Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 6, Juni 2022
IMPLEMENTASI TANGGUG JAWAB
NEGARA DAN APARATUR KEAMANAN TERHADAP PELANGGARAN HAM YANG TERJADI DI DESA WADAS
PERSPEKTIF TEORI KEDAULATAN RAKYAT
Zarwaki, Suwandi, Aunur Rofiq
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang, Indonesia
Email: [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak-hak yang berasal dari harkat dan martabat yang melekat pada manusia. Hak ini sangat mendasar, yang mutlak diperlukan agar manusia dapat berkembang sesuai dengan bakat, cita-cita, serta martabatnya. Hak ini juga dianggap universal, artinya dimiliki semua manusia tanpa perbedaan berdasarkan bangsa, ras, agama, atau genderPada tulisan artikel ini, penulis menggunakan Teori Kedaulatan Rakyat dari beberapa pemaparan yang telah penulis utarakan di atas penulis ingin fokuskan kajian pada tanggung jawab dan aparatur keamanan dalam memahami hak warga perspektif teori kedaulatan rakyat. Yang mana Teori Kedaulatan Rakyat adalah sebuah teori yang menyatakan bahwa kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat.
Kata kunci: Menghormati, Hak Asasi Manusia
Abstract
Human Rights (HAM) are rights that come from the inherent dignity
and worth of humans. This right is very basic, which is absolutely necessary so
that humans can develop according to their talents, aspirations, and dignity.
This right is also considered universal, meaning that it is owned by all humans
without distinction based on nation, race, religion, or gender. understand the
rights of citizens from the perspective of the theory of popular sovereignty.
The People's Sovereignty Theory is a theory which states that the highest power
is in the hands of the people.
Keywords: Respect,
Human Rights
Pendahuluan
Indonesia adalah negara yang menjujung tinggi Hak Asasi Manusia, membahas mengenai hak setiap warga khususnya warga masyarakat indonesia, tentu kita tidak bisa� terlepas dari acuannya pada Undang-Undang Dasar pada Pasal 1 ayat 1 no 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia� (yang mana istilah ini disingkat dengan HAM) (Supriyanto, 2016). Yang mana HAM ini merupakan suatu kompenen yang dimiliki oleh setiap individu pada diri seseorang, yang notabennnya merupakan sebuah anugerah yang telah diberikan oleh tuhan yang maha esa, sebagai mahluk yang mulia, setiap hak harus dijunjung tinggi dan dihormati dan juga harus dilindungi oleh setiap negara, sebagai bentuk untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat sebagai mahluk tuhan yang mulia maka sebagai negara hukum harus menjunjung tinggi hak yang dimiliki oleh setiap manusia.
Hak yang dimiliki oleh setiap individu manusia, atau yang sering kita istilahkan dengan Hak Asasi Manusia, ini merupakan sebuah hak yang dimiliki oleh setiap orang yang berasal dari harkat dan kemulian manusia yang melekat pada diri setiap orang (Wiratama, 2018). Hak ini merupakan hak mutlak yang diperlukan setiap individu, sehingga manusia itu sendiri bisa memperluaskan atau mengembangkan minat mereka sesuai dengan bakat yang telah dia miliki (Lucy, 2016). Yang sesuai dengan keinginan individunya. Hak dalam artian umum merupakan kepemilikan tersendiri yang dimiliki oleh setiap mahkluk atau kelompok, tampa membedakan dari mana asal muasalam mereka, dan juga tidak membedakan dari mana mereka itu berasal, tampa memilah dan membedakan gender, suku, dan agama kepercayaan masing-masing individu.
Berdasarkan kesepakatan Universal secara Intarnasional membahas mengenai Hak Asasi Manusia, salah satu hak yang paling dasar� rakyat khususnya warga masyarakat indonesia yang harus dilindungi dan dijamin secara hukum dan Undang-undang adalah hak kemerdekaan atau kebebasan dalam menyampaikan isi pikiran atau pendapat yang ada dalam hati, baik secara ucapan maupun secara tertulis (Supriyanto, 2016). Negara kesatuan Republik Indonesia salah satu diantara negara yang mengikuti dan juga ikut serta dalam menandatangi masalah yang berkaitan dengan Hak Asasi Manusia yang selengggarakan� aparat� PBB. Salah satu dari pengesahan mengenai Hak Asasi Manusia di Nrgara Indonesia sebagaimana yang telah tercantum dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 1998, yang mana dalam Undang-Undang ini yaitu membahas mengenai hak dalam menyampaikan pendapat dimuka umum sebagaimana yang telah terjamin dan� dalam Undang-undang Tahun 1998 (Hamidi, 2016). Dan juga dasar hukum mengemukakan pendapat yang telah dijamin oleh pemerintah pada� Pasal 28 Undang-undang Dasar Tahun 1945. Sebagaimana dalam Undang-Undang tersebut yang berbunyi �kemerdekaan (Kebebasan) berserikat dan berkumpul, mengemukankan unaq-unaq pikiran baik itu dengan ucapan (lisan) ataupun dengan cara menyampaikan pendapat secara tertulis dalam bentuk surat dan� tulisanan lainnya. Sebagainya yang telah disahkan oleh Undang-Undang Negara Republik Indonesai, �Kemerdekaan (kebebasam) menyampaikan atau mengemukana pendapat baik itu secara ucapan (lisan) atau secara tertulis yang tersebut masih sejalur yang disesuaikan pada pasal 19 Deklarasi umum Hak yang dimilki oleh setiap individu Manusia sebagaimana yang termaktub oada pasal 19 ini yang berbunyi: �Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan keterangan dan pendapat dengan cara apapun juga dan dengan tidak memandang batas batas.� mewujudan keingian setiap warga negara secara bebas dalam menemukankan pendapat yang mereka fikirkan, baik itu secara ucapan (lisan) atau penyampaiannya melalui tulisan.
Melihat berita yang disiarkan disetiap media cetak maupun online warga desa wadas benar-benar tertindas demi sebuah proyek yang mana tentunya keuntungan yang di dijanjikan pada masyarakat masih angan-angan belaka, yang mana aparat pemerintah meraih keuntungan dengan cara merugikan warga, yang notabenya nanti tentu merusak lingkuang sekitar. Tentu semua itu tidak mendapat respon baik dari warga setempat, dengan upaya mereka menghentikan dengan unjuk rasa terhadap aparat pemerintah yang akan mengukur lahan yang akan dijadikan tambang batu andesit tersebut (Abdurrahman Misno, SHI, & LL, 2020). Tidak bisa dipungkiri dengan penolakan tersebut tentu terjadinya komplik anatar aparatur keamanan yang berseragam lengkap untuk menghalangi protes dari warga setempat, dari data yang penulis temukan di berbagai media baik itu berupa video yang beredar tentu kita bisa melihat tindakan yang dilakukan aparatur keamanan telah melanggar HAM (Gazi & Sahl, 2022). Aparat komnasHAM menemukan fakta adanya tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparatur keamanan terhadap warga setempat desa wades.
Dikutip dari Kompas.id Komisi Nasional Hak Asasi Manusia RI menemukan penggunaan kekuatan secara berlebihan dari aparat Kepolisian Daerah Jawa Tengah saat kegiatan pengukuran lahan warga di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, Selasa (8/2/2022). Komnas HAM juga menemukan adanya kekerasan yang dilakukan polisi saat menangkap sejumlah warga. Untuk itu, Polda Jateng diminta mengevaluasi hal tersebut dan memberikan sanksi kepada pelaku pelanggaran.
�Komnas HAM menemukan tindak kekerasan saat penangkapan warga oleh aparat kepolisian. Akibat tindakan kekerasan tersebut, sejumlah warga mengalami luka pada bagian kening, lutut, dan betis serta menderita sakit pada beberapa bagian tubuh lainnya,� kata komisioner Pemantauan/Penyelidikan Komnas HAM, Mohammad Choirul Anam, dalam konferensi pers daring, Kamis (24/2/2022).
Dari kasus tersebut seolah-oleh kurangnya perhatian pemerintah bagaiman menyikapi warga dan muncul komplik antara aparatur keamanan dan masyarakat sehingga menimbulkan pelanggaran-pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparatur keamanan dalam melaksanakan pengamanan petugas saat pengukuran tanah yang akan dijadikan tempat tambang batu andesit tersebut.
Pada tulisan artikel ini, penulis menggunakan Teori Kedaulatan Rakyat dari beberapa pemaparan yang telah penulis utarakan� di atas disini penulis ingin mentitik fokuskan kajian pada tanggung jawab negara dan aparatur keamanan dalam memenuhi hak warga perspektif teori kedaulatan rakyat. Yang mana teori ni adalah sebuah teori yang mengatakan kekuasaan yang paling tinggi itu berada di tangan rakyat. Walaupun keskuasaan yang yang tinggi itu dipegang oleh rakyat, tapi suatu negara tentu dipimpin oleh seseorang yang telah dipilih oleh rakyat itu sendiri (president) dan yang menjalankan suatu kepemerintahan yang telah diwakili oleh rakyat sebagai wakil rakyat. Teori yang penulis gunakan ini tekemukan oleh beberapa orang diantaranya: Johannes Althusius, Moestesquieu, Jean Jacques Rousseau, dan John Locke. Teori kedaulatan rakyat. Ini bisa dilihat dalam Pancasila sile ke-5 yang berbunyi. "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan". Dalam pembukaan UUD 1945 alinea 1 juga tercantum dengan bunyi.
Alinea 1 :�Bahwa sesungguhnya kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan�.
Jadi suatu negara tentu ada yang mengendalikan, semua sistem kepemerintahan yaitu seorang president, yang telah rakyat pilihkan (Anugerah, 2018). Ketika seseorang pemimpin membuat suatu kebijakan ataupun aturan dan keputusan yang diambil itu haruslah tidak merugikan hak-hak rakyatnya, dan sebagi seorang pemimpin selalu siap untuk menerima semua masukan dan aspirasi dari setiap warganya (Sutrisman, 2019). pemimpin harus selalu bisa mengambil keputusan yang tepat tampa mengurangi hak warga sebagai masyarakat indonesia.
Metode Penelitian
Peneliti akan melakukan
penelitian eksplanatif dengan maksud ingin
menjelaskan kedudukan dari kedua variabel
yang diteliti serta adanya tingkat hubungan atau pengaruh
yang dihasilkan antara satu variabel dengan
variabel lainnya. (Siregar, 2013: 7). Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif yang berlandaskan
pada paradigma positivisme.
Paradigma tersebut memandang bahwa gejala atau fenomena
masalah merupakan sesuatu yang konkrit; dapat diklasifikasikan dan diamati serta diukur.
Hubungan antar gejala pada penelitian ini bersifat kausal
(memiliki hubungan sebab-akibat). Maka dari itu, penelitian
pun akan dilakukan terhadap populasi atau sampel tertentu
yang representatif agar kesimpulan
dari hasil penelitian yang nantinya diperoleh dapat digeneralisasikan terhadap suatu populasi di mana sebuah sampel tersebut
diambil. (Sugiyono, 2021: 17).
Metode penelitian yang akan digunakan oleh peneliti adalah metode survei. Pada metode tersebut, dijelaskan bahwa pengumpulan data akan dilakukan melalui penyebaran kuesioner terhadap sekelompok orang yang disebut sampel. (Abidin, 2015: 21). Setelah data-data
yang dibutuhkan telah terkumpul, nantinya kumpulan data tersebut akan diolah menggunakan
analisis statistik dan diuji melalui pendekatan
kebenaran hipotesis.
Hasil dan Pembahasan
1)
Gambaran Desa Wades
Desa wades ini berlokasi Kec, Banar Kab. Puworejo
Jawa Tengah dengan batasan wilayah Kec. Banar dan berbatasan dengan desa kaliurip,
dengan letakan desa di datarannya perbukitan, dengan kisaran tinggi berkisar 213-258m di atas permukaan laut. Dengan luas desa
405.820 hektar, yang mana 381.820 hektar
merupakan lahan kering dan 24.000 hektar lainnya merupaka lahan persawahan.
Wilayah desa Wadas sendiri dibelah
oleh Sungai Juweh, yang sepanjang
itu mengalir kawasan pemukiman. Desa Vadas dikenal
dengan komunitasnya yang dikelola dengan baik. Catatan tahun
2017 menunjukkan hal tersebut,desa ini juga desa yang pertama kalinya yang membayar PBB (Pajak Bumi & Pembangunan).
Dan juga anak-anak didesa
wades ini khususnya tingkatan sekolah dasar mereka semua
dapat biaya tanggungan yang diberikan oleh pemerintah, khususnya dari pemerintah Purworejo.
Desa ini juga tidak hanya berpotensi
batu andesit, tetapi memiliki kekayaan sumber daya alam
yang lain, yang bisa dimamfaatkan
oleh masyarakat sebagai mata pencaharian warga setempat. Beberapa komoditi dari Desa Wadas
setiap tahunnya antara lain aren, bauh pisang, buah kelapa, pohon mahoni
dan lain-lainnya. Pohon aren di Desa Wadas
diyakini memiliki berbagai manfaat seperti menghemat kebutuhan air, mengurangi bahaya longsor dan memperkuat struktur tanah. Hal ini tentunya sangat mendukung dengan kondisi medan desa Vada yang berada di daerah dataran tinggi dan rawan longsor.
2)
Tanggung Jawab Negara Dan Aparatur
Keamanan Dalam Pemenuhan HAM
a.
Tanggung Jawab Negara
Tanggung jawab negara terhadap hak setiap
warganya dengan memberikan perlindungan hukum yang telah di tetapkan dalam Undang-undang. Kewajiban negara dalam memberikan perlindungan, pemajuan serta penghormatan terhadap HAM, yang menjadi
concern seluruh dunia dewasa
ini, merupakan konsep dunia modern setelah Perang Dunia Kedua. Dan didalalam kitab UU No.39 Tahun
1999 yang telah ditetapkan
oleh pemerintah mengenai
HAM pada Pasal 71 ini mengatakan secera tegas. �Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi
manusia yang diatur dalam Undang-undang ini, peraturan perundnag-undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi
manusia yang diterima oleh
negara Republik Indonesia�.
Mengacu pada kitab Undang-Undang
yang telah penulis sampikan diatas tadi sudah jelas
bahwa pemerintah itu memiliki tanggung
jawab yang besar dalam hal menghormati
dan menjunjung tinggi hak-hak yang dimilki oleh setiap individu masyarakatnya.
Secara lansung dapat kita ketahui
bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab yang besar terhadap warganya mengenai dalam hal untuk menjunjung
tinggi dan menghormati� hak
yang dimiliki masyarakat (Hak Asasi Manusia).
dan tanggung jawab yang diembani ini tidak
bisa ditambahin atau dikurangin dengan alasan mengaitkan
dengan ekonomi. Budaya dan politik lainnnya. Tetapi dengan kenyataan lainnya yang terjadi dilapangan dalam kehidupan sehari-hari masih banyak pelanggaran-pelanggaran
yang dilakukan oleh aparatur
pemerintah itu sendiri sehingga menyalahgunakan kekuasaannya
(abuse of power).
Seperti yang telah ditetapkan oleh pemerintan yang termaktub dalam Undang-Undang Republik Indonesia
No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
pada Pasal 25 secara jelas mengatakan �Setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk hak untuk mogok
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan�. Dan juga Undang-Undang
secara jelas menegaskan Hak Atas Rasa Aman
(HRM), seperti yang telah termaktub pada Pasal 31 No (2) menyebutkan �Menginjak atau memasuki suatu
pekarangan tempat kediaman atau memasuki
suatu rumah bertentangan dengan kehendak orang yang mendiaminya, hanya diperbolehkan dalam hal-hal yang telah ditetapkan oleh undang-undang�.
Mengacu pada perintah dari Undang-Undang yang telah ditetapakan oleh pemerintah dapat kita ketahui bahwa
bahwa pemerintah telah memberikan wewenang terhadap warganya dalam menyampaikan pendapat, baik itu secara
tertulis maupun tidak.
Jadi dalam Undang-undang yang telah ditetapkan oleh pemerintah di atas pada No 39 Tahun 1999 pemerintah telah memberikan perlindungan hukum terhadap warga masyarakat dalam menyampaikan pendapat, hanya saja dalam penerapan
atau pengimplementasian nya saja masih
belum terealisasi secara masksimum, karena masih saja
di tunggangi oleh oknum-oknum
tertentu untuk kepentingan pribadi, sehingga masih banyak pendapat masyarakat yang belum terpenuhi, seharusnya jika di lihat dari
perspektif Teori Kedaulatan Rakyat seharusnya pemerintah harus benar-benar fokus pada hak-hak rakyat yang masih yang belum terpenuhi, sehingga jika Teori Kedaulatan
Rakyat ini bisa di terapkan maka akan
terpenuhi prinsip dan tujuan dan misinya suatu aturan.
b.
Tanggung Jawab Aparatur Keamanan
Seperti yang telah di tetepkan oleh pemerintah dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang kepolisian, BAB I ketentuan umum pada Pasal 4 yang di dalamnya secara jelas mengatakan bahwa:
�Kepolisian Negara Republik
Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinannya ketentuan masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia�.
Seperti kutipan yang penulis ambil dari
situs resmi Polri.go.id tugas
atau misi kepolisian yaitu, terwujudnya pelayanan dan keamanan dan ketertiban masyarakat yang prima, tegagnya hukum dan keamanan dalam negeri yang mantap serta terjalinnya sinergi polisional yang proaktif.
Masalalah pelanggaran HAM aparatur keamanan secara hukum telah
diatur pada pasal 89 KUHP,
yang didalamnya tertera,�
yang dikatakan dengan melakukan sebuah kekerasan itu, disaat melakukan suatu tindakan yang membuat seseorang itu tidak sadarkan
diri (pingsan) dan tidak mempunyai kekuatan untuk melakukan tindakan apapun /lemah.� Samanhalnya melakukan tindakan yang melampui batas, sehingga membuat seseorang menjad tidak sadarkan
diri�. Pada Pasal 89 KUHP tersebut apabila diartikan secara detail mengenai tindakan suatu kekerasan, yaitu suatu tindakan
yang menggunakan tenaga, fisik sehingga membuat seseorang tersebut tidak sadarkan diri, seperti tindakan yang dilakukan menggunkan alat pembantu untuk
membuat seseoarang tersebut jatuh pingsan dengan menggunakan benda-benda keras, sehingga membuat orang tidak sadarkan diri.
Didalam melaksanakan tugas, aparatur keamanan (kepolisian) hanya dapat melakukan
suatu tindakan kekerasan apabila dalam siatuasi yang sangat mendesak, yang mana tindakan tersebut tidak keluar dari batasan-batasan
yang secara sah diperbolehkan untuk melakukan tindakan kekerasan dalam bertugas yang sesuai dengan keputusan yang telah ditetapkan oleh Hukum dan Undang-undang di indonesia, sebenarnya dalam banyak kejadian hakikatnya dilakukan suatu tindakan yang menggunakan fisik/kekerasan itu apabila
dakam suatu kondisi keadaan darurat dan harus terpaksa dilakukan. Sehingga suatu tindakan yang menggunakan tindakam pisik� dan juga tidak boleh diluar batasan
yang menyebabkan cedera, melainkan suatu tindakan tersebut dibatasi oleh hukum dan undang-undang yang ada, sehingga dapat kita ketahuai bahwa
tindakan kekerasan diperbolehkan oleh hukum dengan batasan-baatasan tertenatu, seperti dalam konsisi darurat,
yang memungkinkan harus menggunakan tindakan kekerasan. Misalnya yang telah diatur pada Pasal 49 ayat (1) KUHP yang mana didalamnya menyampaikan bahwa: �barang siapa dalam hal
ini polisi yang bertugas melakukan perbuatan yang terpaksa untuk mempertahankan dirinya atau diri
orang lain, mempertahankan kehormatan
atau harta benda sendiri atau
kepunyaan orag lain, dari serangan
yang melawan hak dan mengancam dirinya dan segera pada saat itu tidak boleh
dihukum�.
Penggunaan suatu tindakan yang menggunakan kekerasan atau penggunaan senjata oleh aparatur keamanan yang pelaksanaanya pedoman asas legalitas, dan asas yang diwajiban, serta kewenangan aparatur kepolisian untuk mengamati situasi yang akan mereka hadapkan oleh anggota pada saat melakukan tugas.
Hak berkewenangnan dalam menilaikan� keadaan situasi konndis si tempat oleh anggota polisi yang bertugas yang meana nantinya akan melakukan
pelempuhan dengan menggunakan senjata apai kepada orang yang melakukan pelanggaran� harus mempertimbang kemamfaatan serta resiko dari
tindakan tersebut. demi untuk menjaga kedamaian
dan kepentingan masyarat umum yang mana (landasan hukum pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) Undanf-undang No 2 Tahun2002 tentang
kepolisian Negara Republik
Indonesia.
�Menggunaan tindakan kekerasan dengan senjata api baik
itu tongkat dll. Yang mana kiranya tidak melanggar hukum, untuk penggunaan
kekerasan terseut tidaklah diperbolehkan sembarangan akan teteapi harus dengan
sasaran yng tepat jelas. Dengan
kereteria tepat waktu, tepat situasi
kondi, tepat tujuan sasaran dan tepat prosedur; (1) kode etik yang telah di teapkan oleh pemerintah� untuk para pejabat negara dalam menegakkan hukum yang mana telah disahkan oleh resolusi Majelis Umum PBB� yang bertepatan pada tanggal 17 Desember 1979.
Didalam pasal yang ke 3 ini di yang ditegaskan didalamnya: para pejabat negera taitu para penegak hukum (aparur kepilisian)
bisa menggunakan suatu tindakan kekerasan yang mana hanya diperbolehkan apabila dalam situasi darurat
dilapangan dengan ketentuan batas-batasan yang dibutuhkan untuk melaksanaan tugasnya mereka, dalam mengertikan
pada pasal-pasal ini didalamnya mengandung tiga poin (3), yaitu:
a)
Ketentuan
tersebut menekankan bahwa penggunaan kekerasan oleh aparat penegak hukum harus
menjadi pengecualian, meskipun ini berarti bahwa aparat penegak hukum dapat
diberi wewenang untuk menggunakan kekerasan jika dianggap perlu dalam keadaan
untuk mencegah kejahatan atau untuk melaksanakan atau memfasilitasi penangkapan
yang sah dari suatu pelaku atau tersangka, tetapi kekerasan eksternal tidak
diizinkan. Uh aparat penegak hukum harus menjadi pengecualian; meskipun ini
berarti bahwa aparat penegak hukum dapat diberi wewenang untuk menggunakan
kekerasan jika dianggap perlu dalam keadaan untuk mencegah kejahatan atau untuk
melaksanakan atau membantu dalam penangkapan yang sah dari pelaku atau
tersangka, kekerasan selain itu tidak memungkinkan.
b)
Hukum nasional
pada umumnya membatasi penggunaan kekerasan oleh aparat penegak hukum
berdasarkan asas keseimbangan. Harus dipahami bahwa prinsip keseimbangan
nasional akan dihormati dalam menafsirkan ketentuan ini. Dalam keadaan apa pun
ketentuan ini tidak boleh ditafsirkan sebagai mengizinkan penggunaan kekuatan
yang tidak seimbang dengan tujuan yang sah untuk dicapai.
c)
Penggunakaan
senjata apipada saat bertugas penangkapan penajahat merupakan suatu tindakan
yang sangat berbahaya. Dalam bertugas penanggakapn penajahat diusahkan tidak
menggunakan senjata api yang berlebihan, terkecuali dalam kondisi darurat.
Apalagi didisasarkan juga terhadap anak dibawah umur itu tidak diperbolehkan,
pada saat pelepasan senjata yang akan diletuskan itu semua harus disampaikan
dan diberitahukan kepada aparat yang berweang dalam bidangnya� masing-masing.
Dari tiga pasal yang di tegaskan di atas. Pada poin (a) aparat keamanan boleh menggunakan kekerasan apabila benar-benar mendesak, seperti tindakan kejahatan pada saat melaksanakan tugas, membantu pelaksanaan penangkapan pelaku tindakan kejahatan. Tindakan diluar itu tidak
boleh dilakukan aparatur keamanan. Pada poin (b) dalam hukum nasional penggunaan tindakank kekerasan dalam bertugas dilarang keras untuk dilakukan
oleh apartur keamanan, tampa terkecuali memang dalam keadaan
mendesak. Masalah� tindakan kekerasan aparur keamanan. Tentang penggunaan senjata api dianggap suatu
tindakan yang ekstrim, apalagi digunakan terhadap anak-anak, dan juga pada
poin (c) penggunaan senjata api hanya
boleh digunakan pada saat penangkapan terhadap pelaku tindakan kejahatan, dan juga pada
saat senjata api itu diletuskan,
anggota harus segera melapor kasus kepada aparatur
yang berwenang.
3)
Implementasi Tanggung Jawab Negara
dan Aparatur Keamanan Dalam Pemenuhak HAM Dalam Mengemukakan Pendapat
Indonesia Meratifikasi
Kovenan Internasional tentang Hak Sipil
yang dituntut oleh ketentuan-ketentuan
pemerintahannya mengenai hak-hak yang ada. Hak dalam kebebasan
megemukakan pendapat yang ini merupakan salah satu bagian dari
hak warga sipil dalam berpolitik
yang harus mendapatkan ruangan setting sosial.
Istilahan yang dipakai didalam Undang-Undang pada Nomor. 9 Tahun 1998 yang telah di tetapkan oleh pemerintah indonesia mengenai kemerdekaan didalam mengemukakan pendapat individu dihalayak umum. Yang mana maksut yang ada yang telah tertulis dalam undang-undang ini mengenai mengemukakan
pendapat dimuka publik?umum. yang�
mana diatur didalam
DUHAM dan SIPOL yang terkhusu dalam
pasal 19 yaitu mengenai konvenan yang telah disetuju dan terbukan untuk menandatangi, mengesahkan serta dengan pernyataan
yang disampaikan oleh majlis umum
22OO a (XX1 pada 16 des tahun 1996
Bermula pada pasal 19 konvensi SIPOL, makanya Undang-undang Tahun 1998 dibuat yang mana Undang-undang ini selain bersumber
dari Pasal 28 Undang-undang 1945, yang mana di dalamnya
menjaminkan hak-hak dari setiap warga
maupun sipil di indonesia. Pembatasan-pembatasan
yang dalam pelaksanaannya
yang memungkinkan pasak 19 konven di antaranya : 1) menghargai dengan baik hak-hak dan name baik dari setiap
mahluk (orang); 2) menjagakan
ketertiban nasional,kesehatan,
keamanan publik dan kesusilaan publik.
Jikalau kita diamatikan� secara seksama terhadap pengimplementasian terhadap kebebasan� dalam mengemukankan pendapat di Indonesia
pada saat ini secara resmi memamng
sudah diterapkan dalam bermsayarakt secara baik oleh aparat pemerintah� melalui undang-undang, namun penerapannya hanya secara regulasinya saja itupun tidaklah
cukup dikarenakan tetap harus ada
pelaksanaan dari reguasi tersebut, tidak hanya sekedar
aturan saja akan tetapi harus
dijalankan semkasimal mungkin.
Pengimplementasian dalam kebebasan mengemukakan pendapat dimukan umum/publik saat
masih belum berjalan dengan efektif pada saat prakteknya dilapangan yang terkait dalam mengemukan
pendapat. Apalagi daam isu nasional
melaikan hanya dalam wilayah yang tertentu. memang kemerdekaan dalam mengemukan pendapat akan lebih
baik dibandingkan masa Orde
Baru. Namun, di ada di beberapa-beberapa wilayah
di Indonesia, UU Nomor.9 Tahun 1998 ini tidakLAH berlaku,
misalanya seperti yang diterjadi bagian timurnya indonesia khusunya wilayah papua, yang mana
tatkala dari mereka ingin mendemostrasikan
pendapat mereka dimuka umum terlebih
dahulu mereka harus mendapatkan ijin dari aparatur
keamanan. Jika tidak akan pasti dibubarkan
oleh aparat.
Didalam sebuah Undang-Undang Republik Indonesia
No 9 Tahun 1998, yang mana didalamnya
disebutkan pada pasal yang ke 10 ayat 1 menyatakan
bahwa dalam mengemukakan pendapat dihalayak publik seperti yang tertera pada pasal yang ke 9 menyatakan bahwa diwajibkan terlebih dahulu memberitahukan keaparatur keamanan (kepilisian) dalam bentuk surat kabar.
Yang perlu dititk tekankan bahwa menyampaikan surat tertulis kepada aparat kepilisian bukan untuk perizinan,
hanya saja bentuk pemberitahuan. Dalam surat pemberitahuan
yang disampaikan keaparat kepolisian dalam bentuk surat. Ini
bertujuan untuk memeberitahukan bahwa akan diadakan aksi
mengemukakan pendapat dimuka umum, tampa
harus menunggu jawaban atas boleh
atau tidak untuk melakukan aksi dihalayak publik dari pihak
apatur keamanan (kepolisian). Sedangkan dalam perizinan tentu perlu jawaban
dari aparat kepolisian yang mana bertujuan untuk memberikan pelayanan terhadap masyarakat yang ingin mengemukakan pendapat dimuka publik.
Pada kitab Undang-Undang
yang telah ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia Nomor 9. Tahun 1998 ini mempunyai sebuah
regulasion yang ada hubungannnya dengan aturan-aturan Kepolisian Republik Indonesia yang mana aturan
berkaitan dengan pengendalian yang akan dilakukan masyarakat mengenai kenyamanan dan ketentraman masyarakat. Dalam aturan ini
yang menjadi poin utama atas terjadinya
penggunaan halamam publik untuk dijadikan
tempat aksi-aksi masa yaitu tentu apabila
dalam melakukan aksi masa tidak terlebih dahulu memberitahukan keaparat kepolisian dan apabila dalam aksi tersebut
menimbulkan tindakan yang melanggar hukum (tindakan pidana).
Secara aturan pearaturan yang telah ditetapkan oleh pemeritah mengenai Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor. 9 Tahun 1998. Memang telah dibuat dalam
kitab UU RI, dan juga Negara Republik Indonesia ini mempunyau peraturan
yang mana didalam aturan tersebut sudah tertata dengan baik mengenai aturan-aturan
dalam mengemukaka ide-ide (pendapat) dihalayak publik walaupun belum begitu baik.
Mengenai Undang-Undang yang
telah ditetapkan oleh pemerintah, masih memiliki kelemahan-kelemahan dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, yang mana bertujuan untuk menguntungkan satu pihak.
Pada pelaksanaanya dilapangan pelanggar dan penyekatan dalam hak kebebasam berekspresia
atau menyampaikan pendapat dimuka umum masih banyak
terjadi dimana-mana dan lebih condong dibatasi
sehingga suatu aturan yang telah ditetapkan belum bisa berjalan sesuai
dengan ketentuan yang diharapkan.
4)
Analisa Kasus Pelanggaran Ham Aparat
Kepolisian di Desa Wades Menurut Teori Kedaulatan Rakyat
Seperti yang telah penulis sebutkan di atas mengenai pelanggaran
HAM yang yang dilakukan
oleh aparat keamanan terhadap penolakan yang dilakukan warga desa wadas, tentu
melanggar aturan-aturan
yang telah ada dalam kitab UU RI yang berkaitan dengan kepolisian No.2 Tahun 2002. yang termaktub pada Pasal 4, yang di dalamnya secara jelas menekan
kan bahwa tugas kepolisian untuk melindungi, menegakkan keadilan, mengayomi, serta perlindungan terhadap rakyat. Dan melanggar Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia
dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Penolakan yang dilakukan oleh warga masyarakat desa wades tersebut tidaklah melanggar aturan pemerintah, justru mereka memiliki
hak untuk menyampaikan pendapat, seperti yangf tertera
dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia pada Pasal 25 dan juga Dan juga UndangUndang
secara jelas menegaskan Hak Atas Rasa Aman
(HRM), seperti yang telah termaktub pada Pasal 31 No (2) menyebutkan �Menginjaki ataupun memasuki suatu pekarangan atau tempat kediaman
orang lain yang tidak dikehendaki
oleh pemiliknya yang menempati
tempat tersebuy. Dan itu hanya dibolehkan
dalam hal-hal tertentu seperti yang telah ditetapkan dalam kitab undang-undang�.
Jadi tindakan yang dilakukan oleh anggota aparat keamanan apalagi sampai memukul, memasuki kediaman tampa izin pemilik tentu
telah melanggar norma-norma yang ada. Seharusnya dari pemerintah sebelum melakukan pengukuran lahan di tempat untuk dijadikan sebagai tambang batu andesit di desa wades terlebih dahulu harus melakukan mediasi terhadap masyarakat, sehingga dengan melalalui mediasi pemerintah telah menjalankan peraturan yang telah disahkan dalam Undang-undang Republik Indonesia
No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
pada Pasal 25 secara jelas mengatakan �Setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk hak untuk mogok
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Apabila masyarakat menolak dengan pendirian tambang batu andesit yang akan dijadikan di desa meraka, tentu penolakan
mereka yang mereka lakukan telah berlandasan
pada Undang-undang. Jika disandingkan
dengan Teori Kedaulatan Rakyat, maka seharusnya pemerintah harus melindungi hak-hak rakyat dan selalu mendengarkan aspirasi rakyat ketika membuat suatu kebijakan atau aturan negara begitupun kondisi yang dialami oleh warganya, pemimpin harus selalu bisa mengambil
keputusan yang tepat tampa mengurangi hak warga sebagai
masyarakat indonesia.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan oleh peneliti maka dapat
disimpulkan Mengenai pelanggaran HAM yang yang dilakukan oleh aparat keamanan terhadap penolakan yang dilakukan warga desa wadas,
tentu melanggar Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang kepolisian. Penolakan yang dilakukan oleh warga masyarakat desa wades tersebut tidaklah melanggar aturan pemerintah, justru mereka memiliki
hak untuk menyampaikan pendapat, seperti yangf tertera
dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Apabila kita diamati secara seksama terhadap pengimplementasian terhadap kebebasan masyarakat dalam menyampaikan pendapat di halayak publik, khususnya� Indonesia saat ini secara
aturan yang ada dalam undang-undang memang telah di Impelementasikan dengan baik oleh pemerintah. Namun tidak cukup
penerapannya secara aturan saja, tetapi
dalam prakteknya juga harus terlaksanakan dengan baik, dan harus sesuia dengan
harapa-harapan yang ada dalam aturan-aturan itu sendiri.
BIBLIOGRAFI
Abdurrahman Misno, B. P., Shi, M. E. I., & Ll, B.
(2020). Menggenggam Nusantara Raya. Jakarta Pusat: Gramedia Pustaka
Utama.
Abidin, Yusuf Zainal. (2015). Metode
Penelitian Komunikasi (Penelitian Kuantitatif: Teori Dan Aplikasi).
Bandung: Pustaka Setia.
Anugerah, Diah. (2018). Pelaksanaan
Pengawasan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Terhadap Black Campaign
Dalam Pemilihan Presiden Tahun 2014 Di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Gazi, Muhammed, & Sahl, Dafiq Febriali.
(2022). La Pensante. Basya Media Utama.
Hamidi, Jazim. (2016). Perlindungan Hukum
Terhadap Disabilitas Dalam Memenuhi Hak Mendapatkan Pendidikan Dan Pekerjaan. Jurnal
Hukum Ius Quia Iustum, 23(4), 652�671.
Lucy, Bunda. (2016). Panduan Praktis Tes
Minat Bakat Anak. Penebar Plus+.
Siregar, Syofian. (2013). Metode
Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana.
Sugiyono. (2019). Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Supriyanto, Bambang Heri. (2016). Penegakan
Hukum Mengenai Hak Asasi Manusia (Ham) Menurut Hukum Positif Di Indonesia. Jurnal
Al-Azhar Indonesia Seri Pranata Sosial, 2(3), 151�168.
Sutrisman, Dudih. (2019). Pendidikan
Politik, Persepsi, Kepemimpinan, Dan Mahasiswa. Guepedia.
Wiratama, Satya Maja. (2018). Pemenuhan
Hak Penyandang Disabilitas Dalam Pelayanan Pembuatan Surat Izin Mengemudi (Sim)
Di Kepolisian Resort Magetan.
Copyright holder: Zarwaki, Suwandi, Aunur Rofiq (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |