Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No.
5, Mei 2022
ANALISIS FAKTOR KETERTINGGALAN DAERAH DI INDONESIA
Yusda Aripin Salman
Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang juga mengalami kesenjangan wilayah akibat dari proses pembangunan. Meskipun tren jumlah Kabupaten Daerah Tertinggal yang di tetapkan pemerintah terus menurun hingga saat ini pada RPJMN 2020-2024 terdapat 62 Kabupaten Daerah Tertinggal. Penelitian tentang daerah tertinggal selama ini hanya dibatasi wilayah kabupaten atau regional, sektor tertentu, dan masih menggunakan peraturan terdahulu. Berdasarkan kondisi tersebut penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variabel yang signifikan mempengaruhi ketertinggalan daerah di Indonesia dan mengelompokan variabel yang saling berkorelasi dengan ruanglingkup nasional. Analisis yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan bantuan perangkat lunak SPSS berupa analisis faktor. Hasil penelitian memperlihatkan Terdapat tujuh variabel yang mempengaruhi ketertinggalan daerah di Indonesia, namun hanya ada dua faktor yang terbentuk dengan pemilihan eigenvalue >1. Faktor pertama diberi nama Faktor Sosial dan Infrastruktur yang meliputi variabel Persentase Penduduk Pengguna Internet, Persentase Penduduk Yang Bekerja Di Sektor Non-Pertanian, Persentase Wanita Usia 15-49 Tahun Yang Melahirkan Dalam 2 Tahun Terakhir Dengan Penolong Persalinan Tenaga Medis, Persentase Rumah Tangga Pengguna Air Bersih, Persentase Desa Dengan Jenis Permukaan Jalan Utama Terluas Aspal/Beton, dan Persentase Balita Diberi Imunisasi. Faktor kedua diberi nama Faktor Kemandirian daerah yang terdiri dari PAD Per-Kapita dan PDRB Per-Kapita. PDRB per-Kapita dari Faktor Kemandirian Derah menjadi variabel yang paling menonjol mempengaruhi ketertinggalan daerah di Indonesia, sedangkan dari sisi Faktor Sosial dan Infrastruktur variabel� Persentase Desa Dengan Jenis Permukaan Jalan Utama Terluas Aspal/Beton �
Kata kunci: Daerah Tertinggal, Analisis Faktor, Indonesia
Abstract
Indonesia as a developing country
also experiences regional disparities as a result of the development process.
Although the trend in the number of Disadvantaged Regions determined by the
government continues to decline, so far in the 2020-2024 RPJMN there are 62
Disadvantaged Regions. Research on underdeveloped areas so far has only been
limited to districts or regions, certain sectors, and still uses the previous
regulations. Based on these conditions, this study aims to determine the
variables that significantly affect the backwardness of regions in Indonesia
and classify the variables that are correlated with the national scope. The
analysis used is descriptive quantitative with the help of SPSS software in the
form of factor analysis. The results of the study show that there are seven
variables that affect the backwardness of regions in Indonesia, but there are
only two factors that are formed with the selection of eigenvalue >1. The
first factor is named the Social and Infrastructure Factor which includes the
variable Percentage of Internet Users, Percentage of Population Working in the
Non-Agricultural Sector, Percentage of Women aged 15-49 Years who gave birth in
the last 2 years with birth attendants medical personnel, Percentage of
household water users Clean, Percentage of Villages with the Widest Type of
Main Road Surface Asphalt/Concrete, and Percentage of Toddlers Immunized. The
second factor is named the Regional Independence Factor which consists of PAD
Per-capita and PDRB Per-capita. GRDP per capita from the Regional Self-Reliance
Factor is the most prominent variable affecting the backwardness of regions in
Indonesia, while in terms of Social and Infrastructure Factors the variable
Percentage of Villages with the Widest Main Road Surface Type Asphalt/Concrete.
Keywords: Disadvantaged Region, Analysis
Factor, Indonesia
Pendahuluan
Tujuan pendirian Negara Republik Indonesia tercantum pada
Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan
perdamaian abadi dan keadilan sosial. Menurut Ardiansyah (2020) terdapat tujuan negara yang bersifat non formal berupa kewajiban meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah dari mulai level pusat, tingkat I maupun tingkat II sampai tingkatan terakhir yaitu level desa, merupakan upaya pemerintah dalam rangka mewujudkan kesejahteran masyarakat. Menurut Rosalina (2007) pembangunan
yang telah dilaksanakan selain memberikan dampak positif, namun juga menimbulkan bentuk ketimpangan berupa kesenjangan wilayah. Hal senada juga di sampaikan Trinanda dan Eko (2013) yaitu kesenjangan merupakan dampak negatif paling terasa dari proses pembangunan dan perkembangan wilayah. Ketimpangan
wilayah digambarkan oleh Sejati
dan Muta�ali (2019) sebagai
adanya deviasi pembangunan dan perkembangan wilayah
antara wilayah satu dengan wilayah lainnya.
Indonesia sebagai negara berkembang tidak lepas dari salah satu permasalahan pembangunan yaitu kesenjangan antara wilayah, sehingga memunculkan wilayah yang
dikategorikan maju dan tertinggal (Sari dkk. 2020). Sari
(2014) menyebutkan bahawa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun
2010-2014 sebanyak 70 persen
atau 128 Kabupaten di
Kawasan Timur Indonesia, sedangkan sisanya 30 persen atau 55 Kabupaten berada di Kawasan Barat Indonesia. Total 122 Kabupaten ditetapkan sebagai daerah tertinggal pada Rencana
Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019 dengan
mayoritas prioritas entas merupakan Kabupaten yang berada di Kawasan
Timur Indonesia (Sari dkk. 2020). Menurut
Peraturan Presiden (Perpres) nomor 63 Tahun 2020 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2020-2024 terdapat 62 Kabupaten daerah tertinggal dengan prosentase 11 persen atau 7 Kabupaten berada di Kawasan Barat Indonesia, sedangkan
mayoritas sisanya 89 persen atau 55 Kabupaten berada di Kawasan Timur
Indonesia.
Pembangunan dan pengembangan
wilayah yang fokus dalam mengedepankan aspek pertumbuhan dibanding aspek pemerataan (Wiratama, Diartho, dan Prianto. 2018) seperti kebijakan nasional Kawasan Ekonomi
Khusus (KEK) dengan tujuan mempercepat pengembangan ekonomi wilayah tertentu yang bersifat strategis bagi ekonomi nasional memberikan dampak berupa polarization effect dibanding
spread effect dan strikling down
effect (Syahza dan Suarman.
2013).
Pertumbuhan pembangunan beberapa
daerah berkembang cepat, namun beberapa
daerah juga mengalami pertumbuhan yang lambat sehingga pembangunan nasional secara spasial tidak berlangsung
secara sistemik (Masniadi. 2014). Karakteristik setiap daerah di Indonesia berdampak pada kegiatan ekonomi, pembangunan infrastruktur dan pembangunan sumber daya manusia
(Bappenas, 2016). Menurut
Sari (2014) terdapat lima faktor
penyebab ketertinggalan pembangunan suatu daerah yaitu faktor
gerografis, faktor sumber daya alam,
faktor sumber daya manusia, faktor
sarana dan prasarana dan faktor daerah terisolasi,
rawan konflik dan rawan bencana. Sedangkan Sejati dan Muta�ali (2019) menjelaskan tiga faktor yang mendasari kesenjangan wilayah yaitu faktor alam,
faktor sosial dan faktor kebijakan.
Sejumlah penelitian tentang
daerah tertinggal telah dilakukan diantaranya penelitan yang dilakukan oleh Rosalia (2008) bertujuan
mengidentifikasi karakteristik
199 kabupaten tertinggal
dan menganalisis faktor-faktor
pengaruh terhadap ketertinggalan di wilayah KBI dan KTI. Alat analisis yang digunakan Structural
Equation Model (SEM) dengan perangkat
lunak LISREL 8.30. Hasil penelitian
menunjukan indikator ketertinggalan (aksesibilitas, infrastruktur, sumberdaya manusia, kemampuang keuangan, perekonomian dan karakteristik daerah) wilayah KTI
lebih tertinggal di banding
wilayah KBI. Dengan faktor ketertinggalan dominan di wilayah
KBI berupa infrastruktur sedangkan di wilayah KTI berupa aksesibilitas.
Penelitian Syahza dan Suarma
(2013) bertujuan menemukan
model pengembangan daerah tertinggal sebagai upaya percepatan pembangunan ekonomi perdesaan di Kabupaten Meranti Provinsi Riau. Metode penelitan menggunakan Develompent Research menghasilkan
kesimpulan strategi pengembangan
desa tertinggal di Kabupaten Meranti adalah pembangunan sektor pertanian berbasis agribisnis karena mayoritas masyarakatnya berprofesi nelayan dan petani.
Kemudian penelitan yang dilakukan oleh Sejati dan Muta�ali (2019) bertujuan untuk mengetahui tingkat ketertinggalan desa, faktor yang mengakibatkan ketertinggalan desa dan strategi dalam mengatasi ketertinggalan wilayah
di Kabupaten Sumbawa Barat. Analisa faktor dan Analisa SWOT digunakan
sebagai metode penelitian dengan hasil penelitian menunjukan distribusi desa tertinggal di dominasi oleh desa-desa pesisir dan pegunungan yang letaknya jauh dari
Ibukota Kabupaten, faktor ketertinggalan yang dominan adalah sarana prasarana dan sumberdaya ekonomi desa, sedangkan strategi dalam mengatasi ketertinggalan adalah peningkatan aksesibilitas wilayah
pesisir dan pegunungan serta peningkatan ekonomi desa.
Penelitian ini sebagai
kajian lanjutan untuk mengeksplorasi faktor ketertinggalan dengan ruang lingkup
nasional serta menggunakan peraturan-peraturan terbaru yang berhubungan dengan daerah tertinggal.
Adapun tujuan penelitan ini adalah mengetahui
faktor-faktor yang paling signifikan
mempengaruhi ketertinggalan
wilayah di Indonesia. Kemudian menyederhanakan
faktor-faktor terbentuk yang
saling berkolerasi menjadi kelompok yang lebih kecil.
Metode Penelitian
Wilayah penelitian mengacu pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2020 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2020-2024 sebanyak 62 Kabupaten. Variabel penelitian berdasarkan kajian literatur yang mengacu pada Peraturan Menteri Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Indikator Penetapan Daerah Tertinggal.
Adapun variabel penelitian
yang digunakan disajikan
pada tabel 1.
Tabel 1
Variabel Penelitian
Sumber: Peraturan Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi N0. 11
Tahun 2020
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Menurut Herviani dan Febriansyah (2016)
data sekunder adalah sumber data yang tersedia sebelum penelitian dengan cara membaca,
mempelajari dan memahami. Sumber data sekunder berupa literatur, buku-buku, serta dokumen (Sugiono, 2012). Kementerian
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal
dan Transmigrasi menjadi sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini. Adapun data penelitian tersaji pada tabel 2.
Metode yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ketertinggalan wilayah di Indonesia pada penelitian ini yaitu metode deskriptif
kuantitatif, dengan alat analisis faktor
menggunakan SPSS. Menurut Singgih (2012) analisis faktor digunakan tidak hanya untuk
menemukan keterkaitan antar variabel secara independen, namun juga mengelompokan dan menyederhanakan dalam bentuk faktor yang baru. Hal serupa disampaikan oleh Buchori, Manullang, & Basuki. 2007) Analisa faktor
merupakan metode reduksi data yang bertujuan menyederhanakan sekumpulan besar data yang saling berkorelasi menjadi kelompok-kelompok variabel yang lebih kecil.
Langkah-langkah pengolahan data menggunakan analisis faktor secara berurutan yaitu (1) Menentukan variabel yang akan dianalisa menggunakan uji reabilitas dan uji validitas, (2)
Menguji variabel yang telah ditentukan menggunakan uji KMO dan barlett�s
dan anti image matrik (MSA), (3) Melakukan
faktoring dan rotasi dengan rincian principal component
analysis, total variance explained dan component matrix, & (4) Interpretasi atas faktor yang terbentuk (Kusumaningsih, Astuti, & Rini. 2019) �
Tabel 2
Data Penelitian
Sumber: Kementerian Desa,
PDT dan Transmigrasi (2021)
Langkah-langkah serupa dilakukan juga oleh Syahrani, Kusumaningdyah, &
Dewa (2021) dalam analisis faktor yang dilakukan dalam penelitian, yaitu
1. Uji variabel meliputi uji normalitas One-Sample
Kolmogorov-Smirnov Test, uji kecukupan data menggunakan Kaiser Mayer Olkin(KMO)
dan Bartlet�s, serta
Analisa nilai MSA (Measure of Sampling Adequacy)
menggunakan Anti-Image Matrics.
2. Analisis faktor di setiap variabel dengan menggunakan ekstraksi dengan hasil Communality, matrik faktor dan rotasi berulang sampai sempurna.
Hasil dan Pembahasan
1. �Uji Normalitas Data
Uji
normalitas data merupakan hal pertama yang harus dilakukan sebelum proses Analisis faktor. Konsep dasar Uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test adalah membandingkan distribusi data dengan distribusi normal baku. Jika nilai signifikansi atau Asymp. Sig (2-tailed) lebih besar dari
0,05 maka data penelitian dikatakan berdistribusi normal.
Hasil uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test dapat
dilihat pada tabel 3.
Tabel 3
One-Sample
Kolmogorov Smirnov Test
Sumber: Hasil Analisis (2022)
Terdapat beberapa variabel yang tidak memenuhi syarat uji normalitas sehingga variable tersebut tidak diikutsertakan pada tahapan analisis berikutnya. Variabel yang memenuhi persyaratan yaitu X2 (Persentase Desa Yang Mempunyai Fasilitas Kesehatan),
X8 (Persentase Penduduk Pengguna Internet), X9 (Persentase
Rumah Tangga Pengguna Air Bersih), X10 (Persentase Desa Dengan Jenis Permukaan
Jalan Utama Terluas Aspal/Beton), X15 (PDRB Per-Kapita),
X16 (Persentase Pengeluaran
Rumah Tangga Non-Makanan), X17 (Persentase Penduduk Yang Bekerja Di Sektor Non-Pertanian), X18 (Persentase Wanita Usia 15-49 Tahun Yang Melahirkan Dalam 2 Tahun Terakhir
Dengan Penolong Persalinan Tenaga Medis), X19 (Persentase Balita Diberi Imunisasi Lengkap), dan X22 (PAD Per-Kapita).
2. Analisa Uji KMO dan Bartlett�s Test
Kaiser-Meyer-Olkin
Measure of Sampling (KMO) adalah alat yang digunakan
untuk mengukur tingkat korelasi antar variabel dan dapat tidaknya dilakukan
analisis faktor. Sedangkan uji Bartlett's
of Sphericity merupakan uji statistik untuk menentukan ada tidaknya
korelasi antar variabel (Buchori, Manullang, & Basuki. 2007). Kriteria
Uji KMO dan Bartlett�s Test sebagai berikut:
-
0,9 ≤ KMO ≤ 1,0 data sangat
baik untuk analisis faktor;
-
0,8 ≤ KMO ≤ 0,9 data baik
untuk analisis faktor;
-
0,7 ≤ KMO ≤ 0,8 data cukup
untuk analisis faktor;
-
0,6 ≤ KMO ≤ 0,7 data kurang
untuk analisis faktor;
-
0,5 ≤ KMO ≤ 0,6 data buruk
untuk analisis faktor;
-
KMO ≤ 0,5 data tidak diterima untuk
analisis faktor.
Tabel 4
Hasil
Uji KMO dan Bartlett�s Test
Sumber: Hasil Analisis (2022)
Hasil
analisis pada tabel 4 menunjukan nilai KMO sebesar 0,810 >0,5 atau pada
level data baik dan nilai signifikansinya 0<0,05. Sehingga
analisis faktor bisa dilanjutkan ke tahapan berikutnya.
3. Anti-Image Matrices
Tahapan Anti-Image Matrices digunakan
untuk mengetahui dan menentukan variabel mana saja yang layak pakai dalam analisis
faktor. Syarat nilai MSA dikatakan layak untuk dianalisis
sebesar >0,5 artinya
variable masih bisa diprediksi, tetapi apabila nilai MSA <0,5 maka variabel tersebut
tidak dapat digunakan pada tahap selanjutnya dan harus dikeluarkan dari variabel lainnya.
Tabel 5
Anti-Imge Matrices
Sumber: Hasil Analisis (2022)
Hasil
analisis yang ditampilkan
pada tabel 5 menunjukan nilai X2 (Persentase Desa Yang Mempunyai Fasilitas Kesehatan) semula nilai MSA sebesar 0,612 menjadi 0,824 setelah direduksi. Untuk variabel tersisa menghasilkan nilai >0,5, sehingga tahapan analisis dapat dilanjutkan.
-
Nilai MSA X2 (Persentase Desa
Yang Mempunyai Fasilitas
Kesehatan) 0,824>0,5, artinya Persentase
Desa Yang Mempunyai Fasilitas Kesehatan signifikan sebagai variabel yang mempengaruhi ketertinggalan suatu daerah;
-
Nilai MSA X8 (Persentase Penduduk
Pengguna Internet) 0,863>0,5, artinya
Persentase Penduduk Pengguna Internet signifikan sebagai variabel yang mempengaruhi ketertinggalan suatu daerah;
-
Nilai MSA X9 (Persentase Rumah
Tangga Pengguna Air Bersih) 0,799>0,5, artinya Persentase Rumah Tangga Pengguna Air Bersih signifikan sebagai variabel yang mempengaruhi ketertinggalan suatu daerah;
-
Nilai MSA X10 (Persentase Desa
Dengan Jenis Permukaan Jalan Utama Terluas Aspal/Beton) 0,840>0,5, artinya Persentase Desa Dengan Jenis
Permukaan Jalan Utama Terluas
Aspal/Beton signifikan sebagai variabel yang mempengaruhi ketertinggalan suatu daerah;
-
Nilai MSA X15 (PDRB Per-Kapita) 0,643>0,5, artinya PDRB Per-Kapita signifikan sebagai variabel yang mempengaruhi ketertinggalan suatu daerah;
-
Nilai MSA X16 (Persentase Pengeluaran
Rumah Tangga Non-Makanan) 0,736>0,5, artinya Persentase Pengeluaran Rumah Tangga Non-Makanan signifikan sebagai variabel yang mempengaruhi ketertinggalan suatu daerah;
-
Nilai MSA X17 (Persentase Penduduk
Yang Bekerja Di Sektor Non-Pertanian) 0,838>0,5, artinya Persentase Penduduk Yang Bekerja Di Sektor Non-Pertanian signifikan sebagai variabel yang mempengaruhi ketertinggalan suatu daerah;
-
Nilai MSA X18 (Persentase Wanita Usia 15-49 Tahun Yang Melahirkan Dalam 2 Tahun Terakhir Dengan Penolong Persalinan Tenaga Medis) 0,787>0,5,
artinya Persentase Wanita Usia 15-49 Tahun Yang Melahirkan Dalam 2 Tahun Terakhir Dengan Penolong Persalinan Tenaga Medis signifikan sebagai variabel yang mempengaruhi ketertinggalan suatu daerah;
-
Nilai MSA X19 (Persentase Balita
Diberi Imunisasi Lengkap) 0,823>0,5, artinya Persentase Balita Diberi Imunisasi Lengkap signifikan sebagai variabel yang mempengaruhi ketertinggalan suatu daerah;
-
Nilai MSA X22 (PAD Per-Kapita) 0,899>0,5, artinya PAD Per-Kapita signifikan sebagai variabel yang mempengaruhi ketertinggalan suatu daerah;
4. Communalities
Communalities adalah tahapan analisis faktor yang menunjukan seberapa besar variabel menjelaskan faktor yang terbentuk. Semakin besar nilai
communalities suatu variable berarti semakin erat hubungannya dengan faktor yang terbentuk. Persyaratan nilai Communalities agar tahapan
analisis bisa dilanjutkan ketahap berikutnya adalah >0,5.
Terdapat nilai Communalities
yang <0,5 yaitu variabel
X2 (Persentase Desa Yang Mempunyai Fasilitas Kesehatan) sebesar 0,372 dan variabel X16 (Persentase Pengeluaran Rumah Tangga Non-Makanan) sebesar 0,415. Sehingga dilakukan analisis ulang dengan mengeluarkan dua variabel tersebut.
Dari Tabel 6 dapat dilihat sisa variabel
telah memenuhi syarat >0,5 sehingga tahapan analisis faktor dapat dilanjutkan.
Variabel X15 (PDRB Per-Kapita)
merupakan variabel dengan nilai Communalities terbesar, sehingga variabel X15 (PDRB Per-Kapita) merupakan variabel memiliki hubungan yang paling erat dengan faktor
yang terbentuk
Tabel 6
Communalities
Sumber: Hasil Analisis
(2022)
5. Total Variance Explained dan �Diagram Scree Plot
Output selanjutnya dari proses analisis faktor adalah Total Variance
Explained yang menggambarkan jumlah
faktor yang terbentuk dengan persyaratan nilai eigenvaluenya >1 (Santos.
2012).
Tabel 7
�Total Variance Explained
Sumber: Hasil Analisis (2022)
Tabel 7 memberikan informasi terdapat dua faktor yang terbentuk dengan nilai eigenvaluenya >1 dari delapan variabel
yang dianalisis. Dua faktor yang terbentuk sebagai berikut:
-
Faktor 1 memiliki nilai eigenvalue 4,828 dan mampu
menjelaskan varian sebesar 43,866%
-
Faktor 2 memiliki nilai eigenvalue 1,370 dan mampu
menjelaskan varian sebesar 30,044%
Kedua faktor terbentuk secara keseluruhan mampu menjelaskan 73,910%, sedangkan nilai pengaruh sebesar 26,090% dilakukan diluar dua kelompok
yang sudah dibahas.
Diagram scree plot digunakan
sebagai alat kontrol terhadap nilai eigenvalue dan faktor
yang terbentuk. Gambar 1 menjelaskan
titik komponen (garis
horizontal) yang memiliki nilai
eigenvalue lebih dari
satu yaitu komponen 1 dan 2 sehingga dapat diartikan ada dua faktor
yang terbentuk.
Sumber: Hasil Analisis (2022)
Gambar
1
�Diagram Scree Plot
6. Component Matrix dan Rotated Component
Matrix
Tahapan terakhir adalah Component Matrix dan Rotated Component Matrix yang
menjelaskan distribusi variabel-variabel yang sudah dianalisis kedalam faktor-faktor yang terbentuk.
Nilai koefisien masing-masing matrik
dipersyaratkan tidak boleh >0,5. Rotasi dilakukan apabila koefisien dua faktor
memiliki nilai >0,5 hingga komposisi salah satu faktor memiliki
nilai koefisien <0,5.
Tabel 8
Component Matrix dan Rotated Component Matrix
Sumber: Hasil Analisis (2022)
Setelah rotasi pembentukan faktor sebagai berikut:
-
Faktor 1 Meliputi:
X8(Persentase Penduduk Pengguna Internet); dengan loading
factor 0,695
X17(Persentase Penduduk Yang Bekerja Di Sektor Non-Pertanian); dengan loading factor
0,645
X18(Persentase Wanita Usia 15-49 Tahun Yang Melahirkan Dalam 2 Tahun Terakhir
Dengan Penolong Persalinan Tenaga Medis); dengan loading factor 0,780
X9(Persentase Rumah Tangga Pengguna Air Bersih); dengan loading factor
0,753
X10(Persentase Desa Dengan Jenis Permukaan
Jalan Utama Terluas Aspal/Beton); dengan loading factor
0,843
X19(Persentase Balita Diberi Imunisasi Lengkap); dengan loading
factor 0,785
Faktor 1 menggunakan nama baru sebagai
faktor Sosial dan Infrastruktur
-
Faktor 2 meliputi:
X22(PAD
Per-Kapita); dengan loading
factor 0,684
X15(PDRB
Per-Kapita); dengan loading
factor 0,932
Faktor 2 menggunakan nama baru sebagai
Kemandirian Daerah
Tabel 9
Component Matrix dan Rotated Component Matrix
Sumber: Hasil Analisis (2022)
Pada Tabel
9 menunjukan bahwa pada faktor 1 memiliki nilai korelasi 0,805>0,5 dan faktor 2 memiliki nilai korelasi 0,805>0,5.
Karena component >0,5 maka faktor-faktor
yang terbentuk dapat dikatakan tepat dalam merangkum semua variabel yang ada.
Kesimpulan
Terdapat tujuh variabel
yang mempengaruhi ketertinggalan
daerah di Indonesia, namun hanya ada dua
faktor yang terbentuk dengan pemilihan eigenvalue
>1. Faktor pertama diberi nama Faktor
Sosial dan Infrastruktur
yang meliputi variabel Persentase Penduduk Pengguna Internet, Persentase Penduduk Yang Bekerja Di Sektor Non-Pertanian, Persentase Wanita Usia 15-49 Tahun Yang Melahirkan Dalam 2 Tahun Terakhir
Dengan Penolong Persalinan Tenaga Medis, Persentase Rumah Tangga Pengguna Air Bersih, Persentase Desa Dengan Jenis
Permukaan Jalan Utama Terluas
Aspal/Beton, dan Persentase Balita Diberi Imunisasi. Faktor kedua diberi
nama Faktor Kemandirian daerah yang terdiri dari PAD Per-Kapita dan PDRB Per-Kapita.
PDRB per-Kapita dari Faktor Kemandirian
Derah menjadi variabel yang paling menonjol mempengaruhi ketertinggalan daerah di Indonesia, sedangkan dari sisi Faktor
Sosial dan Infrastruktur variabel �Persentase Desa Dengan Jenis
Permukaan Jalan Utama Terluas
Aspal/Beton.
BIBLIOGRAFI
Ardiyansyah. (2020). Strategi Peningkatan
Predikat Daerah Tertinggal
di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Jurnal Desentralisasi
dan Kebijakan Publik, 1(1), 1-13.
Buchori, I. Manullang, O.R.
& Basuki, Y. (2007). Buku Ajar Metode Analisis
Perencanaan. Semarang. Universitas Diponegoro.
Herviani, V. & Febriansyah,
A. (2016). Tinjauan Atas Penyusunan
Laporan Keuangan Pada Young Enterpreneur Academy
Indonesia Bandung. Jurnal Riset Akuntasnsi. VIII(2), 19-27.
Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional. (2016). Laporan Akhir Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program
Pembangunan Daerah Tertinggal untuk
Mendukung PP No. 78 Tahun
2014 dan Perpres No, 131 Tahun
2015. Jakarta. Kementerian PPN.
Masniadi, Rudi. (2014). Identifikasi
Komoditas Unggulan Pertanian Untuk Pengembangan Ekonomi Daerah Tertinggal
di Kabupaten Sumbawa Barat. Jurnal
Ekonomi dan Bisnis. 3(7), 24-45.
Rosalina, S. S. (2008). Analisis
Faktor-Faktor Penentu Ketertinggalan Wilayah KBI dan KTI. Thesis. Institut Pertanian Bogor.
Santoso, S. (2012). Analisis
SPSS Pada Statistik Parametrik.
Jakarta. PT. Elex Media Komputindo.
Sari, E.A. Saragih,
M.T.Br. Shariati, I.A. Sofyan, S. Baihaqi,
R.A. & Nooraeni, R. (2020) Klasifikasi
Kabupaten di Kawasan Timur Indonesia Dengan Support Vector Machine. Jurnal
Informatika dan Komputer.
3(3), 188-195.
Sari, R. (2014). Dampak
Kebijakan Desentralisasi
Pada Daerah Tertinggal di Indonesia. Jurnal Ekonomi & Kebijakan
Publik. 5(2), 79-99.
Sejati, M.A. & Muta�ali,
L. (2019). Analisis Faktor-Faktor
Ketertinggalan Wilayah di Kabupaten
Sumbawa. Jurnal Bumi
Indonesia. 8(3).
Singgih, S. (2012). Aplikasi
SPSS Pada Statistik Parametrik.
Jakarta. PT. Elex Media Komputindo.
Sugiyono. (2012). Memahami
Penelitian Kualitatif. Alfabeta. Bandung.
Syahza, A. & Suarman.
(2013). Strategi Pengembangan Daerah Tertinggal Dalam Upaya Percepatan Pembangunan
Ekonomi Perdesaan. Jurnal
Ekonomi Pembangunan. 14(1), 126-139.
Trinanda, R & Budi, E. (2013). Penentuan
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Ketertinggalan Kawasan Kabupaten
Pamekasan. Jurnal
Teknik Pomits, 2(2), 149-152.
Wiratman, S. Diartho, C.H.
& Prianto, F.W. (2018). Analisis
Pembangunan Wilayah Tertinggal di Provinsi
Jawa Timur.� E-Journal
Ekonomi Bisnis dan Akuntansi.
V(1), 16-20.
Copyright holder: Yusda Aripin Salman (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |