Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 5, Mei 2022

 

EFEKTIFITAS SENAM ASMA UNTUK MENINGKATKAN FUNGSI PARU PENDERITA ASMA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CUT NYAK DHIEN MEULABOH

 

Tri Mulyono Herlambang, Maryono, Anasril, Bustami, Amiruddin

Dosen Poltekkes Kemenkes Aceh, Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Asma merupakan gangguan inflamasi kronis saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya.Inflamasi kronis menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi, dan sering kali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan. Tujuan penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Latihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kebugaran fisik dan ketahanan tubuh pada pasien asma adalah dengan melakukan senam asma. Senam asma dianjurkan karena melatih dan menguatkan otot-otot pernapasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas senam asma dalam meningkatkan fungsi paru pada penderita asma di RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh. Jenis penelitian quasy eksperimen, dengan 30 orang responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwaada perbedaan yang signifikan antara rata-rata nilai PEFR sebelum dan sesudah dilakukan senam asma dengan hasil paired sample test menunjukkan nilai sig-2 tailed adalah 0,000 (< 0,05). Direkomendasikan kepada pihak Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh untuk menerapkan latihan senam asma pada pasien asma bronchial.

 

Kata Kunci: Efektifitas, Senam Asma, Fungsi Paru

 

Abstract

Asthma is a chronic inflammatory disorder of the airways that involves many cells and elements. Chronic inflammation causes an increase in airway hyperresponsiveness that causes recurrent episodic symptoms of wheezing, shortness of breath, chest tightness, and coughing, especially at night and/or early morning. These episodes are associated with widespread, variable, and often reversible airway obstruction with or without treatment. The goal of management is to improve and maintain the quality of life so that asthmatic patients can live a normal life without obstacles in carrying out daily activities. Exercise that can be used to improve physical fitness and endurance in asthma patients is to do asthma exercises. Asthma exercise is recommended because it trains and strengthens the respiratory muscles. This study aims to determine the effectiveness of asthma exercise in improving lung function in asthmatics at Cut Nyak Dhien Meulaboh Hospital. This type of research is quasi-experimental, with 30 respondents. The results showed that there was a significant difference in the average PEFR before and before asthma exercise was performed with the paired sample test results showing the sig-2 tailed value was 0.000 (<0.05). It is recommended to the Cut Nyak Dhien Meulaboh Regional General Hospital to carry out asthma exercises in bronchial asthma patients.
 
Keywords: Effectiveness, Asthma Exercise, Lung Function

 

Pendahuluan

Asma merupakan gangguan inflamasi kronis saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronis menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi, dan sering kali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.1

Prevalensi penyakit asma terus mengalami peningkatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Saat ini jumlah pasien asma diperkirakan mencapai 300 juta orang dan jumlah pasien meninggal karena serangan asma mencapai 255.000 orang. Hasil penelitian Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional tahun 2018, prevalensi asma di Indonesia 3,5% dari 987.205 Anggota Rumah Tangga (ART), sedangkan prevalensi asma di Riau sebanyak 3,3% dari 29.966 ART.2

Penelitian terkait asma tahun 2018 yang merupakan analisis lanjut data RISKESDAS Nasional tahun 2018 menunjukkan bahwa prevalensi penyakit asma di Indonesia sebesar 3,32% dari 972.642 ART.3

Prevalensi tertinggi penyakit asma adalah provinsi Gorontalo (7,23%) dan terendah adalah Aceh sebesar 0.09%. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah penderita asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan meningkat hingga 400 juta pada tahun 2025. Jumlah ini dapat saja lebih besar mengingat asma merupakan penyakit yang underdiagnosed. Buruknya kualitas udara dan berubahnya pola hidup masyarakat diperkirakan menjadi penyebab meningkatnya penderita asma. Diagnosis asma ditegakkan berdasarkan anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik, dan pengukuran faal paru. Pengukuran faal paru lebih objektif untuk menilai derajat obstruksi saluran napas dengan cara pengukuran Arus Puncak Respirasi (APE) menggunakan peak flow meter sedangkan Volume Ekspirasi Paksa dalam satu detik pertama (VEP1) dan Kapasitas Vital Paksa (KVP) diukur dengan spirometer.

Menurut Somantri (2012)4, penatalaksanaan medis pada penderita asma dilakukan dengan pemberian obat brokodilator, steroid inhalasi, inhibitor leukotrien, dan lain sebagainya. Menurut Mumpuni (2013) penatalaksanaan terapi non farmakologi yang dapat dilakukan dengan latihan pernapasan, menghindari pemicu alergi, berhenti merokok, diet, pengobatan komplementer, dan latihan fisik teratur seperti senam, joging, maraton, dan lainnya. Menurut Rivera dkk (2017) menyatakan dalam penelitiannya bahwa latihan fisik yang dilakukan secara teratur mampu menurunkan kekambuhan pada penderita asma. Beberapa latihan yang bisa dilakukan antara lain latihan relaksasi umum dan peregangan. Tujuan dari latihan relaksasi untuk mengurangi ketegangan otot pernapasan tambahan sehingga dapat mengurangi pemakaian energi saat bernapas, penderita dilatih untuk bisa melakukan kontrol pernapasan.

Penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2015)5 tentang latihan fisik (olahraga) pada penderita asma menyatakan latihan fisik dapat mengontrol penyakit asma. Latihan fisik yang teratur dapat menyebabkan penderita jarang mendapatkan serangan asma, serangan yang timbul akan menjadi lebih ringan. Latihan fisik yang baik dilakukan adalah olahraga yang bersifat aerobik dengan intensitas yang tidak terlalu tinggi. Melalui aktivitas tersebut maka penderita akan dapat meningkatkan kemampuan jantung dan paru-paru serta memperkuat otot-otot pernafasan sehingga pengambilan oksigen akan lebih banyak dan penderita asma akan dapat bernafas lebih nyaman Pengukuran faal paru berulang dan kuesioner digunakan untuk menilai perbaikan kualitas hidup. Pasien dengan asma akan mengalami kelemahan pada otot-otot pernapasan. Hal ini disebabkan oleh sering terjadi dypsneadan adanya pembatasan aktivitas. Melatih otototot pernapasan dapat meningkatkan fungsi otot respirasi, mengurangi beratnya gangguan pernapasan, meningkatkan toleransi terhadap aktivitas, dan menurunkan gejala dypsnea.

Tujuan penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Latihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kebugaran fisik dan ketahanan tubuh pada pasien asma adalah dengan melakukan senam asma. Senam asma dianjurkan karena melatih dan menguatkan otot-otot pernapasan. Senam asma adalah salah satu cara penanganan asma selain dengan pengobatan medis. Uji latih dan patologi latihan makin mendapat perhatian para ahli karena kapasitas individu untuk berfungsi sangat erat hubungannya dengan tampilan maksimal paru dan sistem kardiovaskular. Respons fisiologi dari latihan ini mencakup kardiorespirasi, neurohumoral, vaskuler, darah, dan otot.

Selama ini masih terdapat keraguan dalam masyarakat mengenai latihan fisik bagi penyandang asma sebab latihan fisik atau kegiatan jasmani yang intensitas tinggi kadang justru dapat mencetuskan serangan asma yang dikenal dengan istilah Exercise Induced Asthma (EIA). Meskipun latihan fisik berat dapat menimbulkan serangan asma, hal ini tidak boleh menjadi penghalang bagi penderita asma untuk tetap melakukan latihan fisik dengan lebih terukur dan sesuai metode yang disarankan. Dibutuhkan masukan dan bahkan perubahan persepsi bagi masyarakat luas dan penyandang asma itu sendiri bahwa peranan latihan fisik dengan metode yang disarankan bagi penyandang asma penting untuk meningkatkan fungsi paru. Senam asma berguna untuk mempertahankan dan atau memulihkan kesehatan khususnya pada penderita asma.

Senam asma yang dilakukan secara teratur akan menaikkan volume oksigen maksimal, selain itu dapat memperkuat otot-otot pernapasan sehingga daya kerja otot jantung dan otot lainnya jadi lebih baik sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup penderita asma. Review penelitian ini, penulis ingin mencoba mengkaji lebih jauh efekifitas senam asma dalam peningkatan fungsi paru.

Penerapan terapi non farmakologi seperti senam asma di Rumah Sakit Cut Nyak Dhien Meulaboh, belum pernah diterapkan. Penanganan asma bronchial hanya mengandalkan obat-obatan. Studi pendahuluan yang dilakukan melalui wawancara dengan beberapa orang perawat pada hari yang sama diperoleh informasi bahwa perawat mengatakan bahwa selama ini belum pernah menerapkan senam asma pada pasien asma. Tindakan umum yang biasanya dilakukan hanya berupa pengobatan farmakologis berupa pemberian obat asma seperti salbutamol dan aminophilin.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian Quasi Exsperimen dengan comparative Study, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara membandingkan persamaan dan perbedaan sebuah fenomena untuk mencari faktor yang menyebabkan suatu gejala.

Penderita asma diukur nilai PEFR nya. Bila nilai PEFR berkisar antara 50-79% (zona kuning) atau antara 80-100% (zona hijau) maka �������� dikutsertakan dalam latihan atau senam asma, senam asma dilakukan dalam 4 kali periode latihan dan kemudian diukur kembali nilai PEFR nya. Langkah terakhir adalah membandingkan rata-rata fungsi paru antara rata-rata nilai PEFR sebelum dengan sesudah latihan senam asma.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita asma yang dirawat di Poliklinik Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat. Berdasarkan perhitungan besar sampel maka ditentukan minimal 30 orang.

Analisis data dilakukan menggunakan uji statistik (Uji t-test) karena uji ini termasuk uji statistik parametrik untuk uji beda 2 mean berhubungan. Untuk analisis data digunakan bantuan program komputer. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan membandingkan nilai t hitung dengan nilai t tabel. Apabila t hitung > dari t tabel dan p<0,05, maka Ha diterima.

 

Hasil dan Pembahasan

Karakteristik responden disajikan dalam tabel distribusi frekuensi yang terdiri dari umur, pendidikan, dan pekerjaan. Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan bahwa rata-rata umur responden adalah 27,9 tahun dengan standar deviasi 4,581. Kebanyakan responden berumur 26, 30 dan 32 tahun masing-masing 4 orang. Kebanyakan responden berjenis kelamin perempuan yaitu 23 orang (76,7%), latar belakang pendidikan kebanyakan adalah SMA yaitu 19 orang (63,3%) dan pada umumnya bekerja sebagai ibu rumah tangga, yaitu 18 orang (60%). Secara lengkap dapat di lihat pada table berikut ini:

 

 

No

Kategori

Jumlah

(%)

 

1

2

Jenis Kelamin

Laki-laki

Perempuan

 

7

23

 

23,3

76,7

 

Total

30

100

 

1

2

3

Pendidikan

S 1

SMA

SMP

 

7

19

4

 

23,3

63,3

13,3

 

Total

30

100

 

1

2

3

Pekerjaan

PNS

Swasta

IRT

 

5

7

18

 

16,7

23,3

60

 

Total

30

100

 

Nilai peak expiratory flow rate (PEFR) Sebelum Senam Asma

 

PEFR pada pasien asma diukur menggunakan peak flow meter. Nilai rata-rata pengukuran PEFR pada pasien asma sebelum di lakukan senam asma adalah 71,77%dengan standar deviasi 8,637. Secara lengkap dapat dilihat pada table berikut

 

No

Kategori

Jumlah

(%)

 

1

2

3

Nilai PEFR

80-100 % (Stabil)

50-79% (hati-hati)

<50% (bahaya)

 

8

22

0

 

26,67

73,33

0

 

Total

30

100

 

Nilai peak expiratory flow rate (PEFR) Setelah Senam Asma

 

PEFR pada pasien asma diukur menggunakan peak flow meter. Nilai rata-rata pengukuran PEFR pada pasien asma setelah di lakukan senam asma adalah 78,33%dengan standar deviasi 5,659. Secara lengkap dapat dilihat pada table berikut

 

No

Kategori

Jumlah

(%)

 

1

2

3

Nilai PEFR

80-100 % (Stabil)

50-79% (hati-hati)

<50% (bahaya)

 

17

13

0

 

56,67

43,33

0

 

Total

30

100

 

Perubahan nilai peak expiratory flow rate (PEFR) yang signifikan terjadi setelah dilakukan senam asma dengan empat kali latihan, sebagaimana dibuktikan oleh hasil uji statistik seperti tabel di bawah ini:

 

 

n

mean

Standar deviasi

t

Sig-2 tailed

Nilai PEFR sebelum

Nilai PEFR setelah

30

30

71,77

78,33

8,637

5,659

 

 

Nilai PEFR sebelum-Sesudah

 

-6,567

4,621

-7,783

0,000

 

Peak flow meter merupakan perangkat untuk mengukur banyaknya udara yang keluar dari paru-paru atau peak expiratory flow rate (PEFR). PEFR sendiri merupakan jumlah udara yang dikeluarkan dengan cepat dari paru-paru dalam satu tarikan napas. Jumlah udara yang keluar dengan peak flow meter dapat menjadi pedoman bagi penderita asma untuk mewaspadai adanya penyempitan jalan napas atau tidak.

Sebelum senam asma pada responden di Poli Klinik Penyakit dalam RSU CND Meulaboh, Hasil penelitian dapat diketahui bahwa PEFR sebelum senam asma pada responden rata-rata adalah 71,77% dengan standard deviasi 8,637%, dengan demikian nilai PEFR sebelum asma sebagian besar berada pada zona kuning. Namun demikian tidak ada responden yang mempunyai nilai PEFR pada zona bahaya.. Penderita asma mengalami penyempitan saluran napas sehingga menimbulkan kesulitan bernapas. Pada penderita asma juga terjadi hambatan waktu mengeluarkan udara ekspirasi yang mengakibatkan adanya udara yang masih tertinggal di dalam paru-paru semakin meningkat (hyperventilation).

Hal ini terjadi karena penderita asma cenderung melakukan pernapasan pada volume paru yang tinggi, sehingga akan membutuhkan kerja keras dari otot-otot pernapasan. Hal ini terjadi karena adanya penyempitan saluran napas akibat adanya hyperreaktifitas dari saluran napas terhadap berbagai macam rangsang. Penyempitan jalan nafas menyebabkan spasme otot-otot polos bronkhus yang dikenal dengan bronkospasme, oedema membrana mukosa dan hypersekresi mukus. Penyempitan didalam saluran napas tersebut akan menyebabkan sulitnya udara yang masuk menuju paru sehingga mengalami restriktif.

Nilai PEFR sesudah senam asma 4x pada responden di Poli Klinik Penyakit dalam RSU CND Meulaboh, hasil penelitian dapat diketahui bahwa Nilai PEFR sesudah senam asma 4x mengalami peningkatan rata-rata. Nilai PEFR sesudah senam asma 4x pada penderita asma rata-rata adalah 78,33%. Responden setelah dilakukan senam asma sebagian besar nilai Nilai PEFR stabil. Nilai PEFR normal dikarenakan setalah melakukan senam asma dapat memperbaiki kelenturan rongga dada sehingga dengan lenturnya rongganya dada dapat mengambang dan mengempis secara optimal, memperbaiki kelenturan dan kekuatan sekat rongga badan sehingga pernapasan perut optimal.

Senam asma dapat memperbaiki kelenturan rongga dada sehingga dengan lenturnya rongganya dada dapat mengembang dan mengempis secara optimal, memperbaiki kelenturan dan kekuatan sekat rongga badan sehingga pernapasan perut optimal. Program terapi latihan atau fisioterapi yang umum dilakukan dalam gerakan senam asma ini adalah latihan pernafasan. Latihan Pernafasan (Breathing Exercise) berbeda dengan gymnastik respirasi, meskipun di dalamnya juga terdapat latihan-latihan yang bertujuan memperbaiki kelenturan rongga dada serta diafragma.

Tujuan utama pada penderita asma adalah untuk melakukan pernafasan yang benar, pada penderita asma latihan pernafasan selain ditujukan untuk memperbaiki fungsi alat pernafasan jika terasa akan datang serangan, ataupun sewaktu serangan asma. Latihan fisik atau senam asma akan menyebabkan otot menjadi kuat. Perbaikan fungsi otot, terutama otot pernapasan menyebabkan pernapasan lebih efisien pada saat istirahat. Ventilasi paru pada orang yang terlatih dan tidak terlatih relatif sama besar, tetapi orang yang berlatih bernapas lebih lambat dan lebih dalam. Hal ini menyebabkan oksigen yang diperlukan untuk kerja otot pada proses ventilasi berkurang, sehingga dengan jumlah oksigen sama, otot yang terlatih akan lebih efektif kerjanya.

Perbedaan nilai PEFR sebelum dan sesudah senam asma dengan empat kali latihan, menunjukkan hasil bahwa ada perbedaan rata-rata nilai PEFR sebelum dan sesudah senam asma. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh senam asma terhadap fungsi paru dengan nilai signifikasi 0,000 (<0,05). Saat senam asma juga dilakukan latihan pernapasan untuk melancarkan jalan nafas.

Hasil penelitian ini didukung oleh teori, bahwa latihan pernapasan saat senam asma ditujukan untuk melancarkan jalan napas dari mukus berlebihan, mengatasi masalah penurunan volume paru, peningkatan beban kerja pernapasan pola napas abnormal, gangguan pertukaran gas dan hambatan arus udara dalam saluran napas. Responden yang dilatih senam asma secara rutin terjadi perbaikan pengaturan pernapasan. Perbaikan ini terjadi karena menurunnya kadar asam laktat darah, yang seimbang dengan pengurangan penggunaan oksigen oleh jaringan tubuh.

Hal ini didukung oleh teori, senam asma yang dilakukan secara teratur akan menaikkan kapasitas vital paru, dan dapat memperkuat otot-otot pernafasan sehingga daya kerja otot jantung dan otot lainnya jadi lebih baik. Senam asma akan mempengaruhi organ paru sehingga kerja organ lebih efisien dan kapasitas kerja maksimum yang dicapai lebih besar. Nilai kapasitas vital paru sebelum dan sesudah dilakukan senam asma menunjukkan perbedaan. Senam asma memberikan pengaruh terhadap nilai kapasitas vital paru responde. Setelah dilakukan senam nilai kapasitas vital paru mengalami peningkatan. Hal ini sesuai dengan teori, senam asma dapat memperbaiki kelenturan rongga dada sehingga dengan lenturnya rongganya dada dapat mengembang dan mengempis secara optimal, memperbaiki kelenturan dan kekuatan sekat rongga badan sehingga pernapasan perut optimal.

Latihan fisik atau senam asma akan menyebabkan otot menjadi kuat. Perbaikan fungsi otot, terutama otot pernapasan menyebabkan pernapasan lebih efisien pada saat istirahat. Ventilasi paru pada orang yang terlatih dan tidak terlatih relatif sama besar, tetapi orang yang berlatih bernapas lebih lambat dan lebih dalam. Hal ini menyebabkan oksigen yang diperlukan untuk kerja otot pada proses ventilasi berkurang, sehingga dengan jumlah oksigen sama, otot yang terlatih akan lebih efektif kerjanya.

Tujuan utama senam asma pada penderita asma adalah untuk melakukan pernafasan yang benar. Pada penderita asma latihan pernafasan selain ditujukan untuk memperbaiki fungsi alat pernafasan, juga bertujuan untuk melatih fungsi alat pernafasan jika terasa akan datang serangan, ataupun sewaktu serangan asma.

Gerakan senam asma secara spesifik setiap gerakan ditujukan memperbaiki kelenturan rongga dada sehingga dengan lenturnya rongga dada dapat mengembang dan mengempis secara optimal, memperbaiki kelenturan dan kekuatan sekat rongga badan sehingga pernapasan perut optimal.

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini direkomendasikan kepada pihak Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh untuk menerapkan latihan senam asma pada pasien asma bronchial, dengan ketentuan nilai PEFR pasien tersebut berada pada zona kuning (50-79%) atau zona hijau (80-100%).

Kepada peneliti selanjutnya direkomendasikan untuk melakukan penelitian eksperimental secara lebih luas untuk menemukan dan membuktikan terapi-terapi nonfarmakologis lainnya yang efektif untuk meningkatkan fungsi paru pada penderita asma.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Uci TA, SrI MM, Eka B. Gambaran Faal Paru Pasien Asma Yang Melakukan Senam Asma Dengan Yang Tidak Melakukan Senam Asma. Jom FK. 2016; 3(1):1-17.

 

Ratih O, Marice S, Qomariah. Faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit asma di Indonesia. Media Lubang Kesehatan. 2010;20(1):1-10.

 

Pompini A. Kualitas hidup penderita asma. Jurnal Respirologi Indonesia. 2005; 25(2):89-94.

 

Somantri, Irman. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

 

Utama, Saktya Yudha Ardi. (2018). Buku ajar keperawatan medikal bedah sistem respirasi. Yogyakarta: Depublish.

 

Camalia SS, Dewi I, Sutanto PH. Peningkatan kekuatan otot pernapasan dan fungsi paru melalui senam asma padapasien asma. Jurnal Keperawatan Indonesia. 2011; 14(2):101-106.

 

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Pharmaceutical care untuk penyakit asma. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2007.

 

Christoph TAZ, Faisal Y, Wiwien HW.�� Perbandingan manfaat klinis senam merpati putih dengan senam asma Indonesia pada penyandang asma. Jurnal Respirologi Indonesia. 2011;31(2):72-80.

 

Murgi H. Hubungan antara sebelum dan setelah mengikuti senam asma dengan frekuensi kekambuhan penyakit asma. Jurnal Kesehatan Surya Medika. 2004; 3(1):1-12.

 

Tortora GJ, Derricson BH.Principles of Anatomy and Physiolpogy. 1frs.ed. 12. New York: John Wiley and Sons Inc; 2009.

 

Darmayasa IK. Senam asma tiga kali seminggu lebih meningkatkan kapasitas vital paksa (KVP) dan volume ekspirasi detik (VEP1) daripada senam asma satu kali seminggu pada penderita asma persisten sedang. Unit Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah. Denpasar;2013.

 

Guyton AC, Hall JE. human physiology& diseases mechanism. Edisi ke-3. Jakarta: PenerbitBuku Kedokteran EGC; 2001.

 

Madal D, Singal P, Kaur H. Spirometric evaluation of pulmonary function tests in bronchial asthma patients. Journal of Exercise Science and Physiotherapy. 2010; 6(2):106-11

 

 

Copyright holder:

Tri Mulyono Herlambang, Maryono, Anasril, Bustami, Amiruddin (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: