Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No.
6, Juni 2022
Endang Kosasih
Jurusan Teknik Mesin, Universitas Indonesia, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Kecelakaan tabrak belakang menyebabkan cedera parah bahkan dapat mengakibatkan korban jiwa. Tingkat kecederaan yang parah ini sering terjadi ketika kendaraan kecil menabrak bagian belakang dari kendaraan barang berat yang tidak dipasang perlengkapan perisai kolong bagian belakang (RUPD). Perancangan perisai kolong bagian belakang menggunakan perangkat lunak permodelan 3D Computer Aided Design (CAD). Simulasi numerik untuk pengujian kekuatan perisai kolong bagian belakang dilakukan dengan metode elemen hingga (MEH). MEH adalah teknik matematika numerik untuk memudahkan dalam menyelesaikan persamaan diferensial parsial di bidang teknik dengan membagi obyek menjadi bentuk jala (mesh), sehingga analisis dapat diatur dan dijalankan. MEH memecahkan persamaan dengan mengatur diskritisasi domain dengan elemen bentuk yang dipilih dan menggabungkannya ke dalam seluruh sistem. Konsep kesetimbangan energi adalah metode untuk mengevaluasi kebenaran dari analisa numerik. Pembebanan gaya pada posisi P1, P2 dan P3 dilakukan untuk mengamati perpindahan dan regangan plastis. Peluang terjadinya perpindahan maksimum dan regangan plastis adalah pada posisi P2 yang mempunyai besaran gaya 100 kN. Hasil analisa kuasi-statik menunjukkan perpindahan maksimum untuk pembebanan gaya pada posisi P1-Kanan, P1-Kiri, P3-Tengah, P2-Kanan dan P2-Kiri berturut-turut adalah 8,834 mm, 8,768 mm, 1,175 mm, 12,251 mm dan 12,753 mm. Regangan plastis maksimum yang terjadi pada bagian dudukan plat perisai kolong bagian belakang adalah 17,4% tetapi masih di bawah nilai batas kegagalan regangan plastis untuk material tersebut yaitu 21%. Hasil simulasi numerik menunjukkan bahwa perpindahan maksimum yang terjadi setelah dilakukan pembebanan gaya adalah kurang dari 400 mm dan selama simulasi berlangsung perisai kolong bagian belakang tetap terpasang pada bagian chassis.
Kata Kunci: metode elemen hingga; perlengkapan perisai kolong bagian belakang (RUPD); simulasi numerik; tabrak belakang
Abstract
Rear-end collision cause serious injuries and can even
result in fatalities. This serious level of injury often occurs when a small
vehicle crashes into the rear of a heavy goods vehicle that is not equipped with
rear underrun�
protection device (RUPD). The design of rear underrun� protection device using 3D Computer
Aided Design (CAD) modeling software. The numerical simulation for testing the
strength of rear underrun protection device was carried out using the finite
element method (FEM). FEM is a numerical mathematical technique to make it
easier to solve partial differential equations in engineering by dividing
objects into mesh shapes, so that the analysis can be organized and run. FEM
solves the equation by setting the discretization of the domain with the
selected form elements and combining them into the whole system. The concept of
energy balance is a method for evaluating the correctness of numerical
analysis. Force loading at positions P1, P2 and P3 was carried out to observe
the displacement and plastic strain. The chances of maximum displacement and
plastic strain will occur is at position P2 which has a force of 100 kN. The results of the quasi-static analysis show that the
maximum displacement for the loading of forces at positions P1-Right, P1-Left,
P3-Middle, P2-Right and P2-Left respectively are 8.834 mm, 8.768 mm, 1.175 mm,
12.251 mm and 12.753 mm. The maximum plastic strain that occurs in the seat plate
for rear underrrun protection device is 17.4% but it
is still below the plastic strain failure limit value for the material, which
is 21%. The results of the numerical simulation show that the maximum
displacement that occurs after the force is applied is less than 400 mm and
during the simulation the rear underrrun protection
device remains attached to the chassis.
Keywords: �finite element method; rear underrun protection
device (RUPD); numerical simulation; rear-end collision
Pendahuluan
Perkembangan�industri otomotif berkontribusi besar baik dalam mendukung
penyelenggaraan transportasi,
peningkatan nilai tambah ekonomi, penyerapan tenaga kerja, maupun peningkatan
teknologi tinggi khususnya otomasi dan robotik di fasilitas manufaktur. Akan tetapi sejak awal mula
perkembangan sejarah otomotif, masyarakat dikhawatirkan terhadap dampak dari kecelakaan
yang melibatkan otomotif
yang dapat menyebabkan cedera parah pada penumpang, pengendara lain, pejalan kaki serta lingkungan sekitarnya. Kecelakaan yang terjadi dapat menyebabkan
cedera ringan ada pula yang mengakibatkan cedera serius bahkan
dapat menyebabkan kerusakan besar terhadap harta benda. Namun sebagian
besar cedera ini dapat menyebabkan
kematian atau cacat permanen yang meningkatkan perhatian orang terhadap fitur keselamatan kendaraan (Abid et al., 2019).
Pada tahun 2019 hingga Juli 2020 melalui data Kepolisian Satlantas POLDA Jawa Barat dan Astra Infra Tol Cipali
(PT Lintas Marga Sedaya) selaku operator jalan tol terdapat 1.075 kejadian kecelakaan lalu lintas di jalan Tol Cikopo-Palimanan (Purwanto et al., 2020).
Sementara itu dalam kurun waktu
1 tahun sejak Juni 2018 sampai dengan Juni 2019 tercatat telah terjadi rata-rata 36 kecelakaan tabrak belakang setiap bulan (Transportasi, 2020).
Kecelakaan tabrak belakang ini menyebabkan
cedera parah bahkan dapat mengakibatkan
korban jiwa. Tingkat kecederaan
yang parah ini sering terjadi ketika kendaraan kecil menabrak bagian belakang dari kendaraan barang berat yang tidak dipasangi perlengkapan perisai kolong bagian belakang.
Selain itu desain dari perlengkapan
perisai kolong bagian belakang yang tidak sesuai juga dapat menyebabkan cedera parah pada penumpang di kendaraan kecil. Akibatnya kendaraan kecil dapat melaju di bawah kolong chassis kendaraan barang berat sehingga terjadilah kecelakaan underride.
Kecelakaan�underride�terjadi ketika kendaraan penumpang kecil melaju di bawah kendaraan barang berat baik itu
dari depan, belakang atau samping.
Ketika terjadi kecelakaan seperti itu, bagian
kompartemen penumpang dari kendaraan kecil menabrak chassis kendaraan berat yang menyebabkan cedera parah pada penumpang yang berada di kendaraan yang lebih kecil. Kecelakaan
underride terdiri dari
tiga jenis yaitu kecelakaan underrun depan, belakang dan samping. Untuk menghindari kecelakaan tersebut, perangkat underrun
harus dipasang pada kendaraan barang berat yang dapat mencegah penumpang kendaraan kecil dari cedera fatal (Joseph et al., 2013).
Gambar 1
Data Kecelakaan Tabrak Belakang Di Tol Cipali (Transportasi, 2020)
Gambar 2
Kecelakaan Underrun Tabrak Belakang (Joseph et al., 2013)
Salahsatu�kebijakan pemerintah untuk meningkatkan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan, mencegah dan mengurangi fatalitas akibat terjadinya kecelakaan kendaraan bermotor serta mengikuti perkembangan teknologi keselamatan kendaraan bermotor telah tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 74 Tahun 2021 tentang Perlengkapan Keselamatan Kendaraan Bermotor yang ditetapkan pada tanggal 24 Agustus 2021. Isi dari peraturan tersebut salahsatunya adalah mewajibkan pemasangan perisai kolong belakang pada kendaraan bermotor jenis mobil barang
dengan jumlah berat yang diperbolehkan (JBB) mulai dari 5.000 kg, kereta gandengan atau kereta tempelan.
Pemasangan perisai kolong belakang dilakukan oleh pembuat, perakit, pengimpor dan/atau perusahaan karoseri (Perhubungan, 2021).
Ketentuan mengenai bahan, bentuk, dimensi serta tata cara pemasangan perisai kolong belakang juga diatur dalam peraturan ini. Akan tetapi belum mengatur lebih lanjut tentang
tata cara untuk menguji kekuatan dari perisai kolong
bagian belakang yang sudah dipasang pada kendaraan.
Ketentuan�lain mengenai pemasangan perisai kolong bagian belakang tertuang dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor
7522:2009 tentang Perlengkapan
Perisai Kolong Bagian Belakang untuk Kendaraan Bermotor Kategori N2, N3, O3 dan O4. Di dalam
peraturan SNI Nomor 7522:2009
ini selain menjelaskan tentang syarat mutu juga menjelaskan tentang cara pengujian dari perisai kolong
belakang yang terpasang
pada kendaraan. Ketentuan ini merupakan aturan
yang mengacu pada United Nation Economic Commission
for Europe (UNECE) Nomor 58 (Nasional, 2009).
Analisis�desain perisai kolong bagian belakang
menggunakan perangkat lunak LS-DYNA eksplisit untuk meningkatkan kekuatan struktural dan integritas RUPD pada truk dilakukan oleh Jaju dan Pandare, yang didasarkan pada peraturan UNECE Nomor 58. Studi tersebut menggunakan model RUPD dengan regulasi pembebanan yang berbeda, dan berfokus pada regangan plastis dan tegangan von-mises untuk mengevaluasi batas kegagalan dan kekuatan. Hasilnya menunjukkan perilaku baik yang lolos desain RUPD. Jika struktur yang diuji gagal dalam pengujian,
bahan tambahan direkomendasikan untuk mencapai beban yang ditargetkan (Jaju & Pandare, 2016).
Dalam�kajian
ini perancangan perisai kolong bagian belakang dibuat dengan menggunakan
perangkat lunak permodelan 3D Computer Aided Design (CAD). Analisis kuasi statik dilakukan untuk menguji kekuatan
perisai kolong bagian belakang dan mengetahui perpindahan maksimum saat diberikan
beban uji. Analisis kuasi statik dilakukan
dengan simulasi numerik menggunakan metode elemen hingga
melalui perangkat lunak Computer Aided Engineering (CAE). Simulasi numerik adalah teknik perhitungan
yang dijalankan pada komputer
mengikuti program yang mengimplementasikan
model matematika untuk sistem fisik. Simulasi
numerik diperlukan untuk mempelajari perilaku sistem yang model matematikanya terlalu kompleks. Simulasi ini mampu menawarkan
solusi analitis yang cepat dan akurat (Wibawa & Tuswan, 2021).
Tujuan�dari
kajian ini yaitu untuk merancang
perisai kolong bagian belakang yang memenuhi persyaratan mutu dan prosedur uji sesuai dengan peraturan
yang berlaku di Indonesia.
Metode Penelitian
Aspek legalitas untuk persyaratan mutu dari desain
perlengkapan perisai kolong bagian belakang
mengacu pada Standar
Nasional Indonesia (SNI) Nomor 7522:2009 tentang Perlengkapan Perisai Kolong Bagian Belakang untuk Kendaraan Bermotor Kategori N2, N3, O3 dan O4 dan Peraturan
Menteri Perhubungan Republik
Indonesia Nomor PM 74 Tahun
2021 tentang Perlengkapan Keselamatan Kendaraan Bermotor. Komparasi persyaratan mutu dari kedua peraturan
tersebut dapat dilihat dalam tabel
berikut.
Tabel 1
Komparasi Persyaratan
Mutu Desain Perisai Kolong Bagian Belakang
Peraturan |
SNI 7522:2009 |
PM 74 Tahun
2021 |
Tinggi penampang bagian melintang (cross-member) |
Minimal 100 mm |
- |
Sisi
penguat dari bagian melintang (extremities
lateral) |
Tidak boleh dibengkokkan
ke belakang atau mempunyai ujung luar yang tajam |
- |
Sisi
terluar dari �penampang
bagian melintang |
Harus
dibulatkan dengan mempunyai radius tidak kurang dari 2,5 mm |
- |
Posisi |
Dapat dirancang
dengan mempunyai beberapa posisi pada bagian belakang. Gaya yang diperlukan oleh operator untuk merubah posisi alat maksimal 40 daN. |
- |
Bahan |
- |
Besi atau sejenisnya |
Bentuk |
- |
Pipa
atau persegi |
Panjang |
Maksimal sama dengan
lebar poros belakang, minimal sama dengan lebar poros belakang dikurangi 100 mm pada sisi kanan dan kiri. |
Minimal
80% dari lebar total kendaraan, maksimal 100% dari lebar total kendaraan (sama dengan lebar total kendaraan) |
Jarak dari dinding bak belakang |
Maksimal 400 mm ke arah
depan kendaraan |
Minimal
sejajar, maksimal 100 mm ke arah belakang
kendaraan |
Jarak dari permukaan jalan |
Maksimal 550 mm dari bagian sisi bawah
perisai kolong |
Maksimal 550 mm dari bagian sisi bawah
perisai kolong |
Ketinggian sudut
pergi |
- |
Minimal
8 derajat |
Jenis sambungan ke
kendaraan |
- |
Terpasang kokoh pada chassis atau subframe dengan sambungan mur-baut (bolt-nut) |
Gambar 3
Dimensi Perisai
Kolong Bagian Belakang Berdasarkan PM 74 Tahun 2021
Gambar 4
Dimensi Perisai
Kolong Bagian Belakang Berdasarkan SNI 7522:2009
Perisai kolong harus mempunyai daya tahan yang cukup terhadap gaya yang diberikan sejajar sumbu memanjang
(longitudinal axis) kendaraan. Untuk ini harus
dapat dibuktikan dengan pengujian berdasarkan prosedur uji dan kondisi uji yang ditentukan. Maksimum defleksi horizontal pada
perisai kolong yang diamati selama dan sesudah dilakukan pengujian harus memenuhi ketentuan.
Prosedur uji untuk perisai kolong bagian belakang adalah sebagai berikut:
� Persyaratan pengujian harus dibuktikan dengan alat uji Mandrel
yang tepat; gaya untuk pengujian yang ditentukan harus digunakan secara terpisah
dan berturut-turut, melalui permukaan yang tingginya tidak lebih dari 250 mm
(tinggi yang tepat harus dinyatakan oleh pembuat) dan 200 mm lebarnya, dengan
jarak lekukan 5 mm � 1 mm pada sisi vertikal. Tinggi diatas tanah dari pusat
permukaan harus ditetapkan oleh pembuat dengan garis yang mengelilingi alat
secara horisontal. Tetapi saat uji dilakukan pada sebuah kendaraan ketinggiannya
tidak boleh lebih dari 600 mm ketika kendaraan tidak bermuatan. Urutan
gaya-gaya untuk pengujian yang digunakan boleh ditetapkan oleh pembuat/pemanufaktur.
� Sebuah gaya horisontal 100 kN atau 50% dari gaya yang dihasilkan
oleh massa maksimum kendaraan (boleh diambil salah satu), harus digunakan
secara berturut-turut pada dua titik yang terletak secara simetris kira-kira
pada garis tengah kendaraan yang mana dipakai pada sebuah jarak minimum
terpisah 700 mm dan maksimum 1000 mm. Posisi tepatnya dari titik penggunaan
harus ditentukan oleh pembuat.
� Sebuah gaya horisontal 25 kN atau 12,5% dari gaya yang dihasilkan
oleh massa maksimum kendaraan (boleh diambil salah satu), harus digunakan
secara berturut-turut pada dua titik yang diletakkan 300 � 25 mm dari bidang
longitudinal bersinggungan dengan tepi luar roda pada poros belakang dan ke
titik ketiga yang diletakkan pada garis yang menghubungkan dua titik tersebut,
pada titik tengah bidang vertikal kendaraan.
� Sebuah gaya horisontal 25 kN atau 12,5% dari gaya yang dihasilkan
oleh massa maksimum kendaraan (boleh diambil salah satu), harus digunakan
secara berturut-turut pada dua titik yang diletakkan sesuai persetujuan pembuat
alat perisai kolong dan ke sebuah titik ketiga yang diletakkan pada garis yang
menghubungkan dua titik tersebut, pada titik tengah bidang.
Gambar
5
Posisi Mandrel Penekan
Dan Nilai Beban Pengujian Berdasarkan
SNI 7522:2009
Perancangan�perisai kolong bagian belakang menggunakan perangkat lunak permodelan 3D Computer
Aided Design (CAD). Analisis kuasi
statik kekuatan perisai kolong bagian belakang dilakukan dengan metode elemen hingga
atau Finite Element Method (FEM). FEM adalah teknik matematika
numerik untuk memudahkan dalam menyelesaikan persamaan diferensial parsial di bidang teknik dengan
membagi obyek menjadi bentuk jala (mesh), sehingga analisis dapat diatur dan dijalankan. FEM memecahkan persamaan dengan mengatur diskritisasi domain dengan elemen bentuk yang dipilih dan menggabungkannya ke dalam seluruh
sistem. FEM lebih menguntungkan untuk memecahkan masalah dengan deformasi besar dan dapat digunakan untuk hampir semua jenis
masalah teknik dengan geometri kompleks dan kombinasi material (Wibawa & Tuswan, 2021).
Pada gambar 6 menunjukkan model perisai kolong bagian belakang dengan menggunakan perangkat lunak 3D CAD. Dalam permodelan tersebut perisai kolong bagian belakang
digambarkan dengan terdiri dari long member
chassis, cross member chassis, plat dudukan, bagian penopang, bagian melintang, mandrel serta baut dan mur.
Gambar 6
Model Perisai Kolong
Bagian Belakang Menggunakan
Perangkat Lunak 3D CAD
Berkas�digital dari model
3D CAD yang sudah jadi kemudian di-import pada perangkat
lunak FEM kemudian diproses sehingga menjadi bentuk jala (mesh). Pada gambar 7
menunjukkan model perisai kolong bagian belakang
yang telah melalui proses diskritisasi menggunakan perangkat lunak FEM. Luas permukaan pada bagian chassis,
plat dudukan, bagian penopang dan mandrel lebih besar dibandingkan dengan ketebalan materialnya sehingga proses diskritisasi dilakukan dengan menggunakan elemen 2D shell. Sedangkan
pada baut dan mur proses diskritisasi dilakukan menggunakan elemen 3D solid.
Model elemen pada mandrel dibuat
lebih sederhana melalui proses simplifikasi tetapi hasil meshing tetap mengacu persyaratan
pengujian. Model hasil meshing
pada perangakat lunak
FEM terdiri dari 76.603
nodal dan 71.373 elemen.
Gambar 7
Model Perisai Kolong
Bagian Belakang Hasil Diskritisasi
Menggunakan Perangkat Lunak Finite Element Method
Pada kajian ini parameter yang diinput pada perangkat lunak FEM terdiri dari 3 material. Material chassis menggunakan KSAPH 620, perisai kolong bagian belakang
menggunakan JIS G3101 SS 440 sedangkan
untuk pengikat antara chassis dengan plat
dudukan perisai kolong bagian belakang
menggunakan baut dan mur dengan material ASTM A325. Parameter
material dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1
Sifat Mekanik Bahan
Bagian |
Bahan |
Kuat tarik minimum (MPa) |
Kuat luluh minimum (MPa) |
Elongasi (%) |
Chassis |
KSAPH
620 |
550 |
620 |
23 |
Perisai Kolong |
JIS
G3101 SS 400 |
245 |
400 |
21 |
Baut dan Mur |
ASTM
A325 |
660 |
830 |
14 |
Gambar 8 menunjukkan kondisi batas untuk penempatan
constraint pada posisi chassis bagian depan dan belakang untuk 6 derajat kebebasan.
Gambar 8
Kondisi Batas Pada Bagian Long Member
Chassis Depan Dan Belakang
Gambar 9 menunjukkan pembebanan pada perisai kolong bagian belakang. Pembebanan dilakukan
secara terpisah dan berturut-turut. Pertama-tama
mandrel diberikan beban gaya horizontal sebesar 25 kN pada posisi P1 di sisi kanan sehingga
menekan bagian melintang dari perisai kolong bagian belakang. Setelah gaya pada posisi P1 sisi kanan diturunkan maka mandrel kedua pada posisi P1 di sisi kiri diberikan juga gaya 25 kN sehingga
menekan bagian melintang dari perisai kolong bagian belakang yang sudah terdeformasi. Mandrel ketiga diberikan juga gaya 25 kN pada posisi P3 di tengah. Beban gaya yang paling berat diberikan pada posisi P2 yaitu sebesar 100 kN. Mandrel keempat diberikan gaya pada posisi P2 di sisi kanan kemudian dilanjutkan dengan mandrel kelima yang diberikan gaya pada posisi P2 di sisi kiri.
Gambar 9
Urutan, Arah
Dan Kondisi Pembebanan Pada
Kelima Mandrel
Kriteria�yang dapat diterima untuk hasil pengujian
perisai kolong bagian belakang dengan menggunakan metode elemen hingga
adalah perpindahan maksimum dari bagian
melintang harus kurang dari 400 mm setelah kelima beban mandrel diaplikasikan dan perisai kolong bagian belakang harus tetap terpasang
pada chassis selama simulasi
berlangsung.
Hasil dan Pembahasan
Konsep�kesetimbangan energi adalah metode
untuk mengevaluasi kebenaran dari analisa numerik. Kurva kesetimbangan energi ditunjukkan pada gambar 10.�Energi�internal dimulai dari nilai nol
dan meningkat menjadi maksimum.� Peningkatan energi internal ini disebabkan oleh deformasi dalam sistem. Energi dalam dalam bentuk
gaya yang diterapkan tersimpan dalam perisai kolong bagian belakang dalam bentuk deformasi
plastis. Energi kinetik dalam sistem
sangat kecil dan dapat diabaikan yang menunjukkan bahwa tidak terdapat
kecepatan nyata dalam sistem, sehingga
dapat juga dipastikan bahwa analisa elemen
hingga merupakan kuasi-statik. Puncak kurva yang ditunjukkan di beberapa lokasi disebabkan oleh interaksi tiba-tiba antara mandrel dengan bagian melintang
dari perisai kolong bagian belakang.
Energi hourglass sangat dapat
diabaikan.� Energi total adalah penjumlahan dari semua energi lain seperti energi kinetik, energi internal, energi hourglass dan energi
lainnya (Joshi et al., 2012).
Secara keseluruhan kesetimbangan energi adalah wajar sehingga
hasil analisa elemen hingga dapat
diterima.
Gambar 10
Kurva Kesetimbangan
Energi
Pembebanan�gaya pada posisi P1, P2 dan P3 dilakukan untuk mengamati perpindahan dan regangan plastis. Peluang terjadinya perpindahan maksimum dan regangan plastis adalah pada posisi P2 yang mempunyai besaran gaya 100 kN. Pada gambar 11 nilai dari perpindahan maksimum yang terjadi untuk masing-masing posisi pembebanan gaya berturut-turut dari P1-Kanan, P1-Kiri,
P3-Tengah, P2-Kanan dan P2-Kiri adalah 8,834 mm,
8,768 mm, 1,175 mm, 12,251 mm dan 12,753 mm. Sedangkan
deformasi yang terjadi pada
perisai kolong bagian belakang setelah pembebanan gaya terakhir pada posisi P2-Kiri dapat dilihat pada gambar 12.
Gambar 11
Perpindahan Maksimum Pada Masing-Masing Posisi
Pembebanan Gaya
Gambar 12
Deformasi Setelah
Pembebanan Gaya Pada Posisi
P2-Kiri
Regangan�plastis adalah kriteria lain yang menjadi dasar penentuan kegagalan perisai kolong bagian belakang.
Regangan plastis diamati di semua bagian dan dibandingkan dengan batas regangan
plastis untuk masing-masing
material yang digunakan (Joshi et al., 2012).
Batas kegagalan regangan plastis untuk material pada bagian perisai kolong belakang adalah 21% sehingga regangan plastik yang terjadi harus kurang
dari nilai ini untuk menghindari
terjadinya robek pada bagian tersebut. Regangan plastis maksimum yang terjadi pada bagian plat dudukan perisai kolong bagian belakang adalah 17,4 % yang ditunjukkan
pada gambar 13.
Gambar 13
Regangan Plastis
Setelah Pembebanan Gaya
Pada Posisi P2-Kiri
Kesimpulan
Desain perisai
kolong bagian belakang dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak 3D CAD. Analisa numerik dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak metode elemen hingga.
Hasil analisa kuasi-statik menunjukkan perpindahan maksimum untuk pembebanan gaya pada posisi P1-Kanan, P1-Kiri, P3-Tengah, P2-Kanan dan P2-Kiri berturut-turut adalah 8,834 mm,
8,768 mm, 1,175 mm, 12,251 mm dan 12,753 mm. Regangan
plastis maksimum yang terjadi pada bagian dudukan plat perisai kolong bagian belakang
adalah 17,4% tetapi masih di bawah nilai batas kegagalan
regangan plastis untuk material tersebut yaitu 21%. Hasil simulasi numerik menunjukkan bahwa perpindahan maksimum yang terjadi pada perisai kolong bagian belakang setelah dilakukan pembebanan gaya adalah kurang dari
400 mm. Selama simulasi berlangsung perisai kolong bagian belakang
tetap terpasang pada bagian chassis.
Abid, H. M., Roslin, E. N., & Jalal, R. I. B. A.
(2019). Performance of rear under-ride protection device (RUPD) during car to
heavy truck rear impact. International Journal of Engineering and Advanced
Technology, 8(6), 3367�3375. https://doi.org/10.35940/ijeat.F9504.088619
Google Scholar
Jaju, S., & Pandare, S. (2016). Rear Underrun
Protection Test (ECE R58) using CAE Simulation. SAE International Journal of
Commercial Vehicles, 9(2), 276�279.
https://doi.org/10.4271/2016-01-8098 Google Scholar
Joseph, G., Shinde, D., & Patil, G. (2013). Design
and Optimization of the Rear Under- Run Protection Device Using LS-DYNA. International
Journal Of Engineering Research And Applications, 3(4), 152�162. Google Scholar
Joshi, K., Jadhav, T. A., & Joshi, A. (2012).
Finite Element Analysis of Rear Under-Run Protection Device (RUPD) for Impact
Loading. International Journal of Engineering Research and Development, 1(7),
19�26. www.ijerd.com Google Scholar
Nasional, B. S. (2009). Perlengkapan Perisai Kolong
Bagian Belakang untuk Kendaraan Bermotor Kategori N2, N3, O3 dan O4.
Perhubungan, K. (2021). Peraturan Menteri
Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 74 Tahun 2021 Tentang Perlengkapan
Keselamatan Kendaraan Bermotor.
Purwanto, E., Maulana, I., & Anggriat, A. (2020).
Jurnal Penelitian Transportasi Darat. Jurnal Penelitian Transportasi Darat,
23(2), 184�192.
https://ojs.balitbanghub.dephub.go.id/index.php/jurnaldarat/article/view/1920/1285
Transportasi, K. N. K. (2020). Laporan Akhir
Investigasi Kecelakaan Tabrak Belakang Mobil Elf E-7027-KA di Jalan Tol Cipali
di KM78+300A, 3 Maret 2019. http://knkt.dephub.go.id/knkt/ntsc_road/Jalan
Raya/2019/KNKT.19.03.05.01.pdf
Wibawa, L. A. N., & Tuswan, T. (2021). Simulasi
numerik kekuatan rak roket portabel menggunakan metode elemen hingga. Jurnal
Teknik Mesin Indonesia, 16(2), 54�59.
http://jurnal.bkstm.org/index.php/jtmi/article/view/242
Google Scholar
�������������
Copyright holder: Endang
Kosasih (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |