Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 6, Juni 2022

 

EFEKTIVITAS MENULIS CERPEN DENGAN MENGGUNAKAN VIDEO REKAMAN ANAK JALANAN SISWA KELAS X SMA NEGERI BOSSO KEC. WALENRANG UTARA KAB. LUWU

 

Abdul Kadir, Indramini, Aziz Thaba, Rukayah, Abdul Karim

Dosen Universitas Puangrimaggalatung Sengkang, Dosen Universitas Muhammadiyah Makassar, Peneliti Lembaga Swadaya Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Matutu, Dosen Universitas Negeri Makassar, Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta

Email: [email protected][email protected], [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan mengukur keefektifan kegaiatn menulis cerpen dengan menggunakan media video rekaman anak jalanan. Desain yang digunakan adalah control group pretest postest design yaitu satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol. Hasil penelitian membuktikan bahwa kemampuan awal siswa baik pada kelas eksperimen maupun pada kelas kontrol adalah sama. Kedua kelas menunjukkan hasil yang berimbang dimana jumlah siswa yang tuntas dikelas kontrol dan kelas eksperimen masing-masing tiga. Setelah dilakukan perlakuan (treatment), diketahui bahwa kemampuan dari kelas eksperimen yaitu kelas yang menggunakan video rekaman anak jalanan lebih baik dari pada kelas kontrol. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan persentase ketuntasan belajar siswa dimana kelas eksperimen meningkat sebesar 18 persen sedangkan kelas kontrol hanya mengalami peningkatan sebesar lima persen. Hasil analsis uji t membuktikan bahwa hasil t hitung sebesar 0,011. Jika diintegrasikan kedalam tabel uji t maka t tabelnya adalah 1, 684 atau dengan kata lain t hitung lebih kecil daripada t tabel (thitung 0,011 < ttabel 1,684). Dengan demikian Ha ditolak dan H0 diterima. Artinya, video rekaman anak jalanan tidak efektif digunakan untuk menulis cerpen bagi siswa kelas X SMA Negeri Bosso.

 

Kata Kunci: efektivitas, menulis, cerpen, video rekaman

 

Abstract

This study aims to measure the effectiveness of writing short stories using video recordings of street children. The design used is a control group pretest posttest design, namely one experimental class and one control class. The results of the study prove that the initial abilities of students in both the experimental class and the control class are the same. Both classes showed balanced results where the number of students who completed the control class and the experimental class were three each. After the treatment, it is known that the ability of the experimental class, namely the class that uses video recordings of street children, is better than the control class. This can be seen from the increase in the percentage of student learning completeness where the experimental class increased by 18 percent while the control class only increased by five percent. The results of the t-test analysis prove that the t-count result is 0.011. If integrated into the t-test table, the t-table is 1.684 or in other words t-count is smaller than t-table (tcount 0.011 < ttable 1.684). Thus Ha is rejected and H0 is accepted. This means that video recordings of street children are not effectively used to write short stories for class X SMA Negeri Bosso students.

 

Keywords: effectiveness, writing, short stories, video recording

 

Pendahuluan

Suatu karya sastra tercipta tidak dalam kekosongan sosial budaya. Artinya, pengarang tidak dengan tiba-tiba mendapat berkah misterius yang kemudian dengan elegannya menciptakan suatu karya sastra. Suatu karya sastra tercipta� lebih merupakan hasil pengalaman, pemikiran, refleksi, dan rekaman budaya� pengarang terhadap sesuatu hal yang terjadi dalam dirinya sendiri dan masyarakat. Karya sastra juga merupakan suatu kerucutisasi subjektif pengarang dalam� memberikan suatu ide, pemikiran, pesan, dan gagasan terhadap suatu hal.

Menurut Zainuddin (dalam Mashud, 2009:99), sastra adalah karya seni yang dikarang menurut standar bahasa kesusastraan. Standar kesusastraan yang dimaksud adalah penggunaan kata-kata yang indah, gaya bahasa serta gaya cerita yang menarik. Sedangkan menurut Walek dan Warren (Nur, 2007:109), sastra adalah lembaga sosial yang memakai medium bahasa dalam menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah kehidupan sosial.

Cerita pendek atau sering disingkat sebagai cerpen adalah suatu bentuk prosa naratif fiktif. Cerita pendek cenderung padat dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi yang lebih panjang, seperti novella (dalam pengertian modern) dan novel. Karena singkatnya, cerita-cerita pendek yang sukses mengandalkan teknik-teknik sastra seperti tokoh, plot, tema, bahasa dan insight secara lebih luas dibandingkan dengan fiksi yang lebih panjang. Ceritanya bisa dalam berbagai jenis.

Melalui kegiatan menulis diharapkan siswa dapat menuangkan ide-ide atau gagasan baik yang bersifat ilmiah maupun imajinatif. Oleh karena itu, sekolah tempat mengenyam pendidikan diharapkan dapat memberikan pembelajaran tentang menulis dengan baik melalui cara yang tepat sehingga potensi dan daya kreatifitas siswa dapat tersalurkan. Bagi seorang penulis yang handal, menulis cerpen mungkin tidak menjadi diserahkan kepada siswa yang secara teori mereka belum banyak mendapatkan pengalaman atau pengajaran dari guru sastra mereka di sekolah. Oleh karena itu, pelajaran menulis harus tetap dibina. Hal itu senada dengan Semi (1990:1) yang menyatakan, �kemampuan menulis memang harus terus-menerus dibina. Karena, kegiatan menulis menyangkut upaya perekaman ilmu pengetahuan. Akan tetapi, sulit sekali penyebaran ilmu pengetahuan tanpa adanya sarana tulisan�. Pembelajaran menulis sudah sejak lama dilaksanakan dengan berbagai cara. Tetapi, sampai sekarang belum ada hasil yang optimal. Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa Indonesia menghendaki siswa memiliki kompetensi umum yaitu siswa mampu mengungkapkan perasaan, pendapat, dan gagasan dalam bentuk cerita. Hasil belajar yang menjadi muara akhir Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa Indonesia adalah siswa dapat menulis cerita (Depdiknas, 2002:3-4). Bortoluzzi (dikutip dalam www. kolom sastra. com) menyebutkan setidak-tidaknya terdapat beberapa tujuan yang dapat dicapai dengan kegiatan menulis cerita atau menulis kreatif yaitu sebagai berikut.

Pertama, memberikan kesempatan kepada siswa untuk merasakan seperti penulis muda karena banyak penulis yang mulai menulis cerita dalam usia yang sangat muda. Kedua, menulis cerita berarti siswa menggunakan sensitivitas mereka sendiri. Sastra pada pada dasarnya bukanlah barang yang tidak dapat didekati namun dapat ditranformasi lewat reelaborasi siswa itu sendiri. Ketiga, memotivasi siswa dan guru agar aktif melibatkan diri dalam mengapresiasi sastra.

Berdasarkan hasil temuan awal peneliti di lapangan, kompetensi menulis cerpen belum dapat dikatakan tercapai. Siswa masih bingung dan mengalami kesulitan ketika harus menulis. Salah satu penyebabnya adalah siswa kurang mampu dalam menemukan sebuah inspirasi serta ide-ide yang menraik untuk dituliskan pada lembaran kertas miliknya. Hal tersebut sejalan dengan temuan awal peneliti saat melakukan observasi di sekolah yaitu kemampuan siswa dalam menulis cerpen masih sangat rendah. Fenomena tersebut memunculkan upaya sebagai bentuk solusi mengatasi permasalahan tersebut. Solusi tersebut seperti penerapan model, metode atau pendekatan-pendekatan pembelajaran oleh guru atau peneliti.

Sejalan dengan hal di atas, penelitian yang dilakukan oleh Bahar (2013) juga menjadi bukti bahwa penggunaan media sangat penting dalam sebuah pembelajaran. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa penerapan media komik �dalam pembelajaran menulis cerpen dapat meningkatkan hasil pembelajaran menulis siswa. Peningkatan hasil pembelajaran ditandai dengan meningkatnya jumlah siswa yang mencapai batas ketuntasan. Ada peningkatan yang signifikan antara hasil pratindakan, siklus I dan siklus II. Artinya, pembelajaran berhasil.

 

Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Dilihat dari tingkat kealamiahan (setting) penelitian, maka penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Menurut Sugiyono (2013:72) bahwa penelitian eksperimen merupakan jenis penelitian yang dilakukan dengan memberikan perlakuan atau treatment untuk mencari pengaruh dari perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan.

Desain Penelitian

Sesuai dengan topik dan judul penelitian yang akan diteliti, maka desain penelitian yang tepat digunakan adalah penelitian true-eksperimental. Menurut Sugiyono (2013:74) bahwa penelitian true-eksperimental merupakan jenis penelitian eksperimen yang mengendalikan secara total semua variabel bebas yang dapat memberikan pengaruh terhadap variabel terikat. Hal ini terjadi karena variabel dalam penelitian ditetapkan.

Bentuk desain penelitian true eksperimental yang digunakan adalah One Group Pretestt Postest Design. Desain ini terdapat satu kelompok eksperimen (yang diberi perlakuan) dan satu kelompok kontrol (yang tidak diberi perlakuan). Paradigma dalam penelitian eksperimen model ini digambarkan sebagai berikut;

 

Tabel 1

Desain Penelitian

Kelas

Pretestt

Variabel Bebas

Posttest

E

Y1

X

Y2

K

Y1

-

Y2

Sugiyono (2013:74)

Keterangan:

E��������� :�� Kelas eksperimen yang diberi perlakuan dengan menggunakan

��� Video Rekaman Anak Jalanan

K�������� :�� Kelas kontrol yang tidak diberi perlakuan

Y1������ :�� Pretestt (tes awal)

X������� : �� Pembelajaran menulis cerpen dengan menggunakan video rekaman anak jalanan.

Y2 ����� : ��Posttest (tes akhir)

 

Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek/objek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013:80).

Berdasarkan uraian di atas, maka populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X SMA Negeri Bosso yang berjumlah 107 orang yang tersebar di lima ruang kelas. Keadaan populasi penelitian ini seperti yang tergambar pada tabel berikut;

 

Tabel 2

Kondisi Populasi

Kelas

Jumlah

Total

Laki-laki

Perempuan

X A

11

16

22

X B

12

17

22

X C

13

15

21

X D

10

15

21

X E

13

15

21

Total

74

90

107

Sumber: Tata Usaha SMAN Bosso

 

Sampel

Sesuai dengan karakteristik penelitian true-eksperimental dengan desain One Group Pretestt Postest bahwa ada dua kelompok (kelas) siswa yang menjadi objek penelitian. Teknik yang digunakan dalam pemilihan sampel adalah purposive sampling atau pemilihan sampel yang sesuai dengan kebutuhan dan dinilai representatif terhadap keseluruhan populasi (Arikunto, dkk. 2007:72). Oleh karena itu, sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas X A yang berjumlah 22 orang dan X B yang juga berjumlah 22 orang.

Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan dalam dua cara yaitu teknik tes dan teknik nontes. Uraian mengenai kedua jenis teknik pengumpulan data tersebut adalah sebagai berikut;

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini ada dua yaitu teknik statistik deskriptif dan statistik inferensial. Statistik deskriptif penghitungan rata-rata, total, serta persentase, dan frekuensi. Karena data yang akan diperoleh dalam penelitian ini adalah data ratio, oleh karena itu, teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah analisis Uji t yaitu statistik inferensial. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut;

t =

 

Keterangan;

t��������������������� = Perbandingan hasil belajar kelas eksperimen dan kelas kontrol

N����������� =�� Jumlah sampel

���� =� Jumlah hasil belajar kelas eksperimen setelah perlakuan

���� = �� Jumlah hasil belajar kelas kontrol setelah perlakuan�����

m1�������� =��� Rata-rata kelas eksperimen setelah perlakuan

m2�������� =�� Rata-rata kelas kontrol setelah perlakuan

Selanjutnya, untuk menjawab hipotesis penelitian pada bagian Bab III digunakan hipotesisi statistik berikut:

Ho�������� =�� tidak ada perbedaan hasil belajar antara kelompok eksperimen (yang memperoleh perlakuan) dengan kelompok kontrol (yang tidak memperoleh perlakuan)

Ha��������� =�� terdapat perbedaan hasil belajar antara kelompok eksperimen (yang memperoleh perlakuan) dengan kelompok kontrol (yang tidak memperoleh perlakuan).

Atau dapat ditulis dengan bentuk:

Ho : � = �

Ha : � ≠ �

Kriteria penerimaan hipotesis yaitu jika t hitung lebih besar daripada nilai t tabel dengan taraf signifikansi 5% maka hipotesis diterima. Sebaliknya, jika nilai tr hitung lebih kecil daripada nilai t tabel dengan taraf signifikansi 5%, maka hipotesis ditolak.

 

Hasil dan Pembahasan

A.    Hasil Penelitian

1.     Hasil Observasi Pertemuan Pertama

Pertemuan pertama, siswa masih kurang antusia dalam belajar. Siswa cenderung diam mengamati penjelasan materi yang diberikan oleh peneliti. Pada pertemuan pertama ini, hanya ada dua orang yang mau mengkomunikasikan ide atau hal-hal yang tidak dimengerti dengan bertanya. Pada saat siswa ditanya oleh peneliti, tidak ada siswa yang berani memberikan jawaban atas pertanyaan peneliti. Pada saat guru menerapkan model pembelajaran kooperatif, peneliti menemukan bahwa siswa masih ada yang brmain saat belajar, ada juga yang mengerjakan tugas untuk mata pelajaran lain. Untuk pembelajaran berkelompok, peneliti membagi siswa kedalam empat kelompok. Dari model ini, siswa masih mengandalkan anggota kelompok mereka yang lebih dominan sehingga masih asyik berbiacara dengan teman yang lainnya.

Pertemuan pertama, materi yang diberikan adalah tentang bagaimana memilih tema yang uni dan menarik dalam sebuah cerpen. Peneliti meminta siswa membuat sebuah judul dengan menentukan topik dari judul yang mereka tuliskan. Dari tugas itu, diketahui bahwa siswa masih kurang dalam menentukan judul yang menarik serta tidak kurang mampu menentukan tema dari judul yang dipilihnya. Melihat kondisi tersebut, peneliti memberikan beberapa contoh tema yang menarik serta contoh-contoh judul dari masing-masing tema. Dari pemberian contoh tersebut, ada 7 orang siswa yang berani untuk memberikan komentar mengenai cara penentuan tema serta judul sebuah cerpen sehingga menghasilkan cerpen yang baik pula. Setelah pemberian contoh, diakhir pembelajaran, guru meminta siswa menuliskan satu tema dan satu judul kemudian dikumpulkan. Pemberian tugas tersebut disambut dengan antusias oleh siswa.

2.     Hasil Observasi Pertemuan Kedua

Pertemuan kedua, peneliti memberikan materi tentang amanat atau pesan serta latar dalam sebuah cerpen. Untuk materi ini, siswa memiliki pemahaman yang cukup baik sehingga pada saat peneliti bertanya, sebagian besar siswa mampu memberikan jawaban. Pada pertemuan kedua ini, siswa memiliki antusia yang cukup baik, hal ini dapat dibuktikan dengan sikap siswa yang lebih semangat dan serius mengikuti kegiatan pembelajaran meskipun masih ada beberapa orang yang cenderung diam dan asyk bercerita khusunya siswa laki-laki. Pada saat pembelajaran berlangsung, guru membagi siswa menjadi empat kelompok dan membagikan tugas kelompok.

Tugas kelompok tersebut berupa perintah untuk membaca sebuah cerpen yang ada dalam buku paket dan menemukan pesan atau amanat serta latar yang digunakan dalam cerpen tersebut. Dari kegiatan tersebut, terlihat antusias siswa yang cukup baik dengan kerjasama yang baik pula. Setelah siswa menegerjakan lembar kerja, setiap kelompok mempresentasekan hasil kerja mereka di depan kelas. Setiap siswa diwajibkan untuk memberikan komentar, saran, kritik, atau pertanyaan. Dengan kegiatan tersebut, sangat jelas bahwa siswa antusias dalam memberikan pertanyaan. Hanya saja, siswa masih memiliki sikap untuk menjatuhkan kelompok lain. Hal ini dinilai positif oleh peneliti, karena dengan hal tersebut, siswa tertantang untuk menjadi kelompok yang lebih baik dari kelompok lainnya. Kegiatan presentase tersebut dinilai bahwa siswa menguasai dengan baik materi yang diberikan.

3.     Hasil Observasi Pertemuan Ketiga

Pertemuan ketiga, materi yang diajarkan adalah penokohan, alur, sudut pandang, dan gaya bahasa. Metode yang digunakan adalah metode diskusi. Kelompok diskusi serta materi diskusi telah diberikan pada pertemuan kedua. Masing-masing kelompok diminta membuat makalah untuk dipresentasekan. Kegiatan presentase diatur sedemikian rupa, siswa diminta duduk berkelompok membentuk lingkaran, kemudia secara bergiliran membacakan makalah. Masing-masing kelompok membuat empat makalah yang kemudian dibagikan kepada kelompok lainnya sehingga materi yang dibacakan hanya pada bagian intinya saja. Pada kegiatan diskusi ini, kelompok dua tidak menggandakan makalah. Sehingga siswa lainnya diminta untuk mencatat inti dari materi yang dijelaskan. Pada saat presentase, kelompok lain memberikan tanggapan baik saran, kritik, atau pertanyaan.

Kegiatan ini, siswa sangat antusia memberikan pertanyan dan memberikan jawaban. Diakhir kegiatan diskusi, siswa kembali diminta menemukan unsur penokohan, alur, sudut pandang, dan gaya bahasa yang ada dalam cerpen yang dianalisis pada pertemuan kedua. Dari hasil tes tersebut, diketahui bahwa siswa cukup mampu menemukan unsur-unsur tersebut.

4.     Hasil Observasi Pertemuan Keempat

Pertemuan keempat, siswa diberi tugas untuk membuat sebuah cerpen. Pada mulanya, siswa merasa bosan dengan kegiatan pembelajaran. Menurut mereka, kegiatan pembelajaran dengan materi cerpen telah diberikan beberapa kali dalam empat kali pertemuan. Namun, peneliti memberikan pegertian dengan alasan bahwa hal tersebut adalah sebuah manipulasi agar siswa lebih memahami materi dengan baik. Lalu, pada saat peneliti menampilkan sebuah sebuah rekaman video kehidupan anak jalanan, siswa kembali tertarik untuk belajar.

Kegiatan menulis cerpen ini, peneliti mengidentifikasi bahwa masih ada siswa yang kurang cermat dalam memilih judul, serta pemilihan diksi yang menarik. Cerpen yang ditulis siswa cenderung pendek yaitu empat sampai sembilan paragraf.

5.     Hasil Observasi Pertemuan Kelima

Pertemuan kelima, peneliti menerapkan metode diskusi dan penugasan. Tugas yang diberikan adalah menemukan kelemahan dari cerpen yang ditulis oleh siswa lainnya. Guru membagi secara acak cerpen yang ditulis oleh siswa kepada orang yang berbeda kemudian siswa tersebut menganalisis kelemahan dari semua unsur intrinsik cerpen tersebut. Dari metode ini, siswa sangat antusian untuk mencari kelemahan dari cerpen yang ditulis oleh teman lainnya. Disamping itu, terlihat dengan jelas beberapa orang siswa sangat yakin dengan karya mereka. Masing-masing siswa menginginkan nilai yang baik, tetapi, dari hasil analisis, peneliti menetapkan bahwa semua siswa masih kurang dalam hal merangkai dan memilih kata-kata yang tepat untuk mewakili idenya. Cerita yang ditulisnya masih menyerupai ragam bahasa santai dengan struktur kalimat dipengaruhi oleh daerah.

Deskripsi Hasil Tes

Deskripsi Hasil Pretestt Kelas Eksperimen

Hasil pretestt merupakan data hasil tes kemampuan awal yang diberikan sebelum perlakuan diberikan. Kemampuan awal yang dimaksud adalah kemampuan siswa mencipta sebuah karya berupa cerpen dengan kriteria penilaian tertentu berupa unsur intrinsik yaitu (1) kesesuaian antara tema dan isi cerita, (2) pesan atau amanat, (3) penggambaran alur cerita atau plot, (4) penggambaran tokoh, karakter tokoh, dan penokohan, (5) pengamabaran latar:� tempat, waktu, suasana, dan sosial, (6) sudut pandang pengarang, serta (7) ketepatan diksi, gaya bahasa, kontruksi kalimat, pengunaan dialog dan ejaan.

Data hasil tes kemampuan awal siswa kelas eksperimen tersebut seperti dalam tabel berikut:

 

Tabel 3 Hasil Pretestt Kelas Eksperimen

Sampel

Aspek Penilaian

Total Skor

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

1

4

6

5

4

4

5

5

33

2

3

4

4

4

5

5

4

29

3

4

4

3

4

4

5

4

28

4

5

5

4

6

5

5

4

34

5

5

4

5

5

4

5

5

33

6

6

5

6

5

7

5

5

39

7

7

5

6

7

7

6

6

44

8

8

8

6

9

8

8

9

56

9

9

9

6

9

9

7

9

58

10

9

11

7

9

10

9

10

66

11

4

6

5

7

4

4

6

36

12

7

6

5

5

5

6

7

41

13

3

4

4

4

5

6

4

30

14

7

5

6

6

7

7

8

46

15

10

12

7

9

10

10

13

71

16

6

7

7

7

7

8

7

49

17

8

5

6

6

6

7

5

43

18

12

11

7

10

14

10

10

74

18

12

11

7

10

14

10

10

74

19

8

8

5

6

7

7

8

49

20

12

10

7

12

10

8

10

69

21

8

6

6

7

8

8

7

50

22

10

10

7

12

12

10

10

70

Total Skor

155

154

124

163

158

151

156

1061

Rata-rata

7,05

7,00

5,64

7,41

7,18

6,83

7,10

6,89

(Sumber: diolah dari hasil tes awal siswa kelas eksperimen)

Tabel di atas, diketahui bahwa total skor yang diperoleh 22 orang siswa adalah 1061 dengan rata-rata 6,89. Masing-masing aspek penilaian yang diraih siswa dengan total skor (1) kesesuaian antara tema dan isi cerita yaitu 155 dengan rata-rata 7,05, (2) pesan atau amanat yaitu 154 dengan rata-rata 7,00, (3) penggambaran alur cerita atau plot dengan total skor 124 dan rata-rata 5,56, (4) penggambaran tokoh, karakter tokoh, dan penokohan yaitu 163 dengan rata-rata 7,41, (5) pengamabaran latar :� tempat, waktu, suasana, dan sosial yaitu 158 dengan rata-rata 7,18, (6) sudut pandang pengarang yaitu 151 dengan rata-rata 6,83, serta (7) ketepatan diksi, gaya bahasa, kontruksi kalimat, pengunaan dialog dan ejaan yaitu 156 dengan rata-rata 7,10. Gambaran rinci mengenai hasil tes masing-masing aspek adalah sebagai berikut:

Tabel 4 Kesesuaian Antara Tema Dan Isi Cerita

Interval Skor

Kategori

Frekuensi

Persentase

12-15

Sangat Baik

2

9

8-11

Baik

8

36

4-7

Cukup

10

46

0-3

Kurang

2

9

Jumlah

22

100

(Sumber: diolah dari tabel 3)

 

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa dua orang siswa dengan persentase sembilan persen menulis cerpen yang tema dan isi ceritanya sangat sesuai. Delapan orang siswa dengan persentase 36 persen dinilai baik, dimana tema yang dipilih sesuai dengan isi cerita meskipun ada sedikit isi cerita yang agak melenceng namun masih berkaitan. Sepuluh orang siswa dengan persentase 46 persen dinilai cukup sesuai karena antara bagian isi cerita yang yang meluas dengan isi cerita yang terfokus berimbang namun masih dapat dimengerti. Dua orang siswa dengan persentase sembilan persen dinilai kurang karena tema tidak sesuai dengan isi cerita. Hal ini terjadi karena siswa kurang memahami cara menulis cerpen dengan memfokuskan isi cerita dengan tema yang mula-mula ditetapkan. Disamping itu, masih ada siswa yang kurang memahami arti dan maksud dari tema itu sendiri. Sebut saja ketika siswa diminta untuk menulis cerpen dengan tema anak jalanan tetapi dijadikan judul.

Tabel 5 Pesan Atau Amanat

Interval Skor

Kategori

Frekuensi

Persentase

12-15

Sangat Baik

1

4,5

8-11

Baik

7

32

4-7

Cukup

13

59

0-3

Kurang

1

4,5

Jumlah

22

100

(Sumber: diolah dari tabel 3)

 

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa satu orang siswa dengan persentase 4,5 persen dinilai sangat baik dalam menampilkan pesan atau amanat dalam cerpen yang ditulisnya. Tujuh orang siswa dengan persentse 32 persen dinilai baik karena pesan yang ditampilkan bermaafaat dan singkron dengan objek yang dijadikan tema cerita. 13 orang siswa dengan persentase 59 persen dinilai cukup karena cerpen yang dikarangnya memiliki tema atau amanat kurang bermanfaat� namun tetap singkron dengan isi cerita. Selanjutnya, satu orang siswa dengan persentase 4,5 dinilai kurang karena pesan yang ditampilkan dalam cerita tidak bermanfaat dan tidak sinkron dengan tema cerita.

 

Tabel 6 Pengambaran Plot/ Alur Cerita

Interval Skor

Kategori

Frekuensi

Persentase

12-15

Sangat Baik

-

-

8-11

Baik

-

-

4-7

Cukup

21

95,5

0-3

Kurang

1

4,5

Jumlah

22

100

(Sumber: diolah dari tabel 3)

 

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa tidak ada siswa yang mampu menggambarkan plot atau alur cerita dengan sangat baik atau dengan baik. 21 orang siswa atau 95,5 persen siswa dinilai cukup baik dalam menggambarkan alur atau plot dalam cerita pendek yang dikarangnya. Siswa menggunakan alur lebih dari satu; tahap pengenalan kurang berisi sejumlah inpormasi penting; konflik cerita kurang jelas; kurang menunjukan sebab akibat; serta klimkasnya kurang jelas; peleraiannya kurang jelas; dan penyelesaian cerita kurang jelas, namun tuntas. Satu orang siswa dengan persentase 4,5 persen dinilai kurang baik karena cerpen yang dikarangnya tidak ada tahap pengenalan; konflik cerita tidak jelas; tidak menarik perhatian pembaca; tidak menunjukan sebab akibat; tidak ada klimaks; tidak ada peleraian; serta penyelesaian cerita tidak jelas.

 

Tabel 7 Penggambaran Tokoh, Karakter Tokoh, dan Penokohan

Interval Skor

Kategori

Frekuensi

Persentase

12-15

Sangat Baik

2

9

8-11

Baik

5

23

4-7

Cukup

15

68

0-3

Kurang

-

-

Jumlah

22

100

(Sumber: diolah dari tabel 3)

 

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa dua orang siswa dengan persentase sembilan persen dinilai sangat baik cara penggambaran toko, karakter dan penokohan dalam cerpen yang dikarang oleh siswa. Hal ini dibuktikan dengan gambaran fisik tokoh yang memperkuat watak, ada deskripsi mengenai bentuk tubuh; memiliki gambaran psikis atau jalan pikirannya; serta karakter tokoh jelas terlihat dari apa yang di perbuat �ucapan-ucapan oleh tokoh�. Lima orang siswa dengan persentase 23 persen dinlai baik karena memiliki gambaran fisik; karakter tokoh sesuai; terlihat dari apa yang di perbuat dari �ucapan-ucapannya� namun ucapannya proporsional. 15 orang siswa dengan persentase 68 persen dinilai cukup karena tahap pengenalan kurang berisi sejumlah inpormasi penting; konflik cerita kurang jelas; kurang menunjukan sebab akibat; klimkas cerita kurang jelas; peleraian kurang jelas; serta penyelesaian cerita kurang jelas, namun tuntas. Untuk kategori kurang, tidak ada siswa yang mendapatkan penilaian tersebut. Cerita pendek yang dikarang siswa rata-rata menggunakan dua atau tiga orang tokoh. Namun, adapula ada juga yang menggunakan sistem monolog dalam bercerita. Cerita pendek yang dikarang siswa cenderung merupakan hasil interpretasi personal, bukan dari pengembangan sebuah peristiwa yang imajinerkan.

 

Tabel 8 Gambaran Latar Tempat, Waktu, Suasana, dan Sosial

Interval Skor

Kategori

Frekuensi

Persentase

12-15

Sangat Baik

2

9

8-11

Baik

6

27

4-7

Cukup

14

64

0-3

Kurang

-

-

Jumlah

22

100

(Sumber: diolah dari tabel 3)

 

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa dua orang siswa dengan persentase sembilan persen dinilai sangat baik dalam menggambarkan latar cerita baik tempat, waktu, suasana, serta sosialnya. Dinilai sangat baik karena latar jelas; tempat mempengaruhi watak tokoh; waktu jelas; digambarkan sangat jelas ; suasana peristiwa mendukung terhadap isi cerita; tingkat sosial; digambarkan secara sangat jelas. Enam orang siswa dengan persentase 27 persen dinilai baik karena memiliki latar kurang sesuai; latar tempat kurang jelas; latar suasana peristiwa jelas mendukung terhadap isi cerita; tingkat sosial digambarkan sangat jelas. 14 orang siswa dinilai cukub baik dengan alasan bahwa cerpen yang ditulis memiliki latar yang kurang sesuai; �latar tempat kurang jelas; serta latar waktu tidak jelas; serta latar suasana kurang mendukung isi cerita. Tidak ada siswa yang dinilai kurang baik dalam menggambarkan latar dalam cerpen yang dikarangnya.

 

Tabel 9 Penggunaan Sudut Pandang

Interval Skor

Kategori

Frekuensi

Persentase

8-10

Sangat Baik

8

36

5-7

Baik

13

59

2-4

Cukup

1

5

0-1

Kurang

-

-

Jumlah

22

100

(Sumber: diolah dari tabel 3)

 

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa delapan orang siswa dengan persentase 36 persen dinilai sangat baik dalam menggunakan sudut pandang di dalam cerpen. 13 orang siswa dengan persentase 59 persen dinilai baik sudut pandangnya karena sudut pandang cukup konsisten: digambarkan hanya pada sebagian cerita, digambarkan pada sebagian karakter tokoh, digambarkan pada sebagian dialok parah tokoh. Satu orang siswa dengan persentase 4,5 (dibulatkan menjadi 5) persen dinilai cukup baik karena penggunaan sudut pandang kurang konsisten, digambarkan hanya sebagian kecil dari cerita, digambarkan sebagian kecil darikarakter tokoh; serta digambarkan sebagian kecil dari dialog. Tidak ada siswa yang dinilai kurang dalam penggunaan sudut pandang dalam cerita.

 

Tabel 10 Ketepatan Diksi, Gaya, Bahasa, Konstruksi Kalimat, Penggunaan Dialog dan Ejaan

Interval Skor

Kategori

Frekuensi

Persentase

12-15

Sangat Baik

1

5

8-11

Baik

8

36

4-7

Cukup

13

59

0-3

Kurang

-

-

Jumlah

22

100

(Sumber: diolah dari tabel 3)

 

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa satu orang siswa dengan persentase 4,5 (dibulatkan menjadi 5) persen dinilai sangat baik karena mampu memilih diksi yang tepat dan memiliki konotasi yang baik, penerapan gaya bahasa yang kompleks, serta konstruksi kalimat yang memadai sehingga cerpen yang ditulis menarik untuk dibaca. Delapan orang siswa dengan persentase 36 persen dinilai baik karena diksi cukup dinamis, tidak monoton; menarik perhatian pembaca; gaya bahasa cukup menarik; konstruksi kalimat cukup efektif; dialog cukup proporsional namun tidak sesuai dengan kebutuhan; sedikit penggunaan ejaan yang salah. 13 orang siswa dengan persentase 59 persen dinilai cukup karena diksi kurang dinamis, gaya bahasa kurang menari, kontruksi kalimat kurang efektif, doalog kurang proporsional, dan ejaan kurang tepat. Pada aspek ini, tidak ada siswa yang dinilai kurang.

Berdasarkan uraian masing-masing aspek di atas, dapat disimpulkan persentase ketuntasan menulis cerpen siswa berdasarkan KKM yang telah ditetapkan yaitu 70 seperti pada tabel berikut:

 

Tabel 11 Persentase Ketuntasan Pretest

Interval

Kategori

Frekuensi

Persentase

> 70

Tuntas

3

14

< 70

Tidak Tuntas

19

86

Jumlah

22

100

(Sumber: diolah dari tabel 3)

 

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa ada tiga orang siswa dengan persentase 14 persen dinyatakan tuntas dengan perolehan skor ketuntasan 70 ke atas (> 7. Sedangkan 19 orang siswa lainnya dengan persentase 86 persen dinyatakan tidak tuntas dengan perolehan skor kurang dari 70 (< 70).

Deskripsi Hasil Postest Kelas Eksperimen

Hasil postest merupakan data hasil tes kemampuan akhir yang diberikan setalah perlakuan diberikan. Kemampuan akhir yang dimaksud adalah kemampuan siswa mencipta sebuah karya berupa cerpen dengan kriteria penilaian tertentu berupa unsur intrinsik yaitu (1) kesesuaian antara tema dan isi cerita, (2) pesan atau amanat, (3) penggambaran alur cerita atau plot, (4) penggambaran tokoh, karakter tokoh, dan penokohan, (5) pengamabaran latar:� tempat, waktu, suasana, dan sosial, (6) sudut pandang pengarang, serta (7) ketepatan diksi, gaya bahasa, kontruksi kalimat, pengunaan dialog dan ejaan.

Data hasil tes kemampuan akhir siswa kelas eksperimen tersebut seperti dalam tabel berikut:

 

Tabel 12 Hasil Postest Kelas Eksperimen

Sampel

Aspek Penilaian

Total Skor

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

1

7

10

8

6

6

8

8

53

2

6

8

6

6

7

8

6

47

3

8

8

8

7

6

8

6

53

4

8

10

7

6

8

8

6

53

5

8

6

6

8

8

10

8

54

6

10

8

8

7

10

8

6

57

7

10

8

8

10

8

10

8

62

8

12

12

10

12

10

10

12

78

9

12

12

10

10

10

10

9

73

10

12

14

10

12

12

10

12

82

11

8

10

8

7

6

8

8

55

12

10

8

8

6

8

8

8

56

13

6

6

7

8

8

6

8

49

14

8

10

7

6

8

8

6

53

15

12

12

10

12

10

10

14

80

16

10

10

8

10

8

8

8

62

17

10

8

8

8

10

10

8

62

18

12

11

10

10

14

10

10

77

19

8

8

5

6

7

7

8

49

20

12

10

8

12

10

8

10

70

21

10

8

8

8

10

10

8

62

22

12

12

10

12

12

10

12

80

Total Skor

199

209

178

189

196

183

189

1343

Rata-rata

9,05

9,50

8,09

8.59

8,91

8,32

8,59

8,73

(Sumber: diolah dari hasil tes akhir kelas eksperimen)

 

Tabel di atas dapat diketahui bahwa total skor yang diperoleh 22 orang siswa adalah 1345 dengan rata-rata 8,73. Masing-masing aspek penilaian yang diraih siswa dengan total skor (1) kesesuaian antara tema dan isi cerita yaitu 199 dengan rata-rata 9,05, (2) pesan atau amanat yaitu 209 dengan rata-rata 9,50, (3) penggambaran alur cerita atau plot dengan total skor 178 dan rata-rata 8,09, (4) penggambaran tokoh, karakter tokoh, dan penokohan yaitu 189 dengan rata-rata 8,59, (5) pengamabaran latar :� tempat, waktu, suasana, dan sosial yaitu 196 dengan rata-rata 8,91, (6) sudut pandang pengarang yaitu 183 dengan rata-rata 8,32 serta (7) ketepatan diksi, gaya bahasa, kontruksi kalimat, pengunaan dialog dan ejaan yaitu 189 dengan rata-rata 8,79. Gambaran rinci mengenai hasil tes masing-masing aspek adalah sebagai berikut:

 

Tabel 13 Kesesuaian antara Tema dan Isi Cerita

Interval Skor

Kategori

Frekuensi

Persentase

12-15

Sangat Baik

7

32

8-11

Baik

12

55

4-7

Cukup

3

13

0-3

Kurang

-

-

Jumlah

22

100

(Sumber: diolah dari tabel 22)

 

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa tujuh orang siswa dengan persentase 32 persen menulis cerpen yang tema dan isi ceritanya sangat sesuai. 12 orang siswa dengan persentase 55 persen dinilai baik, dimana tema yang dipilih sesuai dengan isi cerita meskipun ada sedikit isi cerita yang agak melenceng namun masih berkaitan. Tiga orang siswa dengan persentase 13 persen dinilai cukup sesuai karena antara bagian isi cerita yang yang meluas dengan isi cerita yang terfokus berimbang namun masih dapat dimengerti. Tidak ada siswa yang dinilai kurang.

 

Tabel 14 Pesan atau Amanat

Interval Skor

Kategori

Frekuensi

Persentase

12-15

Sangat Baik

5

23

8-11

Baik

15

68

4-7

Cukup

2

9

0-3

Kurang

-

-

Jumlah

22

100

(Sumber: diolah dari tabel 22)

 

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa lima orang siswa dengan persentase 23 persen dinilai sangat baik dalam menampilkan pesan atau amanat dalam cerpen yang ditulisnya. 15 orang siswa dengan persentse 68 persen dinilai baik karena pesan yang ditampilkan bermaafaat dan singkron dengan objek yang dijadikan tema cerita. Dua orang siswa dengan persentase 9 persen dinilai cukup karena cerpen yang dikarangnya memiliki tema atau amanat kurang bermanfaat namun tetap singkron dengan isi cerita. Selanjutnya, tidak ada siswa yang dinilai kurang.

 

 

 

Tabel 15 Pengambaran Plot/ Alur Cerita

Interval Skor

Kategori

Frekuensi

Persentase

12-15

Sangat Baik

-

-

8-11

Baik

16

73

4-7

Cukup

6

27

0-3

Kurang

-

-

Jumlah

22

100

(Sumber: diolah dari tabel 22)

 

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa tidak ada siswa yang mampu menggambarkan plot atau alur cerita dengan sangat. 16 orang siswa dengan persentase 73 persen dinilai baik. 6 orang siswa atau 27 persen siswa dinilai cukup baik dalam menggambarkan alur atau plot dalam cerita pendek yang dikarangnya. Siswa menggunakan alur lebih dari satu; tahap pengenalan kurang berisi sejumlah inpormasi penting; konflik cerita kurang jelas; kurang menunjukan sebab akibat; serta klimkasnya kurang jelas; peleraiannya kurang jelas; dan penyelesaian cerita kurang jelas, namun tuntas. Tidak ada siswa dinilai kurang baik.

 

Tabel 16 Penggambaran Tokoh, Karakter Tokoh, dan Penokohan

Interval Skor

Kategori

Frekuensi

Persentase

12-15

Sangat Baik

5

23

8-11

Baik

10

45

4-7

Cukup

7

32

0-3

Kurang

-

-

Jumlah

22

100

(Sumber: diolah dari tabel 22)

 

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa lima orang siswa dengan persentase 23 persen dinilai sangat baik cara penggambaran toko, karakter dan penokohan dalam cerpen yang dikarang oleh siswa. Hal ini dibuktikan dengan gambaran fisik tokoh yang memperkuat watak, ada deskripsi mengenai bentuk tubuh; memiliki gambaran psikis atau jalan pikirannya; serta karakter tokoh jelas terlihat dari apa yang di perbuat �ucapan-ucapan oleh tokoh�. sepuluh orang siswa dengan persentase 45 persen dinlai baik karena memiliki gambaran fisik; karakter tokoh sesuai; terlihat dari apa yang di perbuat dari �ucapan-ucapannya� namun ucapannya proporsional. 7 orang siswa dengan persentase 32 persen dinilai cukup karena tahap pengenalan kurang berisi sejumlah inpormasi penting; konflik cerita kurang jelas; kurang menunjukan sebab akibat; klimkas cerita kurang jelas; peleraian kurang jelas; serta penyelesaian cerita kurang jelas, namun tuntas. Untuk kategori kurang, tidak ada siswa yang mendapatkan penilaian tersebut. Cerita pendek yang dikarang siswa rata-rata menggunakan dua atau tiga orang tokoh. Namun, adapula ada juga yang menggunakan sistem monolog dalam bercerita.

 

 

Tabel 17 Gambaran Latar Tempat, Waktu, Suasana, dan Sosial

Interval Skor

Kategori

Frekuensi

Persentase

12-15

Sangat Baik

3

14

8-11

Baik

14

64

4-7

Cukup

5

22

0-3

Kurang

-

-

Jumlah

22

100

(Sumber: diolah dari tabel 22)

 

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa tiga orang siswa dengan persentase 14 persen dinilai sangat baik dalam menggambarkan latar cerita baik tempat, waktu, suasana, serta sosialnya. Dinilai sangat baik karena latar jelas; tempat mempengaruhi watak tokoh; waktu jelas; digambarkan sangat jelas; suasana peristiwa mendukung terhadap isi cerita; tingkat sosial; digambarkan secara sangat jelas. 14 orang siswa dengan persentase 64 persen dinilai baik karena memiliki latar kurang sesuai; latar tempat kurang jelas; latar suasana peristiwa jelas mendukung terhadap isi cerita; tingkat sosial digambarkan sangat jelas. Lima orang siswa dinilai cukub baik dengan alasan bahwa cerpen yang ditulis memiliki latar yang kurang sesuai; latar tempat kurang jelas; serta latar waktu tidak jelas; serta latar suasana kurang mendukung isi cerita. Tidak ada siswa yang dinilai kurang baik dalam menggambarkan latar dalam cerpen yang dikarangnya.

 

Tabel 18 Penggunaan Sudut Pandang

Interval Skor

Kategori

Frekuensi

Persentase

8-10

Sangat Baik

-

-

5-7

Baik

20

91

2-4

Cukup

2

9

0-1

Kurang

-

-

Jumlah

22

100

(Sumber: diolah dari tabel 22)

 

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa tidak ada siswa yang dinilai sangat baik dalam menggunakan sudut pandang di dalam cerpen. 20 orang siswa dengan persentase 91 persen dinilai baik sudut pandangnya karena sudut pandang cukup konsisten: digambarkan hanya pada sebagian cerita, digambarkan pada sebagian karakter tokoh, digambarkan pada sebagian dialok parah tokoh. dua orang siswa dengan persentase 9 persen dinilai cukup baik karena penggunaan sudut pandang kurang konsisten, digambarkan hanya sebagian kecil dari cerita, digambarkan sebagian kecil darikarakter tokoh; serta digambarkan sebagian kecil dari dialog. Tidak ada siswa yang dinilai kurang dalam penggunaan sudut pandang dalam cerita.

 

 

 

 

 

Tabel 19 Ketepatan Diksi, Gaya, Bahasa, Konstruksi Kalimat, Penggunaan Dialog dan Ejaan

Interval Skor

Kategori

Frekuensi

Persentase

12-15

Sangat Baik

4

18

8-11

Baik

13

59

4-7

Cukup

5

23

0-3

Kurang

-

-

Jumlah

22

100

(Sumber: diolah dari tabel 22)

 

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa empat orang siswa dengan persentase 18 persen dinilai sangat baik karena mampu memilih diksi yang tepat dan memiliki konotasi yang baik, penerapan gaya bahasa yang kompleks, serta konstruksi kalimat yang memadai sehingga cerpen yang ditulis menarik untuk dibaca. 13 orang siswa dengan persentase 59 persen dinilai baik karena diksi cukup dinamis, tidak monoton; menarik perhatian pembaca; gaya bahasa cukup menarik; konstruksi kalimat cukup efektif; dialog cukup proporsional namun tidak sesuai dengan kebutuhan; sedikit penggunaan ejaan yang salah. Lima orang siswa dengan persentase 23 persen dinilai cukup karena diksi kurang dinamis, gaya bahasa kurang menari, kontruksi kalimat kurang efektif, doalog kurang proporsional, dan ejaan kurang tepat. Pada aspek ini, tidak ada siswa yang dinilai kurang.

Berdasarkan uraian masing-masing aspek di atas, dapat disimpulkan persentase ketuntasan menulis cerpen siswa berdasarkan KKM yang telah ditetapkan yaitu 70 seperti pada tabel berikut:

 

Tabel 20 Persentase Ketuntasan Pretest

Interval

Kategori

Frekuensi

Persentase

> 70

Tuntas

7

32

< 70

Tidak Tuntas

15

68

Jumlah

22

100

(Sumber: diolah dari tabel 22)

 

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa ada tujuh orang siswa dengan persentase 32 persen dinyatakan tuntas dengan perolehan skor ketuntasan 70 ke atas (> 7). Sedangkan 15 orang siswa lainnya dengan persentase 68 persen dinyatakan tidak tuntas dengan perolehan skor kurang dari 70 (< 70).

 

B.    Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data di atas, kita dapat mengetahui bahwa sebelum ada perlakuan, kedua kelas memiliki kelemahan yang sama dalam menulis cerita pendek khsusnya dalam hal kelengkapan unsur-unsur cerita itu sendiri seperti tema, amanat, alur, tokoh, penokohan, latar, sudut pandang, gaya bahasa serta bagian kebahasaannya. Dari ketidak tahuan dan ketidak mampuan siswa dalam menulis itulah yang menjadikan prestasi atau hasil belajar menulis cerita pendek siswa sangat kurang. Nurgiantoro (2009: 72) mengemukakan bahwa penilaian dalam pembelajaran sastra khususnya cerita pendek sangatlah kompleks. Siswa diharapkan mampu memenuhi keseluruhan unsur-unsur yang harus ada dalam cerpen seperti unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik. Menurutnya, kedua unsur tersebut adalah nilai yang menggambarkan baik atau buruknya sebuah karya sastra yang dihasilkan oleh siswa.

Seorang penulis pemula, kesulitan dan kendala adalah hal yang lumrah dijumpai, terutama bagi siswa SMA. Sebenarnya menulis cerpen telah mereka dapatkan di bangku SMP tetapi semua itu hanya sebatas input teori belaka, tidak menitikberatkan pada keterampilan menulis yang sesungguhnya. Oleh karena itu, sangat diperlukan adanya strategi mengajar yang mampu memancing motivasi siswa dalam belajar.

Pembelajaran menulis puisi dengan menerapkan video rekaman anak jalanan ternyata memiliki pengaruh yang baik terhadap antusia, minat, dan motivasi siswa dalam belajar. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan sikap dan aktivitas siswa saat mengikuti pembelajaran. Mulanya memang mereka merasa tidak nyaman karena berhadapan dengan guru baru, tetapi dengan pembinaan situasi belajar yang kondusif serta ketertarikan siswa terhadap media yang diterapkan, maka keinginan siswa untuk bertanya, memberi saran, kritik, dan pertanyaan menjadi lebih baik.

Berbeda halnya dengan kelas kontrol yang belajar seperti biasa oleh guru yang sama seperti pada pembelajaran biasa. Guru menerapkan pembelajaran konvensional dengan metode ceramah, tugas, dan tanya jawab. Tetapi masih dapat dijumpai sikap siswa yang tidak disiplin seperti keluar masuk kelas, bermain, ketawa, bahkan ada yang adu mulut. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam mengolah dan mengatur kelas belajar yang diinginkan oleh peserta didik.

Hasil tes awal menunjukkan bahwa kedua kelas memiliki kemampuan awal yang sama. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat ketuntasan siswa dimana kelas eksperimen hanya tiga orang dan kelas kontrol pun demikian. Tetapi, setelah diberikan perlakuan, kemampuan akhir siswa dari kedua kelas adalah berbeda. Kelas eksperimen mengalami peningkatan dengan jumlah ketuntasan sebanyak empat orang siswa atau sebesar 18 persen sedangkan untuk kelas kontrol, peningkatan terjadi hanya satu orang siswa saja dengan persentase lima persen.

Berdasarkan hasil uji hipotesisi dengan menggunakan uji t diketahui bahwa hasil t hitung sebesar 0,011. Jika diintegrasikan kedalam tabel uji t maka t tabelnya adalah 1, 684 atau dengan kata lain t hitung lebih kecil daripada t tabel (thitung 0,011 < ttabel 1,684). Dengan demikian Ha ditolak dan H0 diterima. Artinya, video rekaman anak jalanan tidak efektif digunakan untuk menulis cerpen bagi siswa kelas X SMA Negeri Bosso.

 

 

Kesimpulan

Hasil penelitian ini, dapat ditarik beberapa simpulan sebegai berikut: 1). Kemampuan awal siswa baik pada kelas eksperimen maupun pada kelas kontrol adalah sama. Kedua kelas menunjukkan hasil yang berimbang dimana jumlah siswa yang tuntas dikelas kontrol dan kelas eksperimen masing-masing tiga. 2). Setelah dilakukan perlakuan (treatment), diketahui bahwa kemampuan dari kelas eksperimen yaitu kelas yang menggunakan video rekaman anak jalanan lebih baik dari pada kelas kontrol. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan persentase ketuntasan belajar siswa dimana kelas eksperimen meningkat sebesar 18 persen sedangkan kelas kontrol hanya mengalami peningkatan sebesar lima persen. 3). Hasil analsis uji t membuktikan bahwa video rekaman anak jalanan tidak efektif digunakan untuk menulis cerpen bagi siswa kelas X SMA Negeri Bosso. Hal tersebut berdasarkan hasil t hitung sebesar 0,011. Jika diintegrasikan kedalam tabel uji t maka t tabelnya adalah 1, 684 atau dengan kata lain t hitung lebih kecil daripada t tabel (thitung 0,011 < ttabel 1,684). Dengan demikian Ha ditolak dan H0 diterima.

 


BIBLIOGRAFI

 

Abbas, Ersis Warmansyam. 2007. Menulis Mari Menulis. Jakarta: PT Buku Kita.

 

Akhdiah, Sabarti, dkk. 1996. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

 

Alwi, Hasan, dkk. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia: Jakarta: Balai Pustaka.

 

Ambang, H Abdullah dkk. 1999. Penuntun Terampil Berbahasa Indonesia 3. Bandung: Trigenda Karya.

 

__________ . 1999. Petunjuk Guru: Penuntun Terampil Berbahasa Indonesia 3. Bandung: Trigenda Karya.

 

Anderson, Ronald. 1987. Pemilihan dan Pengembangan Media untuk Pembelajaran. Jakarta: Rajawali.

 

Arikunto, Suharsimi, dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: P.T. Bumi Aksara.

 

Arsyad, Azhar. 2009. Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.

 

Aziez, Furqanul dan A. Chaedar Alwasilah. 2000. Pengajaran Bahasa Komunikatif Teori dan praktik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

 

Bahar, Saiful. 2013. Meningkatkan Keterampilan Menulis Cerita Pendek melalui Penerapan Media Komik Siswa SMAN 6 Palopo. Skripsi tidak diterbitkan. Palopo. Universitas Cokroaminoto Palopo.

 

Dasmawarti, Silvia. 2005. Efektivitas Pembelajaran Aktif Kreatif Menyenangkan (PAKEM) dalam Upaya Peningkatan Keterampilan Menulis Bahasa Indonesia Siswa Kelas IV SD TAhun Ajaran 2004/2005. Skripsi. Universitas Negeri Semarang, Semarang.

 

Djumingin, Sulastriningsih. 2012. Pengembangan Pembelajaran Menulis Cerpen dengan Model Sinektik di Universitas Negeri Makassar. Disertasi tidak diterbitkan. Makassar: Universitas Cokroaminoto Palopo.

 

Febrika, Ike. 2009. Eksperimentasi Strategi Estafet Learning untuk Meningkatkan Kompetensi Menulis Ilmia Siswa Kelas VIII SMPN 7 Boyolali Skripsi tidak diterbitkan. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

 

Gintings, Abdorrakhman. 2008. Esensi Praktis Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Humaniora.

 

Herlambang. 2011. Kehidupan Sosial Anak Jalanan sebagai Sumber Inspirasi dalam Melukis. Skripsi tidak diterbitak. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

 

Jihad, Haris, 2013. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

 

Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik Edisi Ketiga. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

 

Kunandar. 2009. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas sebagai Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Rajawali Pers.

 

 

Mazhud, Nurfathana. 2009. Peningkatan Kemampuan Menulis Paragraf Naratif dengan Menggunakan Strategi Brainstorming Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Sinjai Selatan. Proposal penelitian. Makassar: FBS Universitas Negeri Makassar.

 

Mulyati, Yeti, dkk.. 1999. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi. Jakarta: Universitas Terbuka.

 

Nur Azizah, Wiwin. 2007. Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen melalui Metode Latihan Terbimbing dengan Media Teks Lagu Siswa Kelas X-7 SMA Negeri 1 Pemalang. (online) tanggal 23 Oktober 2009 pukul 14. 23 wita.

 

Nurgiyantoro, Burhan. 2009. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE.

 

Nurjanah, Nunuy. 2005. Penerapan Model Belajar Konstruktivisme dalam Pembelajaran Menulis Bahasa Indonesia. Jurnal Pendidikan Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya: Edisi 1 April 2005.

 

Nurhadi. 1990. Tata Bahasa Pendidikan Landasan Penyusunan Buku Pelajaran Bahasa. Semarang: IKIP Semarang Press.

 

Nurudin. 2007. Dasar-Dasar Penulisan. Malang: Universitas Negeri Malang.

 

Rusyana. 1984. Terampil Menulis Ilmiah. Bandung: Alfabeta.

 

Sadiman, Arief. Dkk. 2008. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

 

Semi, Atar. 2001. Anatomi Sastra. Bandung: Alfabeta.

 

Sudjana, Nana. 2009. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

 

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, & R&D. Bandung: Afabeta

 

Tarigan, Djago. 2003. Pendidikan Keterampilan Berbahasa. Jakarta: Pusat Penerbitan Univeritas Terbuka.

 

Tarigan, Djago dan H.G. Tarigan. 1986. Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa Bandung.

 

Tarigan, Henry Guntur. 1994. Menulis sebagai suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

 

Tarigan, Henry Guntur. 2008. Menulis sebagai Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

 

Copyright holder:

Abdul Kadir, Indramini, Aziz Thaba, Rukayah, Abdul Karim (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: