Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 5, Mei 2022

 

KAJIAN INDUSTRI KECIL YANG TERINTEGRASI DENGAN INDUSTRI PARIWISATA DI KECAMATAN SIMBANG

 

Muh. Zainal, Rahmat

BDK Makassar, Indonesia, LPPM STAI DDI Maros, Indonesia

Email[email protected], [email protected]

 

Abstrak

Kajian ini difokuskan pada kajian model strategi integrasi industri kecil dan menengah dengan industri pariwisata di Kecamatan Simbang dan merumuskan kebijakan dan agenda tindakan integrasi industri kecil dan menengah dengan industri pariwisata dalam meningkatkan pendapatan masyarakat melalui pemanfaatan potensi sumber daya di Kecamatan Simbang Kabupaten Maros. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif untuk menganalisis lingkungan indutri kecil dan industri pariwisata.� Sumber data penelitian ini terdiri dari sumber data primer dan sumber data sekunder dengan teknik analisis data yaitu (1) Analisis Deskriptif, (2) SWOT Analisis, dan Analytical Hierarchy Process (AHP). Hasil kajian diperoleh kesimpulan yaitu: (1) Model integrasi industri kecil dan menengah dengan industri pariwisata di Kecamatan Simbang dilaksanakan dalam bentuk Defensif yaitu mendistribusikan produk baru kepada pelanggan baru yang merupakan hasil dari industri kreatif berskala IKM. Proses integrasi IKM dengan IP melalui product Development dalam bentuk pengembangan Industri baru seperti Industri Kreatif atau melakukan inovasi baru pada produk IKM sekaligus sebagai usaha untuk meningkatkan pendapatan dan memperluas lapangan kerja seperti berinovasi melalui Industri penyedia (pemasok) dan Industri penyedia jasa dalam skala indutri kecil dan menegah, dan (2) Kebijakan dan agenda tindakan integrasi industri kecil dan menengah dengan industri pariwisata dalam meningkatkan pendapatan masyarakat melalui pemanfaatan potensi sumber daya di Kecamatan Simbang Kabupaten Maros dilaksanakan melalui (1) Peningkatan kualitas SDM pelaku IKM dan IP dan (2) menciptakan iklim usaha dan persaingan sehat melalui penetapan harga, intensitas pelaksanaan promosi, dan peningkatan proses distribusi produk baru kepada pelanggan baru yang merupakan hasil dari indutri kreatif berskala IKM.

 

Kata Kunci: IKM, Indutri Pariwisata, Integrasi

 

Abstract

This study focused on studying the model of small and medium-sized industrial integration strategies with the tourism industry in Simbang District and formulating policies and agendas for the integration of small and medium industries with the tourism industry in increasing people's income through the utilization of potential resources in Simbang District, Maros Regency. This type of research is quantitative descriptive research to analyze the small industry environment and tourism industry.� This research data source consists of primary data sources and secondary data sources with data analysis techniques, namely (1) Descriptive Analysis, (2) SWOT Analysis, and Analytical Hierarchy Process (AHP). �The results of the study were concluded, namely: (1) The model of integration of small and medium industries with the tourism industry in Simbang District was carried out in the form of Defensive, namely distributing new products to new customers which is the result of the creative industry on the scale of IKM.The process of integrating IKM with IP through product development in the form of developing new industries such as creative industries or making new innovations in IKM products as well as an effort to increase revenue and expand employment such as innovating through industry providers (suppliers) and service provider industries on a small and preventative industrial scale, and (2) Policies and agendas for the integration of small and medium industries with the tourism industry in improving� Community income through the utilization of potential resources in Simbang District of Maros Regency is carried out through (1) Improving the quality of human resources of IKM and IP actors and (2) creating a healthy business climate and competition through pricing, the intensity of promotion implementation, and improving the process of distributing new products to new customers which is the result of IKM-scale creative industry.

 

Keywords: IKM, Tourism Industry, Integration

 

Pendahuluan

Lahirnya komitmen pemerintah untuk meningkatkan kontribusi usaha mikro, kecil dan menengah terhadap peningkatan perekonomian telah lama dicanangkan. Perhatian pemerintah terhadap pengembangan dan permberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah sangat tinggi karena memiliki peran signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi negara berkembang. Data dari Bank Dunia tahun 2020 menyebutkan bahwa usaha kecil dan menengah berkontribusi nyata pada pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sebesar 40 persen pada negara negara berkembang termasuk di Indonesia. Pengembangan Industri kecil dan menengah melalui industri kreatif sebagai penggerak sektor wisata memang sangat menjanjikan. Peningkatan industri pariwisata dapat bertumbuh dan berkembang sepanjang didukung oleh industri kreatif dalam skala kecil dan menengah yang bertumbuh dan berkembang.

Realitas menunjukkan bahwa industri pariwisata dalam progres perubahannya memiliki kecepatan yang lebih dari industri kreatif. Menurut Syahram (2000) trend pertumbuhan pariwisata dengan seperangkat kebutuhannya, cenderung lebih cepat berubah sehingga menuntut dunia industri kreatif dalam skala kecil dan menengah dapat menciptakan produk-produk kreatif dan inovatif dan tidak terjebak pada selera pasar (Syahram 2000). Persoalan ini membutuhkan relasi yang kuat antara dunia industri kreatif dengan pariwisata yang memerlukan sinergitas dalam pertumbuhan dan perkembangannya.

Industri kecil dan menengah (IKM) menurut Tambunan (2005) terbukti memiliki ketahanan lebih tinggi karena tingkat kemampuan dalam melakukan adaptasi pada kondisi pasar dan keadaan ekonomi yang tidak menguntungkan, seperti memastikan stabilitas pendapatan, lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi (Kongolo, 2010). Sunaryanto (2006) mengemukakan bahwa peluang bertahan IKM karena memiliki kemampuan survive dan relatif lebih mudah memasuki pasar dan mudah pula keluar dari pasar (easy market entry and out of market) dalam dunia ekonomi. Hal ini tentu sangat menguntungkan bagi IKM untuk dikembangkan agar dapat berkontribusi secara nyata dalam pertumbuhan PDRB dan sekaligus dapat menyerap tenaga kerja yang lebih banyak.

Model pengembangan IKM sesungguhnya dapat diintegrasikan dengan industri pariwisata melalui konsep pengembangan ekonomi kreatif yang dicanangkan oleh Kementerian Pariwisata. Pengembangan ekonomi kreatif ini dapat dipenuhi melalui pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam klasifikasi Industri kecil dan menengah. Klasifikasi indutri kecil dan menengah memang sangat beragam tergantung pada persfektif dan indikator yang digunakan seperti jumlah karyawan, jumlah modal, jumlah produksi dan sebagainya. Semua sektor usaha kecil dan menengah memiliki karakteristik diantaranya (1) menggunakan sistem pembukuan sederhana, (2) Margin usaha relaitf tipis akibat persaingan usaha, (3) Modal yang digunakan relatif terbatas, (4) Pengalaman manajerial dan (5) Kemampuan pemasaran dan negosiasi serta diversifikasi pasar sangat terbatas. Dalam Permen Perdagangan terdiri dari industri kecil, industri menengah, dan industri besar. Klasifikasi tersebut ditetapkan berdasarkan jumlah Tenaga Kerja dan/ atau Nilai Investasi. Dalam permen 64/M-IND/PER/7/2016 ditegaskan kalsifikasi Industri Kecil merupakan Industri yang mempekerjakan paling banyak 19 (sembilan belas) orang Tenaga Kerja dan memiliki Nilai Investasi kurang dari Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Tanah dan bangunan tempat usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tanah dan bangunan yang lokasinya menjadi satu dengan lokasi tempat tinggal pemilik usaha. Sementara Industri Menengah yang mempekerjakan paling banyak 19 (sembilan belas) orang Tenaga Kerja dan memiliki Nilai Investasi paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Mempekerjakan paling sedikit 20 (dua puluh) orang Tenaga Kerja dan memiliki Nilai lnvestasi paling banyak Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah).

Hal ini berarti ekonomi kreatif terkait dengan industri kreatif yang bersumber dari modal kompetensi dan kreatifitas sumber daya manusia yang menghasilkan produk kreatif. Ekonomi kreatif merupakan wujud dari upaya mencari pembangunan yang berkelanjutan melalui kreativitas, yang mana pembangunan berkelanjutan adalah suatu iklim perekonomian yang berdaya saing dan memiliki cadangan sumber daya yang terbarukan (Departemen perdagangan (2008). Industri kreatif merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ekonomi kreatif (Claire, 2009). industri kreatif adalah industri yang berasal dari pemanfaatan kreatifitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta industri tersebut (Darwanto, 2013).

Pariwisata merupakan potensi besar dalam pembangunan nasional yang bertumpu pada ekonomi kerakyatan dan berorientasi global dengan kontribusi terhadap PDB Indonesia mengalami peningkatan dalam empat tahun terakhir dari 11% pada 2016, 13% pada 2017, 14% pada 2018 dan 15% pada tahun 2019. Selain itu sektor pariwisata menjadi salah satu dari 5 (lima) sektor prioritas pembangunan nasional, yaitu sektor pangan, energi, maritim, kawasan industri dan kawasan ekonomi khusus (KEK). Menurut W. Hunzieker (Yoeti,1994), pengertian Industri Pariwisata adalah semua kegiatan usaha yang terdiri dari bermacam-macam kegiatan produksi barang dan jasa yang diperlukan para wisatawan. Sedangkan menurut GA. Schmoll dalam bukunya Tourism Promotion (Yoeti, 1985), Industri pariwisata lebih cenderung berorientasi dengan menganalisa cara-cara melakukan pemasaran dan promosi hasil produk industri pariwisata. Industri pariwisata bukanlah industri yang berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu industri yang terdiri dari serangkaian perusahaan yang menghasilkan jasa-jasa atau produk yang berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan itu tidak hanya dalam jasa yang dihasilkan tetapi juga dalam besarnya perusahaan, lokasi atau tempat kedudukan, letak secara geografis, fungsi, bentuk organisasi yang mengelola dan metode permasalahannya.

Poerwanto (2017) mendeskripsikan bahwa pariwisata kini telah diproyeksikan menjadi mesin pendorong pertumbuhan di berbagai aspek kehidupan; perekonomian, industri, mobilitas sosial dan industri kreatif. Pariwisata telah menjadi tumpuan dalam pembangunan perekonomian dan peningkatan kesejahteraan sosial khususnya masyarakat lokal di mana atraksi wisata berada dengan menyediakan lapangan kerja dan usaha baru.

Pengembangan industri pariwisata dengan demikian dapat diintegrasikan dengan ekonomi kreatif melalui penyediaan kebutuhan pariwisata di destinasi wisata melalui produk industri kreatif, baik dalam bentuk barang maupun jasa. Jika menilik batasan konsep kegiatan wisata dapat didentifikasi tiga faktor utama, yaitu something to see, something to do, dan something to buy (Yoeti, 1985). Industri pariwisata dan pengembangan industri kreatif dalam konsep tersebut memiliki relasi dan ketergantungan yang sangat kuat. Industri pariwisata dengan� karakteristik yang sangat peka terhadap lingkungan, baik lingkungan internal maupun eksternal dan memiliki sifat saling bergantung (interdependency) yang sangat kuat (Jago and Ardle 1999), dan memerlukan hubungan kerjasama yang permanen (Garcia-Falcon, et al (1999) dapat dihubungkan dengan industri kecil dan menengah. Relasi konseptual ini menjadi dasar pengembangan industri pariwisata tidak dilaksanakan secara parsial tetapi terintegrasi dengan bidang pembangunan lainnya yang mengarah pada peningkatan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui kegiatan usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

Terdapat dampak positif dari kehadiran industri kreatif terhadap pekerjaan, kesempatan usah, dan perbaikan pendapatan masyarakat. Pariwisata berkembang dipengaruhi oleh tiga faktor utama (Tripple A): Attraction (daya tarik, meliputi daya tarik alam dan budaya); Accessibility (Aksesibilitas, meliputi transportasi dan infrastruktur pendukung seperti bandara); dan Amenities (akomodasi, restoran, agen perjalanan dan layanan pendukung lainnya). (Nazamuddin, 2016)

Kondisi ini harus disejajarkan dengan usaha pemberdayaan IKM yang sejajar dengan indutri kreatif. Dalam Rancangan pengembangan ekonomi kreatif Kementerian Perdagangan (2009-2015), kreatifitas merupakan modal utama dalam menghadapi tantangan global, selalu tampil dengan nilai tambah yang khas, menciptakan �pasar�nya sendiri, dan berhasil menyerap tenaga kerja serta pemasukan ekonomis. Rumusan strategi pengembangan ekonomi kreatif menegaskan beberapa elemen yang dibutuhkan diantaranya adalah SDM yang berkualitas dengan daya inovatif dan kreativitas yang tinggi ruang atau wadah sebagai tempat penggalian ide, berkarya, sekaligus aktualisasi diri dan ide-ide kratif. Kualitas SDM dan ketersediaan wadah pengembangan ide kreatif menjadi dua hal pokok yang harus dimiiki daerah dalam mendorong pengembangan ekonomi kreatif termasuk di daerah dan wilayah pariwisata.

Ekonomi kreatif dan sektor wisata merupakan dua hal yang saling berpengaruh dan dapat saling bersinergi jika dikelola dengan baik (Ooi, 2006). Konsep kegiatan wisata dapat didefinisikan dengan tiga faktor, yaitu harus ada something to see, something to do, dan something to buy (Yoeti, 1985). Dalam pengembangan ekonomi kreatif melalui sektor wisata yang dijelaskan lebih lanjut oleh Yozcu dan ��z (2010), kreativitas akan merangsang daerah tujuan wisata untuk menciptakan produk-produk inovatif yang akan memberi nilai tambah dan daya saing yang lebih tinggi dibanding dengan daerah tujuan wisata lainnya. Dari sisi wisatawan, mereka akan merasa lebih tertarik untuk berkunjung ke daerah wisata yang memiliki produk khas untuk kemudian dibawa pulang sebagai souvenir. Di sisi lain, produk-produk kreatif tersebut secara tidak langsung akan melibatkan individual dan pengusaha enterprise bersentuhan dengan sektor budaya. Persentuhan tersebut akan membawa dampak positif pada upaya pelestarian budaya dan sekaligus peningkatan ekonomi serta estetika lokasi wisata

Model pengembangan indutri kreatif sebagai penggerak sektor wisata dapat diadaptasi dari model-model kota kreatif yang bertumpu pada kualitas sumber daya manusia untuk membentuk (bisa dalam bentuk design atau redesign) ruang-ruang kreatif (UNDP, 2008). Pembentukan ruang kreatif diperlukan untuk dapat merangsang munculnya ide-ide kreatif, karena manusia yang ditempatkan dalam lingkungan yang kondusif akan mampu menghasilkan produk-produk kreatif bernilai ekonomi. Festival budaya, merupakan salah satu bentuk penciptaan ruang kreatif yang sukses mendatangkan wisatawan.

Dalam konteks kepariwisataan, industri kreatif yang dapat dikelola oleh IKM memerluakan ruang-ruang kreatif bagi para pengrajin untuk dapat menghasilkan produk khas daerah wisata yang tidak dapat ditemui di daerah lain. Salah satu tempat yang paling penting bagi seorang pengrajin untuk bisa menghasilkan karya adalah bengkel kerja atau studio. Bengkel kerja atau studio sebagai ruang kreatif harus dihubungkan dengan daerah wisata sehingga tercipta linkage atau konektivitas. Konektivitas tersebut diperlukan untuk mempermudah rantai produksi (Evans, 2009). Dari segi ekonomi kreatif, produk kerajinan dalam bentuk souvenir dapat terjual sementara dari sektor wisata, wisatawan memperoleh suatu memorabilia mengenai daerah wisata tersebut. Konektivitas atau linkage antara Indutri kreatif berskala IKM dan indutri parisiwata melalui outlet penjualan yang terletak di daerah wisata. Dengan kata lain, wisata menjadi venue bagi Indutri kreatif berskala IKM mulai dari proses produksi, distribusi, sekaligus pemasaran di daerah wisata.

Kecamatan simbang sebagai salah satu kecamatan di Kabupaten Maros sebagai Wilayah dengan potensi wisata sangat berpotensi untuk dapat dintegrasikan dengan sektor industri kecil dan menengah. Berdasarkan data BPS (2020) banyaknya industri menurut kategori di Kecamatan Simbang yang tergolong usaha/sektor industri kecil dan mikro serta toko/warung kelontong sebanyak 328 usaha yang terdiri dari 299 usaha industri mikro/rumah tangga dan 29 usaha industri kecil. 29 industri Kecil ini tersebar di 6 Desa. Dari data tersebut menunjukkan bahwa potensi industri kecil di Kecamatan Simbang membutuhkan strategi untuk dapat meningkatkan jumlah dan jenis usaha atau Industri kecil dan menengah sehingga daya serap tenaga kerja juga dapat ditinkatkan disamping dapat mendorong peningkatan ekonomi masyarakat.

Konsep pengembangan ekonomi kreatif dapat diintegrasikan dengan industri kecil dan menengah di Kecamatan Simbang. Beberapa pertimbangan utama karena Kecamatan Simbang merupakan salah satu daerah dengan destinasi wisata tingkat dunia harus mampu memanfaatkan potensi tersebut melalui pengembangan IKM yang terintegrasi dengan industri pariwisata. Kecamatan Simbang memiliki destinasi wisata seperti UPTD Rekreasi Bantimurung, Kolam Renang, Tempat Pra Sejarah (TPS) Leang-Leang yang memiliki jumlah pengunjung yang paling banyak dan merupakan sumber kontribusi bagi PAD.

Pemetaan dalam persfektif realitas teorities dan empiris pada latar belakang menjadi dasar utama� untuk merumuskan permasalahan dalam bentuk pertanyaan penelitian kelitbangan sebagai bentuk usaha untuk merumuskan kebijakan dan model integrasi pengembangan industri kecil dengan industri kreatif pariwisata di Kecamatan Simbang yaitu model integrasi industri kecil dan menengah dengan industri pariwisata serta kebijakan dan agenda tindakan integrasi industri kecil dan menengah dengan industri pariwisata dalam meningkatkan pendapatan masyarakat melalui pemanfaatan potensi sumber daya di Kecamatan Simbang Kabupaten Maros

 

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan simbang Kabupaten Maros yang merupakan daerah Destinasi Wisata dengan sejumlah potensi Wisata yang menjanjikan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif menggunakan analisis SWOT yang dituangkan dalam Matrik Eksternal Factor Analysis Summary (EFAS) dan Matrik Internal Factor Analysis Summary (IFAS) untuk memetakan model integrasi antara keduanya.

Pengumpulan data penelitian menggunakan angket, wawancra dan dokumentasi. Menurut (Riduwan, 2012) metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk pengumpulan data. Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data Angket (Questionnaire) Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan untuk menggali data dan infromasi terkait variabel penelitian. Wawancara dilakukan dalam bentuk wawancara tersetruktur dengan menggunakan pedoman wawancara kepada informan yang berasal dari stake holders yang berpengaruh dan mengetahui secara lengkap informasi yang dibutuhkan yaitu pengelola industri kecil dan menengah, pengelola industri pariwisata, pemerintah dalam hal ini OPD terkait pengelolaan industri pariwisata dan industri kecil dan menengah yang terdiri dari OPD Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Koperasi UKM dan Perdagangan Daerah, Pemerintah Kecamatan Simbang dan Pemerintah Desa/Kelurahan. Wawancara dan Dokumentasi. Sebelum digunakan kuesioner terlebih dahulu di uji reliabilitas instrumen diketahui bahwa untuk komponen faktor internal memiliki nilai lebih tinggi dari pada nilai dasar yaitu 0,840 > 0,60 membuktikan bahwa semua pernyataan dalam kuesioner dinyatakan reliabel dan komponen faktor internal memiliki nilai cronbach�s alpha 0,678 > 0,60 membuktikan bahwa semua pernyataan dalam kuesioner dinyatakan reliabel.

Metode pengolahan dan analisis data menggunakan tiga jenis analisis yaitu (1) Analisis Deskriptif, (2) SWOT Analisis, dan Analytical Hierarchy Process (AHP).

 

Hasil dan Pembahasan

Hasil analisis terhadap bobot faktor internal menunjukkan bahwa potensi integrasi IKM dengan industri pariwisata memiliki kekuatan lebih rendah dari kelemahan (W = 0,56 < S= 0,44) yang berarti bahwa nilai kelemahan tersebut lebih besar menjadi penyebab sulitnya membangun integrasi dengan industri pariwisata kecuali memanfaatkan keutan untuk menutupi kelemahan yang dimiliki. Beberapa yang menjadi kelemahan utama adalah aspek SDM seperti kompotensi pelaku industri dan pengalaman dalam berwirausaha yang masih rendah. Sementara kekutan yang dimiliki oleh pelaku IKM yang mendukung kemungkinan membangun integrasi dengan industri pariwisata adalah ketersediaan bahan baku produksi, kapasitas produksi dan ketersediaan mesin atau peralatan dalam produksi.

Hasil analisis menunjukkan bahwa potensi membangun integrasi IKM dengan Industri pariwisata memiliki Peluang (O) lebih tinggi daripada ancaman (T) (O = 0,76 > T = 0,27) yang berarti bahwa kemungkinan untuk membangun integrasi IKM dengan IP memiliki peluang yang lebih besar dengan mengatasi kelemahan. Beberapa peluang yang dimiliki oleh IKM seperti keterseiaan informasi dan bantuan permodalan dari lembaga terkait termasuk pelaksanaan monitoring dan evaluasi dari pemerintah menajdi satu faktor ekternal yang dapat mendorong penciptaan integrasi antara IKM dan IP. Beberapa kelemahan dari analisis IFAS diketahui dari beberapa aspek seperti persaingan usaha serta iklim investasi dan iklim usaha yang tidak kondusif.� Hasil analisis lingkungan internal terkait dengan kekuatan� menunjukkan nilai sebesar 1.08 dan nilai Kelemahan sebesar 0,97 yang berarti bahwa IKM di Kecamatan Simbang memiliki potensi yang dapat dikembangkan dengan nilai IFAS sebesar 1,56.

Matriks EFAS diperoleh berdasarkan hasil identifikasi faktor-faktor strategis eksternal yang merupakan peluang (opportunities) dan ancaman (threats). Hasil identifikasi faktor-faktor strategis eksternal diperoleh delapan faktor peluang dan enam faktor ancaman. Faktor-faktor kekuatan dan kelemahan tersebut kemudian diberi bobot dan rating oleh para responden. Dari hasil analisis pada Tabel EFAS faktor peluang (opportunity) mempunyai total nilai skor 0,56, sedangkan ancaman (threat) mempunyai total nilai skor 0,58 yang berarti bahwa integrasi IKM dan IP di Kecamatan Simbang memiliki potensi untuk dapat diintegrasikan berdasarkan analisis EFAS.

Dari hasil perhitungan pada faktor faktor tersebut� maka dapat digambarkan dalam diagram SWOT, dengan menentukam titik koordinat dengan rumus

=

=

= -0,10 ; -0,02

Jadi Titik Koordinat terletak pada (-0,10 ; -0,02)

Berdasarkan titik koordinat tersebut maka diketahui titik pertemuan diagonal diagonal tersebut (X dan Y), maka posisi Kuadran diketahui berada di IV Defensif.

Peluang (O)

(0,58)

 

 


Kelemahan (W)

(0,97)

III. STABILITAS/ Turn Arround

I. PROGRESIF/ Growth

II. DIVERSIFIKASI

IV. DEFENCE

Ancaman (T)

(0,44)

Kekuatan (S)

(1,08)

�

 

 

Gambar 1

�Diagram Cartesius SWOT

Berdasarkan diagram kartesius tersebut diketahui bahwa strategi yang dapat dilakukan untuk membangun integrasi antara IKM dengan IP adalah strategi Defence yang berarti meminimalkan kelemahan untuk mengatasi ancaman. Secara sfesifik dapat dilihat pada matriks kombinasi strategi kuantitatif.

Tabel 2

Matriks Perencanaan Konbinasi Strategi Kuantitatif

IFAS

EFAS

Strength (S)

Weakness (W)

Opportunities (O)

Strategi S-O

Menggunakan Kekuatan untuk memanfaatkan Peluang = 1,65

Strategi W-O :

meminimalkan kelemahan dengan memanfaatkan peluang = 1,84

Treaths (T)

Strategi S-T :

menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman = 1,67

Strategi W-T :

meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman = 1,86

 

Berdasarkan tabel tersebut maka didapatkan bahwa strategi yang sesuai dengan kondisi eksternal dan internal adalah untuk mendukung strategi pertumbuhan/perkembangan dengan menggunakan strategi W-T. Pada diagram cartesius analisis SWOT didapatkan nilai IFAS lebih besar daripada nilai EFAS. Hal ini sesuai dengan analisis yang digunakan oleh Kurniawan (2019) bahwa nilai IFAS lebih besar dari EFAS� yaitu� mengindikasikan� bahwa secara� faktor� internal� lebih� besar� yang� artinya memiliki kekuatan dan kelemahan yang lebih banyak daripada peluang� dan ancaman yang dimilikinya.

Hasil analisis SWOT memperlihatkan posisi strategis IKM dan IP di Kecamatan Simbang memungkinkan untuk diintegrasikan. Strategi yang dapat diterapkan kedepan pada masa mendatang untuk mengintegrasikan IKM dan IP adalah strategi integrasi pasar, promosi dan distribusi. Terdapat tiga strategi pada kuadran IV yang dapat dilakukan untuk mengintegrasikan IKM dan IP terkait dengan pasar, promosi dan distribusi

Gambar 2

Model Struktur Hierarki AHP

Hasil analisis SWOT menemukan bahwa potensi integrasi IKM dan IP dapat dilakukan dengan mengembangkan Industri Pariwisata berskala IKM dengan berusaha meminimalkan kelemahan untuk meminimalisir ancaman. Rumusan strategi integrasi IKM dengan industri pariwisata ditumuskan sebagai berikut: Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa posisi yang sangat lemah dari pengembangan IKM untuk diintegrasikan dengan industri pariwisata dapat diselesaikan dengan melaksankaan prioritas strategi bertahan dengan meminimlakan kelemahan untuk menghindari ancaman. Deskripsi kelemahan� adalah pada aspek sumber daya yang terdiri dari Tingkat pendidikan formal, Pelatihan yang pernah diikuti, Jiwa kepemimpinan, dan Pengalaman/lama berwirausaha serta� Aspek Pasar yang terdiri dari Permintaan pasar, Penetapan harga bersaing, dan Kegiatan promosi.

Pada aspek sumber daya perlu dilakukan secara intensif pembinaan dan pembimbingan teknis untuk membangun dan mengembangkan IKM yang dapat menjadi daya sokong pada kebutuhan usaha IKM bidang� pariwisata. Peningkatan SDM ini dapat dilakukan melalai pendidikan dan pelatihan non formal untuk mebangun jiwa kewirausahaan pelaku IKM. Yang perlu ditegaskan bahwa proses dan model integrasi ini dilakukan dalam bentuk penciptaan unit Industri berskala Kecil dan menengah yang memproduksi barang dan jasa yang dapat memenuhi kebutuhan pada destinasi pariwisata. Hal ini memebutuhkan inovasi dari para pelaku IKM yang perlu ditingkatkan melalaui pembimbingan dan pelatihan.

Selain aspek sumber daya, juga aspek pasar yang segera harus dibenahi melalau regulasi dan kebijakan pemerintah dan instansi terkait. Proses minimalisasi kelemahan aspek pasar dapat dilakukan dengan membuat dan menyiapkan informasi pasar yang detail yang dibutuhkan oleh IKM termasuk penetapan harga bersaing dan kegaitan promosi.

Sementara deskripsi ancaman yang harus diselesaikan dan diminimalisasi adalah Aspek Sosial budaya dan ekonomi. Melalui integrasi IKM dan IP dapat meningkatkan pendapatan masayrakat, disamping dapat menyediakan lapangan kerja. Hal ini harus didukung oleh kebijakan pemerintah kabupaten Maros untuk dapat menciptakan iklim usaha dan investasi yang positif yang berpihak pada pelaku IKM. Proses pembinaan tetap harus dilakukan khususnya dalam menciptakan iklim persaingan yang positif dalam mengembangkan IKM dan IP.

Sehubungan dengan masalah strategi integrasi IKM dan IP di Kecamatan Simbang maka strategi dirumuskan sebagai program untuk mencapai tujuan integrasi IKM dan IP dan mengimplementasikan misinya. Makna yang terkandung dari definisi ini adalah bahawa para pelaku IKM dan IP memainkan peran yang aktif dalam merumuskan strategi integrasi sebagai bentuk respon dari pengaruh lingkungan internal dan ekternal IKM dan IP. Strategi integrasi yang dirumuskan adalah strategi Product Developmen and Inovation dalam bentuk pengembangan Indutri baru berskala IKM yaitu indutriyang inovatif dan kreatif yang sehaluan dengan kebijakan Indutri Ekonomi Kreatif bidang pariwisata. Strategi ini selain dapat membangun integrasi secara sponta, juga dapat membuka industri baru sebagai usaha, disamping meningkatkan pendapatan masyarakat, dapat memperluas lapangan kerja.

Tujuan dari strategi ini sesungguhnya adalah untuk mengatasi kelemahan IKM dan IP seperti �aspek sumber daya yang terdiri dari Tingkat pendidikan formal, Pelatihan yang pernah diikuti, Jiwa kepemimpinan, dan Pengalaman/lama berwirausaha serta� Aspek Pasar yang terdiri dari Permintaan pasar, Penetapan harga bersaing, dan Kegiatan promosi. Kelemahan ini dapat diminimalisir melalui pelaksanaan pembinaan dan pembimbingan teknis bagi pelaku IKM dan IP oleh pemerintah dan instansi terkait, termasuk rumusan kebijakan yang berpihak kepada IKM.

Pada prinsipnya, pelaksanana integrasi antara IKM dan IP sangat memungkinkan dilakukan dengan mengatasi beberapa kendala yang dihadapi oleh IKM dan IP di Kecamatan Simbang Kabupaten Maros. Beberapa jenis industri kecil dan menengah yang dapat diintegrasikan adalah indutri jasa seperti biro perjalan dan transportasi, media massa, periklanan, sementara untuk industri barang seperti industri makanan dan minuman dalam kemasan, indutri kerajinan, indutri seni. Jenis indutri ini dapat diperluas dengan tetap mempertimbangkan aspek pasar, kualitas produk dan distribusi.

Untuk kondisi ini dibutuhkan model integrasi yang antara indutri kecil dan menengah dengan kebutuhan indutri pariwisata. Beberapa jenis industri yang dapat dikelola secara terintegrasi antara IKM dan IP adalah

1.   Industri penyedia (pemasok) bahan-bahan kebutuhan akomodasi untuk hotel/ restoran/katering/kafe, antara lain: untuk bahan-bahan kebutuhan dasar (peralatan kamar mandi, pembersih lantai, bahan mentah masakan, minuman, penyedia alat-alat dapur, alat-alat saji, jasa pencucian pakaian, peralatan kamar tidur.

2.   Industri penyedia jasa travel dan biro perjalanan wisata: Jasa Ticketing, Jasa bengkel, jasa telekomunikasi, jasa akomodasi (tempat penginapan/hotel, jasa restoran, jasa keamanan, perusahaan jasa minyak dan gas dan jasa guide.

3.   Jasa informasi dan komunikasi melalaui layanan internet seperti Jasa biro periklanan, media massa dalam dan luar negeri. Jasa-jasa layanan informasi melalui media internet.

Gambar 3

Model integrasi Industri Kecil dan Menengah dengan Industri Pariwisata

 

Selain kemungkinan tersebut yang dapat diintegrasikan dengan IKM juga dengan memperluas jenis indutri IKM dengan melakukan pembinaan kepada pelaku IKM yaitu Pembinaan dan pembimbingan para pengrajin, pedagang/pengusaha souvenir (cenderamata), pusat perbelanjaan/ perkulakan, danPembinaan dan pembimbingan Organisasi kesenian/kebudayaan, dan kelompok-kelompok atraksi keterampilan (seperti: Seni Tari, dan grup-grup musik tradisional).

Proses pembinaan tersebut ditujukan kepada pelaku langsung dan pelaku tidak langsung. Pelaku langsung, yaitu usaha-usaha wisata yang menawarkan jasa secara langsung kepada wisatawan atau yang jasanya langsung dibutuhkan oleh wisatawan seperti hotel, restoran, biro perjalanan, pusat informasi wisata, atraksi hiburan, dll. Sementara pelaku tidak langsung, yakni usaha yang mengkhususkan diri pada produk-produk yang secara tidak langsung mendukung pariwisata, misalnya usaha kerajinan tangan, penerbit buku atau lembar panduan wisata, penjual roti, danatau produk lain yang dibutuhkan oleh para wisatawan. Misalnya melakukan inovasi dalam bentuk Wisata Sejarah, Bumi Perkemahan, Jelajah Gua, Outbond atraksi kesenian, wisata kuliner, Motocross, Mountain Bike, Arung Jeram, yang diintegrasikan dengan IKM seperti penyediaan kebutuhan wisata seperti outlet souvenir, Penyewaan Motocross dan perlengkapannya, Arung jeram, penyewaan sepeda gunung dan kebutuhan lainnya. Hal yan juga dapat dilakukan seperti pada produk garmen kreatif lainnya, seperti Dagadu dari Jogja atau Joger dari Bali. Kedua industri kreatif tersebut tidak berproduksi dalam jumlah besar namun ekslusifitas dan kerativitas desain produknya digemari konsumen. Jika dihubungkan dengan pengembangan ekonomi kreatif, maka dalam integrasinya tetap mempertimbangkan kebutuhan pariwisata yaitu (1) Something to see (2) Something to do dan (3) Something to buy (Yoeti, 1985).

 

Kesimpulan

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, maka dapat dirumuskan kesimpulan pengkajian ini model integrasi industri kecil dan menengah dengan industri pariwisata di Kecamatan Simbang dilaksanakan dalam bentuk Product Development and Inovation yaitu mendistribusikan produk baru kepada pelanggan baru yang merupakan hasil dari industri kreatif berskala IKM. Strategi ini merupakan model strategi yang lahir dari analisis analisis SWOT dan diagram cartesius yang berada pada kuadran IV dengan strategi Defensif dalam membangun integrasi IKM dan IP. Dari analisis SWOT diperoleh prioritas strategi W-T dengan skor 1,86 yang merupakan skor tertinggi pada analisis SWOT. Sementara untuk analisis AHP diperoleh nilai 5 pada Product Development and Inovation sebagai strategi untuk membangun integrasi antara IKM dan IP. Proses integrasi IKM dengan IP melalui product Development and inovation dalam bentuk pengembangan Industri baru seperti Industri Kreatif atau melakukan inovasi baru pada produk IKM sekaligus sebagai usaha untuk meningkatkan pendapatan dan memperluas lapangan kerja seperti berinovasi melalui Industri penyedia (pemasok) dan Industri penyedia jasa pariwisata dalam skala indutri kecil dan menegah. Pengembangan indutri baru melalui penciptaan destinasi wisata baru seperti Wisata Sejarah, Bumi Perkemahan, Jelajah Gua, Outbond atraksi kesenian, wisata kuliner, Motocross, Mountain Bike, Arung Jeram, yang diintegrasikan dengan IKM seperti penyediaan industri pemasok dan indutri penyedia jasa seperti outlet souvenir, penyewaan Motocross, perlengkapan perkemahan, Arung jeram, sepeda gunung dan kebutuhan lainnya.

Kebijakan dan agenda tindakan integrasi industri kecil dan menengah dengan industri pariwisata dalam meningkatkan pendapatan masyarakat melalui pemanfaatan potensi sumber daya di Kecamatan Simbang Kabupaten Maros dilaksanakan melalui (1) Peningkatan kualitas SDM pelaku IKM dan IP melalui pendidikan dan latihan kepemimpinan dan kewirausahaan agar memiliki kemapuan dalam menganalisis kebutuhan pasar, dan meningkatkkan intensitas pemasaran produk pada pelanggan lama dan memperluas pemasaran pada pasar baru agar memperoleh pelanggan baru dan (2) menciptakan iklim usaha dan persaingan sehat melalui penetapan harga, intensitas pelaksanaan promosi, dan peningkatan proses distribusi sekaligus dalam bentuk model diversification yaitu mendistribusikan produk baru kepada pelanggan baru yang merupakan hasil dari indutri kreatif berskala IKM.

 

 


BIBLIOGRAFI

 

Budiarto, Teguh Dan Fandy Tjiptono. 1997. Pemasaran Internasional. Yogyakarta: Bpfe

 

Buhalis. Dimitros. 2000. Marketing The Competitive Destination Of The Future Tourism Management, 21(1) 97-116

 

Butler. R.W.1980. The Concept Of Tourism Area Cycle Of Evolution: Implications For The Management Of Resources. The Canadian Geographer.

 

Cummins, Jalian. 1990. Promosi Penjualan. Jakarta: Binarupa Aksara

 

Dedi, W. 1994. Mencari Kiat Mengembangkan Usaha Kecil. Ypuk- Bogor.

 

Deputi Bidang Pengembangan Sumber-Daya Dan Promosi Pariwisata� 2002. Pedoman Umum Pengembangan Pola Kemitraan Usaha Bidang Kebudayaan Dan Pariwisata. Jakarta: Depbudpar.

 

Destination Consultancy Group, 2010. Pelatihan Manajemen Dmo Tourism Destination Management Organization Online. Http://Pelatihanpariwisata.Com/Pelatihan‐Manajemen‐Dmo‐Tourism‐Des Tination‐Management‐Organization/ Diakses Pada 2 Jannuari 2016

 

Hadinoto, Kusudianto. 1996. Perencanaan Pengembangan Destinasi Pariwisata. Jakarta: Ui Press.

 

Kotler, Philip.2003. Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi, Dan Pengendalian. Edisi Millenium, Jilid 1. Jakarta: Pt Indeks

 

Pitana, I Gde, 2005, Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta : Andi.

 

Pujaastawa, I.B.G. 2005, Pariwisata Terpadu Bali Tengah. Denpasar: Univ. Udayana.

 

Purwanto, E. Agus.� 2004. �Revitalisasi Birokrasi Menuju Indonesia Baru�, Artikel� Dalam Jurnal� Administrasi Publik,� Vol.4, No.2. Unpar Bandung.

 

Unido. 1969. Small-Scale Industry. New York: United Nation.

 

Yoeti, Oka A.� 2001. Perencanaan Strategi Pemasaran Daerah Tujuan Wisata. Jakarta: Pradnya Paramita

 

Yoeti, Oka A. 1990. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Angkasa

 

Yoeti, Oka A.. 1997. Kiat Dan Strategi Kampanye Public Relations. Jakarta: Raja Grafindo Persadake Vol.4 No.1 Januari 2020 Journal Of Tourism And Creativity Issn: 2549-483x E-Issn: 2716-5159 68 | Revolusi Industri 4.0: Googelisasi Industri Pariwisata Dan Industri Kreatif

 

Copyright holder:

Muh. Zainal, Rahmat (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: