas Oebobo Kota Kupang Tahun 2019.
Dengan bahasa
seorang anak mampu untuk berkomunikasi,
menyampaikan isi pikiran, perasaan, ekspresi dan interaksi dengan orang-orang dan lingkungan
yang ada diseitarnya. Dengan deteksi sedini mungkin, akan dapat mengetahui
lebih awal dalam pemberian stimulasi yang sesuai dengan� masalah yang
dialami seorang. Keterlambatan bicara adalah salah satu penyebab gangguan perkembangan yang paling sering ditemukan pada anak. Gangguan ini semakin
hari tampak semakin meningkat pesat. Beberapa laporan menyebutkan angka kejadian gangguan bicara dan bahasa berkisar 5-10% pada anak sekolah. Penyebab
gangguan bicara dan bahasa sangat luas dan banyak, terdapat beberapa resiko yang harus diwaspadai untuk lebih mudah
terjadi gangguan ini.
2. Keterlambatan bahasa
pada anak umur 36-48 bulan di Puskesmas Oebobo Kota Kupang Tahun 2019
Deteksi dini
gangguan bicara dan bahasa ini harus
dilakukan oleh semua individu yang terlibat dalam penanganan anak ini, mulai
dari orang tua, keluarga, dokter kandungan yang merawat sejak kehamilan dan dokter anak yang merawat anak tersebut.� Pada anak normal tanpa gangguan bicara dan bahasa juga perlu dilakukan stimulasi kemampuan bicara dan bahasa sejak lahir bahkan
bias juga dilakukan stimulasi
sejak dalam kandungan.
Alsa, Asmadi. (2003). Pendekatan
kuantitatif dan kualitatif serta kombinasinya dalam penelitian psikologi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. Google Scholar
Dewanti, Attila, Widjaja, Joanne Angelica, Tjandrajani,
Anna, & Burhany, Amril A. (2016). Karakteristik Keterlambatan Bicara di
Klinik Khusus Tumbuh Kembang Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Tahun
2008-2009. Sari Pediatri, 14(4), 230�234. Google Scholar
Djamal, Muhammad. (2015). Paradigma
penelitian kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Google Scholar
Feldman, Heidi M. (2005). Evaluation and
management of language and speech disorders in preschool children. Pediatrics
in Review, 26(4), 131�142. Google Scholar
Fimawati, Yuli, Dhanawaty, Ni Made, &
Sukarini, Ni Wayan. (2017). Kemampuan Berbahasa Anak Autis Tipe Pddnos di
Slb Muhammadiyah Sidayu Gresik: Kajian Psikolinguistik. Udayana University.
Google Scholar
Fitriyani, Fitriyani, Sumantri, Mohamad Syarif,
& Supena, Asep. (2018). Gambaran perkembangan berbahasa pada anak dengan
keterlambatan bicara (speech delay): Study Kasus pada anak usia 9 tahun kelas 3
SD di SDS Bangun Mandiri. Prosiding Seminar Dan Diskusi Pendidikan Dasar.
Google Scholar
Gunawan, Gladys. (2016). Gambaran
Perkembang Bicara dan Bahasa Anak Usia 0-3 Tahun. Sari Pediatri, 13(1),
21�25. Google Scholar
Habib, Zainal, & Hidayati, Laily.
(2012). Intervensi psikologis pada pendidikan anak dengan keterlambatan bicara.
Madrasah: Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran Dasar, 5(1). Google Scholar
Joni, Joni. (2015). Hubungan Pola Asuh
Orang Tua Terhadap Perkembangan Bahasa Anak Prasekolah (3-5 Tahun) Di PAUD
Al-Hasanah Tahun 2014. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 1(1),
42�48. Google Scholar
Khoiriyah, Khoiriyah, Ahmad, Anizar, &
Fitriani, Dewi. (2016). Model pengembangan kecakapan berbahasa anak yang
terlambat berbicara (speech delay). Syiah Kuala University. Google Scholar
Nurmalitasari, Femmi. (2015). Perkembangan
sosial emosi pada anak usia prasekolah. Buletin Psikologi, 23(2),
103�111. Google Scholar
Puspita, W. A. (2018). Ragam Program
Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara Anak Usia 3�6 Tahun. Jurnal PNF,
44. Google Scholar
RI, Kemenkes. (2015). Pedoman
Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak Di
Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta. Google Scholar
Sunanik, Sunanik. (2013). Pelaksanaan
Terapi Wicara dan Terapi Sensori Integrasi pada Anak Terlambat Bicara. Nadwa:
Jurnal Pendidikan Islam, 7(1), 19�44. Google Scholar
Suparmiati, Aries, Ismail, Djauhar, &
Sitaresmi, Mei Neni. (2016). Hubungan ibu bekerja dengan keterlambatan bicara
pada anak. Sari Pediatri, 14(5), 288�291. Google Scholar
Copyright holder: Loriana L. Manalor, Matje M. Huru, Ummi K.S. Saleh, Melinda
R. Wariyaka (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed
under: |