Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 5, Mei 2022

 

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN PANTANG MAKAN PADA IBU NIFAS DI KLINIK YAPIDA GUNUNG PUTRI PERIODE 2022

 

Masluroh, Evi Puspitasari

STIKes Abdi Nusantara, Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Latar Belakang: Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan berbagai jenis masalah dan hambatan dalam pembangunan kesehatan masyarakat. Salah satu hambatan yang terjadi di masyarakat adalah adanya pantang makanan setelah melahirkan. Padahal setelah melahirkan seorang wanita memerlukan nutrisi yang cukup untuk memulihkan kembali seluruh alat genetalianya. Mereka tidak menyadari bahwa tindakannya berpengaruh terhadap lambatnya pemulihan kesehatan kembali juga dapat terhambatnya pertumbuhan bayi. Data menunjukkan banyak ibu yang melakukan pantang makan pada masa nifas sebanyak 4.406.437 ibu nifas (86%) mempunyai kebiasaan pantang makan seperti tidak makan ikan laut, telur, sayur dan makanan pedas. Berdasarkan data tahun 2008 di Indonesia dengan total ibu post partum 89% (4.509.630 orang) mempunyai kebiasaan pantang makanan pada masa nifas (Badan Litbang Kesehatan 2009 dalam Saidah, 2011). Tujuan Penelitian: Mengetahui hubungan karakteristik ibu dengan pantang makan pada ibu nifas di Klinik Yapida Periode 2022. Metode Penelitian: Desain penelitian ini menggunakan metode analitik dengan pendekatan cross sectional, dengan jumlah populasi sebanyak 40 responden. Dianalisis dengan uji korelasi Spearman Rank. Hasil Penelitian: Hasil uji korelasi spearman rank didapatkan pada variabel pendidikan dengan p-value= 0,000; variabel pengetahuan p-value= 0,047; variabel sosial budaya p-value= 0,000; dan variabel sosial ekonomi p-value= 0,374. Kesimpulan: variabel pendidikan, pengetahuan, sosial budaya berhubungan dengan pantang makan dengan nilai P value <0,05 dan variabel sosial ekonomi tidak berubungan dengan pantang makan dengan nilai P value > 0,05.

 

Kata Kunci: Karakteristik Ibu, Pantang Makan

 

Pendahuluan

Indonesia sebagai negara berkembang masih memiliki AKI cukup tinggi. Menurut data Kementerian Kesehatan jumlah kasus kematian ibu tahun 2016 di Indonesia sebesar 4.912 kasus dan pada tahun 2017 sebesar 4.167 kasus.� Angka Kematian Ibu (AKI) mengacu pada jumlah kematian ibu yang terkait dengan proses kehamilan, persalinan dan nifas. AKI Indonesia tahun 2015 adalah 305 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes, 2015). Menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan (SDKI) Angka Kematian Ibu (AKI) menurun dari 307 per 100.000 kelahian hidup pada 2002 menjadi 228 per kelahiran hidup pada tahun 2007 dan 380 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2010 (Nurjannah, 2020).

Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang paling banyak mengalami Angka Kematian Ibu (AKI). Kematian ibu di Jawa Barat antara 24,1 per 100.000 � 167,1 per 100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan profil kesehatan kabupaten atau kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2015 jumlah kematian ibu terlaporkan sebanyak 825 orang (83,47 per 100.000 KH), dengan proporsi kematian pada ibu hamil 219 orang (22,15 per 100.000 KH), pada ibu bersalin 2.412 orang (24,46 per 100.000 KH), dan pada ibu nifas 364 orang (36,84 per 100.000 KH) (Dinkes Prov Jabar, 2015). Salah satu kabupaten atau kota di Provinsi Jawa Barat dengan proporsi kematian ibu dibawah rata-rata yaitu Kabupaten Bogor (54%). Pada tahun 2014 terdapat 748 ibu yang meninggal , angka tersebut naik 75 orang pada tahun 2015 (Dinkes Jabar, 2015).

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan berbagai jenis masalah dan hambatan dalam pembangunan kesehatan masyarakat. Salah satu hambatan yang terjadi di masyarakat adalah adanya pantang makanan setelah melahirkan. Padahal setelah melahirkan seorang wanita memerlukan nutrisi yang cukup untuk memulihkan kembali seluruh alat genetalianya. Mereka tidak menyadari bahwa tindakannya berpengaruh terhadap lambatnya pemulihan kesehatan kembali juga dapat terhambatnya pertumbuhan bayi. Di beberapa daerah masih terdapat kebiasaan pantang makan yang salah dan tabuh makanan tertentu, seperti ikan ikan selama nifas dan menyusui dimana makanan tersebut justru merupakan sumber zat gizi yang diperlukan. Data menunjukkan banyak ibu yang melakukan pantang makan pada masa nifas sebanyak 4..406.437 ibu nifas (86%) mempunyai kebiasaan pantang makan seperti tidak makan ikan laut, telur, sayur dan makanan pedas. Berdasarkan data tahun 2008 di Indonesia dengan total ibu post partum 89% (4.509.630 orang) mempunyai� kebiasaan pantang makanan pada masa nifas (Badan Litbang Kesehatan 2009 dalam Saidah, 2011). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Purnama dkk di Kabupaten Bogor Jawa Barat didapatkan 7 dari 10 ibu nifas melakukan budaya pantang makan dengan hanya memakan nasi, tahu, tempe, telur yang direbus saja dan sayuran yang direbus tanpa kuah.

Masih banyaknya ibu nifas yang melakukan pantang makan disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong. Faktor predisposisi yang meliputi sosial budaya, pendidikan, pengetahuan, pengalaman, pekerjaan, ekonomi, peran keluarga, dan usia. Faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak bersedianya fasilitas-fasilitas atau sasaran kesehatan misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban. Serta faktor pendorong yang terwujud dalam sikap dan prilaku petugas kesehatan atau petugas lainnya (Sulistyoningsih, 2012).

Klinik Yapida merupakan klinik yang berada di Gunung Putri. Klinik Yapida berada di wilayah yang padat penduduk dengan masyarakat yang masih kental dengan sosial budayanya, masih banyaknya budaya yang melekat di masyarakat salah satunya adalah budaya pantang makan saat masa nifas. Di Klinik Yapida belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya mengenai pantang makan pada ibu nifas. Survey pendahuluan yang dilakukan peneliti selama dinas di Klinik Yapida Gunung Putri dari 10 ibu nifas semuanya melakukan pantang makan. Berdasarkan data uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai �Hubungan Karakteristik Ibu dengan Pantang Makan Pada Ibu Nifas di Klinik Yapida Gunung Putri Periode 2022.�

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan desai penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hubungan karakteristik ibu dengan pantang makan pada ibu nifas di klinik yapida gunung putri. Populasi penelitian ini adalah ibu nifas sampai 40 hari dan sample penelitian sebanyak 40 orang.

 

Hasil

A.    Analisis Univariat

Untuk mengetahui distribusi dan proporsi dari setiap variabel yang diteliti dilakukan analisis univariat. Hasil analisis univariat dapat dilihat pada tabel-tabel dibawah ini.

1.     Distribusi Frekuensi Pantang Makan

 

Tabel 1

Distribusi Frekuensi Pantang Makan Ibu Nifas

di Klinik Yapida Periode 2022

No

Pantang Makan

Frekuensi

%

1

Ya

30 responden

75%

2

Tidak

10 responden

25%

Jumlah Responden

40 responden

100%

 

Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa dari 40 responden, yang melakukan pantang makan sebanyak 30 responden (75%) dan yang tidak melakukan pantang makan sebanyak 10 responden (25%).

2.     Distribusi Frekuensi Pendidikan

��������������

Tabel 2

Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu Nifas

����������� di Klinik Yapida Periode 2022

�����

No

Pendidikan

Frekuensi

%

1

Rendah

18 responden

45%

2

Menengah

18 responden

45%

3

Tinggi

4 responden

10%

Jumlah responden

40 responden

100%

 

 

 

��������

 

Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa dari 40 responden, pendidikan rendah sebanyak 18 responden (45%), pendidikan menengah sebanyak 18 responden (45%), dan pendidikan tinggi sebanyak 4 responden (10%).

3.     Distribusi Frekuensi PengetahuanTabel 3

Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Nifas

di Klinik Yapida Periode 2022

No

Pengetahuan

Frekuensi

%

1

Kurang

8 responden

20%

2

Cukup

12 responden

30%

3

Baik

20 responden

50%

Jumlah responden

40 responden

100%

 

Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa dari 40 responden, pengetahuan kurang sebanyak 8 responden (20%), pengetahuan cukup sebanyak 12 responden (30%) dan pengetahuan baik sebanyak 20 responden (50%).

4.     Distribusi Frekuensi Sosial Budaya

 

Tabel 4

Distribusi Frekuensi Sosial Budaya Ibu Nifas

di Klinik Yapida Periode 2022

No

Sosial Budaya

Frekuensi

%

1

Ya

28 responden

70%

2

Tidak

12 responden

30%

Jumlah responden

40 responden

100%

 

Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat bahwa dari 40 responden, yang memiliki budaya pantang makan sebanyak 28 responden (70%) dan yang tidak memiliki budaya pantang makan sebanyak 12 responden (30%).

5.     Distribusi Frekuensi Sosial Ekonomi

���������

Tabel 5

Distribusi Frekuensi Sosial Ekonomi Ibu Nifas

����������������������� di Klinik Yapida Periode 2022

No

Sosial Ekonomi

Frekuensi

%

1

Kelas bawah

32 responden

80%

2

Kelas atas

8 responden

20%

Jumlah responden

40 responden

100%

 

Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa dari 40 responden,� yang termasuk ke dalam sosial ekonomi kelas bawah sebanyak 32 responden (80%) dan yang termasuk ke dalam sosial ekonomi kelas atas sebanyak 8 responden (20%).

B.    Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan� antara variabel independen� dengan kejadian variabel dependen, maka dilakukan analisis hubungan antara pendidikan, pengetahuan, sosial budaya dan sosial ekonomi dengan pantang makan pada ibu nifas di Klinik Yapida Gunung Putri Kabupaten Bogor dengan uji statistik yang digunakan adalah uji kolerasi spearman rank dengan tingkat kemaknaan (�= 0,05). Hasil analisis bivariat dapat dilihat pada tabel-tabel berikut.

1.     Hubungan Pendidikan dengan Pantang Makan

 

Tabel 6

Hubungan Pendidikan dengan Pantang Makan

Pada Ibu Nifas di Klinik Yapida Periode 2022

Pantang Makan

Pendidikan

Ya

Tidak

Total

P Value

f

%

f

%

f

%

Rendah

18

45

0

0

18

45

Menengah

11

27,5

7

17,5

18

45

0,000

Tinggi

1

2,5

3

7,5

4

10

Total

30

75

10

25

40

100

 

�����������

Berdasarkan tabel 6 diatas hasil analisis pendidikan dengan pantang makan didapatkan bahwa dari 18 responden (45%) pendidikan rendah semuanya melakukan pantang makan. Dari 18 responden (45%) pendidikan menengah yang melakukan pantang makan sebanyak 11 responden (27,5%) dan sebanyak 7 responden (17,5%) tidak melakukan pantang makan. Dan dari 4 responden (10%) pendidikan tinggi yang melakukan pantang makan sebanyak 1 responden (2,5%) dan sebanyak 3 responden (7,5%) tidak melakukan pantang makan. Hasil uji statistik diperoleh nilai P = 0,000 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pendidikan dengan pantang makan pada ibu nifas di Klinik Yapida Gunung Putri.

2.     Hubungan Pengetahuan dengan Pantang Makan

 

Tabel 7

Hubungan Pengetahuan dengan Pantang Makan

Pada Ibu Nifas di Klinik Yapida Periode 2022

Pantang Makan

Pengetahuan

Ya

Tidak

Total

P Value

f

%

f

%

f

%

Kurang

7

17,5

1

2,5

8

20

Cukup

11

27,5

1

2.5

12

30

0,047

Baik

12

30

8

20

20

50

Total

30

75

10

25

40

100

 

 

 

 

 

 

 

Berdasarkan tabel 7 diatas hasil analisis pengetahuan dengan pantang makan didapatkan bahwa dari 8 responden (20%) pengetahuan kurang, sebanyak 7 responden (17,5%) melakukan pantang makan dan sebanyak 1 responden (2,5%) tidak melakukan pantang makan. Dari 12 responden (30%) pengetahuan cukup, sebanyak 11 responden (27,5%) melakukan pantang makan dan 1 responden (2,5%) tidak melakukan pantang makan. Dan dari 20 responden (50%) pengetahuan baik, sebanyak 12 responden (30%) melakukan pantang makan dan sebanyak 8 responden (20%) tidak melakukan pantang makan. Hasil uji statistik diperoleh nilai P = 0,047 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan pantang makan pada ibu nifas di Klinik Yapida Gunung Putri.

3.     Hubungan Sosial Budaya dengan Pantang Makan

 

Tabel 8

Hubungan Sosial Budaya dengan Pantang Makan

Pada Ibu Nifas di Klinik Yapida Periode 2022

Pantang Makan

Sosial� Budaya

Ya

Tidak

Total

P Value

f

%

f

%

f

%

Ya

28

70

0

0

28

70

0,000

Tidak

2

5

10

25

12

30

Total

30

75

10

25

40

100

 

 

 

 

 

 

 

Berdasarkan tabel 8 diatas hasil analisis sosial budaya dengan pantang makan didapatkan bahwa dari 28 responden (70%) yang mengikuti sosial budaya pantang makan semuanya melakukan pantang makan. Dari 12 responden (30%) yang tidak mengikuti sosial budaya pantang makan, sebanyak 2 responden (5%) melakukan pantang makan dan sebanyak 10 responden (30%) tidak melakukan pantang makan. Hasil uji statisik diperoleh nilai P = 0,000 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara sosial budaya dengan pantang makan pada ibu nifas di Klinik Yapida Gunung Putri.

4.     Hubungan Sosial Ekonomi dengan Pantang Makan

 

Tabel 9

Hubungan Sosial Ekonomi dengan Pantang Makan

Pada Ibu Nifas di Klinik Yapida Periode 2022

Pantang Makan

Sosial� Ekonomi

Ya

Tidak

Total

P Value

f

%

f

%

f

%

Kelas Bawah

25

62,5

7

17,5

28

80

0,374

Kelas Atas

5

12,5

3

7,5

12

20

Total

30

75

10

25

40

100

 

 

Berdasarkan tabel 9 diatas hasil analisis sosial ekonomi dengan pantang makan didapatkan bahwa dari 28 responden (80%) dengan sosial ekonomi kelas bawah yang melakukan pantang makan sebanyak 25 responden (62,5%) dan sebanyak 7 responden (17,5%) tidak melakukan pantang makan. Dari 12 responden (20%) dengan sosial ekonomi kelas atas sebanyak 5 responden (12,5%) melakukan pantang makan dan sebanyak 3 responden (7,5%) tidak melakukan pantang makan. Hasil uji statistik� diperoleh nilai P= 0,374 > 0,05, maka dapat disimpulkan� bahwa tidak ada hubungan antara sosial ekonomi dengan pantang makan pada ibu nifas di Klinik Yapida Gunung Putri.

C.    Analisis Multivariat

Analisis multivariat yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan analisis lanjut untuk mengetahui variabel yang paling berhubungan dengan kejadian pantang makan. Peneliti menggunakan uji regresi logistik dengan hasil sebagai berikut.

Tabel 10

Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik antara Variabel Pendidikan, Pengetahuan, Sosial Budaya dan Sosial Ekonomi dengan Pantang Makan Pada Ibu Nifas di Klnik Yapida Periode 2022

Variabel

OR

Pendidikan

15,782

Pengetahuan

3,000

Sosial Budaya

8,077

Sosial Ekonomi

2,143

 

 

 

 

�����������

Berdasarkan tabel 10 dapat dilihat bahwa nilai Odds Ratio (OR) dari variabel pendidikan 15,782, dari variabel pengetahuan 3,000, dari variabel sosial budaya 8,077 dan dari variabel sosial ekonomi 2,143. Variabel pendidikan merupakan variabel yang dominan berhubungan dengan kejadian pantang makan (OR = 15,782).

 

Pembahasan

A.    Pantang Makan

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 40 responden yang melakukan pantang makan sebanyak 30 responden (75%) dan yang tidak� melakukan pantang makan sebanyak 10 responden (25%).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sugiharti (2020) yang mengatakan bahwa dari 99 responden dengan kategori pantang makan dapat diketahui bahwa ibu nifas yang melakukan pantang makanan ada sebanyak 54 ibu (54,5%) dan ibu nifas yang tidak melakukan pantang makan sebanyak 45 ibu (45,5%).

Hasil penelitian ini juga diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nur Saidah (2011) yang mengatakan bahwa terdapat 21 orang yang melakukan pantang makan (70%). Perilaku pantang makan pada masa nifas meliputi ibu tidak makan telur dengan alasan gatal-gatal, tidak makan sayuran karena beranggapan menyebabkan diare, ibu menghindari makan udang, ikan lele dan lain sebagainya.

Dalam masyarakat kita, kebiasaan menghindari jenis makanan tertentu selama masa nifas masih tetap ditemukan, kendati sudah tinggal di kota besar dan berpendidikan tinggi. Bahkan, ada mitos yang dipercayai sebagai suatu kebenaran karena pengalaman orang lain. Misalnya, ketika seorang ibu nifas setelah makan telur lalu jahitannya hugatal dianggap telur adalah penyebab gatal pada luka jahitan. Padahal, memang sebelumnya ibu nifas tersebut alaergi telur dan alasan kesehatan mengapa mitos tersebut tidak benar (Walyani & Purwoastui, 2017).

Menurut asumsi peneliti berdasarkan hasil penelitian masih banyaknya ibu nifas yang melakukan pantang makan karena memang hal ini masih sangat kental di masyarakat dan sudah ada sejak dahulu sampai sekarang sehingga diwariskan secara turun temurun. Hal ini tentunya disebabkan oleh beberapa faktor yang harus segera diketahui penyebabnya dan diberikan solusi agar masyarakat bisa menyadari bahwa pantang makan saat masa nifas tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi pada ibu nifas.

B.    Hubungan Pendidikan dengan Pantang Makan

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 40 responden yang pendidikannya rendah sebanyak 18 responden (45%), kemudian yang pendidikannya menengah sebanyak 18 responden (45%) dan yang pendidikannya tinggi sebanyak 4 responden (10%).

Pada analisis bivariat didapatkan nilai P = 0,000 (P value = 0,000 < �0,050) maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya ada hubungan antara pendidikan dengan pantang makan. Pada analisis multivariat didapatkan nilai OR =� 15,782 yang artinya pendidikan 15,782 kali mempengaruhi pantang makan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitri (2013) yang mengatakan bahwa hasil penelitian menunjukkan P value = 0,007 < 0,05 dengan kesimpulan didapatkan adanya hubungan antara pendidikan terhadap perilaku pantang makanan ibu post partum di Kecamatan Kragan Kabupaten Rembang.

Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Informasi memberikan pengaruh besar terhadap perilaku ibu nifas dan ibu menyusui. Ibu nifas yang diberikan informasi tentang bahaya pantang makanan protein dengan jelas, benar dan komprehensif termasuk akibatnya maka ibu nifas tidak akan mudah terpengaruh atau mencoba melakukan pantang makanan (Winatasari & ana, 2020).

Menurut asumsi peneliti dari hasil penelitian pendidikan berhubungan dengan pantang makan karena pendidikan mempengaruhi pola pikir seseorang, semakin baik pendidikan yang didapat maka akan semakin baik juga pola pikirnya. Pendidikan merupakan jalur yang ditempuh untuk mendapatkan informasi dan informasi memberikan pengaruh besar terhadap perilaku ibu nifas. Apabila ibu nifas diberikan informasi tentang bahaya pantang makan dengan jelas dan komprehensif maka ibu nifas tidak akan mudah terpengaruh atau mencoba melakukan pantang makan. Oleh karena itu, diharapkan ibu nifas bisa merubah pola pikirnya dengan mencari sumber informasi bagi kesehatannya dan untuk tenaga kesehatan diharapkan dapat memberikan edukasi mengenai pantang makan dengan jelas dan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh ibu nifas.

C.    Hubungan Pengetahuan dengan Pantang Makan

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 40 responden yang pengetahuannya kurang sebanyak 8 responden (20%), kemudian yang pengetahuannya cukup sebanyak 12 responden (30%) dan yang pengetahuannya baik sebanyak 20 responden (50%).

Pada analisis bivariat didpatkan nilai P = 0,047 (P value = 0,047 < �0,050) maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya ada hubungan antara pengetahuan dengan pantang makan. Pada analisis multivariat didapatkan nilai OR = 3,000 artinya pengetahuan 3,000 kali mempengaruhi pantang makan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Sari dkk (2019) yang mengatakan bahwa Hasil uji Rank Spearman diperoleh p-value = 0,001 (<0,05) yang berarti ada hubungan antara pengetahuan gizi dengan pola konsumsi makanan ibu nifas adalah bermakna. Nilai koefisien korelasi spearman (r) yang diperoleh adalah 0,417 yang artinya terdapat keeratan hubungan yang cukup kuat dan positif antara pengetahuan gizi dengan pola konsumsi makanan ibu nifas dimana semakin ibu memiliki pengetahuan gizi yang baik maka pola konsumsi dalam menjalani masa nifas akan semakin baik.

Hasil penelitian ini juga diperkuat dengan hasil penelitian Aminah dalam Mardhina, dkk (2014) yang mengatakan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan gizi dengan pola konsumsi energi, karbohidrat, protein, dan lemak di Wilayah Kabupaten Surakarta, artinya bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan maka akan semakin baik pola makannya. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah tingkat pengetahuan maka semakin buruk pola makannya. Karena informasi yang diterima berupa pengetahuan dapat diterapkan pada pola konsumsi makan.

Dalam hal ini sesuai dengan teori pengetahuan menurut Soekidjo Notoadmojo (2014) bahwa pengetahuan adalah hasil dari tahu manusia, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga, pengetahuan merupakan dasar terbentuknya tindakan seseorang. (Notoadmojo, 2014)

Menurut asumsi peneliti bahwa ada hubungan antara pengetahuan dan pantang makan karena perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih baik dibandingkan dengan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan karena nyatanya walaupun pengetahuan ibu nifas sebagian besar dalam kategori baik tetapi tetap saja masih melakukan pantang makan. Pendidikan tidak selalu mempengaruhi pengetahuan karena ternyata ibu nifas dengan pendidikan yang rendah dan menengah sebagian besar pengetahuanya baik. Oleh karena itu, diharapkan ibu nifas untuk selalu meningkatkan pengetahuannya dan mencari informasi dari berbagai sumber dan untuk tenaga kesehatan diharakan dapat membantu ibu nifas dalam meningkatkan pengetahuannya dengan memberikan edukasi pada saat ibu nifas melakukan pemeriksaan.

D.    Hubungan Sosial Budaya dengan Pantang Makan

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 40 responden yang memiliki budaya pantang makan sebanyak 28 responden (70%) dan yang tidak memiliki budaya pantang makan sebanyak 12 responden (30%).

Pada analisis bivariat didapatkan nilai P = 0,000 (P value = 0,000 < �0,050) maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya ada hubungan antara sosial budaya dengan pantang makan. Pada analisis multivariat didaparkan nilai OR = 8,077 artinya sosial budaya 8,077 kali mempengaruhi pantang makan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahayu dkk yang mengatakan bahwa ada dua dari partisipan melakukan pantang makan yang berkhasiat untuk ibu dan anak supaya tidak masuk angin, menguatkan tubuh dan upaya menjarangkan kelahiran. Ibu pada masa nifas dianjurkan harus mengkonsumsi sayuran. Anjuran ini, ibu menjadi lebih sehat dengan mengkonsumsi banyak sayur-sayuran. Jenis makan yang dilarang oleh ibu nifas yaitu telur, daging, ikan laut dan lele, keong, daun lembayung, buah pare, nenas, gula merah, dan makan yang berminyak. Dari segi kesehatan, hal ini perlu dilakukan perubahan (Culture Care Re-patterning/Restructuring) dalam perawatan budaya terhadap pantang makan , karena dapat mempengaruhi terhadap gizi ibu dan mempengaruhi ASI dalam pemenuhan kebutuhan bayi.

Kepercayaan dan keyakinan budaya terhadap perawatan ibu post partum masih banyak dijumapai di lingkungan masyarakat, mereka meyakini budaya perawatan ibu setelah melahirkan dapat memberikan dampak positif dan menguntungkan bagi mereka. Banyak kepercayaan dan keyakinan budaya perawatan ibu post partum, diantaranya pembatasan asupan cairan, makanan dibatasi dan hanya boleh makan sayur-sayuran, tidak boleh mandi, diet makanan, tidak boleh keluar rumah menggunakan alas kaki, menggunakan gurita, tidak boleh tidur siang hari bahkan mereka meyakini kolostrum tidak baik untuk anak (Bhvaneswari, 2013).

Menurut asumsi peneliti bahwa ada hubungan antara sosial budaya dengan pantang makan karena keyakinan budaya dan prilaku yang ada dalam kehidupan keluarga serta lingkungan yang sangat mempengaruhi, khususnya di pedesaan yang mana masih melekatnya budaya dari nenek moyang dan sangat berpengaruh besar terhadap prilaku ibu pada masa nifas. Adapun keluarga yang mempengaruhi� perilaku seseorang yaitu orang tua yang masih percaya dengan budaya yang memang sudah turun temurun dari nenek moyang sehingga memang sulit untuk dihindari terlebih lagi bagi ibu nifas yang masih tinggal bersama orang tua atau mertuanya. Oleh karena itu, diharapkan ibu nifas bisa memilih budaya mana yang bisa merugikan kesehatannya dan budaya yang tidak merugikan kesehatannya dan untuk tenaga kesehatan diharapkan dapat memberikan edukasi tentang sosial budaya pantang makan.

E.    Hubungan Sosial Ekonomi dengan Pantang Makan

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 40 responden dengan sosial ekonomi kelas bawah terdapat 32 responden (80%) dan dengan sosial ekonomi kelas atas sebanyak 8 responden (20%).

Pada analisis bivariat didapatkan nilai P = 0,318 (P value = 0,318> �0,050) maka Ho diterima dan Ha ditolak artinya tidak ada hubungan antara sosial ekonomi� dengan pantang makan. Pada analisis multivariat didaparkan nilai OR = 2,498 artinya sosial ekonomi 2,498 kali mempengaruhi pantang makan.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori dimana semakin tinggi tingkat ekonomi keluarga, maka akan semakin baik tingkat konsumsi makanan yang akan dimakan. Begitu juga sebaliknya, keluarga dengan pendapatan terbatas akan cenderung kurang memperhatikan kebutuhan makananya terutama kebutuhan zat gizi dalam tubuh. Pendapatan merupakan pengaruh yang kuat terhadap status gizi. Setiap kenaikan pendapatan umumnya mempunyai dampak langsung terhadap status gizi penduduk. Pendapan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas makanan, pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang cepatnya penyembuhan pada masa nifas.

Tetapi hasi penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurul & Cut (2017) yang menyatakan bahwa berdasarkan tabel diatas menunjukkan dari 44 ibu yang status ekonominya tinggi yang tidak melakukan pantang makanan selama nifas yaitu 36 responden (81,8%) dan dari 16 ibu yang status ekonominya rendah yang melakukan tidak pantangan makanan selama nifas yaitu 12 responden (75,0%). Setelah dilakukan uji statistik dengan Chi Square test diperoleh nilai p = 0. 716 (p > 0.05), dengan demikian hasil yang saya dapatkan menyatakan tidak ada hubungan sosial ekonomi dengan Pantang Makanan Selama Nifas di Desa Tibang Banda Aceh Tahun 2016.

Hasil penelitian ini juga diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Eka Setya pada tahun 2010 dengan hasil penelitian yaitu tidak ada hubungan sosial ekonomi dengan pantang makanan pada masa nifas dengan hasil uji statistik didapatkan Pvalue= 0,367 (> 0,05) yang artinya tidak ada hubungan sosial ekonomi dengan pantang makanan pada masa nifas.

Menurut asumsi peneliti bahwa tidak adanya hubungan sosial ekonomi dengan pantang makan dikarenakan sosial ekonomi bukan alasan ibu nifas melakukan pantang makan. Ekonomi keluarga yang rendah memang mendorong ibu nifas untuk melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan nutrisnya tetapi pada penelitian ini bukan sosial ekonomi penyebabnya tetapi karena faktor lain yaitu pendidikan, pengetahuan dan sosial budaya.

F.     Keterbatasan Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini penulis menyadari masih banyak keterbatasan diantaranya variabel yang diteliti mungkin kurang mewakili dari variabel yang seharusnya diteliti. Penelitian ini membahas 4 faktor risiko yang diduga berhubungan dengan pantang makan yaitu pendidikan, pengetahuan, sosial budaya dan sosial ekonomi, sedangkan secara teori masih banyak faktor lain yang dapat menyebabkan kejadian pantang makan seperti pengalaman, pekerjaan, peran keluarga, usia dan tidak tersedianya fasilitas kesehatan. Selain itu keterbatasan dalam penelitian ini adalah penulis hanya memiliki 40 responden karena keterbatasan waktu penelitian.

 

Kesimpulan

Responden yang melakukan pantang makan sebanyak 75%, responden dengan pendidikan rendah dan menengah sebanyak 45%, responden dengan pengetahuan baik sebanyak 50%, responden yang mengikuti sosial budaya pantang makan sebanyak 70% dan responden dengan sosial ekonomi kelas bawah sebanyak 80%. Dari 4 variabel 3 variabel yaitu pendidikan, pengetahuan dan sosial budaya berhubungan dengan pantang makan dengan nilai P < 0,05 dan 1 variabel yaitu sosial ekonomi tidak berhubungan dengan pantang makan dengan nilai P > 0,05. Pendidikan merupakan faktor resiko dominan yang berhubungan dengan pantang makan.

 


 

BIBLIOGRAFI

 

Arikunto, S.� (2006). Prosedur Penelitian:� Sebuah Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

 

Ayu, Putri & Rubiati, Hipni. (2020). Pengetahuan Pantang Makan Pada Ibu Post Partum Di Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan, Jurnal Kebidanan Bestari, 2 (1).

 

Budiman & Riyanto A. (2013). Kapita Selekta Kuisioner Pengetahuan Dan Sikap Dalam Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika pp 66-69.

 

Darmawan, Darwis. (2016). Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap Pelestarian Lingkungan Dengan Perilaku Wisatawan Dalam Menjaga Kebersihan Lingkungan, Jurnal Geografi 4 (1).

 

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. (2015). Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Tahun 2015.

 

Dinkes Jabar. (2017). Angka Kematian Ibu Di Provinsi Jawa Barat.

 

Diyan I. (2014). Buku Ajar Keperawatan Materninitas. Yogyakarta: Ar-Ruzz Medika.

 

Febrianto, I.D., & Cerika, R. (2014). Medikora FIK UNY, 8 (1).

 

Friedman M. (2013). Keperawatan Keluarga Teori dan Praktik. Jakarta: EGC.

 

Iskandar. (2010). Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan Kualitatif). Jakarta: Gaung Persada Press

 

Iqbal, W. M., Nurul, C.,Iga, M. (2012). Ilmu sosial budaya dasar kebidanan. Jakarta: EGC.

 

Juwita, Cut Mawar & Raudhatun Nuzul, Z.A. (2017). Faktor � Faktor Yang Berhubungan Dengan Pantang Makan Selama Masa Nifas Di Desa Tibang Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh, Journal of Healthcare Technology and Medicine, 3 (2).

 

Kemenkes RI. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. Jakarta: Kemenkes RI.

 

___________. (2013). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 Tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional. Jakarta: Kemenkes RI.

 

Mandasari, A., Rina, F., & Agus, P. (2020). Budaya Dan Keyakinan Pantang Makan Terhadap Proses Penyembuhan Luka Episiotomy, Jurnal kesehatan pertiwi politeknik kesehatan bhakti pertiwi husada, 2 (2) tahun 2020.

 

Marcelina, R. F., & Nisa, F. (2018). Hubungan Antara Pantang Makanan Dengan Penyembuhan Luka Perineum Di Ruang Mawar RSI Jemursari Surabaya. The Indonesian Journal of Health Science, 10(2), 101�109.�

 

Notoatmodjo, Soekidjo. (2013).� Ilmu Kesehatan Masyarakat.� Cetakan pertama. Jakarta: Rineka Cipta.

 

Notoatmodjo, S. (2012). Metodelogi Peneltian Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta

 

Nursalam. 2011. Konsep Dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan, Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

 

Paath E, Rumdasih Y. & Heryati. (2005). Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC.

 

Pengaruh Pendidikan Kesehatan Nutrisi Pada Tingkat Pengetahuan Ibu Post Partum. (2020). An-Nadaa: Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7 (1) 27-33.

 

Rafsanjani, T.M. (2018). Pengaruh Individu, Dukungan Keluarga dan Sosial Budaya terhadap Konsumsi Makanan Ibu Muda Menyusui (Studi kasus di Desa Sofyan Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeuleu). Action: Aceh Nurtition Journal, 3(2), 124.

 

Rejeki, Sri., & Bagus, RM. (2012). Tingkat Nyeri Persalinan Melalui Therapi Alat Mekanik Manual Penekan Regio Sakralis Pada Persalinan Kala I.

 

Roflin, E., Lukman W., Pariyana, & Iche, A.L. (2017). Determinan Kepatuhan Berobat Pasien Hipertensi Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat I, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan,1 (1).

 

Salat, S. Y. S & Fitriah. Karskteristik Ibu Nifas Yang Berprilaku Pantang Makanan di Desa Rubaru Kecamatan Rubaru Kabupaten Sumenep. Jurnal Kesehatan Wiraraja Medika.

 

Sari, M.M., Nia, N., & Eny D.M. (2018). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Ibu Hamil Dalam Melakukan Pmeriksaan Kehamilan Di Puskesman Cibungbulang Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat TAHUN 2018, PROMOTOR Jurnal Mahasiswa Kesehatan Masyarakat, 1 (2).

 

Sari Ratna Sitti, dkk. (2019). Hubungan Pengetahuan, Sikap dan tingkat pendidikan dengan pola konsumsi makanan ibu nifas di wilayah kerja puskesmas alak kota kupang, Jurnal Pazih, 8 (1), 948.

 

Sri, M., & Hasballah. (2017). Faktor Budaya Dalam Perawatan Ibu Nifas, Jurnal Ilmu Keperawatan 5:1.

 

Sugesti, Retno & Siti Mustohiroh. (2018). Hubungan Pengetahuan, Peran Keluarga, Lingkungan Dan Dukungan Tenaga Kesehatan Terhadap Perawatan Tali Pusat, 8 (4).

 

Susilawati & Karson. (2019). Identification Of The Puerperium Infection Characteristics, Jurnal Kebidanan, 9 (2): 153 � 159.

 

Tetti, Solehati dkk. (2020). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Nutrisi Pada Tingkat Pengetahuan Ibu Post Partum, Jurnal Kesehatan Masyarakat. 7 (1) 27-33.

 

Winatasari, Diah & Ana Mufidaturrosida. Hubungan Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Asupan Nutrisi Protein Dengan Produksi ASI, Jurnal Kebidanan, 12 (02), 129 � 266.

 

World Health Organization. (2017). World Health Statistics.

 

World Health Organization. (2015). WHO statistical profile, Ctry. Stat. Glob. Heal. Estim.

 

Wulandari, R. (2016). Nutrisi Ibu Post Partum, Journal of Health Education, 1(1) : 85�90.

 

Copyright holder:

Masluroh, Evi Puspitasari (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: