Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 5, Mei 2022

 

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HAPUSNYA HAK MILIK ATAS TANAH AKIBAT PENELANTARAN DITINJAU DARI PASAL 27 UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA

 

Blessinta Joice Sinaga, Sani Chablitta Siregar, Yanti Agustina

Fakultas Hukum, Universitas Prima Indonesia Medan, Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstrak

Orang-orang yang memiliki hak-hak Pokok Agraria diberikan tanah untuk memanfaatkan dan memanfaatkan. Terkait hukum. Hak legal atas tanah meliputi hak milik. Hak milik dapat hilang jikalau tanah itu diperlakukan dengan tidak baik ataupun dengan sengaja diabaikan sesuai dengan persyaratan, sifat, dan tujuan hak tersebut. Bagaimana syarat tanah terlantar Bersumber dari UUPA, apa akibat hukum tanah terlantar Bersumber dari Pasal 27 UUPA, dan bagaimana perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah terlantar? Penelitian ini bersifat normatif hukum. Tanah dianggap terlantar jikalau pemiliknya lalai memeliharanya. Akibat hukum dari tanah terlantar termasuk berakhirnya hubungan hukum antara pemilik tanah dan tanah, yang menyebabkan properti untuk kembali ke kontrol negara. Tindakan represif ataupun pencegahan terhadap pelanggaran hukum yang diberikan melalui perlindungan hukum terhadap hak atas tanah terlantar, serta tindakan preventif jikalau telah terjadi pelanggaran. Menghukum pelanggar hukum ialah tindakan preventif. Oleh karena itu, peraturan perundang-undangan harus menjaga hak milik atas tanah.

 

Kata Kunci: Hapusnya Hak Milik Tanah; Tanah; Ditelantarkan

Abstract

People who have Basic Agrarian Law rights are allocated land to utilize and exploit. Law-related. Land legal rights include property rights. Property rights may be lost if the land is mistreated or purposely ignored according to the rights' requirements, nature, and purpose. What are the conditions for abandoned land based on the Basic Agrarian Law, what are the legal repercussions of abandoned land based on Article 27 of the Basic Agrarian Law, and how is the legal protection for neglected land rights holders? This research was normatively legal. Land is deemed abandoned if the owner fails to maintain it. The legal repercussions of abandoned land include the end of the legal link between the land's owner and the land, which leads the property to revert to state control. Repressive or preventative action against legal infractions provided by legal protection for abandoned land rights, as well as preventive measures if a violation has occurred. Punishing lawbreakers is preventative action. Therefore, laws and regulations must preserve land property rights.

 

Keywords: Abolition of Land Ownership; Land; Abandoned

Pendahuluan

Tanah ialah karunia Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kepada manusia sebagai sumber kehidupan dan penghidupan, untuk dikelola, dimanfaatkan, dan dilestarikan dengan seefektif mungkin. Tanah merupakan salah satu aset utama dalam rangka pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

Pasal 4 UU No. 5 Tahun 1960 yang juga dikenal sebagai Undang-Undang Pokok Agraria, memuat ketentuan sebagai berikut: �Berlandaskan hak menguasai negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, ditentukan adanya berbagai jenis hak. ke permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan dan dimiliki oleh orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain dan badan hukum.� Ketentuan ini termasuk dalam Undang-Undang Pokok Agraria.�(A.P. Parlindungan, 2017) Secara hukum, tanah ialah permukaan bumi.

Tanah memiliki kegunaan ekonomi, budaya, dan hukum. Tanah dipergunakan untuk mendirikan perusahaan, memperoleh dan menjual, dan kegiatan ekonomi lainnya. Tanah juga dapat dipergunakan sebagai investasi karena nilainya meningkat.

Undang-undang Pokok Agraria memberikan hak kepada warga negara untuk memanfaatkan ataupun memanfaatkan tanah. (I Ketut Oka Setiawan, Hukum Agraria (bandung:pustaka reka ciptacipta, 2020), hal ke 19 .

Secara hukum, ada dua kategori properti: tanah pribadi, dan tanah adat. [Catatan: Yang dimaksud dengan "tanah adat" ialah tanah yang

dikuasai oleh masyarakat hukum adat tertentu di berbagai daerah yang tersebar di Indonesia. Di sisi lain, tanah pribadi ialah tanah yang hak kepemilikannya diturunkan melalui keluarga. (https://repository.unair.ac.id/39594/1/gdlhub-gdl-s2-2015-latifahnur-37393-3.abstr-k.pdf 4 Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Cet. 4, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, Hlm. 60-61.)

Karena pemilik hak milik memiliki kemampuan untuk mewariskan hak itu kepada ahli warisnya, maka hak milik dapat disebut sebagai hak turun-temurun. Karena statusnya sebagai hak yang paling mendasar dari semua hak, hak milik sangat sulit untuk dilanggar dan dapat dengan mudah dilindungi dari gangguan pihak lain.

Hak turun-temurun mengandungcpengertian cbahwa hak seseorang dapatcdiwarisi secaraturun-temurun cataupun cdiwariskan ckepada corang clain tanpa charus cmenurunkan pewaris, chak ctersebut cbatal cdemi chukum, cataupun ahli cwaris cdituntut cuntuk cmeminta pengembalian chaknya cdalam cperistiwa peralihan chak. cKata-kata cyang cpaling ckuatcdan komprehensif cdipergunakan untuk cmembedakannya cdari chak-hak clain, cseperti chak cuntuk mengolah, chak untuk cmembangun, chak cuntuk cmemakai, cdan chak clainnya. cHal cini dilakukan untuk cmenunjukkan cbahwa, cdari csemua chak catas ctanah cyang cdapat cdimiliki oleh masyarakat, hak milik ialah hak yang paling kuat dan menyeluruh.(A.P. Parlindungan, 2017)

Hak kepemilikan properti ialah salah satu dari banyak fitur cyang terkait cdengan ctanah milik pribadi. cBersumber cdari cPasalc20 cayat c1 cUndangUndang cPokok cAgraria, ckonsep chak milik catas ctanah cialah csebagai cberikut: Hak cmilik cialah chak cyang cdiwariskan, cterkuat, dan cseluas-luasnya cyang boleh cdimiliki coleh corang cperseorangan catas ctanah.�.

Tujuan di sini ialah untuk membedakan Hak Milik Tanah dari hakhak lain untuk menunjukkan bahwa, di antara hak-hak atas tanah, Hak Milik Tanah ialah yang paling kuat. Ungkapan "yang paling kuat dan paling terpenuhi yang dimiliki orang atas tanah" mengacu pada Hak Milik Tanah.

Sebaliknya, Bersumber dari Pasal 27 Undang-Undang Pokok Agraria, yang mengatur bahwa hak milik atas tanah dapat hilang jikalau tanah yang bersangkutan ditelantarkan:

Hak milik hapus bila:

a.      Tanahnya jatuh kepada negara

1.  Akibat hak yang dicabut sesuai dengan Pasal 18.

2.  Karena pemiliknya secara sukarela memberikan informasi tersebut.

3.  Karena sudah sepi.

4.  Karena ketentuan masing-masing pada ayat 3 Pasal 21 dan ayat 2 Pasal 26.

b.     Tanahnya musnah

Bersumber cdari cpenjelasan csebelumnya, chak cmilik catas ctanah cdapat dicabut dan dialihkan kepada negara jikalau barang yang bersangkutan dibiarkan ctidak cdiusahakan untuk cwaktu cyang clama.

Tanah cdianggap cterlantar capabila ctidak cdimanfaatkan csesuai cdengan keadaannya ataupun csifat cdan ctujuan chak-hak cyang cterkait cdengannya cdengan sengaja. Pemilik chak atas tanah tidak dapat mencari ataupun cmengatur kembali batas-batas tanahnya csebagai akibat dari hilangnya batas-batas tersebut. cSesuai cdengan cperaturan cyang cdigariskan cdalam cpasal 27 cUUPA, topik cini cdibagi cjadi cdua ckategori cyang cberbeda:tanah cyang cdiambil calih coleh negara cdan ctanah cyang cdibongkar. cPenghapusan csegala cperlindungan chukum catas milik pribadi cPasal c27 Undang-undang Pokok Agraria dapatdikemukakan: (Sumardjono, 2008)

Penghapusan hak milik sebagai akibat dari pencabutan hak ialah alasan utama perubahan ini. Bersumber dari ketentuan Pasal 18 Undang-undang Pokok Agraria, hak catas tanah dapat dicabut dengan ganti rugi yang layak untuk kepentingan melayani kepentingan umum. Ini mencakup kepentingan bangsa, negara, dan rakyat secara keseluruhan.

Sehubungan dengan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 mengenai pengadaan tanah untuk pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan cumum, yang selanjutnya dilaksanakan dengan Peraturan Menteri Agraria Nomor 1 Tahun 1994, keputusan ini sengaja dibuat untuk kepentingan negara, yang dalam hal ini dilakukan oleh pemerintah. Penghapusan hak milik karena penyerahan secara sukarela dilakukan sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 55Tahun 1993 mengenai pengadaan tanah untuk pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum.

Tanah terlantar ialah tanah yang tidak dipergunakan dan dipelihara sebagaimana mestinya, serta tanah yang tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan sifat ataupun tujuan pemberian hak. Penghapusan hak milik karena penelantaran diatur dalam PP No. 36 Tahun 1998 mengenai penguasaan dan pemanfaatan tanah terlantar. Bersumber dari undang-undang ini yang dimaksud dengan tanah terlantar ialah tanah yang tidak dimanfaatkan dan dipelihara sebagaimana mestinya.

Penghapusan hak milik sebagai akibat dari kepemilikannya ataupun peralihannya oleh subyek hukum yang tidakcsecara hukum berkewajiban untuk memiliki tanah yang bersangkutan. Hak-hak rakyat Indonesia yang berhak cmenerima hak milik atas tanah dituangkan dalam Undang-Undang Pokok Agraria, khususnya dalam Pasal 21 ayat satu. Warga negara tersebut juga dapat memperoleh hak milik atas tanah.

Jikalau kita kembali ke pemahaman dasar mengenai hak atas tanah, khususnya hak milik, maka sangat jelas bahwa hak milik berawal dari adanya sebidang tanah yang utuh. Artinya, penghapusan hak milik karena tanahnya musnah tidak sesuai dengan pemahaman mendasar ini. Karena tanah itu tidak dapat lagi diukur ataupun ditegaskan keberadaannya setelah dimusnahkan, maka hak hukum atas tanah itu jadi batal demi hukum Bersumber dari undang-undang.

Berlandaskan latarbelakang diatas, maka penulis ingin melakukan penelitian mengenaiTinjauan Yuridis Terhadap Hapusnya Hak Milik Tanah Berlandaskan Pasal 27 UU No 5 Tahun 1960 Mengenai UndangUndang Pokok Agraria Karna Diterlantarkan.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini akan mengkaji masalah utama dari sudut pandang normatif dan hukum, berdasarkan luasnya dan masalah yang diidentifikasi. Penyelidikan ini melibatkan penelitian buku, undang-undang, dan bahan lainnya. Teknik penelitian yuridis normatif bertumpu pada dokumen hukum primer. Metode ini mengkaji gagasan, konsep, asas hukum, dan peraturan perundang-undangan yang saling terkait.

Penelitian ini akan bersifat deskriptif dan analitis. Penelitian deskriptif analitik menggambarkan dan mengkaji suatu aturan hukum

Studi ini mencakup data sekunder dari berbagai sumber.

Penyelidikan sumber hukum:

1.     Bahan Hukum Primer, Undang-Undang Pokok Agraria

2.     Bahan hukum sekunder yang dipergunakan meliputi, buku ilmiha dan jurnal ilmiah.

3.     Bahan Hukum Tertier, ialah bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder.

Bahan hukum tersier berupa website yang meliputi kegiatan pertanahan, hak milik atas tanah, dan penghapusan hak milik dipergunakan untuk penelitian ini.

Penelitian ini memakai studi literatur. Bersumber dari Nazir, penelitian kepustakaan ialah metode pengumpulan data melalui telaah buku, literatur, catatan, dan laporan yang berkaitan dengan pokok bahasan.(Nazir, 1998)

Penalaran deduktif dipergunakan untuk menguji data dalam penelitian ini. Metode penelitian deduktif dicirikan oleh pemakaian strategi deduktif ataupun garis penalaran, yang dapat didefinisikan sebagai cara berpikir yang bergerak dari konsep yang lebih luas ke konsep yang lebih khusus.

 

Hasil dan Pembahasan

1.     Kriteria Tanah Terlantar Ditinjau dari Undang-Undang Pokok Agraria

Dalam Undang-Undang Pokok Agraria, Optimalisasi Pemakaian Hak Atas Tanah� mengatur bahwa tanah haruscmemberikan manfaat yang sebesar-besarnya, baik dari segi jumlah orang yang boleh memakainya maupun manfaat/hasil yang diperoleh. Hasil pemakaian lahancGagasan ini mengatakanmbahwa ctanah charus cbermanfaatcdalam dua hal. Jadi mereka mendapat hakcatas tanah.

Negaracharus secara efektif cmemberikan chak catas ctanah c(termasuk kepemilikan, pemakaian bisnis, dan pemakaian bangunan) kepada orang, cindividu, cdan cperusahaan hukum. Hak catas tanah cdirancang cuntuk diatur dan dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat.(Suhariningsih, 2009) Tanah disebut terlantar cketika cpemiliknya ctidak cmemanfaatkannya. UU 5 Tahun 1960 menyatakan cbahwa ctanah cyang ctidak cdigunakan cdianggap cterlantar.

Undang-undang PertanahancdancPemerintahan (UU)cmengatur bahwa jika hak milik dirampas, negara cakan cmerebut ckepemilikan ctanah dan hak atas ctanah. Ungkapancini sesuai dengan hukum adat, yang memisahkan chak catas ctanah csebagai ckesempatan cuntuk menerima hasil (komoditas) dari ckesempatan untuk memanfaatkan tanah (permukaan bumi), merupakan aspek penting cdari masyarakat manusia yang terorganisir. tradisi,chukum (terikat dengan lingkungan). Theist c(aset yang berharga).(Muntaqo, 2006)

Bersumber cdari ckonsep cini, cjikalau chak catas ctanah cdijamin csebagai kesempatan untuk memperoleh ckeuntungan �� cdari ��� csebidang tanah di permukaan bumi tetapi tidak dipergunakan, ����� cmaka hak catas tanah itu berakhir.

Syarat-syarat pengabaian UU Pokok Agraria ialah:

a.      Tanah yang pemiliknya tidak melaksanakan kewajiban memeliharactanah yang cdihaki (Pasalc6 Undang-Undang cPokok Agraria).

b.     Tanah pertanian yangcpemiliknya tidak mengerjakan ataupun mengusahakannya csendiri (Pasal 10 Undang-Undang Pokok cAgraria).

c.      Tanah Hak Milik, Tanah Hak Guna Usaha,cdan Tanah Hak Guna bagunan yangcdimiliki oleh perorangan cataupun cbadan chukum yang ditetapkan coleh pemerintah untukcmemiliki Hak Milik, namun tidak diusakan sebagaimana mestinya sehingga oleh Pejabat berwenang diberikan putusan baik yang bersifat konstitutif ataupuncbersifat deklaratoir sebagai tanah terlantar dan cdiambil csebagai ctanah cnegara c(berlandaskan cPasal c21 cUU Pokok cAgraria).

d.     Tanah cmilik corang casing cyang cdiperoleh csebab cpewarisan ctanpa wasiat cataupun ctanah pencampuran harta sebab perkawinan yang melepaskan haknya catas ctanah ctersebut c(berlandaskan cPasal c21 cUU cPokok cAgraria).

e.      Tanah cmilik cwarga cnegara Indonesia yang berpindah kewarganegaraannya ataupun memilikickewarganegaraan clain selain ckewarganegaraancIndonesia cdan cyang ckarena hukum harus melepaskan chak miliknya atasctanah tersebut.

2.     Akibat Hukum Atas Tanah yang Diterlantarkan Berlandaskan Pasal 27 UUPA

Tanah cterlantar cmerusak chubungan chukum cantara csubjek cdan cobjek. Pemerintah mengambil calih. cKepala cBadan cPertanahan cNasional cakan memakai crencana ckanwil untuk mencari clahan cterlantar. Penilaian Badan Barang Milik Negaracatas lahan terlantar berdampak pada lahan pertanian, dimanfaatkan catau ctidak. cJika penerima tidak sesuaicstandar, barang tersebut menjadi cmilik cnegara. cNegara cmemakai ctanah cbera cuntuk masyarakat cdan negara:

1)  Reforma Agraria;

2)  Program strategis negara; dan

3)  Cadangan negara lainnya.

Hak menguasai cnegara tersebut, cBersumber dari Pasal 2 ayat c(2) UUPA,memberikan wewenang kepada negara untuk tiga hal:(Harsono, 2003)

1) Mengatur cdan cmenyelenggarakan cperuntukan, cpemakaian, cpersediaan dan cpemeliharaan cbumi, cair cdan cruang cangkasa ctersebut;

2) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orangorang dengan bumi,air cdan ruang angkasa;

3) Menentukan cdan cmengatur chubungan-hubungan chukum cantara corangorang cdan perbuatan-perbuatan chukum cyang cmengenai cbumf, cair cdan cruang cangkasa.

PelaksanaancKeppres 34 Tahunc2003cmengenai Kebijakan Nasional Bidang Pertanahan, yang memberikan misi kepada Badan Pertanahan Nasionalc(BPN) untuk memperbaharui cUUPA c1960, cdimaksudkan cuntuk mengatasi ckesulitancpertanian cyang belum cterselesaikan. cterselesaikan. cUU 32 cTahun 2004 mengenaicPemerintah Daerah juga relevan dengan pertanian c(Otda). cUU cini ctidak cmemberikan cpemerintah cfederal ckekuasaan tanah. cHal ini memperumit cmasalah cpertanahan cdi cIndonesia. Bersumber dari cketentuan cUUPA cyang cmengatur ckewajiban cpemegang chak catas ctanah (Pasal c6, c7, c10, c15,19), cmeninggalkanctanah ialah cilegal. UUPA memiliki prinsip hak atasctanah.

Pemegang hak menghadapi hukuman jikalau mereka memakai haknya di luar tujuan ataupun peruntukannya. Hak atas tanah akan berakhir dan berakhir.

3.     Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Atas Tanah yang Diterlantarkan

Jika ckita cberbicara ctentang cperlindungan chukum, ckita cakan cberbicara tentang perlindungan chukumcrepresif, juga ���� dikenal sebagaictindakan pencegahan terhadap pelanggaran chukum, dan menghukum pelanggar hukum. cKami cakan cmembandingkan kedua hukum cini.

Pasal c9 cayat c2 cUUPA cmengatakan csetiap corang cmemiliki ctanah. Bagian cini memungkinkancsektorcpertanahancuntuk menghasilkan surat-surat hukum yang berkaitan dengan ctanah cuntuk cmelindungi cmasyarakat dari chak-hak ctanah cyang cditinggalkan. Sebuah csertifikat ctanah.

Undang-undang cmelarang cpembebasan ctanah. cHukum cdan clarangan menghindari bahaya. Undang-undang ini mengatur kriteria tanah ������� yang dianggapcterlantarcdan hukuman bagicpelanggar hukum yangcmemiliki properti cterlantar. Dengan undang-undangcyang jelas,cpemilik tanahctidak akan mengabaikan aset atau properti mereka.

Kejelasan hukum menguraikan apa yang orang boleh dan tidak bisa lakukan dan bagaimana berperilaku tanpa melanggar hukum. Kepastian hukum berarti pengadilan tidak dapat mengesampingkan tindakan kehendak bebas yang tidak melanggar hukum.

Kesimpulan

1.     Bersumber cdari cUndang-UndangPokok cAgraria, ctanah cdianggap terlantar capabila pemiliknya ctidak melaksanakan tugasnya ����� cuntuk cmemelihara ctanah cyang cjadi chaknya.

2.     Akibat ��hukumdari pelaksanaanhak yang c tidak berdasarkanc peruntukannya cataupun cperuntukannya, ataupun cdalam �������� chal cini cterbengkalai tanah, akan ���� menimbulkan csanksi, termasukpembatalan chak zatas tanah, �������� cyang berakibat cberakhirnya chak ������ catas ctanah. Dalam cskenario cini, cmemakai chak cyang ctidak didasarkan cpada ctujuan cataupun peruntukannya, cataupun cmeninggalkan ��� cproperti,cmemiliki implikasi chukum.

3.     Perlindungan chukum cbagi cpemilik ctanah cterlantarcialah menerbitkancsurat-surat chukum cterkait ctanah cuntuk cmelindungi cmasyarakat. cPerlindungan chukum cpreventif cberarti caturan cdan cperaturan cyang cmencegah cterlantarnya ctanah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

A.P. Parlindungan. (2017). komentar atas Undang-Undang Pokok Agraria (bandung:mandar maju, 2017), hal 4.

 

Harsono, B. (2003). Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria. Isi Dan Pelaksanaannya, Jilid, 1. Google Scholar

 

Muntaqo, F. (2006). Aspek-Aspek Hukum Penelantaran Tanah di Propinsi Sumatera Selatan (Studi di Kota Palembang dan Kabupaten Ogan Komering Ulu). Jurnal Hukum, 16(3), 393�406. Google Scholar

 

Nazir, M. (1998). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia Nugraha, I.(2008). Aplikasi Algoritma Genetik untuk Optimasi Penjadwalan Kegiatan Belajar Mengajar. Jurnal Teknik Informatika, Institut Teknologi Bandung. Google Scholar

 

Suhariningsih, T. T. (2009). Asas dan Pembaharuan Konsep Menuju Penertiban. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Google Scholar

 

Sumardjono, M. S. (2008). Tanah dalam perspektif hak ekonomi, sosial, dan budaya. Penerbit Buku Kompas. Google Scholar

Copyright holder:

Jovie Koeshendrawan Putra, Wibawa Prasetya (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: