Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 6, Juni 2022

 

IMPLEMENTASI PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) DI KECAMATAN BUNGURAN TIMUR KABUPATEN NATUNA

 

Rani Ananda Pratama 1, Mani Festati Broto 1, Razaki Persada 2

1 Universitas Terbuka Batam, Indonesia

2 STIENI Batam, Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan program pengentasan kemiskinan yang digulirkan oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia dengan melibatkan unsur Pemerintah Daerah sebagai pelaksana di daerah. Sasaran PKH adalah keluarga dan/atau seseorang yang miskin dan rentan serta terdapat dalam data terpadu program penanganan fakir miskin dengan kriteria peserta PKH adalah keluarga miskin yang memenuhi minimal salah satu dari komponen kesehatan, komponen pendidikan, komponen kesejahteraan sosial untuk penyandang disabilitas berat dan lanjut usia. PKH di Kecamatan Bunguran Timur telah diimplementasikan lebih dari tiga tahun namun penurunan angka kemiskinan belum signifikan. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) di Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna termasuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi serta menganalisis faktor-faktor yang dapat menghambat keberhasilan implementasi dan untuk memberikan beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam proses implementasi program tersebut. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi menggunakan Model George C. Edwards III untuk faktor internal yaitu faktor komunikasi, faktor sumberdaya, faktor disposisi dan faktor struktur birokrasi serta Model Van Meter Van Horn untuk faktor eksternal yaitu lingkungan sosial, ekonomi dan politik.Penelitian menggunakan metode kualitatif yang akan dideskripsikan melalui kata-kata dan kalimat yang rinci dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dokumentasi dan penelaahan dokumen.Instrumen penelitian menggunakan Peneliti sebagai instrumen utama dan pedoman wawancara dilengkapi dengan alat perekam sebagai instrumen tambahan.�� Pemilihan informan dalam penelitian ini ditetapkan secara purposive sampling yang terdiri dari pelaksana PKH, keluarga penerima manfaat (KPM), masyarakat sertalembagalegislatif daerah (DPRD).Hasil penelitian menunjukkan bahwaImplementasi PKH di Kecamatan Bunguran TimurKabupaten Natuna sudah terlaksana dengan baik namun belum optimal. Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi yaitu faktor komunikasi, faktor sumber daya, faktor disposisi, faktor struktur birokrasi danlingkungan sosial, ekonomi dan politik. Adapun faktor penghambat implementasi antara lainfaktor komunikasi yang belum tersampaikan secara jelas, faktor sumber daya yang terlihat dari kurangnya tenaga sumberdaya manusia serta sumberdaya peralatan penunjang pelaksanaan pekerjaan, faktor struktur birokrasi yang terlihat daribelum optimalnya pelaksanaan koordinasi antar pelaksana terutama antar perangkat daerah yang terlibat dalam PKH..

 

Kata kunci: implementasi kebijakan, Program Keluarga Harapan, Keluarga Penerima Manfaat, keluarga miskin

 

Abstract

The Family Hope Program (PKH) is a poverty alleviation program launched by the Ministry of Social Affairs of the Republic of Indonesia by involving elements of the Regional Government as implementers in the regions. PKH targets are families and/or someone who is poor and vulnerable and contained in the integrated data for the handling of the poor program with the criteria that PKH participants are poor families who meet at least one of the health components, education components, social welfare components for people with severe disabilities and the elderly. . PKH in Bunguran Timur District has been implemented for more than three years but the reduction in poverty rates has not been significant. The purpose of the study was to analyze the implementation of the Family Hope Program (PKH) in Bunguran Timur District, Natuna Regency, including analyzing the factors that influence the implementation as well as analyzing the factors that can hinder the success of implementation and to provide some efforts that can be made to overcome obstacles in the implementation process. the program. Analysis of the factors that influence the implementation uses the George C. Edwards III Model for internal factors, namely communication factors, resource factors, disposition factors and bureaucratic structure factors and the Van Meter Van Horn Model for external factors, namely the social, economic and political environment. The research uses qualitative methods which will be described through detailed words and sentences with data collection techniques through observation, interviews, documentation and document review. The research instrument used the researcher as the main instrument and the interview guide was equipped with a recording device as an additional instrument. The selection of informants in this study was determined by purposive sampling consisting of PKH implementers,beneficiary families (KPM), the community and the regional legislature (DPRD). The results showed that the implementation of PKH in Bunguran Timur District, Natuna Regency had been carried out well but not yet optimal. The factors that influence the implementation are communication factors, resource factors, disposition factors, bureaucratic structure factors and social, economic and political environments. The inhibiting factors for implementation include communication factors that have not been conveyed clearly, resource factors as seen from the lack of human resources and equipment resources to support the implementation of work, bureaucratic structure factors which can be seen from the not yet optimal implementation of coordination between implementers, especially between regional apparatus involved in PKH.

 

Keywords: policy implementation, Family Hope Program, Beneficiary Families, poor families.

 

 

Pendahuluan

Cita-cita Negara Kesatuan Republik Indonesia tertulis pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Cita-cita mulia tersebut akan dapat terwujud melalui pembangunan nasional yang berkelanjutan dan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah menciptakan kesejahteraan umum. Pembangunan nasional yang dilaksanakan pemerintah dalam upaya untuk meningkatkan kesejahteraan umum diantaranya adalah dengan meningkatkan sarana dan prasarana transportasi umum melalui optimalisasi lalu lintas dan angkutan masyarakat dan pengalokasian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang pro rakyat. Selain itu, pemerintah juga telah berupaya dengan memberikan jaminan kesejahteraan sosial untuk keluarga miskin, penjaminan kehidupan yang layak bagi rakyat, penjaminan keamanan dan keselamatan masyarakat serta dengan mengembangkan sistem perekonomian pro rakyat melalui program Koperasi Unit Desa (KUD). Pencapaian kesejahteraan umum dalam kaitannya dengan upaya mewujudkan cita-cita negara merupakan kewajiban pemerintah yang menjadi hak mutlak warganegara.

Sejahtera menghendaki tercapainya suatu bentuk kondisi masyarakat yang tercukupi, makmur, sehat dan damai. Menurut tulisan Prastyadewi dkkdinyatakan bahwa masyarakat yang sejahtera adalah masyarakat yang mampu memenuhi segala kebutuhan hidupnya baik kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani ((Prasetyadewi et al., 2013). Todaro dan Smith (Todaro & Smith, 2006) dalam teorinya mengemukakan bahwa kesejahteraan (welfare) merupakan suatu bentuk persamaan yang dibangun oleh beberapa variabel yang saling berhubungan dan mempengaruhi. Variabel tersebut yaitu pendapatan perkapita, ketimpangan dan kemiskinan absolut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bahwa kesejahteraan sosial berhubungan positif dengan pendapatan perkapita, namun berhubungan negatif dengan kemiskinan. Sehingga dapat dinyatakan bahwa kesejahteraan dan kemiskinan memiliki korelasi yang erat dan saling mempengaruhi satu sama lainnya.

Selain kaitannya dengan kesejahteraan, kemiskinan dapat pula dikaitkan dengan ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat. Korelasi tersebut berdasarkan pendapat beberapa ahli ditemukan bahwa terdapat hubungan yang pragmatis dimana ketimpangan mengakibatkan kemiskinan menjadi semakin parah. Barber (2008) yang dikutip dalam tulisan (Nina & Rustariyuni, 2020) menyatakan bahwa ketimpangan merupakan bentuk dari kemiskinan. Pembangunan nasional seharusnya dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat secara merata. Namun pada kenyataannya, terjadi ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat pada negara berkembang yang menjadi masalah utama pembangunan. Tidak meratanya distribusi pendapatan yang hanya dinikmati oleh sebagian masyarakat dengan pendapatan tinggi menyebabkan angka kemiskinan tetap tinggi meskipun angka pertumbuhan ekonomi meningkat. Sehingga masyarakat miskin akan tetap berada pada garis kemiskinan karena tidak mendapatkan manfaat dari pertumbuhan ekonomi tersebut.

Pengaruh ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan merupakan beberapa indikator yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) untuk mengukur angka tingkat kesejahteraan masyarakat pertahun disamping beberapa indikator lainnya.Salah satu indikator kesejahteraan menurut publikasi BPS adalah kemiskinan yang diukur melalui indikator Persentase Penduduk Miskin. Tingkat kemiskinan (poverty rate) yang dirilis BPS pada September 2019 sebesar 9,22 persen. Sedangkan untuk Tahun 2021 jumlah orang miskin di Indonesia mencapai angka 27,54 juta yang berimplikasi pada tingkat kemiskinan mencapai 10,14 persen dari total populasi nasional. Kenaikan jumlah penduduk miskin terutama disebabkan oleh pandemi Covid-19 yang melumpuhkan aktivitas perekonomian masyarakat.Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Asep Suryahadi, Ridho Al Izzati dan Daniel Suryadarma (Suryahadi et al., 2020) diketahui bahwa dampak paling ringan dari pandemi Covid-19 terhadap pertumbuhan ekonomi akan menaikkan tingkat kemiskinan dari 9,2 persen pada September 2019 ke 9,7 persen pada akhir 2020.Pandemi tentunya akan semakin memperparah kondisi kemiskinan yang ada di Indonesia.

Permasalahan kemiskinan yang dialami oleh Indonesia tidak hanya merupakan masalah klasik yang belum terpecahkan namun juga merupakan isu strategis dunia.Isu ini jelas terlihat pada deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Millennium Development Goals, disingkat dengan MDGs yaitu upaya untuk memberantas kemiskinan dan kelaparan. Terwujud melalui penandatanganan dan deklarasi Millennium Development Goals (MDGs) pada bulan Oktober 2000. Pemerintah Indonesia bersama 188 negara di dunia menyepakati untuk mengatasipersoalan sosial masyarakat, diantaranya adalahpengurangan kemiskinan dan kelaparan, menurunkan angka kematian balita, meningkatkan kesehatan kehamilan ibu dan anak, dan menyediakan pendidikan dasar (Sukidjo, 2009) dalam(Putra, 2021). Terlihat bahwa kemiskinan merupakan suatu masalah yang wajib diselesaikan dengan berbagai upaya dan strategi berkelanjutan oleh pemerintah dan masyarakatnya agar tercapai cita-cita dan tujuan pembangunan nasional.

Komitmen untuk mengakhiri kemiskinan saat ini memasuki era SDGs (Sustainable Development Goals) yang ditandai dengan adanya pertemuan di markas besar PBB yang dilaksanakan pada tanggal 25-27 September 2015 dengan dihadiri perwakilan dari 193 negara. Seluruh negara tersebut kemudian mengadopsi secara aklamasi dokumen yang berjudul �Transforming Our World: The 2030 Agenda for Sustainable Development� atauMengalihrupakan Dunia Kita: Agenda Tahun 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan�. Adapun dokumen tersebut tidak lain dimaksudkan sebagai lanjutan sebagai upaya untuk memantapkan capaian yang ada pada dokumen MDGs yang telah ada sebelumnya. Setidaknya terdapat tujuh belas tujuan utama yang akan dicapai dalam wewujudkan kesepakatan tersebut. Seluruh negara berkomitmen untuk satu tujuan bersama yang universal yang mampu memelihara keseimbangan tiga dimensi pembangunan berkelanjutan: lingkungan, sosial dan ekonomi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 1

Simbol Tujuan Suistanable Development Goals (SDGs)

 

Adapun tujuan penelitiannya adalah Untuk menganalisis implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) di Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi Progran Keluarga Harapan (PKH) di Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna. Untuk menganalisis faktor-faktor yang dapat menghambat keberhasilan implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) di Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna Untuk memberikan beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam proses implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) di Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna.

 

Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif yang bertujuan untuk memberikan gambaran atau penjelasan secara sistematis, faktual dan akurat sebagai solusi untuk pemecahan masalah dan fenomena yang diselidiki dengancara menggambarkan keadaan subjek atau objek yang diteliti sesuai dengan apa adanya atau sesuai dengan fakta yang ada. Sebagaimana yang diketahui bahwa penelitian kualitatif merupakan jenis penelitian yang menghasilkan prosedur analisis tanpa menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya (Moleong, 2017). Penelitian kualitatif dimaksudkan untuk memahami fenomena yang dialami subjek penelitian mislanya perilaku, persepsi, motivasi dan lainnya secara holistik dan dideskripsikan melalui bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus alamiah yang memanfaatkan berbagai metode alamiah pula. Sifat penelitian kualitatif yang induktif akan memudahkan Peneliti untuk menemukan hal umum dari beberapa hal khusus yang melatarbelakangi permasalahan.

Peneliti memilih jenis penelitian kualitatif karena masalah yang diteliti bersifat deskriptif dengan memperhatikan suatu fenomena sosial yang memerlukan elaborasi mendalam untuk memperoleh tujuan yang diinginkan. Karena sifatnya yang elaborative, penelitian kualitatif dapat dengan mudah membantu Peneliti untuk menggali informasi yang lebih dalam terkait suatu topik penelitian yang nantinya informasi yang didapatkan dapat digunakan untuk menentukan tujuan penelitian. Berdasarkan pengertian tersebut maka penelitian ini dimaksudkan untuk memahami fenomena sosial yang terjadi terkait dengan proses implementasi kebijakan Program Keluarga Harapan di Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna yang akan dideskripsikan melalui kata-kata dan kalimat yang rinci dengan memanfaatkan metode kualitatif berupa observasi, wawancara dan penelaahan dokumen. Selain itu dengan metode penelitian kualitatif Peneliti berharap dapat lebih mendalam meneliti hal tersebut dari segi prosesnya.

A.    Pengumpulan Data

Neuman menyatakan bahwa pengumpulan data pada penelitian dengan pendekatan kualitatif dimulai dengan pengumpulan data dengan topik umum dan hal-hal yang relevan dan berhubungan (Muchlis Hamdi, 2014). Pemfokusan dilakukan setelah Peneliti mengumpulkan beberapa data dan memulai analisis awal. Pengumpulan data dalam pendekatan kualitatif dapat dilakukan dengan wawancara, observasi lapangan, dokumentasi, dan materi audio-visual. menyatakan bahwa observasi dilakukan dengan Peneliti turun langsung ke lapangan untuk mengamati perilaku individu-individu di lokasi penelitian (Muchlis Hamdi, 2014).

B.    Analisis Data

Analisis deskriptif digunakan untuk mendapatkan informasi atau gambaran proses implementasi kebijakan Program Keluarga Harapan di Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna dan mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi serta menganalisis faktor-faktor penghambat implementasi kebijakan tersebut. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif tersebut Peneliti berharap akan mendapatkan gambaran atau penjelasan secara sistematis, faktual dan akurat sebagai pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subjek atau objek yang diteliti sesuai dengan apa adanya atau sesuai dengan fakta yang ada. Untuk menjaga validitas, Peneliti melakukan triangulasi data dengan melakukan uji silang (cross checking) dari beberapa jenis data yang diperoleh untuk mengkonfirmasi kebenarannya. Adapun tahapan analisis data pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.   Reduksi Data

Reduksi data merupakan kegiatan merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema dan polanya. Data yang mungkin banyak diperoleh oleh Peneliti di lapangan perlu dilakukan pemilahan data-data yang dianggap dapat mendukung dalam analisis penelitian ini dengan cara mereduksi data.

2.   Penyajian Data

Setelah melakukan reduksi data dan penyajian data, maka langkah selanjutnya adalah penarikan kesimpulan. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel sebagaimana dikutip dari (Sugiyono, 2014).

 

Hasil dan Pembahasan

A.  Hasil

1.   Implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) di Kecamatan Bunguran Timur

Program Keluarga Harapan ( PKH) merupakan salah satu bentuk kebijakan publik berupa program yang diprakarsai oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia sejak tahun 2007. PKH menjadi salah satu upaya Pemerintah dalam rangka percepatan penanggulangan kemiskinan di Indonesia dan secara khusus diharapkan mampu memutus rantai kemiskinan antargenerasi. PKH juga merupakan salah satu bentuk program pemerintah yang bersesuaian dengan komitmen Pemerintah dalam dokumen Suitanable Development Goals ( SDG�s ). PKH ditetapkan sebagai salah satu metadata indikator untuk pencapaian target dalam SDG�s di tahun 2030. Target yang ingin dicapai adalah menerapkan secara nasional sistem dan upaya perlindungan sosial yang tepat bagi semua, termasuk kelompok yang paling miskin, dan pada tahun 2030 mencapai cakupan substansial bagi kelompok miskin dan rentan.

Implementasi kebijakan sebagai tahap lanjutan dari proses kebijakan publik merupakan tahapan yang sangat penting untuk mengetahui keberhasilan suatu kebijakan publik yang diterapkan. Apakah kebijakan tersebut tepat sasaran atau sudah bersesuaian untuk mengatasi permasalahan publik yang menjadi latar belakang kebijakan publik tersebut. Sebagaimana tertuang dalam pernyataan Edwards III dalam(Mulyadi, 2018) bahwa tanpa implementasi yang efektif maka keputusan pembuat kebijakan tidak akan berhasil dilaksanakan. Implementasi kebijakan memiliki logika top down, dalam arti penurunan alternatif kebijakan yang abstrak atau makro menjadi tindakan konkret atau mikro.

Tujuan umum PKH sebagaimana tertuang Pedoman Pelaksanaan Program Keluarga Harapan Tahun 2021 adalah untuk meningkatkan aksesibilitas terhadap pelayanan pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial dalam mendukung tercapainya kualitas hidup keluarga miskin.

Implementasi PKH di Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna telah dilaksanakan dalam kurun waktu lebih dari tiga tahun. Sejak tahun 2017 PKH dilaksanakan oleh Dinas Sosial Kabupaten Natuna. Berdasarkan observasi lapangan terlihat bahwa pelaksanaan PKH di Kecamatan Bunguran Timur sudah berjalan dengan baik

2.   Faktor- faktor yang mempengaruhi Implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) di Kecamatan Bunguran Timur

Model implementasi kebijakan yang digunakan Peneliti adalah kombinasi antara Model Implementasi Model George C. Edwards III (1980) dan Model Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn (1975). Model George C. Edwards III (1980) digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi dari variabel internal implementor yaitu faktor komunikasi, faktor sumberdaya, faktor disposisi dan faktor struktur birokrasi. Sedangkan Model Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn (1975) digunakan untuk menganalisis variabel eksternal implementor yaitu kondisi sosial, ekonomi dan politik.

Peneliti akan memaparkan hasil penelitian berdasarkan pada (EDWARD III, 1980) untuk analisis variabel internal implementor sebagai berikut :

1.   Faktor Komunikasi

Faktor komunikasi merupakan salah satu syarat yang harus terpenuhi agar implementasi kebijakan dapat terlaksana dengan baik. Komunikasi yang efektif akan mempermudah penyampaian informasi dari implementor kepada kelompok sasaran. Faktor komunikasi menurut (EDWARD III, 1980) terdiri dari dimensi sebagai berikut :

a.    Kejelasan ( Clarity )

Dimensi kejelasan menghendaki agar kebijakan yang ditransmisikan kepada pelaksana, kelompok sasaran dan pihak lain yang berkepentingan langsung maupun tidak langsung terhadap kebijakan dapat diterima dengan jelas sehingga di antara mereka mengetahui apa yang menjadi maksud, tujuan dan sasaran serta substansi dari kebijakan publik tersebut. Program Keluarga Harapan yang merupakan produk kebijakan dari Pemerintah Pusat memerlukan waktu dan cara penyampaian informasi yang baik dan komunikatif agar semua informasi tersampaikan dengan jelas.

b.   Konsistensi ( Consistency )

Dimensi konsistensi berarti komunikasi yang terjalin harus konsisten dan tidak bertentangan antar informasi yang telah disampaikan. Konsistensi juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang tetap dan tidak berubah-ubah. Sebagaimana diketahui bahwa suatu kebijakan dalam perkembangannya seringkali mengalami perubahan pada aturan maupun tata cara pelaksanaannya. Terlebih saat Pandemi Covid-19 saat ini yang menyebabkan beberapa aturan mengalami penyesuaian. Pertemuan kelompok yang rutin dilaksanakan secara langsung dialihkan dengan penyampaian informasi melalui media online.

2.   Faktor Sumberdaya

George C. Edward III menyatakan bahwa faktor sumberdaya merupakan salah satu faktor yang harus dipenuhi agar implementasi suatu produk kebijakan publik dapat terlaksana dengan baik dan tepat sasaran. Ketersediaan sumberdaya senantiasa diperhatikan dan terpenuhi oleh pembuat kebijakan. Faktor sumberdaya yang akan dianalisis berdasarkan hasil wawancara dengan informan dapat diuraikan sebagai berikut :

a.    Sumber Daya Manusia ( staff )

Sumber Daya Manusia (staff) berperan penting dalam mengimplementasikan suatu kebijakan. Sumber daya manusia meliputi seluruh staf yang memiliki tugas dan kewenangan sesuai dengan petunjuk dan aturan yang ditetapkan oleh pembuat kebijakan.

b.   Sumber Daya Keuangan ( financial resources )

Dimensi sumber daya keuangan tidak terlepas dari ketersediaan anggaran untuk melaksanakan semua seluruh kegiatan terkait implementasi kebijakan publik tersebut. Program Keluarga Harapan menggunakan alokasi dana yang disediakan oleh Pemerintah Pusat melalui Dinas Sosial Kabupaten Natuna sebagai pelaksana PKH tingkat kabupaten. Penyediaan anggaran meliputi besaran bantuan sosial yang diberikan pada masing-masing komponen dan honorarium tenaga pelaksana daerah.

Penyediaan anggaran untuk honorarium tenaga pelaksana daerah meliputi honorarium untuk Koordinator Kabupaten dan Tenaga Pendamping Kecamatan. Besaran honorarium ditentukan oleh Pemerintah Pusat berdasarkan Surat Keputusan ( SK ).

c.    Sumber Daya Peralatan ( facilities )

Implementasi Progran Keluarga Harapan ( PKH ) di Kecamatan Bunguran Timur memerlukan ketersediaan sumber daya peralatan yang mendukung peranan sumberdaya lainnya. Bentuk ketersediaan tersebut berupa adanya sarana dan prasarana pendukung. Peneliti menemui Kepala Dinas Sosial Kabupaten Natuna ( PU ) terkait hal tersebut. Menurut PU, sarana dan prasarana yang digunakan mencakup tools kits.

d.   Sumber Daya Kewenangan ( authority )

Wewenang yang umum digunakan untuk mengimplementasikan suatu kebijakan publik bersifat formal. Terdapat suatu dasar hukum yang kuat untuk implementor menjalanakn tugas sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya. Implementasi Program Keluarga Harapan di Kecamatan Bunguran Timur tentunya tidak terlepas dari kewenangan Pemerintah Pusat mendelegasikan pelaksanaan kebijakan publik di daerah. Kewenangan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan dan Peraturan Menteri Sosial serta dokumen peraturan lainnya. Kepala Dinas Sosial dalam menjalankan tugasnya sebagai pelaksana daerah bantuan sosial PKH memiliki kewenangan untuk mengatur pelaksanaan kebijakan tersebut sepenuhnya tanpa terpengaruh oleh pihak lainnya yang dapat menghambat keberhasilan implementasi.

3.   Faktor Disposisi

Pengangkatan tenaga pelaksana PKH di daerah berdasarkan pada kontrak atau Surat Keputusan yang diterbitkan oleh Kementerian Sosial. Dari petikan wawancara tersebut juga terlihat bahwa seluruh pelaksana PKH di daerah termasuk Koordinator Kabupaten dan Pendamping Kecamatan sudah menjalankan tugas dan kewajibannya dengan baik.

Pelaksaaan tugas Pendamping Kecamatan dimulai saat pendataan seperti memverifikasi data yang masuk, dilanjutkan dengan mengadakan Pertemuan Kelompok secara rutin dan memantau pelaksanaan pemenuhan kewajiban KPM.

Peranan Pemerintah Daerah dalam memberikan dukungan terhadap upaya pengentasan kemiskinan juga terlihat pada penyediaan dana insentif yang diberikan untuk tenaga pendamping PKH. Dana insentif tersebut bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ( APBD ) Kabupaten Natuna. Hal tersebut sebagai bentuk komitmen keseriusan Pemerintah Daerah untuk mendukung program SDG�s dunia.

  1. Faktor Struktur Birokrasi. ss

BP3D berperan untuk mengkoordinasi perencanaan daerah tentunya persoalan kemiskinan salah satunya akan menjadi fokus perhatian dalam perencanaan daerah bersama perangkat daerah teknis lainnya. BP3D bersama Dinas Sosial yang dipimpin oleh Wakil Bupati Natuna tergabung dalam susunan TimKoordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD). Selain kedua perangkat daerah tersebut, juga terlibat perangkat daerah lain yang bergerak bersama untuk percepatan pengentasan kemiskinan di daerah.

  1. Kondisi Sosial, Ekonomi dan Politik

Keberhasilan implementasi kebijakan dapat terlihat pada seberapa besar dukungan lingkungan untuk mendukung seluruh aktifitas dan kegiatan yang berkaitan dengan kebijakan tersebut. Kondisi lingkungan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi implementasi menurut Kapioru (2014:105) dalam (Agus Eko Tejo Sasongkoa, 2021). Kondisi lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang baik akan mempercepat pencapaian tujuan kebijakan publik.

3.   Faktor penghambat keberhasilan Implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) di Kecamatan Bunguran Timur

Faktor penghambat dalam implementasi kebijakan merupakan faktor penting yang harus segera diatasi. Berdasarkan wawancara Peneliti dengan beberapa informan didapat hasil bahwa Implementasi Program Keluarga Harapan di Kecamatan Bunguran Timur sudah terlaksana dengan baik namun ada beberapa faktor dan kendala yang harus segera diatasi agar tujuan PKH dapat tercapai

 

B.  Pembahasan

1.   Implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) di Kecamatan Bunguran Timur

Implementasi kebijakan adalah upaya untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan mempergunakan sarana dan menurut waktu tertentu, agar dapat mencapai output/outcome dan agar policy demands dapat terpenuhi maka kebijakan harus dilaksanakan, pelaksanaan kebijakan dapat pula dirumuskan sebagai pengguna sarana yang ditentukan terlebih dahulu. Implementasi akan menentukan berhasil atau tidaknya kebijakan dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Edwards III dalam (Mulyadi, 2018) bahwa tanpa implementasi yang efektif maka keputusan pembuat kebijakan tidak akan berhasil dilaksanakan. Alur kegiatan untuk pelaksanaan Program Keluarga Harapan dapat dilihat pada skema dibawah ini yang bersumber dari Petunjuk Teknis PKH Tahun 2021 yang dikeluarkan oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sumber : Pedoman Pelaksana PKH Tahun 2021

 

Gambar 2

Skema Alur Pelaksanaan PKH

 

Program Keluarga Harapan di Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna yang sudah dilaksanakan lebih dari tiga tahun menjadi salah satu produk kebijakan publik yang menggunakan pendekatan top down. Maxmanian dan Sabatier (1983) dalam(Mulyadi, 2018) berpendapat bahwa implementasi top down adalah proses pelaksanaan keputusan kebijakan mendasar. Implementasi kebijakan memiliki logika top down, dalam arti penurunan alternatif kebijakan yang abstrak atau makro menjadi tindakan konkret atau mikro. Sehingga dengan demikian dalam mengimplementasikan kebiajkan PKH tersebut lebih mengedepankan perintah dari pembuat kebijakan kepada implementor untuk melaksanakan segala hal yang termuat dalam ketentuan kebijakan tersebut.

Ripley dalam (Mulyadi, 2018) memperkenalkan pendekatankepatuhan� dan pedekatan faktual dalam implementasi kebijakan (Ripley dan Franklin, 1986:11). Pendekatan ini memusatkan perhatian pada tingkat kepatuhan agen atau individu bawahan terhadap agen atau individu atasan. Senada dengan pendapat Ripley tersebut maka keberhasilan kebijakan atau program dikaji berdasarkan perspektif proses implementasi dan perspektif hasil (Mulyadi, 2018).

Pada perspektif proses, program pemerintah dikatakan berhasil jika pelaksanaannya sesuai dengan petunjuk dan ketentuan pelaksanaan yang dibuat oleh pembuat program yang mencakup antara lain cara pelaksanaan, agen pelaksana, kelompok sasaran, dan manfaat program (Mulyadi, 2018). Program Keluarga Harapan merupakan kebijakan Pemerintah Pusat yang langsung diserahkan kepada daerah sebagai pelaksana. Cara pelaksanaan kebijakan tersebut mencakup pada tersedianya pedoman berupa Standar Operasional Prosedur ( SOP ) maupun pentunjuk teknis lainnya. SOP yang digunakan merupakan SOP yang disusun oleh Pemerintah Pusat yang disusn berdasarkan Peraturan Menteri Sosial Nomor 1 Tahun 2018 tentang Program Keluarga Harapan.

2.   Faktor- faktor yang mempengaruhi Implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) di Kecamatan Bunguran Timur

Ada banyak faktor atau variabel kondisiyang dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan publik. Penelitian ini menggunakan dua model dalam analisa yaitu Model George C. Edwards III (1980) dan Model Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn. Model George C. Edwards III (1980) digunakan Peneliti untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi dari sisi internal implementor yaitu faktor komunikasi, faktor sumber daya, faktor disposisi dan faktor struktur birokrasi. Peneliti menggunakan Model Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn untuk melengkapi analisis dari sisi ektsernal implementor yaitu kondisi ekonomi, sosial dan politik. Kombinasi kedua model tersebut digunakan agar terlihat hubungan saling berkaitan antar faktor sehingga analisis akan lebih lengkap. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan akan diuraikan sebagai berikut :

1.   Faktor Komunikasi

Faktor komunikasi menjadi kunci penting untuk mendukung keberhasilan suatu implementasi kebijakan publik. George C. Edward III (1980) dalam bukunya menyatakan bahwa syarat utama untuk mengimplementasikan kebijakan yang efektif adalah bahwa pembuat keputusan harus mengetahui apa yang mereka putuskan. Tentu saja komunikasi tersebut memerlukan ketepatan dan juga harus tepat dirasakan oleh implementor. Setiap orang yang terlibat dalam suatu kebijakan harus mengetahui dengan baik apa isi kebijakan tersebut. George C. Edward III (1980) menguraikan bahwa faktor komunikasi dapat diidentifikasi menjadi beberapa dimensi sebagai berikut ;

a.������ Transmisi (transmission)

b.������ Kejelasan (clarity)

c.������ Konsistensi (consistency)

Program Keluarga Harapan di Kecamatan Bunguran Timur sebagai salah satu kebijakan Pemerintah Pusat yang dilaksanakan oleh daerah dalam rangka percepatan pengentasan kemiskinan. PKH dalam pelaksanaannya memerlukan keterlibatan banyak pihak sehingga faktor komunikasi menjadi hal penting untuk dianalisis. Komunikasi antar pelaksana baik tingkat pusat hingga daerah harus berjalan dengan baik. Efektifnya komunikasi dapat tercapai jika informasi yang ada tersampaian dengan baik, jelas diterima dan konsisten dalam penyampaian dari pembuat kebijakan kepada pelaksana kebijakan.

2.   Faktor Sumber Daya

Sumber daya manusia (staff) adalah penggerak utama suatu kebijakan. Kecukupan jumlah dan kualitas sumber daya manusia harus menjadi perhatian agar substansi kebijakan dapat terlaksana dengan baik. Sumber daya manusia yang terlibat dalam Implementasi Program Keluarga Harapan antara lain adalah Koordinator Kabupaten dan Pendamping Kecamatan. Kecamatan Bunguran Timur saat ini dilayani oleh dua orang tenaga pendamping dimana salah satu pendamping memegang dua kecamatan. Sisi kuantitas terkait jumlah tenaga pendamping masih belum memadai untuk pelaksanaan tugas pendmapingan dengan jangkauan luas daerah yang besar. Kekurangan lainnya adalah perlunya tenaga operator PKH agar tugas pendamping kecamatan lebih berfokus pada pendampingan saja. Sementara untuk peningkatan kualitas SDM sudah terlaksana dengan baik melalui pelatihan dan sosialisasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat baik secara langsung maupun tidak langsung.

3.   Faktor Disposisi

Faktor disposisi dalam Model George C. Edward III dapat didefinisikan secara singkat sebagai perwujudan sikap implementor dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Pemilihan dan pengangkatan staf untuk melaksanakan kebijakan publik harus dengan pertimbangan memiliki semangat dan dedikasi tinggi dalam bekerja. George C. Edward III (1980) sebagaimana diterjemahkan menyatakan bahwa jika implementasi kebijakan ingin berhasil secara efektif dan efisien, para pelaksana (implementors) tidak hanya mengetahui apa yang harus dilakukan dan mempunyai kemampuan untuk melakukan kebijakan tersebut, tetapi mereka juga harus mempunyai kamuaan untuk melaksanakan kebijakan tersebut.

4.   Faktor Struktur Organisasi

Faktor struktur organisasi juga dianalisis berdasarkan pembagian tugas dan keterlibatan pihak lain dalam implementasi kebijakan publik. Program Keluarga Harapan di Kecamatan Bunguran Timur sebagai salah satu program penanggulangan kemsikinan yang mendapat perhatian bagi Pemerintah Daerah tentu melibatkan banyak Perangkat Daerah. Perangkat Daerah yang terlibat antara lain Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Daerah ( BP3D), Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Kesehatan, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Pembagian tugas tersebut termuat dalam pembentukan Tim Penanggulangan Kemiskinan Daerah.

5.   Kondisi lingkungan sosial, ekonomi dan politik

Van Meter Van Horn dalam (Agustino, 2016) mengemukakanmodel implementasi dengan pendekatan top down dan pada model tersebut mengandaikan bahwa salah satu indikator keberhasilan implementasi adalah didukung oleh keputusan politik yang baik, adanya pelaksana dan didukung oleh kinerja kebijakan publik tentunya. Adanya campur tangan politik pada imlementasi kebijakan dipandang sebagai suatu yang wajar dan dapat menjadi pertimbangaan dalam mewujudkan tujuan yang ingin dicapai dari kebijakan tersebut. Setidaknya ada enam variabel yang mempengaruhi implementasi kebijakan menurut Model Van Meter Van Horn yaitu : dimensi dan tujuan kebijakan, sumber daya, karakteristik agen pelaksana, sikap atau kecenderungan pelaksana, konumikasi antar organisasi serta kegiatan pelaksana dan lingkungan ekonomi, sosial dan politik.

Peneliti dalam analisa ini menggunakan salah satu variabel tersebut yaitu variabel lingkungan ekonomi, sosial dan politik. Lingkungan yang mendukung suatu kebijakan diharapkan akan mendukung pula keberhasilan implementasi kebijakan.

3.   Faktor Penghambat Keberhasilan Implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) di Kecamatan Bunguran Timur

Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan bahwa penghambat adalah hal yang menjadi penyebab atau karena hanya tujuan atau keinginan yang tidak dapat terwujud. Faktor penghambat adalah faktor atau hal yang dapat menghambat tercapainya tujuan. Implementasi kebijakan publik akan terlaksana dengan baik jika tidak ada faktor penghambat yang dapat menyulitkan implementor untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Berdasarkan uraian analisa diatas, dapat diuraikan beberapa faktor penghambat dalam Implementasi Keluarga Harapan di Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna sebagai berikut :

1.   Faktor Komunikasi

Komunikasi yang terjalin pada pelaksanaan PKH di Kecamatan Bunguran Timur secara umum sudah terlaksana dengan baik. Meskipun demikian, penyampaian informasi mengenai PKH baik pengenalan program, sasaran dan tujuan masih belum terlaksana dengan baik terutama bagi masyarakat atau lembaga lain diluar PKH. Pelaksanaan pelatihan dan sosialisasi PKH bagi tenaga pelaksana daerah yang dilaksanakan secara daring perlu dilaksanakan rutin untuk penyampaian informasi yang efektif. Dimensi konsistensi juga masih perlu ditingkatkan terutama saat Pandemi Covid-19 yang berakibat pada perubahan berbagai aturan yang mendasari pelaksanaan PKH di daerah.

2.   Faktor Sumber Daya

Dimensi sumber daya manusia menjadi perhatian utama untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Luas wilayah serta kondisi geografis daerah kepulauan memerlukan sumber daya manusia yaitu Pendamping Kecamatan yang lebih banyak. Kebutuhan tenaga operator untuk pengelolaan data di kantor perlu mendapat perhatian. Tenaga operator diperlukan agar pelaksanaan tugas Pendamping Kecamatan bisa lebih terfokus untuk pendampingan tanpa harus dibebani dengan pengelolaan data. Pelaksanaan bimbingan teknis, pelatihan dan kegiatan peningkatan kapasitas sumber daya manusia masih perlu ditingkatkan agar kualitas pelaksana lebih baik.

Dimensi sumber daya fasilitas yaitu peralatan dan sarana prasarana lainnya untuk mendukung PKH di Kecamatan Bunguran Timur belum memadai. Peralatan yang digunakan untuk Pertemuan Kelompok hanya berupa toolkits.

3.   Faktor Struktur Organisasi

Implementasi PKH di Kecamatan Bunguran Timur melibatkan banyak perangkat daerah. Keterlibatan tersebut sebgaia perwujudan komitmen Pemerintah untuk percepatan capaian dalam SDG�s yaitu menghapus kemiskinan. Keterlibatan secara langsung pada perangkat daerah yang menangani urusan pendidikan, kesehatan dan anak. Sedangkan perangkat daerah yang tidak terlibat secara langsung menjalankan urusan yang mendukung upaya pengentasan kemiskinan, misalnya untuk bantuan Rumah Layak Huni. Bantuan tersebut secara tidak langsung akan mendukung PKH dalam mendukung kemandirian KPM menyediakan rumah yang sehat dan layak.

Koordinasi dan kerjsama antar pernagkat daerah belum maksimal. Masing-masing pernagkat daerah menjalankan program dan kegiatannya tanpa koordinasi intensif dengan Dinas Sosial yang melaksanakan PKH di Kecamatan Bunguran Timur. Kurangnya koordinasi tersebut dikhawatirkan akan menghambat pelaksanaan PKH bahkan dapat menyebakan bantuan lain yang dislaurkan Pemerintah menjadi tumpang tindih. Jangka panjang akan menyebabkan konflik sosial akibat kecemburuan sosial masyarakat penerima. Oleh karena itu, peran serta Dinas Sosial Kabupaten Natuna dan Kecamatam Bunguran Timur dalam koordinasi antar perangkat daerah sangat diperlukan.

4.   Faktor lainnya

Pola fikir seseorang atau mindset secara langsung akan mempengaruhi banyak hal terutama sikap dan perbuatan seseorang. Pola fikir KPM yang dilatarbelakangi oleh rendahnya pengetahuan ,kondisi keterbelakangan ekonomi serta rendahnya pemahaman akan kemandirian menyebabkan banyak KPM merasa nyaman dengan bantuan sosial PKH yang diterima. Mereka merasa bahwa bantuan yang diterima merupakan bantuan rutin yang diterima unutk jangka waktu lama. Akibatnya sebagian KPM merasa malas untuk bekerja sehingga kondisi perekonomian tidak mengalami peningkatan. Bahkan sebagian dari KPM mengandalkan bantuan sosial PKH untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga tanpa memikirkan untuk menjadi mandiri. Akibatnya graduasi yang menjadi salah satu target PKH belum terlaksana maksimal.

Graduasi merupakan salah satu target yang ingin dicapai dalam pelaksanaan PKH. Graduasi menunjukkan kemandirian KPM dimana KPM tersebut dinyatakan mandiri secara ekonomi sehingga tidak memerlukan lagi bantuan sosial PKH. Hal tersebut merupakan pencapaian penting karena dengan garduasi akan menurunkan angka kemiskinan secara makro di daerah.Arah kebijakan PKH antara lain adalah memastikan bantuan sosial PKH tepat sasaran dan KPM mampu menggunakan layanan non tunai saat penyaluran bantuan di ATM terdekat serta upaya mengentaskan kemiskinan melalui pendayagunaan KPM menuju graduasi. Langkah utama dalam upaya percepatan kemandirian sosial ekonomi KPM, Kementerian Sosial mengadopsi pendekatan graduasi yang dilakukan oleh The Consultative Group to Assist the Poor (CGAP) dan Ford Foundation yang telah diimplementasikan di 8 negara di tahun 2006-2014. Implementasi model CGAP tersebut menunjukkan bahwa 75%-98% partisipan dari 6 lokasi uji coba Program Pendidikan Pengembangan Kepemimpinan memenuhi kriteria kelulusan dengan mencapai peningkatan taraf hidup yang berkelanjutan, meliputi peningkatan nutrisi, penambahan asset, dan peningkatan kapasitas sosial, melalui komponen-komponen intervensi utama yang mendukung percepatan graduasi mandiri (Akatiga, 2015) dalam(Yanti & Adi, 2021).

4.   Upaya untuk mengatasi hambatan dalam Implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) di Kecamatan Bunguran Timur

Hambatan dalam implementasi adalah hal penting yang menjadi perhatian jika ingin mengoptimalkan pelaksanaan suatu kebijakan publik. Hambatan yang tidak teridentifkasikan dengan baik akan terus menjadi penghalang tercapainya tujuan kebijakan yang telah ditetapkan. Diperlukan upaya yang serius untuk mencari sebab terjadinya hambatan agar didapat solusi terbaik untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Implementasi Program Keluarga Harapan di Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna yang telah terlaksana lebih dari tiga tahun telah membawa dampak positif terhadap upaya pengentasan kemiskinan di Kecamatan Bunguran Timur. Dampak positif tersebut terlihat dari antusiasme KPM dalam mengikuti kegiatan yang telah diprogramkan. Keringanan beban pengeluaran keluarga telah dirasakan oleh KPM. Begitu pula dengan kemudahan akses pendidikan, kesehatan dan layanan kesejahteraan sosial. Taraf hidup KPM semakin baik dan stabil

 

Kesimpulan

Implementasi Program Keluarga Harapan di Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna ditinjau dari perspektif proses memperlihatkan bahwa pelaksanaan kebijakan tersebut telah sesuai dengan petunjuk dan ketentuan pelaksanaan yang dibuat oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia berdasarkan pada Peraturan Menteri Sosial Nomor 1 Tahun 2018 tentang Program Keluarga Harapan yang mencakup antara lain cara pelaksanaan, agen pelaksana, kelompok sasaran dan manfaat program dan ditinjau dari perspektif hasil memperlihatkan bahwa kebijakan atas program tersebut telah memberikan dampak seperti yang diinginkan yaitu telah berhasil memberikan keringanan beban pengeluaran bagi keluarga penerima manfaat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Secara umum dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan sudah terlaksana dengan baik namun belum optimal. Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor internal yang terdiri dari faktor internal dianalisis dengan Model George C. Edward III yang terdiri dari faktor komunikasi, faktor sumber daya, faktor disposisi, faktor struktur birokrasi dan faktor eksternal menggunakan variabel kondisi lingkungan ekonomi, sosial dan politik dengan Model van Meter van Horn saling berperan dan mempengaruhi dalam keberhasilan Implementasi Program Keluarga Harapan di Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna. Hasil analisis faktor-faktor yang menghambat keberhasilan Implementasi Program Keluarga Harapan di Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna antara lain faktor komunikasi yang belum tersampaikan dengan jelas, faktor sumber daya yang masih belum tersedia memadai dan faktor struktur birokrasi yang masih terkendala pada kurangnya koordinasi antar pelaksana.Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam proses Implementasi Program Keluarga Harapan di Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna antara lain dengan memperbanyak penyebaran informasi kepada semua pihak baik yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung, penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan tugas pelaksana serta dengan meningkatkan koordinasi antar perangkat daerah melalui berbagai rapat dan pertemuan nonformal lainnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Agus Eko Tejo Sasongkoa, E. P. (2021). Implementasi Program Keluarga Harapan (Pkh) Pada Desa Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya. Jiap Jurnal Ilmu Administrasi Publik, 189-205.

 

Agustino, L. (2016). Dasar-Dasar Kebijakan Publik (Edisi Revisi). Bandung: Alfabeta. Google Scholar

 

Edward Iii, G. C. (1980). Implementing Public Policy. Congressional Quarterly Press. Google Scholar

 

Moleong, L. J. (2017). Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remadja Rosdakarya, 2016). Cet Ke-35. Google Scholar

 

Muchlis Hamdi, S. I. (2014). Metode Penelitian Administrasi. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

 

Mulyadi, Dd. (2018). Studi Kebijakannpublikkdann Pelayanannpublik, Konsep Dannaplikasiiiiiiiiiproses Kebijakannpublikkberbasis Analisissbuktiiuntuk Pelayanan Publik. Bandung: Alfabetaaaaaa. Google Scholar

 

Nina, G. A., & Rustariyuni, S. D. (2020). Determinan Kemiskinan Dan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Di Provinsi Bali. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 9(1), 24�36. Google Scholar

 

Prasetyadewi, M. I., Pramandani, P. Y., & Parwita, G. B. S. (2013). Aspek Sosial Ekonomi Dan Budaya Dalam Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Tenganan Pegringsingan. Equilibrium: Jurnal Ekonomi-Manajemen-Akuntansi, 11(1), 30�41. Google Scholar

 

Putra, M. T. (2021). Kemiskinan Dan Strategi Pengentasannya.

 

Sugiyono. (2014). Memahami Penelitian Kualitatif.

 

Suryahadi, A., Al Izzati, R., & Suryadarma, D. (2020). The Impact Of Covid-19 Outbreak On Poverty: An Estimation For Indonesia. Jakarta: The Smeru Research Institute, 12, 3�4. Google Scholar

 

Todaro, M. P., & Smith, S. C. (2006). Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga Edisi 4. Jakarta: Erlangga. Alih Bahasa Drs. Haris Munandar. Google Scholar

 

Yanti, D. F., & Adi, I. R. (2021). Analisis Process Terhadap Strategi Graduasi Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan Di Kabupaten Cianjur Dalam Kerangka Result-Based Management. Empati: Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial, 9(2), 146�163. Google Scholar

 

 

������������������������������������������������

Copyright holder:

Rani Ananda Pratama, Mani Festati Broto, Razaki Persada (2021)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: