Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 5, Mei 2022

 

ANALISA KEBIJAKAN STANDARISASI MUTU PENDIDIKAN INDONESIA

DENGAN TEORI ILMU KEBIJAKAN BREWER

 

Lidya Ardiyan, Wanapri Pangaribuan, Selamat Triono Ahmad, Syamsul Arif

Universitas Negeri Medan, Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan nasional ditentukan oleh terpenuhinya Standar Nasional Pendidikan (SNP). Guru menjadi unsur kunci dalam tercapainya standar mutu Pendidikan. Beragam kebijakan pemerintah hadir dalam mewujudkan mutu Pendidikan nasional yang diharapkan semakin baik. Kajian teori ini menggambarkan bagaimana kebijakan mutu terkait Standar Nasional Pendidikan khususnya Standar Pendidik dari sudut pandang teori ilmu kebijakan Brewer. Enam fase dasar dalam membuat program kebijakan. yang dikemukakan oleh Brewer mulai dari Invention/Initiation, Estimation, Selection, Implementation, Evaluation, dan Termination, dibahas dalam kajian ini. Kebijakan-kebijakan pemerintah terkait standar pendidik dalam bagian kebijakan standar mutu pendidikan sudah mengikuti alur proses kebijakan dimulai dengan Penemuan/inisiasi masalah yang membutuhkan kebijakan, estimasi kemungkinan usulan kebijakan sebagai solusi masalah, besarnya keuntungan, resiko dan biaya yang ditimbulkan sebagai efek kebijakan standar mutu ini. Sebagai rekomendasi kedepannya kebijakan mutu Pendidikan ini dalam tahap implementasi dan evaluasi harus benar-benar diperhatikan. Pengukuran menyeluruh tentang standar mutu setiap lembaga Pendidikan sebaiknya tetap dilakukan secara transparan dan akuntabel. Pertimbangan etika dan kemanusiaan juga tidak boleh luput dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan mutu Pendidikan di Indonesia.

 

Kata Kunci: standar nasional pendidikan, standar mutu pendidik, ilmu kebijakan brewer

 

Abstract

The achievement or failure of national education goals is determined by the fulfillment of the National Standard of Education (SNP). Teachers become a key element in achieving quality standards of education. Various government policies are present in realizing the quality of national education that is expected to be better. This theoretical study describes how quality policies related to national education standards, especially educator standards from the point of view of Brewer's policy science theory. Six basic phases in creating a policy program. The statements put forward by Brewer ranging from Invention/Initiation, Estimation, Selection, Implementation, Evaluation, and Termination, discussed in this study. Government policies related to educator standards in the education quality standard policy section have followed the flow of the policy process starting with the Discovery / initiation of problems that require policy, estimated possible policy proposals as a solution to the problem, the magnitude of profits, risks and costs incurred as an effect of this quality standard policy. As a recommendation in the future, this education quality policy in the implementation and evaluation stage must be strictly considered. Comprehensive measurement of the quality standards of each educational institution should still be carried out in a transparent and accountable manner. Ethical and humanitarian considerations should also not be missed in determining and implementing education quality policies in Indonesia.

 

Keywords: national standards of education, educator quality standards, brewer policy science

 

Pendahuluan

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara Indonesia yang bertanggungjawab. (UU No.20 Tahun 2003). Fungsi Pendidikan yang tertuang dalam Undang-undang tersebut menjadi tujuan dalam setiap proses Pendidikan yang berlangsung di bumi negeri Indonesia ini. Pendidikan nasional juga harus berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945) yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional dan tentunya tanggap dan mengikuti tuntutan perubahan zaman (UU No.20 Tahun 2003). Sementara itu tujuan utama nasional yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 dengan jelas menginginkan kehidupan bangsa yang cerdas. (Pembukaan UUD tahun 1945). Dasar-dasar hukum negara inilah yang menjadi titik tolak bahwa Pendidikan di seluruh penjuru Indonesia harus setara dan merata. Untuk mengukur kesetaraan dan kemerataan ini maka disusunlah Standar mutu Pendidikan Nasional.

Standar Mutu Pendidikan atau lebih dikenal dengan Standar Nasional Pendidikan terdiri dari delapan standar indikator. Dimana saat sebuah satuan Pendidikan makin sesuai dengan indikator standar ini maka semakin terpenuhilah standar mutunya. Kebijakan penjaminan mutu ini juga tidak lepas dari perhatian pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Proses penetapan dan pemeuhan standar mutu pengelolaan pendidikan harus berjalan secara konsisten dan berkelanjutan agar kualitas dari produk/keluaran Pendidikan benar-benar baik. Pemetaan mutu akan menjadi acuan untuk mengukur tingkat ketercapaian SNP di setiap daerah untuk dikendalikan. Kendali dalam hal ini ditujukan agar ada pemerataan dan peningkatan mutu melalui tahapan penjaminan dan pengendalian mutu Pendidikan yaitu tahapan evaluasi, akreditasi hingga sertifikasi. Kesempurnaan dalam proses ini diharapkan untuk terlaksana sesuai agenda yang ada, terarah dan berkesinambungan desuai perubahan jaman, kehidupan masyarakat dan perkembangan dunia di tingkat lokal, nasional hingga global.

Data-data terkini tentang pemetaan mutu dan sasaran Pendidikan juga dirilis oleh lembaga penjamin mutu Pendidikan setiap tahunnya di setiap daerah di Indonesia. Hasil peta mutu dengan sasaran 875 satuan dan/atau program PAUD tahun 2020 di provinsi Sumatera Utara dalam capaian 8 SNP secara keseluruhan rata-rata capaian 8 SNP terpenuhi sebesar 57 % dan 43 % lainnya belum sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan (laporan peta mutu BP-PAUD dan Dikmas 2020). Data ini bisa membantu semua orang yang terlibat dalam pelaksanaan proses Pendidikan ini untuk menentukan langkah kebijakan lanjutan yang harus diambil.

Saat Jepang luluh lantak di akhir perang dunia ke-2, Kaisar Jepang menanyakan berapa jumlah guru yang tersisa. Menurut Kaisar guru merupakan sumber daya utama pembangunan negara, dari sisi manusia maupun infrastruktur. Sementara di Indonesia guru juga dianggap sumber daya yang menentukan mutu pendidikan nasional dan tercapainya tujuan pendidikan nasional. Namun nyatanya keberadaan guru sendiri menjadi masalah tersendiri, kualitas guru dipertanyakan, sementara kuantitas guru belum mencukupi standar. Pemerataan guru secara kualitas dan kuantitas menjadi hal yang menarik dibahas terkait pemenuhan delapan standar nasional pendidikan. Salah satu bukti rendahnya kualitas guru melalui hasil Uji kompetensi Guru (UKG) tahun 2015, hanya kurang dari 20% guru Indonesia yang melewati nilai minimum (65,00) (kastara.id, 2021).

Kebijakan tentang standarisasi mutu Pendidikan dengan penetapan 8 SNP melalui PP no.57 tahun 2021 yang melengkapi PP No.19 Tahun 2005 dan PP No.13 tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan terus dibenahi dengan didasari oleh ilmu kebijakan. Lahirnya berbagai undang-undang yang melengkapi keberadaan PP tentang standar nasional Pendidikan ini, khususnya dalam hal Standar Mutu Pendidik dan tenaga kependidikan akan diulas dalam kajian analisis kebijakan dalam pandangan Ilmu kebijakan � Policy Science dari Brewer.

 

Metode Penelitian

Kajian Literatur digunakan dalam penelitian ini, karena keterbatasan peneliti untuk langsung mengakses data penelitian. Dimulai dari ide awal permasalahan kemudian proses mengumpulkan literatur sesuai topik kajian dalam penelitian ini. Langkah selanjutnya adalah memilah literatur untuk menganalisis masalah yang disajikan. Setelah dianalisis kemudian dikembangkan dalam pembahasan menjadi kajian literatur dan disimpulkan. Artikel kajian yang ditelaah diperoleh dari berbagai sumber buku dan artikel jurnal dengan tema analisis kebijakan publik dari rentang 2018 hingga 2022, dan difokuskan pada teori analisis kebijakan dari Brewer sebagai pembahasan rinci dalam kajian ini

 

Hasil dan Pembahasan

Ilmu kebijakan yang terus berkembang muncul sebagai aktivitas professional. Kebutuhan untuk memperjelas identifikasi, ekspektasi dan tuntutan individu menjadikan ilmu kebijakan ini sesuatu yang �luar biasa� (Brewer, 1974). Ilmu kebijakan yang dipaparkan oleh Brewer ini juga menimbulkan ketidaknyamanan disatu sisi saat disandingkan dengan usaha kreatif dan cukup imaginative dalam menghargai nilai dari kepercayaan diri dan disiplin produktif. Ilmu kebijakan muncul untuk memelihara disiplin dnegan memberikan opini dan pendekatan yang adil, tapi kritis dan didengarkan. Akan ada beragam hal yang muncul saat mengkaji sebuah kebijakan. Brewer sendiri mengemukakan pendapat Laswell (1951) tentang Orientasi Kebijakan yang telah berkembang melintasi spesialisasi yang ada. Orientasi ini menjadi dua sisi lipatan. Satunya ditujukan pada proses kebijakan, dan di sisi yang lain ditujukan pada kebutuhan inteligen kebijakan. Bagian tugas pertama dimana perkembangan dari ilmu pembentukan dan eksekusi kebijakan, kegunaan metode inkuiri social dan psikologis. Bagian kedua adalah meningkatkan konten nyata dari informasi dan interpretasi yang ada kepada pembuat kebijakan, biasanya berada diluar batas dari ilmu social dan psikologis.

Karakteristik umum ilmu kebijakan ini salah satunya dapat membedakan antara analisis dari proses pengambilan keputusan dan deskripsi peran ilmu pengetahuan yang bermainn dalam proses pengambilan keputusan tersebut. Keduanya penting tapi untuk meringkasnya kita harus terlebih dahulu memahami proses pengambilan keputusan sebagai satu orientasi struktur yang menjanjikan untuk disiplin tersebut.

Brewer mengungkapkan ada 6 fase dasar dalam membuat program kebijakan. Yaitu Invention/Initiation � penemuan/inisiasi, Estimationestimasi, SelectionSeleksi, Implementation Implementasi, Evaluationevaluasi, dan Terminationterminasi. Fase Penemuan atau inisiasi dimulai saat masalah yang muncul mulai dirasakan, problem recognition atau mengenali masalah atau identifikasi masalah. Saat sebuah masalah disadari, maka banyak kemungkinan yang berarti untuk membesar, berkurang atau terselesaikan untuk dieksplorasi. Fase kreatif ini harapan akan banyaknyapenyakit� yang terselesaikan dan munculnyasolusi tak tepat�. Fase ini berfokus untuk benar-benar mendefinisikan kembali masalah, mengkonsep ulang masalah, membuat rentang kemungkinan solusi dan kemudian memulai menetapkan pilihan terbaik yang potensial dalam rentang tersebut.

Estimasi berfokus pada deteksi dini resiko, biaya, keuntungan yang berkaitan dengan setiap variasi solusi kebijakan yang muncul dari fase Penemuan/Inisiasi. Menghitung seberapa banyak variasi hasil kemungkinan yang terjadi difokuskan pada empiris-ilmiah dan isu-isu proyektif,peran ilmu pengetahuan dalam proses pembuatan keputusan saattuduhan dari hasil yang diinginkan dicapai secara lebih jelas akan mengalami bias terhadap hal-hal normative. Fase estimasi ini berfungsi untuk mempersempit rentang solusi kebijakan yang masuk akal, dengan mengeluarkan hal-hal yang sama atau yang benar-benar eksploitatif untuk tetap memberikan pilihan sesuai dengan kriteria ilmiah dan normatif.

Seleksi membutuhkan perhatian untuk fakta yang harus diputuskan oleh seseorang atau segelintir orang pada temuan dan pilihan estimasi, dan hal ini secara tradisi menjadi tanggungjawab dari pembuat keputusan, di saat satu kriteria berpesan.

Implementasi mengacu untuk eksekusi pada opsi pilihan. Ini adalah fase dimana keseluruhan proses dipahami, kurang dihargai dan tidak berkembang secara konseptual atau operasional. Dimana, beberapa indikasi pentingnya implementasi dibuktikan oleh Pressman dan Wildavsky (1973).Untuk menilai performa kebijakan dan program pemerintah, salah satunya harus memahami mekanisme implementasi yang menjadi dasar performa.

Evaluasi, sebagai kontras dari fase sebelumnya dalam praktiknya melihat hal-hal yang sudah lewat. Penemuan/inisiasi, estimasi yang antisipasif, dan selektsi yang ditekankan pada masa sekarang. Evaluasi memunculkan pertanyaan singkat :apa yang resmi dan kebijakan dan program apa yang berhasil dan tidak berhasil? Bagaimana performa dinilai dan diukur? Apa kriteria yang ditetapkan untuk melakukan pengukuran tersebut? Siapa yang melakukan penilaian, dan apa tujuannya? Kemana arah akhir evaluasi, dan dimana pencapaiannya? Evaluasi menjadi komoditas langka, tapi menjadi bahan inti untuk fase akhir lanjutan proses kebijakan ini.

Terminasi mengacu pada penyesuaian kebijakan dan program yang menjadi disfungsional, berlebihan, ketinggalan, tidak penting dan lain-lainnya. Dari sudut pandang konseptual dan intelektual fase ini bukan fase pengembangan tapi menjadi penting untuk tidak menilai lebih rendah. Akan ada pertimbangan seperti jika kebijakan ini dihentikan akan berdampakkan pada yang lain? Apakah kebijakan lain dapat memenuhi solusi ini? Apakah penghentian kebijakan/program ini akan menginisiasi kebijakan baru dalam bidang terkait?

Beberapa bidang yang muncul dari perhatian kebijakan diantaranya bagaimana membuat cara nyata dimana rangkaian konsep pengambilan keputusan digunakan untuk mengorganisir dan struktur riset ilmu kebijakan, apakah berguna untuk menggambarkan beberapa masalah kebijakanciri umum yang terlihat bertanggungjawab untuk memahami multi-metode dan perlakuan beragam disiplin ilmu.

Isu apakah kebijakan berdampak pada kelangsungan hidup manusia pada umumnya, apakah melindungi hak-hak dasar manusia, khususnya wnaita dan anak, apakah menjadi pertentangan dengan kebijakan dan program lain di bidang dan sector yang sama ataupun yang berbeda, dan hal-hal terkait keuangan.

����������� Di Indonesia Kebijakan Standarisasi Mutu Pendidikan yang diberlakukan di seluruh wilayah republic Indonesia diatur mulai dari UU No.20 Tahun 2003 tentang Standar Nasional Pendidikan yang terdiri dari delapan standar, kemudian diperkuat dengan PP No.19 tahun 2005, kemudian PP No.13 tahun 2015, dan terakhir dilengkapi dengan PP No.57 tahun 2021. Undang-Undang tentang standar Nasional Pendidikan yang berisi kebijakan dan program yang harus dijalankan dalam fase implementasi dan evaluasinya membutuhkan kebijakan lain untuk diperkuat atau disempurnakan sehingga muncul lah Peraturan pemerintah setelahnya.

Dalam PP. RI No. 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan tertanggal 30 Maret 2021 (Lembaran Negara RI No. 6676). Dipaparkan bahwa pendidikan Nasional berfungsi untuk mencerdaskan bangsa melalui pengembangan potensi setiap warga negara tanpa terkecuali. Pendidikan Nasional yang bermutu merupakan fondasi pembangunan sumber daya manusia yang unggul dan mampu secara proaktif menjawab tantangan zaman yang terus berubah. Untuk mewujudkan Sistem Pendidikan Nasional yang bermutu, diperlukan Standar Nasional Pendidikan yang menjadi pedoman dasar bagi penyelenggaraan Pendidikan. Standar Nasional Pendidikan meliputi kriteria minimal tentang berbagai aspek pendidikan yang harus dipenuhi oleh penyelenggara dan Satuan Pendidikan.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan perlu dilakukan penyempurnaan melalui penggantian. Penggantian dimaksud dilakukan melalui penyusunan Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan. Penyempurnaan pengaturan mengenai evaluasi Sistem Pendidikan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Lembaga Mandiri akan memotret mutu secara lebih komprehensif, meliputi efektivitas Satuan Pendidikan dalam memfasilitasi pembelajaran, pemerataan akses dan kualitas layanan pendidikan, kualitas proses pembelajaran dan pengelolaan Satuan Pendidikan, serta jumlah, distribusi dan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan.

Kebijakan standarisasi mutu Pendidikan ini ditilik dari ilmu kebijakan Brewer melalui sisi proses kebijakan. Di tahap Penemuan/inisiasi masalah dirasakan oleh rakyat Indonesia dan menjadi titik focus pembuat kebijakan, mutu Pendidikan yang masih rendah dan tidak merata, didukung riset-riset beberapa tahun terakhir yang menyoroti masalah standar mutu Pendidikan, mulai dari kelemahan Internal lembaga Pendidikan dalam proses akreditasi di SMK yang menjadi Pusat Keungulan (Jollyta Dkk, 2021). Kemudian masalah supervisi Pendidikan dimana fasilitas belajar kurang memadai, seperti buku, perpustakaan, penggunaan laboratorium, masalah profesionalisme guru dalam menyiapkan bahan ajar dan memfasilitasi proses belajar mengajar (Nanda, 2019). Masalah efisiensi lembaga Pendidikan, mutu dan kepuasan konsumen, peluang dan daya saing pasar kerja serta pelaksanaan strategi, kebijakan dan program sekolah yang bertujuan untuk memenuhi standar nasional Pendidikan (Noprika, 2020). Dan masalah system penjaminan mutu Pendidikan yang masih banyak ketimpangan (Dimmera & Purnasari, 2021). Hingga Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP) (Agustang dkk, 2021). Masalah-masalah umum dalam standar mutu Pendidikan ini haruslah diperbaiki, sehingga lahirlah PP No.57 tahun 2021 sebagai jawaban untuk penyempurnaan dari UU dan PP sebelumnya.

Pada fase estimasi, solusi masalah diajukan dalam rancangan, berbagai kebijakan yang disajikan diperhitungkan resiko dan biaya yang paling mungkin muncul. Dan masalah mutu ini melibatkan banyak focus kebijakan. Dari delapan standar, manakah yang lebih dahulu akan diutamakan dan berdampak pada standar lainnya. Estimasi dilakukan terkait seberapa efektif Pendidikan sudah berjalan, apakah kebijakan yang selanjutnya dimunculkan akan membantu meningkatkan efektifitas ini? Estimasi yang dibuat oleh pembuat kebijakan Pendidikan di negara ini kemudian akan melanjutkan proses pembuatan kebijakan pada tahap seleksi kebijakan. Menurut pemerintah alasan perlunya ditetapkan peraturan baru dalam PP No.57 tahun 2021 ini adalah karena pendidikan di Indonesia membutuhkan standar nasional yang memerlukan penyesuaian terhadap dinamika dan perkembangan ilmu pengetahuan,teknologi, serta kehidupan masyarakat untuk kepentingan peningkatan mutu Pendidikan. Alasan selanjutnya adalah untuk melaksanakan ketentuan Pasal 35 ayat (41, Pasal 36 ayat (4), Pasal 37 ayat (3), Pasal 59 ayat (3), Pasal 60 ayat (4), dan Pasal 61 ayat (4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Alasan terakhir adalah karena Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 20O5 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan PP No. 13 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas PP No. 19 Tahun 2005 tentang SNP belum dapat memenuhi kebutuhan sistem pendidikan saat ini, sehingga perlu diganti;

Fase Seleksi kebijakan diambil dari berbagai masalah difokuskan masalah utamanya adalah masalah pemerataan dan penataan guru. menurut Ilmu kebijakan Brewer, di tahap ini para pembuat kebijakan memilih solusi dari masalah sebagai pemecahan masalah, dan kemudian membuat keputusan berupa kebijakan. Kajian ilmiah dan konseptual, dimana guru menjadi tombak dan garda depan Pendidikan, maka kebijakan pemerataan dan penataan guru di seluruh Indonesia ini menjadi sangat layak untuk disajikan untuk memperbaiki mutu Pendidikan, dan kebijakan ini melengkapi kebijakan sebelumnya yang sudah tertuang dalam UU No.20 tahun 2003 tentang 8 Standar, PP No. 19 tahun 2005, dan PP No.13 tahun 2015. Termsuk estimasi tentang menimbulkan kontroversi di masyarakat karena adanya penghapusan materi Pancasila sebagai matakuliah dan mata pelajaran wajib. Padahal, Pancasila menempati posisi penting dalam menanamkan nilai-nilai moral dan penguatan karakter berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, perlu langkah-langkah terobosan strategis agar muatan nilai-nilai penguatan karakter tersebut dapat diwadahi melalui pembelajaran sastra. Salah satu di antaranya adalah Syair Nasihat (Wirajaya, 2021). Isi kebijakan standar mutu Pendidikan dala PP No.57 tahun 2021 ini berisikan penyempurnaan, diantaranya tentang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.(Pasal 1 Ayat 1)  (nukil langsung dari UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas). Jalur Pendidikan adalah wahana yang dilalui Peserta Didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses Pendidikan yang sesuai dengan tujuan Pendidikan. (Pasal 1 ayat 5). Jenjang Pendidikan adalah tahapan Pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan Peserta Didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. (pasal 1 ayat 6). Jenis Pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan Pendidikan suatu satuan Pendidikan. (pasal 1 ayat 7). Kemudian Delapan Standar Nasional Pendidikan mencakup : Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Isi (SI), Standar Proses (SPro), Standar Penilaian Pendidikan (SPP); Standar Tenaga Kependidikan (STK); Standar Sarana dan Prasarana (SPP), Standar Pengelolaan dan Standar Pembiayaan. Dalam perumusan delapan standar Pendidikan ini yang berubah adalah istilah Standar Tenaga Kependidikan, sebelumnya disebut standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Dan terkhusus standar pendidik dan tenaga kependidikan diatur dengan UU No.19 tahun 2005, yang disyaratkan memiliki kelayakan fisik mental dan Pendidikan dalam jabatannya.

Pada fase implementasi, kebijakan dijalankan dan diuji, langkah-langkah nyata yang dilakukan pemerintah terlihat dalam transformasi yang terjadi dalam system Pendidikan. Pemerintah melalui presiden di tahun 2007 memaparkan langkah yang diambil dalam mendukung kebijakan Pendidikan, mulai dari meningkatkan akses masyarakat agar dapat menikmati Pendidikan dengan tolak ukur angka partisipasi Pendidikan. Langkah kedua, menghilangkan ketidak merataan dalam akses Pendidikan, seperti ketidak merataan di desa dan kota serta diskriminasi gender. Selanjutnya meningkatkan mutu dengan meningkatkan kualifikasi guru dan siswa dan nilai rata-rata kelulusan dalam Ujian Nasional. Menambahkan jumlah jenis Pendidikan di bidang kompetensi atau profesi sekolah kejurusan untuk menyiapkan tenaga siap pakai yang dibutuhkan. Memperbaiki dan menambah fasilitas Pendidikan di satuan Pendidikan, meningkatkan anggaran Pendidikan dan penggunaan TIK dalam aplikasi Pendidikan, hingga pemberian subsidi/beasiswa bagi masyarakat kurang mampu agar bisa menikmati fasilitas Pendidikan (Agustang dkk, 2021). Sementara dalam pelaksanaan standar mutu pendidik kembali hadir penambahan penjelasan tentang kualifikasi guru dalam UU No.16 tahun 2007, menjelaskan guru harus memiliki kualifikasi Pendidikan minimal Diploma empat atau Sarjana dalam bidang Pendidikan. Dalam implementasi ini selanjutkan akan di evaluasi lebih lanjut.

Evaluasi kebijakan standar mutu Pendidikan di Indonesia diukur tentunya dari tercapai atau tidaknya delapan standar mutu Pendidikan. Pada pelaksanaannya tercapai tidaknya standar ini dinilai dengan akreditasi yang menjadi system penjaminan mutu Pendidikan. Kinerja guru sebagai pendidik menjadi ujung tombak pemerintah yang berhadapan langsung dengan murid dan sangat penting untuk memenuhi standar (Yanti & Syahrani, 2021). Faktor Utama yang menyebabkan kualitas pendidik di Indonesia rendah adalahkurang maksimalnya manajemen sumber daya manusia, Research on Improvinf Systems of Education melalui studi kualitatifnya menunjukkan 50% guru Indonesia adalah Pegawai Negeri, dan 90% dari jumllah tersebut menjadi tumpuan pembelajaran. Namun rekrutmen guru dilakukan untuk memenuhi kebutuhan ASN bukan kebutuhan profesionalitas guru. (Kastara.id, 2021). Pemetaan guru baik dari segi kualitas dan kuantitasnya menjadi tugas penting pemerintah, untuk menentukan kebijakan lanjutan ataupun kelanjutan kebijakan yang sudah ada.

Tahap Terminasi menjadi tahap akhir dari Proses kebijakan yang dikemukakan oleh Brewer. Pada tahap ini sebuah kebijakan setelah melalui proses evaluasi akan diakhiri atau dilanjutkan. Dengan memperhitungkan berbagai pertimbangan konseptual, praktis dan psikologis. Kebijakan standar mutu Pendidikan Indonesia melalui delapan Standar nasional Pendidikan, setelah dievaluasi tidak diterminasi namun terus direvisi untuk perbaikan. Sehingga siklus nya kembali lagi ke awal proses, inisiasi yaitu pengenalan dan identifikasi masalah yang muncul dalam evaluasi kemudian berlanjut lagi estimasi kebijakan dan lanjut lagi dalam tahap seleksi kebijakan, implementasi kebijakan, kemudian kembali lagi ke evaluasi dan terminasi. Dalam hal pemenuhan standar pendidik dan tenaga kependidikan kebijakan pemerintah terkait hal ini masih harus terus dibenahi dalam implementasinya. Persyaratan kualifikasi dan kuantifikasi guru menjadi catatan penting yang harus dipenuhi.

 

Kesimpulan

Analisa kebijakan Standar Mutu Pendidikan Indonesia ditelaah melalui pendekatan Ilmu Kebijakan Brewer, terlihat bahwa kebijakan standar mutu pendidikan sudah mengikuti alur proses kebijakan dimulai dengan Penemuan/inisiasi masalah yang membutuhkan kebijakan, estimasi kemungkinan usulan kebijakan sebagai solusi masalah, besarnya keuntungan, resiko dan biaya yang ditimbulkan sebagaiefek kebijakan standar mutu ini. Ditahapan seleksi hadirlah kebijakan baru sebagai pemecahan masalah yang selanjutnya akan diimplementasikan. Saat diimplementasikan kebijakan ini kembali menghadapi tantangan dan masalah baru, yang pada kruun waktu tertentu akan dievaluasi leberhasilan, ketercapaian dan efektifitasnya. Langkah terakhir adalah terminasi, untuk saat ini Kebijakan standar mutu Pendidikan melalui delapan Standar Nasional Pendidikan masih terus diberlakukan dan mendapatkan perbaikan dan penyempurnaan dengan hadirnya peraturan-peraturan terbaru No.57 tahun 2021. Kebijakan terkait standar mutu pendidik juga terus diimplementasikan sambal terus dilengkapi melalui aturan-aturan rekrutmen di masing-masing pemerintah daerah.

Sebagai rekomendasi kedepannya kebijakan mutu Pendidikan ini dalam tahap implementasi dan evaluasi harus benar-benar diperhatikan. Pengukuran menyeluruh tentang standar mutu setiap lembaga Pendidikan sebaiknya tetap dilakukan secara transparan dan akuntabel. Pertimbangan etika dan kemanusiaan juga tidak boleh luput dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan mutu Pendidikan di Indonesia. Diharapkan ke depannya melalui berbagai kebijakan mutu pendidikan ini, Pendidikan dan kualitas Pendidikan Indonesia tidak hanya merata di seluruh pelosok Indonesia, namun juga memiliki mutu yang baik dan bisa berdaya saing yang bisa diperhitungkan di kancah Internasional.

 


 

BIBLIOGRAFI

 

Agustang, A., Mutiara, I. A., & Asrifan, A. (2021, January 10). Masalah Pendidikan Di Indonesia. Https://Doi.Org/10.31219/Osf.Io/9xs4h

 

Brewer, Garry D, (1974), The Policy Science Emerge To Nurture And Structure A Discipline. Policy Science, Vol.% No.3 (September 1974) Hlm 239-244.

 

Dimmera, B. G., & Purnasari, P. D. (2021). Analisis Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Pada Sma Yang Terakreditasi A. Sebatik25(2), 367-372.

 

Jollyta, D., Buaton, R., Novriyenni, N., & Fauzi, A. (2021). Mengatasi Kelemahan Internal Menggunakan Mc-Kinsey 7s Untuk Peningkatan Standar Mutu Pendidikan. Archive: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat1(1), 27-37.

 

Kastara.Id; 2021, Kualitas Guru Pengaruhi Kualitas Pendidikan Di Indonesia, Diakses Dari Https://Kastara.Id/09/06/2021/Kualitas-Guru-Pengaruhi-Kualitas-Pendidikan-Di-Indonesia/ Diakses Tanggal, 25 April 2022.

 

Lerner, D; Lasswell HD, (1951) The Policy Science, Stanford, Stanford University Press.

 

Mardizal, J. (2020). Evaluasi Implementasi Kebijakan Mutu Sekolah Atlet Ragunan DKI Jakarta. CIVED (Journal Of Civil Engineering And Vocational Education)7(1), 1-10.

 

Nanda, A. S. (2019). Supervisi Pendidikan Dalam Mewujudkan Tujuan Nasional Pendidikan Dan Meningkatkan Mutu Pendidikan.

 

Noprika, M., Yusro, N., & Sagiman, S. (2020). Strategi Kepala Sekolah Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Andragogi: Jurnal Pendidikan Islam Dan Manajemen Pendidikan Islam2(2), 224-243.

 

Republik Indonesia, Mpr (2003). Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Standar Nasional Pendidikan

 

Republik Indonesia, P. R. E. S. I. D. E. N., & Republik Indonesia, K. E. M. E. N. K. U. M. H. A. M. (2021). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2021 Tentang Standar Nasional Pendidikan.

 

Republik Indonesia, P. R. E. S. I. D. E. N., & Republik Indonesia, K. E. M. E. N. K. U. M. H. A. M. (2005). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan

 

Republik Indonesia, P. R. E. S. I. D. E. N., & Republik Indonesia, K. E. M. E. N. K. U. M. H. A. M. (2015). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2015 Tentang Standar Nasional Pendidikan

 

Wirajaya, A. Y. (2021, November). Syair Nasihat: Sebuah Upaya Alternatif Penguatan Pendidikan Karakter Melalui Pembelajaran Sastra. In Seminar Program Studi Pendidikan Bahasa Jawa.

 

Yanti, H., & Syahrani, S. (2021). Standar Bagi Pendidik Dalam Standar Nasional Pendidikan Indonesia. Adiba: Journal Of Education1(1), 61-68.

 

Copyright holder:

Lidya Ardiyan, Wanapri Pangaribuan, Selamat Triono Ahmad, Syamsul Arif (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: