Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 6, Juni 2022

 

UPAYA PERLINDUNGAN TENAGA KERJA MELALUI PENERAPAN PROTOKOL KESEHATAN COVID-19 DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PROVINSI SULAWESI TENGAH

 

Yulinur Firdaus1, Robiana Modjo2

Mahasiswa Pokdi Mutu Layanan Kesehatan, Program Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia1

Dosen Pokdi Mutu Layanan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia2

Email: [email protected]

 

Abstrak

Pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia pada Februari 2021 mengalami puncak jumlah kasus aktif dan kematian tertinggi jika dilihat pada parameter rata-rata kasus di Asia Tenggara dan kasus global. Pemerintah mengeluarkan peraturan terkait protokol COVID-19 di fasilitas kesehatan untuk mencegah dan melindungi tenaga kesehatan dari COVID-19. Tujuan studi ini untuk menggambarkan penerapan protokol kesehatan di fasilitas kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah dalam memberikan pelayanan kesehatan selama pandemi COVID-19. Desain studi ini adalah cross-sectional pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini dilakukan secara daring dan luring dengan menerapkan protokol kesehatan sesuai anjuran pemerintah. Studi ini dilaksanakan pada kurun waktu bulan maret sampai dengan agustus 2021 pada 4Pelaksanaan studi ini adalah bulan maret hingga agustus 2021, di 6 fasilitas pelayanan kesehatan (3 rumah sakit, 2 puskesmas, dan 1 laboratorium kesehatan daerah). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penerapan protokol kesehatan didominasi kategori �cukup� , 2 fasilitas pelayanan kesehatan berkategori �baik� dan 1 fasilitas pelayanan kesehatan berkategori �sangat Baik�. Dari hasil penelitian tersebut bahwa masih perlunya perbaikan dan peningkatan penerapan protokol kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan tersebut dalam upaya perlindungan petugas kesehatan.

 

Kata kunci: COVID-19, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Protokol Kesehatan, Kesehatan Kerja

 

Abstract

The COVID-19 pandemic that hit Indonesia in February 2021 experienced the highest peak number of active cases and deaths when viewed on the average parameters of cases in Southeast Asia and global cases. The government issued regulations related to COVID-19 protocols in health facilities to prevent and protect health workers from COVID-19. The purpose of this study is to illustrate the implementation of health protocols in health facilities of Central Sulawesi Province in providing health services during the COVID-19 pandemic. The design of this study is a cross-sectional qualitative and quantitative approach. This research was conducted online and offline by implementing health protocols as recommended by the government. This study was conducted between March and August 2021 in 4 Implementations of this study is march to August 2021, in 6 health service facilities (3 hospitals, 2 health centers, and 1 regional health laboratory). The results of the study that there is still a need to improve and improve the implementation of health protocols in health care facilities in an effort to protect health workers.

 

Keywords: Covid-19, health care facilities, health protocols, occupational health

 

Pendahuluan

Sejak awal peristiwa COVID-19 pada Desember 2019 hingga 10 Agustus 2021, telah terjadi lebih dari 203 juta kasus di seluruh dunia, merenggut lebih dari 20.000 jiwa(Radianto 2020). Sementara itu, di Indonesia, per 10 Agustus 2021, kasus positif telah melampaui 3,7 juta dan telah merenggut lebih dari 110.000 jiwa. (Satuan Tugas Penanganan COVID-19, 2021). Kasus positif COVID-19 harian tertinggi terjadi pada 15 Juli 2021 sebesar 56.757, dan angka kematian tertinggi tercatat pada 27 Juli 2021 sebesar 2.069. (Satuan Tugas Penanganan COVID-19, 2021). Di Asia Tenggara, Indonesia tercatat sebagai negara dengan kasus COVID-19 teraktif per Februari 2021, dengan angka kematian lebih tinggi dari rata-rata global (Cucunawangsih et al. 2021). Kasus terus meningkat di Indonesia selama beberapa minggu terakhir, dan kematian masih meningkat karena varian delta menyebar lebih mudah.

Melihat kasus yang terus meningkat dan penularan yang meluas, pada awal tahun 2020, WHO mengklasifikasikan kasus COVID-19 sebagai pandemi. Sementara itu di Indonesia, dengan ditetapkannya Perpres Nomor 11 Tahun 2020 dan Perpres Nomor 12 Tahun 2020, kasus tersebut telah ditetapkan sebagai keadaan darurat nasional, oleh karena itu untuk mengendalikan penyebaran kasus ini perlu dilakukan untuk mengambil tindakan balasan dari semua tindakan (Ayudian n.d.)

Salah satu langkah yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk mencegah penyebaran kasus COVID-19 lebih lanjut adalah dengan membatasi interaksi dan pergerakan penduduk dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020. Kebijakan tersebut mempertimbangkan berbagai aspek, antara lain epidemiologi, besaran dampak, efektivitas, politik, sosial, ekonomi, pertahanan, keamanan, serta ketersediaan sumber daya dan teknologi operasional (Berkas et al. 2017). Pandemi ini berdampak pada ekonomi, kesehatan, sosial, dan lainnya. Di sisi ekonomi, pertumbuhan global diperkirakan akan turun hampir 8%, dengan negara-negara berpenghasilan rendah sangat terpukul, diperkirakan menelan biaya sekitar $2 triliun pada tahun 2021(Kaye, Chen, and Zeng 2021). Di Indonesia, COVID-19 juga berdampak pada perekonomian, seperti terlihat pada laporan akhir triwulan I Indonesia yang mengalami penurunan signifikan. Pemerintah mengurangi dampak dengan menawarkan stimulus bantuan (Olivia et al., 2020). Di Pati, Provinsi Jawa Tengah pandemi COVID-19 berdampak pada merosotnya pertumbuhan ekonomi akibat perubahan penawaran dan permintaan barang dan jasa. Perlambatan ekonomi telah menyebabkan tingkat pengangguran dan kemiskinan yang lebih tinggi. Sektor usaha kecil dan rumah tangga yang paling terkena dampak pandemi (Aeni 2021).

Di seluruh dunia, termasuk Indonesia, pandemi telah menantang sistem kesehatan. Pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan menjadi tulang punggung dan garda terdepan dalam penanganan kasus positif COVID-19. Di seluruh dunia, situasi ini telah menyebabkan kekurangan sumber daya untuk mendukung fasilitas medis, seperti obat-obatan dan peralatan kesehatan. (Singh et al. 2021). Sejalan dengan semakin meluasnya penyebaran di Indonesia, hal tersebut juga berdampak pada munculnya permasalahan tambahan pekerjaan bagi fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan saat menangani pasien COVID-19. Peningkatan kasus juga menyebabkan kelebihan kapasitas di beberapa fasilitas kesehatan, peningkatan permintaan tabung oksigen dengan ketersediaan terbatas dan peti mati yang menipis (Iqbal and Chaudhuri 2020). Persiapan yang tidak memadai menjadi penyebab masalah sanitasi. Permasalahan tersebut berupa tidak memadainya alat pelindung diri bagi tenaga kesehatan, peralatan rumah sakit, sanitasi dan suplai air(Kaye et al. 2021). Penelitian yang dilakukan oleh Iqbal dan Chaudhuri juga menunjukkan bahwa dua pertiga responden tenaga kesehatan merasa bahwa alat pelindung diri tidak mencukupi (Iqbal and Chaudhuri 2020).

Petugas kesehatan yang menanggapi epidemi telah berperan dalam mengurangi tingkat keparahan dan kematian kasus-kasus ini. Persentase tenaga kesehatan yang dinyatakan positif COVID-19 adalah 51,7%, dijelaskan dalam sebuah penelitian. Sebagian besar tenaga kesehatan tersebut dilaporkan terjangkit COVID19 dalam 6 bulan pertama pandemi COVID-19, dengan angka rawat inap 15,1% dan angka kematian 1,5%. (Gholami et al. 2021). Sebuah studi kohort yang melibatkan 29.295 petugas kesehatan di Denmark menunjukkan bahwa risiko petugas kesehatan tertular COVID-19 dikaitkan dengan paparan pasien yang terinfeksi. Lebih dari separuh petugas kesehatan dinyatakan positif COVID-19. Penyebaran COVID-19 yang tidak terkendali di fasilitas kesehatan bertanggung jawab atas infeksi di antara petugas kesehatan, studi menemukan (Self et al. 2021). Sebuah studi lain� juga menjelaskan bahwa petugas kesehatan positif COVID-19 yang menangani pasien secara langsung (pengantar makanan dan petugas sterilisasi) memiliki risiko lebih besar dibandingkan dengan petugas lain (perawat & petugas klinis) (Vogels et al. 2021).�

Penyediaan pelayanan kesehatan yang memadai sangat tergantung pada perasaan aman dan terlindunginya tenaga kesehatan. Selain itu, WHO dan penelitian lain menyoroti pentingnya pengetahuan tentang risiko penularan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020b). Tenaga kesehatan merupakan aset yang berharga karena membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mengembangkan tenaga kesehatan yang berkualitas, dan jika banyak tenaga kesehatan yang terinfeksi dikhawatirkan akan mengganggu pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, pemerintah dan pembuat kebijakan memiliki tanggung jawab untuk melindungi tenaga kesehatan (Murdiyanto et al. 2021)

Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (KMK) nomor HK.01.07/MENKES/413/2020. Ketentuan ini dibuat untuk mengatasi pandemi dengan mengutamakan pengendalian wilayah/klaster penyebaran pandemi. Peraturan tersebut juga menjabarkan strategi pengendalian virus bagi petugas kesehatan, termasuk penyediaan alat pelindung diri, jam kerja dan pengaturan istirahat yang baik, bantuan, pelatihan, dan dukungan umum lainnya untuk keselamatan pekerja kesehatan. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020b).� Pemerintah Indonesia, menyadari ancaman yang dihadapi tenaga kesehatan selama pandemi COVID-19 dan untuk menghindari runtuhnya sistem kesehatan negara, mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 327 Tahun 2020. Kebijakan ini menyatakan bahwa tenaga kesehatan dan non-kesehatan yang memberikan perawatan di tempat kerja dapat didiagnosis menderita penyakit akibat kerja dan berhak atas Jaminan Kesehatan Nasional (PPKPA and Terlampir 2013).

Provinsi Sulawesi Tengah memiliki catatatan kasus konfirmasi positif kumulatif sampai dengan tanggal 24 November 2021 sebanyak 47122 jiwa, dinyatakan sembuh 45478 jiwa dan kasus meninggal 1601 jiwa (Satuan Tugas Penanganan COVID-19, 2021). Tecatat sebesar kasus tersebut adalah 1% dari total keseluruhan kasus COVID-19 pada saat itu di Indonesia. Tentunya hal ini mendorong penyedia layanan kesehatan untuk mengambil langkah-langkah untuk melindungi tenaga kesehatannya di masa pandemi ini, termasuk menerapkan protokol kebersihan sesuai dengan pedoman yang diberikan.�

�Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka tujuan dari studi ini adalah untuk menggambarkan penerapan protokol kesehatan di fasilitas�������� kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah dalam menghadapi pandemi ini.� Protokol kesehatan ini juga merupakan sarana untuk melindungi tenaga kesahatan dalam bekerja.

 

Metode Penelitian

Desain penelitian ini adalah potong lintang, dengan menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kuantitatif adalah metode yang utamanya menggunakan kuesioner, sedangkan metode kualitatif digunakan untuk memperoleh data yang lebih komprehensif melalui penggunaan, observasi, telaah dokumen, dan wawancara. Penelitian ini dilakukan mulai Maret 2021 hingga Agustus 2021. Data primer diperoleh dari enam penyedia layanan kesehatan di Sulawesi Tengah yang ditetapkan sebagai tempat pendataan dengan beberapa kriteria, antara lain berstatus sebagai penyedia layanan kesehatan rujukan COVID-19, fasilitas kesehatan non-rujukan namun tersedia perawatan untuk pasien COVID-19, dan pengalaman petugas kesehatan dengan penyakit COVID-19. Keenam penyedia layanan kesehatan itu terbagi dalam tiga kategori, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dan laboratorium kesehatan daerah. Ada empat rumah sakit yang terlibat dalam penelitian ini dan terdiri dari 3 rumah sakit pemerintah rujukan (RS A, RS B), 1 rumah sakit swasta rujukan (RS C) Sedangkan puskesmas ada dua yaitu PKM A dan PKM B. Serta 1 laboratorium kesehatan daerah (Labkesda A).

Penelitian ini menggunakan selft assessment evaluation sebagai metode pengumpulan data kemudian dianalisis secara deskriptif. Sebelum memulai pengumpulan data, enam penyedia layanan kesehatan terpilih diminta untuk membentuk tim informan kunci yang akan mengisi kuesioner. Kuesioner diadaptasi dari WHO dan disesuaikan sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 327 Tahun 2020 dan Nomor 413 Tahun 2020. Kami juga melakukan wawancara mendalam dan observasi jika dirasa perlu untuk menggali lebih banyak data dan informasi. Terdapat 3 jenis kuesioner yang dibedakan sesuai dengan jenis layanan kesehatannya yaitu rumah sakit, puskesmas dan labkesda. Kuesioner yang diberikan untuk rumah sakit terdiri dari 12 komponen yang terdiri dari 87 pertanyaan dan puskesmas terdiri dari 11 komponen dengan 66 pertanyaan serta tanpa pertanyaan terbuka dan labkesda sebanyak 5 Komponen dan 40 pertanyaan. Pengklasifikasian penerapan protokol kesehatan ini berdasarkan persentase dari jumlah pada masing-masing pertanyaan. Pengklasifikasian tersebut yaitu; sangat baik (≥80%), baik (61-79%), cukup (41-59%) dan kurang (≤ 40%).

Elemen atau komponen kuesioner berikut ini adalah kepemimpinan dan sistem manajemen insiden, koordinasi dan komunikasi, pengawasan dan manajemen informasi, komunikasi risiko dan keterlibatan masyarakat, manajemen keuangan dan keberlanjutan bisnis, sumber daya manusia, kemampuan tanggap darurat, ketersediaan layanan dukungan yang diperlukan. , manajemen pasien, kesehatan kerja, kesehatan mental dan dukungan psikososial, identifikasi dan diagnosis cepat, serta pencegahan dan pengendalian infeksi. Namun, porsi kemampuan darurat hanya tersedia untuk rumah sakit.

 

Hasil dan Pembahasan

Tingkat penerapan protokol sanitasi di fasilitas pelayanan kesehatan meliputi 3 kategori yaitu sangat baik, baik dan memadai. Persentase penerapan protokol kesehatan pada kategori sangat baik adalah >80%, dibandingkan 80%-61% pada kategori baik dan <60% pada kategori cukup.� Hasil penerapan protokol kesehatan fasilitas pelayanan kesehatan di Provinsi Sulawesi Tengah adalah sebagai berikut:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tabel 1

Tingkat Penerapan Protokol Kesehatan Fasilitas Pelayanan Kesehatan di Provinsi Sulawesi Tengah

Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Total Skor

%

Kategori

RS A

745

52,65

Cukup

RS B

900

63,60

Baik

RS C

1185

83,75

Sangat Baik

PKM A

770

67,25

Baik

PKM B

865

75,55

Baik

Labkesda A

550

82,09

Sangat Baik

 

Berdasarkan kategori fasilitas pelayanan kesehatan rumah sakit pada hasil penelitian diatas� bahwa tingkat penerapan protokol kesehatan tertinggi adalah �sangat baik� dengan persentase 83,75 % adalah RS C sedangkan RS B, dengan kategori �Baik�. RS A dengan persentase penerapan yang terendah yaitu 52,65%.� Hasil penelitian pada kategori puskesmas bahwa PKM A dan PKM B adalah kategori �Baik� dengan persentase 67,25% sedangkan PKM B dengan persentase 75,55%. Hasil penelitian kategori Labkesda adalah �sangat baik� dengan persentase 82,09%.

 

Gambar 1

Persentasi Penerapan Protokol Kesehatan berdasarkan Komponen pada Rumah Sakit di Provinsi Sulawesi Tengah

 

Berdasarkan gambar diatas dapat diinterpretasikan bahwa penerapan protokol kesehatan di RS C pada komponen surveilans dan manajemen informasi (94%) dan komponen Identifikasi dan Diagnosis Cepat adalah yang tertinggi (94%), disusul komponen keberlanjutan layanan pendukung esensial (89%). Komponen terendah diseluruh rumah sakit pada Kesehatan kerja, kesehatan mental dan dukungan psikososial (33%), komunikasi risiko (33%), dan kepemimpinan dan sistem manajemen insiden (81%)

Komponen tertinggi pada Penerapan protokol kesehatan di RS A adalah surveilans dan manajemen informasi (90%), kepemimpinan dan sistem manajemen insiden (71%) disusul komponen pencegahan dan pengendalian infeksi (70%).� Komponen terendah pada Kesehatan kerja, kesehatan mental dan dukungan psikososial, manajemen pasien, komunikasi risiko dan keterlibatan masyarakat (33%)

Komponen penerapan protokol kesehatan RS B tertinggi adalah kepemimpinan dan sistem manajemen insident (86%),� sumber daya manusia (83%) dan pencegahan dan pengendalian infeksi (69%). Komponen terendah pada Kesehatan kerja, kesehatan mental dan dukungan psikososial (33%), identifikasi dan diagnosis cepat (44%), keberlanjutan layanan pendukung esensial (33%)

Berdasarkan hasil tersebut, disimpulkan bahwa penerapan pedoman protokol kesehatan di rumah sakit Sulawesi Tengah berdasarkan KMK No. 413 Tahun dan KMK No. 327 Tahun 2020. Terutama perbaikan dibeberapa komponen yaitu; komponen kesehatan kerja, kesehatan mental & dukungan psikososial, komunikasi risiko & keterlibatan masyarakat, kepemimpinan dan sistem manajemen insiden.

Gambar 2

Persentasi Penerapan Protokol Kesehatan berdasarkan Komponen pada Puskesmas di Provinsi Sulawesi Tengah

�

Berdasarkan gambar diatas dapat diinterpretasikan bahwa penerapan protokol kesehatan di PKM A pada komponen administrasi, keuangan dan keberlanjutan bisnis, serta komponen koordinasi dan komunkasi, masing-masing persentase penerapannya sempurna yaitu 100%. Sedangkan komponen kesehatan kerja, kesehatan mental & dukungan psikososial adalah komponen pencapaian yang terendah yaitu (56%) dan manajemen pasien (44%). Sedangkan penerapan protokol kesehatan PKM B pada komponen keberlanjutan layanan pendukung esensial (94%) dan pencegahan dan pengendalian infeksi (84%). Sedangkan komponen manajemen pasien (56%) dan kesehatan kerja, kesehatan mental dan dukungan psikososial (44%).�

Berdasarkan hasil tersebut, disimpulkan bahwa pelaksanaan pedoman protokol kesehatan di Puskesmas Sulawesi Tengah telah sejalan dengan KMK No. 413 Tahun 2020 dan KMK No. 327 Tahun 2020. Namun demikian, perbaikan harus dilakukan, terutaman pada komponen kesehatan kerja, kesehatan mental & dukungan psikososial dan manajemen pasien

Gambar 3

Persentasi Penerapan Protokol Kesehatan berdasarkan Komponen pada Labkesda di Provinsi Sulawesi Tengah

 

Berdasarkan gambar diatas dapat diinterpretasikan bahwa penerapan protokol kesehatan di laboratorium kesehatan pada komponen manajemen risiko dan pencegahan dan pengendalian penyakit masing-masing penerapannya adalah 100%. Sedangkan komponen sumber daya manusia memmiliki skor terendah yakni 39%. Komponen ini perlu dilakukan perbaikan sesuai dengan KMK No. 413 Tahun 2020 dan KMK No. 327 Tahun 2020.

Kajian penelitian ini mendeskripsikan upaya perlindungan yang dilakukan pemerintah Indonesia terhadap petugas kesehatan di Sulawesi Tengah selama masa pandemi. Di tengah berbagai upaya yang dilakukan pemerintah, penerbitan peraturan dan keputusan kementerian kesehatan ini diharapkan dapat menjadi landasan hukum bagi fasilitas kesehatan dalam memberikan perlindungan bagi petugas kesehatannya. Selain itu, memiliki petugas kesehatan yang sehat di masa pandemi dapat memberikan kepastian bagi masyarakat. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa upaya perlindungan sesuai dengan dua keputusan menteri tersebut telah dilaksanakan dengan baik di Provinsi Sulawesi Tengah. Namun demikian, beberapa unsur perlindungan yang diatur dalam peraturan dan keputusan kementerian kesehatan tersebut perlu ditingkatkan untuk meningkatkan derajat kesehatan petugas kesehatan.

Pada penelitian ini, penerapan protokol kesehatan pada fasilitan pelayanan kesehatan di puskesmas lebih baik dari pada di rumah sakit, hal ini bisa dilihat bahwa mayoritas penerapan protokol kesehatan di rumah sakit berkategori �cukup� hanya 1 rumah sakit� kategori �baik�� sedangkan puskesmas kategori �baik� dan �sangat baik�. Hal ini perlunya perbaikan terus menerus dalam penerapannya. Secara keseluruhan penerapan komponen-komponen protokol kesehatan yang diteliti sudah baik akan tetapi ada beberapa� komponen-komponen yang masih kurang penerapannya dibeberapa fasilitas pelayanan kesehatan.� Komponen-komponen tersebut adalah komponen koordinasi & komunikasi, komponen� surveilans & manajemen informasi, komponen komunikasi risiko & keterlibatan masyarakat, komponen administrasi, keuangan & keberlanjutan bisnis, komponen sumber daya manusia, komponen surge capacity, komponen manajemen pasien serta komponen kesehatan kerja, kesehatan mental & dukungan psikososial. Perbaikan ini penting dilakukan dan diurus oleh rumah sakit rujukan COVID-19, terutama dalam menghadapi lonjakan pasien yang terinfeksi selama pandemi (Zhang et al. 2020).

Komponen koordinasi dan komunikasi ini menyoroti dua yaitu internal dan eksternal.

Komunikasi dan koordinasi internal meliputi adanya rencana komunikasi dan SOP untuk semua pekerja rumah sakit, pasien, visitor. Kemudian adanya mekanisme dan perlengkapan sistem komunikasi rumah sakit guna penanganan pandemi COVID-19 yang telah diuji serta dapat bergungsi secara maksimal baik kualitas maupun kuantitas (alat komunikasi dapat berupa telepon, pagers, telepon satelit, radio, serta akses internet), hingga adanya briefing dan pelatihan terkait prosedur darurat COVID-19 untuk semua pekerja rumah sakit.� Adapun indikator komunikasi dan koordinasi eksternal yaitu tim manajemen insiden/gugus tugas COVID-19 di rumah sakit telah mengaktivasi mekanisme untuk berkoordinasi dan berkomunikasi (misalnya dengan Kementerian Kesehatan, BNPB dan BPBD, adanya juru bicara penaganan COVID-19 yang telah dilatih, dan adanya daftar semua stakeholders� yang terlibat dalam manajemen COVID-19.�

Sebagaimana diatur dalam peraturan menteri, komponen surveilans dan manajemen informasi penting selama pandemi yang dapat menjadi dasar bagi penyedia layanan kesehatan untuk melakukan pengendalian infeksi dan pencegahan, mencegah petugas kesehatan terpapar virus. Kajian ini menyoroti bagaimana rumah sakit dan puskesmas mengelola pengumpulan, analisis, penyebaran, dan pendokumentasian informasi COVID-19 sesuai regulasi internal (Pedoman/Panduan/SPO, dll). Kemudian, adanya sistem untuk memastikan tersedianya sistem untuk dokumentasi dan terdapat lokasi penyimpanan yang aman terkait informasi COVID-19 serta terdapat sistem cadangan, hingga tersedianya sistem mekanisme untuk mengumpulkan umpan balik dari pasien dan tamu tentang manajemen COVID-19 dan mekanisme tersebut mampu terlaksana. Sebagian implementasi manajemen informasi yang baik ditunjukkan oleh sejumlah rumah sakit pada saat penelitian ini dilakukan.��

Komunikasi risiko dan keterlibatan masyarakat juga merupakan komponen yang diyakini pemerintah dapat memainkan peran penting dalam melindungi petugas kesehatan selama pandemi. Kajian ini menyoroti adanya standar operasional prosedur dan protokol pencegahan dan pengendalian infeksi yang dapat digunakan oleh semua staf, pasien, tamu dan stakeholder lain termasuk anggota masyarakat. Kemudian adanya pesan kunci yang telah dikembangkan dan diperbarui berdasarkan perkembangan situasi dan pedoman teknis berbasis bukti untuk komunikasi risiko COVID19, memastikan setiap orang untuk tetap mendapat informasi terkait pandemi COVID-19, hingga rumah sakit dan puskesmas telah melaksanakan briefing secara teratur tentang pesan komunikasi risiko COVID-19 kepada nakes dan non nakes serta melibatkan masyarakat. Belajar dari peristiwa kesehatan masyarakat global masa lalu, seperti Sindrom Pernafasan Akut Parah, Sindrom Pernafasan Timur Tengah, Influenza A, dan Ebola, banyak penelitian menunjukkan bahwa komunikasi risiko dan keterlibatan masyarakat merupakan bagian integral dari keberhasilan tindakan pengendalian yang diambil untuk menangani penyakit tertentu (Heydari et al., 2021). Selain itu pentingnya menyampaikan informasi ke masyarakat yang valid, efektif, efisien, dan berkelanjutan serta perlunya pemilihan media komunikasi yang tepat untuk meningkatkan pengetahuan seputar pencegahan COVID-19 (Sulistyawati et al., 2021).

Studi ini menyoroti masalah keuangan dan administrasi tentang bagaimana alat pelindung diri mungkin menantang untuk fasilitas kesehatan. Keterbatasan fasilitas pemeriksaan cepat dan swab, keterbatasan fasilitas kesehatan dan keterbatasan alat pelindung diri selama masa pandemi ini dapat menimbulkan kecemasan, ketidakpastian, dan ketakutan di dalam diri petugas kesehatan dan pada akhirnya mempengaruhi cara mereka bekerja dan meningkatkan kemungkinan melakukan kesalahan (Fadli et al., 2020). Penting bagi fasilitas kesehatan untuk menyelenggarakan kebijakan keuangan dan administrasi yang memungkinkan keberlanjutan bisnis pada saat yang bersamaan.� Selain itu adanya rencana COVID-19 untuk merujuk atau melakukan outsorcing/mengelola sendiri pelayanan non kritis kepada fasilitas kesehatan alternatif yang tepat (misalnya layanan homecare untuk penderita penyakit ringan yang dapat dilakukan dengan telemedicine) dan adanya rencana keberlanjutan pelayanan rumah sakit yang telah dikembangkan dan diuji untuk menghadapi pandemi COVID-19.

Pergeseran kebijakan ke model berorientasi teknologi dengan infrastruktur yang selaras dapat mencapai hasil yang lebih baik dalam pencegahan dan perawatan COVID-19. kemungkinan kontribusi teknologi digital canggih adalah strategi terbaik untuk diagnosis dini dan pengendalian infeksi (Mishra et al., 2021). Salah satu strategi alternatif seperti telemedicine telah membantu mengurangi dampak� dari pandemi COVID- 19 dan kemungkinan dimasa mendatang akan memengaruhi metode pelayanan kesehatan (Kaye et al., 2021). Namun sisi lain starategi tersebut memiliki hambatan dalam pelaksanaannya seperti kekhawatiran tentang kinerja konsultasi online dalam konteks kesehatan mental (misalnya, dalam hal aspek relasional) dan pertimbangan praktis (misalnya, yang berkaitan dengan privasi dan keamanan perangkat lunak) oleh karena itu hal tersebut menjadi bahan pertimbangan dan perlu strategi-strategi tambahan untuk menangani kekurangan tersebut (de Witte et al., 2021).

Komponen sumber daya manusia yaitu tersedianya daftar kontak staf rumah sakit yang telah diperbarui untuk digunakan tim manajemen insiden dalan pengelolaan kebutuhan staf rumah sakit terkait manajemen COVID-19, karyawan rumah sakit telah dibriefing, dilatih dan ambil bagian terlibat langsung dalam latihan penanganan COVID-19 di area kerja masing-masing, termasuk pencegahan dan pengendalian infeksi, dan serta manajemen klinis untuk memastikan keselamatan dan kompetensi karyawan. Kemudian, manajemen/bagian SDM/administrasi rumah sakit/karyawan telah memperkirakan kapasitas SDM untuk kesiapsiagaan dan merespon potensi melonjaknya kasus COVID-19, manajemen/bagian SDM/karyawan telah melakukan identifikasi jumlah staf maksimum (medis dan non medis) yang dibutuhkan untuk memastikan keberlanjutan layanan esensial selama pandemi COVID-19, terdapat prosedur untuk mendukung penugasan karyawan dalam rangka mengendalikan risiko COVID-19 (seperti work from home, kerja melalui media daring, petugas yang memiliki penyakit penyerta, usia lebih dari 50 tahun), serta terdapat prosedur untuk memonitor bahaya kesehatan kerja telah tersedia untuk memastikan keselamatan petugas kesehatan.� Penelitian yang dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan Tokyo menunjukan bahwa strategi pembatasan kerja berbasis gejala berhasil mencegah petugas kesehatan yang terinfeksi untuk bekerja (Elff et al. 2021).

Beberapa kekurangan sistem perawatan kesehatan umum, seperti terbatasnya jumlah rumah sakit umum, dokter dan perawat, selain hunian tempat tidur perawatan akut yang tinggi, mungkin menjadi pendorong signifikan angka kematian COVID-19 nasional di negara-negara Uni Eropa (Mattiuzzi et al., 2021). Oleh karena itu komponen surge capacity juga memainkan peran penting. Penyedia layanan kesehatan harus mengelola rencana peningkatan kapasitas dan penambahan infrastruktur yang cepat untuk mengatasi masalah seperti staf, suplai, dan logistik dan perlengkapan serta keahlian untuk perawatan area kritis, dan bagaimana meningkatkan jumlah tempat tidur berdasarkan kalkulasi real-time jika terjadi lonjakan kasus positif. Kami menyoroti sejumlah perbaikan yang harus dilakukan oleh rumah sakit dan puskesmas di Provinsi Sulawesi Tengah. Pertama, penyedia layanan kesehatan harus menyediakan prosedur yang memungkinkan manajemen kasus COVID-19 dengan peningkatan pasokan obat esensial, diagnostik, dan layanan klinis. Kedua, penyedia layanan kesehatan juga harus memiliki kesepakatan atau membuat nota kesepahaman dengan Kementerian Kesehatan Indonesia atau lembaga lain yang memungkinkan penyedia layanan kesehatan untuk menyediakan persediaan pada saat terjadi kasus lonjakan, seperti ventilator mekanik dan tabung oksigen. Hingga, tersedianya data peningkatan kapasitas sumber daya manusia yang telah diperbarui termasuk nama dan kontak detail relawan dan tersedia juga database staf cadangan.

Manajemen pasien memainkan peran penting dalam mencegah penularan infeksi COVID-19 baik ke petugas kesehatan maupun ke pasien� atau masyarakat umum. Manajemen pasien ini menyoroti baik rumah sakit atau puskesmas telah memperbarui protokol untuk menyediakan layanan perawatan esensial untuk pasien� COVID19 (berdasarkan panduan WHO, Kemenkes, regulasi daerah, kebijakan) , ada dan berfungsinya prosedur dan ketentuan untuk menerima pasien dan mentransfer mereka ke area/ruang isolasi rumah sakit serta layanan pendukung terapi dan diagnostik lainnya, telah memiliki protokol untuk tindakan yang belum teruji klinis/masih percobaan/tindakan kedaruratan yang belum terdaftar. Kemudian, rumah sakit dan puskesmas menerapkan protokol pencegahan dan pengendalian infeksi dan jaringan rumah sakit/fasyankes aman dan layanan transportasi untuk sebelum dan sesudah rujukan, termasuk transfer pasien dari layanan homecare.

�Komponen kesehatan kerja, kesehatan mental & dukungan psikososial juga merupakan komponen sangat penting dalam melindungi petugas kesehatan secara langsung terhadap resiko infeksi COVID-19 maupun dampak tidak langsung. Komponen ini menyoroti adanya perlindungan, pelatihan dan perlengkapan APD bagi pekerja rumah sakit dalam memberikan layanan medis kepada pasien,� termasuk menyediakan screening,� resusitasi, stabilisasi awal, terapi pendukung dan pencegahan komplikasi. Kemudian, telah dilakukannya proses manajemen risiko di fasilitas perlayanan kesehatan, adanya kebijakan dan kapasitas untuk mengelola keselamatan dan kesehatan untuk melindungi petugas kesehatan serta menciptakan lingkungan yang tidak menyalahkan (blame free), dan penghapusan stigma terhadap petugas kesehatan yang terpapar� COVID-19. Selain itu tersedianya dukungan psikososial dan kesehatan mental bagi petugas kesehatan, keluarganya dan pasien. Tersedianya SOP screening kesehatan mental bagi pasien COVID-19, keluarganya dan petugas kesehatan jika ada peningkatan respon tanggap darurat. Serta semua pekerja Rumah sakit telah dilatih tentang dasar K3 dan pertolongan pertama psikologi dan pengetahuan kapan harus mencari pertolongan layanan pendukung. Tingkat pengetahuan petugas kesehatan yang baik memiliki peluang sebesar 1,8 kali dibandingkan tingkat pengetahuan cukup dalam menerapkan protokol kesehatan. Sikap� petugas kesehatan yang baik memiliki peluang sebesar 7 kali dibandingkan yang tidak baik dalam menerapkan protokol kesehatan (Ekaviani et al., 2021). Beberapa penelitian lain menjelaskan petugas kesehatan yang diberi pelatihan khusus COVID19 dan dukungan yang memadai, merasa percaya diri dan merupakan kunci keberhasilan dalam menangani kondisi ini (Nasrabadi et al., 2021). Italia adalah salah satu negara yang pernah mengalami kondisi kelebihan pasien rumah sakit, dan petugas kesehatannya sedang berjuang untuk mengatasi tantangan yang dapat mengancam kesejahteraan mereka sendiri. Profesional perawatan kesehatan Italia melaporkan tekanan psikologis terkait pekerjaan yang relevan, kelelahan emosional, dan gejala somatik. Hasil ini memerlukan perhatian karena penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa tekanan emosional dikaitkan dengan efek jangka panjang pada kesehatan profesional, termasuk risiko gangguan stres pascatrauma (Barello et al., 2020). Petugas kesehatan mengalami ketakutan dan kecemasan yang disebabkan akan kondisi kesehatan dirinnya dan juga kecemasan akan menularkan ke keluarganya, oleh karena itu pentingnya kebijakan dan untuk memperhatikan dan mengatasi beban kesehatan mental petugas kesehatan maupun keluarganya (Fadli et al., 2020).

 

 

Kesimpulan

Penerapan protokol kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan di Provinsi Sulawesi Tengah didominasi kategorikan cukup terutama pada fasilitas pelayanan kesehatan rumah sakit. Hal ini menjadi catatan masih perlunya dilakukan diperbaiki� dan ditingkatatkan penerapannya. Temuan penelitian ini juga dapat menjadi saran potensial bagi pemerintah Indonesia untuk mengeluarkan kebijakan atau produk hukum lain yang memungkinkan penyedia layanan kesehatan untuk melakukan prosedur terhadap komponenkomponen yang ditetapkan. Selain itu, fasilitas kesehatan juga dapat menyediakan produk administrasi, seperti prosedur operasi standar, instruksi kerja, yang dapat memastikan konsistensi penerapannya bahkan hingga pascapandemi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Aeni, Nurul. 2021. �Pandemi Covid-19: Dampak Kesehatan, Ekonomi, & Sosial.� Jurnal Litbang: Media Informasi Penelitian, Pengembangan Dan Iptek 17(1):17�34.

 

Ayudian, Tasya Eirena. N.D. �Kepastian Hukum Pembelian Kredit Mobil Dalam Keadaan Overmacht Kondisi Pandemi Covid-19 Berdasarkan Pojk No. 14 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Covid-2019 Bagi Ljknb (Studi Kasus Putusan No. 34/Pdt. G/2020/Pn Tlg.).�

 

Berkas, Satu, D. Kerjasama, V. P. D. Penempatan, And B. N. Penempatan. 2017. �Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.�

 

Cucunawangsih, Cucunawangsih, Ratna Sari Wijaya, Nata Pratama Hardjo Lugito, And Ivet Suriapranata. 2021. �Post-Vaccination Cases Of Covid-19 Among Healthcare Workers At Siloam Teaching Hospital, Indonesia.� International Journal Of Infectious Diseases 107:268�70.

 

Elff, Martin, Jan Paul Heisig, Merlin Schaeffer, And Susumu Shikano. 2021. �Multilevel Analysis With Few Clusters: Improving Likelihood-Based Methods To Provide Unbiased Estimates And Accurate Inference.� British Journal Of Political Science 51(1):412�26.

 

Gholami, Mandana, Iman Fawad, Sidra Shadan, Rashed Rowaiee, Hedaietallah Ghanem, Amar Hassan Khamis, And Samuel B. Ho. 2021. �Covid-19 And Healthcare Workers: A Systematic Review And Meta-Analysis.� International Journal Of Infectious Diseases 104:335�46.

 

Iqbal, Muhammad Rafaih, And Arindam Chaudhuri. 2020. �Covid-19: Results Of A National Survey Of United Kingdom Healthcare Professionals� Perceptions Of Current Management Strategy�A Cross-Sectional Questionnaire Study.� International Journal Of Surgery 79:156�61.

 

Kaye, D. Bondy Valdovinos, Xu Chen, And Jing Zeng. 2021. �The Co-Evolution Of Two Chinese Mobile Short Video Apps: Parallel Platformization Of Douyin And Tiktok.� Mobile Media & Communication 9(2):229�53.

 

Murdiyanto, Joko, Heni Suryadi, Rina Nuryati, And Tri Wijaya. 2021. �Survei Mitigasi Risiko Covid-19 Pada Tenaga Kesehatan Di Daerah Istimewa Yogyakarta.� Jurnal Kesehatan Kusuma Husada 155�63.

 

Ppkpa, Pemberitahuan Pelatihan, And Ydps Terlampir. 2013. �Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.� Profil Kesehatan Indonesia Tahun.

 

Radianto, Sambari Halim. 2020. �Gresik Parakarta: Disiplin Peningkatan Penegakan Protokol Kesehatan.�

 

Self, Wesley H., Mark W. Tenforde, Jillian P. Rhoads, Manjusha Gaglani, Adit A. Ginde, David J. Douin, Samantha M. Olson, H. Keipp Talbot, Jonathan D. Casey, And Nicholas M. Mohr. 2021. �Comparative Effectiveness Of Moderna, Pfizer-Biontech, And Janssen (Johnson & Johnson) Vaccines In Preventing Covid-19 Hospitalizations Among Adults Without Immunocompromising Conditions�United States, March�August 2021.� Morbidity And Mortality Weekly Report 70(38):1337.

 

Singh, Awadhesh Kumar, Ritu Singh, Shashank R. Joshi, And Anoop Misra. 2021. �Mucormycosis In Covid-19: A Systematic Review Of Cases Reported Worldwide And In India.� Diabetes & Metabolic Syndrome: Clinical Research & Reviews 15(4):102146.

 

Vogels, Chantal B. F., Anne E. Watkins, Christina A. Harden, Doug E. Brackney, Jared Shafer, Jianhui Wang, C�sar Caraballo, Chaney C. Kalinich, Isabel M. Ott, And Joseph R. Fauver. 2021. �Salivadirect: A Simplified And Flexible Platform To Enhance Sars-Cov-2 Testing Capacity.� Med 2(3):263�80.

 

Zhang, Stephen X., Jing Liu, Asghar Afshar Jahanshahi, Khaled Nawaser, Ali Yousefi, Jizhen Li, And Shuhua Sun. 2020. �At The Height Of The Storm: Healthcare Staff�s Health Conditions And Job Satisfaction And Their Associated Predictors During The Epidemic Peak Of Covid-19.� Brain, Behavior, And Immunity 87:144�46.

Copyright holder:

Armida Nova Ariyanti, Adrio Kusmareza Adim (2022)

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

This article is licensed under: