Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No.
7, Juli 2022
ETIKA PENGGUNAAN
MEDIA SOSIAL PEMERINTAH DALAM KONTEKS PELAYANAN PUBLIK
Paramudya
Wiratama
Direktorat
Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan
Informatika Republik Indonesia
email: [email protected]
Abstrak
Kajian
ini didasari atas terdapatnya umpan balik negatif dari masyarakat khususnya
warganet terhadap penggunaan media sosial oleh instansi pemerintah, berdasarkan
fenomena tersebut dikaji bagaimana etika komunikasi penggunaan media sosial pada
instansi pemerintah dalam konteks pelayanan publik. Kajian dilakukan dengan
cara studi literatur. Hasil kajian memperlihatkan etika komunikasi pemerintah berperan
penting dalam mendorong keberhasilan pelayanan publik, sehingga harus menjadi
perhatian serius bagi praktisi humas pemerintah dalam berkomunikasi kepada
masyarakat. Penggunaan media sosial pemerintah tidak bisa dipersamakan layaknya
menggunakan media sosial pribadi karena terdapat perbedaan etika dan aturan
main di antara keduanya, jika akun media sosial pribadi secara leluasa dapat
dipergunakan berekspresi demi kepentingan pribadi, maka akun media sosial pemerintah
digunakan semata-mata untuk mendukung pelayanan publik dengan tujuan akhir
mencapai tujuan negara.
Kata Kunci:
etika, komunikasi, media sosial, pemerintah
Abstract
This
study is based on the existence of negative feedback from the community,
especially netizens on the use of social media by government agencies, based on
this phenomenon, it is studied how the ethics of communication using social
media in government agencies in the context of public services. The study was
conducted by means of a literature study. The results of the study show that
government communication ethics plays an important role in encouraging the
success of public services, so it must be a serious concern for government
public relations practitioners in communicating to the public. The use of
government social media cannot be equated with using personal social media
because there are differences in ethics and rules of the game between the two,
if personal social media accounts can freely be used for expression for
personal gain, then government social media accounts are used solely to support
public services. with the ultimate goal of achieving state goals.
Keywords: ethics, communication,
social media, government.
Pendahuluan
Kehadiran media sosial membawa
pengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat, media sosial secara
signifikan telah mengubah gaya berkomunikasi masyarakat, penggunaan media
sosial sebagai tren baru berkomunikasi tak dapat terbantahkan lagi (Setiadi, 2016). Hal ini terjadi seiring pertumbuhan penggunanya yang sekian
masif. Publikasi datareportal.com (2022) mengungkapkan terdapat 191 juta
pengguna media sosial di Indonesia pada bulan Januari tahun 2022, ini setara
dengan 68,9 persen dari total populasi dan mengalami peningkatan sebesar 12,6
persen atau sekitar 21 juta pengguna di banding tahun 2021. Dengan jumlah pengguna
begitu banyak maka hal yang wajar jika media sosial di nilai sebagai saluran efektif
untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat.
Pemerintah dalam rangka menjalankan
fungsi pelayanan publik telah menjadikan media sosial sebagai salah satu opsi dalam
berkomunikasi dengan publik (Hastrida, 2021). Hal ini menjadi penting mengingat faktor komunikasi memiliki
korelasi dengan pelayanan publik. (Koapaha, Warouw, & Rembang, 2018)
mengungkapkan komunikasi merupakan salah satu elemen penting� dan sangat berdampak terhadap proses
pelayanan publik yang baik, namun peranan komunikasi pemerintah dalam konteks
persoalan pelayanan publik merupakan salah satu indikator yang sering luput
dari perhatian pemerintah.
����������� Media sosial
memang terbukti dapat memberikan suasana interaktif di antara penggunanya,
begitu juga dalam hal membangun komunikasi antara pemerintah dan masyarakat,
dengan adanya media sosial akses komunikasi dengan pemerintah terasa kian
dekat, jarak bukan lagi menjadi hambatan,�
kehadirannya seolah memberi jawaban akan rumitnya berkomunikasi dengan
pemerintah di masa lampau, tanpa bertatap muka atau pun melalui prosedur formal
yang panjang masyarakat kini lebih mudah berkomunikasi dengan pemerintah,
manfaat ini sangat positif dalam membangun masyarakat yang informatif. (Hastrida, 2021) mengungkapkan terjalinnya ikatan interaktif antara pemerintah
dengan publik merupakan hakikat dari pengelolaan media sosial pemerintah. Terdapatnya
sikap saling dukung dengan adanya pembagian informasi, kerja sama massal dan
transaksi sosial antara pemerintah dengan konstituennya merupakan indikator
keberhasilan dari media sosial. Publik dapat kesempatan mengekspresikan diri
dan pikirannya, memperoleh kesempatan untuk berbicara,� termasuk juga kesempatan dalam hal memberikan� kritik kepada pemerintah secara langsung dan
terbuka di media sosial.
Namun� dibalik manfaat yang di dapat dari penggunaan
media sosial pemerintah, muncul persoalan baru menyangkut bagaimana etika
pemerintah dalam menggunakan media sosial? Apakah ada kebijakan terkait standar
etika pemerintah dalam berkomunikasi di media sosial? Persoalan ini menarik untuk
dikaji karena penggunaan media sosial merupakan sesuatu yang baru pada instansi
pemerintah, dan realitasnya penggunaan media sosial oleh pemerintah juga mendapatkan
kritikan dari masyarakat. Fenomena terkait penggunaan media sosial pemerintah
pernah diteliti oleh (Karunianingsih & Utomo, 2020)
dalam artikel yang berjudul �Etika Komunikasi Publik bagi Humas Pemerintah
dalam Bermedia Sosial (Studi Kasus pada Akun Twitter @Kemkominfo dan @InfoBMKG).
Dalam penelitian tersebut penulis menyoroti cara komunikasi akun resmi Twitter
Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kemkominfo) yang mendapatkan umpan
balik negatif berupa kritikan dan komentar negatif dari warganet, namun
sebaliknya akun Twitter milik Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG)
justru lebih diterima oleh warganet dalam korelasinya dengan etika komunikasi terhadap
masyarakat sebagai wadah informasi resmi yang dimiliki instansi pemerintah.
Adanya umpan balik
negatif dari masyarakat khususnya warganet terkait etika penggunaan media sosial
pemerintah menandakan terdapatnya permasalahan dalam cara berkomunikasi pemerintah.
Mengingat etika komunikasi adalah hal yang penting dalam pelayanan publik dan
sedangkan dalam praktiknya terdapat umpan balik negatif terhadap etika
komunikasi pemerintah, maka dalam artikel ini akan di kaji bagaimana seharusnya
etika komunikasi penggunaan media sosial pemerintah dalam konteks pelayanan
publik.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang
digunakan dalam kajian ini adalah dengan melakukan studi literatur/studi
kepustakaan. Menurut Zed (2003:3) dalam (Supriyadi, 2016)
studi kepustakaan merupakan �sebagai serangkaian
kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan
mencatat serta mengolah bahan penelitian�. Dalam
kajian ini akan ditelusuri literatur-literatur yang relevan dengan maksud
kajian.
Hasil dan Pembahasan
A.
Etika
Terdapat ragam definisi tentang makna etika, namun istilah ini
selalu berhubungan dengan sikap atau tingkah laku. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) Daring etika adalah �ilmu tentang apa
yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak)�. Menurut
(Yusuf, 2017)
etika memiliki keidentikan sekali dengan suatu ukuran perilaku yang menggambarkan
terkait apa perbuatan yang semestinya diperbuat dan apa pula yang semestinya ditinggalkan.
(Said, 2021) berpandangan bahwa etika adalah sebagai tolak ukur peradaban
bangsa, yang merupakan dasar kehidupan berbangsa dan bernegara, tingginya
peradaban tersebut di nilai dari kepatuhan masyarakat bertindak berdasarkan
aturan main yang telah disetujui secara kolektif.
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa etika pada
intinya berbicara tentang sikap atau tingkah laku� manusia tentang bagaimana bersikap baik dan
benar dan menghindari apa yang tidak elok sebagai landasan kehidupan berbangsa
dan bernegara.
B.
Tujuan Negara
sebagai Landasan Komunikasi Pemerintah
Pelaksana humas pemerintah atau dikenal juga sebagai praktisi
humas pemerintah sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 Ayat (3) Peraturan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: Per/12/M.PAN/08/2007
tentang Pedoman Umum Hubungan Masyarakat di Lingkungan Instansi Pemerintah bahwa� �Praktisi humas pemerintah adalah individu
yang pekerjaan dan jabatannya melakukan fungsi humas dan komunikasi pada lembaga
pemerintahan.� Berdasarkan peraturan ini jelas bahwa fungsi humas pemerintah
berkaitan dengan tugas pemerintah. Pemerintah sendiri sebagai bagian dari
negara tugasnya berkaitan dengan pencapaian tujuan negara, sebagaimana
dijelaskan oleh C.S.T. Kansil (1985) dalam (Saputra, 2017)
bahwa �Pemerintah ini sebagai alat untuk bertindak demi kepentingan rakyat,
untuk mencapai tujuan negara sebagaimana tertera dalam Alinea ke IV Pembukaan
UUD Tahun 1945�. Erliana Hasan (2005) dalam�
Hariyanto dan�
Juniari C (2019:29) menjelaskan bahwa �komunikasi pemerintahan
adalah penyampaian ide, program, dan gagasan pemerintah kepada masyarakat dalam
rangka mencapai tujuan negara�.
Salah satu tujuan negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam
UUD 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, ini merupakan tujuan negara yang
harus menjadi fokus penyelenggaraan negara, hal tersebut harus dijadikan
panduan bagi siapa pun yang diberi amanat sebagai pelaksana tujuan negara dan
harus diaplikasikan oleh setiap unsur-unsur penyelenggara negara yang bertindak
atas nama pemerintah tak terkecuali bagi setiap orang yang diberi tugas dalam
menjalankan fungsi humas di instansi pemerintahan. Jadi sebagai bagian dari
alat yang tugasnya berkaitan dengan pemerintahan fungsi humas pemerintah tidak
boleh lari dari prinsip-prinsip dasar tujuan negara, humas pemerintah harus
memastikan bahwa setiap komunikasi yang disampaikan kepada masyarakat
benar-benar harus sesuai dengan tujuan negara, termasuk dalam hal ini
komunikasi pemerintah melalui media sosial.
C.
Komunikasi Pemerintah
sebagai Unsur Pelayanan Publik
(Rohayatin et al., 2017)
mengungkapkan perlunya bagi aparatur pemerintah memberikan pelayanan publik yang
selalu berorientasi terhadap kepentingan masyarakat (publik), mengingat pelayanan
publik sebagai salah satu unsur yang berharga dalam organisasi pemerintah.
�Menurut (Larasari, 2008), pelayanan publik merupakan segala ragam pelayanan yang
dilakukan oleh aparatur pemerintah di sektor publik mengacu kepada kebutuhan
publik untuk menyediakan barang dan atau jasa sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Terkait hal ini institusi pemerintah bertindak
sebagai perangkat pemberi layanan dan merupakan satu di antara fungsinya yang
penting dan utama.
Komunikasi pemerintah sebagai bagian dari pelayanan publik di atur
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik, dalam Pasal 5 Ayat (1) UU tersebut dijelaskan bahwa:
�Ruang lingkup pelayanan publik meliputi pelayanan barang publik
dan jasa publik serta pelayanan administratif yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan�.
Selanjutnya dalam ayat (2) dijelaskan bahwa:
�Ruang lingkup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan
informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial, energi, perbankan,
perhubungan, sumber daya alam, pariwisata, dan sektor strategis lainnya.�
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa pelayanan publik
merupakan suatu tindakan pemerintah yang berorientasi kepada kepentingan publik
dengan memberikan layanan kepada masyarakat, salah satu ruang lingkup dari
pelayanan publik tersebut adalah komunikasi dan informasi, mengingat hal ini
maka dalam melakukan komunikasi kepada masyarakat tenaga humas atau praktisi
humas pemerintah harus berorientasi kepada kepentingan publik yang mengacu
kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
D.
Korelasi Etika
Komunikasi Pemerintah dengan Pelayanan Publik
Dalam beberapa literatur dijelaskan mengenai keterkaitan antara
etika komunikasi dan pelayanan publik (Aprilia & Nurchotimah, 2022)
mengungkapkan pentingnya komunikasi pemerintahan dalam menentukan keberhasilan
pelayanan publik demi mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, mengingat
kedudukan� pemerintah sebagai aktor dalam
menyampaikan informasi dan mempengaruhi masyarakat untuk berpartisipasi dalam
hal pembangunan sumber daya masyarakat.
(Aminulloh, Setyawan, & Fauzan, 2014) berdasarkan
penelitiannya memberikan beberapa kesimpulan bahwa terdapatnya pengaruh positif
dan signifikan komunikasi terhadap pelayanan publik, terdapatnya pengaruh
positif dan signifikan etika terhadap pelayanan publik, dan juga terdapatnya
pengaruh positif dan signifikan komunikasi dan etika terhadap pelayanan publik.
Selain itu terdapatnya juga pengaruh positif dan signifikan perilaku arogansi
dan sikap apatisme terhadap pelayanan publik, terdapatnya juga pengaruh positif
dan signifikan komunikasi terhadap pelayanan publik melalui perilaku arogansi
dan sikap apatisme masyarakat, kemudian terakhir terdapatnya� pengaruh positif dan signifikan� etika terhadap pelayanan publik melalui
perilaku arogansi dan sikap apatisme masyarakat.
Berdasarkan literatur di atas dapat dipahami bahwa terdapatnya
korelasi antara etika komunikasi terhadap pelayanan publik, etika komunikasi
yang baik akan memberikan dampak yang baik terhadap kualitas pelayanan publik, dan
tentunya apabila aparatur negara tidak bijak dalam berkomunikasi tanpa memperhatikan
etika komunikasi dapat berakibat negatif terhadap keberhasilan pelayanan publik,
sehingga dapat di simpulkan etika komunikasi pemerintah berperan penting dalam
mendorong keberhasilan pelayanan publik, sehingga harus menjadi perhatian
serius bagi praktisi humas pemerintah dalam berkomunikasi kepada masyarakat.
E.
Etika Penggunaan
Media Sosial Pemerintah
Perkembangan teknologi yang kian maju juga berdampak pada kecondongan
perubahan rangkaian� tindakan humas
pemerintah atau GPR (Ramadani, 2019). Perubahan tersebut di tandai dengan beralihnya pola komunikasi
pemerintah dari cara-cara konvensional ke cara-cara digitalisasi, ini juga
merupakan respons terhadap� perubahan
perilaku komunikasi masyarakat saat ini.
Salah satu bentuk perubahan komunikasi pemerintah tersebut adalah
dengan penggunaan media sosial dalam menyampaikan pesan kepada masyarakat.
Media sosial menurut KBBI Daring Kemdikbud adalah �laman atau aplikasi yang memungkinkan pengguna dapat membuat dan berbagi
isi atau terlibat dalam jaringan sosial�. Media sosial pada intinya adalah
media yang berbasis online memiliki fitur-fitur interaktif untuk berkomunikasi
dengan sesama penggunanya.
Pemerintah telah menerbitkan peraturan terkait penggunaan media
sosial pemerintah melalui Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2012 tentang Pedoman
Pemanfaatan Media Sosial Instansi Pemerintah. Aturan ini sebagai acuan bagi
instansi pemerintah dalam menyebarkan informasi dan komunikasi kepada
masyarakat, prinsip media sosial humas pemerintah menurut peraturan ini adalah:
�1. kredibel, yakni menjaga kredibilitas sehingga informasi yang
disampaikan akurat, berimbang, dan keterwakilan; 2. integritas, yakni
menunjukkan sikap jujur dan menjaga etika; 3. profesional, yakni memiliki
pendidikan, keahlian, dan keterampilan di bidangnya; 4. responsif, yakni
menanggapi masukan dengan cepat dan tepat; 5. terintegrasi, yakni menyelaraskan
penggunaan media sosial dengan media komunikasi lainnya, baik yang berbasis
internet (on-line) maupun yang tidak berbasis internet (off-line);
6. keterwakilan, yakni pesan yang disampaikan mewakili kepentingan instansi
pemerintah, bukan kepentingan pribadi.�
Prinsip-prinsip di atas merupakan pedoman bagi setiap individu praktisi
humas pemerintah di dalam berkomunikasi menggunakan akun media sosial
pemerintah. Prinsip-prinsip tersebut perlu diteladani dengan baik untuk
menghindari timbulnya umpan balik negatif dari warganet, setiap pesan atau
konten informasi yang dimuat harus benar-benar memperhatikan keenam variabel tersebut,
penting untuk selalu diingat bahwa etika komunikasi pemerintah berkorelasi
dengan keberhasilan pelayanan publik.
F.
Perbedaan Pengelolaan
Media Sosial Pribadi dan Media Sosial Pemerintah.
Mengamati penggunaan media sosial di Indonesia, perbedaan pengelolaan
media sosial pemerintah dengan media sosial pribadi dapat dilihat dari beberapa
aspek yakni: siapa pengelola, kegunaan, aturan main, dan juga pendanaannya.
Akun media sosial pribadi biasanya dikelola secara pribadi, digunakan untuk
kepentingan pribadi atau kepuasan pribadi, tidak ada norma-norma/aturan/pedoman
khusus yang mengatur tentang fungsi dan tujuannya, pedomannya hanya norma-norma
umum atau aturan yang berlaku untuk semua masyarakat, seperti halnya UU ITE
yang berlaku untuk seluruh penggunaan media sosial. Sedangkan media sosial yang
dikelola pemerintah adalah media sosial yang dikelola oleh unsur pemerintah, difungsikan
untuk kepentingan negara/pemerintah/pelayanan publik dan tanggung jawabnya
berdasarkan fungsi, tugas atau kewenangan yang di miliki oleh pemerintah, selain
berpedoman kepada aturan umum juga terdapatnya aturan atau pedoman khusus dalam
penggunanya. Terbitnya instrumen hukum yang mengatur tentang tata cara penggunaan
media sosial pemerintah menandakan penggunaan media sosial pemerintah di atur
secara khusus, dari sisi SDM pun media sosial pemerintah biasanya di kelola
oleh unsur pemerintah, dan jika terdapat biaya dalam produksi kontennya maka
akan dibebankan kepada pemerintah. Berdasarkan uraian di atas maka dapat
dipetakan sebagai berikut perbedaan di antara keduanya:
|
Media
Sosial dikelola Pribadi |
Media
Sosial dikelola Pemerintah |
Pengelola |
Perorangan/Individual/secara
pribadi |
Dikelola
oleh pemerintah melalui individu terpilih/praktisi atau tenaga humas terpilih |
Fungsi/Kegunaan |
Difungsikan
untuk kepentingan atau kepuasan�
pribadi |
Difungsikan
untuk kepentingan pemerintah/negara, publik/masyarakat/berorientasi pada kepentingan
publik |
Aturan
hukum yang mengikat/yang dipedomani |
Berdasarkan
norma umum/aturan hukum yang berlaku umum |
Selain
aturan umum, terdapat instrumen hukum khusus atau pedoman khusus di dalam peruntukannya. |
Pembiayaan |
Biaya
yang dikeluarkan untuk pembuatan konten berasal dari biaya pribadi |
Jika
terdapat biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan konten, maka dibebankan ke
pemerintah |
Pentingnya mengidentifikasi perbedaan di atas adalah untuk mengingatkan
para pengelola media sosial pemerintah agar terhindar dari sudut pandang
pribadi dalam memanfaatkan media sosial pemerintah, ketika suatu akun media
sosial ditetapkan sebagai akun resmi pemerintah maka secara otomatis penggunanya
harus sesuai dengan tugas dan fungsi pemerintah. Hal penting yang mesti selalu
di ingat bahwa media sosial pemerintah merupakan wajah pemerintah di dunia
maya, untuk itu penggunanya harus beradab sesuai dengan pedoman dan aturan yang
berlaku.
Kesimpulan
Penggunaan media sosial
bagi pemerintah dalam mendukung pelayanan publik adalah wujud adaptasi
pemerintah menghadapi perubahan pola komunikasi masyarakat, media sosial
dinilai mampu memberikan suasana interaktif antara pemerintah dan masyarakat,
namun penggunaan� media sosial dalam
mendukung pelayanan publik harus tetap memperhatikan etika dan tujuan negara. Dari
beberapa literatur terkait etika komunikasi pemerintah dan pelayanan publik menunjukkan
terdapatnya korelasi antara etika komunikasi dan pelayanan publik, ini
merupakan elemen yang saling mempengaruhi, ketika etika komunikasi diabaikan
maka dapat berdampak kepada pemberian umpan balik negatif kepada pemerintah,
sebaliknya jika etika komunikasi pemerintah dijaga dengan baik maka dapat
mendorong keberhasilan pelayanan publik kepada masyarakat.
Penggunaan media sosial
pemerintah tidak bisa dipersamakan layaknya menggunakan media sosial pribadi
karena terdapat perbedaan etika dan aturan main di antara keduanya, jika akun
media sosial pribadi secara leluasa dapat dipergunakan berekspresi demi kepentingan
pribadi, maka akun media sosial pemerintah digunakan semata-mata untuk mendukung
pelayanan publik dengan tujuan akhir mencapai tujuan negara. Oleh karena itu, bagi
praktisi humas pemerintah khususnya yang mengelola media sosial pemerintah
harus bisa membedakan fungsi ini, ketika mengelola media sosial pemerintah maka
orientasinya adalah kepentingan publik dan segala kebiasaan yang menyangkut
kepentingan pribadi harus dikesampingkan, dan perlu ditekankan bahwa media
sosial pemerintah merupakan wajah pemerintah di dunia maya, untuk itu penggunanya
harus secara beradab sesuai dengan pedoman dan aturan yang berlaku.
Pemerintah melalui
PermenPANRB No. 83 tahun 2012 telah memberikan pedoman bagi praktisi humas pemerintah
dalam pengelola media sosial pemerintah, pedoman ini perlu direalisasikan� dengan baik agar tidak terjadi lagi hal-hal
yang dapat merusak citra pemerintah sebagai pelayan publik.
Aminulloh, Akhirul, Dody Setyawan, & Fahmi Fauzan. (2014).
Model komunikasi, sifat arogansi dan etika komunikasi pemerintah menuju
pelayanan publik prima. Jurnal Ilmu Komunikasi, 12(2), 98�108. Google Scholar
Aprilia, Icha Annisa & Aulia Sholichah Iman Nurchotimah. (2022). Peran
Komunikasi Pemerintah Untuk Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan
Publik. Communication, 13(1), 70 � 85. Google Scholar
Digital 2022: Indonesia https://datareportal.com/reports/digital-2022-indonesia
Etika. 2016. Kamus Besar Indonesia(KBBI) Daring. Retrieved from
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/etika
Hariyanto, Eri dan Desak Ketut�
Juniari C. (2019). Komunikasi Publik di Era Industri
4.0:
Pelajaran dari Strategi Komunikasi Pemerintah Mengkomunikasikan Utang kepada
Masyarakat. Jakarta: @jualinbukumu. Retrieved from https://play.google.com/
Hastrida, Andhini. (2021). Proses Pengelolaan Media Sosial Pemerintah :
Manfaat dan Risiko. Jurnal Penelitian Komunikasi dan Opini Publik, 25(2),
149�165. Google Scholar
Karunianingsih,
Diyah Ayu & Ardian Setio Utomo. (2020). Etika Komunikasi Publik
Bagi
Humas Pemerintah Dalam Bermedia Sosial (Studi Kasus Pada Akun Twitter
@Kemkominfo dan @Infobmkg). Jurnal Heritage, 8(2), 127�144. Google Scholar
Koapaha, Adjeng Putri, Desie Warouw, & Max Rembang. (2018). Peranan Komunikasi
Pemerintah Dalam Meningkatkan Pelayanan Kepada Masyarakat (Studi Pada
Pemerintah Kelurahan Bengkol Kecamatan Mapanget). Acta Diurna Komunikasi,
7(3). Google Scholar
Larasati, Endang. (2008). Reformasi Pelayanan Publik (Public Services
Reform) dan Partisipasi Publik. Dialogue: Jurnal Ilmu Administrasi dan
Kebijakan Publik. 5 (2). 254-267. Google Scholar
Media Sosial. 2016. Menurut Kamus Besar Indonesia (KBBI) Daring. Retrieved from
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/media%20sosial
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:
Per/12/M.PAN/08/2007
tentang Pedoman Umum Hubungan Masyarakat di Lingkungan Instansi Pemerintah
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Republik
Indonesia
Nomor 83 Tahun 2012 tentang Pedoman Pemanfaatan Media Sosial Instansi Pemerintah
Ramadani, Thoriq. (2019). The implementation of public communication
management policy at Ministry of Energy and Mineral Resources. Jurnal Borneo
Administrator. Google Scholar
Rohayatin, Titin, Tulus Warsito, Ulung Pribadi, Achmad Nurmandi, Wahyudi Kumorotmo,
& Suranto. (2017). Faktor Penyebab Belum Optimalnya Kualitas Penyelenggaraan
Pelayanan Publik dalam Birokrasi Pemerintahan. Jurnal Caraka Prabu, 1(01),
22�36. Google Scholar
Said, Harmoko M. (2021). Menggagas Peradilan Etik Penyelenggara Negara Di
Indonesia. SASI, 27(1), 24�37. Google Scholar
Saputra, Roy. (2017). Fungsi-Fungsi Aparat Pemerintah dalam Mewujudkan
Tujuan Negara. Supremasi Hukum: Jurnal Kajian Ilmu Hukum, 6(2). Google Scholar
Setiadi, Ahmad. (2016). Pemanfaatan media sosial untuk efektifitas
komunikasi. Cakrawala-Jurnal Humaniora, 16(2). Google Scholar
Supriyadi, Supriyadi. (2017). Community of Practitioners: Solusi
Alternatif Berbagi Pengetahuan antar Pustakawan. Lentera Pustaka: Jurnal
Kajian Ilmu Perpustakaan, Informasi Dan Kearsipan, 2(2), 83�93. Google Scholar
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik
Yusuf, Imam Maulana. (2017). Etika vs etiket (Suatu telaah tentang
tuntutan dan tuntunan dalam penyelenggaraan pelayanan publik). Moderat:
Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, 3(2), 60�78. Google Scholar
Copyright
holder: Paramudya Wiratama (2022) |
First publication
right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is
licensed under: |