Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 5, Mei 2022
EFEKTIFITAS SENAM
ASMA UNTUK MENINGKATKAN FUNGSI PARU PENDERITA ASMA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
CUT NYAK DHIEN MEULABOH
Tri Mulyono Herlambang, Maryono, Anasril, Bustami,
Amiruddin
Dosen Poltekkes
Kemenkes Aceh, Indonesia
Email: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Asma merupakan gangguan inflamasi kronis saluran
napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya.Inflamasi kronis menyebabkan
peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang
berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, dan batuk-batuk terutama malam
dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas
yang luas, bervariasi, dan sering kali bersifat reversibel dengan atau tanpa
pengobatan. Tujuan penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan
kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari. Latihan yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kebugaran fisik dan ketahanan tubuh pada pasien asma adalah dengan
melakukan senam asma. Senam asma dianjurkan karena melatih dan menguatkan
otot-otot pernapasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas
senam asma dalam meningkatkan fungsi paru pada penderita asma di RSUD Cut Nyak
Dhien Meulaboh. Jenis penelitian quasy eksperimen, dengan 30 orang responden.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa� ada
perbedaan yang signifikan antara rata-rata nilai PEFR sebelum dan sesudah
dilakukan senam asma dengan hasil paired sample test menunjukkan nilai sig-2
tailed adalah 0,000 (< 0,05). Direkomendasikan kepada pihak Rumah Sakit Umum
Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh untuk menerapkan latihan senam asma pada pasien
asma bronchial.
Kata Kunci: Efektifitas, Senam Asma, Fungsi Paru
Abstract
Asthma is a chronic inflammatory disorder of the airways that involves many cells and elements. Chronic inflammation causes an increase in airway hyperresponsiveness that causes recurrent episodic symptoms of wheezing, shortness of breath, chest tightness, and coughing, especially at night and/or early morning. These episodes are associated with widespread, variable, and often reversible airway obstruction with or without treatment. The goal of management is to improve and maintain the quality of life so that asthmatic patients can live a normal life without obstacles in carrying out daily activities. Exercise that can be used to improve physical fitness and endurance in asthma patients is to do asthma exercises. Asthma exercise is recommended because it trains and strengthens the respiratory muscles. This study aims to determine the effectiveness of asthma exercise in improving lung function in asthmatics at Cut Nyak Dhien Meulaboh Hospital. This type of research is quasi-experimental, with 30 respondents. The results showed that there was a significant difference in the average PEFR before and before asthma exercise was performed with the paired sample test results showing the sig-2 tailed value was 0.000 (<0.05). It is recommended to the Cut Nyak Dhien Meulaboh Regional General Hospital to carry out asthma exercises in bronchial asthma patients.
Keywords: Effectiveness, Asthma Exercise, Lung Function
Pendahuluan
Asma merupakan gangguan inflamasi kronis saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi
kronis menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik
tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi, dan sering kali bersifat reversibel dengan atau tanpa
pengobatan.1
Prevalensi penyakit asma terus mengalami
peningkatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Saat ini jumlah pasien
asma diperkirakan mencapai 300 juta orang dan jumlah pasien meninggal
karena serangan asma mencapai 255.000 orang.
Hasil penelitian Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional tahun 2018, prevalensi asma di Indonesia 3,5%
dari 987.205 Anggota Rumah Tangga (ART), sedangkan prevalensi asma di Riau sebanyak 3,3% dari 29.966 ART.2
Penelitian terkait asma
tahun 2018 yang merupakan analisis lanjut data RISKESDAS
Nasional tahun 2018 menunjukkan
bahwa prevalensi penyakit asma di Indonesia sebesar 3,32% dari 972.642 ART.3
Prevalensi tertinggi penyakit asma adalah
provinsi Gorontalo (7,23%) dan terendah
adalah Aceh sebesar 0.09%. Berdasarkan data Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO), jumlah penderita
asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan meningkat hingga 400 juta pada tahun 2025. Jumlah ini dapat saja
lebih besar mengingat asma merupakan penyakit yang
underdiagnosed. Buruknya kualitas
udara dan berubahnya pola hidup masyarakat
diperkirakan menjadi penyebab meningkatnya penderita asma. Diagnosis asma ditegakkan berdasarkan anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik, dan pengukuran faal paru. Pengukuran faal paru lebih
objektif untuk menilai derajat obstruksi saluran napas dengan cara pengukuran
Arus Puncak Respirasi (APE) menggunakan peak
flow meter sedangkan Volume Ekspirasi
Paksa dalam satu detik pertama
(VEP1) dan Kapasitas Vital Paksa
(KVP) diukur dengan
spirometer.
Menurut Somantri (2012)4,
penatalaksanaan medis pada penderita asma dilakukan dengan pemberian obat brokodilator, steroid inhalasi,
inhibitor leukotrien, dan lain sebagainya.
Menurut Mumpuni (2013) penatalaksanaan terapi non farmakologi yang dapat dilakukan dengan latihan pernapasan, menghindari pemicu alergi, berhenti merokok, diet, pengobatan komplementer, dan latihan fisik teratur seperti
senam, joging, maraton, dan
lainnya. Menurut Rivera dkk (2017) menyatakan dalam penelitiannya bahwa latihan fisik
yang dilakukan secara teratur mampu menurunkan
kekambuhan pada penderita asma. Beberapa latihan yang bisa dilakukan antara lain latihan relaksasi umum dan peregangan. Tujuan dari latihan
relaksasi untuk mengurangi ketegangan otot pernapasan tambahan sehingga dapat mengurangi pemakaian energi saat bernapas, penderita dilatih untuk bisa melakukan
kontrol pernapasan.
Penelitian yang dilakukan oleh Wijaya
(2015)5 tentang latihan
fisik (olahraga) pada penderita asma menyatakan latihan fisik dapat mengontrol
penyakit asma. Latihan fisik yang teratur dapat menyebabkan penderita jarang mendapatkan serangan asma, serangan yang timbul akan menjadi
lebih ringan. Latihan fisik yang baik dilakukan adalah olahraga yang bersifat aerobik dengan intensitas yang tidak terlalu tinggi. Melalui aktivitas tersebut maka penderita
akan dapat meningkatkan kemampuan jantung dan paru-paru serta memperkuat otot-otot pernafasan sehingga pengambilan oksigen akan lebih
banyak dan penderita asma akan dapat
bernafas lebih nyaman Pengukuran faal paru berulang
dan kuesioner digunakan untuk menilai perbaikan
kualitas hidup. Pasien dengan asma
akan mengalami kelemahan pada otot-otot pernapasan. Hal ini disebabkan oleh sering terjadi dypsneadan adanya pembatasan aktivitas. Melatih otototot pernapasan dapat meningkatkan fungsi otot respirasi,
mengurangi beratnya gangguan pernapasan, meningkatkan toleransi terhadap aktivitas, dan menurunkan gejala dypsnea.
Tujuan penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup
normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Latihan
yang dapat digunakan untuk meningkatkan kebugaran fisik dan ketahanan tubuh pada pasien asma adalah
dengan melakukan senam asma. Senam asma dianjurkan karena melatih dan menguatkan otot-otot pernapasan. Senam asma adalah salah satu cara penanganan
asma selain dengan pengobatan medis. Uji latih dan patologi latihan makin mendapat perhatian para ahli karena kapasitas individu untuk berfungsi sangat erat hubungannya dengan tampilan maksimal paru dan sistem kardiovaskular. Respons fisiologi dari latihan ini mencakup
kardiorespirasi, neurohumoral, vaskuler,
darah, dan otot.
�Selama ini masih
terdapat keraguan dalam masyarakat mengenai latihan fisik bagi penyandang
asma sebab latihan fisik atau
kegiatan jasmani yang intensitas tinggi kadang justru dapat
mencetuskan serangan asma yang dikenal dengan istilah Exercise Induced
Asthma (EIA). Meskipun latihan
fisik berat dapat menimbulkan serangan asma, hal ini tidak
boleh menjadi penghalang bagi penderita asma untuk tetap melakukan
latihan fisik dengan lebih terukur
dan sesuai metode yang disarankan. Dibutuhkan masukan dan bahkan perubahan persepsi bagi masyarakat luas dan penyandang asma itu sendiri
bahwa peranan latihan fisik dengan
metode yang disarankan bagi penyandang asma penting untuk
meningkatkan fungsi paru. Senam asma berguna untuk mempertahankan
dan atau memulihkan kesehatan khususnya pada penderita asma.
Senam asma yang dilakukan secara teratur akan menaikkan
volume oksigen maksimal, selain itu dapat
memperkuat otot-otot pernapasan sehingga daya kerja otot
jantung dan otot lainnya jadi lebih
baik sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup penderita asma. Review penelitian ini, penulis ingin
mencoba mengkaji lebih jauh efekifitas
senam asma dalam peningkatan fungsi paru.
Penerapan terapi non farmakologi seperti senam asma di Rumah Sakit Cut Nyak Dhien Meulaboh,
belum pernah diterapkan. Penanganan asma bronchial hanya mengandalkan obat-obatan. Studi pendahuluan yang dilakukan melalui wawancara dengan beberapa orang perawat pada hari yang sama diperoleh informasi bahwa perawat mengatakan
bahwa selama ini belum pernah
menerapkan senam asma pada pasien asma. Tindakan umum yang biasanya dilakukan hanya berupa pengobatan farmakologis berupa pemberian obat asma seperti salbutamol dan aminophilin.
Metode
Penelitian
Penelitian
ini merupakan penelitian Quasi Exsperimen dengan comparative Study, yaitu
penelitian yang dilakukan dengan cara membandingkan
persamaan dan perbedaan sebuah fenomena untuk mencari faktor
yang menyebabkan suatu gejala.
Penderita
asma diukur nilai PEFR nya. Bila nilai PEFR berkisar antara 50-79% (zona kuning) atau antara
80-100% (zona hijau) maka �������� dikutsertakan
dalam latihan atau senam asma, senam asma dilakukan dalam 4 kali periode latihan dan kemudian diukur kembali nilai PEFR nya. Langkah terakhir adalah membandingkan rata-rata fungsi paru antara rata-rata nilai PEFR sebelum dengan sesudah latihan senam asma.
Populasi
dalam penelitian ini adalah semua
penderita asma yang dirawat di Poliklinik Rumah Sakit Umum
Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat. Berdasarkan perhitungan besar sampel maka
ditentukan minimal 30 orang.
Analisis data dilakukan menggunakan uji statistik (Uji
t-test) karena uji ini termasuk uji statistik parametrik untuk uji beda 2 mean berhubungan.
Untuk analisis data digunakan
bantuan program komputer. Penarikan
kesimpulan dilakukan dengan membandingkan nilai t hitung dengan nilai t tabel. Apabila t hitung > dari t tabel dan p<0,05, maka Ha diterima.
Hasil dan Pembahasan
Karakteristik
responden disajikan dalam tabel distribusi
frekuensi yang terdiri dari umur, pendidikan,
dan pekerjaan. Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan bahwa rata-rata umur responden adalah 27,9 tahun dengan standar deviasi 4,581. Kebanyakan responden berumur 26, 30 dan 32 tahun masing-masing 4 orang. Kebanyakan
responden berjenis kelamin perempuan yaitu 23 orang (76,7%), latar belakang pendidikan kebanyakan adalah SMA yaitu 19 orang (63,3%) dan pada umumnya
bekerja sebagai ibu rumah tangga,
yaitu 18 orang (60%). Secara
lengkap dapat di lihat pada table berikut ini:
No |
Kategori |
Jumlah |
(%) |
1 2 |
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan |
7 23 |
23,3 76,7 |
|
Total |
30 |
100 |
1 2 3 |
Pendidikan S 1 SMA SMP |
7 19 4 |
23,3 63,3 13,3 |
|
Total |
30 |
100 |
1 2 3 |
Pekerjaan PNS Swasta IRT |
5 7 18 |
16,7 23,3 60 |
|
Total |
30 |
100 |
Nilai peak expiratory
flow rate (PEFR) Sebelum Senam Asma
PEFR pada pasien asma diukur
menggunakan peak
flow meter. Nilai rata-rata pengukuran PEFR pada pasien asma sebelum
di lakukan senam asma adalah 71,77%� dengan standar deviasi 8,637. Secara lengkap dapat dilihat pada table berikut
No |
Kategori |
Jumlah |
(%) |
1 2 3 |
Nilai
PEFR 80-100 % (Stabil) 50-79% (hati-hati) <50% (bahaya) |
8 22 0 |
26,67 73,33 0 |
|
Total |
30 |
100 |
Nilai peak expiratory flow rate (PEFR) Setelah Senam Asma
PEFR pada pasien asma diukur
menggunakan peak
flow meter. Nilai rata-rata pengukuran PEFR pada pasien asma setelah
di lakukan senam asma adalah 78,33%� dengan standar deviasi 5,659. Secara lengkap dapat dilihat pada table berikut
No |
Kategori |
Jumlah |
(%) |
1 2 3 |
Nilai
PEFR 80-100 %
(Stabil) 50-79% (hati-hati) <50% (bahaya) |
17 13 0 |
56,67 43,33 0 |
|
Total |
30 |
100 |
Perubahan nilai peak expiratory flow rate (PEFR) yang signifikan terjadi setelah dilakukan senam asma dengan empat
kali latihan, sebagaimana dibuktikan oleh hasil uji statistik seperti tabel di bawah ini:
|
n |
mean |
Standar
deviasi |
t |
Sig-2 tailed |
Nilai
PEFR sebelum Nilai
PEFR setelah |
30 30 |
71,77 78,33 |
8,637 5,659 |
|
|
Nilai PEFR sebelum-Sesudah |
|
-6,567 |
4,621 |
-7,783 |
0,000 |
Peak flow meter merupakan perangkat untuk mengukur banyaknya udara yang keluar dari paru-paru
atau peak expiratory flow rate (PEFR).
PEFR sendiri merupakan jumlah udara yang dikeluarkan dengan cepat dari paru-paru
dalam satu tarikan napas. Jumlah udara yang keluar dengan peak flow meter dapat menjadi pedoman
bagi penderita asma untuk mewaspadai
adanya penyempitan jalan napas atau tidak.
Sebelum
senam asma pada responden
di Poli Klinik Penyakit dalam RSU CND Meulaboh, Hasil penelitian dapat diketahui bahwa PEFR sebelum senam asma pada responden rata-rata adalah 71,77%
dengan standard deviasi 8,637%,
dengan demikian nilai PEFR sebelum asma sebagian besar
berada pada zona kuning. Namun demikian tidak ada responden
yang mempunyai nilai PEFR
pada zona bahaya.. Penderita asma
mengalami penyempitan saluran napas sehingga menimbulkan kesulitan bernapas. Pada penderita asma juga terjadi hambatan waktu mengeluarkan udara ekspirasi yang mengakibatkan adanya udara yang masih tertinggal di dalam paru-paru semakin meningkat (hyperventilation).
Hal
ini terjadi karena penderita asma cenderung melakukan pernapasan pada volume paru yang tinggi, sehingga akan membutuhkan
kerja keras dari otot-otot pernapasan. Hal ini terjadi karena adanya penyempitan saluran napas akibat adanya hyperreaktifitas dari saluran napas terhadap berbagai macam rangsang. Penyempitan jalan nafas menyebabkan spasme otot-otot polos bronkhus yang dikenal dengan bronkospasme, oedema membrana mukosa dan hypersekresi mukus. Penyempitan didalam saluran napas tersebut akan menyebabkan sulitnya udara yang masuk menuju paru
sehingga mengalami restriktif.
Nilai
PEFR sesudah senam asma 4x
pada responden di Poli Klinik
Penyakit dalam RSU CND Meulaboh, �hasil penelitian dapat diketahui bahwa Nilai PEFR sesudah senam asma 4x mengalami peningkatan rata-rata. Nilai
PEFR sesudah senam asma 4x
pada penderita asma
rata-rata adalah 78,33%. Responden
setelah dilakukan senam asma sebagian besar
nilai Nilai PEFR stabil. Nilai
PEFR normal dikarenakan setalah
melakukan senam asma dapat memperbaiki kelenturan rongga dada sehingga dengan lenturnya rongganya dada dapat mengambang dan mengempis secara optimal, memperbaiki kelenturan dan kekuatan sekat rongga badan sehingga pernapasan perut optimal.
Senam
asma dapat memperbaiki kelenturan rongga dada sehingga dengan lenturnya rongganya dada dapat mengembang dan mengempis secara optimal, memperbaiki kelenturan dan kekuatan sekat rongga badan sehingga pernapasan perut optimal. Program terapi latihan atau fisioterapi
yang umum dilakukan dalam gerakan senam asma ini adalah
latihan pernafasan. Latihan
Pernafasan (Breathing Exercise) berbeda
dengan gymnastik respirasi, meskipun di dalamnya juga terdapat latihan-latihan yang bertujuan memperbaiki kelenturan rongga dada serta diafragma.
Tujuan
utama pada penderita asma adalah untuk
melakukan pernafasan yang benar, pada penderita asma latihan pernafasan
selain ditujukan untuk memperbaiki fungsi alat pernafasan
jika terasa akan datang serangan,
ataupun sewaktu serangan asma. Latihan fisik atau senam asma akan menyebabkan
otot menjadi kuat. Perbaikan fungsi otot, terutama
otot pernapasan menyebabkan pernapasan lebih efisien pada saat istirahat. Ventilasi paru pada orang yang terlatih dan tidak terlatih relatif sama besar, tetapi
orang yang berlatih bernapas
lebih lambat dan lebih dalam. Hal ini menyebabkan oksigen yang diperlukan untuk kerja otot
pada proses ventilasi berkurang,
sehingga dengan jumlah oksigen sama, otot yang terlatih akan lebih
efektif kerjanya.
Perbedaan
nilai PEFR sebelum dan sesudah senam asma dengan empat kali latihan, menunjukkan hasil bahwa ada
perbedaan rata-rata nilai
PEFR sebelum dan sesudah
senam asma. Hasil penelitian
menunjukkan ada pengaruh senam asma terhadap fungsi paru dengan nilai
signifikasi 0,000 (<0,05). Saat
senam asma juga dilakukan latihan pernapasan untuk melancarkan jalan nafas.
Hasil
penelitian ini didukung oleh teori, bahwa latihan pernapasan
saat senam asma ditujukan untuk melancarkan jalan napas dari mukus berlebihan,
mengatasi masalah penurunan volume paru, peningkatan beban kerja pernapasan pola napas abnormal, gangguan pertukaran gas dan hambatan arus udara dalam
saluran napas. Responden
yang dilatih senam asma secara rutin terjadi
perbaikan pengaturan pernapasan. Perbaikan ini terjadi karena
menurunnya kadar asam laktat darah,
yang seimbang dengan pengurangan penggunaan oksigen oleh jaringan tubuh.
Hal
ini didukung oleh teori, senam asma yang dilakukan secara teratur akan menaikkan
kapasitas vital paru, dan dapat memperkuat otot-otot pernafasan sehingga daya kerja
otot jantung dan otot lainnya jadi
lebih baik. Senam asma akan mempengaruhi
organ paru sehingga kerja organ lebih efisien dan kapasitas kerja maksimum yang dicapai lebih besar.
Nilai kapasitas vital paru sebelum dan sesudah dilakukan senam asma menunjukkan perbedaan. Senam asma memberikan pengaruh terhadap nilai kapasitas vital paru responde. Setelah dilakukan senam nilai kapasitas vital paru mengalami peningkatan. Hal ini sesuai dengan teori,
senam asma dapat memperbaiki kelenturan rongga dada sehingga dengan lenturnya rongganya dada dapat mengembang dan mengempis secara optimal, memperbaiki kelenturan dan kekuatan sekat rongga badan sehingga pernapasan perut optimal.
Latihan
fisik atau senam asma akan menyebabkan
otot menjadi kuat. Perbaikan fungsi otot, terutama
otot pernapasan menyebabkan pernapasan lebih efisien pada saat istirahat. Ventilasi paru pada orang yang terlatih dan tidak terlatih relatif sama besar, tetapi
orang yang berlatih bernapas
lebih lambat dan lebih dalam. Hal ini menyebabkan oksigen yang diperlukan untuk kerja otot
pada proses ventilasi berkurang,
sehingga dengan jumlah oksigen sama, otot yang terlatih akan lebih
efektif kerjanya.
Tujuan
utama senam asma pada penderita asma adalah untuk melakukan
pernafasan yang benar. Pada
penderita asma latihan pernafasan selain ditujukan untuk memperbaiki fungsi alat pernafasan,
juga bertujuan untuk melatih fungsi alat pernafasan jika terasa akan
datang serangan, ataupun sewaktu serangan asma.
Gerakan
senam asma secara spesifik setiap gerakan ditujukan memperbaiki kelenturan rongga dada sehingga dengan lenturnya rongga dada dapat mengembang dan mengempis secara optimal, memperbaiki kelenturan dan kekuatan sekat rongga badan sehingga pernapasan perut optimal.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini direkomendasikan kepada pihak Rumah Sakit
Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh untuk menerapkan latihan senam asma pada pasien asma bronchial, dengan ketentuan nilai PEFR pasien tersebut berada pada zona kuning (50-79%) atau zona hijau (80-100%).
Kepada peneliti selanjutnya direkomendasikan untuk melakukan penelitian eksperimental secara lebih luas
untuk menemukan dan membuktikan terapi-terapi nonfarmakologis lainnya yang efektif untuk meningkatkan
fungsi paru pada penderita asma.
BIBLIOGRAFI
Uci TA, SrI
MM, Eka B. Gambaran Faal Paru
Pasien Asma Yang Melakukan
Senam Asma Dengan Yang Tidak
Melakukan Senam Asma. Jom
FK. 2016; 3(1):1-17.
Ratih O, Marice
S, Qomariah. Faktor-faktor
yang berhubungan dengan penyakit asma di Indonesia. Media
Lubang Kesehatan. 2010;20(1):1-10.
Pompini A. Kualitas hidup penderita asma. Jurnal Respirologi Indonesia.
2005; 25(2):89-94.
Somantri, Irman. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Utama, Saktya Yudha Ardi. (2018). Buku ajar keperawatan medikal bedah sistem
respirasi. Yogyakarta: Depublish.
Camalia SS, Dewi I, Sutanto PH. Peningkatan kekuatan otot pernapasan dan fungsi paru melalui
senam asma padapasien asma. Jurnal Keperawatan
Indonesia. 2011; 14(2):101-106.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Pharmaceutical care untuk
penyakit asma. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2007.
Christoph TAZ, Faisal Y, Wiwien
HW.�� Perbandingan
manfaat klinis senam merpati putih dengan
senam asma Indonesia pada penyandang
asma. Jurnal Respirologi Indonesia. 2011;31(2):72-80.
Murgi H. Hubungan
antara sebelum dan setelah mengikuti senam asma dengan frekuensi
kekambuhan penyakit asma. Jurnal Kesehatan Surya Medika. 2004; 3(1):1-12.
Tortora GJ, Derricson BH.Principles of Anatomy and Physiolpogy. 1frs.ed. 12. New York: John Wiley and Sons
Inc; 2009.
Darmayasa IK. Senam asma tiga kali seminggu lebih meningkatkan kapasitas vital paksa (KVP) dan volume ekspirasi detik (VEP1) daripada senam asma satu kali seminggu pada penderita asma persisten sedang. Unit Rehabilitasi Medik Rumah Sakit
Umum Pusat Sanglah.
Denpasar;2013.
Guyton AC, Hall JE. human physiology& diseases
mechanism. Edisi ke-3. Jakarta: PenerbitBuku
Kedokteran EGC; 2001.
Madal D, Singal P, Kaur H. Spirometric evaluation
of pulmonary function tests in bronchial asthma patients. Journal of Exercise
Science and Physiotherapy. 2010; 6(2):106-11
Copyright holder: Tri Mulyono Herlambang, Maryono, Anasril, Bustami, Amiruddin (2022) |
First publication
right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is
licensed under: |