Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849
e-ISSN:
2548-1398
Vol.
7, No. 6, Juni 2022
PENENTUAN DOSIS OPTIMUM
KOAGULAN FeCl3 UNTUK PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI DENGAN METODE JAR TEST
1 Nurul Asni, 2 Rospian N.S.P, 3 Emmida Djonaedi, 4 Riski Wahyuni
1,2 Akademi Kimia Analis Caraka Nusantara, Indonesia
3 Teknik Grafika Penerbitan, Polteknik Negeri
Jakarta, Indonesia
4 PT. Mulia Agung Chemindo, Indonesia
Email: [email protected], [email protected],
�[email protected],
[email protected]
Abstrak
Limbah cair merupakan
buangan yang dihasilkan dari kegiatan produksi yang menjadi salah satu
permasalahan bagi setiap industri karena dapat mencemari perairan yang
dimanfaatkan oleh masyarakat. Salah satu penangannya adalah pengolahan limbah
secara kimia dengan test koagulasi yang dilakukan dengan metode jar test.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis optimum koagulan FeCl3,
dilakukan dengan membandingkan aktivitas koagulan dengan variasi dosis
pembubuhan dan konsentrasi, dengan parameter yang diujikan adalah kekeruhan,
pH, TSS, dan TDS. Hasil pengujian menunjukkan bahwa dosis optimum koagulan FeCl3� untuk mengurangi zat kontaminan yang
paling efektif adalah pada dosis pembubuhan sebanyak 0,2 mL pada konsentrasi
400 ppm dan hasil pengujiannya sesuai dengan standar baku mutu limbah buangan menurut KEP-51/MENLH/10/1995.
Kata Kunci: metode jar test; koagulan
fecl3; dosis optimum; limbah
cair;
kekeruhan; ph;
tss; tds
(FeCl3,
pH, TSS, TDS)
�������������������������������������������������������������������������������������������������������������������
Abstract
Liquid waste is waste resulting from production activities as one of the
problems for every industry because it can contaminate the waters of which are
be used� by the
community. One of the handlers is chemically wastewater treatment with
coagulation test conducted by the method of jar test. This research aims to
determine the optimal dose of coagulant FeCl3, done by comparing coagulant
activity with the variation of dose and concentration, with parameters tested
is turbidity, pH, TSS, and TDS. The test results show that the optimum
coagulant dose FeCl3 to reduce contaminant substance that is most
effective at doses 0.2 mL on the concentration of 400 ppm and test results in
accordance with the standard waste quality standards according to KEP-51 /
MENLH / 10/1995.
Keywords: jar
test method; coagulants fecl3; optimum dose; liquid waste; turbidity; ph; tss; tds
(FeCl3, pH, TSS,TDS)
Pendahuluan
Limbah cair
adalah limbah yang keluar dari proses produksi baik berupa sisa proses, hasil
sampingan, bekas air cucian, maupun air pendinginan. Keberadaan limbah cair
didalam ekosistem umumnya mengandung zat-zat organik dan zat-zat kimia lainnya
yang membawa dampak negatif terhadap lingkungan perairan dan kesehatan
masyarakat, antara lain (Yulianto, 2008):
1) Menurunkan
kadar oksigen terlarutdalam air.
2) Musnahnya
biota air.
3) Gangguan
kesehatan.
Terdapat tiga
cara pengolahan limbah antara lain, secara fisika, kimia, dan biologi. Salah
satu cara pengolahan limbah cair adalah secara kimia. Pengolahan limbah cair
secara kimia dilakukan untuk memisahkan parikel-partikel koloid dan zat padat
tersuspensi yang halus serta senyawa lain yang sulit dipisahkan dengan cara
pengolahan fisik
(Supriyanti, 1991).
Prinsip yang
digunakan untuk mengolah limbah cair secara kimia adalah menambahkan bahan
kimia (koagulan) yang dapat mengikat bahan pencemar yang terkandung dalam air limbah,
kemudian memisahkannya dengan cara mengendapkan atau mengapungkan.
Kekeruhan dalam
air limbah dapat dihilangkan melalui penambahan bahan kimia yang disebut
koagulan dan flokulan. Pada umumnya bahan seperti aluminium sulfat (tawas),
fero sulfat, poli ammonium klorida atau polielektrolit organik dapat digunakan
sebagai koagulan.
Untuk menentukan
dosis optimal, koagulan yang sesuai, dan pH yang digunakan dalam proses
pengolahan air limbah. Secara sederhana dapat dilakukan dalam laboratorium
dengan menggunakan metode jar test yang
merupakan model sederhana dari proses koagulasi.
Jar Test adalah
rangkaian tes untuk mengevaluasi proses-proses koagulasi dan flokulasi serta
menentukan dosis pemakaian bahan kimia. Penambahan bahan kimia tidak dapat
dilakukan sembarang, harus dosis yang tepat dan bahan kimia yang cocok serta
harus memperhatikan pHnya. Sehingga jar test bertujuan untuk mengoptimalkan
pengurangan polutan dengan (Risdianto, 2007):
1. Mengevaluasi
koagulan dan flokulan.
2. Menentukan
dosis bahan kimia.
3. Mencari
pH yang optimal.
Koagulan FeCl3
efektif untuk limbah cair dengan kesadahan rendah dan intensitas warna
yang tinggi, namun kelemahan dari koagulan FeCl3 adalah karena
sifatnya yang korosif serta akan memberi efek warna pada limbah tidak berwarna
jika konsentrasinya berlebih, timbulnya warna ini disebabkan oleh Fe3+
yang terlarut dalam air limbah menyebabkan timbulnya warna merah (PDK
Wulan, 2010).
Dosis koagulan
yang berlebihan maupun yang kurang dapat menurunkan efisiensi padatan. Kondisi
tersebut dapat dikoreksi dengan percobaan jar test dan memverifikasi kinerja proses setelah melakukan perubahan dalam
operasi proses koagulasi (Davis & Cornwell, 1998).
Berdasarkan
uraian tersebut, maka dijadikan pertimbangan untuk melakukan uji penentuan
dosis optimum terhadap koagulan FeCl3 dengan menggunakan metode jar
test dalam pengolahan limbah cair sehingga dihasilkan air limbah yang sesuai
dengan baku mutu limbah cair buangan.
Metode Penelitian
1. Bahan
Bahan
yang digunakan adalah sampel limbah cair Cair pada industri makanan , koagulan
FeCl3, larutan NaoH 25%, dan Flokulan (Polimer Anionik).
Alat
yang digunakan adalah peralatan gelas kimia, Neraca Analitik Digital Vibra HT,
TDS meter model YK-22CT, TSS meter HACH model�
DR2500, Turbidity meter HACH model 2100Q dan pH meter.
2. Metode
Metode
yang digunakan untuk penentuan dosis optimum koagulan FeCl3 adalah
metode jar test.
a) Jar Test
Sampel
limbah cair sebanyak 200 mL dimasukkan kedalam gelas beaker 500 mL, kemudian diukur pHnya (jika pH sampel asam, maka
tambahkan NaOH 25% sampai pH sampel menjadi basa).
Dibuat
sebanyak 5 sampel dengan variasi sebagai berikut:
Tabel 1
Dosis Koagulan FeCl�3
Gelas Beaker |
Konsentrasi (Ppm) |
Volume Koagulan FeCL3 (mL) |
1 2 3 4 5 |
100 200 300 400 500 |
0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 |
Sampel
limbah yang telah dibubuhi koagulan diaduk cepat selama 1 menit dan diaduk
lambat selama 2 menit, kemudian diamkan selama 5 menit, setelah itu tambhkan
flokulan sebanyak 1 mL pada masing masing sampel dan diaduk lambat selama 1
menit, kemudian diamkan lagi sampai filtrat dengan flok terpisah. Selanjutnya diambil
filtratnya untuk pengujian terhadap parameter pH, Kekeruhan, TDS dan TSS.
b) Uji pH
Sampel disiapkan
dalam gelas beaker 100 mL secukupnya,
kemudian menyiapkan pH meter yang telah dibersikan dengan aquades. Elektroda pH
meter dicelupkan kedalam gelas beaker
berisi sampel sampai menunjukkan pembacaan yang tetap. Kemudian catat angka
yang tertera pada display.
Selanjutnya bersihkan kembali pH meter yang telah digunakan dengan aquades dan
keringkan.
c) Uji TDS
Filtrat
sampel dipipet sebanyak 100 mL ke dalam gelas beaker. TDS sampel kemudian diukur dengan TDS meter dengan cara
elektroda TDS meter dicelupkan kedalam sampel, kemudian catat angka yang
tertera pada display.
Keterangan:
pengukuran kekeruhan dan TSS dilakukan di LABKESDA. Sehingga prosedur tidak
dicantumkan.
Hasil dan Pembahasan
Metode jar test
digunakan untuk mengevaluasi proses-proses koagulasi serta untuk menentukan
dosis pemakaian bahan kimia. Penentuan dosis optimum bertujuan untuk mengetahui
dosis koagulan yang paling efektif untuk menghilangkan partikel koloid karena
penambahan koagulan yang kurang maupun yang berlebih tidak menjamin hasil yang diperoleh baik.
Menurut (Suryadiputra, 1995),
penambahan koagulan yang semakin banyak dapat menyebabkan pemecahan kembali
padatan yang sudah terbentuk, dikarenakan dosis koagulan mencapai konsentrasi
berlebih sehingga terjadi penstabilan kembali muatan koloid yang terbentuk yang
menyebabkan koloid menjadi stabil kembali. Prinsip koagulasi dan
flokulasi yaitu proses destabilisasi partikel koloid dan memperbesar laju
pembentukan flok.
Pada pengujian
dengan metode jar test dilakukan pengadukan secara cepat dan lambat. Pengadukan
secara cepat berfungsi untuk menyebarkan bahan kimia, sehingga koagulan dan
sampel tercampur merata. Sedangkan pengadukan secara lambat berfungsi agar
campuran koagulan dengan sampel limbah yang telah merata membentuk gumpalan
atau flok dan dapat mengendap dengan cepat.
Pemilihan dosis
koagulan FeCl3 pada pengujian ini berdasarkan eksperimen semata,
dikarenakan sampel limbah cair pada industri makanan
�memiliki intensitas warna yang
tinggi dan tingkat kekeruhan yang tinggi sehingga dipilih dosis pembubuhan koagulan
dengan konsentrasi ≥100 ppm.
Setelah
diperoleh filtrat hasil dari pengujian dengan menggunakan metode jar test,
dilakukan analisa terhadap beberapa parameter yang diujikan antara lain pH,
Kekeruhan, Total Padatan Tersuspensi (TSS) sebagai parameter penentuan dosis
optimum dan Total Padatan Terlarut (TDS) sebagai parameter uji tambahan.
1.
Uji pH
Tabel 2
Hasil Uji pH
Konsentrasi Koagulan (Ppm) |
PH |
|
Awal |
Akhir |
|
100 200 300 400 500 |
9 9 9 9 9 |
8,6 8,3 8,0 7,4 6,6 |
Nilai pH air limbah sebelum diberi perlakuan adalah 7, kemudian dibuat
dalam suasana basa menjadi pH 9 dengan penambahan larutan NaOH 25%, agar
koagulan FeCl3 dapat bekerja dengan efektif dan sebagai upaya untuk
menetralkan pH limbah setelah di bubuh koagulan FeCl3.
Gambar 1. Menunjukkan bahwa pH air limbah sesudah di beri perlakuan
penambahan dosis koagulan FeCl3 0,05 mL sebesar 8,6, penambahan
dosis koagulan FeCl3 0,1 mL sebesar 8,3, penambahan dosis koagulan
FeCl3 0,15 mL sebesar 8,0, penambahan dosis koagulan FeCl3 0,2
mL sebesar 7,4, dan penambahan dosis koagulan FeCl3 0,25 mL sebesar
6,6. Penurunan nilai pH pada limbah ini masih memenuhi standar baku mutu yang
diatur dalam Kep. Men. Neg. L. H. No.: KEP- 51/MENLH/10/1995,
tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri, yaitu pH masih berkisar
diantara 6-9.
Gambar 1
Grafik Hubungan Konsentrasi koagulan dengan pH
Dari Gambar diatas dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi
koagulan maka semakin turun nilai pH limbahnya, artinya penambahan dosis
koagulan yang semakin banyak menyebabkan penurunan nilai pH.
Penurunan nilai pH ini disebabkan karena FeCl3 �yang �bersifat
asam dan alkalinitas yang ada dalam air limbah dipakai untuk menghidrolisis
kation besi menjadi logam hidroksida (Fe(OH)3). Pengukuran pH air
limbah dilakukan menggunakan pH meter sesudah perlakuan dengan penambahan dosis
koagulan FeCl3. (Noorjanah, 2015).
2.
Uji
Kekeruhan
Tabel 3
Hasil Uji Kekeruhan
Konsentrasi Koagulan (ppm) |
Nilai Kekeruhan (Ntu) |
100 200 300 400 500 Limbah |
7,17 4, 59 2,90 0,94 5,18 454 |
Karakteristik sampel air limbah yang dapat dilihat secara fisik adalah
intensitas warna yang tinggi, dimana sampel berwarna cokelat keabu-abuan yang
pekat. Hasil pemeriksaan kekeruhan sampel air limbah sebelum dilakukan
perlakuan mempunyai nilai kekeruhan yang besar yaitu 454 Ntu, dimana melebihi
nilai maksimum yang ditetapkan dalam standar baku mutu air bersih menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/MENKES/PER/IX/ 1990.
Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 3. Penambahan dosis koagulan
FeCl3 0,05 mL adalah 7,17 Ntu, penambahan dosis koagulan FeCl3 1
mL adalah 4,59 Ntu, penambahan dosis koagulan FeCl3 0,15 mL adalah
2,90 Ntu, penambahan dosis koagulan FeCl3 0,2 mL adalah 0,94 Ntu,
dan penambahan dosis koagulan FeCl3 0,25 mL adalah 5,18 Ntu.
Gambar 2
Grafik Hubungan Konsentrasi Koagulan
dengan Kekeruhan
Berdasarkan hasil pengujian, semua dosis koagulan FeCl3 yang
ditambahkan dapat menurunkan kekeruhan pada air limbah sesuai dengan standar
baku mutu air bersih menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor:416/MEN.KES/PER/IX/1990,
mengenai persyaratan kualitas air bersih dimana kekeruhan maksimal yang
diperbolehkan adalah 25 Ntu, namun dari Gambar 2 terlihat bahwa penurunan
tingkat kekeruhan yang paling efektif adalah pada konsentrasi 400 ppm dimana
dosis koagulan FeCl3 yang di tambahkan sebanyak 0,2 mL dapat
menurunkan tingkat kekeruhan air limbah sampai 0,94 Ntu, penurunan tingkat
kekeruhan yang terbesar ini merupakan dosis optimum dari penambahan koagulan
FeCl3. Penurunan tingkat kekeruhan terjadi karena padatan
tersuspensi yang halus yang terdapat dalam air limbah dapat terendapkan
membentuk flok yang menggumpal sehingga dapat menurunkan tingkat kekeruhan air
limbah. Dalam hal ini, tingkat kekeruhan dengan kadar TSS berbanding lurus,
yaitu jika kadar TSS dalam air limbah tinggi maka tingkat kekeruhan limbah
tersebut juga tinggi.
3.
Uji
Total Padatan Tersuspensi (TSS)
Tabel 4
Hasil Uji TSS
Konsentrasi Koagulan (ppm) |
TSS (mg/L) |
100 200 300 400 500 Limbah |
5 5 2 0 3 3420 |
Hasil pengujian kadar TSS sebelum diberi perlakuan adalah 3420 mg/L.
Sedangkan hasil pengukuran dengan menggunakan koagulan FeCl3 sesudah
diberi perlakuan pengadukan cepat selama 1 menit dan pengadukan lambat selama 2
menit serta pengendapan selama 5 menit didapatkan pada Tabel 4. Dimana penurunan
kadar TSS sesudah penambahan koagulan FeCl3 berturut �turut pada
dosis 0,05 mL dan 1 mL penurunan kadar TSS sampai 5 mg/L, dosis koagulan FeCl3
sebanyak 0,15 mL menurunkan sampai 2 mg/L, penambahan dosis koagulan FeCl3 0,2 mL menurunkan kadar TSS sampai 0 mg/L, dan
penambahan koagulan FeCl3 sebanyak 0,25 mL dapat menurunkan kadar
TSS sampai 3 mg/L.
Gambar 3
Grafik Hubungan Konsentrasi Koagulan
Dengan TSS
Kadar TSS air limbah tersebut melebihi standar baku mutu yang ditetapkan
yaitu lebih dari 200 mg/L. Namun setelah diberi koagulan FeCl3,
kadar TSS turun drastis dan sudah sesuai dengan standar baku mutu yang diatur
dalam Kep. Men. Neg. L. H. No.: KEP-51/MENLH/10/1995, tentang baku mutu limbah
cair bagi kegiatan industri. Menurut Siti Noorjanah (2015),
Penurunan kadar TSS ini dikarenakan koagulan FeCl3 membuat partikel
koloid membentuk flok-flok sehingga flok tersebut menggumpal dan kemudian dapat
diendapkan.
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh bahwa semua dosis koagulan FeCl3
dapat menurunkan kadar TSS, namun hasil terbaik terdapat pada konsentrasi 400
ppm dimana dosis koagulan FeCl3 yang ditambahkan sebanyak 0,2 mL
dapat menghilangkan padatan tersuspensi sampai 0 mg/L. Penurunan kadar TSS yang
paling rendah dari kadar TSS awal inilah yang menjadi dosis optimum pembubuhan
koagulan FeCl3.
4.
Uji
Total Padatan Terlarut (TDS)
Tabel 5
Hasil Uji TDS
Konsentrasi Koagulan (ppm) |
TDS (mg/L) |
100 200 300 400 500 Limbah |
1039 1089 1196 1205 1320 �737 |
Hasil pengujian kadar TDS sebelum diberi perlakuan adalah 737 mg/L, masih
memenuhi standar baku mutu berdasarkan Kep. Men. Neg. L.H. No.:
KEP-51/MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri yaitu
kadar maksimum TDS yang diperbolehkan adalah 2000 mg/L.
Gambar 4
Grafik Hubungan Konsentrasi Koagulan
dengan TDS
Berdasarkan hasil pengujian yang dapat dilihat pada Gambar 4. Semakin
tinggi konsentrasi maka semakin tinggi pula padatan terlarut air limbah, namun
masih sesuai dengan standar baku mutu yang diatur dalam Kep.Men.Neg.L.H.No.:
KEP-51/MENLH/10/1995, dimana pada konsentrasi 100 ppm kadar TDSnya
adalah 1039, pada konsentrasi 200 ppm kadar TDSnya adalah 1089, pada
konsentrasi 300 ppm kadar TDSnya adalah 1196, pada konsentrasi 400 ppm kadar
TDSnya adalah 1205, dan pada konsentrasi 500 ppm kadar TDSnya adalah 1320. Hal
ini disebabkan karena semakin banyaknya zat yang terlarut dalam air limbah
akibat penambahan bahan kimia seperti koagulan FeCl3, NaOH,
dan Flokulan pada saat proses pengujian.
Pengukuran TDS bertujuan untuk mengetahui jumlah padatan terlarut pada
masing-masing konsentrasi setelah dilakukan pengujian jar test, dimana pada
dosis optimum yaitu pada konsentrasi 400 ppm jumlah padatan terlarut masih
memenuhi standar baku mutu limbah buangan industri.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil dan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan koagulan
untuk pengolahan sampel limbah cair pada industri makanan �dengan
metode jar test optimum pada pH 7,4 dan konsentrasi 400 ppm dengan dosis
pembubuhan sebanyak 0,2 mL dapat menurunkan kadar kekeruhan dan TSS dalam
sampel limbah.
Hasil pengujian
terhadap parameter uji pH, kekeruhan, TSS, dan TDS memenuhi standar baku mutu
yang ditetapkan dalam Kep.Men.Neg.L.H.No.:
KEP-51/MENLH/10/1995, tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri.
Davis, Mackenzie Leo, & Cornwell, David A. (1998).
Introduction to environmental engineering. WCB McGraw-Hill. Google Scholar
Norjannah, Siti. (2015). Keefektifan
Dosis Koagulan Feri Klorida (FeCl3) dalam Menurunkan Kadar Total Suspended
Solids (TSS) pada Air Limbah Batik Brotoseno Masaran Sragen. Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Google Scholar
Praswasti, P. D. K., Dianursanti,
Dianursanti, Gozan, Misri, & Nugroho, Wahyu Ardie. (n.d.). Optimasi
Penggunaan Koagulan pada Pengolahan Air Limbah Batubara. Optimasi Penggunaan
Koagulan Pada Pengolahan Air Limbah Batubara. Google Scholar
Risdianto, Dian. (2007). Optimisasi proses
koagulasi flokulasi untuk pengolahan air limbah industri jamu (studi kasus PT.
Sido Muncul). Magister Teknik Kimia, Universitas Diponegoro, Semarang. Google Scholar
Supriyanti, K. (1991). Pengolahan Limbah
Cair Secara Kimia. Google Scholar
Suryadiputra, I. N. N. (1995). Pengantar
Kuliah Pengolahan Air Limbah: Pengolahan Air Limbah dengan Metode Kimia
(Koagulasi dan Flokulasi). Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.
Google Scholar
Yulianto, Teguh. (2008). Pengukuran pH,
Turbidity, COD pada Proses Pengolahan Limbah Cair Industri Oleo Kimia Bekasi. Jakarta
(ID): AKA Caraka Nusantara. Google Scholar
Copyright holder: Nurul Asni, Rospian
N.S.P, Emmida Djonaedi, Riski Wahyuni (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed
under: |