Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7,
No. 6, Juni 2022
ANALISIS AKURASI MODEL ALTMAN Z-SCORE, SPRINGATE S-SCORE, DAN OHLSON
O-SCORE DALAM
MEMPREDIKSI FINANCIAL DISTRESS
Rizqa Humairoh, Sunarto Sunarto, Alfasadun
Universitas
Stikubank Semarang, Indonesia
Email: [email protected], [email protected], ����������� [email protected]
Abstrak
Pandemi Covid-19 telah mengganggu aktivitas
ekonomi dan secara tajam mengurangi pendapatan bisnis di berbagai skala
ekonomi. BEI telah menghapus pencatatan saham atau delisting sebanyak 25 perusahaan selama tahun 2015-2020. Penelitian
ini bertujuan untuk memverifikasi keakuratan model Altman, Springate dan Ohlson
dalam memprediksi kegagalan perusahaan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di BEI pada tahun
2015�2020. Sampel penelitian ini adalah perusahaan delisting dari BEI selama tahun 2015 hingga 2020 dan bukan
perusahaan yang bergerak di sektor keuangan. Penentuan sampel menggunakan
teknik Purposive Sampling. Teknik
analisis dalam penelitian ini menggunakan analasis regresi logistik dan
analisis chi-square. Hasil pengujian
menggunakan analisis regresi logistik pada model Altman variabel yang
berpengaruh pada kegagalan perusahaan satu tahun kedepan yaitu WC/TA =0,60,
RE/TA =0,0340, EBIT/TA 0,075, dan S/TA 0,034 sedangkan MPE/BVD tidak
signifikan. Variabel model Springate yang mampu memprediksi kegagalan� perusahaan satu tahun kedepan yaitu WC/TA
=0,30 dan S/TA =0,018 sedangkan variabel EBIT/TA =0,378 dan EBT/Hutang Lancar
=0,62. Variabel model Ohlson yang mampu memprediksi kegagalan pada satu tahun
kedepan yaitu log TA/GNP =0,027, X =0,041 dan Y =0,010 sedangkan variabel
lainnya tidak signifikan yaitu TLTA�
=0,683, WCTA =0,904, CLCA =0,268, NITA =0,148, FFOTL =0,745, dan DNI.NI
=0,462. Berdasarkan tabel klasifikasi, model Altman mampu memprediksi secara
tepat sebesar 86,3%. Model Springate mampu memprediksi secara tepat sebesar
83,8%. Model Ohlson secara keseluruhan memprediksi secara tepat sebesar 86,3%.
Berdasarkan analisis chi-square model
Altman dapat memprediksi secara tepat sebesar 71,25%, model Springate sebesar
55%, dan model Ohlson sebesar 65%.
Kata Kunci: Financial Distress, Altman Z-Score, Springate S-Score, dan Ohlson O-Score
Abstract
The Covid-19 pandemic
has disrupted economic activity and sharply reduced business revenues across
economies of scale. IDX has removed the listing of shares or delisted as many
as 25 companies during 2015-2020. This study aims to verify the accuracy of the
Altman, Springate and Ohlson models in predicting company failure. The
population in this study were all companies listed on the IDX in 2015�2020. The
sample of this research is delisting from BEI during 2015 to 2020 and not
companies engaged in the financial sector. Determination of the sample using purposive
sampling. The analysis technique in this study uses logistic regression
analysis and chi-square analysis. The results of the test using logistic
regression analysis on the Altman model, the variables that affect the
company's failure one year ahead are WC/TA = 0.60, RE/TA = 0.0340, EBIT/TA
0.075, and S/TA 0.034 while MPE/BVD does not. significant. The Springate model
variables that are able to predict the company's failure in the next year are
WC/TA = 0.30 and S/TA = 0.018, while the EBIT/TA = 0.378 and EBT/Current Debts
= 0.62. Ohlson's model variables that are able to predict failure in the next year
are log TA/GNP = 0.027, X = 0.041 and Y = 0.010 while other variables are not
significant, namely TLTA = 0.683, WCTA = 0.904, CLCA = 0.268, NITA = 0.148,
FFOTL = 0.745, and DNI.NI = 0.462. Based on the classification table, the
Altman model is able to accurately predict 86.3%. The Springate model is able
to accurately predict 83.8%. The overall Ohlson model predicts 86.3% correctly.
Based on the chi-square the Altman model can accurately predict 71.25%, the
Springate model 55%, and the Ohlson model 65%.
Keywords: Financial Distress, Altman Z-Score, Springate
S-Score, and Ohlson O-Score
Pendahuluan
Pandemi COVID-19 telah mengganggu aktivitas ekonomi dan secara
tajam mengurangi pendapatan bisnis di berbagai skala ekonomi. Jumlah bisnis
yang gagal dalam episode ini akan bergantung pada berbagai faktor, termasuk
ukuran penyangga kas bisnis individu sesaat sebelum pandemi, penurunan
pendapatan, kapasitas untuk mengurangi biaya operasional, dan sejauh mana
dukungan dari Pemerintah dan pemberi pinjaman swasta. Banyak penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa Pandemi Covid-19 dapat menyebabkan kegagalan
banyak perusahaan (Amankwah-Amoah, Khan, & Wood, 2021).
Sebagai contoh, pada tahun 2020 Bursa Efek Indonesia (BEI) telah
menghapus pencatatan saham atau delisting sebanyak empat perusahaan yaitu PT
Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk (BORN), PT Arpeni Pratama Ocean Line Tbk.
(APOL), PT Danayasa Arthatama Tbk (SCBD), dan PT Leo Investments Tbk. (ITTG)
dan PT Cakra Mineral Tbk (CKRA). Dari lima perusahaan tersebut, hanya Danayasa
Arthatama Tbk. yang delisting secara
sukarela alias atas kemauan sendiri (Mediatama, 2020). Sebelumnya PT Cakra
Mineral Tbk (CKRA) merugi 2,27 miliar pada tahun 2019 Kerugian ini menurun jauh
jika dibandingkan dengan kerugian bersih tahun 2018 yang mencapai 419,11 miliar
hingga tahun 2020 perusahaan yang bergerak dibidang investasi pada perusahaan
pertambangan ini memiliki saldo rugi sebesar 1,09 triliun.
Pada tahun 2015 hingga 2019 tercatat ada 23 perusahaan yang
mengalami delisting. Pada tahun-tahun
sebelumnya, BEI juga telah menghapus PT Sekawan Intipratama Tbk. (SIAP) pada 17
Juni 2019 (Market-Bisnis.com). Kasus delisting
tidak hanya terjadi pada SIAP. Selain delisting
oleh BEI, ada beberapa eks emiten yang juga cabut dari bursa dengan berbagai
alasan. Berdasarkan pada Peraturan Bursa Nomor I-I tentang penghapusan
pencatatan dan pencatatan kembali saham di bursa, delisting terjadi jika perusahaan
itu mengalami kondisi atau peristiwa yang berpengaruh negatif terhadap
kelangsungan status perusahaan tercatat sebagai perusahaan terbuka. Selain itu,
delisting dilakukan jika perusahaan
tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai. Jika melihat
kinerja keuangan, laporan keuangan SIAP yang terakhir rilis adalah 2018. Pada
periode itu, SIAP mencatatkan kerugian senilai Rp. 15,3 miliar. Nilai kerugian
itu lebih besar ketimbang 2017 yang senilai Rp. 10,58 miliar. Hal yang hampir sama
juga terjadi pada Citra Maharlika Nusantara Corpora pada Oktober 2017. BEI
melakukan delisting pada eks emiten dengan kode CPGT karena perusahaan
mengalami kondisi yang tidak baik. Sebelumnya pada 2014, beberapa petinggi CPGT
ditahan polisi terkait dugaan kasus penggelapan dan penipuan koperasi
Cipaganti. BEI menghentikan sementara perdagangan efek CPGT karena perusahaan
sudah berada pada kondisi pailit serta harta pailit dalam keadaan insolvensi (Grenisia, 2019). Berikut perincian
perusahaan delisting dari BEI pada
tahun 2015 hingga 2020 :
Tabel
1
Daftar
perusahaan delisting tahun 2015-2020
No |
Kode |
Nama Perusahaan |
Tanggal Delisting |
1 |
UNTX |
Unitex Tbk |
07 Desember 2015 |
2 |
DAVO |
Davomas Abadi Tbk |
21 Januari 2015 |
3 |
SOBI |
Sorini Agro Asia
Corporindo Tbk |
03 Juli 2017 |
4 |
BRAU |
Berau Coal Energy Tbk |
16 Nopember 2017 |
5 |
CPGT |
Citra Maharlika
Nusantara Corpora Tbk |
19 Oktober 2017 |
6 |
CTRP |
Ciputra Property Tbk |
19 Januari 2017 |
7 |
CTRS |
Ciputra Surya Tbk |
19 Januari 2017 |
8 |
INVS |
Inovisi Infracom Tbk |
23 Oktober 2017 |
9 |
TKGA |
Permata Prima Sakti
Tbk |
16 Nopember 2017 |
10 |
LAMI |
Lamicitra Nusantara
Tbk |
28 Desember 2017 |
11 |
SQBB |
Taisho Pharmaceutical
Indonesia Tbk |
21 Maret 2018 |
12 |
SQBI |
Taisho Pharmaceutical
Indonesia Tbk |
21 Maret 2018 |
13 |
DAJK |
Dwi Aneka Jaya Kemasindo
Tbk |
18 Mei 2018 |
14 |
JPRS |
Jaya Pari Steel Tbk |
08 Oktober 2018 |
15 |
TRUB |
Truba Alam Manunggal
Engineering Tbk |
12 September 2018 |
16 |
TMPI |
Sigmagold Inti Perkasa
Tbk |
11 Nopember 2019 |
17 |
ATPK |
Bara Jaya
Internasional Tbk |
30 September 2019 |
18 |
BBNP |
Bank Nusantara
Parahyangan Tbk |
02 Mei 2019 |
19 |
NAGA |
Bank Mitraniaga Tbk |
23 Agustus 2019 |
20 |
GMCW |
Grahamas Citrawisata
Tbk |
13 Agustus 2019 |
21 |
SIAP |
Sekawan Intipratama
Tbk |
17 Juni 2019 |
22 |
BORN |
Borneo
Lumbung Energi & Metal Tbk |
20 Januari 2020 |
23 |
ITTG |
Leo Investments Tbk |
23 Januari 2020 |
24 |
APOL |
Arpeni Pratama Ocean
Line Tbk |
06 April 2020 |
25 |
CKRA |
Cakra Mineral Tbk |
28 Agustus 2020 |
Sumber : Britama.com
Berdasarkan tabel diatas, beberapa perusahaan yang memilih untuk
melalukan merger yaitu Ciputra
Property Tbk (CTRP) dan Ciputra Surya Tbk (CTRS) kemudian Taisho Pharmaceutical
Indonesia Tbk (SQBB) dan Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk (SQBI). Kegagalan
bisnis adalah risiko utama sistem keuangan karena beberapa alasan. Pertama,
tingkat kegagalan bisnis yang lebih tinggi berarti akan ada kerugian pinjaman
yang lebih besar, karena perusahaan yang bangkrut memiliki hutang (menurut
definisi). Kedua, peningkatan tingkat kegagalan bisnis dapat menimbulkan risiko
tidak langsung pada sistem keuangan jika hal itu menyebabkan hilangnya
pekerjaan yang meluas yang membahayakan keuangan rumah tangga. Ketiga, ada efek
limpahan yang merugikan jika perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan tidak
membayar hutang kepada bisnis lain dalam rantai pasokan mereka. Akhirnya,
penutupan bisnis yang meluas dapat menyebabkan peningkatan penjualan kebakaran
properti, dengan efek arus ke harga properti komersial, yang digunakan sebagai
jaminan bagi banyak pinjaman bisnis. Kegagalan bisnis adalah metrik kesehatan
finansial yang tidak lengkap. Sebelum bisnis bangkrut, beberapa mungkin memilih
untuk keluar secara sukarela karena prospek pertumbuhan yang terbatas atau
kurangnya akses ke kredit.
Pada berbagai kondisi yang terjadi di banyak negara di dunia, jika
kesulitan keuangan tidak terdeteksi pada waktunya dan langkah-langkah perubahan
yang diambil maka kemungkinan besar kebangkrutan akan terjadi, sedangkan biaya
kebangkrutan sangat besar dan mempengaruhi semua pemangku kepentingan
perusahaan (Altman,
Iwanicz‐Drozdowska, Laitinen, & Suvas, 2017). Oleh karena itu,
peneliti akademis mengusulkan beberapa pendekatan untuk memprediksi kegagalan
seperti laporan keuangan analisis yang merupakan alat termudah dan terbaik
untuk mengevaluasi kinerja perusahaan, analisis rasio, tetapi masalahnya masih
model mana yang terbaik untuk mengambil tindakan yang tepat. Keadaan bisnis
baik internal maupun eksternal mempunyai pengaruh yang signifikan setelah kegagalan
bisnis. Kegagalan finansial itu terjadi ketika perusahaan jatuh untuk membayar
kewajibannya atau secara wajar penilaian aset lebih pendek dari kewajiban.
Berkaitan dengan hal tersebut menunjukkan bahwa upaya memprediksi kebangkrutan
telah mengalami beberapa perubahan, yang didorong oleh keinginan pemilik
perusahaan untuk menjaga bisnis mereka tetap bertahan (Levratto, 2013).
Peristiwa yang terjadi baru-baru ini yang disebabkan oleh pandemi
Covid-19 telah menyebabkan banyak perusahaan nampaknya bisa mengarah pada
adanya tekanan keuangan bahkan menyebabkan kebangkrutan. Studi mengenai risiko
dan kebangkrutan kembali menjadi minat utama penelitian. Hal ini terkait dengan
adanya kebutuhan bukti empiris mengenai upaya untuk dapat meminimalkan risiko
bagi pemegang saham, selain itu dalam pandangan yang lebih luas, adalah karena
kebangkrutan akan sangat mempengaruhi sistem keuangan dengan menciptakan
atmosfer yang rentan bagi ekonomi, maka beberapa penelitian berupaya mulai
mencari cara untuk meramalkan potensi kabangkrutan tersebut (Setyaningrum, Atahau, &
Sakti, 2020).
Kegagalan perusahaan umumnya diawali dengan terjadinya kebangkrutan
dan Financial Distress. Financial Distress merupakan situasi di
mana kewajiban melebihi aset dalam perusahaan dan biasanya terjadi karena undercapitalisation,
tidak memiliki uang tunai ynag cukup, sumber daya tidak dimanfaatkan dengan
baik, pengelolaan yang tidak efisien dalam berbagai aktivitas, penjualan yang
menurun dan merugikan. Masalah Financial
Distress atau kesulitan keuangan sangat beragam dan telah didekati dari
berbagai disiplin dan perspektif termasuk teori politik, teori hukum, manajemen,
ekonomi, akuntansi dan keuangan. Kesulitan keuangan dan kegagalan adalah akibat
dari kerugian kronis yang menyebabkan peningkatan kewajiban yang tidak
proporsional yang disertai dengan penyusutan nilai aset. Kesulitan keuangan
terjadi ketika perusahaan tidak memiliki kapasitas untuk memenuhi kewajibannya
terhadap pihak ketiga (Panigrahi, 2019).
Banyak penelitian telah mempelajari dan menganalisis kesehatan
keuangan perusahaan oleh akuntan dan peneliti di seluruh dunia. Rasio akuntansi
telah banyak digunakan dalam pengembangan model untuk prediksi kesehatan
keuangan dan kesulitan keuangan perusahaan. Para peneliti juga telah mencoba
membangun model yang akan membantu dalam memprediksi kesehatan keuangan
perusahaan. Beberapa model untuk memprediksi kegagalan kebangkrutan dan Financial Distress misalnya adalah
Altman Z�Score, Ohlson O-Score dan Springate. Altman Z-score adalah salah satu
model yang dapat membantu para investor memperkirakannya kebangkrutan
perusahaan tertentu. Meskipun dikembangkan pada 1960-an, Altman Z-Score masih
banyak digunakan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan. Altman pada awalnya
menganalisis perusahaan manufaktur di Amerika Serikat yang dinyatakan bangkrut
dan korespondensinya yang sesuai. Pada saat itu Altman mendasarkan
penelitiannya pada lima rasio keuangan yaitu profitabilitas, leverage,
likuiditas, aktivitas, dan rasio solvabilitas, dan dengan menjalankan analisis
diskriminan ia mampu mengembangkan model yang meningkatkan prediksi
kebangkrutan perusahaan manufaktur di Amerika Serikat yang dimiliki publik (Altman et al., 2017).
Sebelum adanya Altman Z-score, kebangkrutan secara umum dimodelkan
dengan model analisis rasio univariat, seperti studi klasik yang dilakukan oleh
Beaver pada tahun 1966. Munculnya model Altman Z-Score multivariat dan
penggunaan Multiple Discriminant Analisys (MDA) menjadikan penelitian mengenai
kebangkrutan perusahaan telah marak dilakukan. Dalam memprediksi kebangkrutan
Altman Z-Score menggunkan 5 prediktor. Model Springate melanjutkan penelitian
Altman. Sebagaimana model Altman, Springate menggunakan analisis diskriminan
ganda bertahap untuk memilih empat dari 19 rasio keuangan populer yang paling
membedakan antara bisnis yang sehat dan bisnis yang benar-benar gagal. Keempat
rasio keuangan tersebut adalah modal kerja terhadap total aset, laba sebelum
bunga dan pajak terhadap total aset, laba sebelum pajak sebelum hutang lancar
terhadap, penjualan terhadap total aset tersebut menghasilkan S-Score.
Seiring waktu perkembangan analisis lain seperti regresi logistik
(Logit) model telah dikembangkan di tahun-tahun kemudian, yang paling terkenal
dari mereka adalah Ohlson's O-Score pada tahun 1980. Ohlson O-score adalah
hasil dari kombinasi linier 9 faktor dari rasio bisnis tertimbang koefisien
yang diperoleh atau diturunkan dari laporan pengungkapan keuangan berkala
standar yang disediakan oleh perusahaan publik. Bahkan baru-baru ini,
peningkatan daya komputasi telah terlihat pengembangan berbagai teknik
Artificial intelegence seperti jaringan saraf, algoritma genetika, alasan
berbasis kasus dan partisi rekursif. Meskipun dengan munculnya teknik-teknik
baru seperti itu, penggunaan Altman Z-Score belum surut popularitasnya (Akhir & Islahuddin, 2019).
Namun demikian masalahnya adalah bahwa model Altman, Springate dan
Ohlson tersebut diuji untuk perusahaan manufaktur di Amerika Serikat. Sedangkan
untuk menganalisis lingkungan keuangan di Indonesia, untuk memperkirakan
kebangkrutan perusahaan, serta untuk melihat jika rasio keuangan awal juga
berlaku dalam situasi ini, model-model tersebut harus dikalibrasi. Hal ini
dimaksudkan bahwa keakuratan dan validitas model-model prediksi tersebut
bermanfaat bagi banyak agen ekonomi, seperti calon investor, manajer,
pelanggan, pemasok, pemberi pinjaman, kreditor dan lainnya. Akibatnya, ada
bunga berkelanjutan yang dibayarkan atas kegagalan pemodelan prediksi dalam
studi keuangan dan akuntansi.
Sebagian besar penelitian mengenai keakuratan model prediksi
kebangkrutan sangat dipengaruhi oleh sejumlah data korporasi Amerika Serikat
yang telah digunakan oleh banyak peneliti yang telah memberikan teknik berbeda
untuk membantu mengidentifikasi kebangkrutan. Hal ini melaporkan bahwa baik
model Altman Z-score, Springate S-Score maupun model Ohlson O-Score adalah
model-model yang diterima dengan baik dan umum digunakan saat ini.
Para peneliti telah memeriksa beberapa model untuk
mengidentifikasi kemampuan model tersebut untuk memprediksi kegagalan
perusahaan dan mengesitmasi keakuratan model. Oleh karena itu, negara dengan
ekonomi maju, seperti Amerika Serikat, Inggris, Kanada dan Cina, model-model
tersbeut telah digunakan sebagai studi kasus. Misalnya, model Altman Z-score
adalah studi pertama yang mengidentifikasi perusahaan sebagai perusahaan gagal
dan tidak gagal menggunakan MDA. Hasil Altman Z-Score ditemukan bahwa akurasi
tahun pertama dan kedua sebelum kegagalan masing-masing sebesar 95% dan 72%.
Perusahaan manufaktur publik digunakan dalam model Altman Z-score untuk
memprediksi kebangkrutan. Kemudian, perusahaan manufaktur swasta dipekerjakan
dalam model Altman Z-score yang direvisi tahun 1983. Keakuratan model terakhir
ini ditunjukkan oleh akurasi masing-masing sebesar 95% dan 73% pada tahun
pertama dan tahun kedua sebelum kegagalan. Sementara penelitian awal yang
dilakukan oleh Springate pada tahun 1978 menunjukkan bahwa setelah menguji pada
40 perusahaan model Springate memiliki keakuratan prediksi hingga 92,5%.
Penelitian di Indonesia validitas dan akuasi model Altman Z-score,
Springate S-Score dan Ohlson O-Score juga beberapa kali telah diteliti. Penelitian
(Melissa & Banjarnahor, 2020)
menemukan bahwa model
Altman memiliki akurasi sebesar 90% dalam menjelaskan kebangkrutan perusahaan.
Sementara (Novita, 2018)
menemukan bahwa model Altman Z-score memiliki akurasi dalam memprediksikan
kebangkrutan perusahaan hingga 66,43%. Penelitian (Edi & Tania, 2018) yang meneliti keakuratan model Altman, dan Springate pada sebanyak
1321 data perusahaan dengan analisis regresi logistik menemukan bahwa model
Springate memiliki keakuratan hingga 69,7% sedangkan Altman hanya sebesar
12,0%.
Penelitian lain yaitu oleh (Tiara & Ovami, 2019)
menunjukkan bahwa perusahaan LQ-45 tercatat di Bursa Efek Indonesia mengalami
kebangkrutan sebesar 84% dari total objek. Perusahaan yang mengalami
kebangkrutan sebanyak 25 dan perusahaan yang tidak mengalami kebangkrutan
berdasarkan metode Ohlson hanya berjumlah 5 perusahaan. Dari hasil tersebut
Ohlson dinyatakan efektif dalam memprediksi kebangkrutan dimana kisaran 80%
dari total objek telah dilalui oleh Ohlson dimana Ohlson mencapai 84%.
Sementara (Utama, 2018)
menemukan bahwa model Ohlson menghasilkan akurasi sebesar 61,90%.
Adanya banyak variasi mengenai hasil penelitian yang membuktikan
validitas model Altman Z-Score, Springate S-Score dan Ohlson O-Score tersebut
maka penelitian ini akan menguji kembali kemampuan prediktabilitas model Altman
Z-Score, Springate S-Score dan Ohlson O-Score untuk kegagalan perusahaan.
Perbedaan beberapa penelitian sebelumnya umumnya terletak pada ukuran
kebangkrutan atau kegagalan yang dihadapi perusahaan. Pada penelitian ini
kegagalan yang dihadapi perusahaan mengggunakan delisting dari Bursa Efek
Indonesia. Penelitian ini akan menggunakan indikator delisting sebagai ukuran kegagalan perusahaan. Hal ini karena
delisting merupakan satu ukuran yang memiliki kekuatan ukuran yang juga diakui
oleh otoritas bursa efek yang mengindikasikan bahwa bursa efek tidak
mempercayai perusahaan dalam menjalankan usahanya. Maka dalam penelitian ini
penulis akan meneliti kembali model yang lebih akurat dalam memprediksi
kebangkrutan perusahaan dengan judul �Analisis Akurasi Model Altman Z-Score,
Springate S-Score dan Ohlson O-Score dalam Memprediksi Financial Distress pada Perusahaan Delisting Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2020�.
Metode Penelitian
1.
Teknik Penentuan Sampel
Teknik penentuan sampel menggunakan
teknik puposive sampling yaitu teknik
pengambilan sampel yang dilakukan dengan pertimbangan atau kriteria tertentu.
Sampel penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu :
1. Kelompok Kasus
(perusahaan delisting), dengan
kriteria sebagai berikut :
a. Perusahaan yang sudah delisting dari BEI selama tahun 2015
hingga 2020.
b. Bukan perusahaan yang bergerak
di sektor keuangan
2. Kelompok Kontrol, dengan
kriteria sebagai berikut :
a. Perusahaan yang masih
terdaftar di BEI atau listing yang
berada pada sub sektor yang sama dengan perusahaan pada kelompok kasus pada
tahun 2015-2020.
b. Perusahaan memiliki data
yang lengkap yang dibutuhkan selama periode penelitian.
Penggunaan data perusahaan kontrol
diterapkan karena kesalahan model prediksi dapat dikarenakan kesalahan dalam
mengklasifikasikan perusahaan yang gagal menjadi perusahaan tidak gagal, namun
juga kesalahan dalam mengklasifikasikan perusahaan tidak gagal ke dalam
perusahaan gagal. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang
terdaftar di BEI pada tahun 2015�2020. Populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas obyek/ subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2016). Penelitian ini menggunakan data
sekunder yang diperoleh dari BEI (www.idx.co.id). Sampel penelitian ini adalah
perusahaan yang delisting pada tahun
2015 hingga 2020 yang bukan merupakan perusahaan di sektor keuangan. Berikut
ini adalah perincian sampel :
Tabel 2
Perincian Sampel Penelitian
No |
Keterangan |
2015 |
2016 |
2017 |
2018 |
2019 |
2020 |
1 |
Perusahaan delisting |
3 |
0 |
8 |
4 |
6 |
6 |
2 |
Perusahaan keuangan |
(1) |
|
(0) |
(0) |
(2) |
(0) |
3 |
Alasan merger |
(0) |
|
(2) |
|
|
(0) |
4 |
Data laporan keuangan tahun sebelumnya tersedia |
(0) |
|
(0) |
(0) |
(0) |
(2) |
|
Jumlah |
2 |
0 |
6 |
4 |
4 |
4 |
|
Total |
20 |
|||||
|
Sampel perusahaan non
delisting = 3X Perusahaan delisting |
60 |
|||||
|
Total sampel |
80 |
Sumber : idx.co.id
2.
Variabel Penelitian
a. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam
penelitian ini yaitu Financial Distress,
diukur dengan menggunakan variabel dummy
dimana perusahaan yang masuk dalam kelompok kasus atau delisting diberi nilai 0 dan perusahaan yang masuk dalam kelompok
kontrol diberi nilai 1.
b. Variabel Independen
Variabel independen
adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependen
(Sugiyono, 2011). Variabel independen
dalam penelitian ini adalah model Altman, Springate dan model Ohlson.
3.
Teknik Analisis
1. Analisis Regresi
Logistik
Beberapa hal yang dilakukan
dalam pengujian regresi logistik yaitu model fit, koefisien determinasi, matrik
klasifikasi dan model regresi. Pada pengujian kelayakan model regresi logistik dapat
dilakukan dengan menggunakan pengujian ketepatan antara prediksi model regresi
logistik dengan data hasil pengamatan meliputi :
a. Goodness of Fit = jika Sig > 0.05
menunjukkan tidak adanya perbedaan antara data estimasi model regresi logistik
dengan data observasi.
b. Omnibus Test (Overall Test) = jika Sig < 0.05
menunjukkan adanya pengaruh yang bermakna dari variabel-variabel bebas.
c. Koefisien determinasi =
besarnya estimasi kegagalan yang dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas.
d. Model regresi logistik =
melihat pengaruh seberapa besar variabel yang diuji terhadap Financial Distress
e. Klasifikasi model =
Untuk memperjelas gambaran atas ketepatan model regresi logistik dengan data
observasi dapat ditunjukkan dengan tabel klasifikasi yang berupa tabel tabulasi
silang antara dari hasil prediksi dan hasil observasi.
2. Analisis Chi Square
Analisis Chi square dengan pendekatan tabulasi
silang. Skema pengujian kemampuan prediksi dan perbedaan kemampuan prediksi
dilakukan dengan menggunakan prosedur berikut ini :
Tabel 3
Observasi Hasil Prediksi Model
Kondisi nyata (observasi) |
Hasil prediksi model |
Total |
|
Gagal |
Tidak gagal |
||
Gagal |
a |
b |
a + b |
Tidak gagal |
c |
d |
c + d |
Total |
a + c |
b + d |
|
Akurasi atau ketepatan
prediksi dari suatu model diperoleh sebagai berikut :��������
����������������������� ����������
a + d
����������� Akurasi =������������������� ��� x 100%
����������������������� ���� a
+ b + c + d
Pengujian statistik
menggunakan uji chi square.
Kriterianya adalah sebagai berikut :
a. Jika signifikansi di
atas 0,05 maka tidak ada perbedaan antara prediksi dengan estimasinya.
b. Jika signifikansi di
bawah 0,05 maka ada perbedaan antara prediksi dengan estimasinya
Hasil dan Pembahasan
Hasil Analisis Regresi Logistik
1.
Hasil pengujian variabel Altman, Springate, dan
Ohlson menggunakan Goodness of Fit Test.
Hasil pengujian menggunakan
Goodness of fit test model Altman menghasilkan
nilai Sig 0,075, hasil pengujian Springate menghasilkan nilai Sig 0,356 dan
hasil pengujian Ohlson menghasilkan nilai Sig 0,346. Hasil pengujian ketiga
model tersebut menghasilkan nilai sig kurang dari 0,05 yang menunjukkan bahwa
tidak adanya perbedaan antara data estimasi model regresi logistik dengan data
observasi.
2.
Hasil pengujian variabel Altman, Springate, dan
Ohlson menggunakan Omnibus Test
Hasil pengujian omnibus
test pada model Altman mengasilkan nilai sig 0,000, hasil pengujian model
Springate mengasilkan nilai sig 0,002 dan hasil pengujian model ohlson
menghasilkan nilai sig 0,000. Ketiga model tersebut menghasilkan nilai sig kurang
dari 0,05 yang menunjukkan adanya pengaruh yang bermakna dari variabel-variabel
bebas.
3.
Hasil Pengujian Koefisien Determinasi model Altman, Springate dan Ohlson
Hasil pengujian koefisien determinasi model Altman menghasilkan nilai 0.382, Springate 0.277 dan
Ohlson menghasilkan nilai 0.484. Ketiga model tersebut memiliki nilai Sig
kurang dari 0.05 yang menunjukkan� adanya
perngaruh yang bermakna dari variabel-ariabel tersebut.
4.
Hasil Uji Regresi Logistik Altman
�
Hasil Uji Regresi Logistik Altman
|
B |
S.E. |
Wald |
df |
Sig. |
Exp (B) |
|
Step 1a |
Z1 |
1.467 |
.781 |
3.526 |
1 |
.060 |
4.335 |
Z2 |
.859 |
.405 |
4.489 |
1 |
.034 |
2.361 |
|
Z3 |
-3.520 |
1.979 |
3.165 |
1 |
.075 |
.030 |
|
Z4 |
.082 |
.098 |
.707 |
1 |
.400 |
1.086 |
|
Z5 |
1.809 |
.852 |
4.501 |
1 |
.034 |
6.102 |
|
Constant |
.208 |
.533 |
.153 |
1 |
.696 |
1.232 |
Sumber : Data sekunder
yang diolah, 2021
Hasil regresi
logistik Altman menghasilkan persamaan, kegagalan = 0,208+1,467 Z1 �� +0,859Z2 � 3,520 Z3 + 0,082 Z4 + 1,809 Z5
5. Hasil Uji
Regresi Logistik Springate
Tabel 5
Hasil uji regresi
logistik Springate
|
B |
S.E. |
Wald |
df |
Sig. |
Exp(B) |
|
Step 1a |
A |
1.459 |
.674 |
4.691 |
1 |
.030 |
4.303 |
B |
-1.883 |
2.175 |
.750 |
1 |
.387 |
.152 |
|
C |
.454 |
.917 |
.245 |
1 |
.621 |
1.574 |
|
D |
2.005 |
.845 |
5.635 |
1 |
.018 |
7.427 |
|
Constant |
-.014 |
.454 |
.001 |
1 |
.976 |
.986 |
Sumber : Data sekunder
yang diolah, 2021
Hasil� regresi logistik Springate menghasilkan
persamaan, kegagalan = -0,014 +1,459A � 1,883 B + 0,454C+2,005D
6. Hasil
Uji Regresi Logistik Ohlson
Tabel 6
Hasil uji regresi logistik Ohlson
|
B |
S.E. |
Wald |
df |
Sig. |
Exp(B) |
|
Step 1a |
L0GTAGNP |
1.426 |
.643 |
4.913 |
1 |
.027 |
4.161 |
TLTA |
.931 |
2.278 |
.167 |
1 |
.683 |
2.538 |
|
WCTA |
.285 |
2.375 |
.014 |
1 |
.904 |
1.330 |
|
CLCA |
-.622 |
.561 |
1.227 |
1 |
.268 |
.537 |
|
X |
-5.251 |
2.570 |
4.174 |
1 |
.041 |
.005 |
|
NITA |
-2.937 |
2.031 |
2.091 |
1 |
.148 |
.053 |
|
FFOTL |
-.393 |
1.209 |
.106 |
1 |
.745 |
.675 |
|
Y |
-2.457 |
.950 |
6.691 |
1 |
.010 |
.086 |
|
DNI.NI |
-.470 |
.639 |
.541 |
1 |
.462 |
.625 |
|
Constant |
2.141 |
1.546 |
1.916 |
1 |
.166 |
8.506 |
Sumber : Data sekunder
yang diolah, 2021
Hasil regresi
logistik Ohlson menghasilkan persamaan, kegagalan = 2,141 + 1,426 Log (TA/GNP) + 0,932TL/TA + 0,285 WC/TA �
0,622 CA/CL � 5,251 X � 2,937 NI/TA � 0.393 FFO/CL � 2,457 Y � 0,470 DNI/NI
7.
Klasifikasi Model Altman, Springate dan Ohlson
Berdasarkan tabel yang sudah diolah
model Altman menunjukkan bahwa 10 sampel atau 50,0% dari perusahaan yang
empiris gagal dan 59 perusahaan atau 98,3% yang secara tepat diprediksi oleh
model regresi logistik tersebut. Dengan demikian secara keseluruhan 86,3% secara
tepat dapat diprediksikan dari model regresi logistik. Model Sapringate
menunjukkan bahwa 8 sampel atau 40,0% dari perusahaan yang empiris gagal dan 59
perusahaan atau 98,3% yang secara tepat diprediksi oleh model regresi logistik
tersebut. Dengan demikian secara keseluruhan 83,3% secara tepat dapat
diprediksikan dari model regresi logistik. Model Ohlson menunjukkan bahwa 11
sampel atau 55,0% dari perusahaan yang empiris gagal dan 58 perusahaan atau
96,7% yang secara tepat diprediksi oleh model regresi logistik tersebut. Dengan
demikian secara keseluruhan 86,3% secara tepat dapat diprediksikan dari model
regresi logistik.
Analisis Chi Square�������
Penggunaan
analisis chi square dimaksudkan untuk
mengkonfirmsi validitas model Altman, Springate dan Ohlson dalam penerapan
langsung terhadap data penelitian.
1.
Model Altman
Pengujian kemampuan
prediksi model Altman dalam memprediksikan kegagalan perusahaan berdasarkan
data yang sudah diolah yaitu sebanyak 12 sampel atau 60,0% perusahaan gagal dan
45 perusahaan tidak gagal atau 75,0% yang secara tepat diprediksi oleh model
Altman. Dengan demikian secara keseluruhan (12+45)/80 atau 71,25% secara tepat
dapat diprediksikan dari model Altman.
2.
Model Springate
Pengujian kemampuan prediksi model
Springate dalam memprediksikan kegagalan perusahaan berdasarkan data yang sudah
diolah yaitu sebanyak 18 sampel atau 90,0% perusahaan
gagal dan 26 perusahaan tidak gagal atau 43,3% yang secara tepat diprediksi
oleh model Springate. Dengan demikian secara keseluruhan (18+26)/80 atau 55,00%
secara tepat dapat diprediksikan dari model Springate.
3.
Model Ohlson
4.
Hasil uji chi square
Pembahasan
Penelitian
ini dilakukan dengan tujuan model prediksi kegagalan Altman, Springate dan
Ohlson dalam memprediksi kesulitan keuangan perusahaan di berbagai perusahaan
yang terdaftar di Indonesia. Tekanan keuangan terjadi sebagai akibat dari
tekanan ekonomi, penurunan kinerja dan manejemen perusahaan yang kurang
baik.
Terkadang
sangat sulit untuk memastikan faktor-faktor ini dapat menunjukkan bahwa sebuah
perusahaan sedang mengalami kesulitan keuangan. Salah satu alat yang
paling biasa digunakan adalah laporan keuangan dan analisis rasio. Proses
ini berfungsi untuk memprediksi kesulitan keuangan suatu perusahaan. Hasil
penelitian menunjukkan kegagalan perusahaan di pasar modal Indonesia untuk 1 tahun
ke depan dapat diprediksi menggunakan model prediksi Altman, Springate dan
Ohlson karena beberapa perusahaan diberi label cocok dengan model sudah
dikeluarkan dari BEI karena kondisi kinerja keuangannya yang tampaknya tidak
berfungsi dengan baik dan memiliki masalah sustainability. Berikut
pembahasan hasil analisis :
Kesimpulan
Penelitian
ini memiliki tujuan untuk memverifikasi keakuratan model Altman, Springate, dan
Ohlson dalam memprediksi kegagalan perusahaan. Selain itu penelitian ini juga
untuk menentukan besaran perusahaan delisting
dari BEI tahun 2015-2020 yang memiliki validitas berdasarkan ketiga model
tersebut. Dari ketiga model yang memiliki tingkat akurasi dalam memprediksi Financial Distress paling besar yaitu
model Altman yaitu mampu memprediksi sebesar 71,25%,
selanjutnya yaitu model Ohlson yang mampu memprediksi sebesar 65,00% dan yang
terakhir model Springate yaitu mampu memprediksi sebesar 55,00%.
Akhir, Husnul, & Islahuddin, Islahuddin. (2019). Predicting Bankruptcy
On Mining Companies Using Altman Z-Score Model (Empirical Study On Mining
Companies Listed In Indonesian Stock Exchange Year 2014-2015). Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Ekonomi Akuntansi, 4(3), 394�404. Google Scholar
Altman, Edward I., Iwanicz‐Drozdowska, Małgorzata, Laitinen,
Erkki K., & Suvas, Arto. (2017). Financial distress prediction in an
international context: A review and empirical analysis of Altman�s Z‐score
model. Journal of International Financial Management & Accounting, 28(2),
131�171. Google Scholar
Amankwah-Amoah, Joseph, Khan, Zaheer, & Wood, Geoffrey. (2021).
COVID-19 and business failures: The paradoxes of experience, scale, and scope
for theory and practice. European Management Journal, 39(2), 179�184. Google Scholar
Edi, Edi, & Tania, May. (2018). Ketepatan model altman, springate,
zmijewski, dan grover dalam memprediksi financial distress. Jurnal Reviu
Akuntansi Dan Keuangan, 8(1), 79�92. Google Scholar
Grenisia, O. (2019). Market.bisnis.com. Diambil kembali dari Binis.com:
Retrieved from Market.bisnis.com
Levratto, Nadine. (2013). From failure to corporate bankruptcy: a review. Journal
of Innovation and Entrepreneurship, 2(1), 1�15. Google Scholar
Mediatama, G. (2020). Lima emiten delisting dari BEI hingga akhir
Agustus 2020.
Melissa, Puput, & Banjarnahor, Haposan. (2020). Analisis Prediksi
Kebangkrutan Menggunakan Model Altman Z-Score, Springate dan Zmijewski yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi,
Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi, 8(1). Google Scholar
Novita, Diana. (2018). Analisis Tingkat Akurasi Model Altman Z-Score,
Indeks Kepailitan, dan Indeks IN05 Sebagai Prediktor Kebangkrutan Pada
Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2015. Jurnal
Ecogen, 1(1), 197�205. Google Scholar
Panigrahi, C. M. A. (2019). Validity of Altman�s �z�score model in
predicting financial distress of pharmaceutical companies. NMIMS Journal of
Economics and Public Policy, 4(1). Google Scholar
Setyaningrum, Kristina Dewanti, Atahau, Apriani Dorkas Rambu, & Sakti,
Imanuel Madea. (2020). Analisis Z-Score Dalam Mengukur Kinerja Keuangan Untuk
Memprediksi Kebangkrutan Perusahaan Manufaktur Pada Masa Pandemi Covid-19. Jurnal
Riset Akuntansi Politala, 3(2), 74�87. Google Scholar
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Sugiyono, Prof. (2011). Metodologi penelitian kuantitatif kualitatif dan
R&D. Alpabeta, Bandung.
Tiara, Shita, & Ovami, Debbi Chyntia. (2019). Analisis Metode Ohlson
Dalam Memprediksi Kebangkrutan Pada Perusahaan Lq 45. Jurnal Akuntansi Audit
Dan Perpajakan Indonesia (JAAPI), 1(1), 49�52. Google Scholar
Utama, Bayu Insan. (2018). Analisis Keakuratan Model Ohlson Dalam
Memprediksi Kebangkrutan (Bankruptcy)(Studi Pada Perusahaan Delisting Yang
Terdaftar Di BEI Periode 2013-2017). Universitas Brawijaya. Google Scholar
Copyright
holder: Rizqa Humairoh, Sunarto Sunarto, Alfasadun (2022) |
First
publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is
licensed under: |