Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 5, Mei 2022
PENGEMBANGAN E-LEARNING INTERAKTIF BERBASIS LMS DAN
SCORM
Dwijoko Purbohadi
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Asyncronous e-learning adalah
model yang paling sering digunakan
di Indonseia. Unsur penting dalam e-learning adalah teknologi, konten, dan metode. Pada umumnya guru menggunakan konten berbentuk dokumen, gambar, atau video. Konten-konten tersebut bersifat pasif karena siswa
hanya membaca, melihat, dan mendengarkan. Model konten pasif seperti
ini kurang memberikan pengalaman belajar. Salah satu cara untuk meningkatkan
pengalaman belajar adalah menggunakan konten yang bersifat interaktif. Mengembangkan konten interaktif membutuhkan pendekatan teknologi dan cara yang tepat. Penelitian ini memaparkan sebuah model pengembangan
e-learning yang bersifat interaktif
berbasis Learning Management System (LMS) dan
Shareable Object Reference Model (SCORM).
Kata Kunci: interaktif, e-learning, LMS, SCORM
Abstract
Asynchronous e-learning is the most frequently used model in Indonesia.
The essential elements in e-learning are technology, content, and methods. In
general, teachers use content in documents, images, or videos. These contents
are passive because students only read, see, and listen. This passive content
model does not provide a learning experience. One way to enhance the learning
experience is to use interactive content. Developing interactive content
requires a technological approach and the right way. This paper describes an
interactive e-learning development model based on the Learning Management
System (LMS) and Shareable Object Reference Model (SCORM).
Keywords: interactive, e-learning, LMS, SCORM
Pendahuluan
Penerapan sistem belajar jarak jauh menggunakan teknologi informasi dalam rangka mengurangi penyebaran virus Covid-19 telah memberikan dampak unik bagi masyarakat, khususnya guru dan siswa, baik dampak positif maupun negatif. Guru, siswa, dan sekolah secara mendadak harus menjalankan pembelajaran online, dan tentu saja tanpa persiapan yang baik (Padmo and Ardiasih 2020). Salah satu dampak positif yang mudah kita amati adalah bahwa selama pandemi siswa benar-benar dituntut mampu belajar mandiri; selama ini siswa terbiasa tatap muka di sekolah, akibatnya mayoritas siswa merasa bosan dengan sistem online (Irawan, Dwisona, and Lestari 2020). Meskipun tidak ada interaksi langsung dengan guru dan rasa bosan, namun mayoritas siswa tetap menjalankan tugas dengan baik (Thomas 2020). Tanpa kita sadari, hal ini telah membentuk sebuah model belajar online yang berangsur-angsur menjadi sebuah model belajar yang berpusat pada siswa (sistem aktif). Pengalaman seperti ini dapat dioptimalkan untuk membuat inovasi pembelajaran yang lebih menarik, salah satunya untuk membuat modul e-learning yang bersifat interaktif (Yordanova et al. 2015). Dari hasil survei yang telah dilakukan sebelumnya, diketahui bahwa dampak pembelajaran online sangat bervariasi (Hadi Warsito, Evi Winingsih, Denok Setiawati 2019). Sebagian survei menunjukkan pembelajaran online efektif dan menjadi alternatif pembelajaran ke depan (Abidah et al. 2020). Salah satu hasil survei menunjukkan mayoritas guru menghendaki pasca Covid-19 pembelajaran dapat kembali ke sistem tatap muka (Putri et al. 2020). Para guru berpendapat bahwa sistem online tidak optimal. Melihat kondisi seperti ini pengembangan sistem e-learning yang lebih menarik menjadi semakin penting supaya momen belajar online tidak banyak ditinggalkan.
Dalam teknologi
pendidikan, istilah �interaktif� mengacu pada konten responsif yang mendorong siswa lebih atraktif (Alenezi and Shahi 2015).
Model pembelajaran interaktif
lebih efektif dan efisien (Pradono, Astriani, and Moniaga 2013).
Pembelajaran online interaktif
tidak bersifat satu arah seperti
membaca, mendengarkan, dan menonton konten statis. Sistem interaktif berbeda dengan sistem pasif yang hanya menunggu informasi kemudian mencernanya. Konten interaktif akan menanggapi masukan siswa, seperti perkataan, gerakan, atau sentuhan. Bentuk dari konten
interaktif ini adalah video game, simulasi
high-fidelity, tutorial imersif, kumpulan masalah, dan dialog. Dengan adanya konten
interaktif ini diharapkan dapat mengatur respon sesuai dengan perkembangan
belajar siswa. Peralatan input dalam konten interaktif melibatkan seperti keyboard,
layar sentuh, mikrophone, sensor, atau peralatan elektonik lainnya. Sedangkan untuk peralatan output, konten interaktif juga melibatkan, seperti layar, speaker, motor, lampu, atau peralatan elektronik lain.
Ada dua model e-learning, yaitu sinkron dan asinkron. Peralatan pendukung dua model ini berbeda, model sinkron mayoritas menggunakan video conference dan model asinkron menggunakan sistem pengelolaan belajar. Penggunaan sistem pengelolaan belajar adalah untuk pengelolaan siswa, penyebaran konten, administrasi, asesmen, penilaian, dan komunikasi.� Konten e-learning untuk model sinkron atau asinkron lebih banyak untuk mendukung kegiatan yang bersifat pasif. Meskipun e-learning asinkron sangat mendorong kegiatan yang berpusat pada siswa, tetapi pada hakekatnya kegiatan belajarnya tetap bersifat pasif. Siswa lebih banyak menjadi penonton, pembaca, dan penjawab. Saat belajar sistem e-learning hanya menyediakan konten yang tidak melibatkan ucapan dan gerak. Berbeda dengan konten pasif, konten interaktif akan melibatkan suara dan gerak. Keunggulan konten interaktif adalah lebih cocok untuk pembelajaran yang membutuhkan keterlibatan siswa, salah satunya pembelajaran yang melibatkan dialog, gerak, dan sentuhan.
Untuk mengembangkan modul interaktif membutuhkan pengetahuan tentang e-learning, multimedia, dan pemrograman. Guru memiliki pengetahuan bagaimana memilih materi yang sesuai dan memilih metode yang sesuai, tetapi guru tidak memiliki pengetahuan tentang pemrograman. Programmer memiliki pengetahuan tentang bagaimana membuat konten interaktif, tetapi tidak memiliki pengetahuan bagaimana memimilih materi dan bagaimana cara mengajarkannya. Jadi, untuk mengembangkan konten interaktif harus melibatkan guru dan programmer. Di sisi yang lain, banyak pilihan teknologi, media, dan peralatan pengembangan. Dapat diambil kesimpulan bahwa untuk mengembangkan modul interaktif dibutuhkan sebuah pendekatan. Penelitian ini memaparkan sebuah pendekatan pengembangan modul e-learning yang interaktif supaya mudah disebarluaskan, mudah diintegrasikan, mudah bagi guru untuk mengatur materi, menarik bagi siswa, mudah di akses, dan efektif-efisien.�
Metode Penelitian
Garis besar
pendekatan pengembangan modul interaktif yang digunakan tampak pada gambar 1. Ada beberapa komponen untuk menyusun pendekatan pengembangan modul yang digunakan dalam rancangan ini, yaitu: materi pelajaran,
model pembelajaran interaktif
(melibatkan gerak, sentuhan, dan suara), authoring
tools, halaman web, peranti
input (kamera, layar sentuh, mouse, mikrophone),
dan peranti keluaran (layar, speaker, motor, lampu).� Materi dan model pembelajaran menjadi tugas guru untuk menyusunnya. Sedangkan pembuatan modul pembelajaran menggunakan
authoring tools atau berbentuk
halaman web menjadi tuga programmer atau pengembang konten.
Gambar 1
Model pendekatan pengembangan modul interaktif
Integrasi antara modul pembelajaran
dengan sistem e-learning
dilakukan melalui fitur pengelolaan modul belajar yang ada di dalam ruang
virtual sistem manajemen pembelajaran atau Learning
Management System (LMS). Modul disebarluaskan
oleh LMS dalam bentuk
SCORM atau Shareable Content Object
Reference Model. SCORM berisi konten
dengan banyak variasi, antara lain berbentuk video, game, simulasi,
text, gambar, animasi, atau kombinasinya. Berbeda dengan konten yang disebarluaskan menggunakan halaman pada ruang virtual LMS; konten yang dikemas dalam SCORM dapat ditambahkan HTML object
dan kode JavaScript.
HTML Object dapat berbentuk tombol, link, animasi, halaman web, iframe, dan lain sebagainya.
Object ini dapat dingkatkan fungsinya menggunakan kode JavaScript.
Modul berbentuk SCORM lebih
nyaman jika diakses menggunakan aplikasi dibanding diakses langsung melalui halaman web. Program aplikasi telah banyak tersedia secara gratis, baik yang berbasis desktop (windows/IOS) maupun
yang berbasis mobile (Android/Iphone).
Kami merancang arsitektur integrasi e-learning seperti tampak pada Gambar 2.
Gambar 2
Arsitektur E-Learning Interaktif
Salah satu keunikan arsitektur
ini adalah untuk menyatukan antara materi pembelajaran
dengan sistem database yang
dimiliki oleh LMS. Integrasi ini
melalui web service yang disediakan
oleh LMS menggunakan SCORM Standard 1.2. Integrasi ini sangat berkaitan dengan kebutuhan otomatisasi aktivitas pembelajaran. Semua aktivitas siswa saat menggunakan modul interaktif tercatat dalam database, termasuk skor yang dibutuhkan untuk asesmen atau penilaian.
Integrasi ini menjadi penting karena mengubah model pembelajaran secara fundamental. Keterlibatan
guru atau pengajar dalam administrasi kegiatan belajar berkurang. Peran guru dapat ditingkatkan supaya lebih banyak melakukan
monitoring, evaluasi, dan memberikan
perlakuan belajar secara online atau offline.
�
Hasil dan Pembahasan
Dalam penelitian
ini, ada tiga jenis pembelajaran
yang digunakan untuk mengembangkan e-learning interaktif,
yaitu ucapan, gerak, dan sentuhan. Materi pembelajaran e-learning
yang melibatkan ucapan antara lain: pronunciation, speaking, conversation,
dan lain sebagainya. Pembelajaran
yang melibatkan gerak antara lain: materi kecerdasan buatan (face detector,
pose detector, dan hand detector), materi
kesehatan, olahraga, fisika dinamis, dan lain sebagainya. Sedangkan materi pembelajaran yang melibatkan sentuhan antara lain: simulasi, metaverse,
game, dan lain sebagainya. Tabel
1 memperlihatkan tiga jenis model melibatkan gerak, modul yang dapat dikembangkan, dan teknologi yang digunakan. �
Tabel 1
Model Pembelajaran,
Modul, Dan Teknologi Yang Digunakan
Model pembelajaran |
Modul |
Teknologi/komponen |
Melibatkan gerak |
Kecerdasan buatan (pose detector, hand pose, face dectection) |
ml5.js,
p5.js |
Melibatkan suara |
Pronunciation, speaking, conversation |
p5.js,
speech recognition, sound, sound sythensizer. |
Melibatkan sentuhan |
Metaverse |
Youtube API |
Kami telah mengembangkan dan menguji model pembelajaran yang melibatkan gerak sebagai bagian
dari kecerdasan buatan. Modul e-learning yang mengandung
kecerdasan buatan seperti ini merupakan
masa depan e-learning (U�ar, M.U.; �zdemir 2022).
Kami telah mengembangkan
dan menguji beberapa modul yaitu pose detector atau detektsi pose tubuh manusia. Gambar 3 memperlihatkan salah satu tampilan pose detector. Modul ini
berisi pengenalan konsep pose detector untuk
mendeteksi gaya tubuh dan tangan. Siswa diberi memilih
jumlah deteksi orang yang berdansa dalam sebuah video. Siswa juga bisa melihat pose tanpa video. Modul juga menyediakan
fasilitas deteksi pose tangan. Dalam bagian
ini siswa dapat melakukan praktik untuk memahami
konsep bagaimana mesin melakukan proses belajar mengenal pose tangan. Secara aktif siswa memotret
berbagai posisi dan bentuk pose tangan, kemudian memerintahkan mesin untuk belajar
kumpulan pose tersebut, dan
menguji hasilnya. Sisi lain
yang dapat diperoleh dari pengembangan modul ini adalah
untuk memperkenalkan bahwa teknologi deteksi pose sangat penting untuk industri di masa yang akan datang (Song et al. 2021).
Mesin dapat membedakan pose tangan mengepal atau melambai.
Model-model pengenalan konsep
kecerdasan buatan seperti dalam penelitian
ini merupakan salah satu materi penting
bagi pendidikan anak di masa yang akan datang (Sakulkueakulsuk et al. 2019).
Gambar
3
Salah Satu
Tampilan Pose Detector
Modul ini melibatkan html object seperti iframe dan tombol. Modul ini juga melibatkan JavaScript
library seperti p5.js dan ml5.js. Pustaka p5.js merupakan unsur utama dalam pemrograman
grafis. p5.js adalah interpretasi baru Pemrosesan yang ditulis dalam JavaScript yang memudahkan
untuk berinteraksi dengan objek HTML5, termasuk teks, input, video, webcam,
dan suara. Menggunakan pustaka ini secara
teknis mempermudah dan mempercepat pembuatan sebuah modul. Pustaka ml5.js merupakan antarmuka untuk menggunakan TensorFlow.js. Kombinasi ini penting
untuk mengembangkan modul-modul e-learning yang berbasis
pada kecerdasan buatan.
TensorFlow.js adalah pustaka
yang berperan dalam menjalankan algoritma kecerdasan buatan, memory
management, dan mempercepat proses matematis GPU (Graphical Processing Unit) (Abadi et al. 2016).
Modul interaktif lain yang telah kami kembangkan untuk pelajaran pengucapan kata atau kalimat. Model pembelajaran yang banyak melibatkan ucapan adalah English pronunciation. Saat ini, English pronunciation telah berkembang menjadi ilmu tersendiri. English pronunciation adalah ilmu yang mempelajari teknik/tatacara melafalkan kosakata bahasa Inggris, salah satu materi pembelajaran yang lebih kompleks dibanding pembelajaran tata bahasa (grammar) atau perbendaharaan kata (vocabularies). Dalam pembelajaran Bahasa Inggris, pronunciation sangat penting dipelajari siswa (Gilakjani 2012), terutama pada kata atau kalimat yang sulit diucapkan dengan benar. Siswa yang menguasai grammar belum tentu fasih berbicara (Kusumawardani and Mardiyani 2018). Jika seseorang siswa memiliki pelafalan yang baik maka dia telah berhasil menguasai bagian terpenting;�� siswa tersebut memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik pula karena lebih mudah dimengerti oleh lawan bicara (Bakar, Ridhuan, and Lim 2018). Bentuk pembelajaran yang melibatkan pengucapan seperti ini lebih efektif jika menggunakan bantuan teknologi (Yan, Lin, and Liu 2018). Gambar 4 memperlihatkan salah satu tampilan dari modul pembelajaran pronunciation. Alasan lain kami mengambil pembelajaran pronunciation adalah karena belum banyak yang menerapkan teknologi (Zein et al. 2020). Padahal pembelajaran pronunciation membutuhkan teknologi.
Gambar
4
Tampilan
Halaman Latihan Pronunciation
Salah satu kendala yang kami alami saat mengembangkan modul ini adalah dari sisi aplikasi untuk mengakses modul. Pembelajaran pronunciation melibatkan pengubah suara menjadi teks dan sebaliknya. Pengubah suara ke teks (speech recognition) tidak dikenali oleh aplikasi yang berbasis elektron karena faktor keamanan, sehingga kami membuat halaman web untuk berlatih pengucapan, cara ini lebih mudah dan praktis (Purbohadi et al. 2021). Web latihan pengucapan dibuat menggunakan HTML 5 dan Javascript. Halaman web ini diletakkan dalam direktori utama Moodle agar mudah diakses. Fungsi utamanya adalah sebagai tempat berlatih pengucapan dan mengirim skor latihan sementara dengan memanfaatkan LMS database.�
Dalam pengembangan ini, kami telah melakukan pengujian awal dalam bentuk pengujian tampilan modul interaktif. Pengujian ini penting untuk pengujian-pengujian selanjutnya seperti keterlaksanaan dan efektivitas pembelajaran. Tampilan yang buruk sangat berpengaruh terhadap ketertarikan dan motivasi siswa (Kahu and Nelson 2018). Pengukuran tampilan menggunakan sistem skala usability atau System Usability Scale (SUS). Alat ukur ini berbentuk kuesioner yang dapat digunakan untuk mengukur usability sistem komputer menurut sudut pandang subyektif pengguna. Dikembangkan oleh John Brooke pada tahun 1986 dan hingga sekarang masih digunakan karena pratkis, mudah, hasilnya berupa skor 0�100, tidak membutuhkan perhitungan yang rumit, dan telah tersebar luas secara bebas. Selain itu, yang terpenting adalah SUS terbukti valid dan reliable, walau dengan jumlah responden terbatas (H.N, Nugroho, and Ferdiana 2015).
Kami melakukan pengujian dan perbaikan. Dari pengujian pertama dengan jumlah responden
33 siswa sekolah dasar, modul detektor
gerak diperoleh skor usability 72.5 atau masuk dalam kategori
bagus. Langkah berikutnya
yang kami lakukan adalah mencoba melakukan perbaikan sesuai dengan item pernyataan yang bernilai kurang. Sistem dianggap kurang pada sisi konsistensi. Setelah perbaikan, kami melakukan lagi pengukuran. Hasilnya skor usability naik menjadi 77.5 atau pada kriteria bagus. Langkah yang sama kami lakukan untuk menguji tampilan
modul pembelajaran pronunciation.
Modul diuji dengan jumlah responden 83 siswa sekolah menengah
kejuruan. Dari pengujian modul ini kami memperoleh skor akhir yang sama, yaitu 77.5. Meskipun dua modul tersebut
masih belum masuk kategori bagus sekali namun
sistem kami anggap sudah sudah bisa
digunakan untuk pengujian pada tahap implementasi. Khusus untuk modul interaktif
yang melibatkan sentuhan masih dalam tahap
pengembangan. Kami mengembangkan
modul metaverse dan disebarluaskan
melalui YouTube. Secara teknis dapat bekerja
dengan sempurna dengan memanfaatkan YouTube API. Namun kami belum melakukan pengujian tampilan karena belum menemukan bentuk kolaborasi pengembangan antara guru dan programmer.
Selain itu, metaverse masih asing bagi
kebanyakan guru yang kami temui.
Kesimpulan
Dalam rancangan
ini, ada tiga pendekatan penting dalam pengembangan
modul e-learning interaktif.
Pertama, dalam proses produksi guru memiliki peran menyiapkan materi. Bagaimana mengolah materi menjadi modul interaktif
menjadi tanggung jawab programmer. Komunikasi antar guru dan programmer sangat penting
untuk menghasilkan sebuah modul yang efektif dan efisien. Kedua, teknologi yang digunakan menggunakan sumber daya yang bersifat open source, terkini,
dan praktis. Kami melibatkan
authoring tools untuk menghasilkan
modul menggunakan standar SCORM untuk mempercepat proses produksi. Kami
menggunakan pustaka pemrograman kreatif untuk memudahkan pembuatan dari sisi pemrograman, termasuk dalam pembuatan modul-modul kecerdasan buatan. Ketiga, kami menggunakan pendekatan integrasi teknologi, konten, dan metode pembelajaran. Integrasi ini penting untuk
menghasilkan sebuah sistem pembelajaran yang sederhana dari sisi administrasi namun sangat teliti dalam proses untuk mencapai tujuan pembelajaran. Hasil integrasi LMS
dan modul interaktif adalah sangat mempermudah kegiatan belajar siswa dan memperbanyak kegiatan guru dalam mendampingi belajar. Model seperti ini sangat potensial untuk membentuk sistem pembelajaran campuran yang efektif dan efisien.
Abadi, Mart�n, Paul Barham, Jianmin Chen, Zhifeng
Chen, Andy Davis, Jeffrey Dean, Matthieu Devin, Sanjay Ghemawat, Geoffrey
Irving, Michael Isard, Manjunath Kudlur, Josh Levenberg, Rajat Monga, Sherry
Moore, Derek G. Murray, Benoit Steiner, Paul Tucker, Vijay Vasudevan, Pete
Warden, Martin Wicke, Yuan Yu, and Xiaoqiang Zheng. 2016. �TensorFlow: A System
for Large-Scale Machine Learning.� Proceedings of the 12th USENIX Symposium
on Operating Systems Design and Implementation, OSDI 2016 (June
2021):265�83. Google Scholar
Abidah, Azmil, Hasan Nuurul Hidaayatullaah,
Roy Martin Simamora, Daliana Fehabutar, and Lely Mutakinati. 2020. �The Impact
of Covid-19 to Indonesian Education and Its Relation to the Philosophy of
�Merdeka Belajar.�� Studies in Philosophy of Science and Education
1(1):38�49. Google Scholar
Alenezi, Ahmed Maajoon, and Krishna Kirti
Shahi. 2015. �Interactive E-Learning through Second Life with Blackboard
Technology.� Procedia - Social and Behavioral Sciences 176:891�97. Google Scholar
Bakar, Zulqarnain Abu, Muhammad Ridhuan,
and Tony Lim. 2018. �Importance of Correct Pronunciation in Spoken
English : Dimension of Second Language Learners � Perspective Social
Sciences & Humanities Importance of Correct Pronunciation in Spoken
English : Dimension of Second Language Learners � Perspective.� 23(August
2015):143�58. Google Scholar
Gilakjani, Abbas Pourhosein. 2012. �The
Significance of Pronunciation in English Language Teaching.� English
Language Teaching 5(4):96�107. Google Scholar
H.N, Ika Aprilia, Paulus Insap Nugroho, and
Ridi Ferdiana. 2015. �Pengujian Usability Website Menggunakan System Usability
Scale.� Jurnal Iptekkom : Jurnal Ilmu Pengetahuan & Teknologi
Informasi 17(1):31. Google Scholar
Hadi Warsito, Evi Winingsih, Denok
Setiawati, Najlatun Naqiyah. 2019. �Pembelajaran Online Pasca Pandemi Covid 19:
Identifikasi Masalah Pembelajaran Daring.� Journal of Chemical Information
and Modeling 53(9):1689�99. Google Scholar
Irawan, Andi Wahyu, Dwisona Dwisona, and Mardi
Lestari. 2020. �Psychological Impacts of Students On Online Learning During The
Pandemic Covid-19.� Konseli : Jurnal Bimbingan Dan Konseling
(E-Journal) 7(1):53�60. Google Scholar
Kahu, Ella R., and Karen Nelson. 2018.
�Student Engagement in the Educational Interface: Understanding the Mechanisms
of Student Success.� Higher Education Research and Development 37(1):58�71. Google Scholar
Kusumawardani, Siska Anisa, and Endah
Mardiyani. 2018. �The Correlation Between English Grammar.� Profesional
Journal of English Education 1(6):724�33. Google Scholar
Padmo, Dewi, and Lidwina Sri Ardiasih.
2020. �The Impact Of Covid19 On The International Education System.� The
Impact Of Covid19 On The International Education System (November). Google Scholar
Pradono, Satrio, Maria Seraphina Astriani,
and Jurike Moniaga. 2013. �A Method for Interactive Learning.� CommIT
(Communication and Information Technology) Journal 7(2):46. Google Scholar
Purbohadi, Dwijoko, Silvia Afriani, Nicko
Rachmanio, and Arlina Dewi. 2021. �Developing Medical Virtual Teaching
Assistant Based on Speech Recognition Technology.� International Journal of
Online and Biomedical Engineering 17(4):107�20. Google Scholar
Putri, Ratna Setyowati, Agus Purwanto, Rudy
Pramono, Masduki Asbari, Laksmi Mayesti Wijayanti, and Choi Chi Hyun. 2020.
�Impact of the COVID-19 Pandemic on Online Home Learning: An Explorative Study
of Primary Schools in Indonesia.� International Journal of Advanced Science
and Technology 29(5):4809�18. Google Scholar
Sakulkueakulsuk, Bawornsak, Sivada Witoon,
Potiwat Ngarmkajornwiwat, Pornpen Pataranutapom, Werasak Surareungchai, Pat
Pataranutaporn, and Pakpoom Subsoontorn. 2019. �Kids Making AI: Integrating
Machine Learning, Gamification, and Social Context in STEM Education.� Proceedings
of 2018 IEEE International Conference on Teaching, Assessment, and Learning for
Engineering, TALE 2018 (December):1005�10. Google Scholar
Song, Liangchen, Gang Yu, Junsong Yuan, and
Zicheng Liu. 2021. �Human Pose Estimation and Its Application to Action Recognition:
A Survey.� Journal of Visual Communication and Image Representation 76. Google Scholar
Thomas, Sannet. 2020. �Positive Impact of
E-Learning During Covid-19 Pandemic Among.� (November).
Google Scholar
U�ar, M.U.; �zdemir, E. Recognizing. 2022.
�Recognizing Students and Detecting Student Engagement with Real-Time Image
Processing.� Google Scholar
Yan, Hengbin, Jiexuan Lin, and Ying Liu.
2018. �EFL Pronunciation Training With Computer-Assisted Adaptive Peer Review.�
English Language Teaching 11(11):74. Google Scholar
Yordanova, Lina, Nadezhda Angelova,
Gabriela Kiryakova, Angelova Nadezhda, and Gabriela Kiryakova. 2015.
�Interactive Models of E-Learning for Active Learning.� Journal of the Faculty
of Technics and Technologies 3(4). Google Scholar
Zein, Subhan, Didi Sukyadi, Fuad Abdul
Hamied, and Nenden Sri Lengkanawati. 2020. �English Language Education in
Indonesia: A Review of Research (2011-2019).� Language Teaching
53(4):491�523. Google Scholar
�����������
Copyright holder: Dwijoko Purbohadi
(2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed
under: |