Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 5, Mei 2022
LITERATUR
REVIEW: PENGARUH DIALECTICAL BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENGATASI GANGGUAN ABNORMAL
PADA REMAJA
Devi Anggraini,
Devi Fitriana, Farah Syaharani,
Nazila Syifa Thohiroh, Simar
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Jambi, Indonesia
Email: [email protected],
[email protected], [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Perilaku abnormal adalah kondisi emosional seseorang yang mengalami kecemasan dan depresi yang tidak sesuai dengan situasinya.
Tujuan dari literature
review ini adalah untuk menganalisis tentang pengaruh Dialectical Behavior Therapy untuk mengatasi gangguan abnormal pada remaja. Penulis menggunakan beberapa pendekatan studi literature
review dari beberapa
database, yaitu, Google scholar, e-resources, dan Perpustakaan nasional republik indonesia, antara lain, EBSCO, PubMed, dan Springer Link. Analisis literature review ini terdiri dari 20 jurnal, yang memuat tentang pengaruh Dialectical Behavior Therapy terhadap beberapa permasalahan seperti, penerapan DBT untuk mengatasi postraumatic strees disorder, gangguan makan, gangguan bipolar pada remaja, pemulihan terhadap trauma KDRT,
dan beberapa penerapan Dbt pada bidang-bidang yang lainnya. Berdasarkan literature
review ini bahwa,
Dialectical Behavior Therapy bisa
diterapkan pada gangguan
abnormal, karena efektif
dan berpotensi untuk mengurangi abnormalitas yang dialami remaja.
Kata
Kunci: Dialectical Behavior
Therapy, Gangguan Abnormal.
Pendahuluan
Remaja mencangkup arti kematangan
mental, emosional, sosial
dan fisik. Sri Rumini (dalam Indriyani dan Asmuji, 2014) mengartikan masa remaja sebagai masa peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek atau fungsi
untuk memasuki masa dewasa. Selain kematangan fisik dan seksual, remaja juga mengalami tahapan menuju kemandirian sosial dan ekonomi, membangun identitas, akuisisi kemampuan (skill) untuk kehidupan masa dewasa serta kemampuan
bernegosiasi (abstract reasoning) (WHO, 2015). Menurut World Health Organization (WHO) remaja
adalah penduduk yang memiliki rentang usia 10-19 tahun, di dalam Peraturan Menteri Kesehatan
RI Nomor 25 tahun 2014 remaja adalah penduduk
dengan rentang usia 10-18 tahun. Pesatnya perkembangan teknologi �membawa perubahan dan pergeseran nilai yang drastis sehingga menjadi penyebab meningkatnya abnormalitas dalam masyarakat.
Chaplin
(1981) mengatakan bahwa
abnormal adalah berbeda atau sangat menyimpang dari kenormalan. Istilah abnormal ini sering mengandung konotasi yang kuat tentang suatu hal
yang bersifat patologis. Namun, beberapa pihak mengatakan bahwa batas antara
normal dan abnormal ini sangat subyektif
karena dipengaruhi oleh
kultur dan nilai. Meskipun demikian, batasan tersebut dapat diambil berdasarkan kultur dan nilai yang bersifat universal.
Perilaku
abnormal saat ini sudah tidak hanya
dilakukan oleh generasi dewasa. Namun, sudah bergeser dan banyak dilakukan oleh remaja dan anakanak. Hal ini dibuktikan pada data statistika yang menunjukkan meningkatnya angka kasus kriminalitas oleh remaja tiap tahunnya
menurut data badan pusat statistik Indonesia. Data tersebut
menunjukkan peningkatan dari segi kuantitas
dari tahun 2007 yang tercatat sekitar 3100 orang remaja yang terlibat dalam kasus kriminalitas,
serta pada tahun 2008 dan
2009 yang meningkat menjadi
3.300 dan sekitar 4.200 remaja.
Tidak hanya dari segi kuantitas,
laporan badan pusat statistik juga menjelaskan bahwa tindak kriminalitas
yang dilakukan oleh remaja
juga meningkat secara kualitas. Dimana kenakalan yang dilakukan remaja pada awalnya hanya berupa
perilaku tawuran atau perkelahian antar teman, dan sekarang berkembang sebagai tindak kriminalitas seperti pencurian, pemerkosaan, penggunaan narkoba hingga pembunuhan (Badan Pusat
Statistik
Indonesia, 2010). Salah satu penanganan
untuk abnormalitas remaja adalah dengan
terapi yang bertujuan untuk kemampuan dalam memecahkan masalah. Terapi yang bisa digunakan untuk abnormalitas adalah DBT (Dialectical Behavior
Therapy).�
�Dialectical Behavior
Therapy (DBT) ini adalah terapi psiko yang sangat efektif yang membantu terapis membantu pasien mereka menemukan
jalan keluar dari labirin perilaku
merusak diri mereka sebelumnya. Marsha Linehan
pertama kali mengembangkan
DBT tiga dekade lalu, dan sejak saat itu telah
memberikan panduan yang
sangat dibutuhkan bagi para
dokter dan menyambut harapan bagi pasien
dan keluarga mereka. DBT adalah pengobatan berbasis bukti yang luar biasa yang digunakan secara luas di seluruh dunia.
Tetapi
DBT memiliki satu masalah serius-membutuhkan banyak pelatihan untuk terapis dan banyak komitmen, waktu, dan usaha untuk pasien. Paket
DBT lengkap tidak praktis untuk banyak
situasi kiinis.
�Pendekatan ini akan berguna
bagi semua orang yang bekerja dengan pasien perbatasan - mereka yang berpengalaman dalam DBT akan menemukan banyak mutiara; mereka yang tidak memiliki pelatihan DBT sebelumnya akan menemukan perangkat yang lengkap. Dalam praktik klinis,
DBT telah diperluas untuk digunakan pada individu yang memiliki berbagai kesulitan dengan regulasi emosi.
Kelebihan
DBT adalah bahwa, melalui strukturnya, ia menyediakan peta jalan bagi
dokter (dan pasien mereka) untuk menavigasi
jalan menuju peningkatan kehidupan pasien multi-masalah dengan pola hidup
yang kacau, didorong oleh krisis, dan sering merusak diri sendiri.
Struktur DBT memfokuskan terapis dan pasien pada masalah penting yang harus ditangani (misalnya, perilaku bunuh diri dan melukai diri sendiri),
membantu mereka tetap pada jalurnya, dan mencegah jalan memutar yang dapat dengan mudah diambil
ketika pasien memiliki kehidupan yang didorong oleh krisis. Peta jalan ini membuat
pasangan terapeutik bergerak menuju tujuan yang disepakati bersama.
Komponen dasar DBT meliputi psikoterapi individu (dilakukan dengan cara yang cukup terstruktur); pelatihan keterampilan, yang biasanya berlangsung dalam format jenis seminar mingguan dan selama itu keterampilan
diajarkan untuk membantu individu dengan masalah regulasi emosi yang parah; pembinaan pasien intersesi; dan konsultasi tim dokter untuk memberikan
dukungan kepada sesama terapis dan untuk saling membantu
agar tetap berada di jalur yang benar dalam pekerjaan mereka dengan populasi
multi-masalah ini. Komponen-komponen tersebut dijelaskan kepada pasien pada sesi awal (fase pretreatment)
sehingga persetujuan pasien untuk menjalani
DBT adalah dengan pengetahuan penuh tentang komponen perawatan dan harapan untuk masing-masing komponen tersebut.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah literature review atau kajian kepustakaan. Literature review merupakan suatu penelusuran dan penelitian kepustakaan dengan cara membaca dan menelaah berbagai jurnal, buku, dan berbagai naskah terbitan lainnya yang berkaitan dengan topik penelitian untuk menghasilkan sebuah tulisan yang berkenaan dengan suatu topik atau isu tertentu (Marzali, 2016). �
Literature
review merupakan hasil intepretasi dari literatur yang relevan dan berhubungan dengan topik Dialectical Behavior Therapy (DBT) dan gangguan abnormal dengan pendekatan sistematik. Strategi pencarian bertujuan untuk mencari artikel
atau buku yang sudah diterbitkan. Artikel penelitian yang berisi hasil eksperimen dimana terdapat abstrak, pendahuluan, metode, hasil, dan diskusi. Strategi pencarian artikel menggunakan database Google
Scholar, e-resources Per-pustakaan Nasional Republik Indonesia antara lain
EBSCO, PubMed, dan Springer Link. Referensi dipilih melalui jurnal dan sumber sesuai dengan kriteria
inklusi: batas waktu penerbitan jurnal maksimal 5 tahun sedangkan buku 10 tahun, menggunakan bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa lainnya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Hasil
Dan Pembahasan
Berdasarkan analisis maka literatur
yang digunakan dalam pembuatan literatur
review ini sebanyak 20 sebagai berikut:
No. |
Nama
Author |
Judul Jurnal |
1 |
(Nuryono & Syafitri, 2016) |
Dialectical Behaviral Therapy; Sebagai Upaya Mengatasi Postraumatic Strees Di Sorder Selama Masa Pandemi Covid 19. |
2 |
(Marydhiyanto
& Jusup, 2021) |
Tatalaksana Gangguan
Makan Pada Borderline Personality Disorder. |
3 |
(Widayati et al., 2021) |
Intervensi Pada Remaja
Dengan Gangguan Bipolar |
4 |
(Rashid, 2021) |
Dialectical Behavioral Therapy (DBT) Dan Mindfulness Therapy Dalam Mengurangi Kecanduan Merokok Mahasiswa Malaysia Di Surabaya. |
5 |
(DeCou & Comtois, 2019) |
Dialectical Behavior Therapy Is Effective For
The Treatment Of Suicidal Behavior: A Meta-Analysis |
6 |
(Salamin et al., 2020) |
Compliant Patients With Borderline Personality Disorder Non-Responsive To One-Year
Dialectical Behavior Therapy: Outcomes Of A Second Year |
7 |
(Mehlum et al., 2019) |
Long Term Effectiveness
Of Dialectical Behavior Therapy
Versus Enhanced Usual Care For Adolescents With Self-Harming And Suicidal Behavior |
8 |
(Zalewski et al., 2021) |
Lessons Learned
Conducting Dialectical Behavior Therapy Via Telehealth
In The Age Of Covid-19 |
9 |
(Christina & Irwanto, 2019) |
Peran Pendekatan Konseling Berbasis Terapi Perilaku Dialektik (DBT) Dalam Mendukung Pemulihan Trauma Pada Perempuan Yang Mengalami
Kdrt |
10 |
(Bein, 2014) |
Dialectical Behavior Therapy For Wellness
And Recovery |
11 |
(Wiley & Sons, 2013) |
The Dialectical Behavior Therapy Primer |
12 |
(Harley & Rathbone,
2013) |
Dialectical Behavior Therapy For At-Risk
Adolescents |
13 |
(Mazza, 2016) |
DBT Skills In School |
14 |
(Pederson, 2015) |
Dialectical Behavior Therapy |
15 |
(Fiona & Indianti, 2018) |
Developing Emotion
Regulation Skills By Emotion Regulation Skills
System Training For Children With Mild Intellectual Disability, Jurnal Psikologi Insight,
Universitas Pendidikan Indonesia. |
16 |
(Widha et al., 2021) |
A Review Of Mindfulness Therapy To Improve Psychological Well-Being
During The Covid-19 Pandemic, Proc. Internat. Conf. Sci. Engin.
Yogyakarta. |
17 |
(Syafitri
et al., 2020) |
Studi Kepustakaan
Teori Konseling
�Dialectical Behavior Therapy� |
18 |
(Hidayati
et l., 2021) |
Efek Dialectical Behavior
Therapy Bagi Pasien Dengan Perilaku Kekerasan Dan Resiko Bunuh Diri: Studi
Literatur |
19 |
(Amalia, 2019) |
Penurunan Maladaptif
Coping Melalui Dialectical Behavior
Therapy Untuk Meningkatkan
Psychological Well-Being Pada Remaja Broken Home |
20 |
(Steil et al., 2018) |
Dialectical Behaviour
Therapy For Posttraumatic Stress Disorder Related To
Childhood Sexual Abuse: A Pilot Study In An Outpatient Treatment Setting |
Filosofi DBT
Filosofi DBT bahwa disregulasi emosi adalah masalah mendasar yang mengarah pada disregutasi perilaku membantu praktis untuk tetap tidak
menghakimi dan menerima, Filosofi DBT yang mendorong validasi dan transparansi memungkinkan praktis untuk melibatkan remaja dalam apa
yang akan menjadi kerja keras perubahan,
Perilaku Kelola Rasa Sakit Emosional
Perilaku-perlaku yang begitu
berbahaya dan bermasalah dalam kehidupan remaja dipandang sebagai cara remaja
telah belajar untuk mengelola rasa sakit emosional (Linahan, 1993a). Portaku ini bukan mencari
perhatian atau "manipulatif. Remaja tidak "malas", "tidak
patuh, atau "berlawanan. Baik remaja maupun orang tua tidak bersalah,
dan tidak ada yang
Praktisi yang menggunakan kerangka kerja DBT mengenali dan mengakui rasa sakit, serta emosi
intens yang mengarah pada perilaku berbahaya dan yang membawa klien dan keluarganya ke perawatan. Orang tua dan remaja memahami dengan sangat cepat bahwa jika perilaku
ini telah dipelajari, maka per�aku baru dapat
dipelajar untuk menggantikannya dan DBT akan memberikan cara khusus untuk meningkatkan
kehidupan. Bantuan jelas: harapan menjadi mungkin. Dalam lingkungan yang momvalidasi dan menerima di mana romaja tidak merasa
"buruk atau disalahkan, remaja lebih mampu menerima
umpan balik yang diberikan dan tidak terlalu membela diri pada perlakunya sendiri.
Perawatan Transparan dan Kolaboratif
Praktisi berusaha keras untuk menjelaskan
proses, teori dan struktur perawatan kepada remaja dan keluarganya sehingga transparan, dan melibatkan mereka dalam proses kolaboratif Remaja belajar dari praktial DBT bahwa pekerjaan yang akan mereka lakukan
bersama akan membantunya mencapai tujuan hidupnya sendiri; proses pengembangan tujuan menimbulkan kepercayaan, seperti halnya penjelasan praktial yang berkelanjutan tentang bagaimana setiap keterampilan (dijelaskan secara lebih rinci dalam
bab 4) akan membantunya. Praktisi bahkan mungkin mengungkapkan sendiri penggunaan keterampilannya. Penjelasan tentang alasan menggunakan keterampilan terjadi terus menerus. Pendekatan ini meningkatkan kesediaan remaja untuk terlibat
dalam proses perubahan.
Struktur Perawatan DBT
DBT menuntut agar para praktisi mengajarkan keterampilan dan perilaku baru dengan cara
yang terorganisir dan terstruktur
yang menggerakkan remaja
dan keluarga dari perasaan sengsara menjadi mengembangkan kehidupan yang mereka inginkan (Linehan, 1993), DBT memandu
praktisi untuk menargetkan perilaku simtomatik dengan cara yang strategis dan logis.
Pengembangan Lanjutan
Terapi perilaku dialektik (DBT) adalah metode yang dikembangkan oleh Marsha Linehan dengan
berfokus pada pengalaman
dan penerimaan saat ini. Pada awalnya, DBT ditujukan untuk penderita Borderline Personality Disorder
(BPD) yang memiliki kecenderungan
bunuh diri dan melukai diri sendiri.
Namun belakangan ini, DBT juga efektif untuk membantu tidak hanya pasien
BPD, tetapi juga beberapa masalah psikologis seperti korban kekerasan dalam rumah tangga
yang diliputi emosi negatif. DBT memiliki empat keterampilan dasar dan penting, yaitu: (1) toleransi distres, (2) perhatian penuh, (3) pengaturan emosi, dan (4) efektivitas
interpersonal. Dalam studi ini, kami fokus pada tiga keterampilan yang dapat mereka praktikkan
dalam kehidupan sehari-hari. Dalam perkembangan emosi, anak tunagrahita ringan dapat mengenali
dan mengidentifikasi emosinya
sendiri dan emosi orang
lain (Lindsay, Mitchie, Baty,
Smith & Miller, 1994; Rose & West, 1999). Moore (2001) melaporkan bahwa seseorang dengan disabilitas intelektual dapat membedakan emosi bahagia dari
emosi tidak bahagia seperti orang normal tanpa disabilitas intelektual. Glenn & Cunningham (2002) menyatakan bahwa seseorang dengan disabilitas intelektual memiliki proses regulasi emosi yang lebih lambat dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki disabilitas intelektual. Tingkat perilaku agresif dan bermasalah tinggi di antara anak-anak dengan cacat intelektual (Taylor, 2002).
Perilaku tersebut biasanya berasal dari kegagalan dalam mengatur emosi marah (Black, Cullen, &
Novaco, 1977). Sovner dan
Hurley (1986) juga telah melaporkan
bahwa presentasi gejala pada populasi dengan disabilitas intelektual dipengaruhi oleh kemampuan terbatas untuk menafsirkan keadaan internal, kesulitan dengan bahasa ekspresif
dan reseptif, fleksibilitas
mental yang terbatas, dan penurunan
kontrol perilaku dan kemampuan untuk merencanakan ke depan. Kegagalan dalam mengatur emosi juga terlihat pada perilaku subjek dalam penelitian ini ketika sedang
marah kepada temannya dengan cara memukul berulang
kali, mencubit, dan menjambak
rambutnya.
DBT merupakan terapi yang berfokus pada pengembangan regulasi emosi, menggunakan strategi kognitif dan perilaku, serta mengurangi perilaku maladaptif. DBT memandang regulasi emosi sebagai produk
dukungan dari faktor biologis (kapasitas kognitif) dan lingkungan (peluang dan umpan balik yang diperoleh dalam melakukan regulasi emosi) (Lew, Matta,
Trip-Tebbo, & Watts, 2006; Njardvik,
Matson, & Cherry, 1999). Hal ini juga sejalan dengan teori biososial. Menurut teori biososial
sebagai dasar DBT, biologis, lingkungan, dan interaksinya berperan dalam perilaku seseorang. Keterampilan DBT standar (Linehan, 2015) tidak dirancang khusus untuk individu dengan disabilitas intelektual. Keterampilan DBT standar menggunakan istilah multisuku kata, mnemonik kompleks, bahasa abstrak, dan proses pengajaran modular.
�Kurangnya struktur untuk memfasilitasi integrasi elemen divergen menciptakan hambatan bagi pelajar
yang rentan (Kalyuga, 2011;
Pass & Sweller, 2012; Sweller,
1988, 2010; van Gog, Paas, & Sweller,
2010). Sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan, ada pengembangan pendekatan berbasis informasi DBT. Pendekatan berbasis informasi DBT telah dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan regulasi emosi khususnya penyandang disabilitas intelektual oleh
Brown (2016). Versi informasi
DBT (Sistem Keterampilan Regulasi Emosi) ini mungkin tidak
terlihat seperti DBT karena kata-kata yang dapat dimengerti yang digunakan dalam pelatihan diperlukan untuk memungkinkan pelajar yang rentan mendapatkan akses ke esensi
DBT. Ini adalah pengobatan
yang dirancang untuk populasi yang resistan terhadap pengobatan yang telah diberikan lebih dari satu
diagnosis, sebagian besar untuk populasi BPD dengan risiko bunuh
diri yang tinggi dan penyalahgunaan zat.
Terapi ini merupakan hasil persilangan antara ilmu perilaku, praktik Zen, dan filsafat dialektis. Salah satu prinsip panduan ilmu perilaku yang mendasari DBT adalah pendekatan biososial: pola perilaku disfungsional
dikembangkan oleh anak dalam lingkungan maladaptif untuk bertahan hidup. Saat bayi berkembang,
pola-pola ini diperkuat oleh lingkungan ini dan faktor lingkungan tambahan. Pertanyaannya bukanlah apa yang membuat pola-pola itu berkembang,
tetapi apa yang mempertahankannya (Linehan, 1993a). Pendekatan
biososial tidak mengesampingkan faktor biologis dan genetik sebagai faktor kerentanan untuk pengembangan perilaku maladaptif (Linehan, 1993a).
Penelitian mengenai Dialectical Behavior Therapy (DBT) ini dilakukan oleh Goldstein et al., pada tahun
2015. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa adanya perbandingan hasil intervensi yang diberikan pada remaja kelompok Dialectical Behavior
Therapy (DBT) dan remaja kelompok
treatment as usual (TAU), dimana remaja
yang menerima DBT menunjukkan
gejala depresi yang lebih ringan secara
signifikan selama tindak lanjut dilakukan,
dan hampir tiga kali lebih mungkin untuk
menunjukkan perbaikan dalam kemungkinan terpikirnya ide bunuh diri. Selain itu,
remaja yang menerima DBT
dan tidak menerima TAU, menunjukkan peningkatan atau perbaikan dari pra-ke pasca-perawatan
di gejala-gejala manik dan disregulasi emosional. Intervensi diberikan kepada dua kelompok
percobaan selama satu tahun sesuai
dengan sesi yang diharuskan dari kedua terapi tersebut.
Sesi DBT jauh lebih banyak dibandingkan
TAU. Setelah melewati satu tahun pemberian
intervensi, Dialectical Behavior
Therapy (DBT) dirasa lebih efektif diterapkan pada remaja penderita bipolar dibandingkan treatment as usual (TAU). Teori
konsep yang menjadi kerangka pemikiran pada penelitian ini adalah
Terapi perilaku dialektika (DBT). Linehan, 1993) yang awalnya
dikembangkan untuk orang dewasa dengan gangguan
kepribadian ambang dirasa valid juga untuk pendekatan pengobatan remaja dengan bipolar. Dibandingkan dengan pengobatan komunitas, DBT dikaitkan dengan penurunan perilaku bunuh diri yang lebih besar dan tingkat kepatuhan pengobatan yang lebih tinggi pada orang dewasa yang ingin bunuh diri
dengan gangguan kepribadian ambang (Linehan et
al. 1994, 2006). Sebuah percontohan
studi baru-baru ini meneliti sebuah
kelompok dengan format psikoedukasi. DBT untuk orang dewasa dengan bipolar, hasilnya menunjukkan signifikansi penurunan gejala depresi, dan penurunan kunjungan ruang gawat darurat
serta rawat inap di antara peserta (Van Dijk, Jeffrey & Katz, 2013). Miller and
colleagues (2006) memasukkan modifikasi
model DBT sesuai perkembangan
untuk pengobatan pada remaja yang berniat bunuh diri. Hasil dari beberapa percobaan
semu dan pra / pasca studi mendukung
penurunan gejala depresi dan ide melakukan bunuh diri di antara
remaja yang menerima DBT (untuk review, lihat Klein dan
Miller 2010).
Borderline Personality Disorder (BPD) adalah
masalah kesehatan masyarakat yang serius dan kurang disadari. Ini relatif umum
- hampir 2% dari populasi umum dan lebih dari 20 % pasien rawat jalan
psikiatri memiliki
diagnosis ini. Ini adalah orang-orang yang sangat menderita
bagi diri mereka sendiri dan sering kali menjadi penyebab penderitaan besar bagi orang yang mereka cintai. BPD bisa mahal untuk diobati tetapi bahkan lebih mahal untuk tidak diobati.
Dan itu bisa mematikan-tingkat bunuh diri di BPD adalah 10%.
Berita buruknya adalah bahwa obat-obatan
yang tersedia saat ini hanya membantu
sedikit, atau tidak sama sekali.
Kabar baiknya adalah Dialectical Behavior
Therapy (DBT). Ini adalah terapi psiko yang sangat efektif yang membantu terapis membantu pasien mereka menemukan
jalan keluar dari labirin perilaku
merusak diri mereka sebelumnya. Marsha Linehan
pertama kali mengembangkan
DBT tiga dekade lalu, dan sejak saat itu telah
memberikan panduan yang
sangat dibutuhkan bagi para
dokter dan menyambut harapan bagi pasien
dan keluarga mereka. DBT adalah pengobatan berbasis bukti yang luar biasa yang digunakan secara luas di seluruh dunia.
Dialectic Behavior Therapy dapat memberi dukungan
dengan pola pikir mereka� seperti
membantu mengidentifikasikan
kekuatan diri mereka dan membangunkan diri mereka sehingga
mereka dapat merasakan diri mereka lebih baik
tentang diri atau dirinya dan kehidupan kesehariannya. Perilaku abnormal dapat diubah, karena perilaku itu tidak
dilahirkan dengan sikap pandangan atau pun perasaan tertentu, tetapi perilaku akan terbentuk
sepanjang perkembangan, karena perilaku adalah peranan penting dalam mengubah
persepsi diri. Dengan dialectic behaviour therapy ini
bisa mengubah remaja abnormal dengan berbagai aktivitas, supaya mereka dapat
membina kehidupan yang lebih baik untuk
masa depan mereka Psikologi sosial memandang sikap begitu penting bukan hanya sikap
itu sulit untuk diubah.
Dengan terapi (DBT) bisa membantu untuk
mengubah pola pikir yang negatif ke yang lebih positif
sekirannya mereka dapat mengubah dengan cara yang efektif, didalam terapi mindfulness mempunyai tahapan seperti pemikiran yang emosional, pemikiran yang bijaksana, pemikiran yang memberikan saran, ketiga tahapan ini adalah cara
mengatur pola pikir yang negatif ke pola pikir
yang positif seperti bijak dalam berfikir
untuk mengatur emosional itu ke
pemikiran rasional, setelah adanya rasional didalam benak kognitif mereka, maka mereka
akan berfikir dengan akal atau
pemikiran mereka dengan tidak diiringi
oleh nafsu yang menyebabkan
mereka berfikir negatiif, dan setiap kebijakkan mereka itu akan melahirkan
pola akal yang sehat dengan terapi
Dialectic Behavior Therapy� dan mindfulness Therapy. Langkah terapi (DBT) ini akan lebih efektif
dengan strategi untuk mengubah kehidupan pada masa akan mendatang. Dengan pola pikir
yang sentiasa mendahulukan perubahan dalam diri seseorang akan membuahkan hasil sekirannya mereka mempunyai target yang spesifik, dan bisa memfokuskan waktu dan energy mereka pada sesuatu yang baik.
Dialectical Behavior Therapy dapat digunakan untuk mengatasi masalah-masalah yang dialami oleh
remaja seperti gangguan kepribadian. Perilaku-perilaku abnormal sering
menjadi permasalahan remaja antara lain perasaan cemas yang berlebihan, gangguan mood swing, gangguan stress pasca-trauma (PTSD).
DBT berusaha untuk membantu pasian agar memandang terapis sebagai teman daripada
musuh dalam menangani masalah psikologisnya. Penerapan dbt pada pasien dilakukan dengan membuat klien bisa
menerima dan mengungkapkan perasaan dan perilaku maladaptifnya, dan menunjukkan kepada mereka alternatif
yang lebih baik. DBT berfokus pada perilaku pasien dengan tujuan
untuk mengubah perilaku mereka agar bisa mencapai hidup
yang layak dijalani.
Selama beberapa dekade, DBT (Dialectical Behavioral
Therapy) dinilai sebagai terapi paling efektif untuk individu dengan perilaku bunuh diri dan mencederai diri sendiri. Studi literatur ini� memberikan� gambaran� bahwa� DBT�
(Dialectical� Behavioral
Therapy)� terbukti� efektif kaitannya� dalam� mengatasi� risiko� dan/atau� perilaku� bunuh� diri� serta� mencederai� diri� pada pasien� dewasa� dengan� risiko� bunuh� diri� tinggi,� pasien� dengan� BPD� (Borderline�
Personality Disorder), dan pasien dengan HED (Heavy Episodic Drinking) terapi
yang diberikan bukan hanya ditunjukkan kepada pasien itu
sendiri tetapi juga kepada keluarga yang merawat pasien seperti Psychoeducational dan family-focused therapy dan terapi yang berfokus pada keluarga lebih efektif dan memberikan dampak yang lebih besar dalam menangani
masalah suasana hati pada pasien dengan gangguan abnormal.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil literature
review paparan diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku abnormal tidak hanya dilakukan
oleh orang dewasa saja, tetapi anak-anak dan remaja juga menjadi perhatian yang lebih untuk perilaku abnormal ini.� Banyak permasalahan abnormalitas anak dan remaja yang terjadi karena faktor lingkungan yang tidak ramah, yang banyak menyuguhkan perilaku-perilaku abnormal seperti
agresifitas, membolos, mabuk, narkoba, dan pergaulan bebas. Beberapa daerah sudah menuju ke
arah lingkungan ramah anak ini,
sehingga abnormalitas sering kali membuat individu mengalami emosi yang tidak terkontrol. Untuk mengatasi masalah ini, salah satu terapi yang bisa digunakan untuk mengatasi gangguan kepribadian adalah Dialectical Behavior Therapy.
DBT sangat efektif untuk
membantu pasien menemukan jalan keluar untuk merubah
diri mereka yang sebelumnya, karena DBT memfokuskan pada pengembangan regulasi emosi, yang menggunakan strategi kognitif dan
perilaku serta mengurangi perilaku maladaptif. DBT dilakukan dengan menggunakan dialog, dengan tujuan agar pengidap dapat mengendalikan emosi, menerima tekanan, dan memperbaiki hubungan dengan orang lain.� Terapi ini dapat
dilakukan sendiri atau di dalam sebuah
grub konsultasi bersama seorang terapis. Adapun perbandingan dari remaja kelompok DBT dan remaja kelompok trearment as usual (TAU). Bahwa remaja yang menerima BDT menunjukkan gejala depresi yang lebih ringan, dan hampir tiga kali lebih mungkin untuk menunjukan
perbaikan, namun remaja yang menerima DBT dan tidak menerima TAU, menunjukkan peningkatan dari pra-ke pasca-perawatan
digejala-gejala manic dan emosionalnya,
sesi DBT jauh lebih banyak dibandingkan
TAU.
Setelah melewati satu tahun pemberian
intervensi, menghasilkan pandangan bahwa DBT dirasa lebih efektif
diterapkan pada remaja kelompok DBT dan TAU. Terapi DBT ini juga sudah mengalami perkembangan. Pada awalnya DBT hanya dikembangkan untuk orang dewasa yang mengalami gangguan kepribadian ambang, namun sekarang
juga bisa untuk dilakukan pendekatan pengobatan remaja dengan bipolar. DBT berdampak lebih efektif dari
pada penggunaan pengobatan komunitas. DBT dikaitkan dengan penurunan perilaku bunuh diri yang lebih besar sehingga dapat mengurangi dampak gangguan abnormal yang dialami pasien.
BIBLIOGRAFI
Amalia, F. (2019). Penurunan
Maladaptif Coping Melalui
Dialectical Behavior Therapy Untuk
Meningkatkan Psychological Well-Being Pada Remaja Broken Home (Doctoral dissertation,
University of Muhammadiyah Malang).
Bein,
Andrew. (2014). Dialectical Behavior Therapy for Wellnes and Recovery. Kanada:
Wiley
Christina
Diana, dan Irwanto. (2019).� Peran Pendekatan Konseling Berbasis Terapi Perilaku Dialektik(DBT)
Dalam Mendukung Pemulihan Trauma Pada Perempuan yang Mengalami
KDRT. Jurnal Muara Ilmu
Sosial, Humaniora, dan Seni
Vol. 3, No. 1, April 2019: hlm 116-122
Decou,
Christopher R and Comtois. K Anne. (2019). Dialectical
Behavior Therapy Is Effective for the Treatment of Suicidal
Behavior: A Meta-Analysis.� Behavior Therapy.
Amerika Serikat
Efika
Fiona, Wahyu Indianti (2018), Developing Emotion
Regulation Skills By Emotion Regulation Skills System
Training For Children With Mild Intellectual Disability, Jurnal
Psikologi Insight, Universitas Pendidikan Indonesia.
Gea,
A. A. (2013). Psychological disorder perilaku
abnormal: Mitos dan kenyataan.
Humaniora, 4(1), 692-704.
Halsy
Musa bin Ahmad Rashid. (2021) Dialectical behavioral
therapy (DBT) dan Mindfulness therapy dalam mengurangi kecanduan merokok mahasiswa malaysia di surabaya.
Hidayati, N. O., Badori, A., Zalfa, A., Augusto, C., Saufika,
G., Salafi, K. A., ... & Fauziah, S. R. (2021). Efek Dialectical Behavior Therapy
bagi Pasien dengan Perilaku Kekerasan dan Resiko Bunuh Diri: Studi
Literatur. Jurnal
Ilmu Keperawatan Jiwa, 4(1),
99-106.
James
J. Mazza, Elizabeth T. Dexter-Mazza, Alex L. Miller, Jill H. Rathus and Heater E. Murphy. (2016). DBT Skills in Schools.
New York: The Guildford Press
John
Wiley & Sons. (2013). The Dialectical Behavior
Therapy Primer. Inggris
Lailatul Widha, Hayatul Khairul Rahmat, A Said Hasan Basri
(2021), A Review of Mindfulness Therapy to Improve Psychological Well-being
During the Covid-19 Pandemic, Proc. Internat. Conf. Sci. Engin.
Yogyakarta.
Linda
A. Dimeff & Kelly Koerner. (2017). Dialectical Behavior Therapy in Clinical Practice. New York: The
Guildford Press
Marydhiyanto Liko, Jusup Innawati.Tatalaksana
gangguan makan pada Borderline Personality Disorder (2021). Jurnal
of Nutrition and Healt Volume 9 No 1 2021.
Mehlum
Lars, Ramleth Ruth-Kari, et. (2019)� Long term effectiveness of dialectical
behavior therapy versus enhanced usual care for
adolescents with self-harming and suicidal behavior.
Journal of Behavioral and Cognitive Therapy
Nuryono Wiryo. S. Pd,M,Pd.
Syafitri Evita Roesnilam.S,Pd.
(2020) Dialectical Behaviral Therapy Sebagai upaya mengatasi
postraumatic strees di sorder selama masa pandemi covid 19
Pat
Harvey & Britt H.Rathbone.
(2013). Dialectical Behavior Therapy for At-Rusk
Adolescents. Kanada: Raincoast
Books.
Pederson,
Lane D. (2015). Dialectical Behavior Therapy. USA:
Wiley Blackwell
Saifuddin,
A., & Psi, S. (2015). Abnormalitas perilaku pada anak dan remaja, sudah sebegitu
parahnya. In Proceeding Seminar Nasional �Selamatkan Generasi Bangsa Dengan Membentuk
Karakter Berbasis Kearifan Lokal (pp. 216-232).
Salamin
Virginie, Kratzel Armin, et. (2020).� Compliant patients with borderline personality
disorder non-responsive to one-year dialectical behavior
therapy: Outcomes of a second year.
Steil,
Regina Steil, and Dittmann,
Clara, at. (2018). Terapi perilaku
dialektis untuk pascatraumagangguan stres yang berhubungan dengan pelecehan seksual masa kanak-kanak: studi percontohan dalam pengaturan perawatan rawat jalan. Jurnal
Eropa Psikotraumatologi, 2018
Vol.9, 1423832
Syafitri, E. R., & Nuryono, W. I. R. Y.
O. (2020). Studi Kepustakaan
Teori Konseling Dialectical
Behavior Therapy. Jurnal
BK Universitas Negeri Surabaya, 11, 53-59.
Widianti Efri, Afrianto, Dewi Saraswati ni putu Shanti, Utami Asti, nursyamsiah ladia, Ningrum vica Cahya,
vadisa nandia putri, ustami Lia. (2021) intevensi pada remaja dengan gangguan bipolar. Jurnal keperawatan jiwa (JKJ): persatuan perawat nasional di Indonesia
Volume 9 No 1 Hal 79 � 94.
Wiryo Nuryono, S.Pd,
M.Pd, Evita Roesnilam Syafitri, S.Pd (2020), Dialectical
Behavior Therapy (DBT) Sebagai
Upaya Mengatasi
Posttraumatic Stress Disorder (PTSD) Selama Masa
Pandemic Covid-19, Universitas Negeri Surabaya.
Zalewski,
Maureen, et. (2021). Lessons Learned Conducting Dialectical Behavior
Therapy via Telehealth in the Age of COVID-19. Jurnal
Cognitive and Behavioral Practice
Copyright
holder: Devi Anggraini, Devi Fitriana, Farah Syaharani, Nazila Syifa Thohiroh, Simar (2022) |
First
publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is
licensed under: |