Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 5, Mei 2022

 

PENGARUH KONSELING TERHADAP BUDAYA BATAK

 

Deby Manalu, Reva Andreani, Fira Febri Triana, Retno Anastasya Bahri,

Putri Amalia Ramadhani

Bimbingan Konseling, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jambi, Indonesia

Email: [email protected][email protected], [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Manusia hidup berbangsa- bangsa, dan bersuku- suku dan masing-masing bangsa memiliki lingkungan sosial budaya sendiri yang satu berbeda dari yang lainnya. Perbedaan kebudayaan yang dimiliki oleh setiap suku terutama di Indonesia, bukanlah suatu cara untuk saling bertikai dan konflik, tetapi menunjukan adanya keberagaman kebudayaan yang dimiliki Indonesia. Budaya merupakan hasil dari pemikiran manusia setelah melakukan interaksi dengan manusia lainnya maupun alam sekitarnya sehingga Interaksi ini dilakukan oleh sekelompok masyarakat dan menjadi sebuah kebudayaan setelah menjadi suatu tradisi dalam kelompok masyarakat serta menjadi kebiasaan dilingkungan sehingga menjadi nilai-nilai budaya yang dirawat, dijaga dan dilestarikan. Terutama budaya dan suku yang ada di Sumatra Utara yaitu suku batak pandangan budaya terhadap konseling yang terjadi terkadang bertentangan metode konseling bertetangan dengan budaya yang ada. Tujuan penelitian mengetahui pandangan budaya batak terhadap konseling. Metode yang digunakan dalam penukusan ini adalah penelusuran literatur dari duapuluh datadatabes elektronik yaitu Google Scholar dan Publis or Perish.Penelitian dari jurnal yang dipublikasikan antara tahun 2018-2021. Hasil penelitian dari duapuluh jurnal yang dipakai dalam literatur riview ini menunjukkan terdapatnya permasalahan-permasalahan yang timbul terutama dalam perkawinan antar marga, dimana sesama marga tidak dapat menjalankan perkawinan. Dimana BK disekolah mempunyai guru melayu dan siswa lebih dominan dekat dengan guru melayu dari pada guru yang bersuku batak. Kesimpulan konseling sangat berpengaruh terhadap budaya batak salah satunya mengenai perkawinan.

 

Kata Kunci: Perkawinan, suku batak, pengaruh dan konseling

 

Abstract

Humans live in nations and tribes and each nation has its own socio-cultural environment that is different from the others. The cultural differences possessed by each ethnic group, especially in Indonesia, are not a way to fight each other and conflict, but show the diversity of cultures that Indonesia has. Culture is the result of human thought after interacting with other humans and the natural surroundings so that this interaction is carried out by a group of people and becomes a culture after it becomes a tradition in community groups and becomes a habit in the environment so that it becomes cultural values ​​that are cared for, maintained and preserved. Especially the culture and ethnicity in North Sumatra, namely the Batak tribe, cultural views on counseling that sometimes conflict with counseling methods that are contrary to the existing culture. The purpose of the study was to determine the Batak culture's view of counseling. The method used in this assessment is literature search from twenty electronic databases, namely Google Scholar and Publis or Perish. Research from journals published between 2018-2021. The results of research from twenty journals used in this literature review indicate that there are problems that arise, especially in inter-marriage marriages, where fellow clans cannot carry out marriages. Where BK in schools has Malay teachers and students are more dominant close to Malay teachers than teachers who are Batak. The conclusion of counseling is very influential on the Batak culture, one of which is about marriage.
 
Keywords: Marriage, Batak ethnicity, influence and counseling

 

Pendahuluan

Penelitian ini membuktikan bahwa pertalian antara pendidikan akhlak dan kearifan lokal budaya Batak Toba dapat terlihat dalam kehidupan masyarakat yang diimplementasikan melalui kekerabatan, religi, hagabeon, hasangapon, hamoraon, hamajuaon, pati dohot uhum, pengayoman, dan marsisarian. Asimilasi antara nilai budaya dan pendidikan akhlak tersebut ditransmisikan oleh orang tua melalui pendidikan keluarga, pertemuan keluarga, maupun acara-acara adat. Adapun sumber data (primer) dalam penelitian ini adalah data-data yang diperoleh dari penelitian lapangan (field research) melalui wawancara, observasi terhadap media sosial, dan studi dokumen pendukung lainnya, sedangkan data sekunder diperoleh dari bahan-bahan pustaka yang relevan dengan pendidikan akhlak dan kearifan lokal budaya Batak Toba.

Para ahli pendidikan Islam menyepakati bahwa maksud dari pendidikan dan pengajaran bukan hanya transfer pengetahuan, tetapi juga mendidik akhlak dan jiwa peserta didik, menanamkan rasa fadhilah (keutamaan), mempersiapkan kesopanan yang tinggi, dan mempersiapkan untuk suatu kehidupan yang suci secara keseluruhan , ikhlas, dan jujur (Al-Abrasyi, 1996). Pada akhirnya, akhlak akan disebut baik jika dari sifat tersebut lahir perbuatan yang baik pula sesuai dengan norma-norma masyarakat dan syariat. Sebaliknya, akhlak dapat dikatakan tidak baik dan akhlak yang buruk jika buruk perbuatandari diri manusia. Efek negatif dari perkembangan teknologi adalah terjadinya darurat moral di masyarakat.

Untuk mendapatkan predikat bahagia, seorang individu harus memiliki budi pekerti yang tinggi agar dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab dengan baik dan sempurna. Namun sebaliknya, seorang individu akan mengalami keresahan bilamana memiliki akhlak yang buruk, tabiat yang kasar, dan buruk terhadap orang lain. Salah satu instrumen yang diperlukan dalam pembangunan akhlak manusia adalah pendidikan, hasil dari pendidikan tersebut diharapkan para peserta didik akan menjadi manusia yang memiliki pribadi yang bertanggung jawab, baik kepada Tuhannya, sesama makhluk, maupun lingkungannya.

Dengan menggunakan penelitian kualitatif, responden yang menjadi obyek penelitian, Mendukung penelitian kualitatitf digunakan tradesi fenomenologi yang fokus pada pengalaman seseorang. Temuan yang dapat menjadi sumbangan dalam konseling antar budaya perkawinan beda budaya. Pernikahan beda budaya adalah suatu pernikahan yang terjadi antara pasangan yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, dimana terdapat penyatuan pola pikir dan cara hidup yang berbeda, yang bertujuan untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam Perkawinan adat Nias, laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan kedudukan, sejak pra-perkawinan hingga di dalam perkawinan bahkan hingga berakhirnya, apabila kemudian perkawinan tersebut berakhir.

Di Sibabangun, fenomena perkawinan beda budaya dalam keluarga kawin beda etnis yaitu batak dan nias menarik untuk diteliti lebih lanjut, terutama keluarga yang melibatkan etnis Batak dan etnis Nias. Ada beberapa perkawinan yang beda suku tidak berjalan dengan harmonis dan ada juga yang harmonis, semua tergantung dengan cara masing-masing pasangan berintegrasi terhadap pasangan masing-masing meskipun beda budaya.

Konseling Antar budaya (cross culture counseling) mengandung pengertian hubungan yang terjadi dalam proses konseling yang melibatkan konselor dan konseli yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, dan karena itu proses konseling sangat rawan oleh terjadinya bias-bias budaya pada pihak konselor yang mengakibatkan konseling tidak berjalan efektif. Menurut penelitian yang dilakukan agar berjalan efektif, maka konselor dituntut untuk memiliki kepekaan budaya dan melepaskan diri dari bias-bias budaya, mengerti dan dapat mengapresiasi diversitas budaya, dan memiliki keterampilan-keterampilan yang responsif secara cultural. Konsep mengenai konseling antar budaya cenderung akan menekankan unsur budaya dan kebudayaan yang meliputi tradisi, kebiasaan, nilai-nilai, norma, bahasa, keyakaninan yang telah terpola dalam suatu masyarakat dan diwariskan turun temurun.

Konseling antar budaya adalah hubungan konseling yang melibatkan para peserta yang berbeda etnik atau hubungan konseling yang melibatkan konselor dan konseli yang secara rasial dan etnik sama, tetapi memiliki perbedaan budaya yang dikarenakan variabel-variabel lain seperti seks, orientasi seksual, faktor sosio-ekonomik, dan usia. Jadi, sesuatu dan kejadian merupakan sebuah hubungan atau memberi dan menerima atau budaya yang saling mempengaruhi.

 

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelusuran literatur dari Dua puluh data databes elektronik yaitu Google Scholar dan Publis or Perish.Penelitian dari jurnal yang dipublikasikan antara tahun 2018-2021. Adapun jurnal yang membahas tentang pengaruh Konseling Lintas Budaya terhadap budaya Batak diantaranya terhadap pernikahan dalam budaya Batak tersebut.

Tujuan penelitian Mengetahui pandangan budaya batak terhadap konseling.

 

Hasil dan Pembahasan

Secara Etimologi berasal dari bahasa Latin �consiliumartinyadenganatau bersama�yang dirangkai denganmenerima ataumemahami�. Sedangkan dalam Bahasa Anglo Saxon istilah konseling berasal darisellan� yang berarti�menyerahkanataumenyampaikan�. Konseling meliputi pemahaman dan hubungan individu untuk mengungkapkan kebutuhan - kebutuhan, motivasi, dan potensi - potensi yang yang unik dari individu dan membantu individu yang bersangkutan untuk mengapresiasikan ketiga hal tersebut. (Berdnard & Fullmer, 1969)

Berdasarkan tinjauan dari referensi jurnal yang dilakukan, secara garis besar budaya dan konseling saling keterkaitan dan budaya lokal batak adalah salah satu budaya yang dimiliki di Indonesia.

Konseling Menurut ahli Smith, dalam Shertzer & Stone,1974) Konseling merupakan suatu proses untuk memebantu individu mengatasi hambatan-hambatan perkembangn dirinya, dan untuk mencapai perkembangan yang optimal kemampuan pribadi yang dimilikinya, proses tersebuat dapat terjadi setiap waktu. (Division of Conseling Psychologi) interaksi yang (a) terjadi antara dua orang individu, masing-masing disebut konselor dan klien ;(b) terjadi dalam suasana yang profesional (c)dilakukan dan dijaga sebagai alat untuk memudah kan perubahan-perubahan dalam tingkah laku klien. (Pepinsky 7 Pepinsky, dalam Shertzer & Stone,1974)

Konseling meliputi pemahaman dan hubungan individu untuk mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan, motivasi, dan potensi-potensi yang yang unik dari individu dan membantu individu yang bersangkutan untuk mengapresiasikan ketige hal tersebut. (Berdnard & Fullmer ,1969) dapat di simpulkan bahwa konseling adalah Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli kepada individu yang mengalami sesuatu masalah. Hal ini tentunya bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi orang tersebut.

DEFINISI KONSELING

�� Menurut Wagito, (dalam Aqib 2012:29) mengemukakan bahwa konseling adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam memecahkan masalah kehidupannya dengan wawancara, dengan cara-cara yang sesuai dengan keadaan individu yang dihadapi untuk mencapai kesejateraan hidupnya.

Menurut Tolbert, (dalam Prayitno dan Amti 2004:101). Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antara dua orang dalam mana konselor melalui hubungan itu dengan kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya.

Konseling, merupakan hubungan interpersonal antara konselor dengan klien yang bersifat membantu. Dalam konseling, klien dibantu oleh konselor dalam bentuk kemudahan (fasilitas) baik secara kuratif, preventif, maupun promotif-developmental. Konsultasi, merupakan bentuk hubungan vertikal antara konselor dengan manajemen puncak (top management) dalam hirakhi organisasi kerja profesional; sedangkan koordinasi, pada dasarnya merupakan hubungan horizontal antara konselor dengan sejawat atau kolega dalam rangka menangani kasus.

Konseling bertujuan untuk membantu semua kalangan memperoleh perkembangan yang normal sehingga memiliki mental dan mendapatkan keterampilan yang layak dari perkembangannya tersebut.

DEFINISI KONSELING LINTAS BUDAYA

�� Dilihat dari sisi identitas budaya, konseling lintas budaya merupakan hubungan konseling pada budaya yang berbeda antara konselor dengan konseli. Burn (1992) menjelaskan cross cultural counseling is the process of counseling individuals who are of different culture/cultures than that of the therapist. Oleh sebab itu menurutnya sensitivitas konselor terhadap budaya konseli menjadi sangat penting. Ia menegaskan: It is important for counselors to be sensitive to and considerate of a client's cultural makeup. Clinicians encounter many challenging and complex issues when attempting to provide accessible, effective, respectful and culturally affirming chemical dependency treatment to a multi-cultural population of Deaf and hard of hearing individuals.

Dedi Supriadi (2001:6) mengajukan alternatif untuk keefektifan konseling, setelah mengemukakan definisi konseling lintas budaya. Bagi Dedi, konseling lintas budaya melibatkan konselor dan konseli yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, dan karena itu proses konseling sangat rawan oleh terjadinya bias-bias budaya pada pihak konselor yang mengakibatkan konseling tidak berjalan efektif. Agar berjalan efektif, maka konselor dituntut untuk memiliki kepekaan budaya dan melepaskan diri dari bias-bias budaya, mengerti dan dapat mengapresiasi diversitas budaya, dan memiliki keterampilan yang responsif secara kultural. Dengan demikian, maka konseling dipandang sebagaiperjumpaan budaya� (cultural encounter) antara konselor dan klien.

PENGARUH UMUM KONSELING

a.    Pengaruh terhadap perkembangan dan pencapaian pemahaman untuk kemajuan

b.   Pengaruh terhadap menemukan kemampuan dalam memahami lingkungan

c.    Pengaruh terhadap menyadari gaya dan pola hidup serta tingkah laku

d.   Pengaruh terhadap pengembangan minat sosial

PENGARUH KONSELING LINTAS BUDAYA TERHADAP BUDAYA BATAK

Konseling Lintas Budaya berguna untuk memahami manusia melampaui batasan dualis super naturalistik dan materialistik.Konseling Lintas Budaya cenderung kepada konseling mampu memahami kebiasaan kehidupan konselor dan membagun komunikasi yang baik. Konseling Lintas Budaya meminta agar konselor memiliki kepekaan Budaya terhadap kliennya serta dapat mengapresiasi diversitas budaya dan memiliki keterampilan-keterampilan yang responsitif secara kultural.

Memahami sebagai Konselor harus dapat benar-benar memiliki keterampilan dalam mendengar klien, sebab itu konselor harus menyadari bahwa klien adalah individu yang sangat kompleks dan beragam. Oleh karena itu, mengkombinasikan faktor budaya dan keragaman sebagai bagian untuk mengerti adalah hal yang sangat esensial.

 

a.    Nilai Hagabeon

yang berarti Bahagia dan sejahtera dalam hal keturunan, pentingnya keluarga menghantarkan bahwa suku Batak memiliki nilai-nilai kearifan bahwa manusia dalam keluarga adalah harta yang sangat berharga.

b.   Nilai Dalihan Na Tolu

Bahwa suatu keseimbangan dalam keluarga untuk memperoleh kerukunan, kedamaian sehati yang dijunjung tinggi sebagai penghargaan dan harkat martabat dalam kekerabatan. Melalui Dalihan Na Tolu ini suku Batak memahami hidup yang damai dan rukun.

PENGARUH KONSELING LINTAS BUDAYA TERHADAP PERNIKAHAN BATAK

Etnis Batak Toba dan Batak Nias memiliki perbedaan dalam hal peranan istri dan suami dalam pernikahan. Kondisi masyarakat yang semakin terbuka dan bebas untuk berinteraksi dengan siapapun yang dapat memberikan pengaruh terhadap warisan kepercayaan, nilai, dan norma dari leluhur. Kearifan lokal budaya batak toba dapat terlihat dalam kehidupan masyarakat, yang diimplementasikan melalui kekerabatan, religi, dsb.

 

Kesimpulan

Agar Konselor dapat menyadari keberadaan budaya klien dan sensitif terhadap kebudayaan klien, sehingga dapat menghargai perbedaan dan hal itu dapat membuat konselor merasa nyaman dengan perbedaan yang ada antara dirinya dan klien dalam bentuk ras, etnik, kebudayaan, dan kepercayaan. Dan juga supaya konselor dapat memahami bagaimana ras, kebudayaan, etnik, dan sebagainya yang mungkin mempengaruhi struktur kepribadian, pilihan karir, manifestasi gangguan psikologis, perilaku mencari bantuan, dan kecocokan dan ketidakcocokan dari pendekatan konseling.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Bastaman, Hana Jumhana (1997). Integrasi psikologi dengan islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

 

Adhiputra, A.A.N. 2013. Konseling Lintas Budaya. Yogyakarya: Graha Ilmu

Alizamar, A., & Afdal, A. (2016). Faktor Budaya dalam Kreativitas dan Upaya Konselor dalam Peningkatannya.

 

Agustian, H. (2013). Gambaran Kehidupan Pasangan yang Menikah di Usia Muda di Kabupaten Dharmasraya. Spektrum Pls, 1(01), 205-217

 

Kertamuda, F. E. (2009). Konseling Pernikahan untuk Keluarga Indonesia. Jakarta: Salemba Humanika.

 

Khomsatun, Trisnawati Y., & Pantiawati I. (2012). Hubungan Pengetahuan Remaja Putri Menikah Dini tentang Kehamilan dengan Kecemasan Menghadapi Kehamilan di Kecamatan Pulosaari Kabupaten Pemalang. Jurnal Ilmiah Kebidanan. 3(1), 37-50.

 

Nelyahardi, N., Sarman, F., Wahyuni, H., & Randani, R. (2019). The Process of Verbal Communication in Ethnic Malay and Batak: A Case Study. 5th International Conference on Education and Technology (ICET 2019), 638�641.

 

Agustian, H. (2013). Gambaran Kehidupan Pasangan yang Menikah di Usia Muda di Kabupaten Dharmasraya. Spektrum Pls, 1(01), 205-217.

 

Alizamar, A., & Afdal, A. (2016). Faktor Budaya dalam Kreativitas dan Upaya Konselor dalam Peningkatannya.

 

Harahap, B. H., & Siahaan, H. M. (1987). Orientasi Nilai Nilai Budaya Batak. Jakarta: Sanggar Willem Iskandar.

 

Cross, S. E., Hardin, E. E., & Gercek-Swing, B. (2011). The What, How, Why, and Where of Self-Construal. Personality and Social Psychology Review, 15(2), 142�179.

 

Abdullah, A. (2004). Kerangka dasar keilmuan dan pengembangan kurikulum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pokja Akademik.

 

Bimo Walgito. (1989). Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Yogyakarta : Andi Offset.

 

Amti, Erman, Prayetno, 2004 Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling, Jakarta: PT Rineka Cipta.

 

Rahman S, Hibana. (2003). Bimbingan dan Konseling Pola. Jakarta, Rineka Cipta.

 

Surya, Muhammad. (2003). Psikologi Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

 

Sukardi, Dewa Ketut (2000). Pengantar Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

 

Syamsu, Yusuf dan A. Juntika Nuhrisan. (2010). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

 

Sofyan, Willis S. (2007). Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung: CV Alfabeta.

 

Ubaidillah, A.(2016).�� Jurnal Bimbingan konseling Lintas Budaya, Perspektif Abdurahman Wahid, Universitas Islam Negri (UIN), Walisongo Semarang Indonesia, (7), 1, 122-132

 

Copyright holder:

Deby Manalu, Reva Andreani, Fira Febri Triana, Retno Anastasya Bahri,

Putri Amalia Ramadhani (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: