Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol.
7, No. 6, Juni
2022
EFEKTIVITAS MENULIS CERPEN DENGAN
MENGGUNAKAN VIDEO REKAMAN ANAK JALANAN SISWA KELAS X SMA NEGERI BOSSO KEC.
WALENRANG UTARA KAB. LUWU
Abdul
Kadir, Indramini, Aziz Thaba,
Rukayah, Abdul Karim
Dosen
Universitas Puangrimaggalatung Sengkang, Dosen Universitas Muhammadiyah
Makassar, Peneliti Lembaga Swadaya Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Matutu, Dosen Universitas Negeri Makassar, Mahasiswa
Universitas Negeri Yogyakarta
Email: [email protected], [email protected], [email protected],
[email protected], [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan mengukur keefektifan kegaiatn menulis cerpen dengan menggunakan media video rekaman anak jalanan.
Desain yang digunakan adalah
control group pretest
postest design yaitu satu kelas eksperimen
dan satu kelas kontrol. Hasil penelitian membuktikan bahwa kemampuan awal siswa baik pada kelas eksperimen maupun pada kelas kontrol adalah sama. Kedua kelas
menunjukkan hasil yang berimbang dimana jumlah siswa yang tuntas dikelas kontrol dan kelas eksperimen masing-masing tiga. Setelah dilakukan
perlakuan (treatment),
diketahui bahwa kemampuan dari kelas eksperimen yaitu kelas yang menggunakan video rekaman anak jalanan lebih
baik dari pada kelas kontrol. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan
persentase ketuntasan belajar siswa dimana
kelas eksperimen meningkat sebesar 18 persen sedangkan kelas kontrol hanya
mengalami peningkatan sebesar lima persen. Hasil analsis uji t
membuktikan bahwa hasil t hitung sebesar 0,011. Jika diintegrasikan
kedalam tabel uji t maka t tabelnya adalah 1, 684 atau dengan kata lain t hitung lebih kecil daripada
t tabel (thitung
0,011 < ttabel 1,684). Dengan demikian Ha ditolak dan H0 diterima.
Artinya, video rekaman anak jalanan tidak
efektif digunakan untuk menulis cerpen
bagi siswa kelas X SMA Negeri Bosso.
Kata Kunci: efektivitas, menulis,
cerpen, video rekaman
Abstract
This
study aims to measure the effectiveness of writing short stories using video recordings
of street children. The design used is a control group pretest posttest design,
namely one experimental class and one control class. The results of the study
prove that the initial abilities of students in both the experimental class and
the control class are the same. Both classes showed balanced results where the
number of students who completed the control class and the experimental class
were three each. After the treatment, it is known that the ability of the
experimental class, namely the class that uses video recordings of street
children, is better than the control class. This can be seen from the increase
in the percentage of student learning completeness where the experimental class
increased by 18 percent while the control class only increased by five percent.
The results of the t-test analysis prove that the t-count result is 0.011. If
integrated into the t-test table, the t-table is 1.684 or in other words
t-count is smaller than t-table (tcount 0.011 < ttable 1.684). Thus Ha is rejected
and H0 is accepted. This means that video recordings of street children are not
effectively used to write short stories for class X SMA Negeri Bosso students.
Keywords: effectiveness, writing, short stories, video recording
Pendahuluan
Suatu karya sastra tercipta tidak dalam kekosongan sosial budaya. Artinya,
pengarang tidak dengan tiba-tiba mendapat berkah misterius yang kemudian dengan
elegannya menciptakan suatu karya sastra. Suatu karya sastra tercipta� lebih merupakan hasil pengalaman, pemikiran,
refleksi, dan rekaman budaya� pengarang
terhadap sesuatu hal yang terjadi dalam dirinya sendiri dan masyarakat. Karya
sastra juga merupakan suatu kerucutisasi subjektif pengarang dalam� memberikan suatu ide, pemikiran, pesan, dan
gagasan terhadap suatu hal.
Menurut Zainuddin (dalam Mashud, 2009:99), sastra adalah karya seni
yang dikarang menurut standar bahasa kesusastraan. Standar kesusastraan yang
dimaksud adalah penggunaan kata-kata yang indah, gaya bahasa serta gaya cerita
yang menarik. Sedangkan menurut Walek dan Warren (Nur, 2007:109), sastra adalah lembaga sosial yang memakai medium bahasa dalam
menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah kehidupan
sosial.
Cerita pendek atau sering
disingkat sebagai cerpen adalah suatu bentuk
prosa naratif fiktif. Cerita pendek cenderung padat dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi yang lebih panjang, seperti novella (dalam pengertian modern) dan novel.
Karena singkatnya, cerita-cerita
pendek yang sukses mengandalkan teknik-teknik sastra
seperti tokoh, plot, tema,
bahasa
dan insight secara lebih luas
dibandingkan dengan fiksi yang lebih panjang. Ceritanya bisa dalam berbagai
jenis.
Melalui kegiatan menulis diharapkan siswa dapat menuangkan ide-ide atau gagasan baik yang bersifat ilmiah maupun imajinatif. Oleh karena itu, sekolah tempat mengenyam pendidikan diharapkan dapat memberikan pembelajaran tentang menulis dengan baik melalui cara yang tepat sehingga potensi dan daya kreatifitas siswa dapat tersalurkan. Bagi seorang penulis yang handal, menulis cerpen mungkin tidak menjadi diserahkan kepada siswa yang secara teori mereka belum banyak mendapatkan pengalaman atau pengajaran dari guru sastra mereka di sekolah. Oleh karena itu, pelajaran menulis harus tetap dibina. Hal itu senada dengan Semi (1990:1) yang menyatakan, �kemampuan menulis memang harus terus-menerus dibina. Karena, kegiatan menulis menyangkut upaya perekaman ilmu pengetahuan. Akan tetapi, sulit sekali penyebaran ilmu pengetahuan tanpa adanya sarana tulisan�. Pembelajaran menulis sudah sejak lama dilaksanakan dengan berbagai cara. Tetapi, sampai sekarang belum ada hasil yang optimal. Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa Indonesia menghendaki siswa memiliki kompetensi umum yaitu siswa mampu mengungkapkan perasaan, pendapat, dan gagasan dalam bentuk cerita. Hasil belajar yang menjadi muara akhir Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa Indonesia adalah siswa dapat menulis cerita (Depdiknas, 2002:3-4). Bortoluzzi (dikutip dalam www. kolom sastra. com) menyebutkan setidak-tidaknya terdapat beberapa tujuan yang dapat dicapai dengan kegiatan menulis cerita atau menulis kreatif yaitu sebagai berikut.
Pertama, memberikan kesempatan kepada siswa untuk merasakan seperti penulis muda karena banyak penulis yang mulai menulis cerita dalam usia yang sangat muda. Kedua, menulis cerita berarti siswa menggunakan sensitivitas mereka sendiri. Sastra pada pada dasarnya bukanlah barang yang tidak dapat didekati namun dapat ditranformasi lewat reelaborasi siswa itu sendiri. Ketiga, memotivasi siswa dan guru agar aktif melibatkan diri dalam mengapresiasi sastra.
Berdasarkan hasil temuan
awal peneliti di lapangan, kompetensi menulis cerpen belum dapat dikatakan
tercapai. Siswa masih bingung dan mengalami kesulitan ketika harus menulis.
Salah satu penyebabnya adalah siswa kurang
mampu dalam menemukan sebuah inspirasi serta ide-ide yang menraik untuk dituliskan
pada lembaran kertas miliknya. Hal tersebut sejalan dengan temuan awal peneliti
saat melakukan observasi di sekolah yaitu kemampuan siswa dalam menulis
cerpen masih sangat rendah. Fenomena tersebut memunculkan upaya sebagai bentuk
solusi mengatasi permasalahan tersebut. Solusi tersebut seperti penerapan model, metode atau pendekatan-pendekatan pembelajaran oleh guru atau peneliti.
Sejalan dengan hal
di atas, penelitian yang dilakukan oleh Bahar (2013) juga menjadi bukti bahwa
penggunaan media sangat penting
dalam sebuah pembelajaran. Hasil penelitiannya
membuktikan bahwa penerapan media komik �dalam pembelajaran menulis cerpen dapat meningkatkan
hasil pembelajaran menulis siswa. Peningkatan hasil pembelajaran
ditandai dengan meningkatnya jumlah siswa yang mencapai batas ketuntasan. Ada peningkatan yang signifikan antara hasil pratindakan,
siklus I dan siklus II. Artinya, pembelajaran berhasil.
Metode Penelitian
Jenis Penelitian
Dilihat dari tingkat
kealamiahan (setting)
penelitian, maka penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Menurut Sugiyono (2013:72) bahwa penelitian eksperimen merupakan jenis penelitian yang dilakukan dengan memberikan perlakuan atau treatment untuk
mencari pengaruh dari perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan.
Desain Penelitian
Sesuai dengan topik
dan judul penelitian yang akan diteliti, maka desain penelitian
yang tepat digunakan adalah penelitian true-eksperimental.
Menurut Sugiyono (2013:74) bahwa penelitian true-eksperimental
merupakan jenis penelitian eksperimen yang mengendalikan secara total semua variabel bebas yang dapat memberikan pengaruh terhadap variabel terikat. Hal ini terjadi karena variabel dalam penelitian ditetapkan.
Bentuk desain penelitian
true eksperimental yang digunakan
adalah One
Group Pretestt Postest
Design. Desain ini terdapat
satu kelompok eksperimen (yang diberi perlakuan) dan satu kelompok kontrol (yang tidak diberi perlakuan).
Paradigma dalam penelitian eksperimen model ini digambarkan sebagai berikut;
Tabel 1
Desain Penelitian
Kelas |
Pretestt |
Variabel Bebas |
Posttest |
E |
Y1 |
X |
Y2 |
K |
Y1 |
- |
Y2 |
Sugiyono (2013:74)
Keterangan:
E��������� :�� Kelas eksperimen yang diberi perlakuan dengan menggunakan
��� Video Rekaman
Anak Jalanan
K�������� :��
Kelas kontrol yang tidak diberi perlakuan
Y1������ :��
Pretestt (tes awal)
X������� : �� Pembelajaran menulis cerpen dengan menggunakan video rekaman anak jalanan.
Y2
����� : ��Posttest (tes akhir)
Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas subjek/objek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013:80).
Berdasarkan uraian di atas,
maka populasi dalam penelitian ini adalah semua
siswa kelas X SMA Negeri
Bosso yang berjumlah 107 orang yang tersebar di lima ruang kelas. Keadaan populasi penelitian ini seperti yang tergambar pada tabel berikut;
Tabel 2
Kondisi Populasi
Kelas |
Jumlah |
Total |
|
Laki-laki |
Perempuan |
||
X A |
11 |
16 |
22 |
X B |
12 |
17 |
22 |
X C |
13 |
15 |
21 |
X D |
10 |
15 |
21 |
X E |
13 |
15 |
21 |
Total |
74 |
90 |
107 |
Sumber: Tata Usaha SMAN Bosso
Sampel
Sesuai dengan karakteristik
penelitian true-eksperimental dengan desain One Group Pretestt Postest bahwa ada dua
kelompok (kelas) siswa yang menjadi objek penelitian. Teknik yang digunakan dalam pemilihan sampel adalah purposive
sampling atau pemilihan
sampel yang sesuai dengan kebutuhan dan dinilai representatif terhadap keseluruhan populasi (Arikunto, dkk. 2007:72). Oleh karena itu, sampel dalam
penelitian ini adalah siswa kelas
X A yang berjumlah 22 orang dan X B yang juga berjumlah 22 orang.
Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini teknik
pengumpulan data dilakukan dalam dua cara
yaitu teknik tes dan teknik nontes. Uraian mengenai kedua jenis teknik pengumpulan
data tersebut adalah sebagai berikut;
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini ada dua yaitu
teknik statistik deskriptif dan statistik inferensial. Statistik deskriptif penghitungan
rata-rata, total, serta persentase,
dan frekuensi. Karena data yang akan
diperoleh dalam penelitian ini adalah data ratio, oleh karena itu, teknik analisis
data yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah analisis Uji t yaitu statistik inferensial.
Adapun rumus yang digunakan
adalah sebagai berikut;
t
=
Keterangan;
t��������������������� =
Perbandingan hasil belajar kelas
eksperimen dan kelas kontrol
N����������� =�� Jumlah sampel
m1�������� =��� Rata-rata kelas eksperimen setelah perlakuan
m2�������� =�� Rata-rata kelas kontrol setelah perlakuan
Selanjutnya, untuk menjawab hipotesis penelitian pada bagian Bab III digunakan hipotesisi statistik berikut:
Ho�������� =�� tidak ada perbedaan
hasil belajar antara kelompok eksperimen (yang memperoleh perlakuan) dengan kelompok kontrol (yang tidak memperoleh perlakuan)
Ha��������� =�� terdapat perbedaan hasil belajar antara
kelompok eksperimen (yang memperoleh perlakuan) dengan kelompok kontrol (yang tidak memperoleh perlakuan).
Atau dapat ditulis
dengan bentuk:
Ho
: �₁ = �₂
Ha
: �₁ ≠ �₂
Kriteria penerimaan hipotesis
yaitu jika t hitung lebih besar daripada nilai t tabel dengan taraf signifikansi 5% maka hipotesis diterima. Sebaliknya, jika nilai tr hitung lebih kecil daripada
nilai t tabel
dengan taraf signifikansi 5%, maka hipotesis ditolak.
Hasil dan
Pembahasan
A.
Hasil Penelitian
1.
Hasil Observasi Pertemuan
Pertama
Pertemuan pertama, siswa
masih kurang antusia dalam belajar.
Siswa cenderung diam mengamati penjelasan materi yang diberikan oleh peneliti. Pada pertemuan pertama ini, hanya ada
dua orang yang mau mengkomunikasikan ide atau hal-hal yang tidak dimengerti dengan bertanya. Pada saat siswa ditanya oleh peneliti, tidak ada siswa yang berani memberikan jawaban atas pertanyaan
peneliti. Pada saat guru menerapkan model pembelajaran kooperatif, peneliti menemukan bahwa siswa masih ada
yang brmain saat belajar, ada juga yang mengerjakan tugas untuk mata pelajaran
lain. Untuk pembelajaran berkelompok, peneliti membagi siswa kedalam
empat kelompok. Dari model ini, siswa masih
mengandalkan anggota kelompok mereka yang lebih dominan sehingga
masih asyik berbiacara dengan teman yang lainnya.
Pertemuan pertama, materi
yang diberikan adalah tentang bagaimana memilih tema yang uni dan menarik dalam sebuah cerpen.
Peneliti meminta siswa membuat sebuah
judul dengan menentukan topik dari judul yang mereka tuliskan. Dari tugas itu, diketahui
bahwa siswa masih kurang dalam
menentukan judul yang menarik serta tidak
kurang mampu menentukan tema dari judul yang dipilihnya. Melihat kondisi tersebut, peneliti memberikan beberapa contoh tema yang menarik serta contoh-contoh judul dari masing-masing tema. Dari pemberian contoh tersebut, ada 7 orang siswa yang berani untuk memberikan
komentar mengenai cara penentuan tema serta judul
sebuah cerpen sehingga menghasilkan cerpen yang baik pula. Setelah pemberian contoh, diakhir pembelajaran, guru meminta siswa menuliskan satu tema dan satu
judul kemudian dikumpulkan. Pemberian tugas tersebut disambut dengan antusias oleh siswa.
2.
Hasil Observasi Pertemuan
Kedua
Pertemuan kedua, peneliti memberikan materi tentang amanat atau pesan serta
latar dalam sebuah cerpen. Untuk materi ini,
siswa memiliki pemahaman yang cukup baik sehingga pada saat peneliti bertanya,
sebagian besar siswa mampu memberikan
jawaban. Pada pertemuan kedua ini, siswa
memiliki antusia yang cukup baik, hal
ini dapat dibuktikan dengan sikap siswa yang lebih semangat dan serius mengikuti kegiatan pembelajaran meskipun masih ada beberapa orang yang cenderung diam dan asyk bercerita khusunya siswa laki-laki. Pada saat pembelajaran berlangsung, guru membagi siswa menjadi
empat kelompok dan membagikan tugas kelompok.
Tugas kelompok tersebut berupa perintah untuk membaca sebuah
cerpen yang ada dalam buku paket
dan menemukan pesan atau amanat serta
latar yang digunakan dalam cerpen tersebut.
Dari kegiatan tersebut, terlihat antusias siswa yang cukup baik dengan kerjasama
yang baik pula. Setelah siswa menegerjakan lembar kerja, setiap
kelompok mempresentasekan hasil kerja mereka
di depan kelas. Setiap siswa diwajibkan
untuk memberikan komentar, saran, kritik, atau pertanyaan. Dengan kegiatan tersebut, sangat jelas bahwa siswa antusias
dalam memberikan pertanyaan. Hanya saja, siswa masih
memiliki sikap untuk menjatuhkan kelompok lain. Hal ini dinilai positif
oleh peneliti, karena dengan hal tersebut,
siswa tertantang untuk menjadi kelompok
yang lebih baik dari kelompok lainnya.
Kegiatan presentase tersebut dinilai bahwa siswa menguasai
dengan baik materi yang diberikan.
3.
Hasil Observasi Pertemuan
Ketiga
Pertemuan ketiga, materi yang diajarkan adalah penokohan, alur, sudut pandang, dan gaya bahasa. Metode
yang digunakan adalah metode diskusi. Kelompok diskusi serta materi diskusi
telah diberikan pada pertemuan kedua. Masing-masing kelompok diminta membuat makalah untuk dipresentasekan. Kegiatan presentase diatur sedemikian rupa, siswa diminta
duduk berkelompok membentuk
lingkaran, kemudia secara bergiliran membacakan makalah. Masing-masing
kelompok membuat empat makalah yang kemudian dibagikan kepada kelompok lainnya sehingga materi yang dibacakan hanya pada bagian intinya saja. Pada kegiatan diskusi ini, kelompok dua
tidak menggandakan makalah. Sehingga siswa lainnya diminta
untuk mencatat inti dari materi yang dijelaskan. Pada saat presentase, kelompok lain memberikan tanggapan baik saran, kritik, atau pertanyaan.
Kegiatan ini, siswa sangat antusia memberikan pertanyan dan memberikan jawaban. Diakhir kegiatan diskusi, siswa kembali diminta
menemukan unsur penokohan, alur, sudut pandang, dan gaya bahasa yang ada dalam cerpen
yang dianalisis pada pertemuan
kedua. Dari hasil tes tersebut, diketahui
bahwa siswa cukup mampu menemukan
unsur-unsur tersebut.
4.
Hasil Observasi Pertemuan
Keempat
Pertemuan keempat, siswa diberi tugas untuk
membuat sebuah cerpen. Pada mulanya, siswa merasa bosan
dengan kegiatan pembelajaran. Menurut mereka, kegiatan pembelajaran dengan materi cerpen telah
diberikan beberapa kali dalam empat kali pertemuan. Namun, peneliti memberikan pegertian dengan alasan bahwa hal
tersebut adalah sebuah manipulasi agar siswa lebih memahami
materi dengan baik. Lalu, pada saat peneliti menampilkan sebuah sebuah rekaman
video kehidupan anak jalanan, siswa kembali tertarik untuk belajar.
Kegiatan menulis cerpen ini, peneliti mengidentifikasi
bahwa masih ada siswa yang kurang cermat dalam
memilih judul, serta pemilihan diksi yang menarik. Cerpen yang ditulis siswa cenderung pendek yaitu empat
sampai sembilan paragraf.
5.
Hasil Observasi Pertemuan
Kelima
Pertemuan kelima, peneliti menerapkan metode diskusi dan penugasan. Tugas yang diberikan adalah menemukan kelemahan dari cerpen yang ditulis oleh siswa lainnya. Guru membagi secara acak cerpen yang ditulis oleh siswa kepada orang yang berbeda kemudian siswa tersebut menganalisis kelemahan dari semua unsur intrinsik
cerpen tersebut. Dari metode ini, siswa
sangat antusian untuk mencari kelemahan dari cerpen yang ditulis oleh teman lainnya. Disamping itu, terlihat dengan
jelas beberapa orang siswa sangat yakin dengan karya mereka.
Masing-masing siswa menginginkan
nilai yang baik, tetapi, dari hasil
analisis, peneliti menetapkan bahwa semua siswa masih
kurang dalam hal merangkai dan memilih kata-kata yang tepat untuk mewakili idenya. Cerita yang ditulisnya masih menyerupai ragam bahasa santai dengan
struktur kalimat dipengaruhi oleh daerah.
Deskripsi Hasil Tes
Deskripsi Hasil Pretestt
Kelas Eksperimen
Hasil pretestt
merupakan data hasil tes kemampuan awal
yang diberikan sebelum perlakuan diberikan. Kemampuan awal yang dimaksud adalah kemampuan siswa mencipta sebuah karya berupa cerpen
dengan kriteria penilaian tertentu berupa unsur intrinsik
yaitu (1) kesesuaian antara tema dan isi cerita, (2) pesan atau amanat,
(3) penggambaran alur cerita atau plot, (4) penggambaran tokoh, karakter tokoh, dan penokohan, (5) pengamabaran latar:� tempat, waktu, suasana, dan sosial, (6) sudut pandang pengarang,
serta (7) ketepatan diksi, gaya bahasa,
kontruksi kalimat, pengunaan dialog dan ejaan.
Data hasil tes kemampuan
awal siswa kelas eksperimen tersebut seperti dalam tabel berikut:
Tabel 3 Hasil Pretestt Kelas Eksperimen
Sampel |
Aspek Penilaian |
Total Skor |
||||||
(1) |
(2) |
(3) |
(4) |
(5) |
(6) |
(7) |
||
1 |
4 |
6 |
5 |
4 |
4 |
5 |
5 |
33 |
2 |
3 |
4 |
4 |
4 |
5 |
5 |
4 |
29 |
3 |
4 |
4 |
3 |
4 |
4 |
5 |
4 |
28 |
4 |
5 |
5 |
4 |
6 |
5 |
5 |
4 |
34 |
5 |
5 |
4 |
5 |
5 |
4 |
5 |
5 |
33 |
6 |
6 |
5 |
6 |
5 |
7 |
5 |
5 |
39 |
7 |
7 |
5 |
6 |
7 |
7 |
6 |
6 |
44 |
8 |
8 |
8 |
6 |
9 |
8 |
8 |
9 |
56 |
9 |
9 |
9 |
6 |
9 |
9 |
7 |
9 |
58 |
10 |
9 |
11 |
7 |
9 |
10 |
9 |
10 |
66 |
11 |
4 |
6 |
5 |
7 |
4 |
4 |
6 |
36 |
12 |
7 |
6 |
5 |
5 |
5 |
6 |
7 |
41 |
13 |
3 |
4 |
4 |
4 |
5 |
6 |
4 |
30 |
14 |
7 |
5 |
6 |
6 |
7 |
7 |
8 |
46 |
15 |
10 |
12 |
7 |
9 |
10 |
10 |
13 |
71 |
16 |
6 |
7 |
7 |
7 |
7 |
8 |
7 |
49 |
17 |
8 |
5 |
6 |
6 |
6 |
7 |
5 |
43 |
18 |
12 |
11 |
7 |
10 |
14 |
10 |
10 |
74 |
18 |
12 |
11 |
7 |
10 |
14 |
10 |
10 |
74 |
19 |
8 |
8 |
5 |
6 |
7 |
7 |
8 |
49 |
20 |
12 |
10 |
7 |
12 |
10 |
8 |
10 |
69 |
21 |
8 |
6 |
6 |
7 |
8 |
8 |
7 |
50 |
22 |
10 |
10 |
7 |
12 |
12 |
10 |
10 |
70 |
Total Skor |
155 |
154 |
124 |
163 |
158 |
151 |
156 |
1061 |
Rata-rata |
7,05 |
7,00 |
5,64 |
7,41 |
7,18 |
6,83 |
7,10 |
6,89 |
(Sumber:
diolah dari hasil tes awal
siswa kelas eksperimen)
Tabel di atas, diketahui
bahwa total skor yang diperoleh 22 orang siswa adalah 1061 dengan rata-rata
6,89. Masing-masing aspek penilaian
yang diraih siswa dengan total skor (1) kesesuaian antara tema dan isi cerita
yaitu 155 dengan rata-rata
7,05, (2) pesan atau amanat yaitu 154 dengan rata-rata 7,00, (3) penggambaran
alur cerita atau plot dengan total skor 124 dan rata-rata 5,56, (4) penggambaran
tokoh, karakter tokoh, dan penokohan yaitu 163 dengan rata-rata 7,41,
(5) pengamabaran latar
:� tempat, waktu, suasana, dan sosial yaitu 158 dengan rata-rata 7,18, (6) sudut pandang pengarang yaitu 151 dengan rata-rata 6,83, serta (7) ketepatan diksi, gaya bahasa,
kontruksi kalimat, pengunaan dialog dan ejaan yaitu 156 dengan rata-rata 7,10.
Gambaran rinci mengenai hasil tes masing-masing aspek adalah sebagai
berikut:
Tabel 4 Kesesuaian
Antara Tema Dan Isi Cerita
Interval Skor |
Kategori |
Frekuensi |
Persentase |
12-15 |
Sangat Baik |
2 |
9 |
8-11 |
Baik |
8 |
36 |
4-7 |
Cukup |
10 |
46 |
0-3 |
Kurang |
2 |
9 |
Jumlah |
22 |
100 |
(Sumber:
diolah dari tabel 3)
Berdasarkan tabel di atas,
diketahui bahwa dua orang siswa dengan persentase sembilan persen menulis cerpen yang tema dan isi ceritanya
sangat sesuai. Delapan
orang siswa dengan persentase 36 persen dinilai baik, dimana
tema yang dipilih sesuai dengan isi
cerita meskipun ada sedikit isi
cerita yang agak melenceng namun masih berkaitan. Sepuluh orang siswa dengan persentase 46 persen dinilai cukup sesuai karena
antara bagian isi cerita yang yang meluas dengan
isi cerita yang terfokus berimbang namun masih dapat
dimengerti. Dua orang siswa dengan persentase
sembilan persen dinilai kurang karena tema tidak
sesuai dengan isi cerita. Hal ini terjadi karena
siswa kurang memahami cara menulis
cerpen dengan memfokuskan isi cerita dengan tema
yang mula-mula ditetapkan. Disamping itu, masih ada siswa
yang kurang memahami arti
dan maksud dari tema itu sendiri.
Sebut saja ketika siswa diminta
untuk menulis cerpen dengan tema
anak jalanan tetapi dijadikan judul.
Tabel 5 Pesan
Atau Amanat
Interval Skor |
Kategori |
Frekuensi |
Persentase |
12-15 |
Sangat Baik |
1 |
4,5 |
8-11 |
Baik |
7 |
32 |
4-7 |
Cukup |
13 |
59 |
0-3 |
Kurang |
1 |
4,5 |
Jumlah |
22 |
100 |
(Sumber:
diolah dari tabel 3)
Berdasarkan tabel di atas,
diketahui bahwa satu orang siswa dengan persentase 4,5 persen dinilai sangat baik dalam menampilkan
pesan atau amanat dalam cerpen
yang ditulisnya. Tujuh
orang siswa dengan persentse 32 persen dinilai baik karena
pesan yang ditampilkan bermaafaat dan singkron dengan objek yang dijadikan tema cerita. 13 orang siswa dengan persentase 59 persen dinilai cukup karena cerpen
yang dikarangnya memiliki tema atau amanat
kurang bermanfaat� namun
tetap singkron dengan isi cerita.
Selanjutnya, satu orang siswa dengan persentase
4,5 dinilai kurang karena pesan yang ditampilkan dalam cerita tidak bermanfaat
dan tidak sinkron dengan tema cerita.
Tabel 6 Pengambaran
Plot/ Alur Cerita
Interval Skor |
Kategori |
Frekuensi |
Persentase |
12-15 |
Sangat Baik |
- |
- |
8-11 |
Baik |
- |
- |
4-7 |
Cukup |
21 |
95,5 |
0-3 |
Kurang |
1 |
4,5 |
Jumlah |
22 |
100 |
(Sumber:
diolah dari tabel 3)
Berdasarkan tabel di atas,
diketahui bahwa tidak ada siswa
yang mampu menggambarkan
plot atau alur cerita dengan sangat baik atau dengan
baik. 21 orang siswa atau 95,5 persen siswa dinilai cukup
baik dalam menggambarkan alur atau plot dalam cerita pendek yang dikarangnya. Siswa menggunakan alur lebih dari satu;
tahap pengenalan kurang berisi sejumlah
inpormasi penting; konflik cerita kurang jelas; kurang
menunjukan sebab akibat; serta klimkasnya
kurang jelas; peleraiannya kurang jelas; dan penyelesaian cerita kurang jelas,
namun tuntas. Satu orang siswa dengan persentase
4,5 persen dinilai kurang baik karena
cerpen yang dikarangnya tidak ada tahap
pengenalan; konflik cerita tidak jelas;
tidak menarik perhatian pembaca; tidak menunjukan sebab akibat; tidak
ada klimaks; tidak ada peleraian;
serta penyelesaian cerita tidak jelas.
Tabel 7 Penggambaran Tokoh,
Karakter Tokoh, dan Penokohan
Interval Skor |
Kategori |
Frekuensi |
Persentase |
12-15 |
Sangat Baik |
2 |
9 |
8-11 |
Baik |
5 |
23 |
4-7 |
Cukup |
15 |
68 |
0-3 |
Kurang |
- |
- |
Jumlah |
22 |
100 |
(Sumber:
diolah dari tabel 3)
Berdasarkan tabel di atas,
diketahui bahwa dua orang siswa dengan persentase sembilan persen dinilai sangat baik cara penggambaran toko, karakter dan penokohan dalam cerpen yang dikarang oleh siswa. Hal ini dibuktikan dengan gambaran fisik tokoh yang memperkuat watak, ada deskripsi mengenai
bentuk tubuh; memiliki gambaran psikis atau jalan
pikirannya; serta karakter tokoh jelas terlihat dari apa yang di perbuat �ucapan-ucapan oleh tokoh�. Lima orang siswa dengan persentase 23 persen dinlai baik
karena memiliki gambaran fisik; karakter tokoh sesuai; terlihat dari apa yang di perbuat dari �ucapan-ucapannya�
namun ucapannya proporsional. 15 orang siswa dengan persentase 68 persen dinilai cukup karena tahap
pengenalan kurang berisi sejumlah inpormasi penting; konflik cerita kurang jelas; kurang
menunjukan sebab akibat; klimkas cerita kurang jelas;
peleraian kurang jelas; serta penyelesaian
cerita kurang jelas, namun tuntas.
Untuk kategori kurang, tidak ada
siswa yang mendapatkan penilaian tersebut. Cerita pendek yang dikarang siswa rata-rata menggunakan dua atau tiga orang tokoh. Namun, adapula
ada juga yang menggunakan sistem monolog dalam bercerita. Cerita pendek yang dikarang siswa cenderung merupakan hasil interpretasi personal, bukan dari pengembangan sebuah peristiwa yang imajinerkan.
Tabel 8 Gambaran Latar Tempat,
Waktu, Suasana, dan Sosial
Interval Skor |
Kategori |
Frekuensi |
Persentase |
12-15 |
Sangat Baik |
2 |
9 |
8-11 |
Baik |
6 |
27 |
4-7 |
Cukup |
14 |
64 |
0-3 |
Kurang |
- |
- |
Jumlah |
22 |
100 |
(Sumber:
diolah dari tabel 3)
Berdasarkan tabel di atas,
diketahui bahwa dua orang siswa dengan persentase sembilan persen dinilai sangat baik dalam menggambarkan latar cerita baik
tempat, waktu, suasana, serta sosialnya. Dinilai sangat baik karena latar
jelas; tempat mempengaruhi watak tokoh; waktu jelas;
digambarkan sangat jelas ; suasana
peristiwa mendukung terhadap isi cerita;
tingkat sosial; digambarkan secara sangat jelas. Enam orang siswa dengan persentase
27 persen dinilai baik karena memiliki
latar kurang sesuai; latar tempat
kurang jelas; latar suasana peristiwa
jelas mendukung terhadap isi cerita;
tingkat sosial digambarkan sangat jelas. 14
orang siswa dinilai cukub baik dengan
alasan bahwa cerpen yang ditulis memiliki latar yang kurang sesuai; �latar
tempat kurang jelas; serta latar
waktu tidak jelas; serta latar
suasana kurang mendukung isi cerita.
Tidak ada siswa yang dinilai kurang baik dalam
menggambarkan latar dalam cerpen yang dikarangnya.
Tabel 9 Penggunaan Sudut
Pandang
Interval Skor |
Kategori |
Frekuensi |
Persentase |
8-10 |
Sangat Baik |
8 |
36 |
5-7 |
Baik |
13 |
59 |
2-4 |
Cukup |
1 |
5 |
0-1 |
Kurang |
- |
- |
Jumlah |
22 |
100 |
(Sumber:
diolah dari tabel 3)
Berdasarkan tabel di atas,
diketahui bahwa delapan orang siswa dengan persentase 36 persen dinilai sangat baik dalam menggunakan
sudut pandang di dalam cerpen. 13 orang siswa dengan persentase
59 persen dinilai baik sudut pandangnya
karena sudut pandang cukup konsisten:
digambarkan hanya pada sebagian cerita, digambarkan pada sebagian karakter tokoh, digambarkan pada sebagian dialok parah tokoh.
Satu orang siswa dengan persentase 4,5 (dibulatkan menjadi 5) persen dinilai cukup baik
karena penggunaan sudut pandang kurang
konsisten, digambarkan hanya sebagian kecil dari cerita,
digambarkan sebagian kecil darikarakter tokoh; serta digambarkan
sebagian kecil dari dialog. Tidak ada siswa yang dinilai kurang dalam penggunaan sudut pandang dalam
cerita.
Tabel 10 Ketepatan
Diksi, Gaya, Bahasa, Konstruksi
Kalimat, Penggunaan Dialog
dan Ejaan
Interval Skor |
Kategori |
Frekuensi |
Persentase |
12-15 |
Sangat Baik |
1 |
5 |
8-11 |
Baik |
8 |
36 |
4-7 |
Cukup |
13 |
59 |
0-3 |
Kurang |
- |
- |
Jumlah |
22 |
100 |
(Sumber:
diolah dari tabel 3)
Berdasarkan tabel di atas,
diketahui bahwa satu orang siswa dengan persentase 4,5 (dibulatkan menjadi 5) persen dinilai sangat baik karena mampu
memilih diksi yang tepat dan memiliki konotasi yang baik, penerapan gaya bahasa yang kompleks, serta konstruksi kalimat yang memadai sehingga cerpen yang ditulis menarik untuk dibaca. Delapan
orang siswa dengan persentase 36 persen dinilai baik karena
diksi cukup dinamis, tidak monoton; menarik perhatian pembaca; gaya bahasa cukup
menarik; konstruksi kalimat cukup efektif;
dialog cukup proporsional namun tidak sesuai
dengan kebutuhan; sedikit penggunaan ejaan yang salah. 13 orang siswa dengan persentase 59 persen dinilai cukup karena diksi kurang dinamis, gaya bahasa
kurang menari, kontruksi kalimat kurang efektif, doalog kurang proporsional,
dan ejaan kurang tepat. Pada aspek ini, tidak ada
siswa yang dinilai kurang.
Berdasarkan uraian masing-masing aspek di atas, dapat disimpulkan persentase ketuntasan menulis cerpen siswa berdasarkan KKM yang telah ditetapkan yaitu 70 seperti pada tabel berikut:
Tabel 11 Persentase
Ketuntasan Pretest
Interval |
Kategori |
Frekuensi |
Persentase |
>
70 |
Tuntas |
3 |
14 |
< 70 |
Tidak Tuntas |
19 |
86 |
Jumlah |
22 |
100 |
(Sumber:
diolah dari tabel 3)
Berdasarkan tabel di atas,
diketahui bahwa ada tiga orang siswa dengan persentase
14 persen dinyatakan tuntas dengan perolehan
skor ketuntasan 70 ke atas (> 7. Sedangkan 19 orang siswa lainnya dengan persentase 86 persen dinyatakan tidak tuntas dengan perolehan
skor kurang dari 70 (< 70).
Deskripsi Hasil Postest
Kelas Eksperimen
Hasil postest merupakan data hasil tes kemampuan
akhir yang diberikan setalah perlakuan diberikan. Kemampuan akhir yang dimaksud adalah kemampuan siswa mencipta sebuah karya berupa
cerpen dengan kriteria penilaian tertentu berupa unsur intrinsik yaitu (1) kesesuaian antara tema dan isi cerita, (2) pesan atau amanat,
(3) penggambaran alur cerita atau plot, (4) penggambaran tokoh, karakter tokoh, dan penokohan, (5) pengamabaran latar:� tempat, waktu, suasana, dan sosial, (6) sudut pandang pengarang,
serta (7) ketepatan diksi, gaya bahasa,
kontruksi kalimat, pengunaan dialog dan ejaan.
Data hasil tes kemampuan akhir
siswa kelas eksperimen tersebut seperti dalam tabel
berikut:
Tabel 12 Hasil Postest Kelas Eksperimen
Sampel |
Aspek Penilaian |
Total Skor |
||||||
(1) |
(2) |
(3) |
(4) |
(5) |
(6) |
(7) |
||
1 |
7 |
10 |
8 |
6 |
6 |
8 |
8 |
53 |
2 |
6 |
8 |
6 |
6 |
7 |
8 |
6 |
47 |
3 |
8 |
8 |
8 |
7 |
6 |
8 |
6 |
53 |
4 |
8 |
10 |
7 |
6 |
8 |
8 |
6 |
53 |
5 |
8 |
6 |
6 |
8 |
8 |
10 |
8 |
54 |
6 |
10 |
8 |
8 |
7 |
10 |
8 |
6 |
57 |
7 |
10 |
8 |
8 |
10 |
8 |
10 |
8 |
62 |
8 |
12 |
12 |
10 |
12 |
10 |
10 |
12 |
78 |
9 |
12 |
12 |
10 |
10 |
10 |
10 |
9 |
73 |
10 |
12 |
14 |
10 |
12 |
12 |
10 |
12 |
82 |
11 |
8 |
10 |
8 |
7 |
6 |
8 |
8 |
55 |
12 |
10 |
8 |
8 |
6 |
8 |
8 |
8 |
56 |
13 |
6 |
6 |
7 |
8 |
8 |
6 |
8 |
49 |
14 |
8 |
10 |
7 |
6 |
8 |
8 |
6 |
53 |
15 |
12 |
12 |
10 |
12 |
10 |
10 |
14 |
80 |
16 |
10 |
10 |
8 |
10 |
8 |
8 |
8 |
62 |
17 |
10 |
8 |
8 |
8 |
10 |
10 |
8 |
62 |
18 |
12 |
11 |
10 |
10 |
14 |
10 |
10 |
77 |
19 |
8 |
8 |
5 |
6 |
7 |
7 |
8 |
49 |
20 |
12 |
10 |
8 |
12 |
10 |
8 |
10 |
70 |
21 |
10 |
8 |
8 |
8 |
10 |
10 |
8 |
62 |
22 |
12 |
12 |
10 |
12 |
12 |
10 |
12 |
80 |
Total Skor |
199 |
209 |
178 |
189 |
196 |
183 |
189 |
1343 |
Rata-rata |
9,05 |
9,50 |
8,09 |
8.59 |
8,91 |
8,32 |
8,59 |
8,73 |
(Sumber:
diolah dari hasil tes akhir
kelas eksperimen)
Tabel di atas dapat
diketahui bahwa total skor yang diperoleh 22 orang siswa adalah 1345 dengan rata-rata 8,73. Masing-masing aspek
penilaian yang diraih siswa dengan total skor (1) kesesuaian antara tema dan isi cerita yaitu
199 dengan rata-rata 9,05, (2) pesan
atau amanat yaitu 209 dengan rata-rata 9,50,
(3) penggambaran alur cerita atau plot dengan total skor 178 dan
rata-rata 8,09, (4) penggambaran tokoh,
karakter tokoh, dan penokohan yaitu 189 dengan rata-rata 8,59, (5) pengamabaran
latar :� tempat, waktu, suasana, dan sosial yaitu 196 dengan rata-rata 8,91,
(6) sudut pandang pengarang yaitu 183 dengan rata-rata 8,32 serta (7) ketepatan diksi, gaya bahasa, kontruksi
kalimat, pengunaan dialog
dan ejaan yaitu 189 dengan rata-rata 8,79. Gambaran rinci
mengenai hasil tes masing-masing aspek adalah sebagai berikut:
Tabel 13 Kesesuaian
antara Tema dan Isi Cerita
Interval Skor |
Kategori |
Frekuensi |
Persentase |
12-15 |
Sangat Baik |
7 |
32 |
8-11 |
Baik |
12 |
55 |
4-7 |
Cukup |
3 |
13 |
0-3 |
Kurang |
- |
- |
Jumlah |
22 |
100 |
(Sumber:
diolah dari tabel 22)
Berdasarkan tabel di atas,
diketahui bahwa tujuh orang siswa dengan persentase 32 persen menulis cerpen yang tema dan isi ceritanya sangat sesuai. 12 orang siswa dengan persentase 55 persen dinilai baik, dimana tema
yang dipilih sesuai dengan isi cerita
meskipun ada sedikit isi cerita
yang agak melenceng namun masih berkaitan.
Tiga orang siswa dengan persentase 13 persen dinilai cukup sesuai karena
antara bagian isi cerita yang yang meluas dengan
isi cerita yang terfokus berimbang namun masih dapat
dimengerti. Tidak ada siswa yang dinilai kurang.
Tabel 14 Pesan
atau Amanat
Interval Skor |
Kategori |
Frekuensi |
Persentase |
12-15 |
Sangat Baik |
5 |
23 |
8-11 |
Baik |
15 |
68 |
4-7 |
Cukup |
2 |
9 |
0-3 |
Kurang |
- |
- |
Jumlah |
22 |
100 |
(Sumber:
diolah dari tabel 22)
Berdasarkan tabel di atas,
diketahui bahwa lima orang siswa dengan persentase
23 persen dinilai sangat baik dalam menampilkan
pesan atau amanat dalam cerpen
yang ditulisnya. 15 orang siswa
dengan persentse 68 persen dinilai baik karena pesan
yang ditampilkan bermaafaat
dan singkron dengan objek yang dijadikan tema cerita. Dua
orang siswa dengan persentase 9 persen dinilai cukup karena
cerpen yang dikarangnya memiliki tema atau
amanat kurang bermanfaat namun tetap singkron dengan isi cerita.
Selanjutnya, tidak ada siswa yang dinilai kurang.
Tabel 15 Pengambaran
Plot/ Alur Cerita
Interval Skor |
Kategori |
Frekuensi |
Persentase |
12-15 |
Sangat Baik |
- |
- |
8-11 |
Baik |
16 |
73 |
4-7 |
Cukup |
6 |
27 |
0-3 |
Kurang |
- |
- |
Jumlah |
22 |
100 |
(Sumber:
diolah dari tabel 22)
Berdasarkan tabel di atas,
diketahui bahwa tidak ada siswa
yang mampu menggambarkan
plot atau alur cerita dengan sangat. 16 orang siswa dengan persentase
73 persen dinilai baik. 6 orang siswa atau 27 persen siswa dinilai cukup
baik dalam menggambarkan alur atau plot dalam cerita pendek yang dikarangnya. Siswa menggunakan alur lebih dari satu;
tahap pengenalan kurang berisi sejumlah
inpormasi penting; konflik cerita kurang jelas; kurang
menunjukan sebab akibat; serta klimkasnya
kurang jelas; peleraiannya kurang jelas; dan penyelesaian cerita kurang jelas,
namun tuntas. Tidak ada siswa
dinilai kurang baik.
Tabel 16 Penggambaran Tokoh,
Karakter Tokoh, dan Penokohan
Interval Skor |
Kategori |
Frekuensi |
Persentase |
12-15 |
Sangat Baik |
5 |
23 |
8-11 |
Baik |
10 |
45 |
4-7 |
Cukup |
7 |
32 |
0-3 |
Kurang |
- |
- |
Jumlah |
22 |
100 |
(Sumber:
diolah dari tabel 22)
Berdasarkan tabel di atas,
diketahui bahwa lima orang siswa dengan persentase
23 persen dinilai sangat baik cara penggambaran
toko, karakter dan penokohan
dalam cerpen yang dikarang oleh siswa. Hal ini dibuktikan dengan gambaran fisik tokoh yang memperkuat watak, ada deskripsi mengenai
bentuk tubuh; memiliki gambaran psikis atau jalan
pikirannya; serta karakter tokoh jelas terlihat dari apa yang di perbuat �ucapan-ucapan oleh tokoh�. sepuluh orang siswa dengan persentase
45 persen dinlai baik karena memiliki
gambaran fisik; karakter tokoh sesuai; terlihat dari apa yang di perbuat dari �ucapan-ucapannya�
namun ucapannya proporsional. 7 orang siswa dengan persentase 32 persen dinilai cukup karena tahap
pengenalan kurang berisi sejumlah inpormasi penting; konflik cerita kurang jelas; kurang
menunjukan sebab akibat; klimkas cerita kurang jelas;
peleraian kurang jelas; serta penyelesaian
cerita kurang jelas, namun tuntas.
Untuk kategori kurang, tidak ada
siswa yang mendapatkan penilaian tersebut. Cerita pendek yang dikarang siswa rata-rata menggunakan dua atau tiga orang tokoh. Namun, adapula
ada juga yang menggunakan sistem monolog dalam bercerita.
Tabel 17 Gambaran Latar Tempat,
Waktu, Suasana, dan Sosial
Interval Skor |
Kategori |
Frekuensi |
Persentase |
12-15 |
Sangat Baik |
3 |
14 |
8-11 |
Baik |
14 |
64 |
4-7 |
Cukup |
5 |
22 |
0-3 |
Kurang |
- |
- |
Jumlah |
22 |
100 |
(Sumber:
diolah dari tabel 22)
Berdasarkan tabel di atas,
diketahui bahwa tiga orang siswa dengan persentase 14 persen dinilai sangat baik dalam menggambarkan
latar cerita baik tempat, waktu,
suasana, serta sosialnya. Dinilai sangat baik karena latar
jelas; tempat mempengaruhi watak tokoh; waktu jelas;
digambarkan sangat jelas; suasana peristiwa mendukung terhadap isi cerita; tingkat
sosial; digambarkan secara sangat jelas. 14 orang siswa dengan persentase
64 persen dinilai baik karena memiliki
latar kurang sesuai; latar tempat
kurang jelas; latar suasana peristiwa
jelas mendukung terhadap isi cerita;
tingkat sosial digambarkan sangat jelas. Lima
orang siswa dinilai cukub baik dengan
alasan bahwa cerpen yang ditulis memiliki latar yang kurang sesuai; latar tempat kurang
jelas; serta latar waktu tidak
jelas; serta latar suasana kurang
mendukung isi cerita. Tidak ada
siswa yang dinilai kurang baik dalam
menggambarkan latar dalam cerpen yang dikarangnya.
Tabel 18 Penggunaan Sudut
Pandang
Interval Skor |
Kategori |
Frekuensi |
Persentase |
8-10 |
Sangat Baik |
- |
- |
5-7 |
Baik |
20 |
91 |
2-4 |
Cukup |
2 |
9 |
0-1 |
Kurang |
- |
- |
Jumlah |
22 |
100 |
(Sumber:
diolah dari tabel 22)
Berdasarkan tabel di atas,
diketahui bahwa tidak ada siswa
yang dinilai sangat baik dalam menggunakan sudut pandang di dalam cerpen. 20 orang siswa dengan persentase
91 persen dinilai baik sudut pandangnya
karena sudut pandang cukup konsisten:
digambarkan hanya pada sebagian cerita, digambarkan pada sebagian karakter tokoh, digambarkan pada sebagian dialok parah tokoh.
dua orang siswa dengan persentase 9 persen dinilai cukup baik karena
penggunaan sudut pandang kurang konsisten, digambarkan hanya sebagian kecil dari cerita,
digambarkan sebagian kecil darikarakter tokoh; serta digambarkan
sebagian kecil dari dialog. Tidak ada siswa yang dinilai kurang dalam penggunaan sudut pandang dalam
cerita.
Tabel 19 Ketepatan
Diksi, Gaya, Bahasa, Konstruksi
Kalimat, Penggunaan Dialog
dan Ejaan
Interval Skor |
Kategori |
Frekuensi |
Persentase |
12-15 |
Sangat Baik |
4 |
18 |
8-11 |
Baik |
13 |
59 |
4-7 |
Cukup |
5 |
23 |
0-3 |
Kurang |
- |
- |
Jumlah |
22 |
100 |
(Sumber:
diolah dari tabel 22)
Berdasarkan tabel di atas,
diketahui bahwa empat orang siswa dengan persentase 18 persen dinilai sangat baik karena mampu
memilih diksi yang tepat dan memiliki konotasi yang baik, penerapan gaya bahasa yang kompleks, serta konstruksi kalimat yang memadai sehingga cerpen yang ditulis menarik untuk dibaca. 13 orang siswa dengan persentase
59 persen dinilai baik karena diksi
cukup dinamis, tidak monoton; menarik perhatian pembaca; gaya bahasa
cukup menarik; konstruksi kalimat cukup efektif; dialog cukup proporsional namun tidak sesuai
dengan kebutuhan; sedikit penggunaan ejaan yang salah. Lima orang siswa
dengan persentase 23 persen dinilai cukup karena diksi kurang dinamis, gaya bahasa
kurang menari, kontruksi kalimat kurang efektif, doalog kurang proporsional,
dan ejaan kurang tepat. Pada aspek ini, tidak ada
siswa yang dinilai kurang.
Berdasarkan uraian masing-masing aspek di atas, dapat disimpulkan persentase ketuntasan menulis cerpen siswa berdasarkan KKM yang telah ditetapkan yaitu 70 seperti pada tabel berikut:
Tabel 20 Persentase
Ketuntasan Pretest
Interval |
Kategori |
Frekuensi |
Persentase |
>
70 |
Tuntas |
7 |
32 |
< 70 |
Tidak Tuntas |
15 |
68 |
Jumlah |
22 |
100 |
(Sumber:
diolah dari tabel 22)
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa ada tujuh orang siswa dengan persentase
32 persen dinyatakan tuntas dengan perolehan
skor ketuntasan 70 ke atas (> 7). Sedangkan 15 orang siswa lainnya dengan persentase 68 persen dinyatakan tidak tuntas dengan perolehan
skor kurang dari 70 (< 70).
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data di atas, kita dapat
mengetahui bahwa sebelum ada perlakuan,
kedua kelas memiliki kelemahan yang sama dalam menulis
cerita pendek khsusnya dalam hal kelengkapan unsur-unsur cerita itu sendiri seperti
tema, amanat, alur, tokoh, penokohan,
latar, sudut pandang, gaya bahasa
serta bagian kebahasaannya. Dari ketidak tahuan dan ketidak mampuan siswa dalam
menulis itulah yang menjadikan prestasi atau hasil belajar
menulis cerita pendek siswa sangat kurang. Nurgiantoro (2009: 72) mengemukakan bahwa penilaian dalam pembelajaran sastra khususnya cerita pendek sangatlah
kompleks. Siswa diharapkan mampu memenuhi keseluruhan unsur-unsur yang harus ada dalam cerpen
seperti unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik. Menurutnya, kedua unsur tersebut
adalah nilai yang menggambarkan baik atau buruknya sebuah
karya sastra yang dihasilkan
oleh siswa.
Seorang penulis pemula, kesulitan dan kendala adalah hal yang lumrah dijumpai, terutama bagi siswa
SMA. Sebenarnya menulis cerpen telah mereka
dapatkan di bangku SMP tetapi semua itu
hanya sebatas input teori belaka, tidak
menitikberatkan pada keterampilan
menulis yang sesungguhnya.
Oleh karena itu, sangat diperlukan adanya strategi mengajar yang mampu memancing motivasi siswa dalam belajar.
Pembelajaran menulis puisi dengan
menerapkan video rekaman anak jalanan ternyata
memiliki pengaruh yang baik terhadap antusia,
minat, dan motivasi siswa dalam belajar.
Hal tersebut dapat dibuktikan dengan sikap dan aktivitas siswa saat mengikuti
pembelajaran. Mulanya memang mereka merasa
tidak nyaman karena berhadapan dengan guru baru, tetapi dengan pembinaan
situasi belajar yang kondusif serta ketertarikan siswa terhadap media yang diterapkan, maka keinginan siswa untuk bertanya,
memberi saran, kritik, dan pertanyaan menjadi lebih baik.
Berbeda halnya dengan kelas
kontrol yang belajar seperti biasa oleh guru yang sama seperti pada pembelajaran biasa. Guru menerapkan pembelajaran konvensional dengan metode ceramah, tugas, dan tanya jawab. Tetapi masih
dapat dijumpai sikap siswa yang tidak disiplin seperti keluar masuk kelas, bermain,
ketawa, bahkan ada yang adu mulut.
Hal tersebut juga dipengaruhi
oleh kemampuan guru dalam mengolah dan mengatur kelas belajar yang diinginkan oleh peserta didik.
Hasil tes awal menunjukkan bahwa kedua kelas
memiliki kemampuan awal yang sama. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat ketuntasan siswa dimana kelas eksperimen
hanya tiga orang dan kelas kontrol pun demikian. Tetapi, setelah diberikan perlakuan, kemampuan akhir siswa dari
kedua kelas adalah berbeda. Kelas eksperimen mengalami peningkatan dengan jumlah ketuntasan
sebanyak empat orang siswa atau sebesar
18 persen sedangkan untuk kelas kontrol,
peningkatan terjadi hanya satu orang siswa saja dengan
persentase lima persen.
Berdasarkan hasil uji hipotesisi dengan menggunakan uji t diketahui bahwa hasil t hitung sebesar 0,011. Jika diintegrasikan
kedalam tabel uji t maka t tabelnya adalah 1, 684 atau dengan kata lain t hitung lebih kecil daripada
t tabel (thitung
0,011 < ttabel 1,684). Dengan demikian Ha ditolak dan H0 diterima.
Artinya, video rekaman anak jalanan tidak
efektif digunakan untuk menulis cerpen
bagi siswa kelas X SMA Negeri Bosso.
Kesimpulan
Hasil penelitian ini, dapat ditarik beberapa
simpulan sebegai berikut: 1). Kemampuan awal siswa baik
pada kelas eksperimen maupun pada kelas kontrol adalah sama. Kedua kelas
menunjukkan hasil yang berimbang dimana jumlah siswa yang tuntas dikelas kontrol dan kelas eksperimen masing-masing tiga.
2). Setelah dilakukan perlakuan (treatment),
diketahui bahwa kemampuan dari kelas eksperimen yaitu kelas yang menggunakan video rekaman anak jalanan lebih
baik dari pada kelas kontrol. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan
persentase ketuntasan belajar siswa dimana
kelas eksperimen meningkat sebesar 18 persen sedangkan kelas kontrol hanya
mengalami peningkatan sebesar lima persen. 3). Hasil analsis uji t membuktikan bahwa video rekaman anak jalanan tidak
efektif digunakan untuk menulis cerpen
bagi siswa kelas X SMA Negeri Bosso. Hal tersebut
berdasarkan hasil t hitung sebesar 0,011. Jika diintegrasikan kedalam tabel uji t maka t tabelnya adalah 1, 684 atau dengan kata lain t hitung lebih kecil
daripada t tabel (thitung 0,011 < ttabel
1,684). Dengan demikian
Ha ditolak dan H0 diterima.
BIBLIOGRAFI
Abbas, Ersis
Warmansyam. 2007. Menulis
Mari Menulis. Jakarta: PT Buku
Kita.
Akhdiah, Sabarti, dkk. 1996. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa
Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Alwi, Hasan, dkk.
2007. Kamus Besar Bahasa
Indonesia: Jakarta: Balai Pustaka.
Ambang, H Abdullah dkk.
1999. Penuntun Terampil Berbahasa Indonesia 3. Bandung:
Trigenda Karya.
__________ . 1999. Petunjuk Guru: Penuntun
Terampil Berbahasa
Indonesia 3. Bandung: Trigenda Karya.
Anderson, Ronald. 1987. Pemilihan dan Pengembangan Media untuk Pembelajaran. Jakarta: Rajawali.
Arikunto, Suharsimi,
dkk. 2007. Penelitian
Tindakan Kelas. Jakarta: P.T. Bumi
Aksara.
Arsyad, Azhar.
2009. Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.
Aziez, Furqanul dan A. Chaedar Alwasilah. 2000. Pengajaran Bahasa Komunikatif
Teori dan praktik. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Bahar, Saiful. 2013. Meningkatkan Keterampilan
Menulis Cerita Pendek melalui Penerapan Media Komik Siswa SMAN 6 Palopo. Skripsi tidak diterbitkan.
Palopo. Universitas Cokroaminoto
Palopo.
Dasmawarti, Silvia. 2005. Efektivitas Pembelajaran Aktif Kreatif Menyenangkan
(PAKEM) dalam Upaya Peningkatan Keterampilan Menulis Bahasa Indonesia Siswa Kelas IV SD TAhun Ajaran 2004/2005. Skripsi.
Universitas Negeri Semarang, Semarang.
Djumingin, Sulastriningsih. 2012. Pengembangan Pembelajaran Menulis Cerpen dengan Model Sinektik di
Universitas Negeri Makassar. Disertasi tidak diterbitkan. Makassar:
Universitas Cokroaminoto Palopo.
Febrika, Ike. 2009. Eksperimentasi
Strategi Estafet Learning untuk
Meningkatkan Kompetensi Menulis Ilmia Siswa
Kelas VIII SMPN 7 Boyolali Skripsi tidak diterbitkan.
Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Gintings, Abdorrakhman.
2008. Esensi Praktis Belajar dan Pembelajaran.
Bandung: Humaniora.
Herlambang. 2011. Kehidupan
Sosial Anak Jalanan sebagai
Sumber Inspirasi dalam Melukis. Skripsi tidak diterbitak.
Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Jihad, Haris,
2013. Evaluasi Pembelajaran.
Bandung: Alfabeta
Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik Edisi Ketiga. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Kunandar. 2009. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas sebagai Pengembangan
Profesi Guru. Jakarta: Rajawali
Pers.
Mazhud, Nurfathana.
2009. Peningkatan Kemampuan
Menulis Paragraf Naratif dengan Menggunakan Strategi Brainstorming Siswa
Kelas X SMA Negeri 1 Sinjai
Selatan. Proposal penelitian. Makassar: FBS
Universitas Negeri Makassar.
Mulyati, Yeti, dkk.. 1999. Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Nur Azizah,
Wiwin. 2007. Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen melalui Metode Latihan Terbimbing dengan Media Teks Lagu Siswa Kelas
X-7 SMA Negeri 1 Pemalang. (online) tanggal 23 Oktober 2009 pukul 14. 23 wita.
Nurgiyantoro, Burhan. 2009. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE.
Nurjanah, Nunuy. 2005. Penerapan Model Belajar Konstruktivisme dalam Pembelajaran Menulis Bahasa Indonesia.
Jurnal Pendidikan Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya: Edisi 1 April
2005.
Nurhadi. 1990. Tata
Bahasa Pendidikan Landasan Penyusunan
Buku Pelajaran Bahasa. Semarang: IKIP Semarang
Press.
Nurudin. 2007. Dasar-Dasar Penulisan. Malang: Universitas Negeri Malang.
Rusyana. 1984. Terampil
Menulis Ilmiah. Bandung: Alfabeta.
Sadiman, Arief.
Dkk. 2008. Media Pendidikan: Pengertian,
Pengembangan, dan Pemanfaatannya.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Semi, Atar.
2001. Anatomi Sastra. Bandung: Alfabeta.
Sudjana, Nana. 2009. Penelitian
dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Sugiyono. 2013. Metode
Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, & R&D. Bandung: Afabeta
Tarigan, Djago. 2003. Pendidikan Keterampilan
Berbahasa. Jakarta: Pusat Penerbitan
Univeritas Terbuka.
Tarigan, Djago dan H.G. Tarigan. 1986. Teknik
Pengajaran Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa
Bandung.
Tarigan, Henry Guntur. 1994. Menulis sebagai suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:
Angkasa.
Tarigan, Henry Guntur. 2008. Menulis sebagai Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Copyright holder: Abdul Kadir, Indramini, Aziz Thaba, Rukayah, Abdul Karim (2022) |
First publication
right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is
licensed under: |