Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 7, Juli 2022

 

DETERMINAN TINGKAT KEMISKINAN DI KEPULAUAN NIAS TAHUN 2011 - 2019: PENDEKATAN REGRESI SPASIAL

 

Reliusman Dachi, Didi Nuryadin, Joko Susanto

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pembangunan Nasional �Veteran� Yogyakarta, Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected].

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kemiskinan di Kepulauan Nias dengan pendekatan regresi spasial: Geographical Weight Panel Regression (GWPR). Data yang digunakan merupakan data sekunder 4 kabupaten dan 1 kota di Kepulauan Nias yang bersumber dari Badan Pusat Statistika (BPS) Sumatera Utara dan Kementerian Keuangan Republik Indonesia selama periode 2011-2019. Adapun variabel bebas yang digunakan untuk mengestimasi determinan tingkat kemiskinan (PVRate) terdiri dari tingkat pengangguran terbuka (TPT), derajat desentralisasi fiskal (DDF) dan belanja modal (GCE). Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan bahwa Geographically Weighted Panel Regression (GWPR) merupakan model terbaik untuk menjelaskan pengaruh variabel bebas terhadap tingkat kemiskinan (PVRate) sebagai variabel terikat di Kepulauan Nias. Hal ini dibuktikan dengan nilai determinasi (R2) pada GWPR model (0.7673) lebih besar dibandingkan dengan model regresi global (0.4604), serta nilai Root Mean Square Error (RMSE) pada model GWPR (0.0134) lebih kecil dibandingkan dengan model regresi global (0.0223). Hasil analisis model GWPR menunjukkan pengaruh spasial tinggi di daerah yang lebih dekat dengan Gunungsitoli sebagai pusat kota dan pusat ekonomi di Kepulauan Nias, seperti Kabupaten Nias Utara dan Kabupaten Nias. Selain itu ditemukan bahwa, pengaruh variabel bebas terhadap tingkat kemiskinan berbeda-beda untuk setiap lokasi pengamatan. Pertama, variabel tingkat pengangguran terbuka berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Kota Gunungsitoli, Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Utara, sedangkan untuk lokasi pengamatan lainnya tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Kedua, derajat desentralisasi fiskal berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Gunungsitoli dan Nias Utara, sedangkan untuk lokasi pengamatan lainnya tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Terakhir, variabel belanja modal tidak berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di seluruh daerah Kepulauan Nias.

�

Kata Kunci: Kemiskinan, Spasial, Nias

 

Abstract

This study aims to analyze factors which affect the poverty rate in Nias Islands using the spatial regression method: Geographical Weight Panel Regression (GWPR). The data used in this study are secondary data from 4 districts and 1 city in the Nias Islands which are sourced from the Central Statistics Agency (BPS) of North Sumatra and the Ministry of Finance of the Republic of Indonesia during 2011-2019. The independent variables used in this study are the open unemployment rates (TPT), the ratio of fiscal decentralization (DDF) and the government capital expenditures (GCE). Based on the results of this study, it was found that the Geographically Weighted Panel Regression (GWPR) is the best model to explain the effect of independent variable on the poverty rate (PVRate) as dependent variabele in the Nias Islands. This is evidenced by the value of determination (R2) in the GWPR model (0.7673) is greater than the global regression model (0.4604), and the value of Root Mean Square Error (RMSE) in the GWPR model (0.0134) is smaller than the global regression model (0.0223). The results of the analysis using the GWPR model show a high spatial effect in areas closer to Gunungitoli as the city center and economic center in Nias Islands, such as North Nias District and Nias District. In addition, it was also found that the effect of the independent variable on the poverty level was different for each observation location. First, the open unemployment� has a positive and significant impact on the poverty rate in Gunungsitoli City, Nias Regency, and North Nias Regency, while other locations do not have a significant. Secondly, the ratio of fiscal decentralization has a negative and significant effect on the poverty rate in Gunungsitoli and North Nias, while for other observation locations it has no significant effect. Furthermore, government capital expenditure has �not impact on poverty rate in all areas of the Nias Islands.

 

Keywords: Poverty, Spatial, Nias

 

Pendahuluan

Salah satu agenda nawacita Presiden Joko Widodo, yaitu pembangunan dilakukan dari pinggiran dengan menguatkan sisi sosial, ekonomi dan pembangunan sumber daya manusia, termasuk daerah tertinggal di kepulauan terluar dan daratan. Penetapan daerah tertinggal melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 131 (2015) dan perpres nomor 122 (2020) tentang penetapan daerah tertinggal, terdapat 24 provinsi yang memiliki daerah tertinggal pada tahun 2015 dan pada tahun 2011 menjadi 11 provinsi termasuk provinsi Sumatera Utara. Sumatera Utara yang terdiri dari 25 Kabupaten memiliki 4 daerah tertinggal sejak periode 2015 hingga periode 2020. Keempat daerah tersebut adalah Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Barat dan Kabupaten Nias Utara. Keempat Kabupaten ini terletak di satu kepulauan yang dinamakan kepulauan Nias. Selain keempat kabupaten tersebut, terdapat 1 kota yang ada di Kepulauan Nias yaitu Kota Gunungsitoli.

Penetapan daerah tertinggal di Indonesia ditentukan berdasarkan kriteria ketertinggalan dan salah satu indikatornya adalah persentase penduduk miskin. Ditinjau dari persentase penduduk miskin di Kepulauan Nias (tabel 1) dapat ditemukan bahwa 4 kabupaten dan 1 kota di Kepulauan Nias memiliki rata-rata angka persentase penduduk miskin sebesar 20.1 persen. Apabila dibandingkan dengan persentase penduduk miskin di tingkat Provinsi Sumatera Utara pada periode yang sama yakni sebesar 8.8 persen, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh daerah di kepulauan Nias merupakan daerah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi di Provinsi Sumatera Utara.

 

Tabel 1

Persentase Penduduk Miskin Kepulauan Nias, 2020.

Wilayah

Persentase Penduduk Miskin (P0)

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)

Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

Nias Barat

25.7%

3.21

0.61

Nias Utara

25.1%

4.12

0.97

Nias Selatan

16.7%

2.82

0.76

Nias

16.6%

1.91

0.32

Gunungsitoli

16.4%

1.74

0.30

Rata-Rata Kepulauan Nias

20.1%

2.76

0.59

Sumatera Utara

8.8%

1.51

0.39

Sumber: BPS Sumatera Utara (2020)

� ���������

Berdasarkan data kemiskinan pada tabel 1 ditemukan bahwa ukuran kemiskinan antar wilayah di Kepulauan Nias memiliki kemiripan satu dengan yang lainnya. Contohnya tingkat kemiskinan di Kabupaten Nias Utara dan Kabupaten Nias Barat memiliki persentase penduduk miskin yang tidak jauh beda, yaitu 25.7 persen dan 25.1 persen. Hal yang sama juga terjadi di daerah lainnya yaitu Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias dan Kota Gunungsitoli dengan nilai berturut-turut 16.7 persen, 16.4 persen dan 16.1 persen. Ditinjau dari indeks kedalaman kemiskinan ditemukan bahwa seluruh daerah di Kepulauan Nias memiliki indeks kedalaman kemiskinan yang lebih tinggi dibdandingkan dengan tingkat provinsi sebesar 1.51 pada periode yang sama. Kota Gunungsitoli dan Kabupaten Nias menjadi daerah dengan indeks keparahan kemiskinan paling rendah dibandingkan dengan 3 daerah lainnya termasuk jika dibandingkan dengan tingkat provinsi yaitu 0.39 pada periode yang sama.

Berdasarkan informasi ini, diduga bahwa terdapat pengaruh spasial pada angka kemiskinan antara satu wilayah dengan wilayah yang lainnya. Artinya bahwa kondisi kemiskinan di suatu wilayah dapat dipengaruhi oleh wilayah lain dan sebaliknya. Pengaruh spasial antara satu wilayah dengan yang lain akan memiliki nilai yang berbeda-beda, hal ini sesuai dengan hukum pertama tentang geografi yang dikemukakan oleh W. Tobler dalam (Lv, Zhang, & Atli Benediktsson, 2017) bahwa �everything is related to everything else, but near things are more related than distant things�, yang artinya segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang dekat lebih mempunyai pengaruh daripada sesuatu yang jauh.

Untuk menyelesaikan permasalahan kemiskinan di Kepulauan Nias maka hal yang sangat penting untuk dilakukan pertama kali adalah mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang memengaruhi tingkat kemiskinan itu sendiri (Tambunan, 2019). Upaya menurunkan tingkat pengangguran dan menurunkan tingkat kemiskinan adalah sama pentingnya (Arsyad, 2010). Apabila masyarakat tidak menganggur (mempunyai pekerjaan) berarti memiliki penghasilan, dengan demikian maka penghasilan yang dimiliki diharapkan dapat mencukupi kebutuhan hidupnya (Yacoub, 2013). Apabila kebutuhan hidup tercukupi dalam hal ini pengeluaran penduduk di atas garis kemiskinan, maka masyarakat tidak akan dikategorikan sebagai penduduk miskin. Artinya bahwa pengangguran memiliki hubungan positif dengan kemiskinan, semakin tinggi angka pengangguran maka angka kemiskinan akan semakin meningkat dan hal yang sama terjadi sebaliknya yaitu apabila angka pengangguran mengalami penurunan maka angka kemiskinan juga akan semakin menurun. Studi terkait hubungan kemiskinan dan pengangguran antara lain dilakukan oleh (Gamba, Maijamaa, & Goyilla, 2021) di mana pengangguran berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan di Nigeria. Studi lain oleh (Amiati, Adnan, & Yendra, 2020) mengemukakan bahwa tingkat pengangguran terbuka berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Riau.

Selain faktor pengangguran, kemampuan keuangan daerah juga dapat memberikan kontribusi pada naik-turunnya angka kemiskinan di setiap daerah (Puspita, Militina, & Effendi, 2020). Kemampuan keuangan daerah dapat diukur dengan Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF) dan menggambarkan bagaimana kemampuan suatu pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Penelitian oleh (Wibowo & Oktivalerina, 2022) bahwa kemampuan keuangan daerah yang diukur dengan derajat desentralisasi fiskal memiliki hubungan negatif terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia. Studi yang dilakukan oleh (Soleh & Ardilla, 2018) ditemukan bahwa derajat desentralisasi fiskal memiliki hubungan positif terhadap penyerapan tenaga kerja di Kota Jambi dan secara tidak langsung berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan.

Faktor lain yang diduga berpengaruh pada angka kemiskinan adalah persentase belanja modal pemerintah. Belanja modal merupakan pengeluaran yang ditujukan untuk kepentingan publik dalam rangka meningkatkan kemampuan masyarakat dan menumbuhkan perekonomian (Joy, Okafor, & Ohiorenuan, 2021). Belanja modal pemerintah diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar seperti pendidikan dasar, penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan jaminan sosial sesuai amanat Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Penelitian oleh (Mukarramah, Ruslan, Yolanda, & Hardianti, 2020) menunjukan bahwa belanja modal berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Aceh. Artinya kenaikan belanja modal akan memberikan dampak pada penurunan tingkat kemiskinan.

Berdasarkan paparan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengetahui pengaruh tingkat pengangguran terbuka, kemampuan keuangan daerah dan belanja modal terhadap tingkat kemiskinan di Kepulauan Nias.

 

 

 

Metode Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang bersumber pada laporan Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Desa Republik Indonesia, dan Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Jenis data yang digunakan adalah data panel yaitu gabungan time series dan cross section. Data time series periode tahun 2011-2019 sedangkan data cross section adalah 4 kabupaten dan 1 Kota di Kepulauan Nias.

Penelitian ini menggunakan analisis data panel (pooled data) sebagai alat pengolahan data dengan menggunakan software Stata sebagai alat analisis regresi data panel dan R-Studio sebagai alat analisis GWPR. Adapun model data panel yang digunakan seperti berikut:

 

(1)

Dengan

PVRate��������������� : Tingkat Kemiskinan (%)

X������������������������� : Variabel independen yang terdiri dari

TPT��������������������� : Tingkat Pengangguran Terbuka (persen)

DDF������������������� : Kemampuan Keuangan Daerah (persen)

GCE�������������������� : Proporsi Belanja Modal Pemerintah (persen)

i�������������������������� : Cross section/Data Observasi Wilayah (5 Kabupaten/Kota)

t��������������������� ���� : Time Series/Periode data 2011-2019 (9 Tahun)

n��������������������� ���� : Banyaknya variabel Independen (3 variabel)

������������������� ���� : Intercept (Konstanta)

������������������ ���� : Koefisien regresi X (variabel independen)

�������������������� ���� : Nilai Error.

 

Mengingat obyek penelitian memiliki hubungan ketetanggaan yang sangat dekat, memungkinkan adanya pengaruh heterogenitas spasial. Heterogenitas spasial adalah suatu keadaan dimana terdapat data spasial yang mungkin bervariasi dan merujuk pada adanya keberagaman dalam hubungan kewilayahan (Rahayu, 2017). Adanya heterogenitas pada data dapat diketahui dengan melakukan uji heteroskedasticity. apabila hasil uji heteroskedasticity terbukti bahwa data memiliki efek spasial, maka selanjutnya data dianalisis dengan model Geographically Weighted Panel Regression (GWPR). Model GWPR merupakan pengembangan dari model regresi dimana parameter dihitung pada setiap lokasi pengamatan, sehingga setiap lokasi pengamatan mempunyai nilai parameter yang berbeda-beda (Li, Cao, Qiu, & Li, 2020). Berikut model GWPR yang digunakan dalam penelitian ini:

 

(2)

 

Dimana �adalah koordinat latitude dan longitude dari suatu lokasi geografis ke-i dengan memberikan pembobot spasial yang mewakili letak data observasi satu dengan lainnya. �Dengan demikian maka dari dua model di atas akan dipilih model yang terbaik dalam menggambarkan tingkat kemiskinan di Kepulauan Nias dengan melihat nilai determinan (R2) tertinggi dari kedua model. Namun demikian, apabila hasil uji heteroskedasticity ternyata tidak memiliki efek spasial, maka model yang digunakan tetap model regresi linier berganda dengan tiga pendekatan yaitu Common Effect Model (CEM), Fixed Effect Model (FEM) dan Random effect Model (REM).

 

Hasil dan Pembahasan

Pada tahap awal data dianalisis dengan pendekatan Common Effect Model (CEM), Fixed Effect Model (FEM) dan Random Effect Model (REM) dengan hasil seperti pada gambar 1. Selanjutnya dilakukan uji chow untuk memilih model terbaik antara CEM dengan FEM (tabel 2). Berdasarkan hasil uji chow dengan nilai (Prob>F) = 0.0000, maka model regresi terbaik antara FEM dan CEM adalah Fixed effect model (FEM) hal ini ditandai dengan nilai (Prob>F) lebih kecil dari 0.05. Setelah melakukan uji chow dan ternyata model yang terpilih adalah FEM maka langkah selanjutnya adalah memilih model terbaik antara FEM atau REM melalui uji hausman (tabel 3).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 1

Hasil Estimasi dengan pendekatan CEM, FEM dan REM

Gambar 2

Hasil Uji Chow

 

Berdasarkan hasil uji hausman dengan nilai (Prob > F) sebesar 0.0102 maka model regresi terbaik yang terpilih adalah Fixed effect model (FEM) hal ini ditandai dengan nilai (Prob > F) lebih kecil dari 0.05. Dengan demikian maka model pertama yang terpilih pada penelitian ini adalah model FEM.

 

 

 

 

 

 

Gambar 3

Hasil Uji Hausman

Gambar 4

Hasil Uji Multikolinieritas

�����

Terpilihnya FEM sebagai model terbaik maka asumsi klasik yang harus dipenuhi untuk regresi data panel adalah asumsi multikolinieritas dan homoskedastisitas (Basuki, 2016). Hasil uji multikolinearitas (gambar 4) dengan pendekatan variance inflation factor (VIF) ditemukan bahwa semua variabel bebas memiliki nilai VIF<10, artinya bahwa data pada penelitian ini dengan model FEM sudah bebas dari gejala multikolinieritas.

 

 

 

 

 

Gambar 5

Hasil Uji Heteroskedastisitas

dengan Modified Wald Test

 

Hasil pengujian heteroskedastisitas dengan modified wald test (gambar 5) ditemukan adanya heteroskedastisitas pada model Fixed Effect Model (FEM) dengan nilai (Pr)<0.05. Dengan kata lain model FEM mengandung heterogenitas spasial yakni kondisi di mana terdapat aspek spasial yang bervariasi dan merujuk pada adanya keberagaman dalam hubungan kewilayahan obyek penelitian.

Estimasi model GWR data panel diawali dengan penentuan bandwidth yang optimum dari masing-masing fungsi pembobot spasial yang digunakan, yaitu fungsi kernel Adaptive Gaussian, Bisquare dan fungsi kernel Adaptive Tricube. Dalam penghitungan matriks pembobot ini diperlukan data jarak antar lokasi pengamatan yang dihitung dengan menggunakan jarak Euclidean yang dapat diperoleh dari informasi lokasi yang ada yaitu data longitude dan latitude dari masing-masing lokasi pengamatan. Dari ketiga hasil pembobot spasial tersebut maka akan dipilih model yang terbaik yaitu fungsi dengan nilai CV (cross validation) yang lebih kecil dari fungsi lainnya. Selain dari nilai CV, dapat juga dilihat dari nilai determinasi (R2) nilai AIC (Akaike Information Criterion). Estimasi nilai pembobot spasial dengan tiga pendekatan tersebut dapat dilihat pada tabel 2.

 

Tabel 2

Perbandingan Hasil Pembobot Spasial Kernel Adaptive

Diagnostics

Gaussian

Bisquare

Tricube

R2

0.5325847

0.7637136

0.6113722

AIC

-224.1671

-247.4441

-230.7617

CV

0.02288697

0.02011703

0.0212805

Sumber: Hasil Analisis Penulis dengan R-Studio

 

Nilai R2 pada fungsi kernel adaptive bisquare lebih besar dari fungsi yang lainnya dengan nilai CV dan AIC yang lebih kecil dari fungsi yang lainnya. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa nilai bandwidth yang optimum akan didapatkan apabila fungsi pembobot spasial yang digunakan adalah fungsi kernel adaptive bisquare. Dengan demikian, maka langkah selanjutnya adalah mencari nilai bandwidth spasial dengan fungsi kernel adaptive bisquare dan hasilnya seperti pada tabel 3.

 

Tabel 3

Bandwidth Dengan Fungsi Kernel Adaptive Bisquare

Code

Kab/kota

Bandwidth

 

1

Kota Gunungsitoli

3.663553

 

2

Kab. Nias Selatan

4.480999

 

3

Kab. Nias

2.495829

 

4

Kab. Nias Barat

2.764932

 

5

Kab. Nias Utara

4.480999

 

R2

0.7637136

AIC

-247.4441

Sumber: Hasil Analisis Penulis dengan R-Studio

 

Selanjutnya matriks pembobot spasial yang dihasilkan akan digunakan untuk menduga nilai parameter. Hasil estimasi parameter spasial dengan fungsi kernel adaptive bisquare dapat dilihat pada tabel 4 dengan nilai signifikansi (P-Value) seperti pada tabel 5.

 

Tabel 4

Estimasi Parameter GWPR

Code

Kab/kota

Intercept

TPT

DDF

GCE

1

Kota Gunungsitoli

2.15842

0.52803

-0.94314

0.48060

2

Kab. Nias Selatan

-1.91679

0.09114

-0.04212

0.18516

3

Kab. Nias

2.51321

0.25684

-0.03157

0.56969

4

Kab. Nias Barat

2.95310

0.13226

-0.10524

0.29853

5

Kab. Nias Utara

-8.43236

0.33589

-0.63850

0.77333

Sumber: Hasil Analisis Penulis dengan R-Studio

 

 

 

 

Tabel 5

Nilai Signifikansi GWPR

Code

Kab/kota

TPT

DDF

GCE

1

Kota Gunungsitoli

0.000

0.008

0.208

2

Kab. Nias Selatan

0.167

0.847

0.515

3

Kab. Nias

0.002

0.907

0.098

4

Kab. Nias Barat

0.145

0.781

0.605

5

Kab. Nias Utara

0.001

0.050

0.053

Sumber: Hasil Analisis Penulis dengan R-Studio

 

Setelah menemukan hasil estimasi dengan model GWPR, selanjutnya akan dibandingkan dengan model FEM yang terpilih pada tahapan sebelumnya. Untuk menentukan model terbaik antara regresi panel global dengan GWPR dalam menggambarkan variabilitas data tingkat kemiskinan di Kepulauan Nias tahun 2011-2019 maka perlu dilakukan pengujian model secara serentak untuk menguji kesesuaian (goodness of fit) pada kedua model seperti ditampilkan pada tabel 6.

 

Tabel 6

Perbandingan Regresi Global dengan GWPR

Model

Prob>F

R2

Adj.R2

RMSE

Regresi Panel Global

0.0000

0.4604

0.3583

0.0223

GWR Panel

0.0080

0.7637

0.6363

0.0134

Sumber: Hasil Analisis Penulis dengan R-Studio dan Stata

 

Pemilihan model terbaik dapat ditentukan dengan membandingkan nilai determinasi (R2) dan Root Mean Square Error (RMSE) pada kedua model. Model yang terbaik adalah model yang memiliki nilai R2 terbesar dengan nilai RMSE yang terkecil (Haryanto & Andriani, 2021). Berdasarkan tabel 6 ditemukan bahwa model GWPR lebih baik dibandingkan dengan model regresi global, karena nilai determinasi (R2) model GWPR sebesar 0.7637 lebih besar dengan nilai determinasi (R2) pada model regresi global dan nilai RMSE model GWPR sebesar 0.0134 lebih kecil dengan nilai RMSE pada model regresi global. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model GWPR adalah model terbaik yang akan digunakan pada penelitian ini untuk mengestimasi pengaruh variabel bebas terhadap variabel tingkat kemiskinan di Kepulauan Nias. Berdasarkan nilai (Prob>F) sebesar 0.0080 (kurang dari 5 persen), maka dapat disimpulkan bahwa secara serentak variabel bebas memengaruhi variabel terikat sehingga model ini sudah layak digunakan sebagai alat analisis pada penelitian ini. Selain itu, dengan melihat nilai determinasi (R2) pada model GWPR maka dapat disimpulkan bahwa model ini dapat menjelaskan variabilitas data tingkat kemiskinan di Kepulauan Nias sebesar 76.73 persen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model.

Hasil estimasi parameter (tabel 4) memiliki nilai yang berbeda-beda di setiap lokasi pengamatan. Hal ini terjadi karena setiap lokasi pengamatan mempunyai penimbang yang berbeda-beda tergantung dari jarak dan nilai bandwidth yang dihasilkan. Keberagaman nilai koefisien regresi ini merupakan salah satu bentuk ketidakstabilan struktural (structural instability) yang menggambarkan adanya keheterogenan wilayah pada data pengamatan. Selain parameter, nilai signifikansi (tabel 5) variabel bebas yang memengaruhi tingkat kemiskinan pada setiap lokasi pengamatan juga berbeda-beda. Sehingga model yang dihasilkan pada pemodelan GWPR panel berbeda pada setiap lokasi pengamatan seperti ditampilkan pada tabel 7 berikut ini.

Tabel 7

Pemodelan tingkat kemiskinan dengan GWPR di Kepulauan Nias

Lokasi Pengamatan

Model GWPR

Kota Gunungsitoli

PVRate = 2.15842 + 0.52803TPT* - 0.94314DDF* + 0.4806GCE

Kab. Nias Selatan

PVRate = -1.91679� +� 0.09114TPT - 0.04212DDF + 0.18516GCE

Kab. Nias

PVRate = 2.51321 + 0.25684TPT* - 0.03157DDF + 0.56969GCE

Kab. Nias Barat

PVRate = 2.9531 + 0.13226TPT - 0.10524DDF + 0.29853GCE

Kab. Nias Utara

PVRate = -8.43236 + 0.33589TPT* - 0.6385DDF* + 0.77333GCE

*signifikan pada α = 5%, Sumber: Analisis Penulis dengan R-Studio

 

Berdasarkan signifikansi variabel yang memengaruhi tingkat kemiskinan di Kepulauan Nias, terlihat bahwa terdapat pengaruh spasial yang sangat tinggi antara Kota Gunungsitoli dengan Kabupaten Nias Utara dan Kabupaten Nias. Apabila ditinjau dari berbagai ukuran kemiskinan seperti persentase penduduk miskin (P0), kedalaman kemiskinan (P1) dan keparahan� kemiskinan (P2) serta rata-rata penurunan tingkat kemiskinan per tahun di Kepulauan Nias (tabel 8) ditemukan bahwa Kota Gunungsitoli merupakan daerah dengan ukuran kemiskinan tertinggi sekaligus menjadi daerah dengan tingkat penurunan kemiskinan tertinggi (8.1 persen) dibandingkan dengan daerah kabupaten selama periode penelitian (2011-2019). Selain itu, Gunungsitoli juga menjadi pusat kota dan pusat ekonomi di Kepulauan Nias sehingga diduga bahwa daerah yang lebih dekat dengan Kota Gunungsitoli akan memiliki pengaruh yang lebih besar dibanding dengan daerah lainnya.

Tabel 8

Rata-rata Ukuran kemiskinan

di Kepulauan Nias, Tahun 2011-2019

Ukuran Kemiskinan

Daerah Kota

Daerah Kabupaten

P0

25.2%

23.3%

P1

4.45

3.75

P2

1.15

0.93

Penurunan tingkat kemiskinan per tahun

-8.1%

-2.0%

Sumber: BPS Kepulauan Nias

 

Berdasarkan tabel 9, daerah yang paling dekat dengan Kota Gunungsitoli adalah Kabupaten Nias Utara (25 kilometer) dan Kabupaten Nias (26 kilometer). Sehingga variabel yang mempengaruhi kemiskinan di Kota Gunungsitoli akan mempengaruhi kondisi kemiskinan di Kabupaten Nias Utara dan Kabupaten Nias. Seperti variabel tingkat pengangguran yang berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Kota Gunungsitoli, Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Utara dan tidak signifikan di daerah lainnya yang lebih jauh dari Kota Gunungsitoli. Sedangkan variabel derajat desentralisasi fiskal berpengaruh signifikan di Kota Gunungsitoli dan Kabupaten Nias Utara dan tidak berpengaruh signifikan di daerah lainnya yang lebih jauh.

 

Tabel 9

Jarak Antar Lokasi Pengamatan (Dalam Meter)

Kota

Longitude

Latitude

Nias Selatan

Nias

Nias Barat

Nias Utara

Gunungsitoli

97.6147

1.2805

67,893

25,744

33,371

24,762

Nias Selatan

97.8286

0.7086

 

43,160

51,238

83,039

Nias

97.7417

1.0869

 

 

30,126

46,247

Nias Barat

97.4814

1.0116

 

 

 

35,251

Nias Utara

97.3949

1.3166

 

 

 

0

Sumber: Ina-Geoportal, diolah oleh Penulis.

 

Berdasarkan hasil estimasi pada penelitian ini, maka variabel-variabel yang memengaruhi tingkat kemiskinan di setiap lokasi pengamatan dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori seperti terlihat pada tabel 10.

 

Tabel 10

Nilai Signifikansi Spasial

Kategori

Variabel

Signifikansi spasial pada taraf 5%

I

TPT

Kota Gunungsitoli, Kab Nias, Kab. Nias Utara

II

GCE

-

III

DDF

Kota Gunungsitoli, Kab. Nias Utara

Sumber: Analisis Penulis dengan R-Studio

 

Kategori pertama adalah kelompok lokasi pengamatan atau kabupaten/kota di Kepulauan Nias dengan variabel Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan memengaruhi tingkat kemiskinan secara signifikan. Kategori pertama ini terdiri dari Kota Gunungsitoli dan Kabupaten Nias Utara. Berdasarkan hasil estimasi dengan pendekatan GWPR ditemukan bahwa pengangguran di Kota Gunungsitoli, Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Utara berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan dengan koefisien berturut-turut 0.52803, 0.25684 dan 0.33589. Artinya bahwa kenaikan 1 persen pengangguran akan berpengaruh pada naiknya tingkat kemiskinan sebesar 0.53 persen di Kota Gunungsitoli, 0.26 persen di Kabupaten Nias dan 0.34 persen di Kabupaten Nias Utara dengan asumsi variabel lain bernilai konstan. Hasil estimasi ini sejalan dengan studi yang dilakukan oleh (Amiati et al., 2020) di mana tingkat pengangguran terbuka berpengaruh positif-signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Riau. Dari hasil estimasi dapat dikemukakan bahwa pengangguran di lokasi pengamatan lainnya yaitu Kabupaten Nias Selatan dan Kabupaten Nias Barat tidak mempengaruhi tingkat kemiskinan di daerahnya masing-masing.

Kategori kedua adalah kelompok lokasi pengamatan dengan variabel proporsi belanja modal tidak berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di seluruh daerah Kepulauan Nias. Hasil estimasi ini bertolak belakang dengan temuan (Mukarramah et al., 2020) yang menemukan bahwa belanja modal berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Aceh. Hal ini juga bertolak belakang dengan pendapat (Joy et al., 2021) bahwa belanja modal dapat berpengaruh pada penurunan angka kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi. Artinya bahwa temuan pada penelitian ini mengindikasikan adanya alokasi belanja modal yang tidak tepat sasaran sehingga tidak berpengaruh pada penurunan tingkat kemiskinan di Kepulauan Nias. Alih-alih dapat menurunkan tingkat kemiskinan, belanja modal ternyata memiliki pengaruh dalam meningkatkan tingkat kemiskinan di Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias utara pada taraf signifikansi (α) 10 persen. Hal ini sesuai dengan hasil studi oleh (Kaligis, 2017) bahwa secara tidak langsung belanja modal tidak berpengaruh terhadap kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi sebagai variabel intervening di Minahasa Utara.

Kategori terakhir adalah kelompok lokasi pengamatan dimana variabel kemampuan keuangan daerah yang diukur dengan Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF) mempengaruhi tingkat kemiskinan secara signifikan. Wilayah pada kategori ini terdiri dari Kota Gunungsitoli dan Kabupaten Nias Utara. Berdasarkan hasil estimasi dengan pendekatan GWPR pada penelitian ini ditemukan bahwa kemampuan keuangan daerah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan dengan koefisien sebesar 0.94 untuk Kota Gunungsitoli, 0.64 untuk Kabupaten Nias Utara. Artinya bahwa kenaikan kemampuan keuangan daerah sebesar 1 persen akan memberikan dampak pada penurunan tingkat kemiskinan sebesar 0.94 persen di Kota Gunungsitoli dan 0.64 persen di Kabupaten Nias Utara dengan asumsi variabel lain bernilai konstan. Hal ini sesuai dengan hasil studi oleh (Wibowo & Oktivalerina, 2022) bahwa kemampuan keuangan daerah yang diukur dengan derajat desentralisasi fiskal memiliki hubungan negatif terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia.

Selanjutnya kemampuan keuangan daerah Kabupaten Nias, Nias Selatan dan Nias Barat ternyata tidak memiliki pengaruh yang berarti terhadap penurunan tingkat kemiskinan di daerahnya masing-masing. Hal ini diduga karena rendahnya kemampuan pemerintah dalam menggali potensi keuangan di daerahnya yang selanjutnya berdampak pada terbatasnya ketersediaan anggaran untuk program pengentasan kemiskinan. Hal ini sesuai dengan studi (Suartini, 2020) bahwa kemampuan keuangan daerah tidak berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di Sulawesi Tengah. Rendahnya kemampuan daerah dalam menggali sumber pendapatan (khususnya pajak dan retribusi daerah) disebabkan oleh berbagai faktor (Widadari, Rares, & Dengo, 2017) seperti rendahnya basis pajak dan retribusi daerah, kemampuan administrasi pemungutan di daerah yang masih rendah, sehingga pungutan pajak cenderung dibebani oleh biaya pungut yang besar serta kemampuan perencanaan dan pengawasan keuangan yang lemah sehingga mengakibatkan penerimaan daerah mengalami kebocoran-kebocoran yang sangat berarti bagi daerah.

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dijelaskan pada sub-bab sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan seperti berikut ini. 1). Geographically Weighted Panel Regression (GWPR) merupakan model terbaik untuk menjelaskan pengaruh tingkat pengangguran (TPT), kemampuan keuangan daerah yang diukur dengan Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF) dan proporsi belanja modal (GCE) terhadap tingkat kemiskinan (PVRate) di Kepulauan Nias tahun 2011-2019. 2). Gunungsitoli sebagai pusat kota dan pusat ekonomi di Kepulauan Nias memberikan pengaruh spasial yang lebih besar terhadap tingkat kemiskinan di daerah yang lebih dekat seperti Kabupaten Nias Utara dan Kabupaten Nias. 3). Variabel tingkat pengangguran terbuka berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Kota Gunungsitoli, Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Utara dengan koefisien berturut-turut 0.52803, 0.25684 dan 0.33589. Artinya bahwa kenaikan 1 persen pengangguran akan berpengaruh pada naiknya tingkat kemiskinan sebesar 0.53 persen di Kota Gunungsitoli, 0.26 persen di Kabupaten Nias dan 0.34 persen di Kabupaten Nias Utara dengan asumsi variabel lain bernilai konstan. Sedangkan untuk lokasi pengamatan lainnya (Kabupaten Nias Selatan dan Kabupaten Nias Barat), variabel pengangguran tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kemiskinan di setiap daerahnya masing-masing. 4). Variabel derajat desentralisasi fiskal berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Kota Gunungsitoli dan Kabupaten Nias Utara dengan koefisien sebesar 0.94 untuk Kota Gunungsitoli, 0.64 untuk Kabupaten Nias Utara. Artinya bahwa kenaikan kemampuan keuangan daerah sebesar 1 persen akan memberikan dampak pada penurunan tingkat kemiskinan sebesar 0.94 persen di Kota Gunungsitoli dan 0.64 persen di Kabupaten Nias Utara dengan asumsi variabel lain bernilai konstan. Sedangkan untuk lokasi pengamatan lainnya yaitu Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Barat, variabel derajat desentralisasi fiskal tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kemiskinan di daerahnya. 5). Variabel proporsi belanja modal tidak berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di seluruh daerah Kepulauan Nias.

 


BIBLIOGRAFI

 

Amiati, Mia, Adnan, Arisman, & Yendra, Rado. (2020). Poverty Data Analysis In Riau Province Using Geographically Weighted Regression Model With Exponential And Tricube Adaptive Kernels. Google Scholar

 

Arsyad, Lincoln. (2010). Edisi 5, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta: Unit Penerbit Ekonomi Pembangunan Dan Percetakan STIM YKPN. Google Scholar

 

Basuki, Agus Tri. (2016). Analisis Regresi dalam Penelitian Ekonomi & Bisnis: Dilengkapi Aplikasi SPSS & Eviews. Jakarta: Rajawali Pers.

 

Gamba, Sheba Liman, Maijamaa, Danjuma, & Goyilla, Abigail Elisha. (n.d.). Unemployment and Poverty in Developing Economies: The case of Nigeria. Google Scholar

 

Haryanto, Sugi, & Andriani, Gilang Axelline. (2021). Pemodelan jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah menggunakan Geographically Weighted Regression (GWR). Jurnal Litbang Sukowati: Media Penelitian Dan Pengembangan, 4(2), 50�59. Google Scholar

 

Joy, Jideofor Nnennaya, Okafor, Michah Chukwuemeka, & Ohiorenuan, Ikhite Hope. (2021). Impact of public capital expenditure on poverty rate in Nigeria. International Journal Papier Public Review, 2(4), 46�55. Google Scholar

 

Kaligis, Ezra. (2017). Pengaruh Belanja Modal Terhadap Kemiskinan di Minahasa Utara Melalui Pertumbuhan Ekonomi sebagai Intervening Variabel. Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, 17(02). Google Scholar

 

Li, Tao, Cao, Xiaoshu, Qiu, Menglong, & Li, Yu. (2020). Exploring the spatial determinants of rural poverty in the interprovincial border areas of the loess plateau in China: A village-level analysis using geographically weighted regression. ISPRS International Journal of Geo-Information, 9(6), 345. Google Scholar

 

Lv, Zhiyong, Zhang, Penglin, & Atli Benediktsson, J�n. (2017). Automatic object-oriented, spectral-spatial feature extraction driven by tobler�s first law of geography for very high resolution aerial imagery classification. Remote Sensing, 9(3), 285. Google Scholar

 

Mukarramah, Irsad Lubis, Ruslan, Dede, Yolanda, Cindy, & Hardianti, Anisha. (2020). Analysis of the Effects of Capital Expenditure, Human Development Index and Labor Absorbed to Economic Growth and Poverty in Aceh Province. Google Scholar

 

Puspita, Ditha Pradnya, Militina, Theresia, & Effendi, Aji Sofyan. (2020). Employment Opportunities and Poverty Levels in Pro V Insi Kalimantan Timur. International Journal of Economics, Business and Accounting Research (IJEBAR), 4(01). Google Scholar

 

Rahayu, Nunik Sri. (2017). Geographically Weighted Panel Regression untuk pemodelan persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Google Scholar

 

Soleh, Ahmad, & Ardilla, Ayu. (2018). Peran Desentralisasi Fiskal Terhadap IPM Dan Penyerapan Tenaga Kerja Di Kota Jambi. Jurnal Ekonomi Dan Kebijakan Publik Volume 1 Nomor 2, Desember 2018. Google Scholar

 

Suartini, Sri. (2020). Pengaruh Kinerja Keuangan Daerah Terhadap Kemiskinan: Studi Kasus Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tengah. Inovasi, 17(2), 195�202. Google Scholar

 

Tambunan, Yohana. (2019). Pemodelan Regresi Spasial Kemiskinan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017. Google Scholar

 

Wibowo, Eko Agung, & Oktivalerina, Alfia. (2022). Analisis Dampak Kebijakan Desentralisasi Fiskal terhadap Penurunan Tingkat Kemiskinan pada Kabupaten/Kota: Studi Kasus Indonesia pada 2010-2018. Bappenas Working Papers, 5(1), 97�119. Google Scholar

 

Widadari, Krisya, Rares, Joyce Jacinta, & Dengo, Salmin. (2017). Pengaruh Kemampuan Keuangan Daerah terhadap Penyelenggaraan Otonomi Daerah di Kabupaten Halmahera Utara. Jurnal Administrasi Publik, 2(044). Google Scholar

 

Yacoub, Yarlina. (2013). Pengaruh tingkat pengangguran terhadap tingkat kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat. Google Scholar

 

Copyright holder:

Reliusman Dachi, Didi Nuryadin, Joko Susanto (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: