Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 6, Juni 2022

 

HUBUNGAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN ILMU HUMANIORA DITINJAU DARI PERSPEKTIF SEJARAH PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

 

Kristanti Winarti Huldayanti

Universitas Kristen Indonesia, Indonesia

Email: [email protected]��

 

Abstrak

Humaniora (humanities) sebagai ilmu pengetahuan yang pusat perhatiannya pada manusia dan budaya memainkan peranan penting dalam sejarah peradaban manusia. Pendidikan Agama Kristen (PAK) dalam sejarahnya berdampingan dengan perkembangan ilmu Humniora untuk mendidik manusia menjadi manusiawi namun tidak terlepas dari keimanan kristen. Dengan memperhatikan prinsip tersebut, PAK seharusnya dapat mengintegrasikanmetode-metode penyelidikan analitik dan kritis yang berasal dari apresiasi nilai-nilai kemanusiaan dan kemampuan unik jiwa manusia untuk mengekspresikan dirinya sebagai bagian poin penting ajaran PAK. Tujuan penelitian ini adalah untuk membahas hubungan PAK dan ilmu Humaniora ditinjau dari perspektifsejarah PAK untuk menyumbangkan rekomendasi hasil penelitian kepada institusi pendidikan maupun para pendidik PAK terkait desain kurikulum PAK yang mengintegrasikan nilai-nilai kemanusiaan dan budaya manusia.Metode penelitian yang dilakukan dalam penyusunan makalah ini adalah studi kepustakaan. Untuk menghasilkan manusia yang bermoral dan berakhlak mulia berdasarkan nilai-nilai kekristenan dan kemanusiaan,PAK dapat menjadi wadah yang penting dalam mendidik generasi muda untuk mengapresiasikan nilai-nilai kehidupan dan keluhuran jiwa manusia dalam kehidupan sehari-harinya sebagai ciptaan Tuhan.

 

Kata Kunci: pendidikan agama kristen, humaniora, sejarah

 

Abstract

Humanities as a science that focuses on humans and culture plays an important role in the history of human civilization. Christian Religious Education (PAK) has historically been side by side with the development of the science of Humniora to educate humans to be human but cannot be separated from Christian faith. By paying attention to these principles, PAK should be able to integrate analytical and critical methods of inquiry derived from the appreciation of human values ​​and the unique ability of the human soul to express itself as part of the important points of PAK's teachings. The purpose of writing this paper is to discuss the relationship between PAK and Humanities in terms of the historical perspective of PAK to contribute research recommendations to educational institutions and PAK educators regarding the design of the PAK curriculum that integrates human values ​​and human culture. The research method used in the preparation of this paper is literature study. To produce moral and noble human beings based on Christian and human values, PAK can be an important forum in educating the younger generation to appreciate the values ​​of life and the nobility of the human soul in daily life as God's creation.

 

Keywords: christian religious education, humanities, history

 

Pendahuluan

Pendidikan Agama Kristen atau PAKpada saat ini merupakan bagian dari "warisan" konsep metode dan tujuan pendidikan yang ingin dicapai olehguru atau pendidik karakter pendahulu yang terus dikembangkan sejak awal PAK ada. Secara historis PAK juga berkembang dan berbuah mengikuti perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Secara umum pendidikan terkait erat dengan perubahan zaman yang berkaitan dengan sistem nilai dan gaya hidup (Kolibu, 2018). Seiring perkembangan zaman, bertumbuh pula ilmu-ilmu sosial yang berkaitan satu dengan lainnya, baik secara langusung maupun tidak langsung berdampak pada kekayaan keilmuan itu sendiri.Salah satu ilmu yang berkaitan erat dengan PAK adalah Ilmu udaya atau humaniora adalah ilmu yang mempelajariagaimanamenyeakan atau memperaiki atau meningkatkan manusia menjadi lebih manusiawi dan berbudaya. Dalam ahasa Latin humaniora disebut Liberia artes yang berarti studi tentang manusia. Dalam pendidikan Yunani kuno humaniora disebut Trivium yang berarti logika retorika dan tata bahasa. Pada dasarnya humaniora adalah ilmu yang mempelajari nilai-nilai humanistik yang meliputi kajian agama filsafat seni sejarah dan linguistik.������ Nilai kemanusiaan meliputi nilai-nilai yang berkaitan dengan harkat dan martabat seseorang. Dikarenakan manusia tidak dapat hidup seorang diri tetapi memerlukan manusia lain untuk dapat hidup berdampingan, membantu serta berkarya secara bersama-sama, maka nilai-nilai kemanusiaan ini merupakan perekat utama untuk menciptakan tata hubungan yang harmonis, berbudaya dan beradab. Manusia mengenal nilai-nilai kemanusiannya berdasarkan pengalaman hubungan dan interakasi yang terjalin diantara sesame manusia.Nilai-nilai kemanusian menjadi nilai-nilai luhur yang dijunjung bersama oleh keseluruhan anggota masyarakat sebagai suatu komitmen berkehidupan yang menghasilkan peradaban dan budaya dari suatu komunitas.

Permasalahannya adalah apakah PAK saat ini telah mampu menterjemahkan nilai-nilai kemanusiaan itu di dalam konsep pengajaran serta kurikulum dan ajarannya? Apakah Agama Kristen dapat juga dikategorikan sebagai ajaran agama yang humanis? Apakah pendidikan Kristen dapat menggunakan prinsip-prinsip kemanusiaan atau humanis dalam ajarannya? Menurut beberapa pandangan humanis non agama, label humanis yang digunakan dalam isitilah humanis Kristen hanya merupakan reaksi atas penggunaan label humanis oleh para humanis non agama. Tantangan kehidupan Abad 21 adalah masyarakat yang eksklusif, terpisah dan terkotak-kotakan berdasarkan status-status sosial dan ekonomi, perbedaan suku, agama, maupun kewarganegaraan, paham, dan keyakinan yang memilih untuk tidak peduli dan apatis terhadap permasalahan kemanusiaan.Berdasarkan hal tersebut, yang menjadi tantangan adalah bagaimana PAK dapat dikembangkan untuk mendidik dan membangun generasi-generasi yang bukan hanya mengenal agamanya, tetapi juga mampu mengimplementasikan nilai-nilai kekristenan dalam kehidupan bermasyarakatnya. PAK harus dikembangkan lebih lanjut, sehingga dapat membentuk karakterdan integritas siswa dalam hal penghayatannya kepada Tuhan serta dalam hal memanusiakan manusia (Kolibu, 2018).

 

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, digunakan metode penelitian kualitatif deskriptif yang di dalamnya memberi penekanan quality tentang masalah-masalah humaniora dan kaitannya dengan Pendidikan agama Kristen (PAK) yang ditinjau dari sejarah PAK. Pengumpulan data melalui telaah studi kepustakaan yang dilakukan secara kritis dan mendalam. Penelitian ini menggunakan sumber data dengan mengumpulkan bacaan literatur dan bahan penelitian lainnya berupa buku, artikel yang relevan tentang ilmu hubungan humaniora dan PAK yang ditinjau dari perspektif sejarah PAK.

 

Hasil Dan Pembahasan

Ilmu Humaniora

Secara etimologis kata humaniora berasal dari kata sifat atau keadaan dari kata latin humanus yang berarti manusia. Sedangkan dalam bentuk komparatif, �humaniora memiliki makna yang lebih manusiawi. Berdasarkan pengertian etimologis tersebut Hassan Shadily memerikan definisi humaniora sebagai ilmu yang dianggap bertujuan menjadikan manusia lebih manusiawi (artinya di sinilebih manusiawi ialah lebih berbudaya) (Daliman, 1983).Humaniora adalahilmuyang mempelajari apa yang diciptakan atau dirasakan oleh manusia. Dengan kata lain bahwa humaniora adalah ilmu yang berhubungan dengan rasa seni manusia seperti sastra, musik, patung, lukisan, dan sebagainya (Darmadi & MM, 2017).Secara tradisional ilmu humaniora ia terdiri dari : filsafat, seni, ilmu-ilmu agama, dan ilmu sejarah (liberal arts) (Bolo et al., 2020).

Ilmu-ilmu humaniora tidak dapat dimasukkan ke dalam ilmu-ilmu sosial karena bukan merupakan ilmu tentang gerak aktivitas kehidupan manusia, tetapi yang dipelajari adalah kecenderungan �rasa� dan �perasaaan� memunculkan bakat dan minat masyarakat dengan menjadi kreatif. Oleh karena itu erangkat dari pemahamanmanusia yang demikian selain mempelajari ilmu-ilmu lain perlu juga mempelajari ilmu-ilmu kemanusiaan. Hal ini karena ilmu pengetahuan dan teknologi muncul dari latar elakang peradaan dan udaya. Dasarnya adalah humaniora dan erkat itu manusia dapat erpikir erkreasi erhasrat dan erimajinasi dan kemudian mengemangkan kreativitas. Jadi humaniora masih memainkan peran penting. Lingkup humaniora pada awalnya hanya mencakup ahasa dan sastra klasik tetapi kemudian diperluas ke teologi filsafathukumsejarah filologi linguistik sastra dan seni, dan psikologi (Darmadi & MM, 2017).

Sebagai ilmu yang berorientasi pada humaniora yaitu memanusiakan manusia, harus dikatakan bahwasubjek dari proses pendidikan humanistik ini adalah manusia itu sendiri. Manusia juga merupakan titik awal untuk mengajarkan humaniora karena hanya manusia yang memiliki kemampuan untuk merefleksikan diri dan dunianya. Manusia adalah titik awal untuk mempelajari diri mereka sendiri dan dunia mereka. Orang adalah mereka yangmampu membawa makna dan nilai tertinggi bagi diri mereka sendiri dan bagi dunia. Dengan kata lain apakah manusia dan duniamenjadi lebih manusiawi,tergantungbagaimana mereka eksis dengan segala potensi yang ada di dalamdiri mereka. Tampaknya dengan identitas seperti ini dapat dikatakan bahwa manusia memiliki fungsi dan posisi yang sangat unik dan tak tergantikan di dunia ini. Oleh karena itu manusia juga merupakan faktor terpenting dalam mempelajari humaniora karenapada prinsipnya humaniora adalah ilmu yang mempelajari dan mengembangkan faktor manusia (Setyawan, 2015).

Tujuan dari humaniora sendiri adalah untuk untuk membuat orang lebih manusiawi yaitu membuat orang lebih berbudaya. Sedangkan tujuan dijelaskan lebih rinci yaitu muara manusia adalah munculnya karakter manusia yaitu pribadi yang berkeinginan dan berjuang untuk mencapai hubungan yang lebih baik berdasarkan prinsip kemanusiaan melayani kepentingan manusia lain. Wardani mengemukakan tujuan dari ilmu humaniora itu sendiri adalah membebaskan pikiran untuk mandiri dalam mencari, memilih, dan menggunakan informasi menjadikan manusia lebih manusiawi yaitu leih berbudaya (Murtopo, 2017).

Mempelajari humaniora akan membuat seseorang lebih manusiawi, lebih berbudaya. Hal ini jelas sangat penting dalam mengikuti kemajuan teknologi yang terkadang membuat orang merasa bermartabat, karena hampir semua peran bisa digantikan oleh mesin sehinggamanusia bisa saja bertingkah seperti mesin dan kehilangan hati nurani. Memang berkat ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia dapat pulih dari tekanan alam yang beratyang selalu mengganggunya,tetapi mulai secara sistematis bergantung pada hasil kreativitas dan organisasinya. Akibatnya generasi muda kekurangan ruang dan kesempatanberimajinasi. Orang yang hanya inginsesuatu terjadi dengan cepat tanpa pemrosesan dan akhirnya hanya menjadi pengguna dan meniru teknologi. Untuk itu ruang kreativitas harus dibangun dan ruang untuk berimajinasi. Ruang yang dibangun dan banyak dimiliki orang di masa lalu terutama melalui bidang humaniora (Darmadi & MM, 2017) dengan memahami ilmu ini harus terarah ke masa depan tanpa melepaskan diri dari masa lampau dan masa kini.

Hubungan Humaniora dengan Ilmu-ilmu Sosial dan Sejarah

Humaniora dan ilmu-ilmu sosial mempunyai objek studi yang sama yaitu memahami orang sebagai budaya, makhluk intelektual dan makhluk sosial. Keduanya ingin menemukan generalisasi-generalisasi. Perbedaan antara kedua bidang studi tersebut terletak pada penekanannya (emphasis). Ilmu-ilmu sosial mencari generalisasi sebagai model untuk memprediksi dan mengendalikan fenomena sosial di masa depan. Sedangkan humaniora lebih mementingkan mencari contoh yang dapat dijadikancontoh atau model. Ilmu-ilmu sosial lebih fokus pada masa kini dan masa depan, sedangkan humaniora lebih fokus pada studi masa lalu.

Di antara ilmu-ilmu sosial, sejarah adalah yang paling dekat dengan humaniora. Sejarah sebagai bagian dalam humaniora memberikan sumbangan terbesar sebagai metode untuk memahami manusia. Pendekatan historis dipandang sebagai yang paling tepat untuk memahami manusia, sebab manusia memang hanya dapat dipahami dari kesejarahannya.

Sejarah Pendidikan Agama Kristen

a.      Pendidikan Agama di Era Yesus

Yesus lahir dan besar di lingkunganYahudi yang sangat mempengaruhi ajaran agamanya. Yesus memiliki hubungankhusus dengan Bapa-Nya. Namun hubungan itu tidak menghalangi Yesus untuk belajar seperti anak laki-laki Yahudi lainnya. Kata-kata Yesus dalam Lukas 6:40, Matius 10:24-25, dan Yohanes 13:16-17 menunjukkan setidaknyabagaimana Yesus belajar. Di mana Dia pernah menjadi murid, kemudianDia belajar dengan guru-gurunya. Seperti anak laki-laki Yahudi yang lainnya, keluarganya adalah guru pertamanya. Mengajar adalah bagian yang sangat penting dari pelayanan Yesus. Dia mengajar di kuil-kuil, di sinagoge-sinagoge, di tepi danau, atau di perahu-perahu nelayan, di perbukitan, dan di dataran. Dalam gaya mengajar Yesus, setidaknya ada delapan bentuk atau pendekatan pengajaran yaitu khotbah, orientasi hafalan, perwujudan, dialog, studi kasus, pertemuan, dan gerakan simulasi atau simbolis. PAK pada abad pertama Masehi, berfokus pada dua sisi yaitu ajaran Yesus dan pemenuhan isi surat-surat tertua dan termuda Perjanjian Baru yaitu surat-surat Tesalonika. Paulus mengkhotbahkan Injil tetapi dia juga mengajar dan isikeduanya berasal dari Wahyu yang dia terima dari Allah. Begitu orang menjadi beriman melalui khotbah, mereka segera membutuhkan pendidikan agama agardapat terus mengembangkan keimanannya. Di antara jemaat Tesalonika, setidaknya ada empat jenis ajaran yaitu doktrin Teologis, doktrin moral, perintah gereja, kata-kata yang merujuk ucapan Yesus (Boehlke, 1997).

b.     Pendidikan Agama Kristen dalam Gereja Purba

Pada awal abad ke-2, orang Kristen sedikit meskipun kelompok Kristen hadir di banyak kota di sekitar Mediterania. Pendidikan agama Kristen yang dikembangkan oleh gereja kuno adalah upaya untuk melawan budaya yang nilai-nilainya memusuhi itu di lingkungan yang lebih luas. Dihadapkan dengan ini, muncul tanggapan yang heterogen. Ada pemimpin seperti Tertullian yang ingin menarik garisyang jelas antara gereja dan budaya. Tidak ada netralitas di antara keduanya. Komunitas Kristen terpaksa memisahkan diri dari pengaruh budaya Yunani-Romawi. Namun pemikir lain seperti Hieronimus dan Basil ingin mengambil keuntungan dari hasil budaya yang tidak secara langsung bertentangan dengan iman Kristen ini. Namun, ketegangan yang ada pada abad pertamaantara budaya tertentu dan nilai-nilai gerejawi tidak ada, akhirnya mereda pada saat itu tetapi berlanjut selama berabad-abad berikutnya bahkan gereja dapat menjadi garam dunia melalui perjuangan terus-menerus dengan lingkungan yang luas di mana Tuhan telah menempatkannya.

Pada tahap yang lebih spesifik, gereja kuno juga menghadapi tantangan agama seperti doktrin Gnostik, Mitraisme, dan Neoplatonisme. Pada saat yang sama gereja harus merenungkan hubungannya dengan negara. Pokok-pokok perdebatan segera muncul sehubungan dengan pertanyaan di mana letak kesetiaan mutlak seorang Kristen. Dalam proses menjawab pertanyaan ini, sejumlah nyawa orang Kristen telah dikorbankan. Yang lain berdebat denganpendukung negara dalam hal mengapa orang Kristen tidak dapat berpartisipasi dalam upacara keagamaan negara. Tetapi mereka ingin menjadi warga negara yang setia dan bertanggung jawab.

Di lingkungan yang luas inilah pemikiran dan praktik pendidikan agama Kristen muncul. Pada hakekatnya upaya tersebut berangkat dari perjuangan teologis. Meskipun detailnya harus dipelajari dalam bidang dogma dan sejarah gereja, pada umumnya beberapa perjuangan tersebut harus diuraikan di sini sehingga semua perjuangan teologis gereja selama berabad-abad tidak lepas dari pelayanannya di bidang PAK). Perjuangan teologis adalah bagian dari Pendidikan agama Kristen. Namun PAKtidak meliatkan anggota gereja dalam perjuangan teologisnya tidak dengan pendidikan agama Kristen yang sejati. Ini juga memahas agaimana gereja mencoa menjelaskan dan mengajarkan identitas Yesus dari Nazaret. Tapi isnis ini ukan jalan satu arah. Melalui semua ajaran ini anggota gereja didorong untuk menggali ke dalam akar iman mereka. Selanjutnya secara umum juga ada pengajaran melalui dua macam upaya yaitu dari isi himne yang diluncurkan oleh Efraim pendeta Syria dan melalui kualitas hidup umat Kristen itu sendiri yang diunggulkan melalui iadah umum doa priadidan puasa. . Secara khusus pandangan masing-masing dari lima pendidik esar juga disajikan yaitu Clement Origen Jerome Chrysostom dan Augustine. Mengenai lemaga-lemaga esar yang dikemangkan oleh Gereja kuno setidaknya ada tiga jenis yang menonjol yaitu gereja iadat sekolah doktrin untuk calon anggota Gereja dan sekolah katekese semacam perguruan tinggi (Boehlke, 1997).

c.      Pendidikan Agama Kristen pada Abad pertengahan

Keadaan jemaat pada abad pertengahan kebanyakan adalah tuna aksara dan para pemimpin yang terdidik entah imam atau awam kurang sekali jumlahnya, gereja mengajar melalui penggunaan lambang-lambang. Misalnya, tentang lambang-lambang berupa sakramen baptisan dan misa khususnya, drama agamawi, seni lukis/patung, buku naskah berhiasan, dan seni bangunan. Semuanya itu cenderung mendobrak hati indrawi warga jemaat ketimbang mendorong perkembangan pengetahuan dan pengertian mereka.

Membangun atas keadaan tersebut isu pedagogis abadi mencakup ketegangan kreatif antara pemupukan perasaan misteri agamawi dan perkembangan bagian kognitif dalam diri para warga persekutuan kristen. Ketegangan ini sangat peka bagi persekutuan protestan indonesia yang berasal dari suku-suku yang mengutamakan pentingnya memperoleh pengetahuan serta memahami isinya, peranan simbolisme cenderung dikesampingkan. Namun didalam kehidupan iman mesti ada tempat bagi keindahan.

Pada abad pertengahan gereja mengembangkan sejumlah wadah pedagogis, tempat pelaksanaan pendidikan agama Kristen (PAK): jemaat itu sendiri, universitas, dan wadah pedagogis yang berlangsung di bawah naungan biara. Karena jaringan perhubungan terbatas sekali pada zaman itu, wadah-wadah pendidikan agama Kristen (PAK) berasal dari pelbagai titik geografis dan gerejawi dan bukan dari pusat tertentu, misalnya kepausan. Keterlibatan kita dengan pengalaman gereja abad pertengahan mungkin membuka mata terhadap sumbangan para pemikir sebagaimana mereka ini diwakili oleh enam orang saja, yaitu:

1.     Karel Agung, kita diperkenalkan dengan seorang awam berkuasa yang haus akan pengetahuan. Dia tidak merasa puas dengan taraf iman yang sudah dicapainya. Dia sudah menjadi seorang pelajar teladan sebelum dia menyalurkan dana, sarana, dan tenaga negara dan gereja demi kepentingan perkembangan para warga kristen yang terdidik.

2.     Raja Alfred dari inggris memahami pentingnya sumber tertulis dalam bahasa daerah sebagai dasar bagi pendidikan. Dia tidak hanya memanfaatkan dana perbendaharaan negara demi rencana darurat menerjemhkan buku-buku latin kedalam bahasa inggris kuno.

3.     Robanus Maurus dari jerman mengajukan pertanyaan pokok di bidang pendidikan agama Kristen (PAK) berupa pendidikan Teologi. Apakah sudah cukup dalam pendidikan seorang calon pendeta kalau dia dilatih menjadi seorang tukang liturgi dan sakramen saja? atau sebaliknya, pendidikannya perlu mencakup vak-vak bukan teologis yang merupan lingkungan luas tempat tugas berteologi berlangsung sebelum mempelajari vak-vak teologis

4.     Abelardus mendidik kita tentang kepentingan mengajukan pertanyaan sebagai dasar memperoleh pengetahuan dan pemahaman baru. Dalam pengalamannya, belum ada jawaban mutlak sebagaimana nampak perbedaan pendapat diantara bapa-bapa gereja yang termulia.

5.     Thomas Aquino

6.     Gerson (Boehlke, 1997)

d.     Pendidikan Agama Kristen pada zaman reformasi Protestan (Luther & Calvin)

Sumbangan Luther:

1)     Luther mengaitkan pendidikan dengan teologi atau dengan kata lain, teologinya merupakan dasar teori pendidikannya

2)     Prestasi menerjemahkan Alkitab kedalam bahasa jerman turut mengembangan bahasa jerman sehingga semua warga jerman dihubungkan satu sama lain. Serentak dengan itu, bahasa jerman memaikan peranan luar biasa dalam perkembangan pendidikan jerman.

3)     Luther melihat bahwa semua orang berhak beljara membaca dan menulis sebagai dasar menjadi orang percaya yang terdidik sehingga ��bukan lagi anak-anak, yang diombang ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran�� (ef 4:14a). Khusus bagi warga dewasa khotbah dikembangkan menjadi wadah paling utama untuk pendidikan.

4)     Dia juga mendorong para pemimpin kotapraja sehingga didirikannya sekolah-sekolah ��negeri�� yang dibiayai kas pemerintah setempat. Dan semua anak wajib disekolahkan.

5)     Luther menyusun bahan pendidikan khuss untuk anak didik, yaitu katekismus kecil. Karya itu memupuk penyusunan banyak katekismus lainnya sebagai bahan tercetak paling utama dalam rangka mendidik kaum muda.

6)     Dia amat prihatin terhadap perbedaan sifat setiap anak, suatu fakta yang perlu diperhatikan sebagai dasar mengembangkan tugas-tugas belajar yang sesuai.

7)     Luther cenderung lebih maju ketimbang pendekatan yang dominan di antara kebanyakan pendidik sezamannya.

8)     Luther menitik-beratkan peranana mutlak musik dalam proses mendidik orang-orang di samping menjadi unsur umum dalam liturgi dengan demikian warga jemaat adalah peserta aktif dan bukan pasif.

9)     Luther amat sadar akan kemungkinan-kemungkinan yang tersirat dalam pengalaman pendidikan, dengan akibat warga kristen berhak bertumbuh dalam iman kristen sehingga dihayati �nya dalam kehidupan sehari-hari.

10) Luther mendsak warga jerman menghargai pentingnya perpustakaan-perpustakaan sebagai alat pelengkap mutlak dalam rangka mengembangkan sumber pengetahuan dan pengertian demi kebutuhan perseorangan, gereja, masyarakat, dan negara (Boehlke, 1997).

Sumbangan Calvin:

1)     Kehidupan Calvin merupakan teladan bagi siapa saja, tentang seorang Kristen yang mengasihi Tuhan dengan segenap pikirannya. Dia merupakan seorang pelajar Alkitab dan kebudayaan seumur hidupnya.

2)     Calvin ingin mendidik pikiran insani yang tidak mempercayai perasaannya yang kurang mantap. Melalui institutionya dia menjelaskan isi iman kristen secara teratur sebagaimana didapatinya dalam Alkitab.

3)     Intinya adalah pengetahuan minimal yang perlu diketahui dan dipahami oleh setiap warga kristen. Walaupun ia tidak mempercayai perasaan insani sebagai bukti kedalaman iman, namun dia ingin menghasilkan para warga dari semua golongan umur yang menaklukan diri sedemikan rupa kepada Tuhan dalam kehidupan sehari-hari mereka dengan mewujudkan bukti pemilihan mereka, dalam Yesus kristus.

4)     Melalui pengajarannya mereka dididik agar tidak memperhatikan keadaan jiwanya secara pribadi saja, tetapi agar memandang keluar, dalam arti memanfaatkan iman untuk mengubah masyarakat sekitarnya sesuai dengan injil.

5)     Pendidikan agama kristen adalah bagian integral dari pelayanan gereja karena gerejalah sang ibu yang mengasuh anak-anaknya. Calvin menjunjng tinggi khotbah sebagai sarana untuk menginjili serta mendidik para warga jemaat, serta mempersiapkan katekismus untuk mendidik kaum muda (Boehlke, 1997).

6)     Dia mendidik jemaat memuji Tuhan melalui penggunaan mazmur-mazmur yang dinyanyikan jemaat dalam bahasa Perancis. Ia pun menetapkan sakramen baptisan sebagai tanda pemilihan Tuhan dalam Yesus Kristus dan sakramen perjamuan kudus sebagai karunia mutlak ada dalam kebaktian selama menjauhkan kedua-duanya dari ketakhyulan.

7)     Ia juga mendorong pemerintah dan masyarakat Jenewa mendirikan akademi sebagai pusat persekolahan gereja Am, baik bagi anak didik maupun bagi kaum muda.

e.      Pendidikan Agama Kristen di Indonesia

Pendidikan agama Kristen di Indonesia dimulai sejak masuknya pedagang dari Portugis di pulau ternate pada tahun 1538 kemudian berlanjut pada daerah-daerah di indonesia lainnya. Adapun Dr. Homrighausen, diundang ke konferensi di sukabumi untuk memperkenalkan ilmu dan praktek Pendidikan Agama Kristen kepada para pemimpin persekutuan Kristen di Indonesia. Konferensi studi itu diselenggarakan oleh Panitia Theologi DGI dan berlangsung dari 20 Mei s/d 10 Juni 1955 di Asrama Pendidikan yang terletak di jalan Cipelang no. 8, Sukabumi. Studi ini diikuti oleh 53 utusan dari 21 gereja (sinode), 15 peninjau yang delapan diantaranya berasal dari dalam negeri dan tujuh tenaga misi dari luar negeri serta dua orang anggota staf dari dua sinode dan seorang dari DGI, dua pemimpin serta 26 anggota GMKI, yang melaksanakan pelbagai tugas yang berkaitan dengan kelancaran konferensi.

Ada penilaian khusus dari team konferensi pada saat itu bahwa sekalipun ada guru pendidikan Agama kristen. Namun pendidikan Agama kristen memiliki perkembangan yang kurang maksimal sehingga salah satu saran dari konferensi PAK pada saat itu adalah kebutuhan yang sangat mendesak bagi kurikulum sekolah minggu yang betitik tolak dari keadaan Indonesia bertemu ketika KOMPAK DGI mengadakan konferensi.

Sesuai dengan jati diri republik Indonesia sebagai negara Pancasila, vak agama sudah masuk ke dalam kurikulum wajib di sekolah-sekolah sejak dasawarsa 50-an, kemudian disusun kurikulum vak Agama bagi anak didik SD, SLTP, SLTA.

Hubungan PAK dan ilmu Humaniora dalam perspektif sejarah PAK

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Humaniora adalah ilmu pengetahuan yang meliputi filsafat, hukum, sejarah, bahasa, sastra seni; dan makna instrinsik nilai-nilai humanisme.Humaniora atau ilmu budaya adalah ilmu yang mempelajari tentang cara membuat atau mengangkat manusia menjadi lebih manusiawi dan berbudaya. Menurut bahasa Latin Humaniora biasa disebut artes liberals yaitu studi tentang kemanusiaan. Sedangkan menurut pendidikan Yunani Kuno, humaniora disebut dengan trivium yaitu logika, retorika dan gramatika. Pada hakikatnya, humaniora merupakan ilmu-ilmu yang bersentuhan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang mencakup studi agama, filsafat, seni, sejarah dan ilmu-ilmu bahasa.

Woodhouse dalam artikelnya The Nature of Humanities: Historical Perspective menjelaskan bahwa istilah humaniora berasal dari program pendidikan yang dikembangkan oleh Cicero (106-43 SM), yang disebutnya humanitas yaitu sebuah corak pendidikan untuk menjadikan manusia lebih menjadi manusiawi (humanior).Pada masa Renaissance (1200-1500), para humanist Italia menghidupkan kembali istilah humanitas, menjadi �studia humanitatis� yang mencakup gramatika, retorika, puisi, sejarah dan filsafat. Semua mata pelajaran tersebut dipelajari dalam bahasa Latin. Studi humanitatis ini hampir secara eksklusif dipusatkan pada kebudayaan Yunani dan Latin (Sastrapratedja, 2001).Masa Renaissance merupakan masa perkembangan Humaniora awal. Masa Renaissance memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

       Penemuan dunia dalam arti manusia mulai menyadari berhadapan dengan dunia sebagai kenyataan yang harus diolah dan dikembangkan oleh manusia.

       Penemuan individualitas dalam arti manusia mulai menyadari dirinya sebagai individu, yaitu sebagai keutuhan yang berdiri sendiri dan tidak �tenggelam� dalam dunia dan masyarakatnya.

       Penemuan kebebasan dalam arti manusia menyadari dirinya tidak ditentukan oleh nasib, tetapi oleh dirinya sendiri.

       Penemuan objektivitas dalam arti bahwa kita dapat menyeldiki kenyataan sebagaimana adanya dengan mengurangi pendapat atau tanggapan pribadi yang belum terbukti.

Pada zaman Renaissance inilah muncul istilah humanisme. Humanisme Renaissance adalah suatu gerakan susastra dan filsafat pada abad 14 sampai 17 dimulai di Italia kemudia menyebar ke seluruh Eropa. Para humanis adalah para ilmuan/ ahli naskah-naskah kesusasteraan Yunani dan Latin. Humanitas adalah pendidikan yang berlandaskan pada studi humantatis atau humaniora yaitu sebuah kurikulum yang menekankan mata pelajaran gramatika, retorika, sejarah, puisi dan filsafat. Selama periode Renaisans, kebanyakan kaum humanis adalah religius, jadi perhatian mereka adalah untuk "memurnikan dan memperbarui Kekristenan," bukan menghapusnya. Dengan pendidikan ini diharapkan orang menjadi manusia yang utuh dan bebas. Humanisme Renaisans juga menginspirasi kecintaan belajar dan "cinta sejati pada buku; para humanis membangun koleksi buku dan perpustakaan universitas mulai dikembangkan. Istilah humaniora lama-kelamaan diganti dengan istilah artes liberals (liberal arts) atau humanities di Amerika. Program pendidikan klasik ini diteruskan sebagai dasar pendidikan pada abad ke-18 dan 19 di Eropa (Sastrapratedja, 2001). Hingga akhirnya kita mengenal dengan istilah liberal education.

Menurut Soedjatmoko, Tujuan Pendidikan Humaniora di Indonesia adalah sebagai berikut:

       Pengenalan menyeluruh terhadap budaya nasional, budaya daerah asal, dan budaya daerah lain di Nusantara.

       Pemahaman mengenai sejarah Indonesia dan kaitannya dengan sejarah dunia.

       Penguasaan bahasa Indonesia, baik secara tertulis maupun lisan dan sekurang-kurangnya satu bahasa daerah.

       Kemampuan memahami sekurang-kurangnya satu bahasa asing beserta budaya dimana bahasa itu digunakan.

       Kemampuan menikmati dan membuat penilaian terdidik terhadap karya-karya seni.

       Kemampuan menganalisis dan menilai masalah-masalah etis, masalah-masalah kebijakan umum, dan persoalan yang menyangkut nilai (khususnya yang menyangkut pengetahuan dan teknologi).

       Kemampuan melakukan kritik secara bertanggung jawab.

Humaniora memperlihatkan proses pendidikan yang terus menerus mengarah pada kesempurnaan, yang semakin manusiawi. Salah satu agenda penting dalam mengatasi krisis dalam kehidupan bangsa dan negara kita adalah melalui pendidikan nilai, pendidikan moral, pendidikan akhlak, pendidikan budi pekerti, pendidikan karakter.

Beberapa contoh Kasus: a) Humanisme Sekuler. Cita-cita dari humanisme sekuler: manusia mengakui dirinya sebagai bagian dari alam yang kekal dan tidak diciptakan oleh Allah. Tujuannya: memperbaiki manusia tanpa kehadiran Allah atau tanpa bantuan dari Allah. Humanisme sekuler lahir di Masa Pencerahan (Renaissance) yang terjadi di abad ke-18 dan pemikiran bebas di abad ke-19. Moralitas dan asumsi mengenai keadilan para humanis sekuler ini bersandar pada akal budi saja. Mereka mengabaikan otoritas Alkitab, yang justru diandalkan oleh orang Kristen sebagai sumber utama untuk mengetahui mana yang benar dan salah, baik dan jahat. Dalam penyelidikan mereka tentang asal-usul kehidupan, para humanis sekuler tidak mengakui jika Allah yang menciptakan manusia dari debu tanah. Mereka juga menganggap bukan Allah yang menciptakan bumi dan seluruh isinya dari ketiadaan. Bagi para humanis sekuler, alam adalah kekuatan kekal yang bisa menopang dirinya sendiri. Para humanis sekuler mungkin akan terkejut ketika tahu kalau ada banyak orang Kristen yang juga memiliki sikap skeptisisme terhadap agama. Mereka juga berkomitmen untuk menggunakan penalaran kritis dalam merespon berbagai pengajaran. Seperti halnya orang-orang Berea, para humanis Kristen membaca dan mendengarkan berbagai pengajaran, namun akan memeriksa semua hal dalam terang Alkitab (Kis 17:11). Tidak seperti para humanis sekuler, yang menolak gagasan tentang kebenaran yang disingkapkan oleh Allah dalam Alkitab, orang Kristen menaati Firman Tuhan, yang merupakan standar utama yang digunakan untuk mengukur atau menguji kualitas dari segala sesuatu. Sebelum kita mempertimbangkan respon orang Kristen terhadap humanisme sekuler, kita harus mempelajari istilah humanisme itu sendiri. Humanisme umumnya diingat sebagai kelahiran kembali atau kebangkitan dari pembelajaran dan budaya kuno yang berlangsung selama masa Pencerahan. Selama masa ini, para �humanis� mengembangkan moda pembelajaran yang ketat berdasarkan model Yunani dan Romawi. Mereka berusaha membangun gaya Latin yang baru, terutama yang terkait seni sastra dan seni rupa. Lembaga-lembaga politik juga didasarkan pada model tersebut. Plato, seperti halnya Nietzsche, percaya pada konsep �pengulangan kekal� (reinkarnasi). Ia (dan orang-orang Yunani pada umumnya) memberi hormat kepada para dewa hanya seadanya saja. Bagi mereka, manusia adalah ukuran bagi segala sesuatu. Ekspresi kontemporer dari humanisme sekuler menolak kedua unsur Kristen nominal, baik yang terkait tanda-tanda dan kebenaran Alkitab yang penting. Misalnya seperti fakta bahwa manusia diciptakan menurut gambar dan rupa dari Pencipta mereka, yaitu Allah yang diungkapkan dalam Alkitab. Juga mengenai kehidupan dan pelayanan Tuhan Yesus di dunia. Fakta-fakta empiris yang telah diverifikasi ini tidak bertentangan dengan kebenaran Alkitab. Tapi, terjadi peralihan yang drastis dari kebenaran yang bersandar pada otoritas Alkitab menuju humanisme naturalistik � di mana timbul adanya penolakan terhadap otoritas dan kebenaran Alkitab. Kemudian, gerakan ini mengarah pada bentuk sekuler dari humanism, yang dinyatakan secara terbuka, yang terjadi selama masa Pencerahan, yang berlangsung pada abad ke-18 dan ke-19. Gerakan ini berakar dan bertumbuh di seluruh Eropa, yang berkembang pesat di Jerman.Terkait budaya, para humanis sekuler mengandalkan metode kritis ketika menafsirkan Alkitab. Mereka menolak kemungkinan adanya campur tangan Ilahi dalam sejarah manusia. Mereka menganggap Alkitab hanya sebagai �buku sejarah yang suci.� Dikenal dengan istilah �kritik-tinggi-Alkitab� (higher criticism), humanisme sekuler tersebar di sekolah-sekolah teologi dan mengajarkan pendekatan rasional atau antroposentris untuk studi Alkitab. Dimulai di Jerman, di akhir abad ke-19 �kritik-tinggi-Alkitab� berusaha �mengabaikan dokumen yang ada� dan meremehkan pentingnya pesan otoritatif dari teks Alkitab. Meskipun �kritik-tinggi-Alkitab� menggerogoti iman sebagian orang, namun orang-orang seperti B. B. Warfield di Princeton Seminary, William Erdman, dan lain-lain, secara teguh tetap membela Alkitab sebagai Firman Allah. Misalnya, dalam menanggapi orang-orang skeptis yang mempertanyakan benar tidaknya Rasul Yohanes sebagai penulis Injil keempat, Erdman dan para hamba Tuhan yang setia lainnya telah membela hal-hal yang penting ini dengan argumen yang kritis dan dasar ilmiah yang bisa diterima kalangan intelektual. Bagaimana seharusnya orang Kristen menanggapi humanisme sekuler? Untuk para pengikut Sang Jalan (Kis 9:2; 19:19, 23), setiap bentuk sah dari humanisme harus memandang realisasi penuh dari potensi manusia dengan menyelaraskan pikiran dan kehendaknya terhadap pikiran dan kehendak Allah. Allah menginginkan supaya tidak ada manusia yang binasa, melainkan supaya semua orang bertobat dan mewarisi hidup yang kekal sebagai anak-anak-Nya (Yoh 3:16; 1:12). b) Humanisme Kristen. Humanisme Kristen menganggap prinsip-prinsip humanis seperti martabat manusia universal, kebebasan individu, dan pentingnya kebahagiaan sebagai komponen penting dan utama dari ajaran Yesus. Secara historis, kekuatan utama yang membentuk perkembangan humanisme Kristen adalah doktrin Kristen bahwa Tuhan, dalam pribadi Yesus, menjadi manusia untuk menebus umat manusia, dan perintah lebih lanjut bagi kolektif manusia yang berpartisipasi (gereja) untuk menjalankan kehidupan umat Kristus. Banyak dari ide-ide ini telah muncul di antara para praktisi humanis, dan akan berkembang menjadi humanisme Kristen pada akhir abad ke-15, yang melaluinya cita-cita "kemanusiaan yang sama, alasan universal, kebebasan, kepribadian, hak asasi manusia, emansipasi dan kemajuan manusia, dan memang sangat berakar pada nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri. Humanisme Kristen dimulai menjelang akhir abad ke-15 dengan karya-karya awal tokoh-tokoh seperti Jakob Wimpfeling, John Colet, dan Thomas More dan akan mendominasi sebagian besar pemikiran di paruh pertama abad ke-16 dengan munculnya banyak orang. Tokoh-tokoh intelektual Renaisans dan humanistik yang berpengaruh seperti Jacques Lef�vre d'�taples dan terutama Erasmus, yang akan menjadi sarjana terhebat di Renaisans utara:

1.     Jakob Wimpfeling(1450-1528). Meskipun para humanis pertama tidak melakukan banyak hal untuk mengarahkan karya intelektual mereka ke arah reformasi gereja dan menghidupkan kembali kehidupan spiritual melalui pendidikan humanis, tanda-tanda dan praktik perintis pertama dari gagasan ini muncul bersama Jakob Wimpfeling, seorang humanis dan teolog Renaisans. Wimpfeling sangat kritis terhadap perlindungan gerejawi dan mengkritik korupsi moral banyak pendeta, namun, rasa takutnya menghentikannya dari mengubah karyanya dari ucapan menjadi tindakan karena takut kontroversi. Meskipun dia suka membaca banyak tulisan klasik dari zaman kuno klasik, dia takut memperkenalkannya pada arus utama agama Kristen dan berusaha menggunakan karya-karya para Bapa Gereja Latin dan beberapa penyair Kristen dari Kekaisaran Romawi Akhir untuk menciptakan bentuk pendidikan baru.

2.     John Colet (1467-1519) adalah tokoh besar lainnya dalam humanisme Kristen awal, yang memberikan pengaruh budaya yang jauh lebih besar daripada orang sezamannya yaitu Jakob Wimpfeling. Colet mendapatkan apresiasi dalam menggunakan metode humanistik dalam menganalisis teks dan mengembangkan ide-ide rinci dan prinsip-prinsip humanis, dan menggunakan metode humanistik ini ia mulai aplikasi alkitabiah pada surat-surat Rasul Paulus.

3.     Erasmus (1466-1536) adalah sarjana terbesar dari Renaisans utara dan sarjana humanis Kristen paling berpengaruh dalam sejarah, menjadi sarjana paling terkenal di Eropa pada zamannya. Salah satu komponen penentu kesuksesan intelektualnya adalah penguasaan bahasa Yunani. Pada 1505, dia menerjemahkan Euripides 'Hecuba dan, dan pada 1506, dia menerjemahkan Euripides' Iphigenia dalam Aulis, keduanya diterbitkan pada 1506.

Nilai-Nilai Kemanusiaan yang Terintegrasi dalam Sejarah PAK

Pada bagian ini akan ditinjau hal-hal yang menjadi nilai-nilai kemanusiaan yang dapat dikaitkan (integrasikan) pada sejarah perkembangan Pendidikan Agama Kristen (PAK). Institute of Satya Sau Education yang dikutip oleh Chibber dalam tulisan Clarry Sadamengemukaan lima macam nilai-nilai kemanusiaan, yaitu sebagai berikut:

1.     Nilai Kebenaran. Kebenaran adalah sesuatu yang tidak berubah dan bersifat kekal. Salah satu ajaran pokok PAK adalah mengajarkan kebenaran kepada naradidik agar naradidik hidup dalam kebenaran. Kebenaran mungkin diungkapkanatau dinyatakan melalui berbagai jalur,nama dan bentuk tetapi kebenaran itu selalu satu.Unsur-unsur nilai-nilai kebenaran antara lain adalah selalu ingin tahu, tidak diskriminasi, intuisi, mencari pengetahuan, semangat menyelidiki atau menemukan suka terhadap kebenaran.

2.     Nilai Kedamaian. Kedamaian adalahsuka cita dan ketenangan yang muncul dari dalam diri. Kedamaian membutuhkan kemampuan seseorang untuk berinstrospeksi dan bersadar diri sehingga orang akan mampu menata pikiran,perkataan dan kebutuhannya. Pikiran yang jernih membutuhkan kedisiplinan untuk melalukan instrospeksi diri dan merenungkan pengalamanya. Oleh karena itu kedamaian sejati membutuhkan suatu usaha tanpa harus memperhitungkan untung atau rugi, berhasil atau gagal, kepedihan atau kebahagiaan. Unsur-unsur kedamaian antara lain ketenangan, konsentrasi, daya tahan, ketabahan, kesucian, disipilin diri, dan menghormati diri sendiri dan orang lain.

3.     Nilai Cinta Kasih. Cinta atau Cinta kasih adalah belas kasih murni yang memotivasi pelayanan tanpa pamrih demi kabaikan bagi orang lain. Cinta kasih mungkin lebih baik diungkapkan atau dinyatakan sebagai energi yang meresappada seluruh jiwa manusia. Oleh karena itu, cinta atau cinta kasih bukan sekedar perasaan emosi atau nafsu saja, melainkan sesuatu yang lebih mendalam dan lebih mendasar dari hakekat manusia. Cinta bukan hanya dimiliki oleh manusia namun cinta juga dimiliki oleh seluruh mahkluk hidup di dunia ini. Unsur-unsur nilai cinta antara lain adalah toleransi, kepedulian, empati dan kasih sayang. Cinta kasih dapat diartikan sebagai tindakan memberi dan memaafkan. Unsur-unsur lain cinta kasih adalah kepedulian, penyerahan, empati, kesabaran, dan persahabatan.

4.     Nilai Perilaku yang benar atau Kebajikan. Perilaku yang benar atau kebajikan adalah sikap yang benar. Perilaku tersebut adalah sifat yang diturunkan dari kemurahan hati dan cinta kasih seseorang kepada yang lain. Perilaku yang benar dalam suatu tindakan akan menjadi kebajikan. Perilaku yang benar berasal dari kata Sansekerta dharma� yang mencakup sejumlah kode dari etik, sifat etis dan moral kejujuran dan keadilan. Semuanya bermakna �lakukan yang baik, lihat yang baik, dan berkelakuan baik�. Perilaku yang benar atau kebajikan sebagai �payung� perilaku manusia dimaksudkan menjadi tuntunan manusia dalam mencapai keinginannya. Misalnya orang harus mampu memanfaatkan waktu, energi, uang, makanan secara sadar dan benar. Dengan demikian, perilaku yang benar akan terbentuk melalui suatu proses pendidikan yang panjang. Unsur-unsur nilai perilaku yang benar atau kebajikan adalah kebersihan, semangat juang, tujuan, kewajiban, kejujuran dan pelayanan terhadap orang lain.

5.     Nilai Tanpa Kekerasan. Tanpa kekerasan adalah puncak dari semua nilai-nilai kemanusiaan yang telah disebutkan diatas. Wujud dari nilai tanpa kekerasan adalah taat dan menghormati hukum alam dan hukum dan peraturan. Nilai tanpa kekerasanmerupakan cerminan wujud dari pada moralitasdan integritas sehingga perdamaian dunia dan keharmonisan global akan tercapai apabila etik tanpa kekerasan dapat diwujudkan dalam kehidupan dunia. Unsur-unsur nilai tanpa kekerasan adalah kesadaran akan tanggung jawab sebagai warga negara, kasih sayang, mempertimbangkan orang lain, tidak berbahaya, suka menolong dan keadilan yang tercipta. Nilai-nilai tersebut juga dapat disederhanakan menjadi dua kelompok, yaitu: a) nilai �nilai nurani, dan b) nilai-nilai memberi. Nilai-nilai nurani adalah nilai yang ada di dalam diri manusia yang kemudian berkembang menjadi perilaku serta cara memperlakukan orang lain. Contohnya: kejujuran, keberanian, cinta damai, penguasaan diri, dan lain sebagainya. Sedangkan nilai-nilai memberi adalah nilai yang perlu dipraktekkanatau diberikan yang kemudian akan diterima sebanyak yang diberikan. Contohnya: setia, dapat dipercaya, hormat, cinta, kasih sayang, dan lain sebagainya. Sementara menurut Koentjaraningrat mengatakan bahwa nilai-nilai kemanusiaanyaitu sesuatu yang menyangkut kelakuan dan perbuatan manusia yang sesuai dengan norma dan menghormati martabat manusia (Koentjaraningrat, 2011). Nilai-nilai kebenaran sama dengan nilai-nilai kemanusiaan, yaitu sifat-sifat (hal-hal penting) atau berguna dalam kehidupan (Nurgiyantoro, 2010). Oleh sebab itu dari pengertian seperti yang disebutkan diatas dapat kita tarik sebuah kesimpulan bahwanilai adalah kapasitas manusiayang dapat diwujudkandalam bentuk gagasan, konsep, kondisi psokologis atau tindakan yang berharga (nilai subjek), serta berharganya sebuah gagasan atau konsep, kondisi psikologis atau tindakan (nilai objek) berdasarkan standar agama, filsafat (etika dan stetika) serta norma-norma masyarakat (rujukan nilai) yang diyakini oleh individu sehingga menjadi dasar untuk menimbang, bersikap dan berperilaku bagi individu dalam kehidupan pribadi maupun masyarakat.��

Makna Nilai-Nilai Kemanusiaan Dalam Kehidupan ManusiaSaat Ini

Era globalisasi banyak memberikan manfaatpasitif bagi umat manusia. Dengan kemajuan teknologi banyak kemudahan-kemudahan yang didapatkan, misalnya dalam bidang pendidikan, komunikasi, transportasi, ekonomi, pariwisata dan lain sebagainya (Sunarta, 2019). Tetapi dampak negatif juga tidak bisa dipungkiri, yaitu adanya degradasi moral yang harus dihadapi sehingga seringmuncul di televisi ataupun di media sosial banyak terjadi perilaku kekerasan, kekejaman, penggunaan narkotika, aborsi, pembuangan bayi, seks bebas dan lain sebagainya. Hal ini merupakan cerminan bahwa nlai-nilai kemanusiaan saat ini sudah mengalami kemerosotan (degradasi). Padahal pendidikan di sekolah sekarang ini sudah banyak mengalami kemajuan atau perkembangan jika dibandingkan dengan zaman dahulu. Di sekolah sudah diajarkan tentang etika, norma, pendidikan agama, pendidikan budi pekerti, dan lain sebagainya yang semuanya menuntun peserta didik untuk menjadi manusia yang seutuhnya. Oleh sebab itu ada beberapa makna nilai-nilai kemanusiaan yang perlu dikembangkan di lingkungan sekolah ataupun gereja pada masa kini, yaitu:

1.     Bersikap Religius. Religius adalah sikap dan perilakupatuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya. Toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Inilah makna yang perlu kita kembangkan.

2.     Jujur. Mengajarkan kejujuran kepada naradidik dilingkungan sekolah adalah hal yang sangat mendasar dan utama. Konsisten dengan ucapan dan tindakan sesuai dengan hati nurani dan dapat dipercaya.

3.     Toleransi. Toleransi adalah sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan, baik perbedaan agama,suku,ras,sikap atau pendapat dirinya dengan orang lain.

4.     Disiplin. Disiplin juga merupakan makna yang sangat perlu untuk dikembangkan pada masa kini.Dengan disiplin berarti kita patuh kepada aturan yang ada.

5.     Kerja keras. Kerja keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam menghadapi dan mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas atau yang lainnya, dengan sungguh-sungguh dan pantang menyerah.

6.     Cinta Damai. Adalah sikap perilaku,perkataan atau perbuatan yang membuat orang lain merasa senang,tentram dan damai.

7.     Tanggung jawab. Adalah sikap dan perilaku seseorang yang ditunjukan dalam melaksanakan tugas sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku.

Inilah makna nilai-nilai kemanusiaan yang dapat dikembangkan bagi para peserta didik termasuk juga kepada pendidik atau guru, agar tercipta suatu suasana yang saling menguntungkan. Selain itu juga dapat diimplikasikan untuk Pendidikan Agama Kristen, yaitu:

       Alkitab merupakan fondasi pendidikan Kristen. Semua kebenaran yang ada adalah bersumber dari Allah. Sumber dari kebenaran Allah adalah Firman Allah yang tercantum dalam Alkitab. Seluruh kebenaran dunia harus diuji oleh kebenaran Allah.

       Setiap orang Kristen harus memerlukan sebuah filsafat yang berlandaskan pada Kristus bukan pada ajaran turun-temurun, tipu daya yang sia-sia atau prinsi-prinsip dunia ini.

       Pentingnya Pendidikan Agama Kristen menjadi payung bagi siswa dari indoktrinasi humanism dengan menyingkapkan kesalahan ajaran serta menanamkan nilai-nilai Iman Kristen yang berpusat pada kehidupan dan ajaran Kristus.

 

Kesimpulan

Kualitas dari hasil Pendidikan Agama Kristen dapat diukur dari hasil akhir yang didapatkan, yakni ada perubahan dan perkembangan peserta didik dalam pengetahuan, sikap, dan moral serta keimanan spiritualnya kepada Tuhan sesuai nilai-nilai keKristenan. Dalam mencapai tujuan tersebut di atas, PAK sebagai ilmu pengetahuan seharusnya mampu mengembangkan konsep-konsep ajaran yang mendukung dan bermanfaat dalam menguatkan dan menambah kualitas kurikulum dan mata pelajarannya. Ilmu Humaniora merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari sifat, nilai dan tujuan-tujuan kehidupan manusia, baik secara individu maupun komunitas atau masyarakat dan menghasilkan pemikiran-pemikiran filsafat, sosial, mapun budaya yang berkaitan erat dengan tujuan PAK secara umum yang pada akhirnya membantu manusia untuk mengenali sifat-sifat kemanusiaannya dan memahami dirinya sebagai ciptaan Tuhan yang memiliki tujuan dalam menjalani kehidupannya. Humaniora memperlihatkan proses pendidikan yang terus menerus mengarah pada kesempurnaan, yang semakin manusiawi. Dalam perspektif sejarah PAK, Humaniora mengalami masa pencerahan dan juga kritik tetapi terus menggaungkan pentingnya dunia pendidikan khsusunya PAK mempertimbangkan pentingnya nilai-nilai kemanusiaan terintegrasi dalam ajarannya. Memahami Ilmu Humaniora melalui sejarah PAK membantu para pendidik PAK memilikiparadigmamendidik yang mengejawantahkan nilai-nilai kemanusiaan sebagai bagian dari nilai-nilaikekristenan dalam konsep ajaran PAK. Salah satu agenda penting dalam mengatasi krisis dalam kehidupan bangsa dan negara Indonesia adalah melalui pendidikan nilai, pendidikan moral, pendidikan akhlak, pendidikan budi pekerti, pendidikan karakter dan PAK dapat memainkan peranan yang sangat penting untuk mendukung hal tersebut. Untuk menghasilkan manusia yang bermoral dan berakhlak mulia berdasarkan nilai-nilai kekristenan dan kemanusiaan,PAK dapat menjadi wadah yang penting dalam mendidik generasi muda untuk mengapresiasikan nilai-nilai kehidupan dan keluhuran jiwa manusia dalam kehidupan sehari-harinya sebagai ciptaan Tuhan. Memanusiakan manusia dalam arti yang relevan dengan PAK adalah untuk memahami perintah Tuhan Yesus terkait Hukum Kasih (Matius 22:37-40; Markus 12:28-34; Lukas 10:25-28). PAK harus terus menerus berkembang seiring perkembangan zaman; memampukan manusia; peka terhadap konteks, pergumulan bangsa, dan menjawab kebutuhan orang percaya.

Dalam penulisan penelitian ini, penulis merekomendasikan beberapa hal berikut ini yang dapat digunakan oleh institusi pendidikan atau para pendidik Agama Kristen dalam PAK di Abad 21, antara lain: 1). Mempelajari dan menggunakan cabang-cabang pengetahuan humaniora dalam menyusun kurikulum PAK dapat memberikan wawasan yang luas bagi peserta didik dalam membantu mereka untuk hidup dalam masyarakat yang majemuk di mana mereka akan berhadapaan dengan beragam perbedaan tetapi tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. 2). Aplikasi Ilmu Humaniora dalam PAK bukan saja dapat membantu mencegah konflik-konflik yang berdasarkan perbedaan-perbedaan dan tetapi juga dapat membantu menyatukan kemanusiaan berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri. 3). PAK perlu mengangkat penilitian-penilitian baru di era Abad 21 di mana tata kehidupan manusia secara umum mengalami krisis nilai-nilai kemanusiaan dan PAK dapat memberikan solusi yang tepat melalui desain kurikulum yang dapat menjawab tantangan-tantangan tersebut.�������


BIBLIOGRAFI

 

Boehlke, Robert Richard. (1997). Sejarah Perkembangan Pikiran Dan Praktek Pendidikan Agama Kristen: Dari Yohanes Amos Comenius Hingga Berkembangan Pak Di Indonesia (Vol. 2). Bpk Gunung Mulia. Google Scholar

 

Bolo, Andreas Doweng, Soares, Arnaldo J. R., Sigiro, Ely Elprida, Borgias, Fransiskus, Ganeswara, Ganjar Muhammad, Seva, Kristining, Silitonga, Samson Ganda J., Setiarmo, Sophan Ajie, Laku, Sylvester Kanisius, & Djunatan, Stephanus. (2020). Pancasila Dalam Pendidikan Humaniora: Interkulturalisme Dan Globalisasi-Internasionalisasi. Inteligensia Media (Kelompok Penerbit Intrans Publishing). Google Scholar

 

Daliman, A. (1983). Pendidikan Humaniora Dalam Rangka Pembaharuan Sistem Pendidikan Nasional. Cakrawala Pendidikan, 3(3). Google Scholar

 

Darmadi, H., & Mm, M. M. (2017). Integrasi Agama Dan Ilmu Pengetahuan: Diandra Kreatif. Diandra Kreatif. Google Scholar

 

Koentjaraningrat. (2011). Nilai-Nilai Manusia, Nilai Estetika, Dan Nilai Moral Manusia. Jakarta, Gramedia Utama.

 

Kolibu, Dirk Roy. (2018). Peran Pendidikan Agama Kristen Di Universitas Kristen Indonesia Dalam Konstelasi Nasional Pembangunan Bangsa Bedasarkan Nilai-Nilai Pancasila. Prosiding Seminar Nasional & Call For Paper: Revitalisasi Indonesia Melalui Identitas Kemajemukan Berdasarkan Pancasila, 210�222. Uki Press. Google Scholar

 

Murtopo, Ali. (2017). Integrasi Agama Dan Ilmu Pengetahuan. Al-Afkar: Jurnal Keislaman & Peradaban, 5(2). Google Scholar

 

Nurgiyantoro. (2010). Nilai-Nilai Kebenaran Dalam Manusia. Bandung: YKBK.

 

Sastrapratedja, Michael. (2001). Pendidikan Sebagai Humanisasi. Penerbitan Universitas Sanata Dharma. Google Scholar

 

Setyawan, Antonius Ary. (2015). Peran Pendidikan Humaniora Dalam Pembinaan Manusiawi Kristiani Di Seminari Mertoyudan. Media Aplikom, 4(3), 23�32. Google Scholar

 

Sunarta, I. Wayan. (2019). Integrasi Pendidikan Nilai Nilai Kemanuisiaan Ke Dalam Penbelajaran Kewarganegaraan Di Sekolah Dasar. Adi Widya: Jurnal Pendidikan Dasar, 2(2), 106�112. Google Scholar

 

 

 

 

Copyright holder:

Kristanti Winarti Huldayanti (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: