Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol.
7, No. 6, Juni 2022
PENYIMPANGAN MORFOLOGI DALAM BENTUK PELESAPAN KONFIKS DALAM
TEKS SASTRA (PUISI)
Indramini, Rukayah, Aziz Thaba, Abdul
Kadir, Asriani Abbas
Universitas Muhammadiyah Makassar, Universitas
Negeri Makassar, Lembaga Swadaya Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Matutu
Sulawesi Selatan, Universitas Puangrimaggalatung Sengkang, Universitas Hasanuddin
Email: [email protected], [email protected], [email protected],
[email protected], [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan penyimpangan
morfologi berupa pelesapan konfiks dalam teks sastra berupa puisi yang dikarang oleh Sutardji Calzoum Bachri. Sumber
data dalam penelitian ini adalah buku kumpulan puisi Sutardji Calzoum Bachri, O,
Amuk, Kapak yang berisi 69 puisi. Data dianalisis
dengan teknik deskriptif interaktif yang meliputi empat tahapan yaitu pengumpulan
data, reduksi data, penyajian
data, dan penarikan kesimpulan
dan verifikasi. Hasil penelitian
ditemukan tiga bentuk konfiks
yang mengalami pola pelesapan (penyimpangan morfologis) yaitu
konfiks me- kan, me- i, dan pe- an. Sutardji sengaja menghilangkan salah satu
unsur konfiks untuk mendapatkan efek estetik, sehingga pembaca dapat memaknai
secara luas dan mengetahui kesan estetiknya.
Kata Kunci: penyimpangan, morfologi, konfiks, sastra, puisi, estetik
Pendahuluan
Salah satu cara yang dilakukan oleh penyair seperti Amir
Hamzah, Chairil Anwar, dan Sutardji Calzoum Bachri dalam berkarya adalah dengan
menggunakan deviasi atau penyimpangan bahasa. Deviasi merupakan kelainan
konstruksi kata atau penyimpangan terhadap bahasa baku. Seorang penyair
memiliki lisensi puitika, yaitu kebebasan seorang penyair melakukan deviasi. Terdapat
beberapa bentuk deviasi, yaitu deviasi morfologis, fonologis, sintaksis,
dialek, register, semantis, grafologis, serta deviasi historis. Pada penelitian
ini penulis akan berfokus pada deviasi morfologis yaitu bentuk deviasi yang
ditandai dengan penggunaan afiksasi, reduplikasi maupun komposisi yang tidak
tepat.
Kekhasan penyair mempertahankan
eksistensinya dengan melakukan deviasi, misalnya pada penyair Amir Hamzah yang
terkenal sebagai Raja Penyair Pujangga Baru merupakan sastrawan Indonesia
angkatan Pujangga Baru. Amir Hamzah Melakukan deviasi pada puisinya berjudul Sebab
Dikau. Pada Baris Maka merupa di datar layar mengalami deviasi dalam
bidang morfologi. Kata merupa mengalami pola pertukaran prefiks /ber/ menjadi
/me/. Seharusnya kata yang baku adalah berupa bukan merupa.
Kemudian Chairil Anwar yang
dikenal sebagai si Binatang Jalang dari karyanya berjudul Aku adalah seorang pelopor angkatan 45 dan puisi modern Indonesia.
Chairil Anwar melakukan deviasi pada puisinya berjudul Sajak Putih. Pada
Baris Kau depanku bertudung sutra senja kata depanku mengalami
deviasi dalam bidang sintaksis yaitu pelesapan kata depan /di/ pada kata di
depanku menjadi depanku.
Selanjutnya Sutardji Calzoum Bachri yang merupakan seorang
pelopor sastrawan angkatan 1970-an lahir di Riau 1941 (Ensiklopedia Sastra Indonesia, 2021).
Kumuplan sajaknya berjudul O Amuk Kapak banyak mengalami deviasi dalam
bidang morfologi. Pada puisinya yang berjudul Dapatkau terjadi deviasi
morfologi. Baris dapatkau nyeberangkan sungai? mengalami deviasi morfologis
pada kata nyeberangkan yaitu pola pelesapan salah satu unsur konfiks me-kan. Seharusnya
kata yang baku menyeberangkan. Selanjutnya pada puisinya yang terkenal berjudul
Tragedi Winka dan Sikha. Pada kata winka mengalami deviasi morfologis pola
variasi urutan, seharusnya kata yang benar adalah kawin namun menjadi winka,
dan kata sihka yang juga mengalami deviasi morfologis pola variasi urutan,
seharusnya kata yang benar adalah kasih.
Berdasarkan pola pembentukan
deviasi, yaitu pola variasi urutan atau pembalikan suku kata, terdapat makna
yang ingin disampaikan Sutardji dengan membalik dua kata tersebut yaitu kawin
menjadi winka dan kasih menjadi sihka. Makna yang ingin disampaikan dari kata
winka mengenai perkawinan yang berantakan dan berujung perpisahan dan kaat sihka
yaitu kasih antara suami istri yang telah berbalik menjadi benci. Oleh karena
itu, pentingnya melakukan deviasi dapat diketahui dari contoh puisi tersebut,
penyair melakukan deviasi untuk mendapatkan makna yang lebih dalam, estetik,
serta ciri khas terhadap karyanya.
Karya penyair seperti Sutardji
Calzoum Bachri sangat kaya akan deviasi khusunya deviasi morfologis, sehingga
penggunaan deviasi yang dilakukan oleh Sutardji Calzoum Bachri menjadi hal yang
menarik untuk dikaji secara ilmiah.
Penelitian ini difokuskan pada deviasi morfologis karena keunikan karya
Sutardji Calzoum Bachri yang lebih banyak bermain pada wilayah morfologi.
Penulis akan mengaitkan bentuk deviasi morfologis puisi Sutardji Calzoum Bachri
yang mampu mencapai tujuan efek estetik karena puisi merupakan salah satu karya
sastra yang mengandung aspek puitik. Selain itu, belum ada penelitian
sebelumnya yang mengaitkan deviasi morfologis dengan bentuk estetik karya
sastra.
Teori yang penulis gunakan untuk mengkaji bentuk deviasi morfologis� pada penelitian ini adalah teori yang
dicetuskan oleh Jan Mukarovsky seorang pengikut aliran strukturalisme praha
yang memperkenalkan Teori Estetika dalam bukunya Aesthetic Function Norms.
Mukarovsky berpendapat bahwa efek estetik dalam sebuah karya sastra dihasilkan
melalui fungsi puitika bahasa, dengan mengubah struktur fonologi, gramatikal
dan sintaksis. Selain itu, untuk mengetahui pola penyimpangan gramatikal puisi
Sutardji Calzoum Bachri, penulis menggunakan enam pola menurut (Darwis, 2011), yaitu pola pelesapan, pola pertukaran, pola analogi, pola variasi
sinonim/bentuk, pola variasi urutan dan pola inkorporasi.
Contoh bentuk deviasi morfologis afikasasi yaitu pada puisi
Chairil Anwar Cintaku Jauh di Pulau pada kata berpeluk yang seharusnya
berpelukan, dan pada puisi berjudul Sajak Putih pada kata meriak yang
seharusnya beriak. Kemudian bentuk deviasi morfologis reduplikasi pada kata tulang-tulang
seharusnya kata yang benar adalah tulang-belulang dan kata selam-berselam
yang seharusnya saling menyelami. Selanjutnya contoh bentuk deviasi morfologis
komposisi pada kata berbiak kata yang benar seharusnya berkembang
biak.
Terdapat enam pola dalam penyimpangan gramatikal dalam puisi
yaitu, (1) pola pelesapan, (2) pola pertukaran, (3) pola analogi, (4) pola variasi
sinonim/bentuk, (5) pola variasi urutan, (6) pola inkorporasi (Darwis, 2010). Penggunaan pola
tersebut, terkadang ada pola yang mengikuti pola lain misalnya, pola variasi
urutan kata dan pola variasi sinonim/bentuk diikuti pola pelesapan (Akrom, 2012).
Pola pelesapan memiliki
tiga kaidah yaitu, (1) pelesapan afiks-afiks tertentu yang terdapat dalam
bahasa sehari-hari. Afiks-afiks yang sering mengalami pelesapan yaitu, prefiks me-,
ber-, ter- sufiks -i, -kan, -an,-nya, konfiks me-kan, me-i,
pe-an, ke-an, dan simulfilks memper-kan. (2) pelesapan morfem atau
kata ulang dalam reduplikasi, (3) pelesapan morfem-morfem tertentu dari kata
majemuk (Darwis, 2011). Contoh pelesapan
atau penghilangan prefiks ber- pada salah satu baris puisi Chairil Anwar
waktu jalan. Aku tidak tahu pa nasib waktu? Kata yang seharusnya
adalah berjalan.
Pada pola pertukaran, bentuk
dasar yang biasanya diberi prefiks ter- seperti pada kata terkesiap diberi
prefiks ber- menjadi berkesiap. Atau bentuk dasar yang lazimnya
diberi afiks di-kan diberi prefiks ter-. Seperti pada kata disebabkan
menjadi tersebab.
Bentuk analogi diambil
dari bentuk yang telah ada. Misalnya bentuk analogi saksi bisu dianalogikan
dengan dinding bisu (Akrom, 2012).
Ditandai oleh usaha
subsitusi secara paradigmatis terhadap kata atau frasa yang dianggap klise
dengan kata ata frasa lain yang bersinonim. Termasuk dalam pergantian
antarafiks yang mempunyai kemiripan dari segi peran semantis. Misalnya variasi
sinonim/bentuk prefiks meng- dan ber- (Darwis, 2011). Contoh kata mengering
menjadi berkering, dan kata berjuta-juta menjadi menyejuta.
Pola variasi urutan seperti
pada puisi Chairil Anwar yang terkenal dengan judul Tragedi Winka dan Sihka.
Pada kata kawin mengalami pola variasi urutan suku kata menjadi Winka,
dan kata kasih �menjadi sihka.
����� Pola inkorporasi
meleburkan dua kata atau lebih dari kata yang berlainan untuk memadatkan makna
melalui pendayagunaan afiks-afiks tertentu. Contohnya Menjadi berjuta-juta
menjadi menyejuta, cari-cari muka �menjadi bermuka-muka (Darwis, 2011).
Pada puisi yang berjudul sarapan sebelum tidur karya Aan Mansyur
terdapat jenis deviasi dalam karya sastra yaitu deviasi morfologis. Bentuk
deviasi morfologis tersebut berupa kata pohonan. Kata tersebut merupakan bentuk
deviasi morfologis karena mengalami penghilangan salah satu unsur konfiks pe-an,
kata yang seharusnya adalah pepohonan (Susanto, 2017: 7).
Penyimpangan morfologis atau deviasi morfologis ini juga sering dilakukan oleh
Rendra, dengan menggunakan kata nangis untuk mengganti kata menangis
(Solihati, 2014: 43).
Jenis
penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang didasarkan pada beberapa
konsep dan prinsip penelitian kualitatif. Beberapa konsep yang dimaksud adalah
(1) data merupakan data verbal, (2) penelitian bersifat deskriptif, (3)
diorentasikan pada pemahaman makna, (4) mengutamakan hubungan secara langsung
antara peneliti dengan dunia yang diteliti, dan (5) mengutamakan peran peneliti
sebagai instrumen kunci (Moleong, 2016).�
Penelitian ini dilaksanakan
mulai bulan Januari 2022
sampai Maret 2022
mulai dari perencanaan penelitian hingga penulisan laporan. Tempat penelitian
dilaksanakan di Makassar.
Desain penelitian yang digunakan adalah
pendekatan analisis konten. Peneliti terlebih dahulu membaca kumpulan Puisi
Sutardji Calzoum Bachri, kemudian mengumpulkan data bentuk deviasi morfologis
afiksasi, reduplikasi dan komposisi. Setelah data terkumpul, peneliti kemudian
menganalisis bentuk deviasi morfologis tersebut berdasarkan beberapa pola
penyimpangan gramatikal menurut Darwis (2011). Selanjutnya, untuk
mengetahui bentuk deviasi morfologis yang mencapai efek estetik, peneliti
menggunakan pendekatan hermeneutik menurut Schlaiermacher yaitu dengan
menganalisis unsur kebahasaan dan menginterpretasi makna dari bentuk deviasi
morfologis tersebut.
Fokus penelitian ini adalah penemuan wujud deviasi morfologis dan bentuk deviasi yang mampu mencapai
efek estetik pada kumpulan puisi Sutardji Calzoum Bachri, O, Amuk, Kapak.
Data penelitian ini adalah keterangan
atau bahan nyata yang dijadikan kajian atau analisis. Data tersebut menyangkut
kata yang mengandung deviasi morfologis. Sumber data adalah subjek data
diperoleh yang menjadi dasar pengambilan atau tempat untuk memeroleh data yang
diperlukan. Sumber data dalam penelitian ini adalah buku kumpulan puisi Sutardji
Calzoum Bachri, O, Amuk, Kapak yang berisi 69 puisi.
Instrumen dalam penelitian ini adalah
peneliti sendiri sebagai instrumen utama dengan menggunakan perangkat keras
komputer serta perangkat lunak seperti Microsoft
Word dan Mendeley.
Pada
tahap ini peneliti melakukan pengumpulan data dengan teknik studi pustaka dan
dokumentasi. Berikut langkah-langkah yang penulis lakukan dalam teknik
pengumpulan data.
1. Langkah pertama adalah mengumpulkan data, setelah semua data
terkumpul kemudian data yang ada tersebut diperiksa dengan cara membaca dan
memahami deviasi morfologis buku kumpulan puisi Sutardji Calzoum Bachri, O,
Amuk, Kapak secara berulang-ulang.
2. Langkah kedua adalah seleksi data, setelah semua data
diperiksa, kemudian dilakukan teknik catat yaitu dengan mencatat kata atau
kalimat yang ada pada sumber data. kemudian peneliti mengidentifikasikan bentuk
penyimpangan bahasa (deviasi) yang terdapat pada objek data serta menandai kata
atau kalimat, dilanjutkan dengan mencatatat serta memberi nomor pada kata atau
kalimat yang sudah ditandai tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan penulis
dalam mencari dan mengelompokkan data.
3. Langkah ketiga yaitu pengelompokan data. Data yang sudah
diseleksi kemudian dikelompokkan menjadi satu.
Pengelompokan
data didasarkan pada bentuk deviasi�
morfologis.
Teknik analisis data yang
dilakukan pada penelitian ini menurut Miles dan Huberman (dalam Moleong, 2016) yaitu reduksi data,
penyajian data, kesimpulan dan verifikasi.
Bentuk-bentuk
konfiks yang mengalami pola pelesapan yaitu konfiks me- kan, me- i, dan pe- an.
Uraian lebih lanjut mengenai data tersebut sebagai berikut.
1.
Konfiks Me- kan
Penulis
menemukan tujuh data bentuk konfiks me- kan pada kumpulan puisi O, Amuk, Kapak
karya Sutardji. Uraian lebih lanjut mengenai pola pelesapan konfiks me- kan
sebagai berikut.��
...
bulan
di atas kolam kasikan ikan! bulan di jendela��
kasikan remaja! daging di atas paha berikan bosan!
....
(Data 002, puisi 1 Ah, bait
5 baris 2, hlm. 4)
Berdasarkan
kutipan data 002, terdapat kata berikan yang merupakan bentuk
deviasi morfologis dengan pola pelesapan afiksasi yaitu penghilangan salah satu
bagian konfiks yaitu mem- sehingga tidak sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia
baku. Kata yang berterima dalam bahasa Indonesia atau sesuai dengan ejaan
bahasa Indonesia baku adalah kata memberikan. Kata memberikan
berasal dari kata dasar beri dan merupakan bentuk kata verba.
Setelah
menganalisis lebih lanjut kutipan pada data 002 di atas, kata berikan yang
dimaksud oleh Sutardji bermakna memberikan, akan tetapi kata berikan apabila
sesuai dengan EBI memiliki makna ganda yaitu ada ikannya. Bentuk konfiks yang
juga mengalami pola pelesapan� me- kan
juga terdapat pada data 009 berikut.
nyeberangkan
sungai
����������������������������������� ke
negeri asal�
����������������������� ....
(Data 009, puisi 4 Dapatkau,
bait 1 baris 1, hlm. 6)
Berdasarkan
kutipan data 009 di atas, terlihat bentuk deviasi morfologis dengan pola
pelesapan afiksasi berupa penghilangan salah satu unsur konfiks yaitu me- pada
kata nyeberangkan, kata yang lazim digunakan dan berterima dalam
bahasa Indonesia seharusnya kata menyeberangkan yang berasal dari
kata dasar seberang merupakan bentuk kata nomina, mendapatkan
imbuhan berupa konfiks me- kan. Salah satu alasan penyair menggunakan kata nyeberangkan
adalah untuk mendapatkan efek estetik dengan kesan pengharapan. pola pelesapan
konfiks me- kan diperkuat pada data 049 berikut.
...
jam
ngucurkan����������
detak nanah
(Data
049, puisi 54 Nuh, bait 1 baris 4, hlm. 49)
Hal yang sama pada data 002 dan data 009 juga ditemukan pada data
049 di atas. Kata ngucurkan yang berada pada bentuk klausa jam ngucurkan
merupakan bentuk kata yang tidak baku. Kata yang baku atau berterima dalam
bahasa Indonesia seharusnya kata mengucurkan. Kata megucurkan
berasal dari kata dasar kucur yang merupakan bentuk kata verba.
Kata ngucurkan pada kalusa jam ngucurkan berada pada larik terakhir yang
mengikuti nomina jam di depannya.
2.
Konfiks Me- i
Bentuk konfiks me- i terdapat pada data 046 dalam kumpulan puisi O,
Amuk, Kapak karya Sutardji Calzoum Bachri yang penulis uraikan sebagai
berikut.
kemarau parau
arwah ikan ngarung langit
����������� ....
�����������
(Data
046, puisi 46 Sajak Babi III, bait 1 baris 2, hlm. 44)
Kata ngarung yang terdapat pada klausa arwah ikan
ngarung langit merupakan bentuk kata yang tidak baku. Kata ngarung menjadi
tidak baku karena kehilangan unsur konfiks me- i, seharusnya kata yang baku
atau sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia adalah kata mengarungi.
Kata mengarungi berasal dari kata dasar arung. Kata ngarung yang
berada pada tengah larik mengikuti nomina arwah ikan. Sutardji sengaja
menggunakan kata arung untuk mendapatkan efek estetik dengan kesan pengaharapan
serta sebagai ciri khas dalam berkarya.
3.
Konfiks Pe- an
Bentuk pelesapan konfiks pe- an terdapat pada data 051 dan data
056 pada kumpulan puisi O, Amuk, Kapak karya Sutardji Calzoum Bachri.
Uraian lebih lanjut penulis uraikan sebagai berikut.
...
����������������������� sama pohonan
����������������������������������� sama
batu-batu
(Data 051, puisi 57 Hujan, bait 1 baris 4, hlm. 50)
kubuka jendela taman berjalan����������
di antara pohonan sungai menjalar
...
(Data 056, puisi 65 Siapa, bait 1 baris 2, hlm. 55)
Kata pohonan pada data 051 dan 056
merupakan bentuk kata yang tidak baku atau tidak sesuai dengan ejaan bahasa
Indonesia. Kata pohonan tersebut kehilangan salah satu unsur konfiks yaitu pe-.
Kata yang baku atau sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia adalah kata Pepohonan.
Kata pepohonan berasal dari kata dasar pohon yang merupakan
bentuk kata nomina.
Kata pohonan pada data 051 berada pada larik
terakhir frasa sama pohonan. Sedangkan, kata pohonan pada data 056
berada pada larik tengah klausa di antara pohonan sungai menjalar.
Sutardji sengaja menggunakan kata pohonan dan meletakkan pada akhir dan tengah
larik untuk mendapat efek estetik dengan kesan kerinduan serta sebagai ciri
khasnya karena berbeda dengan penyair lain.
�
Pola pelesapan konfiks yang ditemukan dalam penelitian ini disajikan dalam
tabel berikut:
Tabel 1
Pola Pelesapan Konfiks
No. |
Pola Pelesapan Konfiks |
||
Konfiks me-kan |
Konfiks me-i |
Konfiks pe-an |
|
1. |
Berikan |
Ngarung |
Pohonan |
2. |
Berikan |
|
Pohonan |
�3. |
Nyeberangkan |
|
|
4. |
Nuliskan |
|
|
5. |
Ngucurkan |
|
|
6. |
Ngucap |
|
|
7. |
Mancarkan |
|
|
Berdasarkan
Tabel 3. ditemukan tujuh data bentuk deviasi morfologis dengan pola
pelesapan konfiks me-kan, satu data pelesapan konfiks me-i, dan dua data
pelesapan konfiks pe-an yang ditemukan pada puisi yang berbeda. Konfiks me-kan
berfungsi membuat kata kerja aktif transitif dan dapat bermakna melakukan
pekerjaan untuk orang lain, melakukan perbuatan, menyebabkan, maupun mengarah
ke suatu tempat. Konfiks me-i berfungsi membentuk kata kerja aktif intransitif
menjadi kata kerja transitif. Konfiks me-i dapat bermakna menyatakan pekerjaan
berulang-ulang, menyatakan membuang, menyatakan memberikan atau membubuhkan,
dan menyatakan menyebabkan. Sedangkan konfiks pe-an berfungsi membentuk kata
benda, dan bermakna menyatakan proses, menyatakan tempat, menyatakan alat atau
indera. Konfiks pe-an dapat bergabung dengan kata kerja, kata sifat, kata benda
dan kata bilangan.
Sutardji
sengaja menghilangkan salah satu unsur konfiks untuk mendapatkan efek estetik,
sehingga pembaca dapat memaknai secara luas dan mengetahui kesan estetiknya.
Misalnya, pada kata nyeberangkan yang mengalami pelesapan pada salah
satu unsur konfiks me-kan. Dalam bahasa sehari-hari atau bahasa Indonesia baku,
kata nyeberangkan memiliki arti sisi di sebelah atau sisi lain. Akan
tetapi, makna estetik kata nyeberangkan (menyeberangkan) yang ingin
disampaikan Sutardji adalah memindahkan ke seberang atau dapat bermakna sebuah
pengampunan.�����
Ada tiga bentuk konfiks
yang mengalami pola pelesapan (penyimpangan morfologis)
yaitu konfiks me- kan, me- i, dan pe- an.
Sutardji sengaja menghilangkan salah satu unsur konfiks untuk mendapatkan efek
estetik, sehingga pembaca dapat memaknai secara luas dan mengetahui kesan
estetiknya.
BIBLIOGRAFI
Darwis,
M. (2010). Mengurai keserumpunan: Dunia melayu dalam konteks hubungan bangsa
serumpun Indonesia Malaysia (A. R. Hamid & I. D. Makelo, Ed.). Ombak. https://docplayer.info/34056207-Kelainan-ketatabahasaan-dalam-puisi-indonesia-kajian-stilistika-i-oleh-muhammad-darwis-universitas-hasanuddin-abstrak.html
Darwis,
M. (2011). Kelainan Ketatabahasaan dalam Puisi Indonesia: Kajian Stilistika.
Seminar Serumpun. https://docplayer.info/34056207-Kelainan-ketatabahasaan-dalam-puisi-indonesia-kajian-stilistika-i-oleh-muhammad-darwis-universitas-hasanuddin-abstrak.html
Simpson,
P. (2004). Stylistics: A Resource Book for Students (1 ed.). Routledge. https://doi.org/10.4324/9780203496589
Nurgiyantoro,
B. (2014). Stilistika (Cetakan pertama). Gadjah Mada University Press.
Muhaiminah,
H. (2012). Penyimpangan Gramatikal pada Puisi Sajak Putih Karya Chairil Anwar. Linguistika
Akademia, 1(1), 59�72.
Moleong,
L. J. (2016). Metologi penelitian kualitatif. PT Remaja Rosdakarya.
Aldiunanto.
2015. Definisi dan Fungsi Bahasa
(online). Aldiunanto. 2015. (http://aldiunanto.com/definisi-dan-fungsi-bahasa.aldi.
Diakses 17 Januari 2017).
Arifin,
E. Zainal dan Farid Hadi. 1993. Seribu
Satu Kesalahan Berbahasa. Jakarta: Akademika Pressindo.
Badrun,
Ahmad. 1983. Pengantar Ilmu Sastra (Teori Sastra). Surabaya: Usaha Nasional.
Bindo. 2013. Pengertian Sajak (online). (http://www.e-jurnal.com/2013/11/pengertian-sajak.html?m=1. Diakses
17 Januari 2017).
Chaer,
Abdul. 2015. Morfologi Bahasa Indonesia
(pendekatan Poses). Jakarta: Rineka Cipta.
Darwis,
Muhammad. 2012. Morfologi Bahasa
Indonesia Bidang Verba. Makassar: CV. Menara Intan.
Damono,
Sapardi Djoko. 2017. Hujan Bulan Juni
(sepilihan Sajak). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Guru
Berbahasa. 2016. Pengertian Bahasa
Menurut Para Ahli (online). (http://www.guruberbahasa.com/2016/05/pengertian-bahasa-menurut-beberapa-ahli.html?m=1. Diakses 17 Januari 2017).
Hambali.
2016. Bahasa Indonesia dan Analisis
Kesalahan Berbahasa. Makassar.
Islami,
Eti. 2017. Analisis Morfologis dalam Novel Sarinah Kewadjiban Waita dalam
Perdjoangan Republik Indonesia Karya Ir. Soekarno Beserta Implementasinya di
SMA. Skripsi. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Lestari, Deni Indah. 2014. Reduplikasi Semantis
pada Novel Sunset Bersama Rosie Karya Tere Liye. Skripsi. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Moleong,
Lexy J. 1990. Metode Penelitian
Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Mujib,
Ahmad. 2017. Analisis Data Kualitatif
Model Miles Dan Huberman (online). (http://www.wikipendidikan.com/2017/05/analisis-data-kualitatif.html?m=1.
Diakses 17 Januari 2017).
Munirah.
2015. Bahan Ajar Morfologi Bahasa Indonesia. Makassar.
Murtiani,
Desti. 2013. Analisis Pengulangan kata dalam Artikel Motivasi. Skripsi. Semarang: Universitas
Diponegoro.
Muslich,
Masnur. 2013. Tata Bentuk Bahasa
Indonesia. Malang: Bumi Aksara.
Prasetyo,
Agung. 2016. Cabang Ilmu Linguistik (online).
http://linguistikid.com/cabang-ilmu-linguistik/.
Diakses 17 Januari 2017).
Copyright holder: Indramini, Rukayah, Aziz Thaba, Abdul Kadir, Asriani Abbas (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |