Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 5, Mei 2022

 

IMPLEMENTASI TIME VALUE OF MONEY PADA TRADISI JIMPITAN MASYARAKAT BOJONEGORO

 

Rizka Nur Adila Maulida, Maretha Ika Prajawati

Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis implementasi time value of money pada tradisi jimpitan. Penelitian kualitatif ini menggunakan studi kasus. Data Primer diperoleh melalui hasil wawancara dengan warga Desa Pejambon Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsep nilai waktu uang berlaku dalam tradisi jimpitan suku jawa di Desa Pejambon Kecamatan Sumberrejo dimana setiap barang jimpitan memiliki nilai yang berbeda pada saat ini dengan nilai barang dimasa yang akan datang. Respon masyarakat terhadap hal tersebut menerima karena memang sudah menjadi resikonya akan tetapi terkadang sedikit mengeluh dan merasa tidak sepadan apabila kenaikan harga barang melonjak sangat tinggi.

 

Kata kunci: Jimpitan, nilai waktu uang

 

Abstract

This study aims to analyze the implementation of the time value of money in the jimpitan tradition. This qualitative research uses case studies. Primary data was obtained through interviews with residents of Pejambon Village, Bojonegoro Regency, East Java. The results of this study indicate that the concept of the time value of money applies in the Javanese jimpitan tradition in Pejambon Village, Sumberrejo District where each jimpitan item has a different value at this time with the value of goods in the future. The public's response to this is to accept because it has become a risk, but sometimes they complain a little and feel it is not worth it if the increase in the price of goods soars very high.

 

Keywords: Jimpitan, Time Value of Money.

 

Pendahuluan

Bojonegoro merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Jawa Timur. Daerah ini memiliki banyak sejarah salah satunya sering disebut sebagai Bumi Angkling Dharma yang saat ini menjadi ikon kabupaten Bojonegoro. Yang merupakan tempat ataupun petilasan yang pernah disinggahi oleh prabu Angkling Dharma yaitu seorang raja dari kerajaan Malawapati. Selain menyimpan banyak sejarah, daerah Bojonegoro juga masih kental dengan budaya dan tradisi yang ada. Meskipun perkembangan zaman semakin terasa tetapi budaya tersebut masih melekat pada masyarakat Bojonegoro terlebih pada masyarakat desa. beberapa tradisi yang masih dilakukan adalah sedekah bumi, jimpitan, buwuh, slametan, megengan. Seluruh kegiatan tersebut dilakukan dengan melibatkan banyak masyarakat serta terdapat unsur gotong royong saling membantu satu dengan yang lainnya.

Salah satu tradisi yang masih dilaksanakan oleh penduduk desa daerah Bojonegoro adalah arisan sembako berupa kebutuhan pokok seperti beras, gula, tepung, kelapa, minyak, mentega, dan kebutuhan sembako lainnya. Arisan tersebut dikenal dengan Jimpitan. Akan tetapi arisan pada tradisi jimpitan ini tidak menggunakan sistem undian untuk menentukan siapa yang mendapatkan giliran pertama egitu pula seterusnya hingga seluruh anggota mendapatkan giliran, tetapi undianya berdasarkan urutas anggota yang akan mengadakan acara atau hajatan. Beberapa daerah juga melaksanakan tradisi tersebut tetapi dengan nama yang berbeda-beda seperti pada Desa Sukaraja Kecamatan Curug Kota Serang menyebut arisan tersebut dengan arisan royongan. Serta pada Desa Merah Pupuk kecamatan Atu Lintang Kabupaten Aceh tengah sering menyebut dengan istilah julo-julo bahan pokok.

Tradisi jimpitan merupakan sebutan khas untuk arisan sembako yang dilakukan didesa Pejambon. Desa pejambon merupakan salah satu desa di kecamatan sumberrejo kabupaten Bojonegoro. Menurut ibu Niswatin salah satu tokoh masyarakat pada Desa Pejambon menyebutkan bahwa desa tersebut masih sangat kental dengan budaya-budaya kearifan lokal karena penduduk yang berada pada desa tersebut merupakan penduduk asli. Masyarakat pada desa pejambon mayoritas penduduknya adalah menengah kebawah, dan sebagian bekerja sebagai petani. Sehingga masih sangat banyak masyarakat yang mengikuti tradisi jimpitan karena untuk mengadakan acara pernikahan ataupun hajatan tentunya dibutuhkan biaya dan juga kebutuhan-kebutuhan dapur yang tidak sedikit dan dengan mengikuti tradisi ini maka akan meringankan beban masyarakat yang akan mengadakan acara pernikahan ataupun hajatan.

Masyarakat yang mengikuti tradisi ini merupakan ibu-ibu jamaah tahlil. Acara tahlil atau kirim doa dilaksanakan rutin pada setiap minggu oleh para ibu-ibu. Pelaksanaan dari jimpitan ini adalah kaum perempuan karena hal ini berhubungan dengan sembako dan juga bahan-bahan dapur yang akan dipakai pada saat acara hajat atau pernikahan. (Puspitasari, 2012) mengemukakan bahwa perempuan memiliki peran penting baik dalam keluarga dan juga masyarakat. Perempuan mampu memanfaatkan peluang beberapa jejaring sosial di lingkungan tempat tiggal mereka berupa ragam pertemuan sosial sampai pada bentuk organisasi dan kegiatan sosial untuk kepentingan pemenuhan ekonomi keluarga. Salah satunya yaitu pada saat akan memiliki acara atau hajatan maka akan membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk mengadakan acara tersebut. Dana tersebut digunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan yang diperlukan saat menggelar acara atau hajatan.

Barang yang digunakan pada tradisi jimpitan merupakan bahan baku dapur yang nantinya akan dibutuhkan pada saat acara hajatan. Barang tersebut seperti beras, gula, tepung, kelapa, minyak, mentega, dan kebutuhan sembako lainnya. Jimpitan yang diberikan sebagai gotong-royong dari masyarakat sekitar kepada pemilik hajat agar dapat melengkapi kebutuhan acara degan lebih ringan. Menurut (Effendi, 2016) mengatakan bahwa gotong royong merupakan budaya yang telah tumbuh dan berkembang dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia sebagai warisan budaya yang telah eksis secara turun temurun. Salah satu praktik gotong royong dalam ekonomi adalah model arisan. Akan tetapi selain manfaat tersebut tradisi ini juga mengandung beberapa hal yang merugikan masyarakat� salah satunya yaitu perubahan harga bahan baku tergantung komoditas pasar karena bahan baku mempunyai sebuah nilai. Terdapat nilai waktu uang tersebut yang terus bergerak. Teori nilai waktu uang (Time Value of Money) merupakan suatu konsep dasar dan penting dalam manajemen keuangan yang menjelaskan bahwa satu rupiah yang diterima saat ini lebih bernilai dibandingkan dengan satu rupiah yang akan diterima beberapa saat mendatang menurut (Hanafi, 2004).

(Sutrisno, 2000) menyebutkan bahwa konsep nilai waktu uang dapat dipisahkan menjadi yaitu nilai yang akan datang atau future value, dan nilai sekarang atau present value. Future value dapat diartikan sebagai nilai uang yang akan diterima dimasa yang akan datang dari sejumlah modal yang ditanamkan dimasa sekarang dengan tngkat discount rate (bunga) tertentu sedangkan Present value merupakan sejumlah uang yang saat ini dapat dibungakan untuk memperoleh jumlah yang lebih besar dimasa mendatang (Khoir, 2016).

(Baihaki & Malia, 2018) berpendapat bahwa arisan dalam bentuk barang biasanya dilaksanakan dalam tempo yang cukup lama dan digunakan sebagai instrmen investasi untuk menyelamatkan nilai uang yang dimiliki oleh anggota, karena suatu saat anggota akan membutuhkan barang yang sama dari anggota yang menerima barang tersebut diperiode sebelumnya. Dapat diambil kesimpulan bahwa arisan barang ini dapat menyelamatkan nilai uang anggota karena memberikan barang kepada pihak lain, dan pada saat dibutuhkan dimasa yang akan datang akan mendapatkan barang yang sesuai dengan yang telah diberikan walau harga barang tersebut telah naik yang diakibatkan oleh inflasi.

Penelitian yang dilakukan oleh (Anam et al., 2021) mengatakan bahwa arisan menjadi salah satu sarana untuk menyeimbangkan potensi konsumsi dengan potensi menabung. Selain itu arisan juga dapat menjadi sarana investasi karena saat mendapatkan arisan maka masyarakat dengan penghasilan rendah akan dapat mendapatkan barang yang diinginkan. Demikian juga dengan arisan jimpitan pada saat memberikan jimpitan kepada orang yang memiliki hajat maka dapat diartikan sebagai investasi dengan tujuan dimasa yang akan datang saat memiliki acara pernikahan atau hajat maka kebutuhan pokok sembako dan juga bahan-bahan dapur dapat terpenuhi.

�Dari hasil telaah atas beberapa penelitian terdahulu, dan didukung fenomena pada Desa Pejambon Kabupaten Bojonegoro dengan adanya perubahan nilai barang pada tradisi jimpitan yang menimbulkan pro dan kontra ditengah-tengah masyarakat karena banyaknya motif dan pendapat yang berputar dikalangan masyarakat dengan adanya perbedaan dari pemahaman makna dan tujuan dari tradisi jimpitan. Maka peneliti tertarik untuk melakukan analisis dengan fokus penelitian makna serta implementasi time value of money pada tradisi jimpitan.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial pada objek alamiah menurut sugiono (2021) dalam (Siyoto & Sodik, 2015). Teknik pengumpulan data melalui observasi, wawanacara, dan dokumentasi. Analisis data bersifat induktif/kualitatif. Data Primer diperoleh melalui wawancara. Lokasi penelitian yang dipilih oleh penulis ditentukan secara sengaja (purposive) yaitu di Desa Pejambon Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro. Alasan dipilihnya lokasi penelitian tersebut atas pertimbangan fenomena yang berkaitan dengan arisan sembako dalam acara hajatan selain itu adat-istiadat pada desa ini masih sangat kental. Adat-istiadat kejawen seperti megengan, piton-piton, buwuh, mlindring, tingkepan. Metode analisis dan interpretasi data yang digunakan peneliti mengacu pada langkah-langkah analisis yang diajukan oleh (Creswell, 2016), Pertama, Memperoses dan menyiapkan data untuk ditinjau; Kedua, Membaca seluruh data; Ketiga, Mulai mengkode semua data penelitian; Keempat, Mendeskripsikan kategori dan pengaturan tema yang akan dianalisis; Kelima, Saling menghubungkan tema/deskripsi, dan keenam, membuat intrepetasi dalam penelitian kualitatif.

 

Hasil dan Pembahasan

A.  Pelaksanaan Tradisi Jimpitan Suku Jawa di Desa Pejambon

Hasil wawancara dengan para informan mengenai pelaksanaan tradisi jimpitan. Sebelum mengadakan acara atau hajat pertama, pengampu hajat menyampaikan bahwa akan meminta jimpitan untuk acara yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat; kedua, ketua jimpitan menyampaikan kepada anggota jimpitan bahwa terdapat anggota yang meminta jimpitan dan meminta seluruh anggota agar segera mengumpulkan jimpitan di rumah kepala jimpitan; ketiga, anggota mengumpulkan jimpitan dan akan dicatat oleh ketua jimpitan; dan yang terakhir setelah terkumpul, seluruh barang jimptan akan diantar ke rumah pengampu hajat. Dan ketua jimpitan akan memberikan catatan barang jimpitan yang dibawa oleh seluruh anggota jimpitan.

Pelaksanaan tradisi jimpitan suku Jawa di Desa Pejambon Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro menurut informan yaitu :

1.   Pengampu hajat menyampaikan bahwa akan meminta jimpitan untuk acara yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat

2.   Ketua jimpitan memberikan pengumuman kepada anggota jimpitan mengenai anggota yang meminta jimpitan

3.   Seluruh anggota mengumpulkan jimpitan dan akan dicatat oleh ketua jimpitan.

4.   Setelah terkumpul, seluruh barang jimptan akan diantar ke rumah pengampu hajat. Dan ketua jimpitan akan memberikan catatan barang jimpitan

 

Pengampu hajat menyampaikan bahwa akan meminta jimpitan untuk acara yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat. Pada tradisi jimpitan pengampu hajat wajib menyampaikan terlebih dahulu kepada ketua jimpitan sebelum mengadakan acara atau hajatan bahwa pengampu akan meminta jimpitan. Hal tersebut disampaikan kepada ketua jimpitan paling lambat adalah seminggu sebelum acara diadakan, karena pada tradisi jimpitan ini membutuhkan waktu untuk para anggota agar mengumpulkan jimpitan tersebut, yang ditempatkan dirumah ketua jimpitan. Akan tetapi terdapat pula pengecualian atau karena hal mendesak, sehingga pengampu tidak menyampaikan hal tersebut beberapa minggu sebelum acara, akan tetapi pengampu meminta hanya beberapa hari sebelum acara. Biasanya hal tersebut dilakukan untuk acara yang tidak direncanakan seperti 7 harian tahlilan untuk mengirim doa seseorang yang telah wafat.

Ketua jimpitan memberikan pengumuman kepada anggota jimpitan mengenai anggota yang meminta jimpitan. Setelah pengampu hajat meyampaikan kepada ketua jimpitan, maka ketua jimpitan akan memberikan pengumuman kepada anggota pada saat tahlilan yang akan datang dan memberikan batas terakhir pengumpulan jimpitan tersebut. Setelah para anggota mengetahui maka anggota yang sudah pernah meminta jimpitan akan memeriksa catatan yang dahulu diberikan oleh ketua jimpitan, dan melihat barang apa saja dan berapa jumlah barang jimpitan yang dahulu telah dikeluarkan oleh pengampu hajat, lalu akan mengembalikan sesuai dengan catatan tersebut. Lalu untuk anggota yang belum pernah meminta jimpitan akan memberikan sesuai keinginan masing-masing. Terdapat anggota yang memberi barang yang dimiliki saat itu, ada juga anggota yang memberikan hasil panen, serta ada pula anggota yang sudah merencanakan pemberian jimpitan tersebut sesuai dengan kebutuhan hajat yang akan dilaksanakan pada waktu yang akan datang.

Seluruh anggota mengumpulkan jimpitan dan akan dicatat oleh ketua jimpitan. Setelah seluruh anggota mengetahui maka mereka akan mengumpulkan jimpitan tersebut sesuai waktu yang telah ditentukan. Dan ketua jimpitan akan mencatat seluruh barang jimpitan yang dikumpulkan dari jenis barang dan jumlah barang tersebut. Ketua jimpitan membuat catatan tersebut menjadi 2 yaitu untuk pengampu hajat dan untuk arsip ketua jimitan sendiri. Sehingga pada saat catatan yang dimiliki oleh pengampu hajat hilang atau maka dapat menduplikat catatan yang dimiliki oleh ketua jimpitan. Apabila terdapat anggota yang belum mengumpulkan jimpitan melebihi batas tanggal yang telah diumumkan, maka ketua jimpitan akan memberikan teguran kepada anggota tersebut agar segara mengumpulkan jimpitan. Kemudian jika terdapat barang jimpitan yang tidak sesuai dengan catatan juga menjad tugas ketua jimpitan untuk memberikan teguran kepada anggota jimpitan.

Setelah terkumpul, seluruh barang jimptan akan diantar ke rumah pengampu hajat. Dan ketua jimpitan akan memberikan catatan barang jimpitan. Jika seluruh barang jimpitan sudah terkumpul, maka barang tersebut akan diantarkan ke rumah pengampu hajat. Serta, ketua jimpitan akan memberikan catatan barang-barang jimpitan kepada pengampu hajat. Catatan tersebut yang akan digunakan pengampu hajat saat melakukan pengembalian jimpitan. Setalah barang jimpitan dirumah pengampu hajat, maka barang tersebut sudah dapat diolah oleh pengampu hajat menjadi makanan atau hidangan yang akan disuguhkan� untuk para tamu undangan pada acara atau hajat yang akan diadakan.

B.  Konsep nilai waktu uang (time value of money) dalam tradisi jimpitan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, konsep nilai waktu uang dalam tradisi jimpitan suku jawa berlaku di Desa Pejambon Kecamatan Sumberrejo. Setiap barang jimpitan memiliki nilai yang berbeda pada saat ini dengan nilai barang dimasa yang akan datang. Konsep tersebut dalam dikenal dengan time value of money atau nilai waktu uang.

Hasil wawancara mengenai nilai waktu uang (time value of money) pada tradisi jimpitan bagi masyarakat Desa Pejambon.� Terdapat beberapa pernyataan informan mengenai time value of money pada tradisi jimpitan.

Terdapat pernyataan salah satu informan yaitu Mbak Parsini: �ya faham udah tau bahwa suatu barang akan naik turun harga, beda-beda harganya kalo biasanya ada yang mahal ada yang murah�. Dari pernyataan tersebut dapat diungkapkan bahwa Mbak Parsini memahami dan merasakan adanya naik turun harga dari suatu barang.

Serta pernyataan dari Mbak Kamsri: �sudah paham dengan adanya naik turun harga barang jimpitan dengan yang dahulu dikeluarkan. kadang� gula naik, minyak naik itu resiko yang sudah dikasih dan keuntungan yang ngasih lebih dahulu�. Mbak Kamsri memahami naik turun harga barang pada tradisi jimpitan dan mengetahui bahwa hal tersebut merupakan resiko yang ada pada tradisi ini. Namun dampak yang dirasakan oleh Mbak Kamsri yaitu tidak merasa rugi atau merasa untung, namun jika ada kenaikan harga barang kadang sedikit mengeluh.

Dan diperkuat dengan adanya pernyataan Mbak Niswatin: �iya, inflasi naik turun harga itu sudah resiko itu tidak masalah, misalnya pernah terjadi bawang putih pada saat itu harganya 12.000 tapi saat melakukan pengembalian harganya melonjak menjadi 45.000�. dari penyataan tersebut dapat diartikan bahwa naik turun harga barang ini berlaku dan dirasakan oleh masyarakat yang mengikuti tradisi jimpitan. Dampak yang dirasakan oleh mbak niswatin yaitu sedikit mengeluh dengan adanya kenaikan harga yang melonjak sekian mahal, namun tetap memberikan berupa bawang putih dan tidak di uangkan karena sudah kesepakatan.

Terdapat pernyataan dari satu informan yaitu Mbak Diyanti mengenai time value of money pada tradisi jipitan: �itu jelas ada naik turun harga barang, sekarang harga telur 15.000 sekilo beberapa bulan kemudian kan bisa berubah. Kalo saya kira jimpitan barang itu naiknya/kerugiannya tidak begitu banyak dibanding uang, makanya saya mengikuti jimpitan ini�. Dari pernyataan tersebut Mbak Diyanti mengungkapkan jelas adanya naik turun harga barang pada tradisi jimpitan, namun Mbak Diyanti juga mengungkapkan bahwa pada jimpitan barang naiknya atau kerugiannya tidak begitu banyak disbanding dengan uang dan hal tersebut menjadi salah satu alasan Mbak Diyanti untuk mengikuti tradisi ini.

Pernyataan dari Mbak Tutik: �ya tahu, barangnya sama waktu ngasih jimpitan, mngkin bedanya diharga, telurnya ini 10.000 satu kilo kemudian jika ada kenaikan atau penurunan ya yang dikembalikan tetap satu kilo�. Pada pernyataan tersebut Mbak Tutik mengetahui adanya perubahan harga barang jimptan, namun pada tradisi ini meskipun terdapat perbedaan harga, barang yang dkembalikan tetap seperti yang diterima meskipun terdapat perbedaan harga. Dampaknya pada Mbak Tutik merasa biasa aja yang penting barang yang diterima sama dengan barang yang telah dkeluarkan dahulu. Pernyataan tersebut sama dengan yang diungkapkan oleh Mbak Munfaah dan Mbak Ngasini.

Pernyataan dari Mbak Zulaikha: �tahu kalau barang itu naik turun harga, saya sendiri pernah dapat saat harga lagi naik tapi pernah juga saat harga murah. Kalo saya pribadi biasanya sedikit kecewa saat mengembalikan kok harganya naik, tapi ya gimana lagi�. Dari pernyataan tersebut apat diartikan bahwa time value of money berlaku pada tradisi jimpitan. Dan dampak yang dirasakan oleh Mbak Zulaikha yaitu sedikit kecewa saat mengembalikan barang dan ternyata harga barang tersebut melambung tinggi.

Pernyataan dari Mbak Mira: �ya faham naik turun harga seperti biasanya yang ada diberita TV, biasanya beda hanyanya hanya sedikit saja. Tapi kadang juga pernah beda haganya jauh begitu�. Dari pernyataan Mbak Mira menunjukan bahwa naik turun harga barang jimpitan terkadang hanya sedikit, namun juga terkadang harga barang tersebut melambung tinggi. Pernyataan tersebut hampir sama dengan yang diungkapkan oleh Mbak Sri: �barang seperti ini mungkin orang-orang tidak terlalu merasa apabila harga hanya naik turun sedikit, karena barang yang dilihat sama, tapi kalau harganya naik banya ya tetap terasa harusnya�. Pernyataan tersebut mengungkapkan bahwa apabila naik turun harga hanya sedikit masyarakat tidak merasakan hal tersebut karena kulitas dan kuantitas barang yang diterima sama. Pernyataan tersebut sama dengan yang diungkapkan oleh Mbak Indartik dan Mbak Khusnul.

Dan terdapat pula pernyataan dari Mbak Indartik: �kalau saya pribadi biasanya ngasih bahan yang harganya tidak terlalu naik turun salah satunya seperti mie kuning, dan bahan tersebut juga banyak dibutuhkan saat acara tahlilan atau hajatan�. Dari pernyataan tersebut Mbak Indartik menanggulangi adanya time value of money pada barang dengan memilih barang yang tidak memiliki harga fluktuatif.

Pernyataan dari Mbak Sumini: �tahu, kalau menurutku itu juga termasuk keberuntungan. Soalnya harga naik turun tidak ada yang tahu. Kalau waktu harga bahannya naik dan aku membutuhkan untuk acaraku ya alhamdulillah tidak terlalu mengeluarkan uang�. Dari pernyataan Mbak Sumini dapat diartikan bahwa bak Sumini menganggap perubahan harga pada barang in termasuk keberuntungan, kadang beruntung dan kadang pula tidak beruntung. Namun Mbak Sumini mensyukuri apabila terdapat kenakan harga pada barang yang dibutuhkan karena tidak akan mengeluarkan uang banyak untuk membeli barang tersebut.

Dari hasil wawancara dengan seluruh informan, dinyatakan bahwa selurh informan memahami dan merasakan adanya naik turun harga barang jimpitan sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa nilai waktu dari uang (Time Value of Money) berlaku pada tradisi jimpitan pada Desa Pejambon Kecamatan Sumberrejo.

Menurut teori dari (Hanafi, 2013) bahwa nilai barang yang diterima saat ini akan berbeda dengan nilai barang yang akan diterima dimasa yang akan datang karena perbedaan dimensi waktu yang ada. contohnya seseorang dapat membeli lima potong kue dengan hanya membayar seribu rupiah. Namun jika membelinya tahun depan maka dengan jumlah uang yang sama, dia hanya akan dapat tiga potong kue. Teori tersebut mendukung perntayaan dari Mbak Niswatin: �iya, inflasi naik turun harga itu sudah resiko itu tidak masalah, misalnya pernah terjadi bawang putih pada saat itu harganya 12.000 tapi saat melakukan pengembalian harganya melonjak menjadi 45.000�. Dengan demikian, time value of money dalam tradisi jimpitan ini berlaku pada barang-barang jimpitan karena nilai pada barang yang diterima pada saat ini berbeda dengan nilai pada barang pada saat mengembalikan jimpitan diwaktu yang akan datang. Pernyataan tersebut juga disampikan oleh beberapa informan lainnya yaitu Mbak Parsini, Mbak Kamsri, Mbak Tutik, Mbak Munfaah dan Mbak Ngasini.

Terdapat Pernyataan dari Mbak Zulaikha mengenai time value of money pada tradisi jimpitan: �tahu kalau barang itu naik turun harga, saya sendiri pernah dapat saat harga lagi naik tapi pernah juga saat harga murah. Kalo saya pribadi biasanya sedikit kecewa saat mengembalikan kok harganya naik, tapi ya gimana lagi�. Pernyataan tersebut didukung oleh Teori (Husnan, 2004) mengatakan bahwa konsep time value of money sangat penting dalam masalah keuangan baik perusahaan, lembaga ataupun individu. Hal tersebut sangat mendasar karena nilai uang akan berubah menurut waktu yang yang disebabkan dari banyak faktor yang mempengaruhinya seperti adanya inflasi, perubahan suku bunga, kebijakan pemerintah dalam hal pajak, suasa politik dan lain-lain. Dari pernyataan Mbak Zulaikha dan Teori Husnan, 2004 saling bersinambungan bahwa adanya time value of money pada trasidi jimpitan ini saat penting dalam masalah keuangan bagi individu. Karena Mbak Zulaikha menyatakan sedikit kecewa pada saat mengembalikan jimpitan dan harga melambung tinggi. Sehingga time value of money pada tradisi jimpitan ini penting untuk diketahui oleh masyarakat.

Manfaat time value of money adalah untuk mengetahui apakah investasi yang dilakukan dapat memberikan keuntungan atau tidak (Agustinus, 2017). Namun menurut pendapat dari Mbak Sri : �barang seperti ini mungkin orang-orang tidak terlalu merasa apabila harga hanya naik turun sedikit, karena barang yang dilihat sama, tapi kalau harganya naik banyak ya tetap terasa harusnya�. Dari pernyataan Mbak Sri mengungkapkan bahwa apabila naik turun harga hanya sedikit maka masyarakat tidak terlalu merasakan, namun apabila naik harga sangat tinggi pasti merasakan efek dari time value ini. Maka dapat dinyatakan bahwa teori manfaat time value of money mendukung pernyataan dari Mbak Sri yang artinya dengan mengetahui time value of money maka masyarakat akan mengetahui bahwa dengan mengikuti tradisi jimpitan akan memberikan keuntungan ataupun kerugian dikemudian hari. Serta didukung oleh ernyataan dari Mbak Sumini: �tahu, kalau menurutku itu juga termasuk keberuntungan. Soalnya harga naik turun tidak ada yang tahu. Kalau waktu harga bahannya naik dan aku membutuhkan untuk acaraku ya alhamdulillah tidak terlalu mengeluarkan uang�. Dari pernyataan Mbak Sumini dapat disimpulkan bahwa terkadang dalam tradisi jimpitan masyarakat mendapatkan keuntungan dari adanya time value of money.

Perbedaan nilai pada barang menjadi salah satu pertimbangan untuk mengikuti tradisi jimpitan. Dari total tigabelas informan, terdapat pernyataan dari satu informan yaitu Mbak Diyanti mengenai time value of money pada tradisi jimpitan: �Kalo saya kira jimpitan barang itu naiknya/kerugiannya tidak begitu banyak dibanding uang, makanya saya mengikuti jimpitan ini�. Hal tersebut menjadi alasan informan untuk mengikuti tradisi jimpitan ini. Mbak Diyanti beranggapan nilai pada uang lebih riskan naik dan turun. Sehingga dibandngkan dengan arisan uang masyarakat lebih memilih untuk mengikuti arisan barang atau tradisi jimpitan ini. Didukung oleh penelitian (Kholifah, 2020) dengan hasil penelitian bahwa konsep nilai waktu uang berlaku dalam tradisi mbecek dan berlaku pada uang saja tidak berlaku pada barang, karena perbedaan nilai pada uang sangat terasa dibandingkan barang.

Barang jimpitan yang diterima kebanyakan sesuai dengan catatan, walaupun tidak sama persis akan tetapi dikembalikan dengan barang yang sama serta jumlah yang sama seperti yang dahulu dikeluarkan. Barang yang diterima saat ini pastinya memliki perbedaan nilai dengan yang diterima di masa lalu, dapat dikatakan bahwa barang yang diterima sekarang cenderung memiliki nilai yang tinggi dibandingkan barang yang dahulu dikeluarkan.

Respon masyarakat apabila kenaikan harga barang melonjak sangat tinggi, terkadang sedikit mengeluh dan merasa tidak sepadan akan tetapi mereka menerima hal tersebut karena memang sudah resikonya jadi tidak menjadi masalah. Namun jika naik turun harga barang tersebut masih normal atau wajar mereka tidak terlalu mempermasalahkan hal tersebut bahkan terkadang tidak merasakannya karena arisan jimpitan ini menggunakan barang sehingga tidak terlalu terlihat dan mereka merasa sama karena barang jimpitan yang dikembalikan menggunakan barang yang sama dan jumlah yang sama seperti dahulu dikeluarkan.

Pada umunya masyarakat mengembalikan barang jimpitan sesuai dengan catatan. Meskipun saat mengembalikan harga sudah berbeda seperti saat dahulu mendapatkan barang tersebut, namun tetap harus mengembalikan sesuai dengan catatan. Jadi meskipun terdapat kenaikan atau penurunan pada barang sembako pengembaliannya tetap sama seperti yang dahulu didapatkan karena sudah menjadi kesepakatan pada tradisi jimpitan. Masyarakat beranggapan nilai pada uang lebih riskan naik dan turun. Sehingga dibandngkan dengan arisan uang masyarakat lebih memilih untuk mengikuti arisan barang atau tradisi jimpitan ini.

Berdasarkan hasil wawancara dengan 13 informan dan mengaitkan hasil tersebut kepada sejumlah teori dan temuan penelitian terdahulu, maka dinyatakan bahwa nila waktu dari uang berlaku pada tradisi jimpitan, dapat ditarik kesimpulan bahwa seluruh informan memahami dan merasakan adanya nilai waktu uang pada barang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai waktu dari uang (Time Value of Money) berlaku pada tradisi jimptan di Desa Pejambon Kecamatan Sumberrejo.

Kesimpulan

Hasil penelitian ini menemukan konsep nilai waktu uang berlaku dalam tradisi jimpitan suku jawa di Desa Pejambon Kecamatan Sumberrejo. Setiap barang jimpitan memiliki nilai yang berbeda pada saat ini dengan nilai barang dimasa yang akan datang. Konsep tersebut dalam dikenal dengan time value of money atau nilai waktu uang. Perbedaan nilai pada barang menjadi salah satu pertimbangan untuk mengikuti tradisi jimpitan. Barang jimpitan yang diterima saat ini pastinya memliki perbedaan nilai dengan yang diterima di masa lalu, dapat dikatakan bahwa barang yang diterima sekarang cenderung memiliki nilai yang tinggi dibandingkan barang yang dahulu dikeluarkan. Respon masyarakat terhadap hal tersebut menerima karena memang sudah menjadi resikonya akan tetapi terkadang sedikit mengeluh dan merasa tidak sepadan apabila kenaikan harga barang melonjak sangat tinggi. Namun terdapat pula masyarakat yang memilih untuk mengikuti tradisi jimpitan karena beranggapan nilai pada uang lebih riskan naik dan turun. Sehingga dibandngkan dengan arisan uang masyarakat lebih memilih untuk mengikuti arisan barang atau tradisi jimpitan ini. ��

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Agustinus, J. (2017). Anteseden Economic Mpact Assessmen, Time Value Of Money, Social Benefits Cost, Dan Keketatan Anggaran Terhadap Kualitas Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Serta Dampak Pada Affirmation Action Sebagai Variabel Moderasi. Academia. Google Scholar

 

Anam, A. F., Zakhra, A., & Amaliyah. (2021). Arisan Sebagai Model Meningkatkan Poin Keanggotaan Tupperware Dalam Perspektif Akuntansi. Jurnal Indonesia Sosial Sains, 1(5), 402�414. Google Scholar

 

Baihaki, A., & Malia, E. (2018). Arisan Dalam Perspektif Akuntansi. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 9(3), 540�561. Https://Doi.Org/10.18202/Jamal.2018.04.9032. Google Scholar

 

Creswell, J. W. (2016). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, Dan Mixed. Pustaka Pelajar.Google Scholar

 

Effendi, T. N. (2016). Budaya Gotong Royong Masyarakat Dalam Perubahan Sosial Saat Ini. Jurnal Pemikiran Sosiologi, 2(1), 1. Https://Doi.Org/10.22146/Jps.V2i1.23403. Google Scholar

 

Hanafi, M. (2004). Manajemen Keuangan. BPFE. Google Scholar

 

Hanafi, M. (2013). Manajemen Keuangan. Edisi Pertama. Cetakan Keenam. BPFE-Yogyakarta.Google Scholar

 

Husnan, S. (2004). Pembelanjaan Perusahaan, Dasar-Dasar Manajemen Keuangan (Edisi Empat). UPP (Nit Penerbit Dan Percetakan) AMP YKPN.Google Scholar

 

Khoir, M. (2016). Nilai Waktu Dari Uang Dalam Perspektif Ekonomi Islam. Jurnal Ekonomi Syariah, 1(September), 71�84.Google Scholar

 

Kholifah, W. A. (2020). Akad Dan Time Value Of Money Pada Tradisi Mbecek: Studi Pada Desa Tambakmas Kecamatan Kebonsari Kabupaten Madiun. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahm.Google Scholar

 

Puspitasari, D. C. (2012). Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 1 No.1 , Mei 2012. Jurnal Pemikiran Sosiologi, 1(1), 69�80. Google Scholar

 

Siyoto, S., & Sodik, M. A. (2015). Dasar Metodologi Penelitian. Literasi Media Publishing.Google Scholar

 

Sutrisno. (2000). Manajemen Keuangan: Teri, Konsep, Dan Aplikasi. Penerbit Ekonosia.

 

 

 

Copyright holder:

Rizka Nur Adila Maulida, Maretha Ika Prajawati (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: