Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 6, Juni 2022

 

EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM LIIFE SKILLS EDUCATION PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM) PELITA SARI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH BANTUL

 

Edi Subarkah, Gunartati

Program Studi Pendidikan Luar Sekolah Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Catur Sakti Yogyakarta, Indonesia

Email: [email protected], t[email protected]

 

Abstrak

Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Pelita Sari mampu memenuhi kebutuhan warga belajar dalam bidang keterampilan. Warga belajar mendapatkan keterampilan yang kompleks hingga dalam memenuhan pendidikan luar sekolah sebagai pelengkap masyarakat. Melalui PKBM hendaknya dapat menciptakan warga belajar untuk mengembangkan keterampilan, serta dapat berpartiisipasi dalam pembangunan dan siap untuk bersaing tengah masyarakat luas. Kenyataannya saat ini terdapat warga belajar yang masih sulit untuk mengembangkan kemampuan yang mereka miliki. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengetahuan, mengembangkan dan keterampilan dan hasil pelaksanaan PKBM Pelita Sari Bantul yang dilihat dari, evaluasi reaksi (reaction evaluation), evaluasi belajar (learning evaluation), evaluasi perilaku (behevior evaluation), dan evaluasi hasil (result evaluation).Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah pelaksanaan PKBM sudah tepat, dan untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dari pelaksanaan program life skills education. Pelaksanaan program menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan motode evaluasi model Raise-L, dengan indikator relevan, atmosphere chimate, commitment, sustainability, effevtiveness, learhership, dan didukung dengan penelitian kuantitatif dengan menggunakan tabulasi tunggal. Data diperoleh melaluiobservasi, wawancara dan dukumentasi. Sunber data penelitian ini adalah alumni warga belajar,. Teknik analisis data yang digunakan adalah data reduction, data display, kesimpulan dan verifikasi. Hasil penelitian ini yaitu : (1) program pendidikan life skills education sebagiankecil belum menyelesaikan lulusan keterampilan dan sebagian besar lulusan dapat mempraktekkan keterampilan yang dimiliki pada dunia kerja/ industri, (2)faktor yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan program life skills education yaitu kurangnya tutor yang ahli yang sesuai dengan prinsip-prinsip pembelajaran untuk mendampingi terus menerus dalam pembelajaran, (3) faktor pendukung keinginan yang tinggi dari warga belajar, tutor, motivasi dari pihak PKBM Pelita Sari, kemauan/ minat warga belajar, partisipasi dari keinginan untuk mengembangkan pariwisata warga masyarakat dan mitra kerja pemetintah.

 

Kata kunci: Pelaksanaan Life Skills Education.

 

Abstract

The Pelita Sari Community Learning Activity Center (PKBM) is able to meet the needs of learning residents in the field of skills. Residents learn to acquire complex skills to fulfill education outside of school as a complement to the community. Through PKBM it should be able to create learning citizens to develop skills, and be able to participate in development and be ready to compete in the wider community. In fact, there are currently learning residents who are still difficult to develop their abilities. This research was conducted to determine the knowledge, development and skills and the results of the implementation of PKBM Pelita Sari Bantul seen from the reaction evaluation, learning evaluation,behavior evaluation, and  result evaluation.The purpose of this study is to determine whether the implementation of PKBM is appropriate, and to determine the supporting and inhibiting factors of the implementation of the life skills education. The implementation of the program uses a qualitative research type with an evaluation method approach to the Raise-L model, with relevant indicators, atmosphere chimate, commitment, sustainability, effectiveness, learhership, and is supported by quantitative research using a single tabulation. Data obtained through observation, interviews and documentation. The source of the data for this research is the alumni of the learning community. The data analysis technique used is data reduction, data display, conclusion and verification. The results of this study are: (1) part of the life skills education has not completed graduate skills and most graduates can practice the skills they have in the world of work/industry, (2) the factors that hinder the implementation of the life skills education are the lack of tutors. who are experts in accordance with learning principles to assist continuously in learning, (3) supporting factors for the high desire of learning residents, tutors, motivation from the Pelita Sari PKBM, willingness/interest of learning residents, participation from the desire to develop community tourism community and government partners.

 

Keywords: Implementation of Life Skills Education

 

Pendahuluan

Pembangunan Nasional pada hakikatnya merupakan pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruhnya dan pembangunan masyarakat (Fitriani, 2015).Indonesia kehidupan, baik yang dalam segala aspek yang bersifat material maupun yang bersifat spiritual. Untuk mencapai kualitas sumberdaya manusia yaitu melalui pendidikan, sebab kehidupan dan penghidupan yang sesuai dengan nilai-nilai manusia baik secara individual maupun kelompok mutlak memerlukan bekal kemampuan yang dapat dibentuk melalui jalur Pendidikan (Jamaludin et al., 2021).Dengan pendidikan diharapkan manusia dapat menghadapi tantangan di masa yang akan datang serta menjadi manusia yang cerdasar, terampil,mandiridan bertanggung jawab (sence of sponsibility).

Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan terdiri Jalur, Jenjang, dan Jenis Pendidikan (Ansori, 2020). Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal dan informal. Pendidikan nonformal/pendidikan luar sekolah (out of school education) merupakan pendidikan dirancang untuk membelajarkan warga belajar agar mempunyai jenis keterampilan dan/ atau pengetahuan serta pengalaman yang dilaksanakan di luar jalur pendidikan formal (persekolahan) (Sopiyatun, 2010). Karakteristik pendidikan luar sekolah, sebagai subsistem dari sekolah, artinya bahwa pendidikan luar sekolah dapat menggantikan pendidikan jalur sekolah yang karena beberapa hal masyarakat tidak dapat mengikuti pendidikan di jalur persekolahan (formal). Pendidikan luar sekolah sebagai supplement, pendidikan sekolah, artinya bahwa pendidikan luar sekolah dilaksankan untuk menambah pengetahuinan, keterampilan, yang kurang didapatkan dari pendidikan formal (Agustiningsih & Pamungkas, 2017). Pendidikan luar sekolah sebagai Complement, dari pendidikan artinya bahwa pendidikan luar sekolah dilaksanakan untuk melengkapi pengetahuan, keterampilan yang kurang atau tidak dapat diperoleh di dalam pendidikan formal.

Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945 berisi amanat pemerintah untuk mengusahakan dan menyelenggarakan suatu Sistem Pendidikan Nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tugan Yang Maha Esa

Undang Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1, Dalam undang undang yang dimaksud Satuan Pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Salah satu satua pendidikan adalah pendidikan nonformal (Rohani, 2020).

Pendidikan nonformal merupakan pendidikan yang diadakan di luar pendidikan formal (Dacholfany, 2018). Contoh dalam pendidikan nonformal yaitu kelompok bermain (KB), Sanggar dan Lembaga kursus/Lembaga pelatihan. Pendidikan nonformal biasanya lebih bersifat fleksibel secara kreatif. Pendidikan nonformal memiliki pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, penddikan kesetaraan, serta pendidikan lainnya yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

Pendidikan nonformal memiliki pendidikan kecakan hidup (life skills education). Undang Undang Republik Indonesia Nomor 2. Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan Kecakapan Hidup (life skills education) adalah pendidikan yang meberikan kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan intektuan dan kecakapan vokasional untuk bekerja atau usaha mandiri, pendidikan kesertaan, serta pendidikan lainnya, yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik

 

Metode Penelitian

Dalam tulinan ini jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Menurut (Bogdan, Taylor, & Taylor, 1975) metode kualitatif sebagai prosespemelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Namun pada penelitian dataini digunakan pula pendekatan kualitatif untukdatamendekung dan memperlengkap datdengan cara menggunakan tabulasi tunggal yaitu membuat tabel-tabel sesuai dengan analisis yang dibutuhkan (Suhartono, 2002).

Data primer dalam pendelitian ini adalah data secara langsung dapat diperoleh melalui informan penelitian berupa informan berupa informan kunci yaitu alumni yang pernah mendapatkan program di PKBM Pelita Sari.atau alumni peserta didik dari Lembaga tersebut sebanyak 22 orang.

Data sekunder dalam penelitian ini adalah informasi tertulis tentang pelaksanaan life skills education dan data tentang program pelayanan sosial dalam serta pembinaannya di PKBM Pelita Sari Bantul.

Teknik purposive sampling digunakan untuk mendapatkan informasi dari alumni warga belajar yang sudah pernah pendapatkan pembelajaran life skills education, karena peneliti ingin melihat sejauh mana pelaksanaan life skills education berlangsung dan yang sudah dibentuk oleh Lembaga PKBM Pelita Sari tersebut tentang pembekalan keterampilan. Warga belajar dan memiliki kapasitas serta informasi yang cukup dalam menjalankan seluruh pertanyaan yang berhubungan dengan program PKBM Pelita Sari dalam life skills education.

Penelitian ini melakukan wawancara mendalam kepada informan alumni warga belajar berlumlah 22 0rang yang telah mrendapatkan program life skills education selama dia berada di PKBM Pelita Sari. Wawancara yang dilakukan kepada 6 informan pendukung yaitu 3 warga belajar PKBM yang sedang mendapatkan program life skills education informan di PKBM Pelita Sari dan 3 tutor dari PKBM Pelita Sari yang mengetahui secara detail tentang keseharian warga belajar.

Dalam penelitian ini observasi dilakukan hanya sebatas pengamatan yang dilaksanakan LSE di PKBM Pelita Sari. Hal tersebut dilakukan untuk mengamati kondisi fisik, data tentang pendidikan Alumni warga belajar, data Lembaga secara keseluruan, serta proses pelaksanaan LSE.

 

Hasil dan Pembahasan

Pelaksanaan program life skills education pendidikan luar sekolah tahun 2019 �2021 di PKBM Pelita Sari

Pelaksanaan program life skills education pendidikan luar sekolah dikaji oleh penulis tahun 2018 � 2021 di PKBM Pelita Sari dikaji oleh penulis untuk mendukung pelaksanaan kegiatan tersebut melalui rearning resources (sumber belajar) berupa bahan dirancang untuk pembelajaran, peralatan yang mendukung pembekalan keteranpilan, Teknik/ metode yang dilakukan dengan cara diskusi, percakapan biasa, dan debat. Kemudian apa saja yang dilakukan melalui praktik lingkungan yang memperngaruhi sistem belajar seperti teman, pengaruh, dan tempat/ lokasi. Selain. Selain itu pelaksanaan program LSE memiliki sumber belajar dari tutot dan atau pengaruh sebagai instrument bimbingan kapasitas oleh pihak PKBM Pelita Sari warga belajar untuk meningkatkan kualitas SDM (warga belajar) dalam pelayanan LSE. Ditinjau dari teor ilife skills education, pembekalan keterampilan di PKBM Pelita Sari merupakan salah satu komponen dari sistem pelayanan keterampilan yang membantu warga belajar dalam memenuhi dan meningkatkan kebutuhan pada keterampilan melalui pelaksanaan program life skills education. Dari observasi dan wawancara penulis, baik secara terbuka maupun terfokus individu dengan ���informan penelitian, penulis menemukan hasil dalam pelaksanaan program tahun 2018 � 2021 di PKBM Pelita Sari yang mengarah kepadaempat kriteria evaluasi,didasarkan Donald L. Kirkaprict yaitu : evaluasi raaksi, evaluasi proses, evaluasi hasil, dan evaluasi dampak. ��Model yang dikembangkan oleh Kirkpatrick dikenal dengan Evaluating Training Program: The Four level atau Kirkpatrick evaluation model.Evaluasi terhadap program training mencakup empat level evaluasi, yaitu: reaction, learning, behavior, dan result.

a.           Evaluasi reaksi (reaction evaluation).

Evaluasi terhadap reaksi peserta training bersifat mengukur kepuasan peserta (customer satisfaction). Program training dianggap efektif apabila proses training dirasa menyenangkan dan memuaskan peserta training sehingga mereka tertarik dan termotivasi untuk belajar dan berlatih. Dengan kata lain, peserta training akan termotivasi apabila proses training berjalan dengan baik, sehingga memberikan kepuasan pada peserta yang akhirnya akan membuahkan reaksi dari peserta yang menyenangkan. Sebaliknya apabila peserta training merasa tidak puas atas proses training, maka akan muncul kekecewaan dan akhirnya tidak termotivasi lagi untuk mengikuti training lebih lanjut.

(Kirkpatrick & Kirkpatrick, 2008) menyatakan bahwa reaction dimaksudkan: �as the word reaction implies, evaluation on the this level measures how those who participation in the program react to it. I call it a measure of customer satification�. Evaluasi pada level ini, mengukur bagaimana orang-orang yang berpartispasi di dalam program tersebut berpartisipasi terhadapnya. Mengevaluasi reaksi adalah mengukur kepuasan peserta. Agar pelatihan berjalan efektif, maka para peserta pelatihan perlu bereaksi secara positif (favorably) terhadapnya. Bila tidak, mereka tidak akantermotivasi untuk mengikuti pelatihan.

Kepuasan peserta training dapat dikaji dari beberapa aspek, yaitu materi yang diberikan, fasilitas yang tersedia, strategi penyampaian materi yang digunakan oleh instruktur, media pembelajaran yang tersedia, jadwal kegiatan. Ada beberapa alasan pentingnya mengukur kepuasan, yaitu: (1) Karena memberi kepada kita umpan balik berharga, danmembantu������� untuk mengevaluasi program maupun memberikan komentar dan sasaran untuk memperbaiki program-program selanjutnya. (2)Memberitahukan kepada para peserta pelatihan bahwa trainers, di sana untuk membantu mereka mengerjakan pekerjaan dengan lebih baik dan memerlukan umpan balik untuk menentukan seberapa efektifitas program tersebut. Bila kita tidak menanyakan reaksi peserta, berarti kita mengatakan kepada para peserta training bahwa kita mengetahui apa yang mereka butuhkan dan mereka perlukan, bahwa kita dapat menilai efektivitas program tanpa meminta umpan balik. (3) Lembar-lembar reaksi dapat memberikan kepada para trainers dengan informasi kualitatif yang dapat digunakan untuk menentukan standar kinerja untuk program-program berikutnya.

Evaluasi pada level tersebut diukur berdasarkan bagaimana reaksi peserta terhadap program kegiatan. Dalam hal ini, peserta training dapat memberikan reaksi terhadap training, dari beberapa aspek, yaitu materi yang diberikan, fasilitas yang tersedia, strategi penyampaian materi yang digunakan oleh instruktur, media pembelajaran yang tersedia, jadwal kegiatan, termasuk juga masalah menu dan penyajiannya. Dalam menyusun instrumen untuk mengukur reaksi trainer.

(Kirkpatrick & Kirkpatrick, 2008) menyampaikan prinsip, �the ideal form provide the maximum amount of information and requires the minimum amount of time�. Dengan demikian, instrumen yang disusun diharapkan mampu mengungkap informasi sebanyak mungkin, dalam waktu yang sesingkat mungkin. Karena level ini hanya difokuskan pada reaksi peserta yang terjadi pada saat kegiatan training dilakukan, maka evaluasi ini dapat dikatakan sebagai evaluasi terhadap proses training.

b.     Evaluasi belajar (learning evaluation).

(Kirkpatrick & Kirkpatrick, 2008), learning dapat didefinisikan sebagai: �the extend to which participants change attitudes, improve knowledge, and/ or increase skill as result of attending the program�. Belajar dapat didefinisikan sebagai sejauh mana para partisipan berubah sikap, meningkat pengetahuannya, dan/ atau meningkat keterampilannya sebagai akibat dari mengikuti program tersebut.Oleh karena itu, untuk mengukur efektivitas program training, maka tiga aspek tersebut (sikap, pengetahuan, dan keterampilan) perlu untuk diukur. Tanpa adanya perubahan sikap, peningkatan pengetahuan dan peningkatan keterampilan pada peserta training, maka program dapat dikatakan gagal.

Lebih lanjut, (Kirkpatrick & Kirkpatrick, 2008) meyatakan, �in the four levels described in this book, learning has taken place when one or more of the following accurs: Attitudes are changed, knowledge is increased, skill is improved. One or more of these change must take place if a change in behavior is to occur�. Dari pendapat ini dapat dijelaskan bahwa belajar (learning) telah terjadi bila salah satu atau lebih dari hal berikut ini terjadi: sikap berubah, pengetahuan meningkat, keterampilan meningkat.Salah satu atau lebih dari perubahan-perubahan ini harus terjadi agar perubahan perilaku dapat terjadi.

Terdapat tiga aspek dalam pembelajaran, yaitu pengetahuan, keterampilan dan sikap (Ulfa, 2016). Melakukan evaluasi pembelajaran merupakan suatu yang penting, karena tanpa pembelajaran, tak akan ada perubahan perilaku. Kadang-kadang tujuan belajarnya adalah untuk meningkatkan pengetahuan. Peningkatan pengetahuan relatif mudah, diukur dengan menggunakan test yang terkait dengan isi program yang diberikan sesudah dan sebelum training. Bila pengetahuannya baru tak perlu ada pretest. Tetapi bila mengajarkan konsep-konsep, prinsip-prinsip, teknik-teknik yang mungkin telah diketahui trainee, diperlukan pretest yang dapat dibandingkan dengan postest.

Selanjutnya, mengukur sikap dengan menggunakan a-paper-and-pencil test. Melalui desain survei, sikap yang mencakup sikap-sikap yang kita harapkan akan dimiliki partisipan sesudah mengikuti program. Perbandingan antara hasil sebelum dan sesudah training menunjukkan perubahan-perubahan apa yang terjadi. Berikutnya, mengevaluasi keterampilan. Dalam penelitian ini, performance test diperlukan. Pretest akan dilakukan jika sebagian keterampilan yang diajarkan telah dimiliki. Tetapi, jika keterampilan baru yang diajarkan cukup menggunakan postest saja tanpa pretest, berarti hal tersebut dilakukan hanya untuk mengukur sejauh mana mereka telah menguasai keterampilan. Tujuan evaluasi tingkat belajar ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap yang terjadi pada peserta kegiatan belajar, setelah mengikuti kegiatan belajar. Dalam penilaian tahap ini tidak dapat melihat apakah tambahan pengetahuan, keterampilan dan sikap selama training diterapkan dalam kerja. Jika ada tidaknya tambahan pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap, ini merupakan hasil langsung dari training. Atau dalam pengukuran hasil belajar (learning measurement) berarti penentuan satu atau lebih hal berikut: (1) pengetahuan yang telah dipelajari, (2) keterampilan yang telah dikembangkan atau diperbaiki, dan (3) sikap yang telah berubah.

Mengukur hasil belajar memang tidak mudah, jika dibandingkan dengan mengukur reaksi. Mengukur reaksi dapat dilakukan dengan angket, sehingga lebih mudah dan efektif. Lebih lengkap dari uraian di atas menunjuk pendapat (Kirkpatrick & Kirkpatrick, 2008) penilaian terhadap hasil belajar dapat dilakukan dengan dengan �a control group if practical, evaluate knowledge, skill and/ or attitudes both before and after the program, a-paper-and-pencil test to measure knowledge and attitudes, and performance test to measure skills�. Untuk menilai belajar dapat dilakukan dengan kelompok pembanding. Kelompok yang ikut pelatihan dengan kelompok yang tidak ikut pelatihan diperbandingkan perkembangannya dalam periode waktu tertentu. Dapat juga dilakukan dengan membandingkan pretest dengan posttest, tes tertulis maupun tes kinerja (performance test).

c.      Evaluasi perilaku (behavior evaluation)

(Kirkpatrick & Kirkpatrick, 2008) mendefinisikan perilaku sebagai: the extent to which change in behavior has accurred because the participant attended the training program�. Berarti, perilaku dapat didefiniskan sebagai sejauh mana perubahan perilaku terjadi karena partisipan mengikuti program pelatihan.Evaluasi perilaku ini berbeda dengan evaluasi terhadap sikap. Penilaian sikap pada evaluasi belajar (learning evaluation) difokuskan pada perubahan sikap yang terjadi pada saat kegiatan training dilakukan sehingga lebih bersifat internal. Penilaian tingkah laku difokuskan pada perubahan perilaku setelah peserta kembali ke tempat kerja, apakah hasil belajar akan diimplementasikan setelah peserta training kembali ke tempat kerja, sehingga penilaian tingkah laku ini disebut sebagai penilaian eksternal. Perubahan perilaku apa yang terjadi di tempat kerja setelah peserta mengikuti program training. Perlu dinilai adalah apakah peserta training merasa senang setelah mengikuti training dan kembali ke tempat kerja serta bagaimana peserta training dapat menstranfer pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diperoleh selama mengikuti training diimplementasikan di tempat kerja.Karena yang dinilai adalah perubahan perilaku setelah kembali ke tempat kerja maka evaluasi pada evaluasi perilaku ini dapat dikatakan sebagai evaluasi outcome, lebih komplek dan lebih sulit jika dibandingkan dengan evaluasi reaksi dan evaluasi belajar.

 

d. Evaluasi hasil (result evaluation).

Evaluasi ini difokuskan pada hasil akhir (final result) yang terjadi karena peserta telah mengikuti suatu program. (Kirkpatrick & Kirkpatrick, 2008), mendefinisikan evaluasi hasil �result can be defined as the result that accurred be cause the participant attender the program�.Hasil atau result dapat didefinisikan sebagai hasil akhir yang telah dicapai (terjadi) karena partisipan mengikuti program tersebut. Pada bagian lain dikatakan juga �the final result can include in creased production, improved quality, decreased cots, reduced frequency and/ or severity of accidents, increased sales, reduced turnover, and higher profits�. Hasil akhir dari result ini adalah: peningkatan produksi, peningkatan kualitas, penurunan biaya, pengurangan frekuensi dan atau tingkat kecelakaan, meningkatnya penjualan, pengurangan pergantian (turnover) dan peningkatan keuntungan.

Evaluasi program model Kirkpatrick ini tepat sekali digunakan untuk mengevaluasi program pendidikan kecakapan hidup bagi lembaga kursus dan pelatihan pendidikan luar sekolah, karena pada program ini terdapat aspek knowledge, attitude and skill or psychomotor yang terdapat juga program training pada Kirkpatrick.

Hal lain yang memperkuat penggunaan model ini adalah peserta pelatihan dijamin mendapatkan pekerjaan atau bekerja sendiri, sehingga memungkinkan untuk memonitor serta mengevaluasi sejauh manatrainee mau dan mampu mengaplikasikan perubahan sikap, peningkatan pengetahuan maupun perbaikan kecakapan yang diperoleh dalam training ke dalam dunia kerja. Dalam istilah Kirkpatrick behavior maupun outcome dapat dinilai dengan bekerjasama teman sebaya maupun atasan/ pimpinan karyawan yang telah mengikuti training. Jika peserta training adalah karyawan baru dari suatu organisasi, maka penilaian dampak (impact) juga sama lewat teman sebaya maupun pimpinan organisasi. Begitu juga menilai dampak (impact) training bagi organisasi, seperti kenaikan produksi, penurunan biaya, peningkatan keuntungan dan sebagainya masih memungkinkan untuk dinilai.Kegiatan training pada pendidikan luar sekolah, biasanya lebih banyak difokuskan pada aspek pendidikan kecakapan (vocational education).

e. Kelebihan dan Kekurangan Evaluasi Model Kirkpatrik

Model Kirkpatrick, mempunyai beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan model-model yang lain, antara lain: (1) lebih komprehensif, karena mencakup hard skills dan soft skills, (2) objek evaluasi tidak hanya hasil belajar semata, tetapi juga mencakup proses belajar, output maupun outcomes, (3) lebih mudah diterapkan (applicable) untuk training pada pendidikan luar sekolah, karena dalam pelaksanaan evaluasi tidak banyak melibatkan pihak lain.

Kekurangan dari model Kirkpatrick ini adalah, (1) kurang memperhatikan input, pada hal adanya output dalam proses training sangat ditentukan oleh input. (2) untuk mengukur impact sulit dilakukan karena selain sulit tolok ukurnya (intangible) juga sudah di luar jangkauan guru maupun sekolah.Untuk mengatasi kekurangan nomor 2, pendidikan luar sekolah telah bekerjasama dengan pengguna lulusan yang pada awal atau sebelum training dilaksanakan sudah terjadi kesepakatan untuk menggunakan atau menerima warga belajar yang telah selesai mengikuti training untuk bekerja di perusahaan jika warga belajar tidak memilih bekerja sendiri

F.   Hasil Evaluasi Program Life Skills Education Pelita Sari 2019 � 2021

Warga belajar merasakan banyak manfaat pada pembelajaran keterampilan yang dimilikinya untuk dirinya sendiri, namun mereka sulit untuk mengaplikasikan pada dunia kerja. Kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan merupakan kegiatannyang memang menjadi kebutuhan warga belajar. Proyek di masa yang kand atang dipandang cukup bagus jika pihak PKBM mampu menjaga program secaraberkelanjutan dan juga denganberusaha mempertahankan dan mengembangkan program yang ada. Dengan adanya berbagai jenis keterampilanyang merupakan suatu kegiatan dari pelayanan PKBM warga belajar memenuhi kebutuhan dalam bidang pendidikan luar sekolah.

Dari berbagai jenis keterampilan yang ada di PKBM Pelitasari, Untuk mengetahui evaluasi pelaksanaan program pendidikan, nonformal secara kualitatif dikemukanolehIrmala Jelita. penulis mendapatkan hasil evaluasi program yang sesuai dengan indikator pencapaian hasil evaluasi seperti Raise-L yang merupakan program pendekatan dari relevant, atmosphere climate, commitment, sustainability, effectivenees, dan leadership (Jelita, 2015).

Evaluasi Pelaksanaan Program Pendidikan nonformal secara kualitatif

No.

Raise-L

Keterangan

1.

Relevant

(relevansi)

Pelaksanaan program LSE,diikuti oleh warga belajar menganggap program yang ada mempunyai relevansi dan orgensi untuk meningkatkan kemampuan keterampilan mereka untuk hidup mandiri dan maju setelah lulus dari PKBM Pelita Sari.

2.

 

Armosphere Climate

(situasi karia)

Hari hasil wawancara dengan beberapa tutor menunjukan bahwa terjadi hubungan yang kondusif antara warga belajar dengan pengasuh selama kegiatan berlangsung, namun dengan tutor yang diluar dari PKBM, warga belajar merasakan bahwa hubungan belum kondosif sepeti kurang dekat tutor yang lainnya.

3

Commitment (komitmen)

Keseluruan pimpinan sanggapbaik dan aktif dalam pelaksanaan program LSE untuk warga belajar. Sangat penting dan manfaat pelaksaan LSE didukung penuh dari pimpinan PKBMsemua tutor dan pimpinan PKBM serta masyarakat sekitarnya. Hal ini karena kedatangan pimpinan benar-benar bertanggung jawabdalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi LSE PKBM Pelita Sari. semua tutor dari pimpinan PKBM

4.

Sustainablility (kemamuan)

Pihak lembaga tetap menjalankan program life skills education walauipun terkendala oleh waktu yang sikat/ padat dalam kebutuhan keterampilan. Selain itu pihak lembaga juga mengurangi jenis pembekalan keterampilan karena terkendala oleh dana dari pemerintah yang tidak/ belum mencukupi dalam kebutuhan keterampilan, namun pihak lembaga berupata untuk mencapai tujuannya dengan cara mendapatkan dana dari usaha mandiri lembaga PKBM Pelita Sari, dan adanya partisipasi masyarakat berupa sumbangan mandiri, ataupum kelompok.

5.

Effectiveness (efektivitas)

Pihak lembaga menggunakan fasilitas yang tersedia sebaik mungkin, dan menanfaatkan SDM (pengaruh) sebagai tutor untuk sumber belajar warga belajar.

6.

Leadership

(pimpinan)

Komitmen pemimpin lembaga mendukung program life skills education terlihat dari upaya-upaya yang dilakukan sepertimengangkat warga belajar yang sudah lulus untuk menjadi tutor sementara apabila tutor lainsedang diroling. Merancangtutor dan yang sesuai dengan kebekalan keterampilan, berupa mendapatkan bantuan dana, menyediakan fasilitas berupa transformasi, pembangunan Gedung.

Sumber : hasil penelitian tahun 2021

No.

Jenis Keterampilan

Range

1.

Memasak

3

2.

MembuatPernak Pernik

2

3.

Menjahit

4

4.

Kursus Komputer

0

5.

Otomotif

0

6.

Kursus mengemudi

0

7.

Kursus Bahasa Ingris

0

8.

Hantaran

4

9.

TBN

2

10.

Sorgun

5

 

Keterangan : Range

0 = sama sekali tidak digunakan

1 = kadang-kadang digunakan jarang

2 = dipergunakan untuk pribadi

3 = digunakan untuk kerja

Faktor Pendukung dan Penghambat

Faktor yang menjadi pendukung berjalannya pelaksanaan program LSE di PKBM Pelita Sari yaitu faktor internal diantaranya pihak PKBM, tutor dan warga belajar. Niat dan kemampuan yang tinggi bagi warga belajar mendapatkan pengetahuan, pengembangan kemampuan dalam keterampilan yang dipilih, dan ketulusan tutor sebagai instruktur belajar dalam memberikanserta tugas-tugas kepada warga belajar dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Sedangkan faktor eksternal yaitu mitra kerja baik pemerintah melalui dinas pendidikan dan dinas sosial yang cukup membantu berjalanya suatu program, dan pihak lain yang terkait yang berkait yaitu mitra kerja sama dengan swasta. Selain ituyang membantu pelaksanaannya program dengan adanya partisipasi dari masyarakat yang mendukung pihak PKBM Pelita Sari dengan berupa bantuan/ sumbangan serta dorongan dari masyarakat demi membantu generasi kesiapan pecakapan hidup kedepannya, hal ini dikarenakan letak PKBM yang tepat dengan di tempat Wisata yangkerjasama mengembangkan PKBM.

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan penulis mengenai evaluasi pelaksnaan life skills education Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Pelita Sari Bantul, maka yang harus data penulis, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

Pelaksanaan program LSE di PKBM Pelita Sari pada Evaluasi input cukup efisien dalam menyaiapkan pembekalan keterampilan kepada warga belajar dilihat dari perencanaan dan pengembangan program program. Perkembangan keterampilan yang dimiliki warga belajar di anggap cukup efisien pada perkembangan keterampilan memasak, membuat pernak-pernik, menjahit, hantara, TBN, dab surgun. Sedangkanpada pelatihan computer, otomotif,kursus mengemudi, belum berjalan dengan baik. Dalam evaluasi proses, penulis menyimpulkan pelaksanaan program life skills education berjalan cukup baik, dilihat dari jenis keterampilan, metode/ strategi dengan cara diskusi, percakapan biasa, debat, hingga praktik. memasak, membuat pernak-pernik, menjahit, hantara, TBN, da sorgunKemudian hasil pelajar dari pembekalan keterampilan computer, otomotif,kursus mengemudi, belum efesien.

Dampak positip dilihat dari kemajuan ilmu pengetahuan, memiliki wawasan, mendapatkan pengalaman baru, dan warga belajar berusaha mendapatkan perhatian pada kegiatan yang diperoleh dengan meningkatkan semangat, dan rasa percaya diri. Namun hal lain juga terlihat dari evaluasi dampak yaitu sebagian besar lulusan belum dapat mempraktikan/ menerapkan ilmu yang telah dimiliki pada dunia kerja/ industri usaha karena berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan. Kondisi ini menunjukkan bahwa penyelenggaraan LSE belum semua dapat dikatakan optimal dalam meraih kesukesan. Selain itu, keberhasilan pencapaian dipengaruhi oleh sinergitas pihak dalam penyelenggaraan program pembekalan keterampilan yang menggambarkan bahwa sinergitas dan keterkibatan para pihak masih terbatas peranannya dalam penyelenggaraan program kegiatan. Oleh karena itu, pelaksanaan LSE perlu dilandasi pemikiran bahea program harus me bermanfaat besar bagi individu dan masyarakat sehingga tahap-tahap penyelenggaraan program perlu dilakukan secara entensif.

Hasil evaluasi program life skills education yang dikaji secara teoritis melalui evaluasi program yang sesuai dengan indikator pencapaian hasil evaluasi seperti Reise-L�� yang .merupakan pendekatan dari 1) relevansi yaitu manfaat program bagi warga belajar cukup baik dilihat dari pengembangan kemampuan yang mereka miliki,2) situasi harian yang kondusif bagi anak usuBersama tutor dan pengasuh,3) komitmen pemimpin yang dianggap layak4) kemampuan pihak lembaga, 5) efektivitas dalam mencapai tujuan dengan cara menggunakan fasilitas dan SDM yang ada dengan sebaik-baiknya, serta 6 pemimpin yang mendukung berjalannya suatu program.

Adapun hasil evaluasi program life skills education secara kuantitatif dapai dilihat melalui keterangan range dari masing-masing keterampilan yang diberikan. Hasil yang diperoleh yaitu pada keterampilan menjahit, memasak, dan khursus Bahasa Inggris dipergunakan untuk pribadi. Sedangkan membuat ternak-pernak manfaatnya hanya kadang-kangan di pergunakan/ jarang, serta kursus computer dipergunakan untuk bekerja. Namun dalam pelatihan otomotif, kursus mengemudi, dan Instalasi lstrik sama sekali tidak digunakan. Hal ini dikerenakan program tersebut tidak berjalan lagi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Agustiningsih, Nur, & Pamungkas, Satriyo. (2017). Peranan Pendidikan Luar Sekolah Dalam Pembangunan Sumber Daya Manusia. Istoria: Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah Universitas Batanghari, 1(1), 80�91.

 

Ansori, Miksan. (2020). Dimensi Ham Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003. Iaifa Press.

 

Bogdan, Robert, Taylor, Steven J., & Taylor, Steven S. (1975). Introduction To Qualitative Research Methods: A Phenomenological Approach To The Social Sciences. Wiley-Interscience.

 

Dacholfany, M. Ihsan. (2018). Pemberdayaan Masyarakat Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Non-Formal. Tapis: Jurnal Penelitian Ilmiah, 2(1), 43�74.

 

Fitriani, Intan. (2015). Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Perjanjian Kerja Antara Tenaga Kerja Pengusaha Pada Cv. Sultan Agung Graft Di Ponorogo.

 

Jamaludin, Jamaludin, Brata, Diah Puji Nali, Fitrayadi, Dinar Sugiana, Manullang, Sardjana Orba, Salamun, Salamun, Fadilah, Nurul, Pinem, Windawati, Syafrizal, Syafrizal, & Moad, Moad. (2021). Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan. Yayasan Kita Menulis.

 

Jelita, Irmala. (2015). Evaluasi Pelaksanaan Program Di Panti Asuhan Uswatun Hasanah Samarinda. Journal Of Sosiatri-Sosiologi, 3(3), 65�78.

 

Kirkpatrick, D. L., & Kirkpatrick, J. .. (2008). Evaluating Training Programs (3rd Ed.). New Delhi: Tata Mcgraw-Hill Publishing Company Limited.

 

Rohani, Imam. (2020). Kajian Kebijakan Pendidikan Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Tarbawi Ngabar: Jurnal Of Education, 1(01), 80�99.

 

Sopiyatun, Sopiyatun. (2010). Pendidikan Islam Bagi Pemuda Di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Purwodadi 2010. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

 

Suhartono, Irawan. (2002). Metode Penelitian Sosial. Bandung Pt. Remaja Rosdakarya.

 

Ulfa, Syarifah Widya. (2016). Pembelajaran Berbasis Praktikum: Upaya Mengembangkan Sikap Ilmiah Siswa Pada Pembelajaran Biologi. Nizhamiyah, 6(1).

 

 

 

 

 

 

�����������

Copyright holder:

Nama Author (Tahun Terbit)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: