Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 6, Juni 2022
ANALISIS HUBUNGAN AKREDITASI RUMAH SAKIT DENGAN PENETAPAN RUJUKAN COVID-19 DI DKI JAKARTA
Ricky Fathoni,
Adang Bachtiar
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
Email:
[email protected], [email protected]
Abstract
World Health Organization (WHO) declared Coranavirus
Desease 2019 (COVID-19) was pandemic on march 11,
2020. In Indonesia, the number of hospitals that have been nationally
accredited and designated as COVID-19 referrals by the Governor of DKI Jakarta
are 86 hospitals. Accreditation will assist hospitals in the COVID-19 pandemic
by preparing and implementing clinical guidelines in the form of Clinical
Practice Guidelines. This study aims to see the relationship between
accreditation status and the establishment of a COVID-19 referral hospital in
DKI Jakarta. The study used a cross-sectional method by looking at the
relationship between the accreditation status of hospitals in DKI Jakarta and
the establishment of a referral hospital for COVID-19 prevention. The analyzed
data are accreditation status according to levels. The sampling technique is
purposive sampling. The results of the binary logistic regression analysis of
accreditation status were associated with the designation of a referral
hospital in DKI Jakarta (p: <0.001). The results of the analysis obtained
that the more accreditation status, the higher the chance to be designated as a
referral hospital. All accredited hospitals are expected to be able to provide
COVID-19 services according to the standards set by the government.
Keywords: COVID-19, Referral Hospital, Accreditation of Hospital, Healthcare.
Pendahuluan
World Health Organisazation (WHO) menyatakan Coranavirus Desease 2019 (COVID-19) sebagai pandemi pada tanggal 11 Maret 2020.(Ghebreyesus, 2020) Data di Dunia menurut laporan WHO pada tanggal 18 Juni 2021, kasus terkonfirmasi berjumlah 177.108.695 orang, dan 3.840.223 orang meninggal dunia. Data di Indonesia menurut Kementerian Kesehatan pada tanggal 18 Juni 2021, kasus terkonfirmasi berjumlah 1.963.266 orang, dan 54.043 orang meninggal dunia. Sedangkaan di DKI Jakarta sendiri, jumlah kasus terkonfirmasi adalah 463.552 orang, dan 7.640 orang meninggal dunia.(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020d) Hal ini menunjukan bagaimana COVID-19 sangat mempengaruhi Indonesia, bahkan seluruh dunia.
Rumah Sakit sebagai salah satu fasilitas kesehatan memiliki peran penting dalam kriteria kesehatan masyarakat.(WHO, 2020) Jika dilihat dari kriteria kesehatan masyarakat yang ditetapkan oleh WHO, rumah sakit sebagai fasilitas kesehatan adalah memastikan tersedianya pemeriksaan skrining COVID-19, memiliki mekanisme untuk isolasi untuk pasien COVID-19, semua pasien COVID-19 dapat ditangani sesuai standar nasional, semua pasien bukan COVID-19 dengan gejala berat dapat ditangani sesuai standar nasional, dapat mengembangkan kemampuan pelayanan COVID-19 minimal 20% dari kemampuan total dan memastikan tersedianya petugas Infection Prevention and Control (IPC) per 250 tempat tidur.(WHO, 2020) Hal ini menunjukan bagaimana fungsi rumah sakit dalam penanganan COVID-19.
Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta memiliki sejumlah 203 rumah sakit yang tersebar di lima kota administrasi dan satu kabupaten administrasi,(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020a) dengan sejumlah 8 rumah sakit rujukan yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.01.07/Menkes/275/2020,(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020b) dan sejumlah 90 rumah sakit rujukan� yang ditetapkan dalam Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 987 Tahun 2020.(Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 2020) Data dari Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS), terdapat dengan 167 rumah sakit yang sudah terakreditasi di DKI Jakarta.(KARS, 2021) Rumah sakit yang telah terakreditasi nasional dan ditetapkan sebagai rujukan COVID-19 oleh Gubernur DKI Jakarta sejumlah 86 rumah sakit, sedangkan 1 rumah sakit dengan akreditasi internasional, dan 3 rumah sakit belum terakreditasi.(Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 2020; KARS, 2021)
Akreditasi rumah sakit menurut Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 12 Tahun 2020 tentang Akreditasi Rumah Sakit, adalah pengakuan terhadap mutu pelayanan Rumah Sakit, setelah dilakukan penilaian bahwa Rumah Sakit telah memenuhi Standar Akreditasi. Selanjutnya dijelaskan tujuan akreditasi, antara lain: meningkatkan mutu pelayanan secara berkelanjutan dan melindungi keselamatan pasien; melindungi bagi masyarakat, Sumber Daya Manusia (SDM) rumah sakit, dan institusi rumah sakit; meningkatkan tata kelola dan tata kelola klinis; dan mendukung program pemerintah di bidang kesehatan.(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020c) Akreditasi rumah sakit di Indonesia diselanggarakan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS). KARS merupakan lembaga yang melaksanakan penilaian akreditasi secara independen dan memiliki tanggung jawab kepada menteri sebagaimana dijelaskan dalam PMK Nomor 417 Tahun 2011.(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011)
Akreditasi pada awalnya
dianggap beban bagi rumah sakit,
dikarenakan biaya untuk dapat lulus akreditasi dirasakan sangat besar. Biaya yang besar bukan untuk
penilaian akreditasi, namun persiapan terutama perbaiakan sarana dan prasarana. Seiring berjalannya waktu, akreditasi telah membawa banyak
manfaat bagi rumah sakit. Hasil dari penelitian yang telah dilakukan pada beberapa rumah sakit, telah menunjukan:
akreditasi berpengaruh terhadap kelengkapan pengisian formulir informed
consent,(Herfiyanti, 2019) akreditasi memperbaiki formulir gawat darurat,(Deharja & Swari, 2017) akreditasi berhubungan dengan pembuatan identifikasi pasien,(Anugrahwati, Hadi, & Haryanto, 2012) dan akreditasi berdampak positif terhadap kesalamatan pasien.(Mandawati, Fu�adi, & Jaelan, 2018) Akreditasi akan membantu rumah
sakit dalam kondisi pandemi COVID-19 dengan penyusunan dan penerapan pedoman klinis berupa Panduan Praktik Klinis (PPK). Standar akreditasi memastikan PPK menjadi dasar untuk melakukan
evaluasi mutu dan keselamatan pasien.(Djasri, 2020) Sehingga diharapkan
rumah sakit yang sudah terakreditasi dapat melakukan perawatan COVDI-19 dengan baik. Melihat data di atas, penelitian ini bertujuan untuk
melihat hubungan status akreditasi dengan penetapan rumah sakit rujukan COVID-19 di DKI
Jakarta.
Metode Penelitian
Penelitian menggunakan metode potong lintang
(Cross Sectional) dengan melihat
hubungan antara status akreditasi rumah sakit di DKI Jakarta dengan penetapan rumah sakit rujukan penanggulangan
COVID-19 sesuai Keputusan Gubernur
Daerah Khusus Ibukota
Jakarta Nomor 987 Tahun
2020. Data yang dianalisis merupakan
data sekunder dari publikasi daftar rumah sakit terakreditasi oleh KARS. Jenis data yang dianalisis merupakan status akreditasi sesuai tingkatan, meliputi Lulus
Perdana, Tingkat Dasar, Tingkat Madya, Tingkat Utama, dan Tingkat Paripurna. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling,
dengan kriteria rumah sakit dengan
nasional baik standar 2012 dan 2018, serta bukan merupakan rumah sakit rujukan
sesuai dengan Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.01.07/Menkes/275/2020.
Pengambilan data dari publikasi KARS didapatkan 167 rumah sakit yang sudah terakreditasi nasional baik standar
2012 dan 2018. Setelah disesuaikan
dengan kriteria pengambilan sampel didapatkan 159 rumah sakit. Sedangkan rumah sakit rujukan
COVID-19 sesuai Keputusan Gubernur
Daerah Khusus Ibukota
Jakarta Nomor 987 Tahun
2020 adalah sejumlah 86.
Hasil dan Pembahasan
Karakteristik Sampel
Sampel pada penelitian berjumlah 159 rumah sakit, dengan mayoritas status akreditasi paripurna sejumlah 88 rumah sakit (Gambar 1). Adapun rincian status akreditasi sesuai urutan sebesar: lulus perdana 10,1%; tingkat dasar 3,1%, tingkat madya 18,2%; tingkat utama 13,2%; dan tingkat paripurna 55,3%. Jika dilihat jumlah rumah sakit yang ditetapkan menjadi rujukan COVID-19 dan yang tidak berdasarkan status akreditasi, dirinci sebagai berikut: lulus perdana 3 rumah sakit rujukan dan 13 tidak; tingkat dasar 1 rumah sakit rujukan dan 4 tidak; tingkat madya 11 rumah sakit rujukan dan 18 tidak; tingkat utama 10 rumah sakit rujukan dan 11 tidak; dan untuk tingkat paripurna 61 rumah sakit rujukan dan 27 tidak.
Gambar 1. Status Akreditasi
Perhitungan dengan melihat kepemilikan rumah sakit, dibedakan menjadi pemerintah dan non pemerintah (Gambar 2). Kepemilikan pemerintah termasuk didalamnya Kemenkes, Kementrian lain, Pemprov, Pemda, TNI/ POLRI, dan BUMN. Sedangkan kepemilikan non pemerintah antara lain: Perusahaan, Organisasi sosial, Organisasi keagamaan, Swasta dan lain. Rincian kepemilikan pemerintah sebesar 30,8%, sedanagkan non pemerintah sebesar 69,2%. Jika dilihat jumlah rumah sakit yang ditetapkan menjadi rujukan COVID-19 dan yang tidak berdasarkan kepemilikan, dirinci sebagai berikut: rumah sakit pemerintah 18 rumah sakit rujukan dan 31 tidak, sedangkan rumah sakit non pemerintah 55 rumah sakit rujukan dan 55 tidak.
Gambar 2. Kepemilikan Rumah
Sakit
Perhitungan dengan melihat kelas rumah sakit, dibedakan menjadi kelas A, kelas B, kelas C, dan kelas D (Gambar 3). Rincian berdasarkan kelas rumah sakit: kelas A sebesar 6,7%; kelas B sebesar 39,6%; kelas C sebesar 40,9%; dan kelas D sebesar 13,8%. Jika dilihat jumlah rumah sakit yang ditetapkan menjadi rujukan COVID-19 dan yang tidak berdasarkan kelas rumah sakit, dirinci sebagai berikut: kelas A 7 rumah sakit rujukan dan 2 tidak; kelas B 43 rumah sakit rujukan dan 20 tidak; kelas C 26 rumah sakit rujukan dan 39 tidak; dan untuk kelas D 10 rumah sakit rujukan dan 12 tidak.
Gambar 3. Kelas Rumah
Sakit
Rumah sakit di Indonesia sejumlah total
2.846 dengan proporsi terbesar di provinsi Jawa Timur sebanyak 380 rumah sakit, provinsi
Jawa Barat sebanyak 352 rumah skit, provinsi Jawa Tengah sebanyak 296 rumah sakit, provinsi
Sumatera Utara sebanyak 237 rumah
sakit;, dan provinsi DKI
Jakarta sebanyak 203 rumah sakit.(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2020a)
DKI Jakarta dengan jumlah penduduk sebanyak 10.467.629 jiwa dan jika dilihat
dari jumlah tempat tidur sebanyak
23.081, sehingga memiliki rasio tempat tidur
rumah sakit per penduduk sebesar 2,2 per 1.000 penduduk.(BPS Provinsi DKI Jakarta, 2020;
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020a) Jumlah tempat tidur isolasi baik
dengan tekanan negatif maupun yang tanpa tekanan negatif
di DKI Jakarta adalah sebanyak
4.352 tempat tidur.(Dinas Kesehatan DKI Jakarta, 2021) Persentase tempat
tidur isolasi di DKI
Jakarta sebesar 18,9%, nilai
ini masih di bawah standar dalam
kondisi wabah menurut Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 14 Tahun 2021
yaitu sebesar 30% untuk rumah sakit
pemerintah dan 20% untuk rumah sakit swasta.(Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2021) Perhitungan ini
menunjukan DKI Jakarta membutuhkan
jumlah tempat tidur lebih banyak,
terutama dalam kondisi pandemi COVID-19. Nilai persentase tersebut mungkin disebabkan proporsi rumah sakit pemerintah lebih kecil dibandingkan
dengan rumah sakit non pemerintah. Selain itu mungkin
juga disebabkan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 14 Tahun
2021 merupakan peraturan
yang baru ditetapkan pada tanggal 1 April 2021.
Status Akreditasi dengan
Penetapan Rujukan
Jumlah rumah sakit yang ditetapkan menjadi rujukan COVID-19 dan yang tidak berdasarkan status akreditasi (Tabel 1), dirinci sebagai berikut: lulus perdana 3 (18,8%) rumah sakit rujukan dan 13 (81,2%) tidak ; tingkat dasar 1 (20%) rumah sakit rujukan dan 4 (80%) tidak; tingkat madya 11 (47,6%) rumah sakit rujukan dan 18 (62,1%) tidak; tingkat utama 10 (47,6%) rumah sakit rujukan dan 11 (52,4%) tidak; dan untuk tingkat paripurna 61 (69,3%) rumah sakit rujukan dan 27 (30,7%) tidak.
Tabel 1.
Regresi Logistik Biner
Status Akreditasi
|
Penetapan Rujukan |
Total |
Nilai P |
OR |
95% CI |
|
Ya |
Tidak |
|||||
Lulus Perdana |
3 (18,8%) |
13 (81,2%) |
16 |
|
1 |
- |
Tingkat Dasar |
1 (20%) |
4 (80%) |
5 |
1,083 |
0,087-13,538 |
|
Tingkat Madya |
11 (37,9%) |
18 (62,1%) |
29 |
2,648 |
||
Tingkat Utama |
10 (47,6%) |
11 (52,4%) |
21 |
3,939 |
||
Tingkat Paripurna |
61 (69,3%) |
27 (30,7%) |
88 |
<0,001 |
9,790 |
2,577-37,189 |
�����������
����������� Hasil analisis regresi logistik biner status akreditasi berhubungan dengan penetapan rumah sakit rujukan di DKI Jakarta (p: <0,001). Hasil analisis didapatkan Odds Ratio (OR) dengan 95% Confidence Interval (CI) dari status tingkat dasar 1,1 (95% CI: 0,087-13,538); status tingkat madya 2,6 (95% CI: 0,614-11,430); status tingkat utama 3,9 (95% CI: 0,862-18,006); dan status tingkat paripurna 9,8 (95% CI: 2,577-37,189). Dapat diartikan semakin status akreditasi, maka semakin tinggi peluang untuk ditetapkan sebagai rumah sakit rujukan.
Status akreditasi lulus perdana merupakan akreditasi program khusus dengan penilaian 4 Bab dari 15 Bab pada akreditasi Reguler. Sasaran program khusus ini adalah rumah sakit kelas D Pratama dan kelas D; rumah sakit kelas C tanpa subspesialistik; dan rumah sakit khusus kelas C tanpa subspesialistik. Rumah sakit lulus perdana akan mendapatkan bintang 1 (satu), untuk tiga tahun berikutnya harus mengikuti program reguler.(Kanal Pengetahuan FKKMK UGM, 2015) Sedangkan untuk program reguler terdapat empat penilaian, antara lain:
1. Tingkat
Dasar
Rumah
sakit non pendidikan memenuhi 4 dari 15 Bab mendapat nilai ≥ 80% dan Bab
lain tidak mendapat nilai < 20%. Sedangkan untuk rumah sakit pendidikan salah
satu dari empat Bab tersebut adalah Bab Institusi pendidikan pelayanan
kesehatan.(Komite Akreditas Rumah Sakit (KARS), 2017)
2. Tingkat
Madya
Rumah sakit non pendidikan memenuhi 8 dari 15 Bab mendapat nilai ≥ 80% dan Bab lain tidak mendapat nilai < 20%. Sedangkan untuk rumah sakit pendidikan salah satu dari 8 Bab tersebut adalah Bab Institusi pendidikan pelayanan kesehatan.(Komite Akreditas Rumah Sakit (KARS), 2017)
3.
Tingkat Utama
Rumah sakit non pendidikan memenuhi 12 dari 15 Bab mendapat nilai ≥ 80% dan Bab lain tidak mendapat nilai < 20%. Sedangkan untuk rumah sakit pendidikan salah satu dari 12 Bab tersebut adalah Bab Institusi pendidikan pelayanan kesehatan.(Komite Akreditas Rumah Sakit (KARS), 2017)
4. Tingkat
Paripurna
Rumah
sakit pendidikan dan non pendidikan memenuhi minimal 80% dari seluruh Bab
penilaian akreditasi.(Komite Akreditas Rumah Sakit (KARS), 2017).
Hasil
analisis didapatkan Odds
Ratio (OR) dengan 95% Confidence Interval
(CI) dari status tingkat dasar 1,1 (95% CI: 0,087-13,538), dapat
diartikan status tingkat dasar memiliki peluang 1,1 kali lebih tinggi dari status lulus perdana untuk ditetapkan
sebagai rumah sakit rujukan. Hasil analisis status tingkat madya 2,6 (95% CI: 0,614-11,430), dapat
diartian status tingkat madya memiliki peluang 2,6 kali lebih tinggi dari status lulus perdana. Hasil analisis status tingkat utama 3,9 (95% CI:
0,862-18,006), dapat diartikan
status tingkat utama memiliki peluang 3,9 kali lebih tinggi dari
status lulus perdana. Sedangkan
hasil analisis status tingkat paripurna 9,8 (95% CI:
2,577-37,189), dapat diartikan
status tingkat paripurna memiliki peluang 9,8 kali lebih tinggi dari
status lulus perdana. Hasil ini
sesuai dengan bagaimana status akreditasi menggambarkan kemampuan suatu rumah sakit
dalam mutu pelayanan.(Anugrahwati et al., 2012; Deharja
& Swari, 2017; Herfiyanti, 2019; Mandawati et al., 2018).
Kesimpulan
Dari 203 rumah sakit di DKI Jakarta, yang sudah
terakreditasi nasioal sejumlah 167 rumah sakit. Rumah sakit yang menjadi
rujukan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Hk.01.07/Menkes/275/2020 berjumlah 8 rumah sakit, sehingga rumah sakit menjadi
sampel penelitian berjumlah 159 rumah sakit. Rumah sakit yang telah
terakreditasi nasional dan ditetapkan sebagai rujukan COVID-19 oleh Gubernur
DKI Jakarta sejumlah 86 rumah sakit. Hasil analisis status akreditasi
berhubungan dengan penetapan rumah sakit rujukan di DKI Jakarta (p: <0,001).
Hasil analisis didapatkan Odds Ratio (OR) dari status tingkat dasar 1,1; status
tingkat madya 2,6; status tingkat utama 3,9; dan status tingkat paripurna 9,8.
Dapat diartikan semakin status akreditasi, maka semakin tinggi peluang untuk
ditetapkan sebagai rumah sakit rujukan.
Penanggulangan COVID-19 membutuhkan bantuan semua
rumah sakit, baik pemerintah dan non pemerintah. Seluruh rumah sakit
terakreditasi diharapkan dapat menyelenggarakan pelayanan COVID-19 sesuai
standar yang ditetapkan pemerintah, baik yang ditetapkan menjadi rumah sakit
rujukan maupun yang tidak. Bagi pemerintah provinsi DKI Jakarta diharapkan
dapat meningkatkan kapasitas rumah sakit rujukan COVID-19. Sehingga pada
kondisi lonjakan kasus pasien mendapatkan pelayanan terbaik. Akreditasi rumah
sakit untuk ke depannya juga diharapkan dapat menyiapkan rumah sakit dalam
menghadapi kondisi pandemi
Anugrahwati, R., Hadi, Muhammad, &
Haryanto, Rohadi. (2012). Hubungan Pembuatan Identifikasi Pasien Dengan
Pelaksanaan Asuhan Keperawatan Berdasarkan Standar Akreditasi Rumah Sakit. Akper-Manggala.E-Journal.Id,
1(1), 52�64.
Bps Provinsi Dki Jakarta. (2020). Jumlah
Rumah Sakit Dan Tempat Tidur Yang Tersedia Menurut Kabupaten/Kota Administrasi
Dan Status Rumah Sakit Di Provinsi Dki Jakarta 2018-2020.
Deharja, Atma, & Swari, Selvia Juwita.
(2017). Desain Formulir Assesment Awal Medis Gawat Darurat Berdasarkan Standar
Akreditasi Rumah Sakit Versi 2012 Di Rumah Sakit Daerah Balung Jember. Prosiding
Seminar Nasional Hasil Penelitian Politeknik Negeri Jember, 358�363.
Dinas Kesehatan Dki Jakarta. (2021). Informasi
Ketersediaan Bed Rumah Sakit Provinsi Dki Jakarta.
Djasri, Hanevi. (2020). Corona Virus Dan
Manajemen Mutu Pelayanan Klinis Di Rumah Sakit. The Journal Of Hospital
Accreditation, 2(1), 1�2. Https://Doi.Org/10.35727/Jha.V2i1.62
Ghebreyesus, T. A. (2020). Who
Director-General�s Opening Remarks At The Media Briefing On Covid-19 - 11 March
2020. Who Director General�s Speeches.
Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
(2020). Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 987 Tahun
2020 Tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Gubernur Nomor 378 Tahun 2020 Tentang
Penetapan Rumah Sakit Rujukan Penanggulangan Penyakit Coronavirus Disease
(Covid-19). 9.
Herfiyanti, Leni. (2019). Pengaruh
Kelengkapan Pengisian Formulir Informed Consent Anestesi Pasien Rawat Inap
Terhadap Pemenuhan Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit ( Snars-1 ) Hpk. Teras
Kesehatan, 1(2), 89�98.
Kanal Pengetahuan Fkkmk Ugm. (2015).
Workshop Standar Akreditasi Program Khusus Rs Pratama, Kelas D & C Non
Pelayanan Sub Spesialistik.
Kars. (2021). Daftar Rumah Sakit
Terakreditasi.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
(2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
417/Menkes/Per/Ii/2011 Tentang Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Kementrian
Kesehatan, 9.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
(2020a). Informasi Sdm Kesehatan Nasional. Badan Ppsdm Kesehatan, I
Kementerian Kesehatan.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
(2020b). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Hk.01.07/Menkes/275/2020 Tentang Penetapan Rumah Sakit Rujukan Penanggulangan
Penyakit Infeksi Emerging Tertentu. 20.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
(2020c). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020
Tentang Akreditasi Rumah Sakit. Orphanet Journal Of Rare Diseases, 14.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
(2020d). Situasi Terkini Perkembangan (Covid-19). Kemenkes, (September),
4.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
(2021). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2021
Tentang Standar Kegiatan Usaha Dan Produk Pada Penyelenggaraan Perizinan
Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kesehatan.
Komite Akreditas Rumah Sakit (Kars).
(2017). Standar Akreditas Rumah Sakit Jilid I. 421.
Mandawati, Murti, Fu�adi, Muhammad Jauhar,
& Jaelan. (2018). Dampak Akreditasi Rumah Sakit: Studi Kualitatif Terhadap
Perawat Di Rsud Krt Setjonegoro Wonosobo. Nurscope : Jurnal Penelitian
Dan Pemikiran Ilmiah Keperawatan, 4(1), 23.
Who. (2020). Public Health Criteria To
Adjust Public Health And Social Measures In The Context Of Covid-19. Who,
(May), 4.
����������� Copyright holder: Ricky Fathoni, Adang Bachtiar (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed
under: |